bab i pendahuluan 1.1 latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102997/potongan/s2... ·...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah (Wijana, 1996:6). Menurut Cahyono (1995:217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan. Menurut Purwo (1984:1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berubah-ubah, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam itu oleh Nababan (1987:40)disebut deiksis. Suatu informasi pada dasarnya menyaratkankecukupan dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan muncul ketika informasi itu hanya dipahami dari konteksnya, karena dalam pemahaman konteks diperlukan kemampuan khusus yang tentunya terkait erat dengan deiksis yang digunakan dalam konteks tersebut.Konteks terkait erat dengan deiksis, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi.

Upload: votuyen

Post on 07-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau

berpindah-pindah (Wijana, 1996:6). Menurut Cahyono (1995:217), deiksis adalah

suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang

hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi

situasi pembicaraan.

Menurut Purwo (1984:1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila

rujukannya berpindah-pindah atau berubah-ubah, tergantung siapa yang menjadi

pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik

terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase

yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam

itu oleh Nababan (1987:40)disebut deiksis.

Suatu informasi pada dasarnya menyaratkankecukupan dalam struktur

internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat

memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan muncul ketika informasi itu hanya

dipahami dari konteksnya, karena dalam pemahaman konteks diperlukan

kemampuan khusus yang tentunya terkait erat dengan deiksis yang digunakan

dalam konteks tersebut.Konteks terkait erat dengan deiksis, yaitu istilah yang

digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu

informasi.

2

Walaupun sudah cukup banyak pembahasan deiksis baik dalam buku-buku

teori tertentu maupun dalam buku-buku grammar, namun masih sedikit deiksis

disinggung dan disoroti, deiksis hanya menjadi bagian kecil dalam suatu

pembahasan.Deiksis hanya di dilibatkan secara ala kadarnya saja dan tidak cukup

mendetail. Padahal deiksis sangat penting sekali dalam suatu pemahaman baik

pembelajar Bahasa Inggris di tingkat bawah (beginner) apalagi di tingakat atas

(intermediate)agar tidak menimbulkan multiinterpretasi dan kesalahpahaman

sekaligus agar sebuah wacana atau konteks itu tercapai maksud dan tujuannya.

Penelitian kecil yang peneliti lakukan kepada beberapa siswa usia 7-8 tahun

yang mana anak ini diberikan tuturan seperti contoh di bawah. Dari tuturan

tersebut diberikan kosakata yang mereka anggap sulit.Kemudia beberapa siswa

tersebut ditanya tentang maksud dari tuturan.Ternyata sebagian besar dari mereka

tidak paham terhadap tuturan yang diberikan.Beberapa siswa ini mengahasilkan

sedikit data menunjukkan persoalan yang cukup serius dan harus segera dicari

jalan keluarnya.Deiksis masih menjadi masalah besar bagi pembelajaran yaitu di

kalangan siswa.Deiksis ini merupakan salah satu cara yang bisa dipakai untuk

memahami tuturan.

Kenyataannya, meskipun deiksis ini selalu dipakai dalam memahami sebuah

konteks, masih banyak ditemukan kesulitan dan kesalahan dalam memahami

konteks tersebut, pada kalangan siswa. Contoh tuturan yang diambil dari buku

pegangan siswa, Zaida (2013:4):

(1) Where is Timothy? I need to speak to him.

‘Dimana Timothy? Saya perlu bicara dengannya.’

3

(2) The car is very dirty. Mum is washing it.

‘Mobil sangat kotor. Ibu sedang menyucinya.’

(3) This is my book. That is hers.

‘Ini buku saya. Itu bukunya(perempuan).’

(4) This book is mine.

‘Buku ini milik saya.’

(5) This pen is mine and that one is his.

‘Bolpoin ini punya saya dan itu bukunya (laki-laki).’

Zaida (2013:4):

Pembuktian deiksis

(1) Where is Timothy? I need to speak to him.

‘Dimana Timothy? Saya perlu bicara dengannya.’

Kalimat (1) akan susah dihapami ketika hanya dituliskan dengan I need to speak

to him. Yang menjadi pertanyaan adalah siapa him itu. Hal yang semacam inilah

yang membuat kalimat tidak terlepas dengan konteks. Dan konteks sangat

berperan penting dalam suatu pemahaman.

(2) The car is very dirty. Mum is washing it.

‘Mobil sangat kotor. Ibu sedang menyucinya.’

Pada kalimat (2) tentunya akan membingungkan dan sulit dipahami ketika hanya

dituliskan dengan mum is washing it. Karena akan timbul pertanyaan apa yang

dicuci mama, dari situ dapat dirumuskan bahwa koteks berperan penting dalam

suatu pemamahan bahasa. Dalam pemahaman bahasa dan tidak bisa terlepas

dengan konyeks inilah yang biasa disebut dengan deiksis.

4

(3) This is my book. That is hers.

‘Ini buku saya. Itu bukunya(perempuan).’

Pada kalimat (3) that is hers akan susah untuk dipahami karena that dan

hers tidak jelas mengacu pada siapa. Oleh karena itu perlu kalimat sebelumnya

yaitu this is my book. Kedua kalimat tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama

lain dalam hal pemahaman konteks.

(4) Those are Andy’s books. This is mine.

‘Itu buku-buku Andi. (Buku) ini milik saya.’

Demikian juga pada kalimat (4) this is mine, akan susah untuk dipahami karena

memerlukan kalimat sebelumnya yaitu those are Andy’s books barulah kalimat

kedua dapat dipahami sepenuhnya. Hal sepertinya iniah yang biasa disebut

dengan deiksis, kalimat yang tidak pernah terlepas dari kalimat sebelumnya.

(5) This pen is mine and that one is his.

‘Bolpoin ini punya saya dan itu bukunya (laki-laki).’

Pada kalimat (5) ketika pembaca hanya berfokus pada kalimat that one is

his, pembaca akan mengalami kebingungan dalam memahami kalimat tersebut,

oleh karena itu this pen is mine menjadi penentu untuk memahami kalimat

setelahnya.

Dari kelima contoh data di atas pada awalnya siswa ini mengalami

kesulitan ketika gurunya bertanya kata him pada data (1). Bentuk kesulitannya

adalah kebingungan untuk membedakan antara him itu untuk dia laki-laki atau

perempuan.Demikian pula dengan kalimat-kalimat selanjutnya, pada data (2)

misalnya, siswa tersebut masih mengalami kebingungan untuk mengartikan kata

5

itkarena siswa awalnya beranggapan bahwa it mengacu pada dirty ‘kotor’.

Kemudian pada data (3), siswa juga mengalami kesulitan untuk memahami kata

hers, demikian juga pada data (4) dan (5) yang mana siswa mengalami

kebingungan juga pada kata mine dan his.

Penjabaran yang lain ditunjukkan oleh Frege (1967: 24)viaLevinson

(2004:5-6) ketika seseorang ingin mengatakan sesuatu yang sama seperti apa yang

dia ucapkan kemarin, dia menggunakan ‘yesterday’ untuk mengantikan ‘today’.

Meskipun apa yang diungkapkan adalah sesuatu hal yang sama, tetapi secara

verbal ungkapan ini harus diungkapkan secara berbeda sehingga perbedaan

pengungkapan waktu ini bisa disesuaikan dan dimengerti.

Hal yang sama juga berlaku pada kata-kata seperti ‘here’ dan ‘there’, dalam

hal ini apa yang tertulis bukanlah seperti apa yang ada dalam pikiran.Oleh karena

itu, dibutuhkan penunjukan dengan jari, gerakan tangan dan juga tatapan mata

sehingga bisa mendapatkan pengertian yang benar.Moeliono(2003:42)

mendefinisikan deiksis sebagai berikut, deiksis adalah gejala semantis yang

terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan

memperhitungkan situasi pembicaraan. Kata atau konstruksi seperti itu bersifat

deiksis.

Jadi, kedua linguis Cahyono maupun Moeliono menyebutkan keterkaitan

antara deiksis dengan sesuatu yang diacu dan dipengaruhi oleh situasi

pembicaraan.

Kategori deiksis secara tradisional membagi deiksis menjadi tiga, yaitu

deiksis persona (person deixis), deiksis ruang (place deixis) dan deiksis waktu

6

(time deixis) Levinson, (1983:62). Ketiga kategori ini disebut oleh Huang

(2007:136) sebagai tiga kategori dasar deiksis. Selain ketiga kategori deiksis

tersebut di atas, Levinson dan Huang menambahkan dua kategori lagi, yaitu

deiksis wacana (discourse deixis) dan deiksis sosial (social deixis).

Penelitian ini akan membahas tiga kategori dasar deiksis, yaitu deiksis

persona (person deiksis), deiksis ruang (place deixis) dan deiksis waktu (time

deixis).Hal ini di lakukan karena masih perlunya pembahasan terperinci mengenai

deiksis baik itu deiksis tradisional seperti deiksis persona, lokatif dan waktu

ataupun deiksis wacana dan sosial.Sejauh ini pembahasan mengenai deiksis

wacana dan deiksi sosial hanya dilakukan oleh Levinson dan Huang.

Contoh Anderson (2003:7-10):

(6) My dear, whatever do you mean? Asked his mother, the Queen, “We

have met lots of charming girls.”

‘Anakku sayang, apapun alasanmu?tanya ibunya (sang ratu), “kita telah

bertemu dengan banyak wanita yang mempesona.”

(7) Once upon a time, sitting beneath a lily tree, there was a handsome

young man. He was Real Prince.

‘Dahulu kala, duduklah dibawah sebuah pohon lili, seorang laki-laki yang

rupawan dan masih muda. Dialah sang pangeran sejati.’

Data (6) di atas dapat dianalisis sebagai berikut.

Penutur: the Queen

Situasi: Percakapan terjadi pada situasi ketika kerajaan sedang mempunyai

hajat besar, yaitu mencarikan calon putri untuk pangeran, yang sudah saatnya naik

7

tahta, dan harus segera mempunyai pendamping hidup untuk menemani pangeran

memimpin rakyatnya. Hubungan antara penutur dan mitra tutur adalah ibu dan

anak kandung, yang merupakan putra satu-satunya sekaligus penerus tahta

kerajaan setelah ayahandanya wafat. Dari data (6) di atas dapat ditemukan salah

satu deiksis yaitu deiksis persona pada kata we.

Data (7) diatas dapat dianalisis sebagai berikut.

Penutur: narator

Situasi: Di sebuah tanah yang lapang, yang dipenuhi dengan bunga, pohon

dan sunyi, bersandarlah seorang laki-laki muda yang begitu menawan di bawah

pohon lili. Laki-laki muda dan menawan tersebut adalah sang pangeran yang

sedang gundah, berfikir keras kiranya siapa yang akan menjadi pendamping

hidupnya kelak, untuk memimpin rakyatnya. Tentunya sang pangeran

mengharapkan sosok yang selama ini begitu di idamkannya, putri cantik, penuh

kasih.

Pada percakapan di atas terdapat kata yang mengandung keterangan waktu

‘once upon atime’. Kata ini digunakan untuk menjelaskan bentuk rentang waktu

yangdimaksudkan oleh narator. Narator menggunakan kata keterangan waktu

dahulu kala untuk menceritakan kejadian yang telah terjadi di masa lalu ketika

cerita ‘The Princess and the Pea’ berlangsung dan sudah berlalu.Oleh karena itu,

kata keterangan waktu ini dapatdikategorikan ke dalam jenis deiksis waktu yang

juga terkait dengan referen ruang yaitu beneath a lily tree. Pada data (7) tersebut

bersifat anaphora karena he pada kalimat tersebut terdapat proses berkelanjutan

yang digunakan untuk mengidentifikasi sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya

8

a handsome young man.Bentuk deiksis waktu yang tampak dari data (7) dapat

diperkuat dengan kalimatberikutnya yang menggunakan tobe bentuk lampau yaitu

‘was’untukmempertegas sesuatu yang sudah terjadi di masa lampau.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam “Deiksis dalam Bahasa Inggris” ini antara

lain:

a. Bagaimana bentuk dan fungsi deiksis persona dalam bahasa Inggris?

b. Bagaimana bentuk dan fungsi deiksis lokatif dalam bahasa Inggris?

c. Bagaimana bentuk dan fungsi deiksis temporal bahasa Inggris?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan penulisan ‘Deiksis dalam Bahasa Inggris’ adalah

sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan bentukdan fungsi deiksis persona dalam bahasa

Inggris.

b. Mendeskripsikan bentuk dan fungsi deiksis lokatif dalam bahasa

Inggris.

c. Mendeskripsikan bentuk dan fungsi deiksis temporal dalam bahasa

Inggris

9

1.3.2 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat berguna bagi berbagai

pihak terutama dalam pengajaran bahasa Inggris dan memberikan beberapa

manfaat lain, baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat-manfaat tersebut

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan

untuk pengajaran bahasa Inggris dan ilmu bahasa (linguistik), yaitu berupa

deiksis dalam bahasa Inggris. Temuan penelitian ini akan dapat digunakan

sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk penelitian lain yang

relevan.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Pembelajar bahasa Inggris akan dapat menggunakan temuan

penelitian ini untuk bisa mempermudah proses pengajaran dan

pembelajaran. Sehingga diharapkan pengajar dan pembelajar bahasa Inggris

akan mampu berkomunikasi dengan efektif dan efisien.Temuan penelitian

ini akan dapat digunakan sebagai masukan dalam bidang pengajaran bahasa

asing khususnya bahasa Inggris, yang akan dapat dimanfaatkan oleh

pengajar untuk memperkaya bahan pengajaran dan mempermudah

pengajaran. Penelitian ini juga diharapkan akan dapat mendorong minat

untuk melakukan penelitian pragmatik dengan menggunakan objek

penelitian lainnya yang berbeda. Akhirnya, penelitian ini diharapkan akan

dapat memperkaya penelitian yang sudah ada terkait dengan pragmatik.

10

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang

dapat dijadikan pedoman bagi peneliti untuk menyusun tesisnya, antara lain:

Green (1992) dalam penelitiannya study of deixis in relation to lyric poetry

meneliti tentang sebuah pengujian dalam peranannya dibidang satra khususnya

pada puisi.Novitayanti (2013) meneliti deiksis pada pidato presiden Barack

Obama di Universitas Indonesia Jakarta.Novitayanti menggunakan pendekatan

kualitatif yang deiksisnya dianalisis dengan teori Levinson.Kemudian Agustina

(2013) juga meneliti deiksis.Agustina memfokuskan pada ekspresi yang deikstis

pada novel Twilight-Breaking Down jilid 1 yang ditulis oleh Stephenie Meyer.

Agustina juga menggunakan pendekatan kualitatif dalam menganalisis ekspresi

deiksis yaitu mengikuti teori Levinson.��������(2012) dalam penelitiannya the

use of deictic elements in ælfric’s catholic homilies.Incluraite meneliti tentang

fenomena deiktis yang menurut beliau masih menjadi dominan topic dalam

pragmatik. Menurut beliau deiktik merupakan ekspresi yang refennya akan sesalu

berubah-ubah sesuai dengan konteknya.

Rahyono (2002) yang meneliti tentang ekspresi deiktis dalam bahasa Jawa.

Dalam penelitiannya, Rahyono menyebutkan bahwa tingkat tutur dalam bahasa

Jawa, yang memiliki sistem yang teratur dan terperinci dalam pembagian ragam

tuturnya, dapat mencakup semua partisipan tutur yang ada, sesuai dengan kondisi

sosialnya masing-masing. Setiap orang yang bertindak sebagai partisipan tutur

dapat memilih bentuk pronomina yang sesuai dengan hubungan perannya

terhadap orang lain yang diacunya dalam tindak tutur. Dalam bahasa Jawa

11

terdapat ragam bahasa ngoko dan non ngoko atau krama yang terkait erat dengan

deiksis sosial. Sistem pembagian ruang dalam bahasa Jawa secara deiktis

dibedakan menjadi tiga, yaitu dekat, tidak dekat, dan jauh. Pembagian deiktis

tersebut dinyatakan oleh bentuk pronomina demonstratif. Untuk mengetahui

kedekatan obyek yang diacu sangat tergantung pada konteks tindak tutur yang

bersangkutan. Pembicara dapat menggunakan kata “iki”atau“kene”, misalnya,

untuk merujuk pada obyek yang ada pada dirinya, maupun lokasi yang

melingkupinya di saat kawan bicara termasuk di dalamnya.

Deiksis dalam bahasa Indonesia diteliti secara rinci dalam disertasi Purwo

(1984) yang membedakan antara deiksis luar-tuturan atau eksofora dan deiksis

dalam-tuturan atau endofora. Permasalahan yang diangkat dalam eksofora adalah

bidang semantik leksikal, meskipun bidang sintaksis tidak dapat dilepaskan sama

sekali dari pembahasan bidang semantik leksikal ini. Sedangkan endofora lebih

menyoroti masalah sintaksis. Deiksis luar tuturan dibedakan menjadi deiksis

persona, deiksis ruang dan deiksis waktu.

Topik mengenai deiksis juga diangkat oleh Prasetiani (2004) dengan judul

‘Deiksis dalam Bahasa Arab’. Penelitian ini mendeskripsikan deiksis dalam

bahasa Arab dan kata-kata dalam bahasa Arab yang dapat diidentifikasikan

bersifat deiksis, serta untuk mengetahui kapan kata-kata tersebut bersifat deiktis

atau nondeiktis. Ancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

ancangan kualitatif. Penelitian ini terbatas pada analisis kosakata bahasa Arab

ragam standar yang terdapat pada Al-Qur'an dan surat kabar. Data diperoleh dari

beberapa sumber data seperti Al-Qur'an, beberapa buku pelajaran bahasa Arab,

12

dan surat kabar. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa deiksis dalam bahasa

Arab mencakup lima jenis deiksis yaitu deiksis persona, ruang, waktu, sosial, dan

wacana. Pada deiksis persona, semua bentuk pronomina persona dalam bahasa

Arab dapat dikategorikan sebagai deiksis, sedangkan pada deiksis ruang dan

waktu, tidak semua kosakata yang mempunyai makna ruang dan waktu dapat

dikategorikan sebagai deiksis. Dalam kosakata bermakna ruang, yang termasuk

deiksis adalah pronomina demonstratif dan beberapa verba yang menyatakan

perpindahan lokasi.

Kemudian deiksis juga diangkat oleh Rahman (2012) dalam ‘Deiksis dalam

Bahasa Jerman’ yang membahas deiksis persona, lokatif (ruang) dan temporal

(waktu). Bentuk pronomina persona bahasa Jerman bisa bersifat deiktis dan juga

ada yang bersifat non-deiktis. Pada deiksis ruang dan deiksis waktu, tidak semua

leksem yang mempunyai makna ruang dan waktu dapat dikategorikan sebagai

deiksis.

Isgoentiar (2012) dalam “ Deiksis pada Novel Charlotte’s Web” Karya E. B.

White: Kajian Pragmatis. Terdapat 3 jenis deiksis yang muncul pada percakapan-

percakapan dalam novelCharlotte’s Web karya E. B. White yaitu: deiksis persona,

deiksis tempat, dandeiksis waktu. Dari ketiga jenis deiksis ini, deiksis persona

merupakan jenisdeiksis yang paling banyakditemukan pada percakapan-

percakapan dalamnovel Charlotte’s Web karya E. B. White ini.

Penelitian-penelitian sebelumnya tersebut menjadi pijakan yang sangat

membantu dalam penelitian ini.Pembeda antara penelitian ini dengan penelitian-

penelitian terdahulu dan sebelumnya adalah dalam penelitian ini dibahas juga

13

mengenai titik labuh deiksis dan juga pembalikan deiksis dalam bahasa Inggris.

Selain itu, sumber data dalam penelitian ini tidak hanya surat kabar atau novel

seperti penelitian sebelumnya, tetapi juga terkait dengan skrip film, buku-buku

bacaan terkait linguistik, dan buku-buku dalam dunia pengajaran (belajar

mengajar) lainnya yang sumber data sekaligus bertujuan agar pengajaran yang

terkait dengan deiksis ini menjadi hal yang tidak rumit dan mudah untuk diajarkan

ataupun dipelajari.

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Pengertian Pragmatik

Pragmatik menurut International Pragmatics Association (IPRA) ialah

penyelidikan bahasa yang menyangkut seluk beluk penggunaan bahasa dan

fungsinya Soemarmo dalam setiawan (2013:1). Yule (1996:3) menyebutkan 4

definsi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara, (2) bidang

yang mengkaji makna menurut konteksnya, (3) bidang yang melebihi kajian

tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau

terkomunikasikan oleh pembicara, dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi

menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan

tertentu.

Menurut Levinson (1983:9), ilmu pragmatik didefinisikan sebagai kajian

dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian

bahasa. Pengertian bahasa mengnunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti

sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata

dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya.

14

Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa mengaitkan kalimat-

kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat- kalimat itu(Nababan,

1987:2).

Levinson (1983) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, memberikan

beberapa batasan tentang pragmatik. Beberapa batasan yang dikemukakan

Levinson antara lainmengatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara

bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan

ini berarti untuk memahami pemakaian bahasa kita dituntut memahami pula

konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Batasan lain yang

dikemukakan Levinson mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang

kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks

yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.

Leech (1983:6) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam bidang

linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini disebut

semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik dan

komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang

saling melengkapi. Pragmatik dibedakan menjadi dua hal: a. Pragmatik sebagai

sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pragmatik sebagai

bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa.

b. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar.

Pragmatik mengarah kepada kemampuan menggunakan bahasa dalam

berkomunikasi yang menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau

ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Faktor-faktor

15

tersebut yaitu siapa yang berbahasa, dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi

apa, dalam konteks apa, jalur yang mana, media apa dan dalam peristiwa apa

sehingga dapat disimpulkan bahwa pragmatik pada hakekatnya mengarah pada

perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya sesuai

dengan faktor-faktor penentu dalam tindak komunikatif dan memperhatikan

prinsip penggunaan bahasa secara tepat.

1.5.2 Pengertian Deiksis

Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis, praanggapan, tindak tutur,

dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang tidak memiliki referen yang

tetap (tetapi berubah-ubah). Selain konteks, deiksis, implikatur tuturan dan

presuposisi akan membantu dalam penafsiran makna tuturan. Deiksis adalah satu

di antara fenomena lingual yang universal. Setiap bahasa memiliki ekspresi

deiksisnya masing-masing yang dapat difungsikan untuk mengacu pada sesuatu

dalam berkomunikasi. Sebatas itu mudah dipahami bahwa tanpa pelibatan

penggunaan ekspresi deiksis di dalamnya komunikasi tersebut tidak akan seefektif

dan seefisien komunikasi yang melibatkan penggunaan ekspresi deiksis di

dalamnya Huang, (2007:132). Kata deiksis (deixis) berasal dari kata Yunani

deiktikos, yang berarti hal penunjukan secara langsung. Menurut Wijana (1996:6),

deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen yang berubah-ubah atau

berpindah-pindah. Sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya

berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi

pembicara dan tergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu

16

Purwo, (1984:1-2). Bahan kajian deiksis mengacu pada bahan kajian yang berupa

kata-kata yang rujukannya atau referennya berpindah-pindah. Ujaran dalam suatu

bahasa tersebut dibuat oleh orang tertentu (pembicara) dan biasanya ditujukan

kepada orang lain yang tertentu pula (pendengar) Lyons, (1995:269-270).

Hubungan antara bahasa dengan konteks yang melalui acuan di berbagai

konteks tesebut maka dapat diperoleh makna ungkapan-ungkapan deiksis

Cummings (2007:31-42).Seorang penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya

seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik itu pada orang, waktu

maupun tempat. Kata-kata yang lazim disebut dengan deiksis tersebut berfungsi

untuk menunjukkan sesuatu, sehingga keberhasilan suatu interaksi antara penutur

dan lawan tutur sedikit banyak akan tergantung pada pemahaman deiksis yang

dipergunakan oleh seorang penutur. Deiksis bersandar pada konteks untuk bisa

diinterpretasi secara penuh. Konteks yang relevan pada deiksis adalah ruang dan

waktu, dan lokasi penutur dalam konteks ruang dan waktu adalah pusat di mana

sistem deiksis berjalan. Suatu misal kata heredi sini dan there di sana

berhubungan dengan dekatnya atau jauhnya sesuatu dari penutur, dan kata

nowsekarang dan thenkemudian diinterpretasikan kepada waktu pertuturan.

Pronomina persona juga merupakan salah satu kategori deiksis, karena makna

pronomina persona bergeser secara terus menerus ketika percakapan berganti

sehingga kita harus tahu siapa yang bertutur untuk mengetahui acuan tuturan

tersebut Evans & Green, (2006:498-499).

Levinson (1983:55) memberikan contoh untuk mengambarkan pentingnya

informasi deiksis. Suatu misal Anda menemukan sebuah botol di pantai berisi

17

surat dengan pesan sebagai berikut (8) Meet me here a week from now with a

stick about this bigyangdapat diterjemahkan dengan (temui saya di sini seminggu

setelah hari ini dengan membawa tongkat sebesar ini). Kalimat (8) ini tidak

memiliki latar belakang kontekstual sehingga tidak informatif. Dalam kalimat (8)

kita tidak tahu siapa yang harus kita temui, di mana atau kapan kita harus

menemuinya, atau seberapa besar tongkat yang harus kita bawa.

1.5.3 Deiksis Orang (Persona)

Deiksis orang adalah pemberian rujukan kepada orang atau pemeran serta

dalam peristiwa berbahasa Agustina (1995:43). Djajasudarma (2010:51)

mengistilahkan dengan deiksis pronomina orangan (persona), sedangkan Purwo

(1984:21) menyebutkan dengan deiksis persona. Dalam kategori deiksis orang,

yang menjadi kriteria adalah peran pemeran serta dalam peristiwa berbahasa

tersebut Nababan (1987:41). Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti

orang menjadi tiga yaitu, kata ganti ‘orang pertama’ misal: I, ‘orang kedua’

misal: me, dan ‘orang ketiga’ misal: mine.

Dalam sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada

dirinya sendiri, seperti ‘saya’ I, ‘aku’ I, ‘kami’ we, dan ‘kita’ we. Orang kedua

adalah kategori rujukan kepada seseorang atau lebih pendengar atau siapa yang

dituju dalam pembicaraan, seperti ‘kamu’ you, ‘engkau’ you, ‘anda’ you, dan

‘kalian’ you. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan

pembicara dan bukan pula pendengar, seperti ‘dia’ he/she, ‘ia’ he/she, ‘beliau’

he/she, ‘-nya’ his/her, dan ‘mereka’ they. Contoh pemakaian deiksis orang dapat

dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.

18

1. Mengapa hanya ‘saya’ yang diberi tugas berat seperti ini?

2. ‘Saya’ melihat ‘mereka’ di pasar kemarin.

Kata-kata yang di dalam tanda petik seperti contoh-contoh tersebut di atas

adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis

orang. Contoh kata seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau

rujukan dari yang dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa.

1.5.4 Dieksis Tempat (Lokatif)

Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat

yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu Agustina

(1995:45). Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara ‘di sini’ here, ‘di

atas’ above, ‘disebelah sana/disana’ over there/right there, ‘di kiri’ left. Hal ini

dikarenakan ‘di sini’ lokasinya dekat dengan si pembicara, ‘di situ’ lokasinya

tidak dekat pembicara, sedangkan ‘di sana’ lokasinya tidak dekat dari si

pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar. Purwo (1984:37) mengistilahkan

dengan deiksis ruang dan lebih banyak menggunakan kata penunjuk seperti

‘dekat’ near, ‘jauh’ far, ‘tinggi’tall, ‘pendek’short, ‘kanan’ right, ‘kiri’ left, dan

‘di depan’ in frontdengansyarat-syarat tertentu, misal:

(a) Klaten dekat dengan Yogyakarta. �tidak bersifat deiktis

(b) Rumah Rosi dekat dengan rumah saya.�bersifat deiktis

Sedangkan Djajasudarma (2010:65) mengistilahkannya dengan dieksis

penunjuk.

Contoh penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat

berikut.

19

1. Tempat itu terlalu‘jauh’ baginya, meskipun bagimu tidak.

2. Duduklah bersamaku ‘di sini’.

Kata-kata yang didalam tanda petik seperti contoh-contoh tersebut di atas

adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis

ruang/tempat.

1.5.5 Deiksis Waktu (Temporal)

Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik

atau jarak waktu yang dipandang dari waktu ungkapan Agustina (1995:46).

Contoh deiksis waktu adalah ‘kemarin’ yesterday, ‘sekarang’ now / today, ‘waktu

itu’ then, ‘besok’ tomorrow, ‘lusa’ the day after tomorrow, ‘bulan ini’ this month,

‘minggu ini’ this week, ‘pada suatu hari’ one day, ’perbedaan tense’ distinctions in

tense, dan ‘pada suatu hari’ one day.

Kalimat-kalimat berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk

deiksis waktu.

1. Dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat

makan gratis besok. (tulisan di sebuah restoran)

2. Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.

3. Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.

Kata yang tercetak miring seperti besok, bulan ini, sekarang ini merupakan

leksem penunjuk deiksis waktu.

20

1.6 Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Oleh karena

itu, yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan deiksis

persona, deiksis ruang (lokatif/spatial), deiksis waktu (temporal) dalam bahasa

Inggris

Penelitian yang sistematis dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap

pengumpulan data, analisis data, penyajian data (Sudaryanto 1988).

1.6.1 Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik pustaka. Menurut Subroto (2007:47-48), teknik pustaka adalah

mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sumber-sumber

tertulis yang digunakan dipilih yang mencerminkan pemakaian bahasa. Sumber-

sumber tertulis itu dapat berwujud surat kabarthe Jakarta post periode tanggal 1

Oktober 2013 sampai dengan 31 Januari 2014. Pemilihan penggunaan data tulis

dikarenakan data bahasa tulis yang telah diterbitkan merupakan cerminan

masyarakat penuturnya yang relatif lebih ajeg, kebakuannya terpelihara, bersifat

formal dan monumental. Selain itu, menurut Sudaryanto dalam Nur (2008:17)

sumber data tulis bersifat alamiah yang tidak dibuat atau dihadirkan hanya untuk

pemenuhan data itu sendiri. Data yang akan diperlukan dalam penelitian ini

dikumpulkan dari teks tertulis berbahasa Inggris dari surat kabar berbahasa

InggrisThe Jakarta Post, yaitu periode 1 Oktober 2013 sampai 31 Januari 2014.

Menurut Sudaryanto (1988:58) mengumpulkan data bukan hanya sekedar

mengumpulkan data, tetapi juga menyiapkan data secara sistematis sesuai dengan

21

kepentingannya, yaitu dengan cara mengambil satuan-satuan lingual sesuai

dengan tema atau objek penelitian. Oleh karena itu, data yang relevan diambil

beserta konteks kalimat yang mengikutinya. Konteks kalimat dibatasi pada

konteks yang menjelaskan data. Masing-masing data yang diambil beserta konteks

kalimat disertakan kode sumbernya pada setiap akhir baris. Dalam penelitian ini,

pengumpulan data dilakukan dengan teknik catat. Teknik catat Kesuma (2007:45)

adalah teknik menjaring data dengan cara mencatat hasil penyimakan data pada

tabel data. Teknik ini digunakan karena data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berupa teks dalam bahasa Inggris.

1.6.2 Analisis Data

Analisis deskriptif kualitatif, yaitu menyajikan gambaran tentang objek

penelitian, yaitu deiksis dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata-kata dan kalimat.

Langkah-langkah analisisnya adalah menyimak sumber data, mengumpulkan data

yang mengandung deiksis beserta konteksnya dengan cara menuliskan pada tabel

data, mengklasifikasikan data berdasarkan jenis deiksis, kemudian menganalisis

datanya, sehingga akan ditemukan deiksis persona, lokatif dan temporal dalam

bahasa Inggris (Kridalaksana, 2008:208).

1.6.3 Penyajian Hasil Analisis Data Formal dan Informal

Menyajikan data dalam bentuk tabel untuk analisis data formal dan dalam

bentuk deskripsi/mendeskripsikan untuk analisis data informalnya.

1.6.4 Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini akan disajikan ke dalam beberapa bagian. Bab I

dengan judul Pendahuluan. Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar

22

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian

pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Bab II berjudul “Deiksis Persona

dalam bahasa Inggris. Bab III akan diberi judul “Deiksis Lokatif dalam Bahasa

Inggris”. Bab IVdiberi judul “Deiksis Temporal dalam Bahasa Inggris. Bab V

diberi judul “Penutup” yang berisi kesimpulan dan saran. Penyajian akan

diberikan dalam bentuk deskripsi.