bab i pendahuluaneprints.kwikkiangie.ac.id/864/2/31160180 - jessica gracia - bab 1.pdfbab i...
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan beberapa hal diantaranya latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, batasan penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang masalah memuat alasan peneliti memilih
judul serta topik penelitian serta membahas berbagai fenomena yang terjadi sesuai dengan
topik penelitian. Selanjutnya, peneliti akan mengidentifikasi masalah apa saja yang muncul
dan masalah apa saja yang akan dibahas dalam penelitian.
Kemudian, peneliti menentukan batasan masalah dan batasan penelitian untuk
mempersempit masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Yang kelima adalah
rumusan masalah yang merupakan fokus utama dalam penelitian ini. Berikutnya ada tujuan
penelitian di mana penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban untuk pertanyaan-
pertanyaan pada identifikasi masalah. Dan pada sub bab terakhir, akan diuraikan manfaat
penelitian bagi berbagai pihak yang terkait dengan penelitian ini.
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi saat ini, perkembangan perekonomian di dunia semakin
modern dan berkembang sangat pesat sehingga membuat batas-batas negara menjadi
hampir tidak ada. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan multinasional bersaing untuk
memperkuat bisnisnya dengan cara melakukan berbagai investasi serta transaksi
internasional yang meliputi dua negara yang berbeda. Ada banyak investasi dan transaksi
internasional yang dilakukan oleh perusahaan multinasional salah satunya adalah
mendirikan anak dan cabang perusahaan di berbagai negara. Pendirian anak dan cabang
perusahaan di negara lain bertujuan untuk memperkuat aliansi strategis serta
-
2
mengembangkan pangsa pasar. Namun, di sisi lain pendirian anak dan cabang
perusahaan menyebabkan perusahaan multinasional menghadapi berbagai macam
permasalahan salah satunya adalah perbedaan kebijakan atau peraturan perpajakan di
setiap negara yang menyebabkan perbedaan tarif pajak di setiap negara. Umumnya,
perusahaan multinasional akan memilih untuk mendirikan anak dan cabang
perusahaannya di negara-negara yang memiliki kebijakan pajak yang lebih ringan
daripada negaranya atau yang biasa disebut dengan negara surga pajak (tax haven
country). Dengan adanya tax haven country ini, akan menyebabkan perusahaan
melakukan berbagai cara untuk menghindari pajak. Maka dari itu, untuk melakukan
penghindaran pajak, perusahaan multinasional mengambil keputusan berupa beberapa
kebijakan salah satunya adalah kebijakan Transfer Pricing.
Transfer Pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga
transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi
keuangan yang dilakukan oleh perusahaan. Transfer pricing dapat dibedakan menjadi
dua yaitu penentuan harga transfer antardivisi yang masih dalam satu perusahaan dan
penentuan harga transfer atas transaksi antarperusahaan yang memiliki hubungan
istimewa. Metode penentuan harga transfer untuk transaksi yang dilakukan antardivisi
yang masih berada dalam perusahaan yang sama dinamakan intra-company transfer
pricing. Sedangkan metode penentuan harga transfer antarperusahaan yang memiliki
hubungan istimewa disebut dengan inter-company transfer pricing. Inter-company
transfer pricing sendiri dapat digolongkan menjadi domestic transfer pricing dan
international transfer pricing. Perbedaan keduanya adalah domestic transfer pricing
dilakukan antarperusahaan yang berada di negara yang sama sedangkan international
transfer pricing dilakukan antarperusahaan yang berkedudukan di negara yang berbeda
(Setiawan, 2014).
-
3
Pada awalnya, praktik transfer pricing ini dikenal dalam akuntansi manajemen
sebagai kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antardivisi
dalam suatu perusahaan dengan tujuan hanya untuk menilai kinerja dari masing-masing
divisi atau departemen di dalam perusahaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa mulanya
praktik transfer pricing ini merupakan praktik yang legal dalam perdagangan intra-
perusahaan atau antar-perusahaan di suatu negara. Namun, seiring berjalannya waktu
praktik transfer pricing ini sering kali digunakan perusahaan menjadi salah satu upaya
perencanaan pajak untuk menghindari pajak dengan cara meminimalkan beban pajak
yang harus ditanggung oleh perusahaan. Melalui praktik transfer pricing, upaya
meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta biaya
suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada
perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda (Nurhayati, 2013).
Dalam lingkungan perusahaan multinasional akan timbul transaksi hubungan
istimewa di mana terjadi transaksi antar sesama anggota perusahaan atau dalam satu grup
(intra-group transaction). Hal ini dapat menimbulkan indikasi dilakukannya praktik
transfer pricing untuk penghindaran pajak perusahaan, di mana perusahaan akan
menetapkan harga jual secara tidak wajar karena kekuatan pasar tidak berlaku apa
adanya. Dan juga beberapa perusahaan menyusun transaksi transfer pricing ini dengan
sedemikian rupa sehingga laba perusahaan dapat dialihkan dan dilaporkan pada negara
yang memiliki pajak rendah dan biaya dicatat di negara dengan pajak tinggi (Waworuntu
& Hadisaputra, 2016). Oleh karena itu, perusahaan multinasional akan mendapatkan
keuntungan dari laba yang dilaporkan di perusahaan yang memiliki hubungan istimewa
di negara dengan tarif pajak rendah atau negara yang berstatus tax haven country serta
dari beban pajak yang di catat di negara dengan tarif pajak tinggi yang lebih tinggi.
-
4
Peraturan tentang transfer pricing ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 18 mengenai Pajak Penghasilan. Hubungan istimewa yang dimaksud
di atas terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (4) yang
menerangkan bahwa hubungan istimewa antara wajib pajak badan dapat terjadi karena
kepemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan lainya sebanyak 25%
(dua puluh lima persen) atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% (dua puluh
lima persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan. Sedangkan menurut PSAK
7, pihak-pihak dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas
pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional. Sementara untuk
wajib pajak perseorangan, dapat dikatakan bahwa hubungan istimewa terjadi karena
hubungan keluarga sedarah dalam garis lurus atau kesamping satu derajat. Hubungan
istimewa yang dimaksud dapat mengakibatkan kekurangwajaran harga, biaya, atau
imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha (Suandy, 2011:70).
Aturan lebih lanjut dan detail tentang transfer pricing juga terdapat dalam
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011. Di dalam aturan tersebut disebutkan
pengertian arm’s length principle yaitu harga atau laba atas transaksi yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa ditentukan oleh kekuatan
pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar. Tidak hanya
itu, Dirjen Pajak juga telah mengeluarkan aturan lebih lanjut terkait dengan transfer
pricing yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016
tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib
Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan
Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya (news.ddtc.co.id).
https://engine.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-dirjen-pajak-per-32pj2011https://engine.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-213pmk-032016http://www.news.ddtc.co.id/
-
5
Penerapan transfer pricing dalam rangka penghindaran pajak menimbulkan
permasalahan bagi otoritas pajak dalam upayanya memaksimalkan penerimaan negara
dari sektor pajak. Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Pajak, Indonesia berpotensi
kehilangan 1.300 Triliun Rupiah akibat dari praktek transfer pricing. Bahkan lebih
dipertegas lagi menurut informasi internal Dirjen Pajak bahwa kehilangan tersebut
kebanyakan akibat adanya pembayaran Bunga, Royalti serta Intragroup Service,
sehingga Dirjen Pajak percaya bahwa dengan menyetop pembayaran tersebut negara
sudah tidak perlu menambah utang lagi (Haeruman, 2014).
Hal di atas menyebabkan pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak
menyelenggarakan Forum Nasional Transfer Pricing 2019 (Fornas TP 2019) yang
digelar selama dua hari di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta. Penyelenggaraan kegiatan
ini dilatarbelakangi oleh semakin maraknya transaksi lintas negara yang berpotensi
melakukan penyalahgunaan harga transfer serta penanganan kasus-kasus harga transfer
yang kurang komprehensif dan sistemik. Direktur Perpajakan Internasional, Poltak
Maruli John Liberty Hutagaol menyatakan bahwa salah satu alasan tidak tercapainya
target penerimaan pajak adalah karena praktik penggerusan pajak melalui harga transfer
yang disebabkan oleh ribuan perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) yang tidak
membayar pajak karena terus menerus rugi. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Madya Batam Achmad Amin selaku ketua panitia menjelaskan tiga tujuan yang ingin
dicapai dari Fornas TP ini yaitu terciptanya kesadaran dari semua pemangku kepentingan
terutama unit vertikal dan unit terkait di KPDJP mengenai risiko penggerusan pajak
karena harga transfer. Fornas TP 2019 juga menghadirkan Andrew Auerbach,
perwakilan Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) yang
menyoroti ekonomi digital yang berkembang dengan sangat cepat dan menisbikan batas
wilayah antar negara. Otoritas pajak perlu menyiapkan peraturan serta sarana dan
-
6
prasarana yang memadai untuk menangani transaksi semacam itu. Andrew juga
menjelaskan bahwa OECD telah menerbitkan “OECD TP Guidelines” yaitu suatu
panduan dalam memahmi karakteristik harga transfer dan penanganannya yang dapat
digunakan sebagai acuan untuk menyusun kebijakan terkait penanganan harga transfer
(www.kemenkeu.go.id).
Banyak praktik transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional
seperti contohnya adalah yang dilakukan oleh Cameco (Canadian Mining and Energy
Corporation) yaitu salah satu perusahaan uranium terbesar di dunia yang menghasilkan
hampir seperlima dari uranium di dunia, di mana sengketa ini menjadi salah satu
sengketa terbesar yang pernah terjadi di Kanada. Pada tahun 2016, pimpinan dari
Cameco menghadiri sidang banding di pengadilan pajak atas sengketa transfer pricing
yang senilai C$2,2 miliar atau Rp21,7 triliun yang melibatkan anak perusahaannya di
Swiss. Cameco dilaporkan mendirikan anak perusahaannya di Swiss sejak tahun 1999
dengan perjanjian jangka panjang untuk menjual uranium dengan harga sekitar $10
sampai harga tertingginya sebesar $130 per pon. Sedangkan, saat itu uranium
diperdagangkan pada harga $30 per pon. Direktur Komunikasi Cameco, Gord Struthers
mengatakan pendirian anak perusahaan di Swiss dengan tujuan untuk membeli uranium
pada tingkat harga yang lebih murah merupakan praktik bisnis yang wajar dan sah saja
untuk dilakukan. Struthers menambahkan bahwa mayoritas pelanggan Cameco berada
di luar Kanada, sehingga Cameco mendirikan perusahaan offshore dalam bidang
pemasaran. Seperti dilansir dalam TP week, anak perusahaan ini didirikan untuk
menandatangani perjanjian pembelian dan penjualan serta perjanjian dalam pasokan
uranium dengan pihak ketiga. Pada tanggal 5 Oktober 2016, Cameco juga dikabarkan
melangsungkan sidang banding di Toronto dengan lembaga penerimaan negara Kanada
http://www.kemenkeu.go.id/
-
7
(Canadian Revenue Agency/CRA) untuk sengketa transfer pricing yang diduga sebagai
wadah perusahaan dalam menghindari pembayaran pajaknya (news.ddtc.co.id).
Praktik transfer pricing juga pernah dilakukan oleh perusahaan Indonesia yaitu
PT. Adaro Energy, Tbk. PT. Adaro Energy, Tbk (ADRO) menjual batu bara ke Coaltrade
Services International Pte. Ltd. yang merupakan salah satu perusahaan milik grup Adaro
yang berbasis di Singapura di mana dapat dikatakan bahwa Singapura adalah surga pajak
bagi Indonesia karena Singapura memiliki tarif pajak yang lebih rendah dari Indonesia
yaitu sebesar 17%. Harga transfer batu bara tersebut berada dibawah harga pasar, lalu
oleh Coaltrade batubara ini dijual kembali sesuai dengan harga pasar. Praktik transfer
pricing ini sangat merugikan Indonesia, karena pendapatan dan laba pada PT. Adaro
Indonesia menjadi lebih rendah dengan adanya indikasi penghindaran pajak yang oleh
Adaro yaitu memindahkan sejumlah laba yang didapatkan dari batu bara yang ditambang
di Indonesia ke jaringan perusahaan luar negerinya. Dan menurut Laporan Global
Witness: Jaringan Perusahaan Luar Negeri PT. Adaro ini mengungkapkan bahwa sejak
2009-2017 PT. Adaro melalui salah satu anak perusahaanya di Singapura, Coaltrade
Services International ini telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa
membayar pajak US$ 125 juta dolar lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan
di Indonesia. PT. Adaro berhasil mengurangi tagihan pajaknya di Indonesia yang berarti
mengurangi pemasukan bagi pemerintah Indonesia sebesar hampir US$ 14 juta setiap
tahunnya (www.cnbcindonesia.com).
Ada banyak sekali faktor-faktor baik faktor keuangan dan faktor non keuangan
yang mempengaruhi agresivitas transfer pricing sebuah perusahaan. Salah satu
faktornya adalah perpajakan. Perencanaan pajak perusahaan multinasional memiliki
tujuan utama yaitu meminimalkan beban pajak seluruh dunia bagi perusahaan. Tarif
pajak penghasilan badan besarnya ditentukan oleh masing-masing negara, hal ini
http://www.news.ddtc.co.id/http://www.cnbcindonesia.com/
-
8
memungkinkan terjadinya variasi tarif pajak penghasilan badan antara satu negara
dengan negara lain sehingga menciptakan insentif bagi perusahaan multinasional untuk
memanfaatkan perbedaan tarif pajak penghasilan badan dengan cara menekankan pajak
globalnya sehingga laba globalnya meningkat. Banyak cara yang dilakukan oleh
perusahaan dalam menghindari pajak salah satunya dengan melakukan kebijakan
transfer pricing. Oleh karena itu, beban pajak penghasilan badan yang semakin besar
akan meningkatkan tingkat agresivitas transfer pricing perusahaan dengan harapan dapat
meminimalkan pembayaran pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Refgia (2017)
menyatakan bahwa semakin tinggi tarif pajak suatu negara maka akan semakin besar
kemungkinan perusahaan memanipulasi agar mengalihkan penghasilannya kepada
perusahaan di negara yang memiliki tarif pajaknya lebih sedikit. Beberapa peneliti
sebelumnya telah melakukan penelitian tentang hubungan beban pajak terhadap tingkat
agresivitas transfer pricing pada perusahaan multinasional, diantaranya Yuniasih et al.
(2012), Noviastika et al. (2016), Nugroho et al. (2018) dan Kusumasari et al. (2018)
membuktikan bahwa pajak berpengaruh pada keputusan perusahaan untuk melakukan
transfer pricing. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saraswati et al.
(2017), yang membuktikan bahwa pajak berpengaruh positif terhadap indikasi
melakukan transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Marfuah & Azizah (2014), Rosa
et al. (2017) serta Yulia et al. (2019) menemukan bahwa pajak berpengaruh negatif
signifikan terhadap keputusan transfer pricing. Terdapat persamaan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Putri (2019) yang menyimpulkan bahwa pajak penghasilan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap transfer pricing. Berkaitan dengan
perbedaan hasil tersebut, penelitian ini kembali menguji pengaruh pajak penghasilan
badan terhadap agresivitas transfer pricing.
-
9
Faktor lain yang berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing adalah ukuran
perusahan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan
perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara seperti total aktiva
atau total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah
penjualan. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut telah mencapai tahap kedewasaan di mana dalam tahap ini arus kas perusahaan
sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif
lama. Selain itu, hal ini juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan
lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang lebih
kecil. Semakin besar aset suatu perusahaan dapat disimpulkan bahwa kompleksitas yang
dimiliki perusahaan juga bertambah luas, termasuk pengambilan keputusan-keputusan
yang dilakukan oleh manajemen. Ukuran perusahaan dapat digunakan untuk
menentukan banyak sedikitnya praktik transfer pricing pada perusahaan. Ukuran
perusahaan akan sangat penting bagi investor karena akan berhubungan dengan risiko
investasi yang dilakukan perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan di mana dalam tahap ini arus kas
perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu
yang relatif lebih lama (Kiswanto & Purwaningsih, 2014). Ukuran perusahaan dapat
didefinisikan sebagai upaya penilaian besar atau kecilnya sebuah perusahaan. Pada
umumnya penelitian di Indonesia menggunakan total aset sebagai proksi dari ukuran
perusahaan. Semakin besar ukuran dari sebuah perusahaan maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi tingkat agresivitas transfer pricing sebuah perusahaan. Beberapa peneliti
sebelumnya seperti Richardson et al. (2013), Waworuntu & Hadisaputra (2016), serta
Rezky et al. (2018) menunjukan mengatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap transfer pricing. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Refgia (2017),
-
10
Ramadhan & Kustiani (2017), Nugroho et al. (2018), serta Yulia et al. (2019)
menunjukkan hasil yang bertentangan dan menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing yang artinya besar kecilnya ukuran
sebuah perusahaan tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat agresivitas transfer pricing
sebuah perusahaan.
Tax haven countries merupakan sebuah negara-negara yang memberikan fasilitas
kepada Wajib Pajak negara lain dan penghasilannya dari Wajib Pajak negara lain
tersebut dapat diarahkan ke negara yang tergabung dalam negara surga pajak. Tax haven
country dapat mengenakan pajak atau tidak mengenakan pajak kepada perusahaan,
memiliki hukum atau praktik administrasi yang mencegah pertukaran efektif informasi
antara otoritas pajak dan tingkat transparansi yang kurang pada keuangan dan pengaturan
pajak termasuk peraturan, hukum, dan ketentuan-ketentuan administratif dan akses ke
catatan keuangan. Pemanfaatan tax haven country adalah usaha yang dilakukan oleh
perusahaan untuk mendirikan usahanya di negara-negara yang menyediakan fasilitas
pajak agar dapat melakukan penghindaran pajak. Dharmapala (2014) berargumentasi
bahwa tax haven country adalah lokasi dengan tarif pajak yang sangat rendah dan atribut
pajak lainnya yang didesain untuk menarik investor asing. Tax haven country umumnya
digunakan oleh perusahaan untuk menghindari beban pajak dengan mengalihkan
pendapatan kena pajak ke negara yang bertarif pajak rendah. Selanjutnya, penelitian
yang dilakukan oleh Desai et al. (2005) juga menunjukkan bahwa perusahaan
multinasional di Amerika yang mendirikan operasinya di tax haven countries untuk
menghindari pajak internasional. Richardson et al. (2013) menemukan bahwa kewajiban
pajak Amerika Serikat yang lebih rendah untuk perusahaan multinasional Amerika
Serikat dikarenakan kehadiran hukum pada surga pajak. Mereka menyimpulkan bahwa
-
11
ini menjadi bukti tidak langsung adanya transfer pricing oleh perusahaan melalui anak
perusahaan yang didirikan pada negara tax haven.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan & Kustiani (2017) tentang faktor-
faktor penentu agresivitas transfer pricing menyatakan bahwa variabel tax haven country
berpengaruh positif secara signifikan terhadap agresivitas transfer pricing yang artinya
perusahaan yang memiliki transaksi dengan pihak berelasi di tax haven country memiliki
kecenderungan yang lebih besar dalam melakukan agresivitas transfer pricing.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Richardson et al. (2013) mengatakan bahwa
ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, asset tidak berwujud dan multinationality
secara signifikan berhubungan positif terhadap agresivitas transfer pricing setelah
mengendalikan sektor industri. Sedangkan hasil dari regresi tambahan menunjukkan
transfer pricing meningkat melalui aset tidak berwujud dan multinationality, tax haven
utilization berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing serta adanya variabel
kontrol yang digunakan yaitu sektor industri. Dalam penelitian Waworuntu &
Hadisaputra (2016) yang melakukan pengujian terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi agresivitas transfer pricing, di mana hasil dari penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh positif sedangkan
intangible asset dan multinationality berpengaruh negatif serta profitabilitas dan tax
haven tidak menunjukkan hubungan dengan agresivitas transfer pricing.
Selain tiga faktor di atas, agresivitas transfer pricing juga dipengaruhi oleh
kualitas audit. Kualitas audit adalah segala kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor
mengaudit laporan keuangan klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan yang
terjadi dalam laporan keuangan auditan (Dewi, 2016). Audit harus dilakukan oleh orang
yang kompeten dan independen. Oleh karena itu, diperlukan adanya proses audit yang
dilakukan oleh auditor. Kualitas audit dapat diartikan sebagai bagus atau tidaknya suatu
-
12
pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Dalam melakukan audit, hal yang terpenting
dalam pelaksanaannya adalah transparansi yang merupakan salah satu unsur dari Good
Corporate Governance (GCG). Transparansi terhadap pemegang saham dapat dicapai
dengan melaporkan hal-hal terkait perpajakan pada pasar modal dan pertemuan para
pemegang saham. Peningkatan transparansi terhadap pemegang saham dalam hal pajak
semakin dituntut oleh otoritas publik (Sartori, 2010). Karena asumsi adanya implikasi
dari perilaku pajak yang agresif, perusahaan akan mengambil posisi agresif dalam hal
pajak dan akan mencegah tindakan tersebut. Menurut Rosa et al. (2017), kualitas audit
juga didasarkan pada pertimbangan yang mencakup beberapa unsur yang ada dalam
Good Corporate Governance (GCG) yaitu keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan
keberlanjutan. Kualitas audit sering kali dikaitkan dengan reputasi auditor yang
berhubungan dengan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Kantor Akuntan Publik
yang dinilai terpercaya dan terintegrasi oleh masyarakat adalah Price Waterhouse
Cooper (PWC), Ernst & Young (EY), Deloitte, dan KPMG atau yang biasa disebut
sebagai KAP Big Four.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mayanta (2018) menunjukkan hasil
bahwa kualitas audit berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan transfer pricing.
Demikian pula dengan penelitian yang di lakukan oleh Rosa et al. (2017) yang
menunjukkan bahwa kualitas audit berpengaruh positif terhadap transfer pricing.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Noviastika et al. (2016) menjelaskan
bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik transfer pricing
dengan arah positif dan juga penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al. (2018)
menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik
transfer pricing.
-
13
Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian
mengenai faktor yang berpengaruh terhadap tingkat agresivitas transfer pricing. Faktor
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pajak Penghasilan Badan, Ukuran
Perusahaan, Tax Haven Country, dan Kualitas Audit. Berdasarkan hal di atas, maka
penulis akan melakukan penelitian Skripsi dengan judul “Pengaruh Pajak Penghasilan
Badan, Ukuran Perusahaan, Tax Haven Country, dan Kualitas Audit terhadap
Agresivitas Transfer Pricing pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
Periode 2016-2018”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
3. Apakah tax haven country berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
4. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
5. Apakah kepemilikan asing berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
6. Apakah tunneling incentive berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
7. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
8. Apakah leverage berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
9. Apakah mekanisme bonus berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
10. Apakah intangible assets berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
-
14
C. Batasan Masalah
Dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki peneliti, serta
agar penelitian dapat dilakukan dengan lebih terfokus, maka peneliti membatasi masalah
yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Apakah pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
3. Apakah tax haven country berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
4. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?
D. Batasan Penelitian
Berdasarkan batasan masalah di atas, agar penelitian lebih terpusat, maka peneliti
membatasi penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:
1. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Waktu Penelitian
Perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun
2016-2018.
3. Unit Analisis
Unit analisis yang diteliti adalah pajak penghasilan badan, ukuran perusahaan, tax
haven country, kualitas audit dan agresivitas transfer pricing yang datanya dapat
dilihat langsung dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang meliputi neraca,
laporan laba-rugi, dan catatan atas laporan keuangan yang disajikan dalam mata uang
-
15
rupiah selama periode penelitian. Data laporan tahunan terdapat pada situs
www.idx.co.id atau pada situs resmi masing-masing perusahaan.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dibahas di atas, maka peneliti
merumuskan masalah menjadi “Apakah terdapat pengaruh pajak penghasilan badan,
ukuran perusahaan, tax haven country, dan kualitas audit terhadap agresivitas transfer
pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016-2018?”
F. Tujuan Penelitian
Penelitian ini akan menguji faktor-faktor penentu yang mempengaruhi transfer
pricing yang memiliki tujuan untuk:
1. Membuktikan apakah pajak penghasilan badan berpengaruh positif terhadap
agresivitas transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2016-2018.
2. Membuktikan apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap agresivitas
transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016-
2018.
3. Membuktikan apakah tax haven country berpengaruh positif terhadap agresivitas
transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016-
2018.
4. Membuktikan apakah kualitas audit berpengaruh positif terhadap agresivitas
transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016-
2018.
http://www.idx.co.id/
-
16
G. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat untuk berbagai pihak,
manfaatnya antara lain:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Akuntansi di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie dan juga penelitian ini
diharapkan mampu memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan baru untuk penulis
di bidang perpajakan terutama mengenai transfer pricing.
2. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris serta
pengetahuan tambahan mengenai praktik transfer pricing di perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat menjadi acuan dan pedoman untuk peneliti selanjutnya
dalam melakukan penelitian yang lebih luas dan mendalam mengenai praktik transfer
pricing.
4. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengambil
keputusan terutama dalam menjalankan kebijakan perpajakan yang salah satunya
adalah kebijakan transfer pricing.