bab i ktiku
DESCRIPTION
qaadTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harapan hidup penduduk Indonesia mengalami peningkatan jumlah dan
proporsi dari tahun 1980. Harapan hidup perempuan adalah 54 tahun pada
1980, kemudian 64,7 pada 1990, dan 70 tahun pada 2000. Bagi laki-laki angka
tersebut adalah 50,9 tahun pada 1980, 61 tahun pada 1990 dan 65 tahun pada
2000 (Darmojo 2009).
Jumlah lansia di Indonesia semakin bertambah. Tahun 1990 jumlah lansia
6,3 persen (11,3 juta orang), pada tahun 2015 jumlah lansia diperkirakan
mencapai 24,5 juta orang dan akan melewati jumlah balita yang pada saat itu
diperkirakan mencapai 18,8 juta orang. Laporan Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008 jumlah lansia 60 tahun keatas sebesar
7,5% atau 15 juta jiwa dibanding tahun 2000 sebesar 5,3% atau 9,5 juta jiwa
(Pujiastuti 2008).
Berdasarkan data di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah
lansia akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini akan mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan lansia, seperti sosial ekonomi, budaya, kesehatan
fisik dan mentalnya. Lansia harus mampu memenuhi kebutuhan dasarnya agar
dapat mempertahankan kondisi kesehatannya (Stevens 2000).
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa
dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga,
1
2
masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis
yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah
peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age
ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan
menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut.
Wirakartakusuma dan Anwar (2004) memperkirakan angka
ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan
tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun
1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7
orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan
pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus
menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke
atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang
lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun
psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam
bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan
yang negatif.
Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki
masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa perubahan: (1) perubahan penampilan pada
bagian wajah, tangan, dan kulit, (2) perubahan bagian dalam
tubuh seperti sistem saraf : otak, isi perut : limpa, hati, (3)
perubahan panca indra : penglihatan, pendengaran,
3
penciuman, perasa, dan (4) perubahan motorik antara lain
berkurangnya kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan
baru. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya
mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang
akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan
sosial mereka. Perubahan tersebut secara umum akan
berpengaruh pada tingkat kemandirian lansia dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Selain masalah penurunan fisik lansia juga mengalami masalah ekonomi.
Masalah ekonomi yang dialami orang lanjut usia adalah tentang pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan,
kesehatan, rekreasi dan sosial. Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun
menyebabkan mereka kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif.
Dengan demikian maka status ekonomi orang lanjut usia pada umumnya
berada dalam lingkungan kemiskinan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
orang lanjut usia tidak mandiri, secara finansial tergantung kepada keluarga
atau masyarakat bahkan pemerintah. Banyak lanjut usia dengan sia-sia mencari
pekerjaan. Upaya untuk mencari pekerjaan setelah pensiun mengalami
kesulitan, karena berbagai lowongan pekerjaan di berbagai media masa selalu
menghendaki tenaga kerja dengan pendidikan tinggi, penampilan menarik,
energik, loyalitas tinggi, dan usia maksimal yang dikehendaki pada umumnya
25–30 tahun. Jika hal ini dikaitkan dengan pencari kerja yang sudah lanjut usia
yang pada umumnya berpendidikan rendah, menurut Wirakartakusumah (2000)
4
sekitar 52,5 persen dari 13,3 juta lansia tidak pernah sekolah, tidak tamat SD
sekitar 27,8 persen atau 3,7 juta orang, sehingga dengan demikian 80 persen
lansia berpendidikan SD ke bawah dan tidak memenuhi beberapa persyaratan
yang dikehendaki perusahaan/industri maka membuat tenaga kerja lanjut usia
semakin tersingkir dari dunia kerja yang diharapkan. Kurangnya pasaran kerja
membuat mereka tidak mampu bersaing dengan orang-orang yang lebih muda
dan berpendidikan. Disamping itu menurunnya kondisi fisik yang tidak
mungkin dapat menyesuaikan dengan pekerjaan-pekerjaan yang memegang
prinsip efektifitas dan kualitas serta kuantitas yang tinggi ikut berpengaruh.
Dengan demikian pengangguran lanjut usia akan semakin banyak, dan lanjut
usia semakin berada pada garis kemiskinan dan semakin tergantung pada
generasi muda.
Maka dari itu dapat dikatakan lansia yang mempunyai tingkat kemandirian
tertinggi adalah pasangan lansia yang secara fisik kesehatannya cukup prima.
Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam
memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lansia yang memiliki anak
maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian mereka
diantaranya karena lansia telah terbiasa menyelesaikan pekerjaan dirumah
tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya (Ratna 2008). Hal
ini juga telah disampaikan Pudjiastuti (2003), bahwa tahap perkembangan
kemandirian bisa digambarkan antara lain dapat mengatur kehidupan dan diri
mereka sendiri atau mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang lain dan
keluarga.
5
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada tanggal 8 Maret 2011 di
Unit Rehabilisasi Sosial Dewanata Cilacap dengan mewawancarai salah
seorang pengurus panti, mengatakan bahwa di Unit Rehabilisasi Sosial
Dewanata jumlah lansia meningkat dari bulan sebelumnya dan pada bulan ini
terdapat 90 lansia pada bulan ini dan 28 orang lansia ditempatkan di ruang
isolasi di mana tempat tersebut para lansia masih sangat tergantung dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang gambaran tingkat kemandirian lansia dalam melakukan
aktivitas sehari-hari di Unit Rehabilisasi Sosial Dewanata Cilacap.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah
gambaran tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari di
Unit Rehabilisasi Sosial Dewanata Cilacap tahun 2011?”
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat
kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari di Unit
Rehabilisasi Sosial Dewanata Cilacap tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
6
a. Mengetahui tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas
sehari-hari berdasarkan kondisi kesehatan di Unit Rehabilitasi Sosial
Dewanata Cilacap.
b. Mengetahui tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas
sehari-hari berdasarkan hubungan sosial di Unit Rehabilitasi Sosial
Dewanata Cilacap.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran secara
nyata memperkuat dan mengembangkan teori yang ada serta menambah
wawasan ilmu pengetahuan berkenaan dengan tingkat kemandirian lansia
dalam melakukan aktivitas sehari-hari di Unit Rehabilisasi Sosial Dewanata
Cilacap dan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis
a. Bagi Lanjut usia
Dapat meningkatkan tingkat kemandirian lansia dalam melakukan
aktivitas sehari-hari di Unit Rehabilisasi Sosial Dewanata Cilacap.
b. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah di
dapat selama pendidikan serta menambah pengalaman dalam
melakukan penelitian ilmiah.
c. Bagi Unit Rehabilisasi Sosial Dewanata Cilacap
7
Sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada lanjut usia sehingga dapat membantu
meningkatkan kemandirian para lansia Unit Rehabilisasi Sosial
Dewanata Cilacap.