bab i pendahuluan a. latar...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan bagi semua semua pihak, baik perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat agar dapat menjalankan aktivitas sehari-hari demi memenuhi kebutuhan hidup. Adapun untuk mendapatkan kesehatan yang baik perlu adanya upaya yang harus dilakukan agar terwujudnya kesehatan yang optimal dan terpelihara. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan terdapat berbagai bentuk, salah satunya yang ada di masyarakat adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Di indonesia, pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat dasar di wujudkan dalam bentuk pusat kesehatan masyarakat atau biasa disebut juga puskesmas yang merupakan unit organisasi fungsional dinas kesehatan kabupaten/kotamadya dan diberi tanggung jawab sebagai pengelola kesehatan bagi masyarakat di tiap kecamatan dari kabupaten/kotamadya. Sebagai lembaga kesehatan yang bermisi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, puskesmas telah berperan dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kepercayaan yang diberikan masyarakat dan pemerintah terhadap puskesmas tersebut adalah sebuah kehormatan sekaligus

Upload: duongkhanh

Post on 19-Aug-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan bagi semua semua pihak, baik

perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat agar dapat menjalankan

aktivitas sehari-hari demi memenuhi kebutuhan hidup. Adapun untuk

mendapatkan kesehatan yang baik perlu adanya upaya yang harus dilakukan

agar terwujudnya kesehatan yang optimal dan terpelihara. Salah satu upaya

yang dilakukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan terdapat berbagai bentuk, salah

satunya yang ada di masyarakat adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan

untuk masyarakat. Di indonesia, pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat

dasar di wujudkan dalam bentuk pusat kesehatan masyarakat atau biasa disebut

juga puskesmas yang merupakan unit organisasi fungsional dinas kesehatan

kabupaten/kotamadya dan diberi tanggung jawab sebagai pengelola kesehatan

bagi masyarakat di tiap kecamatan dari kabupaten/kotamadya.

Sebagai lembaga kesehatan yang bermisi meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, puskesmas telah berperan dalam memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Kepercayaan yang diberikan masyarakat dan

pemerintah terhadap puskesmas tersebut adalah sebuah kehormatan sekaligus

2

amanat dan tugas berat yang harus dipikul dengan sungguh-sungguh dan

ikhlas.

Di era sekarang, dinamika kehidupan semakin tinggi. Tingkat sosial

ekonomi dan pendidikan masyarakat juga semakin besar. Seiring dengan hal

tersebut, pemenuhan akan kebutuhan kesehatan yang optimal meningkat

menjadi keharusan bagi setiap orang agar dapat menghadapi tuntutan

kehidupan yang semakin lama semakin besar. Untuk memenuhi kebutuhan dan

tutntutan tersebut, tidak ada upaya lain yang dapat dilakukan kecuali

penyelenggaraan kesehatan yang baik.

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan

oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya

Indonesia sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu

lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang

diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan

kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat (DepKes,

2006).

Pelayanan yang diterapkan di puskesmas yaitu dengan memberikan

senyum, salam, sapa, sopan dan santun kepada setiap pasien yang datang ke

puskesmas, memberikan pelayanan pemeriksaan yang baik pada setiap pasien

yang datang berobat sehingga memberikan kesan yang akrab dan nyaman serta

tidak menimbulkan rasa kekhawatiran bagi pasien terhadap penyakit yang

3

diderita serta berusaha memberikan pengobatan yang terbaik terhadap penyakit

pasien, memberikan pelayanan secara tepat dan cepat kepada setiap pasien.

Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan perorangan

di puskesmas adalah kepuasan pasien. Kepuasan didefinisikan sebagai

penilaian pasca konsumsi, bahwa suatu produk yang dipilih dapat memenuhi

atau melebihi harapan konsumen, sehingga mempengaruhi proses pengambilan

keputusan untuk pembelian ulang produk yang sama. Pengertian produk

mencakup barang, jasa, atau campuran antara barang dan jasa (Supardi, 2008).

Salah satu produk puskesmas adalah jasa pelayanan kefarmasian.

Pelayanan kefarmasian adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem

pelayanan kesehatan di puskesmas yang mengacu pada pelayanan pasien,

penyediaan obat-obat yang dibutuhkan serta pelayanan informasi obat yang

terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Seperti halnya rumah sakit, adanya

apotek merupakan sebuah keharusan bagi setiap puskesmas sebagai penyedia

pelayanan kesehatan untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan bagi

setiap pasien yang berkunjung sehingga pasien mendapatkan pelayanan

kesehatan yang optimal dan sesuai dengan kehendak pasien untuk

meningkatkan kualitas hidupnya. Hal tersebut layak diperhatikan oleh

puskesmas untuk memenuhi harapan masyarakat sebagai pengguna layanan

kesehatan.

Jumlah kunjungan pasien rawat jalan yang berobat ke Puskesmas Bandar

Jaya yang tercatat selama tahun 2012 adalah sebanyak 29.062 kunjungan.

Sedangkan resep pasien rawat jalan yang masuk ke Apotek Puskesmas Bandar

4

Jaya selama tahun 2012 adalah sebanyak 23.028 lembar resep. Berdasarkan

data-data tersebut, melihat tingginya jumlah kunjungan dan jumlah resep yang

masuk di Puskesmas Bandar Jaya, maka kualitas pelayanan kefarmasian

menjadi hal utama yang harus diperhatikan sehingga dapat memberikan

kepuasan bagi pasien. Pada Apotek Puskesmas Bandar Jaya, Kecamatan

Terbanggi Besar, Lampung Tengah ini belum pernah dilakukan analisis

kepuasan pasien rawat jalan dengan metode SERVQUAL sebelumnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian untuk

melihat tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan kefarmasian di

Apotek Puskesmas Bandar Jaya Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung

Tengah ini, sehingga dapat dijadikan acuan dalam memperbaiki pelayanan

kesehatan pada umumnya dan pelayanan farmasi khususnya di Puskesmas

Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperoleh perumusan masalah

untuk penelititan ini yaitu :

1. Bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan

kefarmasian di Apotek Puskesmas Bandar Jaya Kecamatan Terbanggi

Besar Lampung Tengah ini ditinjau dari dimensi keandalan, daya tanggap,

kepastian, empati, dan berwujud ?

2. Dimensi manakah yang perlu menjadi prioritas bagi Apotek Puskesmas

Bandar Jaya Kecamatan Terbanggi Besar Lampung Tengah untuk lebih

ditingkatkan lagi kualitas pelayanannya?

5

C. Tujuan penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di yang

mencakup persepsi pasien rawat jalan terhadap setiap dimensi yang diukur

yaitu dimensi keandalan, daya tanggap, kepastian, empati, dan berwujud.

2. Untuk mengetahui dimensi apa yang menjadi prioritas bagi Apotek

Puskesmas Bandar Jaya Kecamatan Terbanggi Besar Lampung Tengah

untuk lebih ditingkatkan lagi kualitas pelayanannya.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi tempat penelitian (puskesmas) : bermanfaat sebagai masukan dalam

upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama

dalam bidang pelayanan kefarmasian sehingga dapat memenuhi kebutuhan

pasien.

2. Bagi peneliti : dapat mengembangkan kemampuan penelitian dan

pengetahuannya dalam melakukan penelitian serta dapat digunakan

sebagai pembelajaran agar dapat memahami konteks pelayanan

kefarmasian, khususnya di puskesmas sehingga dapat meningkatkan

pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan di masyarakat.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

6

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

(DepKes, 2009).

Seiring perkembangan zaman, persepsi pelayanan kefarmasian telah

berubah dari orientasi pada obat (drug oriented) sekarang mengacu orientasi

kepada pasien (patient oriented). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi

tersebut, apotekerer/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat

berinteraksi langsung dengan pasien (DepKes, 2006).

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM,

Sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta

administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan

obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimoanan resep)

dengan memanfaatkan tenaga, dana sarana, prasarana dan metode

tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan

(DepKes, 2006).

Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) atau Good

Pharmacy Practice (GPP) adalah cara untuk melaksanakan pelayanan

kefarmasian yang baik secara komprehensif, berupa panduan yang berisi

sejumlah standar bagi para apoteker dalam dalam menjalankan praktik

profesinya di sarana pelayanan kefarmasian (Mashuda, 2011).

Adapun Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) hendaknya

memenuhi persyaratan (Mashuda, 2011) :

7

a. apoteker mengutamakan seluruh aktifitasnya ditujukan bagi

kesejahteraan pasien.

b. lnti aktivitas apoteker adalah penyediaan obat dan produk

kesehatan lainnya untuk menjamin khasiat, kualitas dan

keamanannya, penyediaan dan pemberian informasi yang

memadai dan saran untuk pasien dan pemantauan terapi obat.

c. Seluruh aktifitas merupakan kesatuan bagian dari kontribusi apoteker

yang berupa promosi peresepan rasional dan ekonomis serta

penggunaan obat yang tepat.

d. Sasaran setiap unsur pelayanan terdefinisi dengan jelas, cocok

bagi pasien, terkomunikasi dengan efektif bagi semua pihak yang

terlibat.

Dibangunnya apotek seperti di puskesmas adalah demi tercapainya

misi pelayanan kefarmasian di antaranya untuk mendapatkan terapi obat

yang optimal, menjamin mutu dan pelayanan dengan biaya yang dapat

dijangkau oleh semua kalangan masyarakat serta memberikan pendidikan

dan pengetahuan mengenai pengobatan bagi masyarakat.

Pelayanan kefarmasian merupakan bentuk dari suatu jasa. Jasa atau

pelayanan merupakan setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh

suatu pihak pada pihak lain dan pada dasarnya tidak terwujud, serta tidak

menghasilkan kepemilikan sesuatu (Kotler, 1994). Berdasarkan definisi

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jasa atau pelayanan merupakan

suatu kinerja yang tidak terwujud dan cepat hilang, tetapi tidak dirasakan

8

daripada dimiliki, dimana pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam

proses mengkonsumsi jasa tersebut, namunmondisi cepat lambatnya

pertumgbuhan jasa sangat terganutng pada penilaian pelanggan terhadap

kinerja atau penampilan yang ditawarkan oleh pihak produsen. Menurut

Fandy Tjiptono (1995), jasa mempunyai 4 karakteristik yaitu:

a. Intengibility (tidak dapat dilihat, dirasakan)

Jasa bersifat Intengibility yang artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa,

diraba, dicium, ataupun didiengar sebelum pelanggan mencoba atau

membeli. Karena sifat jasa yang tidak bisa dirasakan atau dilihat

menyebabkan jasa menjadi sesuatu yang tidak mudah untuk

didefinisikan, diinformasikan ataupun dipahami secara rohani. Maka

dari itu dalam hal ini penyedia jasa menghadapi tantangan untuk

memberikan bukti-bukti fisik dan perbandingan pada penawaran

abstraknya.

b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan)

Pada dasarnya jasa merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari

penyedia jasa itu sendiri. Misalnya jasa pelayanan kesehatan, maka

dilakukan oleh instansi kesehatan, seperti rumah sakit dan

puskesmas, atau orang yang memiliki pekerjaan dengan latar

belakang pendidikan dibidang kesehatan, seperti dokter dan

apoteker.

9

c. Variability (keragaman)

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non standardized

out-put yang artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis

tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut

dihasilkan.dalam hal ini penyedia jasa dapat menggunakan 3

pendekatan dalam pengendalian kualitas jasa.

Pendekatan tersebut yaitu berupa:

1) Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personalia yang

baik.

2) Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa. Dalam hal ini

dapat dilakukan dalam diagram jalur dengan tujuan untuk

mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan

kegagalan dalam penyediaan jasa.

3) Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem sarana dan

keluhan survey pelanggan sehingga pelayanan yang kurang baik

dapat dideteksi dan dikoreksi.

d. Perishability (tidak tahan lama)

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat

disimpan dan jasa sangat bervariasi dalam melakukan pemasaran

jasa yang dipengaruhi faktor musiman.

10

2. Kualitas Pelayanan

Menurut Zeithaml dkk. (1988) kualitas pelayanan didiefinisikan

sebagai perbedaan antara harapan pelanggan terhadap suatu pelayanan

sebelum menerima pelayanan tersebut dibandingkan dengan kinerja

pelayanan yang mereka terima, sehingga akan menimbulkan gap

(kesenjangan) antara kinerja dan harapan yang mana besarnya gap tersebut

dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan.

Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan bersifat multidimensional,

yaitu kualitas menurut pemakai pelayanan kesehatan dan menurut penyedia

jasa layanan kesehatan.

a. Dari segi pemakai jasa pelayanan, kualitas pelayanan terutama

berhubungan dengan ketanggapan dan kemampuan petugas dalam

memenuhi kebutuhan dan komunikasi pasien termasuk dialamnya

sifat ramah dan kesungguhan.

b. Dari pihak penyedia jasa dalam hal ini , kualitas pelayanan terkait

dengan pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan

teknologi.

Menurut Azwar (1996) secara umum dapat dirumuskan bahwa batasan

pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat

memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata

penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai kode etik dan standar yang telah

ditetapkan.

11

Kualitas pelayanan dapat dicapai dengan menetapkan dan

mengendalikan karakteristik mutu pelayanan serta karakteristik

penghantaran pelayanan. Karakteristik mutu pelayanan adalah ciri

pelayanan yang dapat diidentifikasi, yang diperlukan untuk mencapai

kepuasan konsumen. Ciri tersebut dapat berupa psikologis, orientasi waktu,

etika dan teknologi (Siregar, 2004).

Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan, penyedia jasa

juga harus meningkatkan komitmen dan kesadaran serta kemampuan para

pekerja, terutama mereka yang langsung berhubungan dengan konsumen.

Meskipun sistem dan teknik kualitas sudah bagus tetapi jika orang yang

melaksanakan dan alat-alat yang digunakan tidak dengan cara yang benar

maka kualitas pelayananyang diharapkan tidak akan terwujud.

3. Kepuasan

Pengertian dari kepuasan secara umum adalah suatu perasaan baik

senang ataupun kecewa dari seseorang yang berasal dari perbandingan

antara kesanna terhadap kinerja atau hasil dengan suatu produk dengan

harapan-harapannya. Seperti halnya pada pasien, kepuasan pasien

merupakan suatu sikap konsumen yaitu seberapa derajad kesukaan dan

ketidaksukaan terhadap pelayanan yang dirasakan (Kotler,1997).

Apabila barang atau pun jasa yang mereka terima ternyata sama

bahkan melebihi apa yang mereka harapkan, maka konsumen tersebut akan

cenderung memakai barang/jasa tersebut. Namun hal yang sebaliknya juga

bisa terjadi yaitu apabila ternyata barang/jasa yang mereka terima itu tidak

12

sesuai dengan apa yang mereka harapkan maka konsumen akan kehilangan

minat dan cenderung akan meninggalkan barang/jasa dari produsen tersebut,

dalam hal ini adalah puskesmas (Kotler, 1997).

Menurut Supranto (2001), ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan dari pasien diantaranya:

a. Kualitas produk atau jasa

Kualitas suatu produk adalah bahan evaluasi bagi para konsumen

untuk menunjukkan tingkat kepuasan mereka. Artinya bahwa

konsumen akan merasa puas jika produk atau pun jasa yang

ditawarkan berkualitas.

b. Kulaitas pelayanan

Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan (pasien)

akan merasa puas jika pelayanan yang mereka peroleh sesuai

dengan apa yang diharapkan.

c. Faktor Emosional

Konsumen akan cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih

tinggi apabila ada orang lain yang memiliki pandangan yang sama

dengan konsumen tersebut terhadap produk atau jasa yang sama.

d. Harga

Semakin besar harga yang harus dibayar terhadap suatu produk

atau jasa, maka konsumen akan menaruh harapan yang lebih besar

terhadap produk atau jasa tersebut. Namun bila ada dua macam

13

produk atau jasa dengan kualitas yang sama, maka konsumen

cenderung akan memilih yang lebih murah harganya.

e. Biaya

Mendapatkan produk atau jasa tanpa perlu mengeluarkan tambahan

biaya atau pun membuang waktu untuk mendapatkan suatu

produk/pelayanan, konsumen akan cenderung puas terhadap

produk/pelayanan tersebut.

4. Cara Mengukur Kepuasan

Tingkat kepuasan dapat diukur. Adapun untuk menelusuri dan

mengukur tingkat kepuasan konsumen ada berbagai cara (Kotler dan

Armstrong, 2001):

a. Survei kepuasan

Survei yang dilakukan secara berkala akan dapat diperoleh

kepuasan konsumen secara langsung. Caranya adalah dengan

memberikan daftar pertanyaan yang nantinya bisa dinilai secara

langsung.

b. Ghost Shopping

Ghost Shopping dilakukan dengan menggunakan beberapa sebagai

pembeli (ghost shopper) untuk bersikap sebagai konsumen

potensial pada perusahaan pesaing yang bertugas untuk

memperhatikan, mengamati beberapa kekuatan dan kelemahan

pelayanan yang dilakukan pada perusahaan pesaing.

14

c. Analisis kehilangan pelanggan

Mempelajari penyebab berkurangnya konsumen yang membeli atau

memakai jasa pelayanan yang disediakan serta mengukur tingkat

kehilangan pelanggan. Dari situ akan terlihat apakah pelayanan

yang diberikan sudah dapat memuaskan konsumen (pasien).

d. Sistem keluhan dan saran

Bagian dari organisasi dari suatu instansi untuk menampung apa

yang menjadi keluhan dari para konsumen serta apa yang

diharapkan dari dari suatu instansi tersebut agar sesuai dengan apa

yang diinginkan konsumen.

5. Dimensi Kualitas Pelayanan

Kualitas suatu produk baik berupa barang maupun jasa pelayanan

perlu ditentukan melalui dimensi-dimensinya. Beberapa pakar pemasaran

seperti Parasuraman dan Zeithaml melakukan beberapa penelitian khusus

terhadap beberapa jenis jasa pelayanan dan mengidentifikasi faktor yang

mempengaruhi kualitas jasa pelayanan yang biasa disebut sebagai dimensi

kualitas. Dimensi kualitas tersebut terbagi ke dalam 5 dimensi yaitu dimensi

keandalan, daya tanggap, kepastian, empati, dan berwujud.

Menurut Kotler (1997), Lima dimensi kepuasan ini disajikan secara

berurutan berdasarkan nilai pentingnya menurut kepuasan. Kelima dimensi

yang dimaksud adalah:

15

a. Dimensi Keandalan (reliability)

Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai secara akurat

dan terpercaya, sikap simpatik dan dengan akurasi yang tinggi kepada

para pasien. Keandalan diukur dengan tindakan pelayanan yang akurat,

profesionalisme dalam menangani konsumen seperti keluhan pasien,

melayani dengan baik dan ramah saat melakukan pelayanan,

memberikan pelayanan dengan tepat dan benar sesuai dengan prosedur

yang ditetapkan dalam memberikan pelayanan dan selalu sesuai dengan

jadwal yang telah ditetapkan.

b. Dimensi Daya Tanggap (responsiveness)

Yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan

yang cepat dan tepat kepada pelanggannya. Daya tanggap diukur

dengan indikator kesigapan Penyedia layanan dalam menangani

keluhan konsumen, tanggapan dari Penyedia layanan terhadap saran

dari para konsumen, responden kecepatan dari Penyedia layanan

terhadap setiap keinginan konsumen.

c. Dimensi Kepastian (Assurance)

Yaitu kemampuan Penyedia untuk menumbuhkan rasa percaya yang

cepat dan tepat kepada para konsumen. Jaminan Diukur dengan

indikator rasa aman dan terjaminnya pada saat melakukan pengobatan

ataupun perawatan, dapat menumbuhkan rasa kepercayaan untuk cepat

sembuh kepada pasien, petugas berpengalaman dan terlatih dalam

16

melakukan pengobatan dan mampu mengatasi keluhan dengan cepat

mengenai kondisi kesehatan pasiennya.

d. Dimensi Empati (empathy)

Yaitu kemampuan Penyedia layanan untuk memberikan perhatian yang

tulus terhadap semua konsumen. Perhatian diukur dengan indikator

pelayanan, keramahan yang sama tanpa memandang status konsumen,

dapat memberikan perhatian kepada setiap konusmen, pengertian

terhadap keluhan-keluhan pasiennya.

e. Dimensi Berwujud (tangible)

Yaitu kemampuan suatu produsen dalam menunjukan eksistensinya

kepada pihak eksternal, dapat berupa penampilan dan kemampuan

sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan

sekitarnya. Bukti langsung diukur dengan indikator kondisi gedung

Puskesmas, peralatan pendukung untuk melakukan pemeriksaan pasien,

ruang tunggu yang disediakan oleh puskesmas, penampilan dan kondisi

setiap ruangan Puskesmas. Penampilan petugas medis dan non medis

dan kebersihan setiap ruangan Puskesmas.

6. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan

kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja

puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih

dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar

17

puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa,

Kelurahan atau dusun/rukun warga (RW) (Depkes RI, 2006). Berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI nomor

128/MEKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan

Masyarakat, sebagai penyelenggara sarana kesehatan, puskesmas memiliki

beberapa fungsi (DepKes RI, 2004):

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas selalu berupaya menyelenggarakan dan memantau

penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat

dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta

mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif

memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan

setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk

pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah

mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa

mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka

masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki

kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan

masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan

kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut

menetapkan, menyelenggarakan dan memantau, pelaksaan program

18

kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga, dan masyarakat ini

diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya

sosial dan budaya masyarakat setempat.

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab

puskesmas meliputi:

1) Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan bersifat

pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan

penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa

mengabaikan pemeliharaan dan pencegahan penyakit. Pelayanan

perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas

tertentu ditambah dengan rawat inap.

2) Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat

publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa

mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulohan kesehatan.

Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah

promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan

lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,

19

keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai

program kesehatan masyarakat lainnya.

7. Profil Puskesmas Bandar Jaya

Puskesmas Bandar Jaya adalah puskesmas terletak di Kota Bandar

Jaya Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Puskesmas

ini berjarak sekitar 7 Km dari ibukota Kabupaten Lampung Tengah, Gunung

Sugih dan sekitar 60 Km dari ibukota Propinsi Lampung (Anonim, 2012).

Wilayah kerja dari Puskemas Bandar Jaya meliputi daerah-daerah

yang ada di Kota Bandar Jaya yang terdiri dari 5 kampung dan 2 kelurahan

dengan jumlah penduduk sebanyak 76.087 jiwa yang tersebar di daerah

Onoharjo (6,95% jiwa), Nambahdadi (16,02% jiwa), Karang Endah

(11,99% jiwa), Indra Putra Subing (7,95% Jiwa), Bandar Jaya Barat

(30,11% Jiwa), Adijaya (8,96% Jiwa), dan Bandar Jaya Timur (18,03%

Jiwa) dengan mata pencaharian yang sebagian besar adalah petani yang

meliputi 50% jumlah penduduk. Lainnya tersebar sebagai pedagang, PNS,

buruh/karyawan, dan lain-lain (Anonim, 2012).

Terhitung sampai tahun 2013, Puskesmas Bandar Jaya memiliki

tenaga kerja sebanyak 43 orang yang terbagi dalam berbagai bidang

pelayanan dan dan salah satunya adalah tenaga apoteker untuk mengelola

bidang pelayanan kefarmasian di puskesmas tersebut. Tabel I merupakan

data persebaran tenaga kerja yang dimiliki puskesmas yang diambil dari

dokumen Perencanaan Tingkat Puskesmas tahun 2013.

20

Tabel I. Persebaran Tenaga Kerja Puskesmas Bandar Jaya Tahun 2011

Hingga Tahun 2013

NO. JENIS TENAGA 2011 2012 2013

1 Dokter Umum 2 2 2

2 Dokter Gigi 1 1 0

3 Sarjana Kes. Mas. 0 1 1

4 Sarjana Keperawatan 2 3 3

5 D4 Teknik Radiologi 1 1 1

6 Gizi 1 1 1

7 SPAG 1 1 1

8 Apoteker 0 1 1

9 Tenaga Teknik Kefarmasian 1 1 1

10 Kesling 1 1 1

11 Analisis Kesehatan 1 1 1

12 Perawat Gigi 2 3 3

13 Perawat SPK 2 2 2

14 Perawat DIII 8 8 8

15 Bidan D1 6 6 6

16 Bidan DIII 6 8 8

17 Bidan PTT 2 2 2

18 Pekarya Kesehatan 3 3 2

19 Umum 1 1 1

JUMLAH 40 43 43

Apotek Puskesmas Bandar Jaya melayani resep untuk pasien rawat

jalan dan pasien rawat inap. Gambar 1merupakan grafik yang menunjukkan

kunjungan pasien rawat jalan yang berobat ke Puskesmas Bandar Jaya tahun

2012.

21

Gambar 1. Grafik Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan Puskesmas

Bandar Jaya Tahun 2012

Berdasarkan data jumlah kunjungan tersebut, terlihat bahwa pada bulan

April hingga bulan Oktober meskipun terdapat fluktuasi jumlah kunjungan,

tetapi jumlah kunjungan puskesmas masih dianggap stabil karena perbedaan

jumlah kunjungan tidak terlalu jauh. Namun secara garis besar terdapat

penurunan jumlah kunjungan yang nyata dari awal bulan Januari hingga

akhir bulan Desember tahun 2012.

Pada gambar 2 menunjukkan grafik jumlah resep pasien rawat jalan

yang masuk di apotek Puskesmas Bandar Jaya selama tahun 2012.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Series1

22

Gambar 2. Grafik Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan Puskesmas

Bandar Jaya Tahun 2012

Berdasarkan data jumlah resep yang masuk tersebut, secara garis besar

dari awal bulan Januari hingga akhir bulan Desember tahun 2012 jumlah

resep rawat jalan yang masuk ke Apotek Puskesmas Bandar Jaya cenderung

mengalami penurunan.

F. Kerangka Konsep Penelitian

Berikut merupakan gambaran kerangka konsep penelitian yang dilakukan:

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

0

500

1000

1500

2000

2500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Series1

Harapan Pelayanan

farmasi

K

Hasil

Harapan > layanan = Tidak

Puas

Harapan = layanan = Puas

Harapan <layanan = Sangat

Puas Dimensi : Keandalan , Daya tanggap, Kepastian ,

Empati , Berwujud

23

G. Keterangan Empiris

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan tingkat kepuasan

pasien dengan mengukur selisih antara harapan yang diinginkan pasien

rawat jalan terhadap pelayanan kefarmasian pusat kesehatan masyarakat

(Puskesmas) Bandar Jaya Lampung Tengah yang di tinjau dari dimensi

keandalan, daya tanggap, kepastian, empati, dan berwujud serta mengetahui

dimensi pelayanan yang perlu mendapat perhatian dalam meningkatkan

pelayanan kefarmasian kepada pasien.