bab i ebp (1)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah Sakit Hasan Sadikin merupakan rumah sakit terbesar di Provinsi
Jawa Barat serta pusat rujukan di wilayah Jawa Barat. Rumah Sakit ini juga
merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa-mahasiswa
kedokteran dan keperawatan serta ilmu kesehatan lainnya.
Mahasiswa keperawatan melakukan praktek keperawatan dengan
menerapkan ilmu atau teori yang didapatkan untuk diaplikasikan dalam bentuk
asuhan keperawatan. Ruang Bedah Ortopedi merupakan salah satu lahan praktek
yang disediakan RS Hasan Sadikin, dimana di ruangan ini terdapat pasien dengan
masalah pada sistem muskuloskeletal.
Data yang diambil dari tanggal 18-22 Juni 2012 di ruang Bedah Ortopedi
lantai IV gedung Kemuning, rata-rata pasien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal sebanyak 12 orang dan 4 orang atau 33,3% dari total pasien
tersebut mengalami kerusakan integritas kulit. Dari keempat pasien tersebut, 2
diantaranya yaitu Tn.Sarya (55 thn) dan Tn Yanto (34 thn) post debridement
dimana luka masih mengeluarkan pus, jaringan nekrotik positif dan granulasi
minimal. Sedangkan 2 pasien lainnya yaitu tn. Heri (52 thn) terdapat luka
dekubitus dengan eksudat dan darah, serta tn. Mr X pasien dengan massa disertai
jaringan kulit yang nekrotik.
1
BAB II
TINJAUAN JURNAL
A. PENGERTIAN LUKA
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka
adalah kerusakan keutuhan kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
B. Etiologi / Penyebab Luka
Timbulnya luka dapat dipengaruhi/disebabkan oleh terjadinya hal – hal
berikut ini :
1. Trauma
2. Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia
3. Gigitan binatang atau serangga
4. Tekanan
5. Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena
6. Immunodefisiensi
7. Malignansi
8. Kerusakan jaringan ikat
9. Penyakit metabolik, seperti diabetes
10. Defisiensi nutrisi
11. Kerusakan psikososial
12. Efek obat-obatan
2
C. JENIS-JENIS LUKA
1. Berdasarkan Kategori
a. Luka Accidental
Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak,
luka bakar; tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril
b. Luka Bedah
Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle
introduction; tepi luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan
dengan asepsis bedah
2. Berdasarkan integritas kulit
a. Luka terbuka
Adalah sebuah jejas dimana terjadi skin breaks (kulit robek, tersayat,
terpotong, atau tertusuk) sehingga bagian dibawahnya menjadi
terekspos ke daerah luar tubuh.
b. Luka tertutup
Adalah jejas yang terjadi biasanya disebabkan oleh trauma dari benda
tumpul yang akhirnya menyebabkan memar atau hemaoma. Pada luka
tertutup tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat
kerusakan jaringan lunak,serta kemungkinan terjadi cedera internal
dan perdarahan.
3. Berdasarkan mekanisme terjadinya luka
a. Luka insisi (Incised wounds),
Luka terbuka dimana kulit terpotong atau tersayat dengan cukup rapi.
Luka jenis ini adalah luka yang sengaja dibuat pada proses
pembedahan. Luka ini biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
b. Luka Abrasi
Luka terbuka yang disebabkan oleh goresan atau gesekan pada bagian
epidermis atau bagian terluar dari kulit. Luka ini dikategorikan
sebagai luka superficial namun sering menimbulkan rasa sakit dan
perih yang disebabkan ujung saraf yang terekspos. Pada luka ini
3
terkadang tidak terjadi perdarahan meskipun pada sebagian besar
kasus terjadi perdarahan kapiler.
c. Luka Tusuk (Puncture)
Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja
oleh akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di
bawah kulit
d. Luka laserasi
Luka terbuka dimana terjadi keretakan pada kulit dengan kedalaman
yang bervariasi. Bagian pinggiran luka dapat bersifat regular atau
iregular. Luka ini biasanya disebabkan oleh trauma dari benda tumpul.
Perdarahan yang terjadi dapat cukup banyak terutama jika terjadi
perdarahan arteri.
e. Luka Memar (Contusio)
Luka yang terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak. Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan
tumpul; memar
f. Luka Penetrasi
Luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka
masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya
akan melebar. Luka ini biasanya disebabkan oleh benda tajam seperti
tertusuk pisau.
g. Luka Avulsi
Luka terbuka dimana kulit seperti di robek dan terdapat lapisan kulit
yang hampir lepas atau bahkan sampai lepas /amputasi.
h. Luka Bakar
4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka
yang terjadi pada lapisan epidermis ( paling luar ) kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit
pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka
stadium satu dan ditambah dengan adanya tanda klinis seperti abrasi
4
(pengulupasan yang tidak normal), blister (kantung yang berisi
cairan/darah ) atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit
keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang
dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang
mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan
fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai
suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
5. Klasifikasi Luka Bedah
a. Luka bersih
Luka bedah tertutup yang tidak mengenai system gastrointestinal,
pernafasan atau system genitourinary, dan memiliki risiko infeksi
yang rendah. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Luka Bersih terkontaminasi
Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan,
genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak
selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terbuka, luka traumatic, luka bedah dengan asepsis yang buruk;
memiliki risiko tinggi terjadinya infeksi.
d. Luka Infeksi
Area luka terdapat patogen; disertai tanda-tanda infeksi
D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997)
yaitu:
Antibodi tubuh
5
Nutrisi adekuat
Aliran pembuluh darah berfungsi dengan baik dan lancar
Keutuhan kulit dan tingkat sensitivitas
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan
hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase
penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka
pembedahan :
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari.
Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan
pagositosis. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka.
Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel
berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier
antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan
respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan
jaringan mati. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit
bengkak. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses
penyembuhan.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari
ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel
jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama
setelah pembedahan. Jumlah kolagen yang meningkat menambah
kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka.
Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah
garis irisan luka. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka
membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan
6
perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan
yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun
setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen
menjalin dirinya menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas
luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis
putih.
3. Komplikasi Penyembuhan Luka
a. Infeksi
Infeksi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan.
b. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi (pengikisan) dari
pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
c. Terbukanya lapisan luka dan Keluarnya pembuluh darah melalui
daerah irisan
7
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUKA
a. Usia
b. Nutrisi
c. Infeksi
d. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
e. Hematoma
f. Benda asing
g. Iskemia
h. Diabetes
i. Keadaan Luka
j. Obat-0batan
F. PERAWATAN LUKA
a. Pengertian
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit,
membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya
trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
Merawat luka merupakan langkah menggati balutan yang lama (kotor)
dengan balutan yang baru (steril) untuk mencegah infeksi dan
mempercepat proses penyembuhan.
8
b. Tujuan merawat luka
a. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan
membran mukosa
b. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
c. Mempercepat penyembuhan
d. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
e. Mencegah perdarahan
f. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain
g. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
h. Menekan dan imobilisasi luka
i. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
j. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
G. Perkembangan Perawatan Luka
Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970,
tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan
bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering.
Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup
polyetylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial
lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang
perkembangan balutan luka modern (Potter. P, 1998). Perawatan luka lembab
tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua
jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan
kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan
lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya
sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik
lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi
perkembangan balutan lembab (Potter. P, 1998). Penggantian balutan
dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan
disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.
9
Penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena efek
toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai
normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam
asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka
karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka
dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang
dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan.
(Walker. D, 1996). Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan
sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit
bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga
normal dan tepi luka menyatu.. Bahan Yang Digunakan Dalam Perawatan
Luka adalah Natrium Klorida 0,9 %
Natrium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh
karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida.
Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker,
1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama
seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson,
1992). Natrium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling
sering adalah natrium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari
Natrium klorida dan untuk alasan ini natrium klorida disebut juga normal
saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering,
menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses
penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah
(http://rpromise.com/woundcare/)
H. PERAWATAN LUKA MODERN
Perawatan luka modern adalah perawatan luka dengan menerapkan
konsep lembab secara kontinyu dimana akan mempercepat proses
pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi (Turner,1990).Perawatan luka
modern adalah menciptakan lingkungan lembab yang optimal untuk
penyembuhan luka (Prof.G.D.Winter ,1962).
10
Kenapa harus lembab?
1. Mempercepat proses fibrinolisis
2. Mempercepat angiogenesis
3. Menurunkan risiko infeksi
4. Mempercepat pertumbuhan Growth Factor
5. Mempercepat pertumbuhan sel aktif
Apa saja keuntungan dengan perawatan luka modern:
1. Meminimalkan rasa sakit pada saat pergantian dressing
2. Memiliki daya serap yang sangat baik dan mudah berubah bentuk
3. Dressing mudah di aplikasikan(dipotong sesuai ukuran luka) dan
ekonomis
4. Menjaga sirkulasi udara sekitar luka, mengurangi resiko maserasi
5. Memudahkan inspeksi luka
6. Mengikuti lekuk tubuh, lentur dan lembut
7. Mempertahankan kelembaban luka
8. Tahan air(waterproof)
9. Melindungi dari friksi, kontaminasi dan bakteri
10. Fiksasi aman dan nyaman untuk pasien
11. Pergantian dressing lebih jarang
12. Bebas latex dan gelatin (resiko alergi rendah)
Secara garis besar dilihat dari cara kerjanya perawatan luka modern terbagi 3
1. Luka Basah berarti menyerap air seperti absorbent dressing,
antimicrobial dressing calcium alginate, foam dressing.
2. Luka Lembab berarti menjaga kelembaban seperti hydrocolloid,
transparant dressing
3. Luka Kering berarti member kelembaban seperti hidrogel, antimicrobial
dressing with hidrogel , ointment dressing
Dilihat dari Tipe Lukanya, perawatan luka modern terbagi dalam:
1. Luka akut memakai dressing luka lembab+ Kasa Non Adherent+
Transparan film
2. Kronik ; hitam, kering (Nekrotik) memakai autolytic debridement,
enzymatic debridement, transparan film
11
3. Kronik ; kuning, basah (slough) memakai produk enzymatic
debdridement, autolytic debridement, absorben dressing, foam dressing,
transparan film
4. Kronik; merah dengan cairan kuning kehijauan/pus (infeksi) memakai
mechanical debridement, antibiotik lokal dan sistemik, antimicrobial
dressing, foam dressing, transparan film
5. Kronik; merah, basah (granulasi); absorben dressing, foam dressing,
calcium alginate, cellulose dressing, transparan film
6. Merah muda (epitelisasi) ; hydrocolloid dressing, foam dressing,
cellulose dressing, transparan film
I. PERAWATAN LUKA DENGAN MADU
Penggunaan madu sebagai obat telah dikenal sejak puluhan ribu tahun
yang lalu, misalnya dalam pengobatan penyakit lambung, batuk, dan mata
(Subrahmanyam et al., 2001). Selain itu madu jugadapat digunakan sebagai
terapi topikal untuk luka bakar, infeksi, dan luka ulkus. Sampai saat initelah
banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu efektif untuk
perawatan luka, baiksecara klinis maupun laboratorium. Ada beberapa hasil
penelitian yang melaporkan bahwa madu sangat efektif digunakan sebagai
terapi topikal pada luka melalui peningkatan jaringan granulasidan kolagen
serta periode epitelisasi secara signifikan (Suguna et al., 1992;1993; Aljady et
al.,2000). Menurut Lusby PE (2006) madu juga dapat meningkatkan waktu
kontraksi pada luka. Madu efektif sebagai terapi topikal karena kandungan
nutrisi yang terdapat di dalam madu dan hal ini sudah diketahui secara luas.
Bergman et al. (1983) menyatakan secara umum bahwa madu mengandung
40% glukosa, 40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin biotin, asam
nikotinin, asam folit, asam pentenoik, proksidin, tiamin, kalsium, zat besi,
magnesium, fosfor, dan kalium. Madu juga mengandung zat antioksidan dan
H2O2 (Hidrogen Peroksida) sebagai penetral radikal bebas.
12
1. Kandungan madu
a. Gula ( fruktosa 41%, glukosa35%, sukrosa 1,9%)
b. Air : hanya madu yang memiliki kadar air kurang dari 18% yang dapat
disimpan dalam waktu lama tanpa khawatir akan mengalami proses
fermentasi
c. Kalori : 1 kg madu mengandung 3.280 kalori atau setara dengan 50
butir telur ayam, 5,7 liter susu, 25 buah pisang, 40 buah jeruk, 4 kg
kentang, 1,68 kg daging
d. Enzim : madu mengandung banyak enzim diantaranya adalah
invertase, diastase, katalase, peroksidase, katalase, protease. Enzim
katalase mengubah hydrogen peroksidase menimbulkan efek anti
bakteri
e. Hormon : gonadotropin, yang berfungsi menstimulasi kelenjar
seksual
f. Asam amino : proline, tyrosine, phenilalanin, glutamine, asam aspartat
g. Berbagai vitamin dan mineral : madu mengandung berbagai vitamin
dan mineral yg dibutuhkan tubuh: A, B komplek, C,D,E dan K,
mineral : zat besi, kalium, kalsium, magnesium, tembaga, mangan,
natrium, fospor, dll.
2. Keistimewaan madu dalam mengobati luka:
Kandungan dan sifat madu dapat berbeda tergantung dari sumber
madu (Gheldof et al., 2002; Gheldof and Engeseth, 2002). Pada saat ini
salah satu madu yang cukup dikenal luas dalam perawatan luka
adalah Manuka Honey. Keefektifan madu indonesiapun telah diteliti oleh
Heryanto 2010 dengan hasil penelitian menunjukan bahwa madu
indonesia juga efektif mempercepat penyembuhan luka. Madu lebih
efektif digunakan sebagai terapi topikal karena kandungan nutrisi dan
sifat madu.
13
Sifat madu
a. Osmolaritas Yang Tinggi
Madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi
dengan kandungan gula yang tinggi dan mempunyai interaksi kuat
dengan molekul air sehingga akan dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan mengurangi aroma pada luka. Salah satunya
adalah pada luka infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Staphylococcus aureus. Seperti yang dilaporkan Cooper et al
(1999), hasil studi laboratorium menunjukkan madu memiliki efek
anti bakteri pada beberapa jenis luka infeksi, misalnya
bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian lain melaporkan
madu alam dapat membunuh bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Clostritidium (Efem & Iwara, 1992). Luka
dapatmenjadi steril terhadap kuman apabila menggunakan madu
sebagai dressing untuk terapi topikal. Selain itu pH yang rendah
(3,6-3,7) dari madu dapat mencegah terjadinya penetrasi dan
kolonisasikuman (Efem, 1998). Apabila terjadi kontak dengan cairan
luka khususnya luka kronis, cairan luka akan terlarut akibat
kandungan gula yang tinggi pada madu, sehingga luka menjadi
lembab dan hal ini dianggap baik untuk proses penyembuhan. Kadar
air dalam madu kurang dari 17%).
b. Hidrogen Peroksida
Bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka,
hidrogen peroksida akan diproduksi. Hal ini terjadi akibat adanya
reaksi enzim glukosa oksidase yang terkandung di dalam madu yang
memiliki sifat antibakteri. Proses ini tidak menyebabkan kerusakan
pada jaringan luka dan jugaakan mengurangi bau yang tidak enak
pada luka khususnya luka kronis. Hidrogen peroksida dihasilkan
dalam kadar rendah dan tidak panas sehingga tidak membahayakan
kondisi luka (Molan,1992). Selain itu hidrogen peroksida yang
dihasilkan tergantung dari jenis dan sumber madu yang digunakan.
14
c. Aktivitas Limfosit dan Fagosit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sel darah
lymphosit B and lymphosit T dapat distimulasi oleh madu dengan
konsentrasi 0.1% (Abuharfeil et al.,1999). Adanya aktivitas
limfositdan fagosit ini menunjukkan respons kekebalan tubuh
terhadap infeksi khususnya pada luka.
d. Sifat Asam Madu
Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan asam
pada luka sehingga akan dapat mencegah bakteri melakukan
penetrasi dan kolonisasi. Selain itu kandungan air yang
terdapatdalam madu akan memberikan kelembapan pada luka. Hal
ini sesuai dengan prinsip perawatanluka modern yaitu "Moisture
Balance". Hasil penelitian Gethin GT et al (2008) melaporkan madu
dapat menurunkan pH dan mengurangi ukuran luka kronis (ulkus
vena/arteri dan luka dekubitus) dalam waktu dua minggu secara
signifikan. Hal ini akan memudahkan terjadinya proses granulasidan
epitelisasi pada luka.
3. Manfaat Madu Untuk Perawatan Luka
Madu dapat digunakan untuk terapi topikal
sebagai dressing pada luka ulkus kaki, luka dekubitus,ulkus kaki diabet,
infeksi akibat trauma dan pasca operasi, serta luka bakar. Madu dapat
mempercepat masa penyembuhan luka bakar (Evan and Flavin, 2008;
Jull et al.,2008). menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh haryono
tahun 2010 menyatakan bahwa luka yang dirawat dengan madu
manuaba dan madu indonesia menunjukan percepatan proses
pembentukan granulasi dan efitelisasi dibandingkan dengan luka yang
dirawat tanpa madu.
4. Cara Menggunakan Madu Saat Perawatan Luka
Ada beberapa tips yang dapat dipakai saat merawat luka dengan terapi
madu (Molan, 2001):
15
a. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9 % terlebih dahulu.
b. Gunakan jumlah madu sesuai dengan jumlah cairan atau eksudat
yang keluar dari luka.
c. Frekuensi penggantian balutan tergantung pada cepatnya madu
terlarut dengan eksudat luka.Jika tidak ada cairan luka, balutan dapat
diganti dua kali seminggu supaya komponen antibakteri yang
terkandung di dalam madu dapat terserap ke dalam jaringan luka.
d. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, gunakan second
dressing yang bersifat absorbent. Jikamadu digunakan langsung
pada luka, madu akan meleleh sehingga keluar area luka. Hal ini
tidak akan efektif untuk merangsang proses penyembuhan luka.
e. Gunakan balutan yang bersifat "oklusif", yaitu menutup semua
permukaan luka untukmencegah madu meleleh keluar dari area luka.
f. Pada cairan luka yang sedang, sebaiknya gunakan transparent
film sebagai second dressing.
g. Pada abses (nanah) dan undermining (luka berkantong), perlu lebih
banyak madu untukmencapai jaringan di dalamnya. Dasar luka harus
diisi dengan madu sebelum ditutup dengansecond dressing seperti
kasa ataudressing pad lainnya. Untuk memasukkan madu pada luka
berkantong, sebaiknya gunakan kasa atau dressing pad sehingga
kerja kandungan madu lebih efektif.
5. Hasil penelitian
a. Tonk A. J. at all. 2003. menyatakan Semua madu secara
signifikan meningkatkan TNF-alpha, IL-6 yang dilepaskan dari sel
MM6 ( dan monosit manusia) ketika dibandingkan dengan sel
madu buatan treated dan untreated (P < 0,001). Madu jelly Bush
secara signifikan memaksimalkan pelepasan setiap sitokin
dibandingkan dengan manuka, pasture atau madu-madu buatan ( P
< 0,001). Hasil-hasil ini menyatakan bahwa efek madu pada
16
penyembuhan luka menjadi bagian yang berhubungan pada
stimulasi inflamasi sitokin dari sel monosit. Sel tipe ini diketahui
memainkan peran penting dalam penyembuhan dan perbaikan
sel.ang perawatan dengan madu
b. Visavadia, at all. 2006. menyatakan bahwa madu manuka
mempercepat proses penyembuhan luka pada tumor dengan
menstimulasi pelepasan sytokin dari monosit.
c. Mandal, at all. 2011. mengatakan bahwa Madu dan serbuk
propolis dicampur dalam rasio 7:3. Lotion kemudian diletakkan
pada luka 3 hari sekali. Luka dari 80% pasien menunjukkan
peningkatan luar biasa diakhir hari keempat; 60% dari luka
mereka sembuh total di akhir hari ke-10; sisa 40% sembuh total
diakhir hari ke-15. Semua luka sembuh tanpa bekas luka. Bisa
disimpulkan bahwa lotion dari madu dan propolis memiliki
potensi besar dalam perawatan dan penyembuhan luka septik.
d. Lustby, at all. 2004 menyatakan bahwa 12 dari 13 bakteri
pertumbuhannya dihambat oleh madu kecuali bakteri serratia
marcesscens dan jamur candida albicans. madu dengan
konsentrasi kurang dari 1 % tidak menunjukan aktivitas inhibisi.
madu menunjukan proses inhibisi pada konsentrasi > dari 1 %.
e. Haryanto. 2010. menyatakan bahwa madu manuka dan madu
indonesia menunujukan keefektifan yang hampir sama dalam
penyembuhan luka sama dengan Tegaderm Hydrocolloid dressing,
proses granulasi luka dengan madu indonesia dan mauka lebih
cepat dari grup kontrol. Pennyatuan luka pada luka yang dirawat
dengan madu indonesia dan madu manuka hampir sama dengan
hydrocolloid drassing.
f. Yusof at all, 2007. Madu Gelam yang telah disteril dengan radiasi
menstimulasi tingkat penyembuhan luka bakar pada tikus
Sprague-Dwaley yang didemonstrasikan dengan tingkat
peningkatan kontraksi luka dan penampilannya. Madu Gelam
mengurangi inflamasi luka dan re-ephitelialization lebih maju
17
dibandingkan dengan perawatan menggunakan krim silver
sulphadiazine (SSD)
g. Maeda at all. 2007. semua madu mampu mengurangi jumlah CA-
MRSA (community-associated methicilin-resistant Staphilococcus
aureus ) kira-kira 10 juta koloni perunit (cfus) (berarti = 6,46 log
10 cfu/g) sehingga benar-benar hilang dalam 24 jam pada
pemisahan organisme CA-MRSA dengan semua pemeriksaan 4
jenis madu. Penelitian ini menunjukkan bahwa, in vitro, produk
alami ini memiliki aktivitas antimikroba melawan organisme CA-
MRSA yang diuji. Penelitian lebih lanjut sekarang dibutuhkan
untuk menunjukkan apakah aktivitas antimikroba ini memiliki
aplikasi secara klinis
h. Wang, at all. 2011. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa HS
( hicrogel seet) mempunyai efek signifikan pada kontraksi luka
dengan jangka perawatan terpendek 12 hari dibandingkan dengan
salep MEBO dan tanpa perawatan. Pemeriksaan histologikal
menunjukkan bahwa luka bakar yang dirawat dengan HS
diperbaiki dengan kulit baru pada hari ke-12 tetapi luka yang
dirawat dengan MEBO tidak sembuh sepenuhnya. Karena itu HS
menunjukkan potensinya sebagai sebuah perawatan.
BAB III
18
PEMBAHASAN
Jumlah pasien yang dirawat Di Ruang perwatan bedah Orthopaedi
dengan keluhan gangguan integritas kulit (luka) cukup tinggi. Dalam hal ini
perawat mempunyai peranan yang cukup tinggi dalam melakukan perawatan
luka pada pasien-pasien yang dirawat terkait dengan perannya sebagai care
giver. SOP pelaksanaan perawatan luka di Ruang Orthopaedi gedung
kemuning lt. IV telah menggunakan prinsip modern wound dressing yaitu
perawatan luka dengan tidak menggunakan lagi larutan iodine dan dengan
menjaga kelembaban luka. Perawat telah melakukan perawatan luka sesuai
SOP yang ada, tetapi dalam upaya meningkatkan proses penyembuhan luka
pasien para perawat belum bisa menggunakan produk-produk modern wound
dressing terkait dengan masalah pembiayaan. Dalam mensiasati masalah ini
perawat dapat menggunakan madu dalam perawatan luka sebagai alternatif
dari penggunaan produk-produk modern wound dressing dalam hal ini
dikarenakan madu lebih ekonomis, aman, mudah didapat, dan mudah
digunakan oleh tenaga medis, serta madu secara ilmiah telah terbukti
mempercepat penyembuhan luka dengan mempercepat proses granulasi dan
epitelisasi hal ini berdasarkan dari penelitian-penelitain yang telah dilakukan
baik secara klinis maupun laboratorium.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
19
A. SIMPULAN
Seiring dengan banyaknya peneliti-peneliti yang melakukan penelitian
dalam hal perawatan luka, maka ilmu pengetahuan dalam perawatan luka
berkembang dengan sangat pesat. Seperti kita ketahui sekarang perawatan
luka sudah tidak menggunakan larutan iodine karena berdasarkan penelitian
larutan ini dapat menghambat proses penyembuhan luka dan bersifat toksik
pada sel atau jaringan yang sehat. Pada era perawatan luka modern luka
dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9 % dan kelembaban luka dijaga, karena
menurut penelitian hal ini dapat mempercepat penyembuhan luka seperti
mempercepat proses polifersi atau proses glanurasi. Selain dengan
menggunakan produk – produk modern wound dressing, penggunaan madu
juga dapat digunakan sebagai alternatif penggati produk modern wound
dressing dalam perawatan luka, hal ini dikarenakan madu lebih ekonomis,
mudah dijumpai dan dari hasil penelitian masu mempercepat peneyembuhan
luka karena.
B. SARAN
Kiranya para perawat di Ruang Bedah Orthopaedi dapat menggunakan madu
sebagai alternatif dalam perawatan luka guna meningkatkan kualitas mutu
pelayanan keperawatan khususnya dengan dalam hal perawatan luka dengan
terlebih dahulu melakukan informed conced kepada pasien dan keluarga dan
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain atau berkoordinasi dengan pihak
yang berwenang.
BAB V
LAMPIRAN
20
Jurnal-jurnal penelitian terlampir.
DAFTAR PUSTAKA\
21
Barbara C.Long. (2000). Perawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.Morison, M.J. (2004). Seri Pedoman Praktis Manajemen luka, Jakarta: EGCSmeltzer and Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Sudarth
Edisi 8. Jakarta: EGC.http://www.docstoc.com/docs/75472878/PATOFISIOLOGI-DAN-
PATOGENESIS-LUKA
http://blog.umy.ac.id/topik/files/2011/12/Merawat-luka.pdf
http://tandakehidupan.blogspot.com/2009/05/faktor-yang-memperlambat-
penyembuhan_9771.html
22