bab i referat laringitis kronis

21
BAB I Pendahuluan Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. (1) Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara dua buah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan. (1) Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi laringitis, pita suara akan meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan terjadinya perubahan suara yang diproduksi oleh udara yang lewat melalui celah diantara keduanya. Akibatnya, suara akan terdengar serak. Pada beberapa kasus laringitis, suara akan menjadi sangat lemah sehingga tidak terdengar. (1) Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung lama (kronis). Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi dan peradangan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius. (1)

Upload: farah-basotjatjo-kahar

Post on 21-Jul-2016

77 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

laring

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Referat Laringitis Kronis

BAB I

Pendahuluan

Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak

digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. (1)

Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran

mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea). Di dalam kotak suara

terdapat pita suara dua buah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang

rawan. (1)

Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara

melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi laringitis, pita suara akan

meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara tersebut akan membengkak,

menyebabkan terjadinya perubahan suara yang diproduksi oleh udara yang lewat melalui

celah diantara keduanya. Akibatnya, suara akan terdengar serak. Pada beberapa kasus

laringitis, suara akan menjadi sangat lemah sehingga tidak terdengar. (1)

Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung lama

(kronis). Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi dan peradangan

akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih

serius. (1)

Page 2: BAB I Referat Laringitis Kronis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING

A. ANATOMI LARING (2)

Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6, bagian

atasnya yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan

bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti sirkular.

Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan

beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan

atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-

otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini akan

menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini

bekerja untuk membantu menggerakan lidah.

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid, aritenoid,

kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan tulang rawan laring

yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang

ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti kapal, bagian depannya

mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”  dan di dalam tulang rawan ini

terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh ligamentum

krikotiroid.

Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah

kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid

terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vetebra

C3 sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung

jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat 2 buah

(sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang laring dan membentuk sendi

dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi krikoaritenoid

Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini melekat

pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik.

Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di dalam

lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam rigiditas

Page 3: BAB I Referat Laringitis Kronis

dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum

hiotiroid lateral.

Gambar anatomi laring

Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas

dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago

thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis

menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius,

terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas

ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam kartilago

thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis

palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini

tidak terlibat dalarn produksi suara.

Page 4: BAB I Referat Laringitis Kronis

Gambar pita suara

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi

krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum

seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial,

ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum

hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hioepiglotica, ligamentum

ventricularis , ligamentum vocale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan

kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot

instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan ,

sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring sendiri.

Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid (suprahioid), dan ada

yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot ekstrinsik yang supra hyoid ialah

M. Digastricus, M.Geniohioid, M.Stylohioid, dan M.Milohioid. Otot yang infrahioid

ialah M.sternohioid dan M.Tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid

berfungsi menarik laring kebawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring keatas.

Otot-otot intrinsik laring ialah M. Krikoaritenoid lateral. M.Tiroepiglotica,

M.vocalis,M. Tiroaritenoid, M.Ariepiglotica, dan M.Krikotiroid. Otot-otot ini terletak

di bagian lateral laring.Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah

M.aritenoid transversum, M.Ariteniod obliq dan M.Krioaritenoid posterior.

Page 5: BAB I Referat Laringitis Kronis

Gambar otot pada laring

1. Rongga laring. (2)

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya

ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah

permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum tiroepiglotic, sudut

antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya

ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid, konus elasticus, dan arkus

kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah M.aritenoid transverses dan

lamina kartilago krikoid.

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica ventrikularis

Page 6: BAB I Referat Laringitis Kronis

(pita suara palsu). Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut rima glottis,

sedangkan antara kedua plica ventrikularis disebut rima vestibuli. Plica vocalis dan

plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu vestibulum laring ,

glotic dan subglotic.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica ventrikularis.

Daerah ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita ventrikularis, pada tiap

sisinya disebut ventriculus laring morgagni. Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu

bagian intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang

antara kedua plica vocalis, dan terletak dibagian anterior, sedangkan bagian

interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian

posterioir. Daerah subglotic adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara

(plicavocalis).

2. Persyarafan (2)

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus superior

dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik

dan sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga

memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara. Saraf ini mula-mula

terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah medial a.karotis interna,

kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan setelah menerima hubungan

dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus

eksternus dan ramus internus.

Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior

dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid

terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan

bersama-sama dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa laring.

Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu

memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan

lanjutan dari n.vagus.

Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,

sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan

diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal

kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah posterior

dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus

posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral,

Page 7: BAB I Referat Laringitis Kronis

sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot intrinsik laring superior dan

mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus internus.

Gambar persarafan laring

3. Pendarahan (2)

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior dan

a.laringitis inferior.

Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri

laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran

tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian

menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding lateral dan

lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.

Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan bersama-

sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring

melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam arteri itu

bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan

a.laringis superior.

Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan

cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai mendekati tiroid.

Page 8: BAB I Referat Laringitis Kronis

Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran

krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus superior.

Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan

a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior

dan inferior.

4. Pembuluh Limfe (2,3)

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Disini

mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal

pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis

dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian

superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan

kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam,

dan beberapa dintaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

B. FISIOLOGI (2)

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi

serta fonasi.

Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing

masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara

bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena pengangkatan laring ke

atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilogo aritenoid

Page 9: BAB I Referat Laringitis Kronis

bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya

m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glotis terjadi karena

adduksi plika vokalis. Kartilago arritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi

otot-otot intrinsik. Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke

dalam trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret

yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.

Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis.

Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis

kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka. Dengan

terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat

mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah

tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,

yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong

bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.

Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,

mengeluh, menangis dan lain-lain. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan

membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada

diatur oleh peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka

m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi

kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan

menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam

keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan

mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.

Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

II. DEFINISI

Suatu pradangan kronik pada laring yang menyebabkan mukosa laring

hiperemis dan edema. (3)

III. ETIOLOGI

Laryngitis kronis sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang

berat, polip hidung atau bronchitis kronik. Mungkin juga disebabkan oleh

penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras.

Page 10: BAB I Referat Laringitis Kronis

Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal dan kadang-

kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasia skuamosa. (3)

IV. KLASIFIKASI

Laringitis kronis terbagi menjadi non-spesifik dan spesifik. (4)

A. Non-Spesifik laringitis kronis

Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada saluran

pernapasan, seperti selesma,influensa,bronkhitis atau sinusitis. Akibat paparan zat-zat

yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan, asam lambung atau

zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja.Terlalu banyak menggunakan suara,

dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau menyanyi (vokal abuse).

Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis, permukaan yang tidak rata dan

menebal.(3,4)

Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan

tenggorokan. Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat berfariasi

tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak hingga suara yang

hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit tenggorokan, tenggorokan

kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala berlangsung beberapa minggu

sampai bulan.(3,4)

Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya tidak rata

dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu

dilakukan biopsi. (3,4)

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya laryngitis dan

simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan oleh sebab-sebab

yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara sebanyak mungkin

dan tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila penyebabnya adalah zat

yang dihirup, maka hindari zat penyebab iritasi tersebut. Dengan menghirup uap

hangat dari baskom yang diisi air panas mungkin bisa membantu. Bila anak yang

masih berusia batita atau balita mengalami langiritis yang berindikasi karahcroup, bisa

digunakan kortikosteroid seperti dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga

berhubungan dengan kondisi lain seperti rasa terbakardi uluh hati, merokok atau

alkoholik, harus dihentikan. (5)

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara : (4,6,7)

Page 11: BAB I Referat Laringitis Kronis

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok tidak

langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi

pada pita suara.

2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat

tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering . Bila

mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.

4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan

berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal

peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan. Berdehem juga akan

menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir dan merasa lebih

iritasi , membuat ingin berdehem lagi.

Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset bertahap

dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi mukus

berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai sekresi mukus

endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang, eritema dan edema lipatan pita

suara serta inkompetensi glotis episodik selama fase fonasi.(4)

Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada pasien

untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau fexofenadine

dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus yang tebal dan

lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin. (6,7)

B. Laringitis kronis spesifik

1. Laringitis Tuberkulosa

Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering kali

setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis

tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat

lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila

infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Infeksi kuman ke

laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung kuman,

atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat menimbulkan

gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke

Page 12: BAB I Referat Laringitis Kronis

aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik. Secara

klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu : (8,9)

a. Stadium infiltrasi.

Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan hiperemis, kadang pita

suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring tampak pucat. Kemudian di

daerah sub mukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-

bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel

yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat,

karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini

pasien dapat merasakan adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di

daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.

b. Stadium ulcesari.

Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal,

dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat

bila dibandingkan dengan nyeri karena radang (khas), dapat juga terjadi

hemoptisis.

c. Stadium perikondritis.

Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan yang paling

sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi

kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan

melanjut dan terbentuk sekuester. Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan

keadaan umum sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat

bertahan maka proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium

fibrotuberkulosis.

d. Stadium fibrotuberkulosa.

Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara

dan subglotik.

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT termasuk

pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun

pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan penunjang seperti

laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi anatomi. (8,9)

Page 13: BAB I Referat Laringitis Kronis

Penatalaksanaannya berupa pembeian obat antituberkulosis primer dan sekunder.

Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa macam dan cara

pemberian obat antituberkulosa :(10)

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,

sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. Obat sekunder :

Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin. (10)

2. LARINGITIS LUETIKA (4,8,9)

Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai

pada bayi ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama

sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya edema yang

hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi

karena adanya pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga, terbentuknya guma yang

nanti akan pecah dan menimbulkan ulcerasi, perikondritis dan fibrosis.

Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis.

Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini,

pasien tidak merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di

perifer.

Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat dalam,

bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat

yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sagat

cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis. Diagnosis

dapat ditegakkan dengan tes serologi (RPR,VDRL, dan FTA-ABS) dan biopsi.

Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis tinggi,

pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis dapat dilakukan

trakeostomi dan operasi rekonstruksi.

Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah,

karena menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen.

Page 14: BAB I Referat Laringitis Kronis

DAFTAR PUSTAKA

1. Azzilah Y. Laringitis tuberculosis. Fakultas Kedokteran UNSRI. Palembang .2012.

2. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi

ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 369-376

3. Roezin A. Sistem Aliran Limfa Leher.Dalam:Soepardi EA. Buku Ajar llmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI .

2007. h. 174-177.

4. Berlliti S, Omidi M. Chronic Laryngitis, Infectious or Allergic.

http://www.emedicine.com/ent/topics354.htm .

5. Lalwani AK : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck

Surgery, 2nd Edition. New York:The McGraw-Hill.2007.

6. Banovetz JD. Gangguan Laring Jinak. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 378-396.

7. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Kelainan Laring.Dalam: Soepardi

EA. Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-

6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2007.h. 237-242

8. Dhillon, R.S. ,East C.A.. Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery. 2nd

Edition. Churcill Livingstone. 2000. Hal. 56-68

9. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery, 6th ed. Appleton & Lange

Stamfort,Connecticut P.

10. Brandwein-Gensler, Majorie. Laryngeal Pathology. In:Van De Water Thomas R.

Staecker H. Otolaryngology Clinical review. New York:Thieme. 2008. Hal. 574-591.