bab i seborrhea
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan
bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk
menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari
semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema
numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5%
dari penduduk.
Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema
merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial
dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai
ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan
telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa
tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV
terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi
tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik
sama dengan ketombe.
DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan
pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling
sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan
peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada
daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan
faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan
penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal
kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis
maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat
mempengaruhi onset dan derajat penyakit.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam penyusunan makalah ini
antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan seborrhea atau dermatitis seboroik?
2. Jelaskan tentang epidemiologi dermatitis seboroik!
3. Jelaskan tentang etiopatogenesis dermatitis seboroik!
4. Jelaskan tentang patogenesis dermatitis seboroik!
5. Bagaimana gambaran klinik dari dermatitis seboroik?
6. Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan untuk mengetahui
dermatitis seboroik?
7. Penyakit-penyakit apa saja yang dapat menjadi diagnosis banding dari
dermatitis seboroik?
8. Jelaskan tentang penegakkan diagnosis dari dermatitis seboroik!
9. Jelaskan penatalaksanaan untuk dermatitis seboroik!
10. Terapi apa saja yang dilakukan untuk dermatitis seboroik?
11. Bagaimana kiat mengatasi dermatitis seboroik?
12. Bagaimana cara mencegah terjadinya dermatitis seboroik?
13. Jelaskan tentang pragnosis dari dermatitis seboroik!
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari seborrhea atau dermatitis seboroik.
2. Untuk mengetahui tentang epidemiologi dermatitis seboroik.
3. Untuk mengetahui tentang etiopatogenesis dari dermatitis seboroik.
4. Untuk mengetahui patogenesis dermatitis seboroik.
5. Untuk mengetahui gambaran klinik dari dermatitis seboroik.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui dermatitis seboroik.
7. Untuk mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang dapat menjadi diagnosis
banding dari dermatitis seboroik.
8. Untuk mengetahui tentang penegakkan diagnosis dari dermatitis seboroik.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk dermatitis seboroik.
10. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan untuk dermatitis seboroik.
11. Untuk mengetahui kiat mengatasi dermatitis seboroik.
12. Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya dermatitis seboroik.
13. Untuk mengetahui tentang pragnosis dari dermatitis seboroik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa
peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat
predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar
sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga,
dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik
didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering
atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai
adanya krusta.
Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang
didasari oleh factor konstitusi dan bertempat predileksidi tempat-tempat seboroik.
Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan peradangan superfisialis
kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan eksaserbasi.
Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kalenjar lemak)
yaitu: kepala (“Scalp”, telinga, saluran telinga, belakang telinga, leher), muka (alis
mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi, hidung,
janggut/ dagu), badan atas ( daerah presternum, daerah interskapula, areolae
mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan bawah mammae, umbilicus,
pelipatan paha, daerah anogenital dan pelipatan pantat).
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak
mengandung kelenjar sebasea.
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah terbukti
adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena. Dermatitis
seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan kambuhan.
Dermatitis seboroik ditandai dengan kemerahan, gatal, dan kulit bersisik, paling
sering mengenai kulit kepala (ketombe), tetapi juga dapat mengenai kulit pada
bagian tubuh lainnya seperti wajah, dada, lipatan lutut, lengan dan lipat paha.
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini terkait
dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam tubuhnya.
"Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang seiring dengan
berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua bayi akan mengalami
dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja, terutama yang mengalami
atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi menyimpang terhadap bahan-bahan
yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka
akan timbul dermatitis seborrheic bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini
tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi.
Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai
dengan sisik yang berada di atas kulit yang kemerahan.
B. Epidemiologi
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi
pada pria dibandingkan wanita.Hal ini mungkin disebabkan karena adanya
aktifitas kelenjar sebasea yang diatur oleh hormon androgen.
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat
menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur
30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116
anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi
dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak
perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit
menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang
minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat terlihat
pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit Parkinson,
paralisis fasial, pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan yang menerima
terapi psoralen ditambah ultraviolet A (PUVA). Juga beberapa obat–obatan
neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering terjadi tetapi masih
belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah pada
musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.
C. Etiopatogenesis
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya adalah
kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Ini merupakan dermatitis yang
menyerang daerah–daerah yang mengandung banyak glandula sebasea,
bagaimanapun bukti terbaru menyebutkan bahwa hipersekresi dari sebum tidak
nampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila dibandingkan
dengan kelompok sehat. Pengaruh hormonal seharusnya dipertimbangkan
mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum puberitas. Ada bukti yang
menyebutkan bahwa terjadi status hiperproliferasi, tetapi penyebabnya belum
diketahui.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif
selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis
seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada
usia sebelum akil balik dan insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40
tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi
pada pria daripada wanita.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya
dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis
seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang telah mempunyai faktor
predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor
kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik, pleomorfik,
Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada
kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari
genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang
kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan P. ovale
yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk
metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat
karena kemampuan untuk mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan
terapinya yang berefek bagus dengan pemberian anti jamur.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit
nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah
hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi,
hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi dijumpai
hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan
membaik bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan
komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat
dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini
diperparah dengan peningkatan keringat. Stres emosional memberikan pengaruh
yang jelek pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat
mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak
pada pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan
pada penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi pyridoxine.
Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik
yaitu:
Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan
Infeksi Pityrosporum ovale
Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus
Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal
Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)
Respon emosional terhadap stres atau kelelahan
Proliferasi epidermal yang menyimpang
Diet yang abnormal
Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik)
Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)
Imunodefisiensi
D. Patogenesis
Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari
dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti.
Dermatitis seboroik dihubungkan dengan adanya kulit yang tampak berminyak
(seboroik oleosa), walaupun peningkatan produksi sebum tidak selalu didapatkan
pada beberapa pasien. Pada anak-anak, produksi sebum dan dermatitis seboroik
saling berhubungan. Pada pemeriksaan histologik, kelenjar sebasea berukuran
besar. Selain itu didapatkan juga perubahan komposisi lipid pada permukaan kulit
yang menunjukkan adanya peninggian kadar kolesterol, trigliserida dan parafin,
yang disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan
reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk
metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui
perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah
berkontak dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen
melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum
ovale, sering pula ditemukan Candida albicans pada lesi-lesi kulit .
Peningkatan proliferasi epidermal pada dermatitis seboroik, menjelaskan mengapa
penyakit ini cukup responsif pada terapi dengan sitostatik. Selain itu, dermatitis
seboroik sering berkaitan dengan kelainan-kelainan neurologik seperti penyakit
parkinson pasca ensefalitis, epilepsi, trauma supraorbital, paralisis nervus fasialis,
polimielits, siringomielia, dan kuadriplegia. Kelainan pada sistem neurologik
menyebabkan abnormalitas pada neurotransmitter dan bermanifestasi sebagai
gangguan fungsi kelenjar sebum.Hal ini berdasarkan fakta, bahwa beberapa obat
yang dapat menginduksi parkinson ternyata juga dapat menginduksi dermatitis
seboroik, sementara pemberian L-dopa selain memperbaiki kondisi parkinson,
juga lesi kulit dengan dermatitis seboroik.
E. Gambaran Klinik
Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi
klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa.
Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk)
dan generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial.
Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit
kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis,
pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla,
infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan
generalisata (eritroderma, eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral
dan simetris berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema
ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan.
Lesi di kulit kepala dapat bermanifestasi menjadi dua tipe:
Pityriasis sicca : tipe yang kering,biasanya berawal dari bercak yang kecil yang
kemudian meluas ke seluruh kulit kepala berupa deskuamasi kering, dan dengan
membentuk skuama halus (ketombe).
Pytiriasis steatoides : tipe yang basah, ditandai oleh skuama yang berminyak
disertai eritema dan akumulasi krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat
disertai dengan erupsi psoriasiformis, eksudat, krusta yang kotor serta bau yang
busuk. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di
bagian verteks dan frontal. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.
Pada anak sering dimulai dengan skuama eritem yang non eksematous pada kulit
kepala (cradle cap) atau di daerah selangkangan yang bermanifestasi sebagai
skuama kering atau bercak bulat/oval berbatas tegas dengan ukuran bermacam-
macam yang ditutupi oleh krusta berminyak berwarna coklat kekuningan. Dimana
di daerah frontal dan parietal tanpa disertai kemerahan. Cradle Cap ini biasanya
muncul dalam 3 sampai 4 minggu setelah kelahiran, dan dapat meluas disertai
eritema ke daerah wajah, dada, selangkangan dan daerah-daerah flexural.
Meskipun dermatitis seboroik pada anak memiliki ciri yang mirip dengan
dermatitis seboroik pada orang dewasa tapi jarang dengan lesi folikular.
Di daerah supra orbital, skuama berlapis tampak di alis dengan dasar yang eritema
dan gatal. Dapat terjadi marginal blepharitis bila sudut dari kelopak mata menjadi
eritem dan granular. Skuama halus berwarna merah muda kekuningan sering
menutupi kelopak mata.
Lesi di bibir jarang ditemukan, tapi bila ada akan bermanifestasi sebagai Cheilitis
Eksfoliativa dimana bibir tampak menjadi kering, kemerahan, berskuama dan
pecah-pecah.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran
histopatologi tergantung dari stadium penyakit.
Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa hiperkeratosis,
akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan psoriasis yang
memiliki akantosis yang regular, rete ridges yang tipis, eksositosis, parakeratosis
dan tidak dijumpai spongiosis. Neutrofil dapat dijumpai pada kedua jenis
penyakit.
Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada akut dan
sub akut, terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan histiosit, ada
spongiosis dan hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan folikel yang
tersumbat oleh proses ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh krusta-skuama
yang mengandung neutropil yang menutupi ostium folikularis.
Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium,
dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan
subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam
jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang,
hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat
folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium
folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas,
dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi
dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah
disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran psoriasis. 2-4
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki
karakteristik yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan
parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan
umur dari pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik,
tinea kapitis dan psoriasis.
1. Psoriasis Vulgaris
Psoriasis vulgaris meskipun jarang pada bayi, memiliki ciri yang mirip dengan
dermatitis seboroik. Bedanya terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-
lapis, disertai tanda tetesan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga
berbeda, psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku,
lutut, kuku dan daerah lumbosakral. Jika psoriasis mengenai scalp, maka sukar
dibedakan dengan DS. Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih,
seperti mika. Psoriasis inversa yang mengenai daerah fleksor juga dapat
menyerupai DS. Selain itu, pada pemeriksan histopatologis terdapat
papilomatosis.
2. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai
dengan lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald
patch, umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta
skuama halus dan tidak berminyak di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang
dapat dibedakan dengan DS, yaitu lesi yang menyerupai pohon cemara terbalik.
Tempat predileksinya juga berbeda, lebih sering pada badan, lengan atas bagian
proksimal dan paha atas, jarang pada kulit kepala.
3. Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofit dan biasanya menyerang anak–anak. Kelainan pada tinea
kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-
kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak
seboroik pada kulit kepala yang berambut kadang-kadang membingungkan.
Biasanya lesi DS pada kulit kepala lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang
simetris distribusinya. Pada tinea kapitis dan tinea kruris, eritema lebih menonjol
di pinggir dan pinggirannya lebih aktif dibandingkan di tengahnya. Pada
pemeriksaan didapatkan KOH positif dimana terlihat hifa yang bersekat,
bercabang, serta spora. Untuk menyingkirkan tinea kapitis dapat dilakukan
pemeriksaan kerokan kulit pada kultur jamur.
4. Liken Simpleks Kronikus
Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal, sirkumskrip
ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenfikasi).
Tidak biasa terjadi pada anak tetapi pada usia ke atas, berbeda dengan DS yang
sering juga terjadi pada bayi dan anak-anak. Timbul sebagai lesi tunggal pada
daerah kulit kepala bagian posterior atau sekitar telinga. Tempat predileksi di kulit
kepala dan tengkuk, sehingga kadang sukar dibedakan dengan DS. Yang
membedakannya ialah adanya likensifikasi pada penyakit ini.
5. Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal. Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus,
berbeda dengan DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu, pada
dermatitis atopik dapat terjadi likenfikasi.
Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis seboroik dari
dermatitis atopik adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya di daerah
dahi dan dagu pada tahap awal, dan di axilla pada tahap lebih lanjut. Selain itu
dermatitis seboroik biasanya hilang spontan dalam usia 6-12 bulan. Tes-tes
dengan bahan-bahan allergen dan pemeriksaan kadar IgE merupakan tanda khas
dermatitis atopik.
6. Systemic Lupus Erythematosus
SLE adalah penyakit yang basanya bersifat akut, multisistemik dan menyerang
jaringan konektif dan vaskular. SLE sulit dibedakan dengan DS, oleh karena pada
SLE juga dapat dijumpai skuama. Yang dapat membedakan ialah lesi SLE
berbentuk seperti kupu-kupu, tersering di area molar dan nasal dengan sedikit
edema, eritema dan atrofi. Terdapat gejala demam, malaise, serta tes antibodi-
antinuklear (+).
7. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada derah sentral wajah (yang menonjol/
cembung). Gambaran histopatologi terdapat daerah ektasia vaskular, edema
dermis dan diorganisasi jaringan konektif dermis. Ditandai dengan kemerahan
pada kulit dan talangiektasis, disertai episode peradangan yang memunculkan
erupsi, papul, pustul dan edema.
8. Kandidosis
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida,
biasanya oleh Candida albicans.
Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan DS jika mengenai lipatan paha dan
perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik dan basah.
Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah
berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada
daerah-daerah yang berminyak, tetapi lebih sering pada daerah yang lembab.
Selain itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi,
blastospora atau hifa semu.
Beberapa penyakit kulit lainnya sebagai diferensial diagnosis dari dermatitis
seboroik pada anak:
· Dermatitis kontak iritan
· Dermatitis diaper iritan
· Kandidosis
· Dermatitis kontak alergi
· Dermatofita
· Pedikulosis kapitis
H. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, riwayat
penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang. Dari riwayat
didapatkan bahwa dermatitis ini terjadi pada bayi terutama yang berusia 1 bulan,
tampak sebagai peradangan yang mengenai kulit kepala dan lipatan-lipatan
intertriginosa yang disertai skuama berminyak dan krusta. Daerah-daerah lain
seperti seperti bagian tengah wajah, dada dan leher juga dapat terkena. Pada kasus
yang berat sering didapatkan bercak-bercak kemerahan berlapis dan tidak gatal di
wajah, badan dan tungkai.
Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Karakteristik skuamanya khas. Kulit kepala di daerah frontal dan parietal akan
ditutupi dengan krusta yang berminyak, tebal dan sering dengan fissura ( crusta
lactea / milk crust, cradle cap ). Rambut tidak rontok dan peradangan jarang.
Dalam perjalanannya, kemerahan semakin meningkat dan daerah dengan skuama
akan membentuk bercak eritem yang jelas dan diatasnya dilapisi skuama
berminyak. Dapat terjadi perluasan hingga ke frontal melampaui daerah yang
berambut. Lipatan retroaurikular, daun telinga dan leher juga sangat mungkin
terkena. Otitis eksterna, dermatitis intertriginosa maupun infeksi-infeksi
oportunistik dari C. albicans, S. aureus, dan bakteri-bakteri lainnya, sering muncul
bersama-sama dengan dermatitis seboroik.
Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis
seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga
diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun
gambaran histologi dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk
membedakan DS dengan penyakit lain sebagai diferensial diagnosis. Psoriasis
misalnya yang juga dapat ditemukan pada kulit kepala, kadang disamakan dengan
DS, yang membedakan ialah adanya plak yang mengalami penebalan pada liken
simpleks.
2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih jelas.
Pada epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada
dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris
disertai sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
I. Penatalaksanaan
Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan dalam 6
hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia pubertas.
Secara umum, terapi bekerja dengan prinsip mengkontrol, bukan menyembuhkan,
yakni dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan krusta, menghambat
kolonisasi jamur, mengkontrol infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan
gatal.
Khusus untuk perawatan kulit kepala dapat dilakukan berbagai terapi: skuama
dihilangkan menggunakan sisir yang lembut khusus untuk bayi, pembersihan
krusta menggunakan larutan asam salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ataupun
pelarut air, pengkompresan kulit kepala dengan minyak zaitun hangat (untuk
skuama yang tebal), pengolesan kortikosteroid berpotensi rendah (hidrokortison
1%) dalam bentuk krim atau lotion dalam beberapa hari, penggunaan sampo
ringan khusus untuk bayi, dan perawatan kulit kepala bayi lainnya yang cocok
menggunakan emolien, krim ataupun pasta lembut. Bila ada infeksi sekunder
khususnya yang disebabkan oleh staphylococcus, dapat diberikan anti biotik oral.
Untuk dermatitis seboroik yang berlangsung sangat lama dan penggunaan steroid
telah memberikan efek samping yang merugikan, pertimbangan menggunakan
obat-obatan lain yang efektif terus dilakukan. Beberapa preparat seperti
tacrolimus, pimecrolimus dan inhibitor calcineurin yang efektif pada pengobatan
dermatitis atopik, ternyata juga efektif diberikan untuk mengatasi penyakit dengan
inflamasi lainnya, termasuk dermatitis seboroik.(10,13) Sementara metronidazole,
dilaporkan cukup efektif dalam terapi dermatitis seboroik sebagai pengganti
ketokonazole.
J. Terapi
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan
sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur,
mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid
topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering
kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional, makanan
berlemak, dan sebagainya.
Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi:
1. Umum
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan
sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur,
mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid
topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering
kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional, makanan
berlemak, dan sebagainya. Perawatan rambut, dicuci dan dibersihkan dengan
shampo.
Khusus
a) Sistemik
· Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.
· Vitamin B kompleks.
· Kortikosteroid oral dapat menurunkan insiden dermatitis seboroik. Misalnya
Prednison 20-30 mg sehari untuk bentuk berat. Jika telah ada perbaikan, dosis
diturunkan perlahan-lahan.
· Antibiotik seperti penisilin, eritromisin pada infeksi sekunder (dermatitis
seboroik).
· Preparat azol akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap P. Ovale, juga
dapat memengaruhi berat ringannya dermatitis seboroik. Misalnya Ketokonazol
200 mg per hari.
· Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg
per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu
diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang
ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.
· Narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian
terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami
perbaikan.
b) Topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik
pada stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya fluocinolone, topikal
steroid solution. Pada orang dewasa dengan DS dalam keadaan tertentu
menggunakan steroid topikal satu atau dua kali seminggu, di samping penggunaan
sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan selenium sulfide 2%, 2 – 3
kali seminggu selama 5 – 10 menit. Atau dapat diberikan sampo yang
mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1 – 2 %. Steroid topikal potensi
rendah dapat efektif mengobati DS pada bayi dan dewasa pada daerah fleksura
maupun DS recalcitrant persistent pada dewasa. Topikal golongan azol dapat
dikombinasikan dengan regimen desonide (satu dosis per hari selama dua minggu)
untuk terapi pada wajah. Dapat juga diberikan salap yang mengandung asam
salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%. Pada bayi dapat diberikan asam salisil 3% - 5%
dalam minyak mineral. 2,4-5,10,17
c) Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah
minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila
digunakan setip hari dalam bentuk sampo 5 %.
K. Kiat Mengatasi
Bila dermatitis seborrheic maupun infeksi ringworm sudah dalam kondisi yang
parah, segeralah minta bantuan ahli untuk mengatasinya. Pengobatan-pengobatan
yang dilakukan oleh dokter kulit misalnya, sangat diperlukan untuk penanganan
yang efektif. Namun, meskipun pertolongan ahli sangat diperlukan, ada beberapa
langkah yang bisa kita lakukan sendiri untuk penyembuhan yang lebih maksimal:
1. Umumnya anak yang berbakat atopik di kepala akan mengalami "ketombean"
yang lebih parah kalau cuaca sedang panas. Soalnya di saat seperti ini aktivitas
kelenjar androgennya akan meningkat. Usahakan meminimalisir suasana tidak
nyaman tersebut, misalnya dengan memakai payung bila keluar rumah,
menghindari ruangan yang pengap, menghindari baju yang tebal, dan sebagainya.
Sangat baik bila kita bisa menyediakan ruangan ber-AC untuk anak.
2. Sebaiknya, jangan mengangkat sisik di kepala anak sebelum ada perintah
dokter. Dikhawatirkan akan terjadi infeksi. Mungkin saja alat yang digunakan
tidak steril. Bila infeksi terjadi, maka bisa lebih berbahaya. Dokter akan
memberikan obat bila sisik di kepala anak terlihat banyak dan harus diangkat.
Selain itu, terutama pada bayi, obat tersebut biasanya dicampur dengan minyak
agar mudah mengenai kulit kepala.
3. Penggunaan sampo bisa saja dilakukan karena sampo merupakan produk yang
dibuat khusus untuk membersihkan kulit kepala dari kotoran. Namun hati-hati,
gunakan sampo yang betul-betul diperuntukkan bagi anak, bukan untuk orang
dewasa. Sampo untuk orang dewasa umumnya mengandung bahan sulfaktan,
bahan pewangi, pengawet, dan sebagainya yang bisa mengiritasi kulit dan mata.
Sedangkan sampo bayi sengaja tidak mendapat tambahan bahan-bahan yang bakal
membahayakannya. Sampo tersebut harus lembut karena fungsi kelenjar kulit
pada bayi dan anak belum bekerja secara sempurna.
4. Penggunaan sampo untuk membersihkan kulit kepala memang sangat efektif.
Namun tidak semua bayi dan anak betul-betul membutuhkannya. Bila tanpa
sampo tak ada kelainan yang muncul, lebih baik gunakan air bersih saja ketika
menyuci kepalanya. Frekuensi yang dianjurkan untuk pemakaian sampo adalah
seminggu dua kali atau tiga kali. Namun, umumnya sampo bayi sangat lembut,
sehingga tidak masalah bila dipakai setiap hari.
5. Banyak anak yang aktif di luar rumah sehingga banyak mengeluarkan keringat
dan membuat kepalanya bau. Bila ingin menggunakan sampo setiap hari, pilih
sampo jenis mild.
6. Untuk ketombe yang disebabkan jamur, kita bisa menanganinya dengan
mengontrol populasi jamur. Kita bisa mencuci rambut anak setiap hari dan
pijatlah kulit kepala dengan sampo secara perlahan karena akan menghilangkan
jamur lewat serpihan kulit yang lepas.
7. Pada kasus karena infeksi ringworm, pengobatan tidak selalu harus dilakukan
oleh dokter. Kita bisa menggunakan obat antijamur yang bisa didapat di apotek.
Carilah produk-produk yang mengandung 2% clotrimezol. Pada beberapa anak
yang sensitif dengan produk krim, oleskan sedikit saja. Namun jika terjadi ruam,
cobalah konsultasikan pada dokter untuk mendapatkan alternatif pengobatan yang
lain.
8. Biasakan untuk selalu mencuci tangan sesudah menyentuh kulit kepala anak
yang terkena infeksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari penularan lebih lanjut.
L. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Hindari rangsangan gesek, lebih berhati-hati menggunakan sabun dan handuk
2. Hindari sabun yang beraroma
3. Gunakan sabun yang tinggi kadar minyaknya
4. Hindari makanan pemicu radang gatal, batasi makanan berprotein tinggi
5. Mandi dengan air hangat cenderung dingin jangan air panas
6. Hindari gosokan alkohol pada kulit yang meradang
7. Hindari kontak langsung dengan bahan/senyawa penyebab alergi, bila bisa
ditemukan
8. Menggunakan krim pelembab (moisturiser). Krim pelembab dapat digunakan
sesering mungkin
9. Menggunakan moisturiser atau bath oil untuk mandi
10. Menghindari faktor-faktor di lingkungan yang memicu atau memperparah
eksema, misalnya:
a. Mainan, air liur, atau makanan di sekitar mulut
b. Bahan seperti wol aau pelapis cat seat
c. Detergen, sabun, bubble bath, antiseptik
d. Kontak dengan bulu hewan
11. Mengatasi gatal. Garukan akan memperparah eksema dan berisiko
menyebabkan infeksi.
Beberapa cara untuk mengatasi gatal dan garukan:
Mengalihkan perhatian anak saat ia mengaruk
Menghindari kondisi yang terlalu hangat untuk anak
Menggunakan krim pelembab (yang ditaruh di kulkas sebelumnya) sebelum tidur
Memakaikan sarung tangan pada anak saat tidur
Jika perlu, berikan obat yang diresepkan dokter untuk mengurangi gatal di malam
hari
Selalu memotong pendek kuku anak
Jika gatal sangat berat, kompres dingin dan teknik balut basah dapat digunakan
untuk membantu anak tidur.
M. PROGNOSIS
Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat sembuh
sendiri secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin dapat timbul
kembali saat memasuki usia pubertas. Meskipun demikian, bila terkena dermatitis
seboroik pada saat kanak-kanak , bukan berarti memiliki indikasi akan terkena
dermatitis seboroik tipe dewasa suatu saat nanti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa
peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat
predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar
sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga,
dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik
didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering
atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai
adanya krusta.
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini terkait
dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam tubuhnya.
"Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang seiring dengan
berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua bayi akan mengalami
dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja, terutama yang mengalami
atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi menyimpang terhadap bahan-bahan
yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka
akan timbul /dermatitis seborrheic/ bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini
tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi.
Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai
dengan sisik yang berada di atas kulit yang kemerahan.
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat
menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur
30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116
anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi
dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak
perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit
menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang
minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya adalah
kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya
dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis
seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang telah mempunyai faktor
predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor
kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik, pleomorfik,
Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada
kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit
nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah
hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi,
hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas.
Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik
yaitu:
Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan
Infeksi Pityrosporum ovale
Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus
Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal
Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)
Respon emosional terhadap stres atau kelelahan
Proliferasi epidermal yang menyimpang
Diet yang abnormal
Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik)
Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)
Imunodefisiensi
Dermatitis seboroik dihubungkan dengan adanya kulit yang
tampak berminyak (seboroik oleosa), walaupun peningkatan produksi sebum tidak
selalu didapatkan pada beberapa pasien. Pada anak-anak, produksi sebum dan
dermatitis seboroik saling berhubungan. Pada pemeriksaan histologik, kelenjar
sebasea berukuran besar. Selain itu didapatkan juga perubahan komposisi lipid
pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya peninggian kadar kolesterol,
trigliserida dan parafin, yang disertai penurunan kadar squalene, asam lemak
bebas dan wax ester.
Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan
reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk
metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui
perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah
berkontak dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen
melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum
ovale, sering pula ditemukan Candida albicans pada lesi-lesi kulit .
Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi
klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa.
Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk)
dan generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran
histopatologi tergantung dari stadium penyakit.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki
karakteristik yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan
parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan
umur dari pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik,
tinea kapitis dan psoriasis.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, riwayat
penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang.
Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Karakteristik skuamanya khas.
2. Pemeriksaan histopatologi
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan dalam 6
hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia pubertas.
Secara umum, terapi bekerja dengan prinsip mengkontrol, bukan menyembuhkan,
yakni dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan krusta, menghambat
kolonisasi jamur, mengkontrol infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan
gatal.
Untuk dermatitis seboroik yang berlangsung sangat lama dan penggunaan steroid
telah memberikan efek samping yang merugikan, pertimbangan menggunakan
obat-obatan lain yang efektif terus dilakukan. Beberapa preparat seperti
tacrolimus, pimecrolimus dan inhibitor calcineurin yang efektif pada pengobatan
dermatitis atopik, ternyata juga efektif diberikan untuk mengatasi penyakit dengan
inflamasi lainnya, termasuk dermatitis seboroik.(10,13) Sementara metronidazole,
dilaporkan cukup efektif dalam terapi dermatitis seboroik sebagai pengganti
ketokonazole.
Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi:
1. Umum
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan
sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur,
mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid
topikal.
2. Khusus
a) Sistemik
· Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.
· Vitamin B kompleks.
· Kortikosteroid oral
· Antibiotik seperti penisilin.
· Preparat azol
· Isotretinoin selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol
penyakitnya.
· Narrow band UVB (TL-01)
b) Topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik
pada stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya fluocinolone, topikal
steroid solution.
c) Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah
minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila
digunakan setip hari dalam bentuk sampo 5 %.
Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan sendiri untuk penyembuhan yang
lebih maksimal:
1. Usahakan meminimalisir suasana tidak nyaman.
2. Jangan mengangkat sisik di kepala anak sebelum ada perintah dokter.
3. Penggunaan sampo bisa saja dilakukan karena sampo merupakan produk yang
dibuat khusus untuk membersihkan kulit kepala dari kotoran.
4. Lebih baik gunakan air bersih saja ketika menyuci kepalanya.
5. Bila ingin menggunakan sampo setiap hari, pilih sampo jenis mild.
6. Untuk ketombe yang disebabkan jamur, kita bisa menanganinya dengan
mengontrol populasi jamur.
7. Pada kasus karena infeksi ringworm, pengobatan tidak selalu harus dilakukan
oleh dokter. Kita bisa menggunakan obat antijamur yang bisa didapat di apotek.
8. Biasakan untuk selalu mencuci tangan sesudah menyentuh kulit kepala anak
yang terkena infeksi.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Hindari rangsangan gesek, lebih berhati-hati menggunakan sabun dan handuk
2. Hindari sabun yang beraroma
3. Gunakan sabun yang tinggi kadar minyaknya
4. Hindari makanan pemicu radang gatal, batasi makanan berprotein tinggi
5. Mandi dengan air hangat cenderung dingin jangan air panas
6. Hindari gosokan alkohol pada kulit yang meradang
7. Hindari kontak langsung dengan bahan/senyawa penyebab alergi, bila bisa
ditemukan
8. Menggunakan krim pelembab (moisturiser). Krim pelembab dapat digunakan
sesering mungkin
9. Menggunakan moisturiser atau bath oil untuk mandi
10. Menghindari faktor-faktor di lingkungan yang memicu atau memperparah
eksema, misalnya:
a. Mainan, air liur, atau makanan di sekitar mulut
b. Bahan seperti wol aau pelapis cat seat
c. Detergen, sabun, bubble bath, antiseptik
d. Kontak dengan bulu hewan
11. Mengatasi gatal. Garukan akan memperparah eksema dan berisiko
menyebabkan infeksi.
Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat sembuh
sendiri secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin dapat timbul
kembali saat memasuki usia pubertas. Meskipun demikian, bila terkena dermatitis
seboroik pada saat kanak-kanak, bukan berarti memiliki indikasi akan terkena
dermatitis seboroik tipe dewasa suatu saat nanti.
B. Saran
· Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami
tentang seborrhea atau dermatitis seboroik, khususnya mengenai definisi,
epidemiologi, etiopatogenesis, patogenesis, gambaran klinik, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan, diagnosis banding, penegakkan diagnosis,
penatalaksanaan, terapi, kiat mengatasi, cara mencegah, dan pragnosis dari
dermatitis seboroik.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, “Dermatitis Seboroik” dan “Tinea Kapitis”,
dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 93-95, 183-185, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2002.
Suparlan, A., G., dkk, “Kandidiasis”, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi,
LAB/ UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, RSUD Dokter Soetomo, Hal 15-18,
Surabaya, 1994.
Siregar, R., S., “Dermatitis Seboroika”, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit
Kulit, Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002