bab i karsinoma rekti
DESCRIPTION
wordTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No RM : 508871
Tanggal MRS : 27 februari 2012
Pemeriksaan : 28 februari 2012
AUTOANAMNESA
Keluhan Utama :
Buang Air Besar berdarah sejak 3 bulan SMRS
Riwayat Pemyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD dengan keluhan buang air besar berdarah sejak 3 bulan
SMRS. Darah yang keluar saat BAB berwarna merah segar, darah keluar terus menerus saat
BAB, darah keluar sebelum feses keluar dan setelah feses keluar, BAB berlendir, saat BAB
dirasakan perih dan panas disekitar anus. Pasien mengeluh kadang-kadang keluar gumpalan
darah saat BAB. Sebelumnya setiap BAB pasien harus mengejan dan membutuhkan waktu
yang lama untuk mengeluarkan fesesnya. Feses yang keluar bentuknya kecil-kecil dan
sedikit-sedikit seperti kotoran kambing, terasa nyeri dan terasa panas disekitar anus, merasa
tidak tuntas BAB. Mengeluh mual, muntah disangkal, nafsu makan menurun,berat badan
menurun dan badan terasa lemas. BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah merasakan gejala yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga tidak ada yang mengeluh dengan gejala yang sama seperti pasien
Riwayat Pengobatan :
Belum pernah berobat sebelumnya
Riwayat Psikososial :
Pasien jarang mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 50 Kg (sebelum sakit 55 kg)
Vital Sign
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit, kualitas kuat angkat, isi cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36o C
Status Generalis
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-, Refleks cahaya +/+, isokor
Telinga : Normotia, tidak ada deformitas, sekret (-), darah (-)
Hidung : Normotia, sekret (-), darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi
Palpasi : Tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan (-), vokal
fremitus sama simetris dekstra sinistra.
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-), stridor (-/-)
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Tidak teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan 4 kuadran abdomen (+),
tidak teraba pembesaran hepar, ginjal dan splen
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas:
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
PEMERIKSAAN REKTAL TOUCH
Inspeksi
Tidak tampak adanya tanda-tanda peradangan atau luka bekas operasi pada perineum dan
perianal
Palpasi
- Tonus spingter ani baik
- Dinding ampula recti licin
- Teraba massa di ± 5 cm dari anal
- Permukaan berbenjol-benjol
- Konsistensi keras
- Terfiksir
- Nyeri
Handscoon : feses (+) berwarna kehitaman, darah (+), lendir (+)
RESUME
Pasien datang ke RSUD dengan keluhan buang air besar berdarah sejak 3 bulan
SMRS. Darah yang keluar saat BAB berwarna merah segar, darah keluar terus menerus saat
BAB, darah keluar sebelum feses keluar dan setelah feses keluar, BAB berlendir, saat BAB
dirasakan perih dan panas disekitar anus. Pasien mengeluh kadang-kadang keluar gumpalan
darah saat BAB. Sebelumnya setiap BAB pasien harus mengejan dan membutuhkan waktu
yang lama untuk mengeluarkan fesesnya. Feses yang keluar bentuknya kecil-kecil dan
sedikit-sedikit seperti kotoran kambing, terasa nyeri dan terasa panas disekitar anus, merasa
tidak tuntas BAB. Mengeluh mual, muntah disangkal, nafsu makan menurun,berat badan
menurun dan badan terasa lemas. BAK tidak ada keluhan.
Pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis,
tanda-tanda vital, TD 110/80 mmHg, HR 80 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 36o C. Pada
pemeriksaan status generalis, mata : konjungtiva anemis +/+. Pada pemeriksaan rectal touche
ditemukan pada saat inspeksi : tidak ada tanda-tanda peradangan atau luka bekas operasi,
palpasi : Tonus spingter ani baik, dinding ampula recti licin, teraba massa di ± 5 cm dari anal,
permukaan berbenjol-benjol, konsistensi keras, terfiksir, nyeri, pada handscoon terdapat feses
(+), lendir (+), dan darah (+)
DIAGNOSIS BANDING
Karsinoma Rekti 1/3 distal
Haemorroid
DIAGNOSIS KERJA
Karsinoma recti 1/3 distal
RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Foto Thorax
Colonoscopy
Biopsi jaringan
PENATALAKSANAAN
IVFD RL
Cefitaxim 2x1 gr IV
Ranitidin 3x1 ampul IV
Pro operasi : colonoscotomy
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI REKTUM
Secara anatomis panjang rektum sekitar 12 sampai 15 cm yang memanjang dari
rektosigmoid junction dan ditandai oleh fusi dari tenia ke anal canal, ditandai oleh aliran
usus ke dalam otot dasar panggul. Rektum terbentuk atau berjalan di dalam sakrum dan
bentuknya terdiri dari 3 lekukan, membentuk celah endoskopi yang dikenal dengan nama
katup houston. Lekukan bagian proksimal dan distal convex (cembung/cekung) ke kiri
dan di bagian tengah lekukan convex ke kanan. Lekukan bagian tengah ditandai oleh
refleksi peritoneal anterior. Transisi rektum dari intraperitonel ke ekstraperitoneal 6-8
cm dari anus. Rektum dijaga secara tetap pada bagian posterior-lateral dan atau yang
disebut dengan fascia waldeyer’s. Pada rektum bagian posterior dan lateral di lapisi oleh
fasia Waldeyer’s, rektum bagian lateral dibatasi oleh ligamentum lateral, dan bagian
anterior rektum menempel pada fasia Denonvillier's. Canalis ani panjangnya sekitar 4 cm
dan berjalan ke bawah dan belakang dari ampulla recti ke anus. Kecuali defekasi,
dinding lateralnya tetap teraposisi oleh m.levator ani dan sphincter ani. Canalis ani
dibatasi pada bagian posterior oleh corpus anococcygeale, yang merupakan massa
jaringan fibrosa yang terletak antara canalis ani dan os coccygis. Di lateral di batasi oleh
fossa ischiorectalis yang terisi lemak. Pada pria, di anterior dibatasi oleh corpus
perineale, diafragma urogenitalis, urethra pars membranacea, dan bulbus penis. Pada
wanita, di anterior dibatasi oleh corpus perineale, diafragma urogenitalis dan bagian
bawah vagina
Aliran arteri dari Rektum dan Canal Anal
Pada arteri rektalis superior (hemoroid) adalah kelanjutan dari arteri mesenterika
inferior dan turun ke rektum posterior, di mana berfungsi untuk memasok rektum dan
bagian atas dari anal kanal. Tengah dubur (hemoroid) muncul dari arteri iliaka interna di
setiap sisi dan masuk pada bagian bawah rektum anterolaterally pada titik-titik variabel
tetapi biasanya di sepertiga bagian bawah rektum. Arteri rektal tengah tidak konsisten
dan tidak dapat diandalkan setelah ligasi arteri rektalis superior. Arteri rektalis inferior
(hemoroid) muncul dari arteri pudenda interna, cabang dari arteri iliaka interna, dan
melintasi fossa ischioanal di setiap sisi untuk memasok otot-otot sfingter anus. Meskipun
tidak ada anastomosis antara arteri rektalis superior, tengah, dan inferior, arteriografi
menunjukkan anastomosis intramural berlimpah, sehingga iskemia rektal adalah sebuah
peristiwa yang sangat langka bahkan setelah terjadindevascularisasi substansial.
Aliran vena dari rektum dan canal anal
Kembalinya darah dari rektum dan anal kanal terjadi oleh dua systemsâ portal dan
sistemik. Pada vena rektalis superior (hemoroid) mengalir bagian rektum dan bagian atas
kanalis anus ke dalam sistem portal melalui vena mesenterika inferior. Vena rektum
tengah meninggalkan bagian bawah rektum dan bagian atas dari anal kanal, mereka
bersama dengan arteri rektum media dan berhenti dalam vena iliaka internal. Pembuluh
darah rektalis inferior, berikut arteri yang sesuai, tiriskan bagian bawah kanalis analis
dengan cara pembuluh darah pudenda interna, yang bermuara di vena iliaka internal.
Aliran Limfatik
Aliran limfatik dari rektum bagian atas dan tengah masuk ke dalam nodus
mesenterika inferior. Aliran limfe bagian bawah bisa juga mengalir ke dalam sistem
mesenterika inferior tapi tidak mengalir ke sistem sepanjang bagian tengah dan inferior
arteri rektal, dibagian posterior sepanjang arteri sacral bagian tengah dan dibagian
anterior sepanjang celah di septum retrovesikal dan rektovaginal. Aliran diatas menuju
nodus iliaca dan berakhir di nodus periaorta. Limfatik dari anal kanal diatas garis dentage
mengalir melalui aliran limfa rektal superior ke nodus limfatik mesenterika inferior dan
bagian lateral ke nodus iliaca interna. Dibawah garis dentage aliran utama menuju nodus
inguinal tetapi bisa juga menuju nodus limfa rektal inferior atau superior.
2.2 DEFINISI KARSINOMA REKTI
Karsinoma rekti merupakan suatu keganasan pada kolon dan rektum yang khususnya menyerang rektum terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat Ca rekti merupakan kanker yang paling sering terjadi dan
penyebab kematian di negara berkembang. Tahun 2005 diperkirakan ada 145.290 kasus
baru karsinoma kolorectal di USA, 104.950 kasus terjadi dikolon dan 40. 340 kasus
terjadi di rektal. Pada 56.300 kasus dilaporkan angka kematian sebanyak 47.700 kasus
Ca kolon dan 8.600 Ca rektal. Ca rektal merupakan 11% dari kejadian kematian dari
semua jenis kanker. Dari seluruh pasien kanker rectal, 90% berusia lebih dari 50 tahun.
Hanya 5% yang berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki-laki memiliki insiden
terbanyak mengidap kanker rektal dibandingkan wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7
– 9:5.
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
a. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko karsinoma rekti, jika pada salah
satu keluarga atau saudara kandung ada yang mengidap karsinoma rekti maka faktor
risikonya lebih tinggi sekitar 2 kali lipat sampai 4x kali lipat dibandingkan dengan
orang yang tidak memiliki riwayat penyakit kanker di keluarga
Gen umum yang diubah pada kanker colorektal
Gen Kromosom Gen klass Fungsi Penjelasan
APC 5q Tumor suppressor Adhesi dan
komunikasi
antar sel
Mutasi pada FAP,
gardner’s, sindrom
turcot’s
DCC 18q Oncogen Adhesi dan
interaksi sel-sel
Tumor growth,
invasi dan
metastasis
P53 17p Tumor supressor Transkripsi
faktor gen yang
menghambat
pertumbuhan
tumor
> 50% kanker
rektum memiliki
mutasi p53
K-ras 12p Oncogen Sinyal
transduksi
50% kanker
rektum memiliki
aktivitas K-ras
hMSH2,
hMlh1,
hPMSI,
Hpms2
2p Ketidaksesuaian
perbaikan
Mengoreksi
kesalahan
replikasi DNA
HNPCC
b. Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi kanker
kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap,
dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation,
perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker.
Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion
memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan
displasia dan invasif karsinoma.
c. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat (buah-
buahan, sayur-sayuran, dan padi-padian) berkemungkinan besar untuk menderita
kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang
tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua
hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker
kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk
asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal.
Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan
perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida
dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel
kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen
reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan
kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang
secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari
pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi
pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah
akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,
karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif
dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis
dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini
dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon;
(b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya
resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel
yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker
kolorektal.
d. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1%
dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan
kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding
lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah
2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang
direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada
ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan
total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun.
Strategi yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi
sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa
kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat esensial untuk semua pasien yang
didiagnosa dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling
penting dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak
menyingkirkan adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah
tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat
antara para ahli patologi anatomi.
Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk menderita
kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis.
Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%.
Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma
pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat
strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada
saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan
adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.
e. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali
untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan
merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk
menderita adenoma yang berukuran besar. Diperkirakan 5000-7000 kematian karena
kanker kolorektal di Amerika dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian
alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan
asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan
asupan energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas
dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal,
yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study
telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan
terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan
meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
f. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita
adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158
per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per
100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda
(30-64 thn). Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia
lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker paru-paru (118 per 100.000)
dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48% kanker yang terdiagnosa pada
wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara (248 per 100.000), kanker kolon
(133 per 100.000), kanker paru paru (118 per 100.000) dan kanker lambung (75 per
100.000).Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker
kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat
bersamaan dengan usia.
2.5 GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik darah segar
maupun darah yang berwarna kehitaman.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saatBAB
Feses yang lebih kecil dari biasanya
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada
perut atau nyeri
Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Mual dan muntah
Rasa letih dan lesu
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah
gluteus
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis karsinoma rekti ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan rectal touche, dan pemeriksaan penunjang. Pasien yang diduga mengidap
kanker rekti dapat dilakukan prosedur diagnostik dari anamnesis dan dilanjutkan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan dilakukan biopsi.
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu :
1. Jumlah sel-sel darah yang untuk mengevaluasi anemia
2. Tes guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah didalam feses, karena pada
kanker rekti mengalami perdarahan yang intermitten
3. CEA (carcinoembriogenic antigen) adalah temukannya glikoprotein di membran sel
pada banyak jaringan termasuk kanker rekti. Antigen ini dapat dideteksi oleh
radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Tes ini
digunakan untuk prediktor prognosis postoperasi dan untuk deteksi kekambuhan
4. Dapat pula dengan Barium Enema. yaitu Cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri fotox-rays pada traktus
gastrointestinal bawah. Tetapi cara ini tidak nyata dalam menentukan kanker rekti
5. Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat
diambil untuk biopsi
6. Colonoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan
melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil
untuk biopsi
7. Biopsi. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors
8. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi,
indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein,
kalsium, dan kreatinin
9. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
2.7 STAGING
Ketika diagnosis kanker rektal telah ditegakkan, maka dilakukan prosedur untuk
menetukan stadium tumor. Tujuan ini dilakukan untuk mengetahui perluasan dan lokasi
tumor sehingga dapat dilakukan terapi secara tepat dan menentukan prognosis. The
American Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan dalam 4 stadium yaitu
stadium I – IV.
a. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum yaitu
pada mukosa saja, disebut dengan carcinoma in situ
b. Stadium I
Pada stadium I, kanker menyebar ke mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tetapi juga tidak menyebar ke bagian terluar
dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut Dukes A rectal cancer
c. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum dan meluas ke jaringan
terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer
d. Stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tetapi tidak menyebar ke
bagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer
e. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar ke organ tubuh lain seperti hepar, paru dan
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal
Klasifikasi TNM
T ( Klasifikasi)
TX Tumor tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti tumor primer
Tis Melanoma in situ : intaepitel atau invasi lamina propria
T1 Tumor invasi submucosa
T2 Tumor invasi muscularis propria
T3 Tumor invasi muskularis propria ke dalam subserosa atau menjadi non-
peritonealized atau jaringan pericolic atau perirectal
T4 Tumor mengivasi organ lain
N ( daerah kelenjar getah bening)
NX Tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening
N1 Metastasis 1 sampai 3 kelenjar getah bening
N2 Metastasis 4 atau lebih kelenjar getah bening
M ( Metastasis Jauh)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastatis jauh
Stage
Stages
0 Tis N0 M0
I T1, T2
IIA
IIB
III A
T3 N0 M0
T4 N0 M0
T1, T2 N1 M0
III B
IIIC
T3, T4 N1 M0
T apapun N2 M0
IV T apapun N apapun M1
2.8 PENATALAKSANAAN
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai
penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah
obstruksi, perforasi dan perdarahan.Tujuan ideal penanganan karsinoma adalah eradikasi
keganasan dengan preservasi fungsi anatomi dan fisologi. Kriteria untuk menetukan
jenis tindakan adalah letak tumor, jenis kelamin dan kondisi penderita.
1. Tumor yang berjarak <5cm dari anal verge dilakukan eksisi abdomino perineal.
2. Tumor yang berjarak 5-10 cm dari anal verge tindakan yang dapat dilakukan:
abdomino anal pull through resection
abdomino sacral resection
anterior resection dengan menggunakan sirkular stapler untuk anastomose
3. Tumor yang berjarak 10-16,5 cm dari anal verge dilakukan reseksi anterior standar.
Pada tumor yang kecil dan masih terlokalisir, reseksi sudah mencukupi untuk
kuratif. Pertimbangan untuk melakukan reseksi atau tidak pada karsinoma rektal tidak
hanya kuratif tetapi juga paliatif seperti elektro koagulasi dan eksisi lokal, fulgurasi,
endokaviti irradiasi atau braki terapi. Beberapa pilihan pada penderita berisiko tinggi
operasi dapat dilakukan laparoskopi, eksternal beam radiation, elektrokoagulasi, contact
radiotherapy, ablasi laser, eksisi lokal dan stent endoskopi. Sebelum melakukan tindakan
operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi
dan penyebaran tumor. Pada eksisi radikal rektum harus diusahakan pengangkatan
mesorektum dan kelenjar limfa sekitarnya.
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker kolorektal. Satu-satunya
kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utama tindak bedah ialah
memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Beberapa adalah
terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Terapi standar untuk
kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
Pemotongan bedah pada tumor, kolon yang berdekatan, dan kelenjar getah
bening yang berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker kolorektal.
Penanganan pembedahan bervariasi dari pengrusakan tumor oleh laser
photokoagulasi selama endoskopi sampai pemotongan abdominoperineal (APR =
abdominoperineal resection) dengan colostomy permanen. Bila memungkinkan,
spingkter anal dipertahankan dan hidari kolostomy.
Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus diberi sorotan sinar untuk
pemanasan langsung jaringan didalamnya. Panas oleh laser umumnya dapat
digunakan untuk merusak tumor kecil. Juga digunakan untuk bedah palliatif atau
tumor lanjut untuk mengangkat sumbatan. Laser photokoagulasi dapat dibentuk
berupa endoskopik dan digunakan untuk klien yang tidak mampu / tidak toleransi
untuk dilakukan bedah mayor.
Penanganan bedah lain untuk yang kecil, lokalisasi tumor termasuk
pemotongan lokal dan fulguration. Prosedur ini juga dapat dilakukan selama
endoskopi, dengan mengeluarkan jarum untuk bedah abdomen. Eksisi local dapat
digunakan untuk mengangkat pengerasan di rectum berisi tumor kecil, yang
differensiasi baik, lesi polipoid yang mobile / bergerak bebas. Fulguration atau
elektrokoagulasi digunakan untuk mengurangi ukuran tumor yang besar bagi klien
yang risiko pembedahan jelek. Prosedur ini umumnya dilakukan anesthesia umum
dan dapat dilakukan bertahap.
Banyak klien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah dari
kolon dengan anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan. Penyebaran
ke kelenjar getah bening regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi
metastasis. Sering tumor di bagian asending, transverse, desending, dan colon
sigmoid dapat dipotong. Tumor pada rektum biasanya ditangani dengan
pemotongan abdominoperineal dimana kolon sigmoid, rektum, dan anus diangkat
melalui insisi abdominal dan insisi perineal. Kolostomy sigmoid permanen
dilakukan untuk memfasilitasi pengeluaran feses.
Pemotongan bedah usus dapat dikombinasi dengan kolostomy untuk
pengeluaran isi usus / feses. Kolostomy adalah membuat ostomi di kolon. Dibentuk
bila usus tersumbat oleh tumor, sebagai pemeriksaan sementara untuk mendukung
penyembuhan dari anastomoses, atau sebagai pengeluaran feces permanen bila kolon
bagian distal dan rektum diangkat / dibuang. Kolostomy diberi nama berdasarkan :
asending kolostomi, trasverse kolostomi, desending kolostomi, dan sigmoid
kolostomi.
Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk kanker
rektum. Biasanya dilakukan selama reseksi / pemotongan abdominoperineal.
Prosedur ini meliputi pengangkatan kolon sigmoid, rektum, dan anus melalui insisi
perineal dan abdominal. Saluran anal ditutup, dan stoma dibentuk dari kolon
sigmoid proximal. Stoma berlokasi di bagian bawah kuandran kiri abdomen. Bila
colostomi double barrel, dibentuk dua stoma yang berpisah. Colon bagian distal
tidak diangkat, tetapi dibuat saluran bebas / bypass. Stoma proximal yang
fungsional, mengalirkan feces ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi dekat
dengan stoma ptoximal, atau di akhir dari bagian tengah insisi. Disebut juga mukus
fistula, stoma distal mengeluarkan mukus dari colon distal. Dapat dibalut dengan
balutan kasa 4 X 4 inci. Colostomi double barrel dapat diindikasikan untuk kasus
trauma, tumor, atau peradangan, dan dapat sementara atau permanen.
Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi sumbatan usus atau
perforasi yang disebut colostomi “transverse loop”. Selama prosedur, loop dari colon
transverse dibawa keluar dari dinding abdominal dan didigantungkan diatas tangkai
atau jembatan plastik, yang mencegah loop terlepas dari belakang ke dalam rongga
abdomen. Stoma loop dapat dibuka pada saat bedah atau beberapa hari kemudian
cukup di tempat tidur pasien. Jembatan dapat di buka dalam 1 – 2 minggu.
Kolostomi loop transverse biasanya sementara / tidak permanen.
Pada prosedur Hartmann, prosedur colostomi sementara, bagian distal dari
colon ditempatkan di kiri dan diawasi untuk ditutup kembali. Kolostomi sementara
dapat dibentuk bila usus istirahat atau dibutuhkan penyembuhan, seperti pemotongan
tumor atau peradangan pada usus. Juga dibentuk akibat injuri traumatik pada colon,
seperti luka tembak. Bedah penyambungan kembali atau anastomosa dari bagian
kolon tidak dilakukan segera karena kolonisasi bakteri berat dari luka kolon tidak
diikuti penyembuhan sempurna dari anastomosa. Berkisar 3 – 6 bulan diikuti
kolostomi sementara, kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosa colon (Harahap,
2004).
2. Radioterapi
Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari pengangkatan bedah
dari tumor usus. Bagi kanker rektal yang kecil, intrakavitari, eksternal, atau implantasi
radiasi dapat dengan atau tanpa eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperative
diberikan bagi klien dengan tumor besar sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi
radiasi megavoltase digunakan, kemungkinan dalam kombinasi dengan kemoterapi,
karsinoma rektal berkurang ukurannya, sel-sel jaringan limpatik regional dibunuh, dan
kekambuhan lamban atau tidak kambuh sama sekali (Berkow & Fletcher, 1992; way,
1994). Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan postoperatif untuk
mengurangi risiko kekambuhan dan untuk mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir luas
tidak diangkat dapat ditangani dengan mengurangi pemisah / hambatan dan
memperlambat berkembangnya kanker.
3. Kemoterapi
Agen-agen kemoterapi, seperti levamisole oral dan intravenous fluorouracil
(5-FU), juga digunakan postoperatif sebagai terapi ajuvan untuk kanker kolorektal.
Bila dikombinasi dengan terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan
survive bagi klien dengan stadium II dan III dengan tumor rektum. Keunggulan bagi
kanker kolon adalah bersih, tetapi kemoterapi dapat digunakan untuk menolong
mengurangi penyebaran ke hepar dan mencegah kekambuhan. Leucovorin dapat juga
diberikan dengan 5-FU untuk meningkatkan efek antitumor (Harahap, 2004).
4. Terapi Terkini
Metode pengobatan yang sedang dikembangkan pada dekade terakhir ini
adalah:
a. Target Terapi: memblokade pertumbuhan pembuluh darah ke daerah tumor
b. Terapi Gen
c. Modifikasi biologi dan kemoterapi: thymidy-late synthasedan 5 fluoro urasil
d. Extra corporal transcutaneuse aplication: ultrasonografi intensitas tinggi
Imunoterapi: Interleukin Limfokin-2 dan Alpa Interferon.
2.9 PROGNOSIS
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai
berikut :
Stadium I - 72%
Stadium II - 54%
Stadium III - 39%
Stadium IV - 7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit kambuh
pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang
mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.
Tumor poorly differentiated mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan
dengan well differentiated. Bila dijumpai gambaran agresif berupa ”signet ring cell” dan
karsinoma musinus prognosis juga buruk.
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita.
Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar limfa,
perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang
mempengaruhi rekurensi lokal.
DAFTAR PUSTAKA