bab i ok
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan
banyak variabel yang mempengaruhinya. Sebagai suatu proses psikologis,
pendidikan tak dapat dipisahkan dari belajar mengajar. Dari perspektif
mengajar, pelakunya adalah guru/pendidik. Sedangkan dari perspektif belajar,
pelakunya adalah peserta didik. Dengan demikian, pendidikan adalah proses
interaksi pendidik dan peserta didik yang memiliki tujuan tertentu.
Pendidikan sebagai proses pada dasarnya membimbing peserta didik menuju
pada tahapan kedewasaan, dengan melalui program pendidikan sekolah
ataupun pendidikan luar sekolah, termasuk di dalamnya pendidikan dalam
keluarga serta lingkungan (Dinn Wahyudin, Supriyadi, Ishak Abduhak, 2006:
3.1).
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003,
Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan manusia menghadapi masa
depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara
kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antarbangsa. Bagi
2
pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia dan pandangan
tentang kehidupan hari kemudian yang bahagia. Dengan demikian, berbagai
macam model pendidikan sangat tergantung dari rumusan wujud atau jabaran
manusia yang sejahtera dengan berbagai dimensinya. Fungsi pendidikan
lainnya adalah peradaban, hasil karya manusia yang semula dimaksudkan
untuk mendukung kesejahteraan manusia. Mengingat peradaban sangat
evolusioner dan dinamis, berkembang dan berubah maka fungsi pendidikan
pun terus berubah dalam upaya terus mencapai kemajuan sesuai dengan
peradaban baru yang ingin diraih oleh suatu bangsa. Dalam hal ini,
pendidikan juga dipandang sebagai proses perubahan sosial terencana atau
reformasi damai (Umaedi, Hadiyanto, Siswantari, 2008: 1.3).
P. H. Coombs (dalam Dinn Wahyudin et al, 2006: 3.22-3.23)
mengungkapkan ada dua belas komponen pendidikan yang berkaitan dan
berhubungan satu sama lain. Adapun kedua belas komponen tersebut adalah
tujuan dan prioritas, peserta didik, manajemen, struktur dan jadwal, isi bahan
belajar, pendidik, alat bantu mengajar, fasilitas, teknologi, pengawasan mutu,
penelitian, ongkos pendidikan.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 151) mengatakan bahwa
proses pembelajaran tidak akan lepas dari tugas dan peran pengajar dan
pembelajar. Masing-masing memiliki posisinya sesuai dengan tugas dan
perannya. Tugas dan peran ini saling mengisi selama proses pembelajaran,
tidak ada salah satu pihak yang lebih besar perannya, karena keduanya berada
dalam satu arah dan tujuan yang sama.
3
Salah satu faktor yang dominan untuk dipertimbangkan dalam
melakukan proses belajar adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
merupakan komponen yang menjadi subjek dan sekaligus objek pendidikan.
Sebagai subjek pendidikan maksudnya peserta didik sebagai pihak yang
secara langsung terlibat dalam perencanaan ataupun pelaksanaan pendidikan.
Sedangkan sebagai objek, peserta didik merupakan pihak yang menjadi
sasaran layanan mengapa pendidikan itu dilaksanakan (Dinn Wahyudin et al,
2006: 3.22).
Sri Anitah W, dkk (2009: 2.13) mengatakan bahwa proses belajar
merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam belajar, esensinya adalah
rangkaian aktifitas yang dilakukan oleh siswa dalam upaya mengubah
perilaku yang dilakukan secara sadar melalui interaksi dengan lingkungan.
Proses belajar mengajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh desain pelajaran
maupun strategi yang diterapkan oleh guru dalam pembelajaran.
Pendidik merupakan komponen sumber daya insani yang melaksanakan
garapan pendidikan. Fungsinya memberi layanan untuk kelancaran proses
pembelajaran kepada peserta didik. Termasuk kelompok ini adalah tenaga
kependidikan lainnya, seperti pustakawan, petugas laboratorium, dan
sebagainya. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas peran guru.
Guru harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan model-model
pembelajaran yang inovatif (Dinn Wahyudin et al, 2006: 3.23).
Guru memiliki peranan yang sangat berat dan penting karena guru harus
bertanggung jawab atas terbentuknya moral siswa yang telah diamankan para
4
orang tua atau wali untuk menciptakan anak didiknya menjadi terdidik,
terbimbing, dan terlatih jasmani dan rohaninya. Maka guru adalah seorang
figur yang terhormat, dia menjadi ukuran dan pedoman bagi anak didiknya, di
tengah masyarakat sebagai suri tauladan (Martinis Yamin dan Bansu I.
Ansari, 2012: 9).
Seperti yang telah kita pahami bahwa tugas utama guru adalah
mengajar yang berarti membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan tertentu
atau kompetensi. Tujuan atau kompetensi tersebut telah dirumuskan dalam
kurikulum yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang menjadi persoalan ialah
bagaimana memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang dapat
menimbulkan aktivitas belajar yang baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
Menurut Gagne (dalam Sri Anitah W, dkk, 2009: 1.3) bahwa belajar
adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai
akibat pengalaman. Dari pengertian belajar tersebut, terdapat tiga atribut
pokok (ciri utama) belajar, yaitu: proses, perubahan perilaku, dan
pengalaman.
Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa belajar adalah proses mental
dan emosional atau proses berfikir dan merasakan. Seseorang dikatakan
belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan
itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi terasa oleh yang
bersangkutan. Hasil belajar yang berupa perubahan perilaku atau tingkah
5
laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik
yang berupa pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-nilai (sikap).
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari
pengalaman (interaksi dengan lingkungan), tempat proses mental dan
emosional terjadi. Belajar adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi di
dalam interaksi antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial.
Guru sebagai pendidik dituntut untuk pandai merekayasa pembelajaran
sesuai dengan kurikulum yang berlaku, serta dituntut untuk selalu kreatif dan
inovatif dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga pengalaman dan tujuan
dapat diterima siswa. Dengan demikian, siswa akan lebih aktif dan merasa
senang dalam pembelajaran. Tugas guru adalah sebagai motivator dan
fasilitator, bukan satu-satunya sumber belajar.
Djam’an Satori, dkk (2007: 1.18-1.19) mengatakan bahwa guru
dianggap sebagai suatu profesi bilamana ia memiliki pernyataan dasar,
keterampilan teknik serta didukung oleh sikap kepribadian yang mantap.
Dengan demikian, guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi,
yaitu kompetensi profesional, kompetensi personal (kepribadian), kompetensi
sosial, dan kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
dengan mengutamakan nilai kemanusiaan daripada nilai material.
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru
mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada
peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses
6
pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya
bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan
siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat
meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal (Aunurrahman, 2010: 140).
Akhir-akhir ini telah banyak ditemukan oleh para ahli teori-teori
metode pembelajaran yang baik, akan tetapi tidaklah semua teori dan metode
itu cocok dan pas pada semua materi pembelajaran di kelas. Seorang guru
dituntut untuk memiliki kemampuan dalam memilih strategi pembelajaran
yang baik dan efektif. Agar kegiatan belajar dapat berlangsung dengan baik
sehingga kualitas pembelajaran yang diinginkan dapat terwujud.
Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri. Bahasa Indonesia merupakan salah satu dari mata
pelajaran yang ada di kurikulum SD. Berdasarkan struktur kurikulum SD/MI,
Bahasa Indonesia mempunyai alokasi waktu, yaitu di kelas IV-VI lima jam
pelajaran per minggu (Permendiknas, 2006: 83).
Pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah aktivitas yang sistemik,
sistematis, dan terencana. Dikatakan sistemik karena di dalamnya terdapat
seperangkat subsistem yang saling berkaitan dan berinteraksi secara
fungsional untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Dikatakan sistematis karena dalam pelaksanaannya terdapat tatanan dan
tahapan yang bersifat prosedural dan berhubungan secara kronologis-kausatif.
Selanjutnya dikatakan terencana karena dalam pembelajaran terlihat jelas dan
7
tegas adanya dasar, arah/tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai (Solchan T.
W, dkk, 2008: 11.5).
Untuk mewujudkan ketiga karakteristik pelajaran bahasa, terdapat
beberapa permasalahan yang harus diantisipasi dan didudukkan secara
proporsional. Permasalahan tersebut berkaitan dengan tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, strategi pembelajaran, evaluasi, pengajar (guru), dan
siswa. Masing-masing subsistem mempunyai peranan penting dalam
pembelajaran khususnya pembelajaran Bahasa Indonesia.
Yusi Rosdiana, dkk (2009: 1.18) menyatakan bahwa fungsi umum
bahasa adalah sebagai alat komunikasi soaial. Bahasa sangat menyatu dalam
kehidupan manusia. Setiap manusia mempunyai anggota masyarakat.
Aktivitasnya sebagai anggota masyarakat sangat tergantung pada penggunaan
bahasa masyarakat setempat. Gagasan, ide, pemikiran, harapan, dan
keinginannya disampaikan dengan bahasa. Setiap masyarakat memiliki
bahasa dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut. Aksi dan reaksi
manusia dalam kelompok masyarakat bergantung pada bahasa yang
digunakan.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia terdapat empat aspek yang
saling berkaitan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Kegiatan siswa dalam kelas pun keempat keterampilan berbahasa tidak dapat
dipisah-pisahkan. Pada waktu siswa mendengarkan keterangan guru (ada
kegiatan mendengarkan dari kegiatan berbicara gurunya). Kemudian
mencatat apa-apa yang dianggap penting (kegiatan menulis). Jika siswa itu
8
bertanya tentang apa-apa yang belum dipahaminya (terdapat kegiatan
berbicara), kemudian dijawab oleh guru (ada kegiatan mendengarkan). Jadi
dalam berkomunikasi keempat keterampilan itu saling bergantian
kehadirannya, tidak mungkin hanya hadir satu keterampilan saja (Solchan T.
W, dkk, 2008: 7.5).
Mendengarkan dan berbicara merupakan aspek keterampilan berbahasa
ragam lisan, sedangkan membaca dan menulis merupakan aspek keterampilan
berbahasa ragam tulis. Mendengarkan dan membaca adalah keterampilan
berbahasa yang bersifat reseptif, sedangkan berbicara dan menulis adalah
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif (Yeti Mulyati, dkk, 2009:
1.15).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada guru dan siswa
kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun, diketahui
bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini masih cenderung guru yang
menjadi pusat pembelajaran (teacher centered). Guru hanya menggunakan
metode ceramah dan tanya jawab, sehingga siswa kurang termotivasi untuk
aktif dalam pembelajaran. Siswa merasa malu/tidak berani dalam bertanya
dan mengungkapkan ide/pendapat. Dengan demikian kemampuan berbicara
siswa belum terasah dengan baik di SD ini.
Kemampuan berbicara dapat dibedakan menjadi dua yaitu, kemampuan
dasar dalam kegiatan berbicara dan kemampuan lanjutan dalam kegiatan
berbicara. Kemampuan dasar dalam kegiatan berbicara meliputi berdialog,
menyampaikan pengumuman, menyampaikan argumentasi, dan bercerita.
9
Sedangkan kemampuan lanjutan dalam kegiatan berbicara meliputi
musyawarah, diskusi, dan pidato.
Solchan T. W, dkk (2008: 4.19) menyatakan bahwa, aspek berbicara
meliputi mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan,
dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman,
keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, gambar tunggal, gambar
seri, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesukaan/ketidaksukaan,
kegemaran, peraturan, tata tertib, petunjuk, dan laporan, serta mengapresiasi
dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa
dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair
lagu, pantun, dan drama anak.
Pembelajaran berbicara di kelas tinggi bertujuan untuk memupuk
keberanian siswa, mengungkapkan pengetahuan dan wawasan siswa, melatih
siswa menyanggah/menolak pendapat orang lain, melatih siswa berfikir logis
dan kritis, dan menghargai siswa menghargai pendapat orang lain (Solchan T.
W, dkk, 2008: 11.21).
Penelitian yang mempunyai relasi atau keterkaitan dengan penelitian ini
antara lain seperti penelitian skripsi yang ditulis oleh Hartono tahun 2011
dengan judul “297 Strategi Dan Penggunaan Metode Student Facilitator And
Explaining Pada Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia”. Hasil
penelitian ini menjelaskan bahwa model pembelajaran SFAE dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini ditandai dengan
peningkatan hasil belajar dari pra tindakan, siklus I dan siklus II, yaitu dari
10
prosentase keberhasilan kelas yang tuntas pada pra tindakan sebesar 41%
meningkat menjadi 62% pada siklus I dan meningkat menjadi 81% di siklus
II dengan persentase peningkatan dari pra tindakan ke siklus I sebesar 21%
dan dari siklus I ke siklus II sebesar 19%, sehingga prosentase peningkatan
hasil belajar siswa secara klasikal dari pra tindakan ke siklus II sebesar 40%.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran SFAE dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Disarankan saat guru menerapkan model SFAE, perlu diperhatikan
kemampuan siswa, sebab model ini menuntut siswa yang dapat membaca,
bertanggung jawab, memiliki kemampuan individu untuk menjadi fasilitator
dan membelajarkan siswa. Guru disarankan juga menggunakan variasi model
pembelajaran sehingga siswa tidak jenuh dan hasil belajar dapat meningkat.
Selain itu, penelitian lain dilakukan oleh Abram Rinekso L.
dan Aris Nasuha dengan judul “Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran
Student Facilitator And Explaining Terhadap Minat Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Tik Di Sma N 1 Mertoyudan Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil
penelitian menunjukkan minat belajar sebelum dan sesudah diberi
pembelajaran meggunakan metode ceramah dan strategi pembelajaran
Student Facilitator And Explaining yaitu pada kelas kontrol nilai rata-rata
minat belajar sebelum sebesar 58,44, dan sesudahnya sebesar 67,8. Pada kelas
eksperimen nilai rata-rata minat belajar sebelumnya sebesar 59,03, dan
sesudahnya 75,97. Dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata minat belajar
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Terdapat perbedaan
11
minat belajar yang signifikan antara penerapan strategi pembelajaran Student
Facilitator And Explaining dengan metode ceramah.
Terdapat persamaan dan perbedaan pada penelitian yang dilakukan
Hartono dengan Abram Rinekso L. dan Aris Nasuha. Persamaan pada
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model Student Facilitator And
Explaining. Sedangkan perbedaannya terdapat pada mata pelajaran dan
variabel bebas yang diteliti. Pada penelitian Hartono hanya sebatas
mendeskripsikan model Student Facilitator And Explaining pada mata
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sedangkan penelitian yang dilakukan
Abram Rinekso L. dan Aris Nasuha adalah untuk mengetahui pengaruh
model tersebut terhadap minat belajar pada mata pelajaran TIK.
Dari uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melihat
pengaruh model pembelajaran student facilitator and explaining terhadap
kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat dengan mengambil judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining Terhadap
Kemampuan Siswa Dalam Mengemukakan Pendapat Pada Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo
Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013”.
12
B. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat terarah, maka penelitian ini dibatasi dengan
fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Pokok bahasan pada penelitian ini adalah pada kelas IV semester II,
Kompetensi Dasar: 6.2 Menyampaikan pesan yang diterima melalui
telepon sesuai dengan isi pesan.
2. Penelitian ini dibatasi pada ranah kognitif.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah tersebut, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh model
pembelajaran student facilitator and explaining terhadap kemampuan siswa
dalam mengemukakan pendapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Siswa
Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun Tahun
Pelajaran 2012/2013?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah ada pengaruh model
pembelajaran student facilitator and explaining terhadap kemampuan siswa
dalam mengemukakan pendapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Siswa
Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun Tahun
Pelajaran 2012/2013.
13
E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian diharapkan
memberi manfaat secara teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat teoretis
dan manfaat praktis adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang pendidikan pada siswa,
terutama dalam hal keterampilan berbicara khususnya mengemukakan
pendapat.
b. Sebagai bahan atau referensi bagi para peneliti yang ingin
mengembangkan dunia pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang diharapkan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Bagi Siswa
1) Terciptanya pembelajaran yang menyenangkan sehingga menambah
antusias dan minat siswa terhadap pembelajaran.
2) Sebagai bahan informasi tentang pentingnya model pembelajaran
dalam mengembangkan kemampuan berbicara khususnya
mengemukakan pendapat.
b. Bagi guru
1) Sebagai referensi dalam mengajar bahasa Indonesia, penting untuk
memperhatikan anak secara spesifik berdasarkan kemampuan dan
karakteristik belajar anak.
14
2) Dapat meningkatkan kualitas mengajar guru, sehingga dalam
pembelajaran akan lebih efektif dan menyenangkan.
3) Dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang semula monoton
(teacher center) menjadi student center.
c. Bagi sekolah
1) Memberikan sumbangan keilmuan yang baik bagi sekolah dalam
perbaikan proses pembelajaran.
2) Meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan sekolah, sehingga
dapat memberdayakan sekolah tersebut kepada masyarakat.
d. Mahasiswa
1) Dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan tentang
model pembelajaran.
2) Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam membuka
cakrawala berfikir mereka akan pentingnya model pembelajaran.
F. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi salah persepsi atas judul ini, maka perlu didefinisikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan
model pembelajaran di mana siswa/peserta didik belajar
mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta didik lainnya.
Dalam penelitian ini dimulai dari guru menyampaikan kompetensi yang
ingin dicapai, guru memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan
15
kepada siswa lainnya, selanjutnya guru menyimpulkan ide/pendapat dari
siswa.
2. Kemampuan mengemukakan pendapat adalah salah satu prinsip dari
pendekatan keterampilan proses, yaitu kemampuan mengomunikasikan
hasil. Kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang harus
dikuasai siswa dalam keterampilan berbicara. Dalam pembelajaran
bahasa Indonesia, misalnya siswa dilatih untuk menyusun laporan hasil
pengamatannya, kemudian mempresentasikannya di depan kelas dalam
sebuah kegiatan diskusi (Puji Santosa, 2008: 2.24). Penilaian pada
keterampilan ini menggunakan tes diskusi, dilakukan dengan cara
disajikan suatu topik dan pembicara diminta untuk mendiskusikannya.
Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pembicara dalam
menyampaikan pendapat, mempertahankan pendapat, serta menanggapi
ide dan pikiran yang disampaikan oleh peserta lain (Kundharu Saddhono
dan St. Y. Slamet, 2012: 59-60).