bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.uny.ac.id/24208/1/lap final.pdf1975 : 561). suasana asam...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Senyawa flavanoid merupakan senyawa fenol yang paling banyak
ditemukan di alam dan jenisnya sangat beragam. Senyawa ini termasuk dalam
metabolit sekunder, dan dikenal memiliki aktivitas biologis yang menarik, antara
lain sebagai antioksidan, antimakanan serangga (Yogesh S. Nalwar,2009:123),
antiinflamasi, antibakteri, anti jamur, dan anti kanker (NY Sreedhar,2010:480).
Kalkon (1,3-difenilpropen-1-on) merupakan senyawa yang termasuk
dalam famili flavonoid dan banyak di teliti sebagai therapeutic, khususnya
sebagai obat antitumor. Bahkan disebutkan oleh karena aktivitasnya sebagai ”high
therapeutic index”, kalkon di anggap sebagai ”the new era of medicines ” dalam
kapasitasnya sebagai antitumor, antibakterial, dan anti-inflamatory (Afzal S., et
al., 2008).
Penyebaran senyawa kalkon di alam sangat terbatas dan hanya
ditemukan pada beberapa golongan tumbuhan dalam jumlah yang sedikit. Hal ini
disebabkan kalkon memiliki peranan yang penting dalam pembuatan turunan
flavonoid karena berfungsi sebagai zat antara. Kalkon biasanya langsung berubah
menjadi flavanon maupun turunan flavonoid yang lain. Oleh karena aktivitas
biologi dan potensi senyawa ini sangat bermanfaat bagi pengembangan obat,
maka perlu adanya upaya pengembangan sintesis senyawa kalkon dan derivatnya.
Penelitian sintesis senyawa kalkon pada awalnya dipelopori oleh Perkin
dan Robinson (Diedrich, 1962:1054-1062). Perkembangan selanjutnya
membuktikan bahwa senyawa kalkon merupakan isomer dari senyawa flavanon,
dan isomeri dapat dilakukan dengan cara menambahkan asam atau basa (Mabry,
1975 : 561). Suasana asam atau basa berpengaruh terhadap terhadap kecepatan
reaksi dan rendemen senyawa hasil sintesis. Beberapa senyawa sebagai bahan
dasar sintesis senyawa kalkon menyebabkan reaksi sukar terjadi jika dilakukan
dalam suasana basa, tetapi reaksinya mudah berlangsung jika dalam suasana asam
(Sykes, 1989 : 196).
2
Indyah Sulistyo Arty, dkk. (2000), berhasil mensintesis beberapa
senyawa mono para-hidroksi kalkon yang mengandung substituen hidroksil,
metoksi, tersier butil, fluoro dan kloro. Sintesis tersebut dilakukan dalam suasana
asam atau menggunakan katalis asam. Berdasarkan uji aktivitas penghambatan
lipid peroksidasi non enzimatis, dan aktivitas penghambatan siklooksigenase,
senyawa-senyawa hasil sintesis tersebut menunjukkan sangat poten sebagai
antioksidan (Indyah Sulistyo Arty, 2007). Penelitian lebih lanjut berkaitan dengan
potensinya sebagai antikanker menunjukkan bahwa senyawa dengan substituen
hidroksil dan fluoro ini bersifat sitotoksik pada sel HeLa, sel Raji dan sel T47D,
dan efek sitotoksis tertinggi pada sel HeLa (Indyah Sulistyo Arty, 2010 dan Retno
Arianingrum, dkk., 2011). Pada sel T47D, senyawa mono para hidroksi kalkon
dengan substituen hidroksil bersifat antiproliferasi dengan menekan viabilitas sel
dan mempengaruhi siklus sel (Retno Arianingrum, dkk, 2012). Sejauh ini sintesis
senyawa derivat kalkon dengan substituent bromo belum dilakukan. Eksplorasi
senyawa derivat kalkon melalui sintesis ini diharapkan dapat memperoleh
senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on yang
berpotensi sebagai antioksidan dan antikanker.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Penelitian ini dibatasi untuk mensintesis derivat kalkon dengan
substituen bromo, yaitu senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-
2-propen-1-on dan menguji potensinya sebagai antioksidan dan antikanker.
Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik senyawa mono para hidroksi kalkon bersubstituen
bromo hasil sintesis dari bahan dasar 4-bromoasetofenon dan vanilin dengan
katalis asam analisis serapan sinar UV-Vis, IR dan 1H-NMR ?
2. Bagaimana aktivitas senyawa mono para hidroksi kalkon bersubstituen bromo
hasil sintesis sebagai antioksidan ?
3. Bagaimana aktivitas senyawa mono para hidroksi kalkon bersubstituen bromo
hasil sintesis sebagai antikanker pada cancer cell lines sel HeLa
3
C. Tujuan Penelitian
Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
senyawa derivat kalkon yang berpotensi sebagai antioksidan dan antikanker
melalui reaksi aldol silang dalam suasana asam. Sedangkan tujuan khususnya
meliputi :
1. Mensintesis senyawa mono para hidroksi kalkon bersubstituen bromo dengan
bahan dasar 4-bromoasetofenon dan vanilin dengan katalis asam, dan
menentukan karakteristiknya dengan serapan sinar UV-Vis, IR dan 1H-NMR.
2. Mengkaji aktivitas senyawa mono para hidroksi kalkon bersubstituen bromo
hasil sintesis sebagai antioksidan
3. Mengkaji aktivitas senyawa aktivitas senyawa mono para hidroksi kalkon
bersubstituen bromo hasil sintesis sebagai antikanker pada cancer cell lines sel
HeLa
D. Rencana/Disain Pelaksanaan Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan meliputi sintesis senyawa
mono para hidroksi kalkon dengan substituen bromo dengan cara kondensasi aldol
silang, dilanjutkan dengan melakukan uji aktivitas antioksidan dengan
menggunakan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan uji aktivitas sitotoksik
terhadap sel HeLa dengan metode MTT.
Kegiatan penelitian ini direncanakan akan selesai dalam waktu 6 (enam)
bulan, dengan kegiatan penelitian meliputi : (1) sintesis senyawa mono para
bersubstituen bromo dari 4-bromoasetofenon dan vanilin melalui reaksi
kondensasi aldol silang dalam suasana asam; (2) uji aktivitas antioksidan senyawa
hasil sintesis dengan menggunakan DPPH dengan metode Chow dan (3) uji
aktivitas sitotoksis senyawa hasil sintesis dengan metode MTT, sebagaimana
jadwal pada Tabel 1.
E. Hasil/Sasaran yang Direncanakan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh :
1. senyawa mono para hidroksi kalkon dengan substituen bromo, yaitu 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
4
Tabel 1. Jadwal penelitian
No. Kegiatan Bulan ke -
1 2 3 4 5 6
1 Seminar proposal
2. Sintesis senyawa mono para
hidroksi kalkon
3. Karakterisasi senyawa
4. Uji aktivitas antioksidan
5. Uji sitotoksisitas terhadap sel
HeLa
6. Analisis data
7. Pembuatan laporan
8. Seminar Hasil
9. Penulisan artikel & publikasi
2. informasi tentang aktivitas antioksidan dan sifat toksisitas terhadap cancer cell
lines HeLa dari senyawa hasil sintesis.
3. manuskrip untuk dipublikasikan pada seminar nasional/internasional atau
jurnal terakreditasi nasional atau jurnal internasional.
Selanjutnya, senyawa hasil sintesis diharapkan dapat digunakan sebagai
lead compoud (model) pada industri farmasi dan dapat dikembangkan sebagai
obat antikanker baru yang poten dan aman. Target hasil/luaran yang diharapkan
disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Bagan tahapan penelitian dan hasil yang ditargetkan
Tahapan Hasil/Luaran
Sintesis senyawa mono para
hidroksi kalkon bersubstituen
Bromo Karakterisasi senyawa
Uji antioksidan Uji sitotoksisitas terhadap sel
HeLa
Pembuatan laporan
Penulisan artikel & publikasi
Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
Data tentang titik leleh, kemurnian, data
spektra UV-Vis, IR dan 1H-NMR
Data aktivitas antioksidan Data sitotoksik
Laporan, seminar
Artikel penelitian (Publikasi)
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Reaksi Kondensasi Aldol
Kondensasi aldol merupakan reaksi organik antara dua molekul aldehida
atau satu molekul aldehida dengan satu molekul keton menghasilkan senyawa
aldol. Reaksi aldol dapat berjalan melalui dua mekanisme yaitu mekanisme enol
yang menggunakan katalis asam kuat dan mekanisme enolat yang menggunakan
katalis basa kuat (Wade, L.G,2006:1041-1063).
Reaksi kondensasi aldol silang yang melibatkan penggunaan senyawa
aldehida aromatis dan senyawa alkil keton atau aril keton sebagai reaktannya
menghasilkan senyawa α,β-keton tak jenuh dikenal sebagai reaksi Claisen-
Schmidt. Reaksi ini melibatkan ion enolat dari senyawa keton yang bertindak
sebagai nukleofil untuk menyerang karbon karbonil senyawa aldehida aromatis
menghasilkan senyawa -hidroksi keton, yang selanjutnya mengalami dehidrasi
menghasilkan senyawa ,-keton tak jenuh (Bruice, 2007). Pada reaksi
kondensasi antara 4-bromoasetofenon dan vanilin dengan katalis asam, senyawa
4-bromoasetofenon akan mengalami tautomerasi dari bentuk keto menjadi bentuk
enol yang bersifat nukleofilik pada karbon-α. Katalis asam juga menyebabkan
karbonil pada vanilin akan terprotonasi dan bersifat elektrofilik. Enol dari 4-
bromoasetofenon yang bersifat nukleofil akan menyerang vanilin yang
terprotonasi membentuk senyawa aldol yang selanjutnya mengalami dehidrasi
menghasilkan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-
1-on. Mekanisme reaksinya ditunjukkan seperti pada gambar 2.
B. Potensi Senyawa Derivat Kalkon Sebagai Antioksidan dan Antikanker
Kalkon merupakan senyawa keton aromatik yang menjadi pusat inti dari
berbagai senyawa biologi penting. Senyawa ini mengandung dua cincin aromatik
dengan rantai tak jenuh, dan menunjukkan aktivitas menarik sebagai antioksidan,
antibakteri, antijamur, kemopreventif, antivirus, antiprotozoal, sifat insektisida,
6
antikanker, dan anti-inflamasi (Isa, et al, 2012; Kiat, et.al., 2006; Dimmock JR,
et.al; 1999, dan Nerya, 2004).
Gambar 2. Mekanisme Reaksi Claisen-Schmidt antara 4-bromoasetofenon dan
Vanilin dengan Katalis Asam
Berdasarkan studi penelusuran literatur menunjukkan bahwa senyawa
kalkon banyak di teliti sebagai therapeutic, khususnya sebagai obat antitumor
(Afzal S., et al., 2008). Disebutkan pula bahwa sebagian besar target utama dari
senyawa-senyawa kalkon adalah mempengaruhi siklus sel (cell cycle)
(Boumendjel, A., Ronox X., and Boutonnat, J., 2009).
Upaya-upaya untuk melakukan eksplorasi senyawa kalkon sebagai
antikanker telah dilakukan, baik dengan isolasi senyawa dari bahan alam maupun
sintesis. Diantaranya empat senyawa flavon dan kalkon glikosida baru berhasil
7
diisolasi dari ekstrak metanol bunga Helichrysum arenarium, keempat senyawa
tersebut memiliki aktivitas menghambat tumor necrosis faktor- (TNF-)-
induced citotoxixity pada sel L929 (Gambar 3). TNF- sangat berperan dalam
pengaturan mekanisme apoptosis (Toshio M, et. Al., 2009).
Gambar 3. Senyawa-senyawa Flavon dan Kalkon Glikosida dari Helichrysum
arenarium, yang memiliki Aktivitas menghambat TNF- pada Sel
L929.
Beberapa senyawa kalkon hasil sintesis diantaranya : Trans-4-lodo,4-
boranyl-chalcone memiliki aktivitas antitumor terhadap malignant glioma cell
lines secara in vitro dan in vivo (Sasayama, T., et al., 2007); senyawa 4-dihydroxy-
6-methoxy-3, 5-dimethylchalcone bersifat antitumor terhadap enam cancer cell
lines secara invitro (Ye, C.L., et al., 2004); senyawa 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3,
5-dimethylchalcone memiliki aktivitas antitumor terhadap ”solid human
carcinoma xenograft model”. secara invivo (Ye, C.L., et al., 2005). Tidak kalah
menariknya adalah senyawa 2-hydroxy-4-methoxychalcone yang memiliki
aktivitas anti-angiogenic dan antitumor (Lee, Y.S, et. Al., 2006).
8
Indyah Sulistyo Arty, dkk. (2000), berhasil mensintesis beberapa
senyawa mono para-hidroksi kalkon yaitu : (a) 3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1-
fenil-2-propen-1-on atau MPHK A ; (b) 3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1-(4”-
metoksifenil)-2-propen-1-on atau MPHK B; (c) 1-(4”-fluorofenil)-3-(4’-hidroksi-
3’-metoksifenil)-2-propen-1-on atau MPHK C; (d) 3-(3’, 5’-ditersierbutil-4’-
hidroksifenil)-1-(4”-fluorofenil)-2-propen-1-on atau MPHK D, dan (e) 3-(3’,5’-
ditersierbutil-4’-hidroksifenil)-1-(4”-kloro-fenil)-2-propen-1-on atau MPHK E
(gambar 4). Berdasarkan uji aktivitas penghambatan lipid peroksidasi non
enzimatis, dan aktivitas penghambatan siklooksigenase, senyawa-senyawa ini
menunjukkan sangat poten sebagai antioksidan. Pada beberapa senyawa golongan
terpenoid, adanya aktivitas antiinflamasi, antimutagenik dan antioksidan yang
dimiliki dapat memacu apoptosis dan menekan karsinogenesis yang di picu oleh
bahan kimia (Xu et al., 2007).
Kode
Senyawa
Warna Rendemen Titik
Lebur
(oC)
R1 R2 R3 R4 R5 R6
MPHK A Kuning 37 85-90 CH3O OH H H H H
MPHK B Kuning 34 161 - 164 CH3O OH H CH3O H H
MPHK C Kuning 36 94 - 97 CH3O OH H F H H
MPHK D Kuning 69 125 - 127 t-Bu OH t-Bu F H H
MPHK E Kuning 30 123 - 124 t-Bu OH t-Bu Cl H H
Gambar 4. Senyawa-senyawa Mono Para-Hidroksi Kalkon Hasil Sintesis dari
Derivat Benzaldehida dan Asetofenon atau Derivatnya melalui Reaksi
Kondensasi Aldol Silang dalam Suasana Asam (Indyah Sulistyo Arty.
dkk., 2000).
9
Hasil uji sitotoksisitas dari senyawa tersebut terhadap sel HeLa dan sel
Raji menunjukkan bahwa senyawa MPHK A dan MPHK C memiliki aktivitas
sitotoksik dalam menghambat pertumbuhan sel HeLa dan sel Raji (Tabel 2)
(Indyah Sulistyo Arty, 2009). Penelitian lebih lanjut terhadap senyawa MPHK A
menunjukkan bahwa senyawa ini bersifat sitotoksik pada sel kanker payudara
T47D, serta tidak bersifat sitotoksik terhadap sel normal Vero (Retno
Arianingrum, dkk.,2010). Pada sel T47D, senyawa MPHK A bersifat
antiproliferasi dengan menekan viabilitas sel, dan mempengaruhi daur sel (Retno
Arianingrum, dkk, 2012).
Tabel 2. Nilai IC50 Senyawa –senyawa MPHK terhadap sel HeLa dan Sel Raji
Kode
Senyawa IC50 (g/mL)
Sel HeLa Sel Raji
MPHK A 16, 08 36,44
MPHK B 147,43 468, 92
MPHK C 13, 37 30, 46
MPHK D - 98,74
MPHK E 576,63 110,97
10
BAB III
METODE PENELITIAN
.
A. Alat dan Bahan
Penelitian di awali dengan mempersiapkan alat dan bahan yang
digunakan pada setiap tahap penelitian, yang meliputi sintesis dan pemurnian
senyawa, uji aktivitas antioksidan, dan uji aktivitas antikanker.
1. Sintesis dan Pemurnian Senyawa
Alat yang digunakan : spektrofotometer UV 2400PC, spektrofotometer
Infra Merah (Shimadzu FTIR Prestige 21), spektrofotometer 1H-NMR (1H-NMR,
Jeol JNM-MY 500), plat KLT silica Gel 60 GF254 (Merck), varian Cary 100
Conc untuk mengukur spektrum ultraviolet (UV), seperangkat alat refluk,
peralatan gelas untuk sintesis
Bahan yang digunakan: 4-bromoasetofenon, vanilin, NaOH, etanol,
akuades, n-Heksana, etilasetat, H2SO4 pekat, kristal NaCl, CaCl2 anhidrat, dan gas
nitrogen.
2. Uji Aktivitas Antioksidan
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis, flakon,
mikropipet, vorteks, timbangan elektrik, eppendorft, dan tip.
Bahan yang digunakan meliputi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), metanol,
asam aspartat, dan BHT .
3. Uji Aktivitas Antikanker
Alat yang digunakan : tangki nitrogen cair, mikroskop fase kontras,
penangas air, sentrifuge, inkubator CO2 , incubator, ELISA (Enzyme Linked
Immunosorbent Assay) reader, hemocytometer (New Bauer), tabung conical
steril, scraper, tissue culture flask, ampul, plate, laminar airflow, pH meter,
mikroplate 96 sumuran, mikropipet, vorteks, timbangan elektrik, eppendorft,
pipet, dan tip.
11
Bahan yang digunakan : Cell line cancer Sel HeLa, Medium Rosewell
Park Memorial Institut (RPMI) 1640 (GIBCO BRL), medium penumbuh
mengandung growth factor 10% dan 20% FBS (Fetal Bovine Serum) (Sigma
Chem. CO. St. Louis. USA), DMSO (Dimetil Sulfoksida), natrium karbonat
(E.Merck), kertas saring 0,2 m, akuades, fungizon dan antibiotik penisilin dan
streptromisin (Sigma Chem. CO. St. Louis. USA), hepes dan tripsin (Sigma
Chem. CO. St. Louis. USA). PBS (Phospat Buffer Saline), MTT (3-(4,5-dimetil
tiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida), dan SDS (Sodium duodecyl
sulphate)10% dalam HCl 0,01 N.
B. Prosedur Penelitian
1. Sintesis dan Pemurnian Senyawa
Alat refluk yang terdiri dari labu leher tiga, erlenmeyer dilengkapi
dengan magnetic stirrer dirangkai dan dihubungkan dengan gas nitrogen. Kristal
NaCl di masukkan ke dalam erlenmeyer dengan ketebalan 1 cm. Senyawa 4-
bromoasetofenon 0,012 mol (2,40 g) dan vanilin 0,01 mol (1,52 g) di masukkan
dalam labu leher tiga kemudian diaduk. Selanjutkan kran gas nitrogen dibuka dan
dialirkan ke dalam campuran. Sebanyak 15 ml larutan H2SO4 pekat ditetes-
teteskan pada kristal NaCl agar terbentuk gas HCl. Campuran diaduk dalam labu
leher tiga selama 7,5 jam dengan dialiri gas HCl dan gas nitrogen. Sisa gas HCl
yang keluar ditangkap dengan kristal CaCl2 anhidrat. Hasil pengadukan
didiamkan semalam, kemudian dituangkan ke dalam erlenmeyer yang berisi
akuades dingin sambil diaduk dengan magneticstirrer hingga terbentuk endapan.
Endapan dicuci dengan akuades hingga pH netral dan disaring dengan penyaring
Buchner lalu dikeringkan. Kristal yang terbentuk direkristalisasi dengan pelarut
etanol-akuades dengan perbandingan 1:1. Larutan selanjutnya disaring filtratnya
dan didinginkan sampai terbentuk kristal kembali. Endapan hasil rekristalisasi
disaring dan dicuci dengan akuades. Endapan tersebut kemudian dikeringkan, lalu
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Titik leburnya ditentukan
dengan menggunakan melting point apparatus. Uji kemurnian dilakukan dengan
menggunakan KLT dan KLT Scanner menggunakan eluen campuran dua pelarut
12
organik yang sesuai. Struktur senyawa hasil sintesis diidentifikasi dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis, IR dan 1H-NMR.
2. Uji Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan menggunakan
DPPH menurut metode Chow. Sampel dilarutkan dalam metanol dan dibuat
dengan beberapa variasi konsentrasi, yaitu 1,25; 2,5; 5; 10; dan 20 g/mL. Ke
dalam masing-masing larutan ditambahkan 0,1 mL DPPH 1 mM dan diinkubasi
pada suhu 37°C selama 30 menit, selanjutnya diukur pada panjang gelombang 515
nm. Sebagai blanko digunakan metanol dan DPPH 1mM. Untuk pembanding
digunakan BHT (konsentrasi 1,25; 2,5; 5; 10; dan 20 g/mL ) dan asam aspartat
3,125; 6,25; 12,5; 25 dan 50 g/mL. Persentase hambatan (%I) dihitung
berdasarkan {(serapan blanko-serapan sampel)/serapan blanko} x 100%. Nilai
hambatan dan konsentrasi sampel diplot masing-masing pada sumbu x dan y, dan
persamaan garis yang diperoleh digunakan untuk menghitung Inhibition
Concentration 50% (IC50).
3. Uji Sitotoksisitas
Uji sitotoksisitas sebagai antikanker dalam penelitian ini menggunakan
cell lines HeLa yang dikembangkan di laboratorium Parasit Kedokteran UGM.
Uji sitotoksisitas terhadap cell lines dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Menumbuhkan cell lines dari penyimpanan dalam nitrogen cair
Sel beku dari nitrogen cair dibiarkan pada suhu kamar sampai mencair
sebagian, kemudian dimasukkan dalam tabung konikal 15 ml, dan ditambah 10 ml
media pencuci lalu dikocok. Setelah itu disentrifus 750 g selama 7 menit. Pelet
diambil ditambahkan dengan media kultur, kemudian sel dimasukkan dalam flask.
Semua kegiatan tersebut dilakukan secara aseptis dalam laminar laminar airflow.
Sel kemudian diinkubasi pada suhu 37oC dengan aliran CO2 5%. Perkembangan
sel diamati tiap hari dan jika media mulai menguning diganti dengan media baru.
Jika sel sudah tumbuh memenuhi flask, media pada sel HeLa dicuci
dengan PBS secukupnya. Selanjutnya sel dilepas dari dinding flask (scapper)
menggunakan 0,5 ml tripsin 0,05%. Flask dikocok perlahan sampai sel terlepas
13
semua. Suspensi sel diinkubasi 2-5 menit di inkubator CO2 pada 37oC.
Selanjutnya suspensi sel tersebut dimasukkan dalam tabung conical 15 ml dan
ditambahkan dengan media kultur sebanyak 5 ml. Jumlah sel dihitung dengan
hemocytometer, disuspensikan dalam media kultur sampai diperoleh kepadatan sel
1 x 104 sebanyak 100 L pada setiap sumuran. Selanjutnya diinkubasi selama 12
– 24 jam pada suhu 37oC di inkubator CO2.
b. Uji sitotoksisitas dengan MTT assay
Setelah sel konfluen, media kultur di dalam sumuran dibuang, dan sel
dicuci menggunakan 100 l PBS. Setelah PBS dibuang, setiap sumuran
dimasukkan 100 μl sampel yang dilarutkan dalam media kultur yang mengandung
DMSO 0,05% dengan berbagai konsentrasi menggunakan 3 kali ulangan.
Sumuran yang tersisa digunakan untuk kontrol positif yang berisi sel tanpa
penambahan sampel, dan kontrol negatif hanya mengandung media kultur.
Sebagai pembanding digunakan doksorubisin yang dikenal sebagai obat leukimia
akut, limfoma, dan sejumlah timor akut. Selanjutnya diinkubasi 12- 24 jam pada
suhu 37oC di inkubator CO2. Media sel dibuang dan dicuci dengan PBS 1x, dan
kemudian masing-masing sumuran ditambahkan 100 l media kultur yang
mengandung MTT (0,5 mg/ml). Kultur diinkubasi 4 jam pada suhu 37oC di
inkubator CO2. Selanjutnya ditambahkan 100 l pelarut formazan (SDS 10%), di
gojog pelahan dengan shaker selama 5 menit, dan diinkubasi 12-24 jam pada suhu
kamar dalam ruang gelap. Prosentase kematian dihitung berdasarkan hasil
perbandingan sel kontrol yang diukur serapan menggunakan ELISA reader pada
panjang gelombang 595 nm.
Selanjutnya dengan dari prosentase sel hidup dapat dihitung nilai
sitotoksisitasnya sebagai Inhibition concentration (IC50). Nilai IC50 menunjukkan
nilai konsentrasi yang menghasilkan kematian sel 50% hal ini menunjukkan
potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap masing-masing sel. Nilai IC50
ditentukan dengan analisis probit yang diperoleh dari konversi prosentase
% Sel Hidup = (Absorbansi perlakuan-Absorbansi kontrol media) X 100%
(Absorbansi kontrol sel-Absorbansi kontrol media)
14
kematian ke dalam nilai probit, sedangkan nilai konsentrasi diubah ke dalam nilai
Log konsentrasi. Nilai IC50 merupakan nilai antilog pada nilai probit 50. Dengan
demikian dapat dikaji aktivitas sitotoksisitas dari senyawa bioaktif berdasarkan
prosentase kematian dan IC50
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis dan Pemurnian Senyawa
Hasil sintesis antara senyawa 4-bromoasetofenon dan vanillin diperoleh
senyawa berbentuk kristal berwarna kuning dengan berat sebesar 2,32 g dengan
rendemen hasil 69,83%. Senyawa ini mempunyai titik lebur 103-106oC (gambar
5 ).
Gambar 5. Data Senyawa Hasil Sintesis antara Senyawa 4-bromoasetofenon dan
Vanilin
Kromatogram kromatogrfi lapis tipis (KLT) hasil identifikasi senyawa
hasil sintesis antara senyawa 4-bromoasetofenon dan vanilin menggunakan
pelarut n-heksana dan etil asetat 7:3 ; kloroform dan n-heksana 5:1 ; serta
kloroform dan etil asetat 8:2 menunjukkan satu bercak noda hasil dengan harga
Rf (Retardation factor) yang berbeda dengan bahan dasar senyawa tersebut. Hal
ini menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa baru yang
berbeda dengan senyawa asal.
Pada penelitian ini penggunaan beberapa eluen dimaksudkan untuk
memperoleh pemisahan yang baik. Penggunaan eluen n-heksana dan etilasetat
dengan perbandingan 7:3 menghasilkan bercak noda yang tunggal dan tidak
berekor dengan harga Rf mak sebesar 0,79. Pada penggunaan eluen kloroform
dan n-heksana dengan perbandingan 5:1 menghasilkan bercak noda yang tunggal
dan berekor dengan harga Rf max sebesar 0,47; dan penggunaan eluen kloroform
dan etilasetat dengan perbandingan 8:2 menghasilkan bercak noda yang tunggal
dan berekor dengan harga Rf max sebesar 0,82. Pemisahan yang baik untuk
16
menentukan kemurnian senyawa adalah bila dihasilkan bercak noda yang tunggal,
tidak berekor, dan mempunyai harga Rf berkisar antara 0,2-0,8. Oleh karena itu
untuk menentukan prosentase kemurnian digunakan eluen n-heksana dan etilasetat
dengan perbandingan 7:3.
Hasil KLT Scanner pada kromatogram menggunakan eluen campuran n-
heksana dan etilasetat dengan perbandingan 7:3 (gambar 6) menunjukkan bahwa
senyawa hasil sintesis mempunyai kemurnian yang cukup tinggi, yaitu sebesar
98,88%.
Gambar 6. Kromatogram Hasil KLT Scanner pada kromatogram
Data spektrum UV senyawa hasil sintesis menunjukkan adanya serapan
pada panjang gelombang 202,5 nm, 268,5 nm, dan 368 (Gambar 7). Pada umumnya
senyawa kalkon memiliki rentangan serapan spektrum UV pada pita I (unit sinamoil)
di daerah 340-390 nm dan pita II (unit benzoil) di daerah 230-270 nm. Dengan
demikian serapan yang muncul pada spektrum hasil sintesis berada pada rentang
serapan senyawa kalkon yaitu serapan dengan panjang gelombang 368 nm berada
pada rentang serapan yang berasal dari pita I, dan serapan dengan panjang gelombang
268,5 nm berasal dari serapan pita II senyawa kalkon.
17
Gambar 7. Spektra UV Senyawa Hasil Sintesis
Spektrum IR senyawa hasil sintesis (Gambar 8, Tabel 3, dan Lampiran)
menunjukkan adanya serapan dengan intensitas sedang pada daerah 1643,35 cm-1
dari gugus karbonil (C=O) keton. Frekuensi serapan karbonil keton normal
muncul pada 1715 cm-1
dengan intensitas kuat dan tajam. Perbedaan frekuensi
serapan ini terjadi karena terikatnya ikatan rangkap yang terkonjugasi dengan
gugus karbonil. Serapan pada daerah 1512,19 cm-1
dengan intensitas sedang
menunjukkan adanya C=C aromatik. Serapan dengan intensitas kuat pada daerah
1581,63 cm-1
menunjukkan adanya C=C vinil, yang diperkuat dengan munculnya
serapan C-H vinil/aromatik pada 3016,67 cm-1
. Serapan yang melebar pada
3387,00 cm-1 merupakan serapan serapan dari gugus –OH fenol, dan serapan
sedang pada daerah 1273,02 cm-1
menunjukkan adanya gugus C-O fenol.
18
Gambar 8. Spektra IR Senyawa Hasil Sintesis
Tabel 3. Data Spektrum IR Senyawa Hasil Sintesis
19
Spektrum 1H-NMR senyawa hasil sintesis (Gambar 9, Tabel 4 dan
Lampiran) muncul sinyal pada daerah 3,95 (3H, s) ppm merupakan sinyal proton
pada -OCH3, sinyal pada daerah 6,02 (1H, s) ppm menunjukkan proton pada –
OH. Sinyal pada daerah 7,31 (1H, d, 15,5 Hz) ppm dan 7,75 (1H, d, 15,5 Hz) ppm
merupakan sinyal dari proton pada C=C vinil pada posisi trans, yang ditunjukkan
dengan besarnya tetapan penggabungan J. sinyal pada daerah 6,95 (1H, d, 7,8 Hz)
ppm, 7,11 (1H, d, 2,0 Hz) ppm, dan 7,21 (1H, dd, 2,0;7,8 Hz) ppm merupakan
sinyal proton dari cincin aromatik pita I pada posisi 5, 2, dan 6. Proton pada cincin
aromatik muncul sebanyak tiga sinyal dikarenakan adanya substitusi gugus lain
pada posisi 3 dan 4, sehingga terjadi perubahan lingkungan elektronik. Proton
pada posisi 6 selain berinteraksi dengan proton pada posisi 5, juga berinteraksi
dengan proton pada posisi 2 sehingga muncul sebagai double doublet. Sinyal pada
daerah 7,63 (2H, d, 8,4 Hz) ppm merupakan sinyal proton dari cincin aromatik
pita II pada posisi 3’ dan 5’. Sedangkan sinyal pada daerah 7,87 (2H, d, 8,4 Hz)
merupakan sinyal proton dari cincin aromatik pita II pada posisi 2’ dan 6’.
Substitusi gugus lain pada posisi 4’ menyebabkan proton pada posisi 3’ dan 5’
muncul sebagai satu sinyal karena memiliki lingkungan elektronik yang sama,
demikian juga yang terjadi pada proton posisi 2’ dan 6’
Tabel 4. Data Spektrum 1HNMR
20
Gambar 9. Spektrum 1HNMR Senyawa Hasil Sintesis
21
Hasil analisis 13
C dan HMBC disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil
analisis dapat diperkirakan struktur senyawa hasil sintesis sebagaimana pada
gambar 10, yaitu merupakan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on.
Gambar 10. Struktur Senyawa Hasil Sintesis
Tabel 5. Hasil Analisis Senyawa Hasil Sintesis Berdasarkan data NMR : 13
C, 1H,
dan HMBC
No karbon δC δH (jumlah H, m,
J Hz)
HMBC (H→C)
1 189,6 -
2 119,2 7,31 (1H,d, 15,5) C1; C1’; C4
3 145,9 7,74 (1H,d, 15,5) C1; C4
4 127,4 -
5 123,7 7,21 (1H,dd,2,0;
7,8)
C9; C3; C7
6 115,1 6,95 (1H, d, 7,8) C4; C8
7 148,7
OH
-
6,02
-
C6; C7
8 147,0
56,2
(OCH3)
-
3,95 (3H,s)
9 110,2 7,11 (1H,d,2,0) C6; C5; C7; C3;
1’ 127,8 -
2’; 6’ 130,1 7,89 (2H, d, 8,4) C1; C1’
3’; 5’ 131,9 7,63 (2H,d, 8,4) C1’; C4’
4’ 137,3 - -
O
Br
OH
OCH3
H
H
H
H
H
H
H
H
H189,6
119,2
145,9
7,31
7,74
127,8
123,7
7,21
7,11
110,2
147
56,2
3,95
148,7
6,02115,1
6,95
127,4
130,1
7,89
7,63
131,9
137,3
131,9
7,63
7,89
130,11
2
3
4
56
7
1'
2'
4'
22
B. Uji Antioksidan
Pada penelitian ini uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode
DPPH menurut Chow et,al (2003). Kelebihan metode ini adalah memiliki
sensitifitas yang tinggi dan membutuhkan jumlah sampel yang sedikit.
Pengukuran aktivitas antioksidan sampel dilakukan pada panjang gelombang 515
nm yang merupakan panjang gelombang maksimum DPPH. Adanya aktivitas
antioksidan dari sampel mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada larutan
DPPH dalam metanol yang semula berwarna ungu pekat menjadi kuning pucat.
Metode DPPH didasarkan pada kemampuan antioksidan untuk menghambat
radikal bebas dengan mendonorkan atom hidrogen. Prinsipnya adalah reaksi
penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan yang mengubahnya
menjadi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin yang berwarna kuning (Gambar 11). Metode
ini menggunakan kontrol positif sebagai pembanding untuk mengetahui aktivitas
antioksidan sampel. Kontrol positif ini dapat berupa tokoferol, BHT, dan vitamin
C atau asam aspartat. Pada penelitian ini sebagai kontrol positif digunakan BHT
dan asam aspartat. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH
dikategorikan dalam beberapa tingkatan, yaitu sangat kuat, kuat, sedang, dan
lemah (Tabel 6)(Armala, 2009).
Gambar 11. Reaksi antara DPPH dengan Senyawa Antioksidan
23
Tabel 6. Tingkat Kekuatan Antioksidan dengan Metode DPPH
Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat < 50 µg/mL
Kuat 50-100 µg/mL
Sedang 101-150 µg/mL
Lemah > 150 µg/mL
Pada penelitian ini diperoleh nilai IC50 dari BHT sebesar 6,29 μg/mL, dan
asam aspartat sebesar 2,43 μg/mL, sedangkan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on memiliki nilai IC50 sebesar 10,14 μg/mL
(Tabel 7 & Lampiran). BHT dan asam aspartat sebagai kontrol positif memiliki nilai IC50
yang lebih rendah dibanding senyawa hasil sintesis, namun senyawa ini merupakan
antioksidan yang sangat kuat, karena nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL. Bila ditinjau dari
struktur senyawanya, aktivitas antioksidan ini kemungkinan besar berasal dari adanya
kontribusi gugus hidroksil dan bromide yang bersifat elektronegatif.
Tabel 7. Hasil Uji Antioksidan dari Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap DPPH dengan Kontrol Positif
BHT dan Asam Aspartat
No Sampel IC50 (μg/mL)
1 BHT 6,29
2 Asam Aspartat 2,43
3 Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on
10,14
C. Uji Sitotoksisitas
Berdasarkan perhitungan hasil uji sitotoksik menggunakan spss (Tabel 8
dan Lampiran) menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis, yaitu 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on berpotensi sebagai
antikanker, karena memiliki IC50 sebesar 9,6050 g/mL dan termasuk dalam
kategori sangat aktif. Semakin besar konsentrasi senyawa yang ditambahkan,
semakin menurun viabilitas sel HeLa.
24
Tabel 8. Data Absorbansi Hasil Uji Sitotoksik Senyawa Hasil Sintesis Terhadap
Sel HeLa
C Absorbansi Kontrol Blangko Viabilitas sel Rerata SD
(g/ml) 1 2 3 1 2 3
12 0.240 0.254 0.265 0.100 0.619 26.53 29.20 31.30 29.01 2.391215
10 0.399 0.397 0.380 0.101 0.599 56.87 56.49 53.24 55.53 1.992425
8 0.427 0.463 0.438 0.103 0.656 62.21 69.08 64.31 65.20 3.520635
6 0.429 0.447 0.443 0.101 0.625 62.60 66.03 65.27 64.63 1.803746
4 0.582 0.559 0.608 91.79 87.40 96.76 91.98 4.678493 2 0.608 0.585 0.586 96.76 92.37 92.56 93.89 2.480916
Gambar 12. Kurva Viabilitas Sel HeLa dengan Perlakuan Senyawa Hasil Sintesis 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on.
Pengamatan kematian sel dapat dilihat dari morfologi sel akibat
perlakuan senyawa. Sel yang mati akan kehilangan cairan sitoplasma karena
rusaknya membran sel, sehingga pada pengamatan mikroskop akan menunjukkan
warna hitam (gelap). Sebaliknya, pada sel hidup akan terlihat warna terang,
karena adanya cairan sitoplasma yang bersifat meneruskan cahaya dari
mikroskop. Pengamatan morfologi sel HeLa akibat pemberian senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on disajikan pada Gambar 11.
Nampak dari morfologinya, sel mengalami kematian dengan adanya perlakuan
penambahan senyawa hasil sintesis. Semakin banyak konsentrasi yang
ditambahkan, semakin banyak jumlah sel yang mengalami kematian.
IC50 = 9,6 g/mL
25
Gambar 13. Morfologi Sel HeLa: (A) tanpa perlakuan, dan dengan penambahan
senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on:
(B) 4 g/ml, (C) 6 g/ml, (D) 8 g/ml, (E) 10 g/ml, dan (F) 12 g/ml
F E D
S
C B A
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Reaksi antara 4-bromoasetofenon dan vanilin melalui kodensasi aldol silang
dengan katalis asam menghasilkan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on yang berbentuk kristal berwarna kuning dengan
rendemen 69,83% , titik lebur 103-106oC.
2. Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on meru-
pakan antioksidan yang sangat kuat dengan IC50 sebesar 10,14 g/mL
3. Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on memi-
liki sifat sitotoksik yang sangat kuat terhadap cancer cell lines sel HeLa dengan
IC50 sebesar 9,6 g/mL sehingga berpotensi sebagai antikanker .
B. Saran
Perlu di lakukan lebih lanjut bagaimana mekanisme antikanker dari
senyawa senyawa mono para hidroksi kalkon bersubstituen bromo apakah dengan
mempengaruhi siklus sel atau dengan memacu apoptosis.
27
DAFTAR PUSTAKA
Afzal S., Asad M. K, Rumana Q. F, Ansari, Muhammad F. N, and Syed S. S.
2008. Redox Behavior of Anticancer Chalcone on a Glassy Carbon
Electrode and Evaluation of its Interaction Parameters with DNA, Int. J.
Mol. Sci. 2008, 9, 1424-1434
Armala, M. M. 2009. Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir
(Cosmos caudatus H. B. K.) dan Profil KLT, Skripsi, 39, Fakultas Farmasi
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Bruice, P.Y., 2007, Organic Chemistry, Fifth edition, New York
Boumendjel A, Ronot X, Boutonnat. 2009 . Chalcone derivatives acting as cell cycle
blockers : potensial anticancer drugs ? J Curr Drug Targets. Apr;10(4):363-71.
Chow ST, WW Chaw and YC Chung. 2003. Antioxidant Activity and Safety of
50 % Ethanolic Red Bean Extract (Phaseolus raditus L, Var Aurea).
Journal of Food Science. 2003; 68(1):21 – 5.
Diedrich, D. F. 1962. Some New Synthetic Flavanoid Glycosides Related in
Structure to Phlorizin. J. Med. Pharm. Chem, 1054-1062
Dimmock JR, Elias DW, Beazely MA, Kandepu NM. 1999. Bioactivities of
chalcones. Curr Med Chem ; 6: 1125-1149.
Indyah Sulistyo Arty, Henk T, Samhudi, Sastrohamidjojo, and Henk an der Goot.,
2000., Synthesis of benzylideneacetophenones and their inhibition of
lipidperoxidation., Eur. J., Med. Chem. 35, 449-457
Indyah Sulistyo Arty, A., 2007, Cyclooxygenase inhibitory activity of
benzilideneacetofenone analogue. Recent Development in Curcumin
Pharmacochemistry, Procedding of International Symposium on Recent
Progress in Curcumin Research, 11-12 September.
Indyah Sulistyo Arty, Synthesize and Citotoxicity Test of Several Compounds of
mono para hidroxy chalcone, 2010, Indo. J. Chem., 10 (1), 110-115
Isa NM, Abdelwahab SI, Mohan S, Abdul AB, Sukari MA, Taha MM, Syam S,
Narrima P, Cheah SC, Ahmad S, Mustafa MR.2012. In vitro anti-
inflammatory, cytotoxic and antioxidant activities of boesenbergin A, a
chalcone isolated from Boesenbergia rotunda (L.) (fingerroot), Braz J Med
Biol Res.
Kiat TS, Pippen R, Yusof R, Ibrahim H, Khalid N, Rahman NA. 2006. Inhibitory
activity of cyclohexenyl chalcone derivatives and flavonoids of fingerroot,
Boesenbergia rotunda (L.), towards dengue-2 virus NS3 protease. Bioorg
Med Chem Lett ; 16: 3337-3340.
Lee, Y.S.; Lim, S.S.; Shin, K.H.; Kim, Y.S.; Ohuchi, K.; Jung, S.H. 2006. Anti-
angiogenic and antitumoractivities of 2-hydroxy-4- methoxychalcone.
Biol. Pharm. Bull. 29, 1028-1031.
28
Mabry, T. J, K. R. Markham dan M. B. Thomas. 1975. The Systematic
Identification of Flavanoid. New York: Springer-Verlag New York Inc
Nerya O, Musa R, Khatib S, Tamir S, Vaya J. 2004. Chalcones as potent
tyrosinase inhibitors: the effect of hydroxyl positions and numbers.
Phytochemistry; 65: 1389-1395
NY Sreedhar. 2010. Synthesis and Characterization of 4-Hydroxy Chalcones
Using PEG-400 as a Recyclable Solvent. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 1 (4), 480-48
Retno Arianingrum, Indyah Sulityo Arty, dan Sri Atun, 2011, Uji Sitotoksisitas
Senyawa Mono Para Hidroksi Kalkon terhadap Cancer cell lines T47D,
Saintek Jurnal, UNY
Retno Arianingrum, Indyah Sulityo Arty, dan Sri Atun, 2012, Mono para hydroxy
chalcone inhibits the growth of breast cancer cell lines T47D and
influences its cell cycle arrest , International Conference on Biomedical
Science 27-28 Februari 2012, School of Life Sciences and Technology ,
Institut Teknologi Bandung
Sasayama, T.; Tanaka, K.; Mizukawa, K.; Kawamura, A.; Kondoh, T.; Hosoda,
K.; Kohmura, E. 2007. Trans-4-lodo,4-boranyl-chalcone induces antitumor
activity against malignant glioma cell lines in vitro and in vivo. J. Neu-
Onc. 85, 123-132
Sykes, Peter., 1989, Penuntun Mekasisme Reaksi Kimia Organik, Edisi Keenam,
Jakarta : Gramedia.
Toshio M. Li-Bo W. ,Seikou N. , Kiyofumi N., Eri Y., Hisashi M., Osamu .M.,
Li-Jun W., and Masayuki Y., 2009., Medicinal Flowers. XXVII.1) New
Flavanone and Chalcone Glycosides, Arenariumosides I, II, III, and IV,
and Tumor Necrosis Factor-a Inhibitors from Everlasting, Flowers of
Helichrysum arenarium, Chem. Pharm. Bull. 57(4) 361—367 (2009)
Wade, L. G. 1999. Organic Chemistry, Fourth Edition. USA: Prentice Hall
International, Inc
Xu, Z-X., Liang, J., Gaikwad, A., Connoly, F.P., Milss, G.B., and Guttermann,
J.U., 2007, A plant Triterpenoid, avicin D, Induces Autophagy by
Activation of AMP-activated Protein Kinase, Cell Death and
Differentitaion, 14:1948-1957.
Ye, C.L.; Liu, J.W.; Wei, D.Z.; Lu, Y.H.; Qian, F. 2004. In vitro anti-tumor
activity of 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3, 5-dimethylchalcone against six
established human cancer cell lines. Pharmacol. Res. 2004, 50, 505-510
Ye, C.L.; Liu, J.W.; Wei, D.Z.; Lu, Y.H.; Qian, F. 2005. In vivo antitumor activity
by 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3, 5-dimethylchalcone in a solid human
carcinoma xenograft model. Canc. Chemo.Pharm., 55, 447-452.
Yogesh S, Nalwar. 2009. Synthesis and Insect Antifeedant Activity of Some New
Chalcones Against Phenacoccus solanopsis. World Journal of Chemistry,
4 (2): 123-126
29
LAMPIRAN