bab i-iii dan daftar pustaka.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang hidup di dunia pasti akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, baik itu dari segi fisik maupun mental. Berdasarkan hukum alam yang
telah kita pelajari , manusia berkembang mulai dari bayi, batita (bayi tiga tahun ke atas),
balita (bayi lima tahun ke atas), anak usia sekolah, remaja, hingga dewasa akhir. Tak ada
yang dapat menghindari proses perkembangan tersebut. Proses penuaan ini dapat terjadi
pada seluruh bagian tubuh kita. Mulai dari rambut hingga ujung kaki kita, termasuk pada
tulang.Oleh karena itu, banyak sekali individu terutama wanita yang takut jika umurnya
semakin bertambah. Hal ini dikarenakan mereka akan mengalami proses penurunan
fungsi tumbuh, seperti kulit, tulang, dan lain-lain. Proses penurunan fungsi tubuh ini
dapat diartikatakan sebagai proses penuaan.
Penuaan merupakan proses alamiah dan normal yang terjadi pada setiap kalangan
baik itu kalangan menengah, atas, bawah, laki-laki maupun wanita. Penuaan menurut
Constantinindes yang dikutip dalam karangan Darmojo (2009) merupakan proses
penurunan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri,
mempertahankan struktur dan fungsi normal secara perlahan, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang
diderita. Penuaan merupakan proses alamiah dan normal yang terjadi pada setiap
kalangan baik itu kalangan menengah, atas, bawah, laki-laki maupun wanita.
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sehingga apabila
terkena benturan yang ringan saja tulang tersebut akan patah. Penyakit osteoporosis ini
1
sering disebut dengan silent disease karena proses kepadatan tulang terjadi secara
perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari tanda
dan gejalanya. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa osteoporosis ini merupakan
pembunuh tersembunyi (silent killer). Berbeda dengan radang pada sendi (arthritis),
osteoporosis banyak sedikit menunjukkan tanda-tanda kepada pada keadaan dini, dan
sering juga penyakit ini baru diketahui setelah terjadinya komplikasi berupa patah tulang
(Tandra, 2009).
Menurut WHO (2009), osteoporosis menduduki peringkat kedua dibawah
penyakit jantung sebagi masalah utama di dunia. Dengan munculnya berbagai penyakit di
dunia ini, maka akan mempengaruhi usia harapan hidup seseorang, termasuk dengan
munculnya osteoporosis sebagai penyakit angka kejadian yang cukup tinggi. Menurut
data Internasional Osteoporosis Foundation lebih dari 30% wanita diseluruh dunia
mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan
mendekati 40%, sedangkan pada pria resikonya berada pada angka 13%.
Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang
osteoporosis atau pengeroposan tulang. Saat ini jumlah penderita osteoporosis di
Indonesia pun kini jauh lebih besar dari data terakhir Kementrian Kesehatan yang
mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan perokok di negeri ini urutan
kedua di dunia setelah Tiongkok-Cina. Lima provinsi dengan risiko osteoporosis lebih
tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%),
Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%) (DepKes
2005). Sementara data Sistem Informasi Rumah Sakit (2010) insiden patah tulang paha
2
atas akibat osteoporosis adalah 200 dari 100 ribu kasus pada usia 40 tahun.(KemenKes
RI, 2008.)
Berdasarkan data yang diambil dari KemenKes RI (2008), menyatakan bahwa
dari jumlah sampel penelitian sebanyak 65.727 orang ( 22.799 laki-laki dan 42.928
perempuan) yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan
nutrisi pada 16 wilayah di Indonesia secara selected people (Sumatera Utara & NAD,
Sumatera Barat,Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan & Bangka Belitung &
Bengkulu,Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Jawa Timur, Bali & NTB & NTT, Kalimantan, Sulawesi & Maluku & Papua) dengan
metode pemeriksaan DMT (Densitas Massa Tulang) menggunakan alat diagnostik
clinical bone sonometer, menunjukkan angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini)
sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk
Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis, dimana 41,2% dari keseluruhan
sampel yang berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia. Prevalensi
osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibanding
wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar
dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria.
Menurut Wirakusumah (2009) menyebutkan bahwa penyebab osteoporosis ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain gaya hidup yang kurang sehat, seperti
merokok, mengkonsumsi alkohol, dan kurangnya asupan kalsium. Data Internasional
Osteoporosis Foundation (2009) menyebutkan, hasil penelitian di 14 negara Asia
mencerminkan rendahnya asupan kalsium orang Asia, yaitu rata-rata hanya 450 mg dari
1300 mg yang dibutuhkan per hari.
3
Wanita adalah kelompok yang paling berisiko terkena fraktur osteoporosis di
masa tua. Telah disinggung oleh Internasional Osteoporosis Foundation (2009), bahwa
30% bahkan sekarang meningkat menjadi 40% wanita mengalami seumur hidup untuk
osteoporosis. Salah satu penyebabnya yaitu dengan terjadinya menopause. Hal ini
disebabkan kadar estrogen dan PTH (ParaThyroid Hormone) yang berperan dalam
proses pematangan tulang ini menurun. Jika hal ini terjadi lebih cepat, maka proses
penyerapan tulang dalam tubuh pun akan semakin cepat, daripada pembentukan tulang,
sehingga tulang akan semakin lunak, dan mudah menjadi rapuh.Sehingga pada kasus
osteoporosis ini, wanita menjadi sorotan utama dalam pencegahan osteoporosis. Hal ini
dikarenakan, faktor resiko timbulnya osteoporosis lebih banyak terdapat pada wanita,
salah satunya dengan menopause (seperti yang telah disinggung di atas), kehamilan yang
disertai dengan kurangnya asupan kalsium, aktivitas yang kurang, dan lain-lain.
Seiring dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Research International
Osteoporosis Foundation (2009), data Kemnakertrans periode February 2011
menunjukkan, jumlah perempuan produktif di Jawa Barat yaitu 1.686.312 orang untuk
rentang usia 35 – 39 tahun dan 1.479.778 orang untuk rentang usia 40 – 44 tahun.
Berdasarkan data tersebut, diperkirakan sekitar 674.524 perempuan usia 35-39 tahun dan
591.911 perempuan usia 40-44 tahun di Jawa Barat beresiko Osteoporosis.Data yang
dihasilkan tersebut tidaklah sedikit, ini merupakan data yang cukup mengejutkan dalam
dunia kesehatan. Sedangkan berdasarkan data dari Kemnakertrans Kabupaten Karawang
tahun 2008 mencatat bahwa Karawang Barat sendiri memiliki jumlah penduduk
1.971.832 jiwa, terdiri dari 997.780 laki-laki dan 974.049 perempuan. Dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 573.900 KK. Angka ini lebih banyak dibanding tahun 2007
4
dimana penduduk Karawang saat itu berjumlah 1.929.033 jiwa, dan jauh lebih meningkat
dibanding tahun 2005 yakni sebanyak 1.884.997 jiwa. Berdasarkan data dari Puskesmas
Karawang Kulon, dalam setiap bulannya terdapat 7 orang yang menderita
Osteoarthritis(OA). Sedangkan penderita yang mengeluh nyeri punggung bawah mereka
klasifikasikan ke dalam penyakit tulang keropos (osteoporosis). dimana data pada bulan
Oktober 2012 di Puskesmas Karawang Kulon menerangkan bahwa dari 3 penderita yang
diperiksa, terdapat 2 diantaranya yang terindikasi osteoporosis.
Berdasarkan Journal of Clinical (2008) yang ditulis oleh Chang Shu-Fang
menyebutkan bahwa warga Taiwan yang menjadi responden dalam penelitiannya,
terdapat 44% yang merespon secara benar atas kuesioner osteoporosis yang diberikan,
sedangkan sisanya belum memahami secara baik mengenai osteoporosis dan
pencegahannya. Dengan demikian dari jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa
informasi yang didapat warga Taiwan mengenai osteoporosis dan pencegahannya itu
masih kurang.
Sinnathambi (2010) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan wanita-wanita
premenopause di Kecamatan Medan Selayang II terhadap osteoporosis dalam kategori
baik telah mencapai 87% sedangkan untuk tindakan pencegahannya yang dalam kategori
baik hanya mencapai 16% saja. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk tingkat
pengetahuan wanita premenopause mengenai osteoporosis dalam kategori baik namun
untuk tindakan pencegahannya masih kategori sedang. Sehingga perlu ada tindakan
promosi kesehatan lanjutan lagi. Sedangkan berdasarkan data yang di dapat dari
mahasiswi Universitas Singaperbangsa yaitu 3 dari 5 mahasiswi yang mengetahui tentang
osteoporosis dan bagaimana pencegahannya.Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah sejak
5
dini atau paling sedikit ditunda kejadiannya dengan membudayakan perilaku hidup sehat
yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan
nutrisi, berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol
karena rokokdan alkohol meningkatkan osteoporosis dua kali lipat, namun kurangnya
pengetahuan dalam mencegah terjadinya osteoporosis ini akan cenderung meningkatkan
angka kejadian osteoporosis. Pengetahuan dan perilaku pencegahan yang baik dapat
menurunkan resiko terjadinya osteoporosis. kedua penelitian di atas yang menyinggung
mengenai tingkat pengetahuan osteoporosis dan sikap pencegahannya baik pada warga
dalam negeri maupun luar negeri membuat penulis menjadi tertarik untuk melakukan
penelitian yang sama namun dengan variabel yang berbeda dengan kedua penelitian di
atas. Bagaimana dengan tingkat pengetahuan dan perilaku pencegahan yang telah
dilakukan oleh warga Karawang, terutama pada wanita usia subur yang sedang
menempuh study di Universitas Singaperbangsa?
B. Rumusan Masalah
Begitu tingginya prevalensi osteoporosis pada wanita di usia lanjut. Pada wilayah
Jawa Barat saja dari 1.686.312 sekitar 674.524 wanita usia produktif yang mengalami
osteoporosis. Sedangkan untuk wilayah Karawang sendiri, berdasarkan data dari
Puskesmas Karawang Kulon hampir tiap bulannya terdapat 2 dari 5 wanita produktif
yang terdeteksi mengalami osteoporosis. Sedangkan berdasarkan data yang di dapat dari
mahasiswi Universitas Singaperbangsa yaitu 4 dari 9 mahasiswi yang mengetahui
tentang osteoporosis dan bagaimana pencegahannya.
6
Berdasarkan data yang dihasilan tersebut menyebabkan penulis tertarik sekali
untuk mengamati sejauh mana mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang
khususnya pada wanita usia subur dalam memahami osteoporosis dan pencegahannya.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan adapun pertanyaan penelitiannya,
yaitu:
1. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku mengenai osteoporosis pada
mahasiswi Unversitas Singaperbangsa Karawang?
2. Apakah mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang khususnya pada wanita
usia subur mengetahui tindakan apa saja yang dapat dilakukan dalam mencegah
Osteoporosis?
3. Dari mana sajakah mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang mendapatkan
informasi mengenai osteoporosis dan pencegahannya?
D. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku mengenai osteoporosis dan
pencegahannya terhadap wanita usia subur pada mahasiswi Universitas
Singaperbangsa Karawang tahun 2013.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang
mengenai Osteoporosis.
7
2. Untuk mengetahui tindakan mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang dalam
mencegah Osteoporosis.
3. Untuk mengetahui sumber informasi yang di dapat mahasiswi Universitas
Singaperbangsa Karawang mengenai osteoporosis dan pencegahannya.
E. Manfaat Penelitian
a. Bagi Institusi Keperawatan
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pendidikan keperawatan khususnya dalam
praktik pencegahan dan perencanaan perawatan Osteoporosis di masyarakat.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan sebagai literatur
tambahan untuk materi yang telah didapat dan juga sebagai bahan pertimbangan
penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan masyarakat tentang praktik pencegahan
dan perawatan Osteoporosis.
3. Sebagai salah satu bentuk apresiasi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu yang
selama ini telah diperoleh di bangku kuliah, dan memperoleh pengalaman dibidang
penelitian perawatan kesehatan berbasis masyarakat, khususnya pengetahuan serta
praktik pencegahan dan perencanaan keperawatan Osteoporosis.
b. Bagi Masyarakat
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh individu (responden ), dan keluarga sebagai
bahan informasi mengenai Osteoporosis , penanganannya, dan faktor-faktor yang
dapat memperburuk kondisi penderita Osteoporosis. sehingga individu (responden),
dan keluarga dapat turut serta dalam mencegah Osteoporosis dan mengetahui
perawatan yang tepat untuk Osteoporosis
8
2. Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang praktik pencegahan dan
perencanaan perawatan Osteoporosis.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan dan
perilaku mengenai osteoporosis dan pencegahannya terhadap wanita usia subur pada
mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2013. Penelitian ini dilakukan
oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hdayatullah Jakarta.
Penelitian ini dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang pada bulan April 2013.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan design penelitian cross
sectional yang menggunakan data primer yaitu berupa data yang dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel ini dengan cara purposive
sampling.Populasi yang digunakan yaitu mahasiswi universitas singaperbangsa karawang
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui
proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt
behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Notoatmodjo, 2007).
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melaui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang
bayi melihat, memegang dan merasakan benda yang dia kenal, maka otaknya pun
akan memproses mengenai benda tersebut sehingga bayi itu pun mendapatkan
pengetahuan mengenai benda itu baik mengenai bentuk, nama dan sebagainya.
b. TingkatanPengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat
(Soekidjo Notoatmodjo,2007:145 dalam buku psikologi keperawatan karangan
Sunaryo, 2004 ), yaitu:
10
1. Mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai
kemampuan untuk mengingat kembali suatu yang pernah diketahui sehingga bisa
memilih satu dari dua atau lebih jawaban.
Contoh :
- Dapat menyebutkan tanda dan gejala penyakit osteoporosis
- Dapat mendefinisikan secara singkat mengenai osteoporosis.
- Dapat menyebutkan kegunaan kalsium.
2. Pemahaman (comprehention) diartikan sebagi kemampuan untuk memahami
suatu materi atau objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang
sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.
Contoh:
- Jelaskan proses adopsi perilaku
- Berikan contoh bagaimana cara pencegahan terjadinya osteoporosis
3. Penerapan (application)diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan secara
benar mengenai sesuatu hal yang diketahui dalam situasi yang sebenarnya.
Contoh :
- Mahasiswa dapat melakukan salah satu pencegahan terjadinya osteoporosis
- Mahasiswa dapat menggunakan metode penelitian dengan tepat.
4. Analisis artinya kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian
lebih kecil, tetapi masih di dalam suami struktur objek tersebut dan masih terkait
satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat
bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan
dapat membedakan pengetian psikologi dengan fisiologi.
11
5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat
menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
Contoh :
- Seorang dosen dapat menyusun rencana Proses Belajar Mengajar selama
setahun dalam bentuk kalender pendidikan.
- Mahasiswa dapat meringkas materi kuliah menjadi inti sarinya.
6. Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.
Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.
Contoh :
- Mahasiswi dapat membedakan antara gejala osteoporosis dengan penyakit
tulang lainnya seperti rematik
- Mahasiswi dapat menyebutkan penyebab dari osteoporosis.
c. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkat domain di atas (Notoatmodjo, 2007 dalam buku
karangan Sunaryo, 2004).
B. Perilaku
a. Definisi Perilaku
12
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai
tumbuh-tumbuhan , binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka
mempunyai aktifitas masing-masing.(Notoatmodjo,2007)
Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik (practice) yang
dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.
b. Domain perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda yang disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkunan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).
13
Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku
manusia kedalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif
(affektif), dan psikomotor (psychomor). Dalam perkembangannya, teori ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap,
dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2007)
c. Pengukuran perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara
langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari
subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung
menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui
pertanyaanpertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan
dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005)
C. Osteoporosis
a. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis bukan hanya milik wanita tua, tapi bisa menyerang kaum pria,
bahkan bagi Anda yang masih berusia muda atau remaja. Sayangnya hingga kini
osteoporosis belum banyak mendapat perhatian. Kalau kasus hipertensi hampir 90
persen yang diobati, maka tulang keropos tidak lebih dari 20 persen penderita yang
memperoleh pengobatan dengan baik, yang lainnya dabaikan begitu saja.
Osteoporosis merupakan ancaman terbesar bai individu dan masyarakat karena
tingginya morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan itu serta biaya keuangan
14
terkait kesehatan tulang pun turut mempengaruhinya. (Dawson-Hughes et al, 2008
dalam jurnal penelitian Chang-Hong et al, 2010)
Osteoporosis bukan sekadar masalah proses penuaan biasa seperti wajah yang
keriput atau rambut beruban, tetapi merupakan suatu penyakit, dan Anda bisa
mencegahnya, bahkan dapat mengobatinya. Mungkin Anda Beranggapan bahwa
osteoporosis hanya masalah minum susu atau mengonsumsi kalsium saja, lalu
menjaga tubuh agar tidak terjatuh sampai menimbulkan patah tulang. Osteoporosis
bukan hanya bisa menyebabkan fraktur tulang, tetapi juga dapat menimbulkan cacat
tubuh, tinggi badan berkurang sampai belasan sentimeter, hingga penderitaan dan
komplikasi yang bermacam-macam. Sebenarnya tulang keropos sudah ada di zaman
Mesir kuno sekitar 2000 tahun sebelum Masehi. Pada pemeiksaan scan terhadap
tulang mummy ternyata dijumpai patah tulang panggul dan kompresi di beberapa ruas
tulang belakang. (Tandra, 2009)
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous,osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. (Tandra, 2009)
Menurut Corwin (2008) Osteoporosis adalah penyakit tulang metabolik yang
ditandai oleh penurunan densitas tulang yang parah sehingga mudah terjadi fraktur
tulang. Osteoporosis terjadi apabila kecepatan resorpsi tulang sangat melebihi
kecepatan pembentukan tulang. Tulang yang dibentuk normal; akan tetapi, karena
jumlah tulang terlalu sedikit, tulang menjadi lemah. Semua tulang dapat mengalami
15
osteoporosis walaupun osteoporosis biasanya terjadi di tulang pangkal paha. Panggul,
pergelangan tangan, dan kolumna vertebralis.
Menurut Wirakusumah (2009) osteoporosis merupakan penyakit yang menyerang
tulang dimana keadaan tulang menjadi rapuh (fragile) dan mudah mengalami patah
(fraktur). Osteoporosis bisa menyebabkan patah tulang, meskipun dengan cedera
yang sangat ringan bila tidak diupayakan pencegahan atau pengobatannya.
Rubenstein, dkk (2007) menyatakan bahwa Osteoporosis adalah hilangnya massa
tulang dan bukan perubahan kandungannya. Keadaan ini ditandai oleh meningkatnya
risiko fraktur akibat kerapuhan tulang. Definisi osteoporosis menurutWHO adalah
densitas tulang 2,5 standar deviasi dibawah rata-rata bagi wanita dewasa kulit putih.
Menurut National Institute of Health (NIH) (2001), Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi
oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan
gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang dan adanya perubahan mikro-arsitektur jaringan tulang yang berakibat
menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga tulang
mudah patah (KemenKes, 2008)
Dalam Kamus Kedokteran Edisi Kelima FK-UI (2008) Osteoporosis adalah
merapuhnya tulang akibat demineralisasi.
b. Gejala Osteoporosis
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan
tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi
16
kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang
dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:
1. Tinggi badan berkurang
2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang.
Kolaps tulang belakang (fraktur kompresi ) menyebabkan nyeri punggung yang
menahun. Tulang belakangyang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan hanya
karena cedera yang ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di
daerah tertentu punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau
berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini
akan menghilang secara bertahap stelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika
beberapa ruas tulang belakang hancur, tubuh akan bungkuk atau terbentuk
kelengkungan tulang belakang yang abnormal (kiposis atau Dowager’s hump) yang
menyebabkan ketegangan otot dan terasa sakit.
Tulang lainnya juga bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Patah tulang lain yang juga kerap terjadi adalah pada lengan bawah
dekat tangan, yang disebut fraktur colles. (Tandra,2009)
5. Makin Pendek
Tinggi manusia akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 18 tahun, artinya
Anda akan tetap pada tinggi itu dan tidak akan bertambah tinggilagi. Dari hari ke
hari, diskus invertebralis atau “bantal” di antara ruas tulang belakang akan
17
mengalami penekanan selama Anda bekerja, berjalan, dan berkegiatan lainnya,
sehingga ketika Anda bangun tidur, tinggi badan akan sedikit lebih tinggi daripada
waktu siang atau sore hari setelah Anda bangun tidur, tinggi badan akan sedikit lebih
tinggi daripada waktu siang atau sore hari setelah Anda beraktivitas, dan pada malam
hari ketika Anda berbaring tidur, diskus itu akan “melar” lagi dan kembali ke tinggi
semula.
Penyebab penurunan tinggi badan (height loss) ini adalah fraktur tulang belakang
(vertebra) yang umumnya tanpa keluhan, tetapi tubuh semakin pendek dan bungkuk.
Bila terdapat penurunan tinggi badn sebanyak dua senti dalam tiga tahun terakhir, itu
menandakan adanya fraktur tulang belakang yang baru.(Tandra,2009)
6. Tubuh Membungkuk
Tubuh yang membungkuk (kiposis) atau dorsal kyphosis atau dowager’s hump,
biasanya terjadi akibat kerusakan beberapa ruas tulang belakang dari daerah dada
(thoracal)dan pinggang (lumbal). Osteoporosis pada tulang belakang ini
menimbulkan fraktur kompresi atau kolaps tulang dan menyebabkan badan
membungkuk ke depan. Kiposis yang berat bisa mengakibatkan gangguan
pergerakan otot pernapasan. Anda bisa merasakan sesak napas, kadang bahkan
timbul komplikasi pada paru-paru. (Tandra, 2009)
c. Faktor Resiko Osteoporosis
Jenis kelamin, umur, ras, riwayat keluarga, tipe tubuh, dan menopause
merupakan faktor risiko yang tidak dapatdikendalikan. Adapun gaya hidup,
aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol merupakan
faktor yang dapat Anda kendalikan.
18
Osteoporosis dapat menyerang semua orang, meskipun tingkat risikonya
berbeda-beda. Pengetahuan tentang faktor risiko terkena osteoporosis sangat
penting diketahui agar seseorang dengan faktor risiko tinggi akan lebih berhati-hati
dan secara dini melakukan upaya pencegahan atau pengobatan.
Faktor risiko osteoporosis digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu
risiko yang tidak dapat dikendalikan dan risiko yang dapat dikendalikan. Risiko
yang tidak dapat dikendalikan terdiri dari jenis kelamin, umur, ras, riwayat,
keluarga, tipe tubuh, dan menopause. Adapun faktor risiko yang dapat dikendalikan
yaitu gaya hidup sehat, kurang aktivitas fisik, pengaturan makan atau pola
konsumsi, kebiasaan merokok, dan minum-minuman beralkohol.
1. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan data statistik, faktor risiko risiko di
bawah ini dikatakan tidak dapat dikendalikan.
1.1 Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko terkena osteoporosis lebih besar daripada pria.
Sekitar 80% diantara pederita osteoporosis adalah wanita. Secara umum,
wanita menderita osteoporosis empat kali lebih banyak daripada pria. Satu dari
tiga wanita memiliki kecendrungan untuk menderita osteoporosis. Adapun
kejadian osteoporosis pada pria lebih kecil yaitu satu dari tujuh pria. Hal ini
terjadi antara lain karena massa tulang wanita 4 lebih kecil dibandingkan
dengan pria. Nilai massa tulang wanita umumnya hanya sekitar 800 gram lebih
kecil dibandingkan dengan pria yaitu sekitar 1200 gram. Karena nilai massa
tulang yang diikuti dengan kerapuhan tulang sangat mungkin terjadi.
19
1.2 Umur
Semakin tua umur seseorang, risiko terkena osteoporosis menjadi semakin
besar. Osteoporosis merupakan kejadian alamiyang terjadi pada tulang manusia
sejalan dengan meningkatnya usia. Proses densitas (kepadatan) tulang hanya
berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun. Selanjutnya, kondisi tulang
akan tetap (konstan) hingga usia 40 tahun, densitas tulang mulai berkurang
secara perlahan. Oleh karenanya, massa tulang akan berkurang seiring dengan
proses penuaan. Berkurangnya massa tulang ini akan berlangsung terus
sepanjang sisa hidup.
Dengan demikian, osteoporosis pada usia lanjut terjadi akibat
berkurangnya massa tulang. Pada lansia, kemampuan tulang dalam
menghindari keretakan akan semakin menurun. Kondisi ini juga diperparah
dengan kecenderungan rendahnya konsumsi kalsium dan kemampuan
penyerapannya. Timbulnya berbagai penyakit pada Lansia juga akan semakin
menurunkan kemampuan penyerapan kalsium maupun meningkatnya
pengeluaran kalsium.
1.3 Ras
Semakin terang kulit seseorang maka risiko terkena osteoporosis menjadi
semakin tinggi. Ras Kaukasia dan Asia memiliki insiden terkena osteoporosis
yang lebih besar dibandingkan dengan ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang
tertinggi, sedangkan ras kulit putih dari Eropa memiliki massa tulang terendah.
Ras campuran Asia-Amerika berada diantara keduanya. Wanita Afrika-Amerika
memiliki massa tulang yang lebih padat, rangka tulang dan massa otot yang lebih
20
besar. Antara massa tulang dan massa otot terdapat kaitan yang erat. Semakin
besar otot, tekanan pada tulang semakin tinggi dan tulang semakin besar.
Ditambah lagi kadar hormon estrogen ras Afrika-Amerika lebih tinggi dari ras
yang lain sehingga wanita Afrika-Amerika cenderung lebih lambat menua
daripada wanita kulit putih.
Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga mempengaruhi terjadinya
osteoporosis. wanita Afrika berkulit gelap dan bertempat tinggal dekat dengan
gariis khatulistiwa memiliki risiko osteoporosis yang lebih rendah dari wanita
berkulit putih yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa, misalnya di negara-negara
Norwegia dan Swedia.
1.4 Riwayat keluarga
Bila salah seorang anggota keluarga (ibu atau nenek) memiliki massa tulang
yang rendah atau mengalami osteoporosis maka ada kecenderungan seseorang
mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hal yang sama.
1.5 Tipe tubuh
Semakin kecil rangka tubuh maka seakin besar risiko terkena osteoporosis.
Demikian pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus cenderung
mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis daripada yang
mempunyai berat badan lebih besar. Berdasarkan data penelitian Chang-Hong,
et.al (2010) terdapat 64 % responden yang menganggap dirinya pendek, dan
61% responden memiliki tubuh bungkuk.
1.6 Menopause
21
Pada massa menopause, terjadi kehilangan kalsium dari jaringan tulang.
Osteoporosis pada menopause terjadi akibat jumlah estrogen dan progesteron
menurun. Hormon estrogen diproduksi wanita dari masa kanak0kanak sampai
dewasa. Pada masa menopause, hanya bagian tubuh seperti kelenjar adrenalin
dan sel-sel lemak yang memproduksi estrogen, itupun dalam jumlah yang sangat
kecil. Hormon tersebut diperlukan untuk pembentukan tulang dan
mempertahankan massa tulang. Rendahnya hormon estrogen dalam tubuh akan
membuat tulang menjadi keropos dan mudah patah.
Selain karena meningkatnya umur, menopause dapat juga terjadi karena
pengangkatan ovarium pada wanita. Umunya, pengangkatan ovarium dilakukan
sebagai solusi akhir dari penanganan ovarium penyakir kandungan, misalnya
disebabkan adanya penyakit kanker, myom, dan lain sebagainya.
(Wirakusumah,2009)
2. Faktor risiko yang dapat dikendalikan
Faktor risiko yang dapat dikendalikan maksudnya yaitu bila faktor-faktor
penyebab tersebut dilaksanakan dengan benar maka hal-hal yang tidak
diinginkan dapat diantisipasi.
2.1 Kurang aktivitas (olahraga)
Semakin rendah aktivitas fisik, semakin besar risiko terkena osteoporosis. hal
ini terjadi karena aktivitas fisik (olahraga) dapat membangun tulang da otot
menjadi lebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme tubuh.
22
2.2 Diet yang buruk
Bila makanan yng dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruhi buruk
terhadap kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor dan vitamin D yang
dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang,
mencegah pengaruh negatif dari berkurangnya keseimbangan kalsium dan
mengurangi tingkat kehilangan massa kalsium pada tahun-tahun selanjutnya.
2.3 Merokok
Perokok mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih besar
dibandingkan bukan perokok. Pada wanita perokok ada kecenderungan kadar
estrogen dalam tubunya lebih rendah dan kemungkinan memasuki masa
menopause lima tahun lebih awal dibandingkan dengan bukan perokok.
Kecepatan kehilangan massa tulang juga terjadi lebih cepat pada wanita
perokok. Asap perokok dapat menghambat kerja ovarium dalam memproduksi
hormon estrogen. Di samping itu, nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh
ubtuk menyerap dan menggunakan kalsium.
2.4 Minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit mungkin baik bagi tubuh, tetapi bila
jumlahnya sudah terlalu banyak (lebih dari 2 gelas sehari) dapat merugikan
kesehatan karena akan mengganggu proses metabolisme kalsium dalam tubuh.
Alkohol dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung yang terjadi
beberapa saat setelah minum0minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat
minum-minuman beralkohol akan menyebabkan pendarahan. Hal ini dapat
23
menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium banyak terdapat dalam
darah.
2.5 Imobilitas
Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terkena osteoporosis dibandingkan menopause. Imobilitas akan berakibat pada
pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh (hiperkalsiuria).
Imobilitas umumnya dialami orang yang berada dalam masa enyembuhan yang
perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu lama. (KemenKes,2008)
2.6 Postur tubuh kurus
Postur tubuh yang kurus cenderung mengalami osteoporosis dibandingkan dengan
postur ideal (dengan berat badan ideal), karena dengan postur tubuh yang kurus
sangat mempengaruhi tingkat pencapaian massa tulang.
2.7 Asupan gizi rendah.
Pola makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan kandungan
gizi, seperti kalsium, fosfor, seng, vitamin B6, C, D, K, serta phytoestrogen
(estrogen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti toge), merupakan faktor
risiko osteoporosis.
2.8 Kurang terkena sinar matahari
Orang jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada pagi dan sore hari,
karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan untuk memicu kulit membentuk
vitamin D3, dimana vitamin D (D3 + D2/berasal dari makanan) di ubah oleh
hepar dan ginjal menjadi kalsitriol
2.9 Penggunaan obat untuk waktu lama.
24
Pasien osteoporosis sering dikaitkan dengan istirahat total yang terlalu lama
akibat sakit, kelainan tulang, kekurangan bahan pembentuk dan yang terutama
adalah pemakaian obat yang mengganggu metabolisme tulang. Jenis obat
tersebut antara lain : kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, anti
koagulan (heparin, warfarin).
2.10 Lingkungan
Lingkungan yang berisiko osteoporosis, adalah lingkungan yang
memungkinkan orang tidak terkena sinar matahari dalam jangka waktu yang
lama seperti : daerah padat hunian, rumah susun, apartemen, dan lain-lain.
d. Penyebab Osteoporosis
Kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif sejalan dengan usia,
yang dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun. Semakin padat tulang sebelum usia
tersebut, semakin kecil kemungkinan terjadi osteoporosis. pada individu yang
berusia70-an dan 80-an, osteoporosis menjadi penyakit yang sering ditemukan.
Meskipun resorpsi tulang mulai melebihi pembentukan tulang pada usia dekade
keempat atau kelima, pada wanita penipisan tulang yang paling signifikan terjadi
selama dan setelah menopause. Penurunan estrogen pascamenopause tanpak sangat
berperan dalam perkembangan ini pada populasi wanita lansia. Meskipun mekanisme
estrogen bekerja untuk mempertahankan densitas tulang belum jelas, diperkirakan
bahwa estrogen menstimulasi aktivitas osteoblas dan membatasi efek stimulasi
osteoklas pada hormon paratiroid. Dengan demikian, penurunan estrogen
menyebabkan perubahan besar pada aktvitas osteoklas. Wanita kurus, wanita
berambut terang, dan wanita yang merokok sangat rentan terhadap osteoporosis
25
karena tulang mereka kurang padat sebelum menopause dibandingkan tulang wanita
gemuk, berambut gelap, dan tidak merokok. Pria lansia kurang rentan mengalami
osteoporosis karena mereka biasanya memiliki tulang yang lebih padat daripada
wanita (sekitar 30 %), dan kadar hormon reproduktif tetap tinggi sampai pria
mencapai usia 80-an. Akan tetapi, pria lansia memiliki tulang yang kurang padat
daripada yang lebih muda.(Corwin, 2008)
Untuk pria dan wanita, penyebab lain osteoporosis adalah penurunan aktivitas
fisik dan ingesti obat tertentu, termasuk kortikosteroid dan beberapa antasid yang
mengandung alumunium yang meningkatkan eliminasi kalsium. Terbukti bahwa
bahkan pria dan wanita yang sangat tua dapat secara signifikan meningkatkan
densitas tulang dengan melakukan aktivitas menahan beban tingkat sedang. Riwayat
keluarga juga berperan dalam menentukan risiko masa depan individu. Densitas
tulang terbukti yang mendekati normal terjadi setelah penyapihan.
e. Akibat Osteoporosis
Massa tulang yang berkurang menyebabkan tulang menjadi rapuh daln lemah
sehingga bila terbentur atau jatuh dapat menyebabkan fraktur (patah tulang). Data
Chang-Hong, et al (2010) menyebutkan bahwa terdapat 83 % responden
penelitiannya yang memiliki riwayat fraktur. Mengungkap gejala terjadinya
osteoporosis agak sulit untuk dilakukan sebab penyakit osteoporosis terjadi secara
diam-diam. Berkurangnya massa tulang dan tulang menjadi rapuh baru disadari
setelah timbul dampak seperti tinggi badan berkurang, tiba-tiba terjadi rasa nyeri pada
26
tulang, sakit punggung, sakit pinggang yang parah, atau kelainan bentuk tulang
belakang yang menyebabkan postur tubuh bungkuk (kyposis).( Wirakusumah, 2009)
1. Tulang Rapuh dan Patah
Tulang yang rapuh dan patah dinamakan fragility fracture. Pada kondisi ini bisa
terjadi patah tulang meskipun tidak harus timbul karena trauma yang hebat,
melainkan cukup hanya dengan terjatuh biasa yang ringan, mengangkat, mendorong
sesuatu, atau akibat trauma ringan.Selain pada tulang belakang, fraktur sering pula
menimpa tulang pergelangan tangan, pergelangan kaki, atau panggul. Fraktur
multiple di beberapa tempat juga bisa terjadi.
Fraktur yang terjadinya mendadak atau akut akan menimbulkan ras nyeri yang
hebat, yang kadang memerlukan obat penekan ras nyeri yang kuat sampai pada
golongan narkotika.
Fraktur yang berlangsung kronis sampai harus menjalani tirah-baring yang lama
akan mengganggu peredaran darah, menimbulkan bahaya infeksi, dan komplikasi
pada jantung serta saluran napas. Kesulitan perawatan pada orang tua, ditambah
dengan beberapa penyakit kronis lain yang menyertai, seperti diabetes, stroke, atau
sakit jantung, akan memperburuk keadaan dan bisa fatal akibatnya.(Tandra, 2008)
f. Pengobatan dan Pencegahan Osteoporosis
Osteoporosis ini sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat,
seperti halnya mengonsumsi buah-buahan dan sayuran, olahraga, tidak mengonsumsi
alkohol dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai trik-trik dalam
pencegahan osteoporosis
1. Sayur dan buah-buahan pencegah osteoporosis
27
Lignan dan isoflavonoid dalam buah dan sayur berperan dalam mencegah
osteoporosis. di dalam tubuh, kedua zat tersebut diubah menjadi komponen yang
strukturnya sama dengan estrogen. (Wirakusumah, 2009)
Berikut ini adalah jenis buah dan sayur beserta kandungannya (baik zat gizi maupun
fitokimia) yang memegang peranan penting dalam pencegahan osteoporosis.
1.1 Wortel
Wortel mengandung kalsium (39 mg), fosfor (37 mg/100g), serta fitoestrogen
yaitu lignan (346 mg/100g) dan isoflavon serta mineral boron (3,6mg/100g), juga
tinggi akan kandungan vitamin A (1800 mg).
1.2 Brokoli
Brokoli dan famili kubis-kubisan lainnya dikenal sebagai bahan makanan
antikanker usu besar.selain itu, komponen dalam brokoli yaitu indole dapat
meningkatkan sekresi estrogen yang dibutuhkan dalam mempertahankan massa tulang.
Selain itu, brokoli juga tinggi mineral kalsium, kandungan vitamin C,E, dan karoten.
1.3 Kubis
Kubis mengandung vitamin C,A, dan B1 yang cukup tinggi. Selain itu juga
mengandung berbagai jenis mineral yaitu kalsium, fosfor, kalium, klor, yodium, sulfur,
dan boron. Bagian luar dari kubis yang berawarna hijau mengandung 40% kalsium
yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian dalamnya. Selain itu, sayuran ini juga
mengandung fitoestrogen yaitu lignan dan isoflavon yang berperan dalam pencegahan
osteoporosis.
1.4 Bayam
28
Bayam merupakan sayuran dengan kandungan zat besi yang cukup tinggi (dua kali
lipat dibandingkan jenis sayuran yang lain). Di samping itu juga mengandung vit.A,
vit.C, kalsium, kalium, mangan, dan boron juga berperan dalam pencegahan
osteoporosis. di dalam bayam, juaga terdapat fitoestrogen
1.5 Kacang kedelai
Kacang kedelai merupakan sumber mineral kalsium dan fosfor (254 mg dan 781
mg). Di samping itu juga mengandung fitoestrogen (isoflavonoid) yang cukup tinggi.
Kacang kedelai dapat dibuat menjadi susu kedelai yang kemudian dapat ditambahkan
dalam pembuatan jus buah dan sayuran.
Jenis Buah dan Sayur Komponen Penting untuk Pencegahan Osteoporosis
Sawi Hijau Kalsium (220,50mg/100g), fosfor (38,40mg/100g)
Kangkung Kalsium (73,00mg/100g),fosfor (50,00mg/100g)
Daun singkong Vitamin C, kalsium (165,00mg/100g)
Selada Kalsium (97mg/100g),fosfor (34,00g)
Pepaya Kalsium (23mg/100g),vitamin C (76mg/100g),dan
boron
Jagung Magnesium, fosfor, fitoestrogen lignan, boron
Mangga Vitamin A (573 RE), vitamin C (30mg/100g),
mangan, dan boron
Mentimun Fitoestrogen (isoflavonoid), boron, silika
Alpukat Boron, zat besi, tembaga
Pisang Kalium, boron
Jeruk Boron (23mg/100g), kalsium (33mg/100g), vitamin
29
C
Anggur Fitoestrogen (isovlafonoid)dan boron
Apel Fitoestrogen (isovlafonoid)dan boron
Cabai Fitoestrogen (isovlafonoid), boron, dan vitamin C
2. Latihan Fisik untuk Pencegahan Osteoporosis
Latihan fisik yang teratur juga membantu menceah keadaan-keadaan atau penyakit
kronis, seperti osteoporosis, diabetes, tekana darah tinggi, penyakit jantung iskemik,
dan lain-lain. Latihan fisik atau olahraga di luar rumah merupakan kesemapatn untuk
besosialisasi dan bekomunikasi dengan sesama. Sekarang ini banyak jenis musik
yang dapat diapakai untuk mengiringi berbagai latihan fisik sehingga akan lebih
menyenangkan dan tidak membosankan. (Santoso,dkk.2009)
Ada beberapa prinsip olahraga pada lansia, yaitu:
a. Pemanasan harus lebih lama (10-15 menit), gerakan yang lebih santai, menggerakan
seluruh dan otot, tetapi pada dasarnya lebih perlahan-lahan dengan kekuatan atau
beban yang lebih ringan.
b. Latihan otot(15-20 menit), untuk meningkatkan kekuatan otot, latihan dilakukan
dengan beban ringan, atau tanpa beban, tetapi menambah gerakan-gerakan.
c. Latihan aerobik (50-60 menit), latihan yang paling sederhana ialah jalan kaki
3km/jam. Tentu baik jika masih dapat melakukan jogging atau berjalan cepat.
d. Pendinginan (10-15 menit).
Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah, aman, serta bermanfaat
bagi sebagian besar lansia. Kegiatan berjalan kaki ini memperbaiki daya tahan
(endurance), memperbaiki stabilitas koordinasi dan keseimbangan, baik untuk
30
memelihara kepadatan tulang (mencegah keropos atau osteoporosis), juga melatih dan
membentuk jaringan otot dengan baik sehingga mengurangi kemungkinan cedera.
Dengan berkurangnya hormon estrogen pada wanita sesudah menopause, risiko untuk
terjadinya osteoporosis meningkat, mudah mengalami patah tulang, tinggi badan
berkurang karena bungkuk, dan gejala lainnya. Latihan fisik ini dapat mencegah
osteporosis, karena aktivitas sel tulang meningkat, kepadatan tulang juga meningkat.
Olahraga dengan latihan beban memberikan tekanan pada tulang sehingga tulang dipaksa
untuk membangun massa tulang. Latihan inti dengan melawan gravitasi bumi penting
untuk mencegah osteoporosis, misalnya dengan berjalan kaki, jogging atau lari, lompat
tali, senam, dansa, tenis, dan lain-ain.
Latihan olahraga yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah
sebagai berikut:
a. Latihan atau aktivitas fisim yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan pada
tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang punggung karena
ruas tulang punggung yang lemah tidak mempu menahan beban tersebut. Hindari
latihan berupa lompatan, senam aerobik, dan jogging.
b. Latihan atau aktivitas fisik yang mengaharuskan menggerakkan kaki ke samping
atau menyilangkan badan dengan beban, juga meningkatkan risiko patah tulang
karena tulang pinggul dalam kondisi lemah.
c. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk ke depan dengan
punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan cedera
ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit-up, meraih jari kaki, dan
lain-lain.
31
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis.
a. Jalan kaki secara teratur, kalau memungkinkan sekitar 4,5km/jam selama 50
menit, 5 kali seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang.
Jalan kaki lebih cepat (6km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.
b. Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat “dumbble” kecil
untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.
c. Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
d. Latihan melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan duduk di
kursi, dengan atau tanpa penahan; hal ini dapat menguatkan otot-otot yang
menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bongkok,
sekaligus memperkuat punggung.
D. Wanita Usia Subur
Menurut Depkes RI (1993), wanita usia produktif merupakan wanita yang berusia
15-49 tahun dan wanita pada usia ini masih berpotensi untuk mempunyai keturunan.
Sedangkan menurut BKKBN 2001, wanita usia subur (wanita usia produktif) adalah
wanita yang berumur 18-49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun janda.
Wanita usia subur adalah wanita yang berada pada masa mampu melahirkan atau
masa reproduksi (15-49 tahun). Menurut BKKBN (2004), usia subur adalah dimana
seorang wanita mulai mendapat menstrasi pertama kali artinya adalah sudah terjadi
ovulasi sampai dengan menopause (tidak dapat mengahasilkan sel telur) umumnya usia
subur di Indonesia berkisar antara 15-49 tahun.
E. Kerangka Teori
32
Berdasarkan teori menurut Notoatmodjo 2010 bahwa tingkatan pengetahuan itu
sendiri dipengaruhi oleh pengukuran tingkat pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, umur,
minat, pengalaman, dan sosial budaya. Sedangkan teori menurut Notoatmodjo (2010)
bahwa perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor pendorong, faktor
predisposisi, dan faktor pendukung.
Adapun bagan dari kerangka teori yang didapat dapat yakni :
Sumber : Notoatmodjo (2010)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
33
Faktor pendukung
Pencegahan Osteoporosis
Pendidikan
Pengalaman
Pengukuran tingkat
Penegtahuan
Faktor predisposisi
Pekerjaan
Faktor pendorong
Fasilitas
Penghasilan
Sosial budaya
Pekerjaan
Informasi
a. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual dalam penelitian ini menjelaskan adanya hubungan antara
pengetahuan mengenai osteoporosis (pengertian, faktor risiko, gejala dan akibat) terhadap
pencegahan osteoporosis yang dilakukan wanita produktif/wanita usia subur (terapi
medikasi, pengaturan pola makan, olahraga). Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan,
pekerjaan, umur, minat, pengalaman, dan kebudayaan (Notoatmodjo,2010). Sedangkan
pencegahan dipengaruhi oleh kesiapan psikologis yang ditentukan oleh tingkat
pengetahuan dan kepercayaan, tekanan positif kelompok dan individu, dan dukungan
lingkungan ( Kristina dkk dalam Karolina, 2009)
Kerangka konsep adalah sesuatu yang abstrak, logika secara harfiah yang dapat
membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penelitian dengan body of knowledge
(Nursalam 2008 ). Adapun dalam kerangka konseptual ini terdapat dua variabel, variabel
tersebut antara lain: variabel dependen dan independen. Variabel adalah konsep yang
mempunyai variabilitas. Konsep seperti umur, pendidikan, pekerjaan, penyakit, kepuasan
dan lain-lain, konsep apapun asal mempunyai ciri bervariasi disebut variabel (Elfindri,
dkk.2011). Variabel itu sendiri terdiri atas variabel independen dan dependen. Variabel
dependen pada penelitian ini adalah pencegahan osteoporosis, sedangkan faktor yang
dijadikan variabel independen adalah tingkat pengetahuan dan perilaku wanita usia subur.
Variabel independen Variabel Dependen
34
Tingkat Pengetahuan Wanita
Usia Subur
Upaya pencegahan
osteoporosis yang dilakukan
wanita usia subur:
- Terapi Medikasi
- Pengaturan pola makan
- Olahraga
Skema 1. Kerangka konseptual penelitian gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku
terhadap pencegahan osteoporosis yang dilakukan wanita usia subur.
b. Definisi Operasional
Definis operasional merupakan uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang
apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional
dapat membantu dalam mengarahkan pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-
variabel yang bersangkutan serta dalam mengembangkan instrumen.
No. Variabel Definisi
Operasional
Cara ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Pengetahuan
terhadap
pencegahan
osteoporosis
Segala
informasi
yang
dimengerti
dan dipahami
oleh
responden
mengenai
Responden
diberikan
pertanyaan
sebanyak 16
pertanyaan
Kuesioner 0=Kurang, bila
jawaban benar
< 60%
1=Sedang, bila
jawaban benar
60-80%
2=Baik, bila
jawaban benar
Ordinal
35
Upaya pencegahan
osteoporosis yang dilakukan
wanita usia subur:
- Terapi Medikasi
- Pengaturan pola makan
- Olahraga
Perilaku Wanita Usia Subur
osteoporosis >80%
(Khomsan,
2000)
2. Perilaku
terhadap
pencegahan
osteoporosis
Segala
tindakan
yang
dilakukan
oleh
responden
dalam
melakukan
pencegahan
osteoporosis
Memberikan
14
pertanyaan
kepada
responden
mengenai
osteoporosis
dengan
menggunakan
skala likert
Kuesioner 0=Baik,jika
responden
menjawab
>75% atau
dalam interval
49-60
1=Sedang,jika
responden
menjawab 45-
75%pertanyaan
atau dalam
interval 31-48
2=kurang, jika
responden
menjawab
<45% atau
dalam interval
<31
(Arikunto,
2002)
Ordinal
36
c. Hipotesis
1. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis pada
mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013
2. Adanya hubungan antara perilaku terhadap pencegahan osteoporosis pada mahasiswi
Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
37
A. Desain Penelitian
Menurut Arikunto (2007), penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu objek dengan
menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat. Penelitian juga menuntut objektivitas, baik dalam proses maupun dalam
penyimpulan hasil.
Desain penelitian merupakan rancangan yang digunakan dalam prosedur penelitian. Desain
penelitian berguna bagia peneliti untuk memperoleh jawaban terhadap penelitian yang dilakukan.
Desain penelitian adalah alat bagi peneliti untuk mengendalikan atau mengontrol variabel-
variabel yang berperan dalam suatu penelitian.
Dalam penyusunan penelitian ini, desain yang digunakan adalah cross sectional. Desain cross
sectional ini merupakan suatu desain dengan sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena
tertentu dalam satu kurun waktu saja, misalnya data hasil pengisian kuesioner tentang perilaku
pembelian suatu produk kosmetik oleh sekelompok responden pada bulan Januari 1998. (Husein,
2011). Peneliti menggunakan desain cross sectional dikarenakan variabel dependen (pencegahan
osteoporosis) dan variabel independennya yaitu tingkat pengetahuan dan perilaku yang akan
diteliti pada satu waktu yang bersamaan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan
perilaku terhadap pencegahan osteoporosis pada wanita usia subur di Karawang Timur tahun
2013.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang pada Bulan Februari
sampai dengan Maret 2013.
C. Populasi dan Sample Penelitian
a. Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Agama Islam semester 2,4,
dan 6 di Universitas Singaperbangsa Karawang tahun ajaran 2012/2013. Jumlah mahasiswi
38
yang ada di Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa tahun ajaran 2013/2014
terdapat pada tabel 4.1
No Semester 2 Semester 6 Total
A B C D A B C D 160
mahasiswi1 20 20 20 20 20 20 20 20
Jumlah: 80 Jumlah : 80
Sumber : Data Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun Ajaran 2012/2013
b. Sample
Sample pada penelitian ini adalah mahasiswi semester IV dan semester VI Fakultas
Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang tahun ajaran 2012/2013.
Perhitungan sample pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji
hipotesis beda dua proporsi seperti di bawah ini (Pratiwi, 2011):
n=[Z21-α√2√2P(1-P) + Z1-β√P1(1-P1)+(P2(1-P2]
(P1-P2)2
n:Besar sample
Z21-α√2 : Derajat Kepercayaan (95%)=1,96
Z1-β : Kekuatan uji 80 % Z=0,84
p : Rata-rata proporsi pada populasi
p : P1+P2 =
2
P1 : Proporsi kejadian osteoporosis dengan tingkat pengetahuan
39
P2 : Proporsi kejadian osteoporosis dengan perilaku
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Pada saat penelitian,
kuesioner mengenai osteoporosis telah dilakukan uji validitas oleh peneliti sebelumnya untuk
mengetahui validitas dan reliabilitas setiap pertanyaan yang terdapat kuesioner. Adapun
kuesioner yang telah ada kemudian dibagikan langsung kepada responden oleh peneliti
ataupun enumerator.
E. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini, peneliti dibantu oleh rekan-rekan peneliti yang lainnya, baik itu
rekan dari dalam institusi maupun dari luar institusi.
a. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer ini dapat diperoleh dari kuesioner yang telah diisi oleh responden. Adapun
kuesioner ini mencekup mengenai pertanyaan-pertanyaan seputar osteoporosis baik itu
pengetahuannya maupun perilaku responden dalam mencegah osteoporosis tersebut.
2. Data Sekunder
Data sekunder ini dapat digunakan sebagai penunjang dari data primer yang berupa daftar
nama mahasiswa yang akan dijadikan responden baik itu pada semester 2 maupun semester 6
di Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2012
b. Pengukuran Data
1. Pengetahuan mengenai pencegahan osteoporosis
40
Dalam memperoleh data mengenai tingkat pengetahuan pencegahan osteoporosis ini
responden terlebih dahulu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tercantum pada
kuesioner
2. Pengukuran perilaku dalam pencegahan osteoporosis
Skala likert merupakan skala kuesioner yang tepat dalam mengukur perilaku responden
dalam mencegah osteoporosis.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data yang telah dikumpulkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Editing
Setelah data tersebut dikumpulkan kemudian diperiksakan kembali kelengkapannya.
b. Coding
Data yang akan dimasukkan ke dalam komputer, terlebih dahulu diberikan kode pada
setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya.
1. Variabel pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis diberikan kode 0=Pengetahuan
tinggi {apabila nilai x>Mean (>15)} dan 1=Pengetahuan rendah {apabila nilai x≤Mean
(≤15)}
2. Variabel perilaku terhadap penceghan osteoporosis diberikan kode 0=Baik,jika nilai
responden ≥Mean/Median.1=Buruk,jika nilai responden ≤Mean/Median
c. Entry
Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan daftar pertanyaan yang
telah diberi kode dengan menggunakan software komputer.
d. Cleaning
Tahap terakhir yaitu pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan
data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap
untuk dianalisis.(Pratiwi, 2011)
c. Analisis Data
41
1. Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari setiap
variabel independen dan dependen. Variabel tersebut adalah tingkat pengetahuan dan
perilaku responden terhadap pencegahan osteoporosis.
2. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara varianel
independen (tingkat pengetahuan dan perilaku) dengan variabel dependen
( pencegahan osteoporosis). dalam analisis data ini menggunakan uji Chi-Square
dengan signifikansi 5%. Jika P value ≤ 0,05, maka perhitungan secara statistik
menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan
variabel dependen. Jika P value >0,05, maka perhitungan secara statistik
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna antara variabel independen
dengan variabel dependen.
DAFTAR PUSTAKA
42
Anonim.2011. Anlene Scan The Nation ‘ Hadir di Bandung, Yakin Tulang Anda Bebas
Osteoporosis? Belum Tentu!’.Bandung:Anlene Pers.
Arikunto, Suharsimi.2002.Manajemen Penelitian.Jakarta:Rineka Cipta.
Boedhi-Darmojo.2009.Geriatri “ilmu Kesehatan Usia Lanjut”.Edisi ke-4.Jakarta:Balai
Penerbit FK-UI.
Chang, Shu-Fang.2008.”Knowledge,health beliefs and health-related behaviours of first-
degree relatives of women suffering from osteoporosis in Taiwan: a questionnaire
survey” Journal of Clinical Nursing 17, 1280-1286:h.1.
Corwin, E.J. 2008.Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3.Jakarta:EGC.
Davey,Patrick.2005..Dalam : Annisa Rahmalia, Cut Novianty (alih bahasa), Amalia Safitri
(ed). At a Glance.Jakarta:Erlangga.
Dewanti.2012.Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi dengan Perilaku
Perawatan Gigi Pada Anak Usia Sekolah di SDN Pondol Cina 4 Depok.(Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, 2012),h.27-28
Elfindri, dkk.2011.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Badoes Media.
Karolina, M.S. 2009.Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis yang Dilakukan
Lansia di Kecamatan Medan Selayan.(Skripsi S1 Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara).h.17
Notoatmodjo, Soekidjo.2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo.2010.P.Promosi Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta.
Marka,Soemarmo.2008.Kamus Kedokteran Edisi Kelima.FK-UI:Jakarta
43
Prawiro, M.D.Usia Harapan Hidup Bertambah.Jakarta: Suara Karya-Online
(http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=304884 diakses pada tanggal 25 12
2012 pukul 05.00)
Rubenstein,David dkk.Lecture Notes Kedokteran Klinis Edisi Keenam.Jakarta:Erlangga.2007.
Santoso,H dan Ismail, A.Memahami krisis lanjut usia:uraian medis dan pedagogis-
pastoral.Jakarta:Gunung Mulia.2009
Satria.2008.http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2183789-faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-pengetahuan/#ixzz2Fp88vARD (diakses 23.12.2012 pukul 05.50)
Sinnathamby, Hemanath.Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Terhadap
Osteoporosis dan Asupan Kalsium pada Wanita Premenopause di Kecamatan Medan
Selayang II.(Skripsi Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara,2010).h.2
Sunaryo.2004.Psikologi untuk Keperawatan.Jakarta:EGC
Supari, S.F.2008.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1142/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis.
Tandra, Hans.2009.Segala Sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos.Jakarta:Gramedia.
Umar,Husein.2011.Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis/Husein Umar-Ed.1-
11.Jakarta: Rajawali Press.
Viani, Harly.Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pencegahan Osteoporosis pada
Wanita Usia Subur Di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Tahun 2010.
(Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,2010)
44
Wirakusumah, E.S. 2009.Hidup sehat mencegah Osteoporosis lengkap dengan 39 jus&38
resep masakan.Jakarta: Penebar Plus+.
45