bab i tinjauan pustaka - · pdf filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat;...

15
12 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Rumah Sakit Definisi umum rumah sakit adalah organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama- sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2003, Hasan, 1986 ). 1.1.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992, tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, menyebutkan tugas rumah sakit adalah mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Dalam melaksanakan tugasnya rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut (siregar dan Amalia, 2003): 1. Pelayanan Penderita Pelayanan terhadap penderita dapat berupa pelayanan medis, pelayanan farmasi, pelayanan keperawatan. Pelayanan penderita melibatkan pemeriksaan dan diagnosis, pengobatan kesakitan atau luka, pengobatan pencegahan, rehabilitasi, perawatan, dan pemulihan. 2. Pendidikan dan Pelatihan Fungsi ini dapat juga dikategorikan sebagai pelayanan terhadap penderita karena berkontribusi langsung pada perawatan orang sakit dan terluka. Bentuk utama dari pendidikan dan pelatihan, yaitu: a. Pendidikan dan/atau pelatihan profesi kesehatan Profesi kesehatan yang dimaksud mencakup dokter, apoteker, perawat, pekerja sosial pelayanan medik, personel rekaman medik, ahli gizi, teknisi sinar x dan laboratorium, teknologis medik, terapis pernapasan, terapis fisik dan okupasional, administrator rumah

Upload: vokien

Post on 06-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

12

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Rumah Sakit

Definisi umum rumah sakit adalah organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat

ilmiah khusus dan rumit, difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik

dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-

sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik

(Siregar dan Amalia, 2003, Hasan, 1986 ).

1.1.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992, tentang

Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, menyebutkan tugas rumah sakit adalah

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan

terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Dalam

melaksanakan tugasnya rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut (siregar dan Amalia,

2003):

1. Pelayanan Penderita

Pelayanan terhadap penderita dapat berupa pelayanan medis, pelayanan farmasi, pelayanan

keperawatan. Pelayanan penderita melibatkan pemeriksaan dan diagnosis, pengobatan

kesakitan atau luka, pengobatan pencegahan, rehabilitasi, perawatan, dan pemulihan.

2. Pendidikan dan Pelatihan

Fungsi ini dapat juga dikategorikan sebagai pelayanan terhadap penderita karena berkontribusi

langsung pada perawatan orang sakit dan terluka. Bentuk utama dari pendidikan dan pelatihan,

yaitu:

a. Pendidikan dan/atau pelatihan profesi kesehatan

Profesi kesehatan yang dimaksud mencakup dokter, apoteker, perawat, pekerja sosial

pelayanan medik, personel rekaman medik, ahli gizi, teknisi sinar x dan laboratorium,

teknologis medik, terapis pernapasan, terapis fisik dan okupasional, administrator rumah

Page 2: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

13

sakit. Program yang diterapkan berupa program formal (untuk dokter dan perawat),

program in-service training (untuk personel professional seperti residen), program on the

job training (untuk personel non profesional ).

b. Pendidikan dan/atau pelatihan penderita

Bentuk dari fungsi ini adalah pendidikan umum bagi anak-anak yang terikat pada

hospitalisasi jangka panjang; pendidikan khusus dalam bidang rehabilitasi-psikiatri, sosial,

fisik, dan okupasional; pendidikan khusus dalam perawatan kesehatan, misalnya:

pendidikan terhadap penderita diabetes dan kelainan jantung untuk merawat penyakitnya,

pada penderta kolostomi (pembentukan anus buatan pada dinding perut depan) yang

membutuhkan reorientasi dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Dan juga pendidikan

obat untuk peningkatan kepatuhan, mencegah penyalahgunaan dan salah penggunaan obat,

peningkatan hasil terapi secara optimal dengan penggunaan obat yang sesuai dan tepat.

3. Penelitian

Tujuan penelitian, yaitu memajukan pengetahuan medik tentang penyakit, dan peningkatan

atau perbaikan pelayanan rumah sakit. Kegiatan penelitian mencakup merencanakan prosedur

diagnosis yang baru, melakukan percobaan laboratorium dan klinik, pengembangan dan

penyempurnaan prosedur pembedahan yang baru, mengevaluasi obat investigasi, penelitian

formulasi obat yang baru, perbaikan prosedur administratif untuk efisiensi yang lebih besar

dengan biaya yang lebih rendah bagi penderita, perbaikan prosedur akutansi untuk biaya

distribusi pelayanan yang lebih wajar, mendisain pengembangan dan mengevaluasi alat serta

fasilitas yang baru untuk meningkatkan pelayanan penderita.

4. Kesehatan Masyarakat

Tujuan dari fungsi ini ialah membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan

(illness) dan meningkatkan kesehatan umum penduduk. Hal tersebut terwujud dalam bentuk

hubungan kerja yang erat dari rumah sakit yang mempunyai bagian kesehatan masyarakat

untuk penyakit menular; partisipasi dalam program deteksi penyakit, seperti tuberkulosis,

diabetes, hipertensi, dan kanker; partisipasi dalam program inokulasi masyarakat, seperti

terhadap influensa dan poliomelitis; partisipasi bagian pelayanan ambulatori dalam pendidikan

praktik kesehatan rutin yang lebih baik, dan masih banyak lagi.

Page 3: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

14

5. Pelayanan Rujukan Upaya Kesehatan

Maksudnya adalah upaya penyelenggaraan pelayanan kesehataan yang melaksanakan

pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah yang timbul, baik secara

vertikal tau horizontal kepada pihak yang mempunyai fasilitas lebih lengkap dan kemampuan

lebih tinggi. Rujukan upaya kesehatan meliputi rujukan kesehatan dan rujukan medik.

Rujukan yang diberikan berdasarkan kemampuan yaitu bidang pelayanan medik, pendidikan,

penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, menejemen kesehatan.

1.1.2 Pelayanan yang diberikan Rumah Sakit

Pelayanan yang diberikan rumah sakit terbagi atas pelayanan medik, pelayanan keperawatan,

pelayanan kefarmasian dan pelayanan pendukung (Siregar dan Amalia, 2003).

1. Pelayanan Medik/Keperawatan

Pelayanan medik dilakukan oleh berbagai staf medik fungsional sesuai dengan jenis dan status

penyakit penderita. Staf medik fungsional pada umumnya terdiri atas: dokter umum dan

dokter gigi; dokter spesialis dan subspesialis.

2. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Pelayanan kefarmasian termasuk pelayanan utama di rumah sakit, sebab hampir seluruh

pelayanan yang diberikan kepada penderita berhubungan dengan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan. Satu-satunya divisi rumah sakit yang bertanggung jawab penuh atas

pengelolaan dan pengendalian seluruh sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang

beredar di rumah sakit adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

3. Pelayanan Pendukung

Pelayanan pendukung di rumah sakit adalah semua pelayanan yang mendukung pelayanan

medik untuk penegakkan diagnosis dan perawatan penderita. Pelayanan tersebut antara lain,

pelayanan laboratorium, pelayanan ahli gizi dan makanan, rekaman medik, bank darah, sentra

sterilisasi, pemeriksaan sinar x, dan layanan sosial.

Page 4: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

15

1.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Salah satu bagian rumah sakit yang terlibat langsung dalam penanganan penderita adalah

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Dalam Instalasi ini apoteker melaksanakan perannya

sebagai profesional kesehatan.

IFRS dapat didefinisikan sebagai suatu unit atau departemen di rumah sakit di bawah

pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi

persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional

(Charles dan Amalia 2003).

IFRS bertanggung jawab menyediakan dan mengatur segala sesuatu yang berhubungan

dengan obat, serta berkewajiban menyediakan terapi yang optimal dan menjamin kualitas

terapi dengan biaya perawatan yang efektif (Brown, 1992).

1.2.1 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Tugas utama IFRS adalah perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan,

pelayanan, pengendalian perbekalan kesehatan (Charles dan Amalia 2003).

1.2.2 Fungsi IFRS

Fungsi IFRS dikelompokkan menjadi pelayanan farmasi produk, pelayanan farmasi klinik, dan

pelayanan pengembangan. Penjelasan mengenai fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan Farmasi Produk

Pelayanan farmasi produk meliputi penyiapan dan penyediaan obat-obatan dan larutan

intravena dalam unit penggunaan, dengan etiket yang tepat, didistribusikan ke unit perawatan

penderita secara berkala. Penyiapan dan penyediaan obat-obatan meliputi pembelian obat atau

produksi sendiri, atau melakukan pengemasan ulang. Dalam pengelolaan penggunaan obat

IFRS juga melakukan menejemen inventaris melalui sistem komputerisasi (Brown, 1992).

2. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian terpadu dari perawatan penderita atau

memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain yang terlibat secara langsung dalam

Page 5: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

16

pelayanan, bertujuan menjamin terapi yang tepat dengan biaya efektif. Lingkup fungsi

pelayanan farmasi klinik diantaranya adalah pengkajian ketepatan regimen resep berdasarkan

rute pemberian, jumlah obat, duplikasi, interaksi obat; pelayanan konseling; pemantauan terapi

obat (PTO); evaluasi penggunaan obat (EPO); penanganan bahan sitotoksik; pelayanan di unit

perawatan kritis; pemeliharaan formularium; penelitian pengendalian infeksi; sentra informasi

obat; pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan (ROM); panitia farmasi dan terapi;

sistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia,

2003, Brown, 1992).

3. Pelayanan Pengembangan

Pelayanan pengembangan terdiri atas pendidikan dan penelitian. Instalasi farmasi terlibat

dalam aktivitas pendidikan pada perawat, staf medik, memperhatikan pelayanan kefarmasian

dan terapi obat. Aktivitas penelitian meliputi studi investigasi obat, evaluasi obat baru, dan

evaluasi sistem penghantaran obat (Brown, 1992).

1.3. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan farmasi sebagai bagian dari perawatan penderita

yang dilakukan oleh apoteker dengan cara berinteraksi dengan penderita dan atau profesional

kesehatan yang secara langsung terlibat dalam perawatan penderita, bertujuan meningkatkan

dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan, dan keamanan terapi obat (Charles dan Amalia,

2003, Brown, 1992).

1.3.1 Penggolongan Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik terdiri atas beberapa golongan sesuai karakteristik pelayanan, yaitu

(Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992):

1. Golongan Pelayanan Farmasi Klinik yang Merupakan Program Rumah Sakit Menyeluruh

Golongan pelayanan ini adalah fungsi, peranan, kegiatan, dan kontribusi apoteker dalam

panitia farmasi dan terapi serta dalam sistem formularium; fungsi, tugas, dan peranan apoteker

dalam sistem pencegahan dan pemantauan kesalahan pengobatan; fungsi, tugas, dan peranan

apoteker dalam sistem pelaporan reaksi obat merugikan; peranan dan kontribusi apoteker

dalam evaluasi penggunaan obat; kegiatan dan peranan apoteker dalam penerbitan buletin

Page 6: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

17

terapi obat; kegiatan dan peranan apoteker dalam program pendidikan in-service bagi

apoteker, perawat, dan staf medik.

2. Golongan Pelayanan Farmasi Klinik yang Didasarkan pada Komunikasi Langsung dengan

Penderita (Pelayanan dalam Proses Penggunaan Obat)

Pelayanan yang termasuk golongan ini, yaitu: wawancara sejarah obat penderita, konsultasi

dengan dokter tentang pemilihan obat dan regimennya, mengkaji kesesuaian/ketepatan

resep/order dokter, membuat profil pengobatan penderita (P3), memberikan konsultasi atau

informasi pada perawat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan obat yang diterima

penderita, memberi konseling atau edukasi kepada penderita tentang obatnya, pemantauan

efek obat yang diberikan kepada penderita, konseling pembebasan penderita.

3. Golongan Pelayanan Farmasi Klinik Formal dan Terstruktur

Pelayanan farmasi klinik formal dan terstruktur difokuskan kepada kelompok penderita atau

golongan obat, bertujuan untuk meningkatkan terapi dengan memberi edukasi pada dokter

penulis resep atau penderita. Jenis pelayanannya adalah pelayanan farmasi dalam sentra

informasi keracunan, pelayanan penetapan dosis individu secara farmakokinetik klinik,

pelayanan dalam investigasi obat, pelayanan dalam tim nutrisi parenteral lengkap, pelayanan

dalam peneliti obat secara klinik, pelayanan dalam pengendalian infeksi di rumah sakit,

pelayanan obat sitotoksik.

4. Golongan Pelayanan Farmasi Klinik Subspesialistik

Pelayanan ini diberikan oleh para praktisi yang terlatih dalam suatu bidang tertentu.

Diperlukan pengetahuan mendalam tentang patofisiologi dan farmakoterapi dari status

penyakit. Pelayanan subspesialis diberikan dalam pelayanan penderita kritis, unit gawat

darurat, pelayanan onkologi-hematologi, pelayanan dalam transplantasi organ, pelayanan

dalam bedah anestesi, pelayanan penderita penyakit kronik, pelayanan untuk pediatrik,

pelayanan untuk psikiatrik, pelayanan toksikologi klinik.

1.3.2 Kriteria Penetapan Prioritas Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik dapat diterapkan secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang

tersedia. Untuk mendukung pelayanan tersebut diperlukan apoteker dalam jumlah, mutu dan

Page 7: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

18

kompetensi yang memadai. Dalam menentukan pelayanan farmasi klinik prioritas yang akan

dilaksanakan, dapat didasarkan pada kriteria sebagai berikut (Charles dan Amalia, 2003):

1. Pelayanan yang secara langsung mempengaruhi penulisan serta penggunaaan obat

yang paling tepat dan rasional.

2. Pelayanan yang secara langsung meningkatkan keamanan dan kepatuhan penderita.

3. Pelayanan yang secara segera dapat dilakukan tanpa penambahan biaya yang besar.

4. Permintaan profesional kesehatan lain.

Berdasarkan kriteria penetapan prioritas, maka pelayanan konseling dan pengkajian resep

merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik prioritas .

1.4 Konseling

Konseling obat adalah penyediaan dan penyampaian nasehat tentang hal-hal yang berkaitan

dengan obat, yang didalamnya terdapat implikasi diskusi timbal balik dan tukar menukar opini

(Siregar dan Kumolosasi, 2004 & (1)). Konseling merupakan salah satu program pelayanan

farmasi klinik yang wajib dilaksanakan oleh apoteker di rumah sakit. Pelayanan ini

diselenggarakan untuk membantu penderita dalam memahami terapi yang diberikan, sehingga

penderita patuh terhadap setiap tahapan terapi.

1.4.1 Tujuan Konseling

Tujuan dilakukannya konseling, yaitu (Surya, 2003, Remington 2006, dan (1)):

a. Meningkatkan kepatuhan penderita terhadap urutan terapi

b. Membantu penderita dalam menangani obat-obat yang digunakan dan mengatasi

kesulitan yang berkaitan dengan penyakit.

c. Mengurangi salah pengobatan dan penyalahgunaan.

d. Penerimaan yang lebih objektif tentang diri penderita, sehingga penderita tidak merasa

rendah diri terhadap penyakit yang diderita.

e. Mengoptimalkan hasil terapi obat dan tujuan medis dari terapi obat.

f. Membina hubungan dengan penderita dan menimbulkan kepercayaan penderita. 1 http//www. Yanfar. go.id/detil.asp3m=16&=4&i=217, (diakses pada tanggal 24 november 2006)

Page 8: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

19

g. Mengembangkan pengelolaan diri penderita dengan melibatkan penderita dalam

perencanaan tahapan terapi.

h. Menunjukan perhatian dan kepedulian kepada penderita.

i. Mencegah dan mengurangi efek samping obat, toksisitas, resistensi antibiotika.

j. Mengurangi biaya perawatan disebabkan ketepatan penggunaan obat dan pencegahan

reaksi yang tidak diinginkan.

k. Memperkenalkan apoteker sebagai profesional kesehatan.

1.4.2 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Konseling

Dalam melakukan konseling terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya

adalah

1. Manajemen Ruang Konseling

Manajemen ruang dapat diartikan sebagai upaya penataan dan pengelolaan ruang, agar setiap

individu berada dalam suasana yang kondusif bagi perwujudan dirinya secara sehat, sehingga

mampu melakukan berbagai tugas secara efektif, efisien, dan produktif. Hal-hal fisik yang

perlu diperhatikan adalah tata letak, penerangan, atmosfer, warna, kebersihan, dan kepadatan.

Dalam pelaksanaan konseling dibutuhkan ruang khusus, karena dapat meningkatkan

penerimaan penderita terhadap informasi konseling, sehingga memungkinkan penderita patuh

terhadap regimen obat, dan menimbulkan kepuasan penderita pada pelayanan ini. (Surya, 2003

dan Remington, 2006).

2. Efektifitas Konseling

Hal-hal yang mempengaruhi efektifitas konseling diantaranya adalah durasi konseling; tingkat

keparahan penyakit penderita; motivasi apoteker dan penderita selama konseling; pengetahuan

apoteker terhadap materi yang diberikan pada penderita; kemampuan apoteker dalam

menciptakan suasana yang kondusif selama proses konseling, sehingga penderita dapat dengan

mudah memahami materi yang diberikan (Surya, 2003, Remington 2006, (1)).

1 http//www. Yanfar. go.id/detil.asp3m=16&=4&i=217, (diakses pada tanggal 24 november 2006)

Page 9: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

20

3. Kompetensi Apoteker

Kompetensi tersebut mencakup pengetahuan profesi/keilmuan, dan kemampuan

berkomunikasi. Kompetensi apoteker dapat memberikan kepercayaan penderita terhadap

informasi yang diberikan, sehingga apoteker dapat memberikan pelayanan konseling secara

efektif (Surya, 2003).

4. Keterbatasan yang Dimiliki Penderita

Keterbatasan penderita dikelompokkan menjadi keterbatasan fungsional dan emosi.

Keterbatasan fungsional menyebabkan penderita sulit menerima atau memahami materi yang

disampaikan apoteker. Keterbatasan fungsional terdapat 4 kategori, yaitu:

a. Keterbatasan visual dan pendengaran

b. Keterbatasan bahasa

c. Kesulitan memahami pada penderita gangguan jiwa, atau keterbelakangan mental

Keterbatasan emosi terjadi ketika penderita memiliki emosi yang dapat mempengaruhi

penderita dalam mendengarkan dan menerima materi konseling yang diberikan apoteker.

Dalam hal ini apoteker harus mampu memahami dan mengatasi emosi yang dimiliki oleh

penderita (Remington, 2006).

5. Penerima Konseling

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penderita penerima konseling, yaitu: usia,

pendidikan, sosial, ekonomi. Pada penderita usia manula kemungkinan ditemukan

keterbatasan fungsional, seperti: pendengaran yang dapat menghambat komunikasi verbal,

sehinga diperlukan pendamping dalam konseling, atau pemberian informasi tertulis. Tingkat

pendidikan-sosial-ekonomi dapat mempengaruhi tingkat pemahaman penderita terhadap

materi konseling, sehingga materi konseling perlu disusun dan disampaikan dengan cara yang

dapat diterima oleh penerima konseling, dengan memperhatikan keterbatasan penderita

(Remington, 2006, dan (1)) .

1 http//www. Yanfar. go.id/detil.asp3m=16&=4&i=217, (diakses pada tanggal 24 november 2006)

Page 10: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

21

6. Komunikasi dalam Konseling

Keberhasilan konseling dipengaruhi oleh komunikasi yang efektif antara penderita dan

apoteker. Komunikasi berjalan efektif apabila materi yang disampaikan dapat diterima dan

dipahami dengan baik oleh penderita. Media komunikasi dalam konseling dapat berupa

tertulis, verbal, atau elektronik (Remington 2006; Surya, 2003; dan (1)).

1.4.3 Kompetensi Apoteker Pemberi Konseling

Apoteker pemberi konseling harus mampu mengkomunikasikan informasi secara efektif baik

verbal ataupun tertulis kepada penderita. Berikut ini adalah kompetensi yang harus dimiliki

apoteker pemberi konseling (Blissit, 1972):

1. Kemampuan menyampaikan dan kemampuan teknik dalam mengevaluasi pengunaan obat,

menyimpulkan, serta memberi keputusan.

2. Kemampuan mengkomunikasikan informasi farmakoterapetik baik secara verbal ataupun

tertulis dengan efektif.

3. Kemampuan untuk memberikan pendidikan pada profesional kesehatan lain mengenai

inkompatibilitas, interaksi obat, reaksi obat merugikan, biofarmasetik, tujuan pemberian

obat, dosis.

4. Kemampuan menyumbangkan keputusan profesional yang dapat meningkatkan efektivitas

pelayanan farmasi klinik edukasi penderita dan profesional kesehatan lain.

1.4.4 Kriteria Pemilihan Penderita

Konseling sebaiknya diberikan pada semua penderita. Keterbatasan-keterbatasan waktu dan

sumber daya manusia mencegah konseling untuk diberikan kepada semua penderita. Berikut

ini adalah kriteria-kriteria penderita yang mungkin (Siregar dan Kumolosasi, 2004, (1)):

a. Penderita yang ditunjuk dokter

b. Penderita yang memiliki lebih dari tiga masalah gangguan kesehatan.

c. Penderita dengan penyakit tertentu, misalnya jantung, diabetes, hipertensi.

d. Beresiko tinggi mengalami efek samping.

1http//www. Yanfar. go.id/detil.asp3m=16&=4&i=217, (diakses pada tanggal 24 november 2006)

Page 11: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

22

e. Penderita yang menerima golongan obat tertentu

i. Obat dengan indeks terapi sempit, misalnya teofilin, warfarin

ii. Obat dengan persyaratan penggunaan khusus, misalnya inhaler.

f. Penderita dengan multi (lebih dari lima jenis obat) obat atau regimen obat yang kompleks.

g. Penderita yang obatnya diubah dari yang telah ditetapkan

h. Penderita yang diidentifikasi sebagai orang yang tidak patuh atau yang menunjukan

masalah dalam waktu yang lewat.

i. Penderita yang mengalami kesulitan membaca dan kesulitan bahasa.

j. Populasi lanjut usia atau pediatrik.

1.4.5 Materi yang Perlu Diinformasikan Selama Konseling

Melalui konseling, apoteker dapat memberikan pendidikan serta informasi mengenai obat

yang digunakan. Hal–hal yang perlu diinformasikan dalam konseling, yaitu (Siregar dan

Kumolosasi, 2004, Hasan, 1986, dan Hicks, 1994):

1. Nama obat (nama dagang, generik sinonim umum, pemerian fisik obat).

2. Kegunaan yang dimaksudkan dan kerja yang diharapkan.

3. Rute, bentuk sediaan, dosis, jadwal pemberian.

4. Petunjuk khusus penyiapan dan pemberian dosis, serta peringatan yang harus dipatuhi

selama penggunaan.

5. Efek samping yang umum dan mungkin dijumpai saat penggunaan.

6. Cara mandiri untuk meminimalkan efek samping, dan menentukan keberhasilan terapi.

7. Penyimpanan.

8. Interaksi antara obat dengan obat atau obat dengan makanan atau kontra indikasi dalam

terapi.

9. Informasi lama penggunaan dan sumber suplai obat selanjutnya.

10. Tindakan yang diambil pada saat lupa mengkonsumsi obat.

11. Informasi khusus lain tentang penderita atau obat yang digunakan.

1.4.6 Fase-Fase dalam Konseling

Konseling obat pada penderita memiliki fase-fase sebagai berikut (Remington, 2006 dan

Siregar dan Kumolosasi, 2004):

Page 12: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

23

1. Perencanaan dan Persiapan untuk Konseling Obat Penderita

a. Pemilihan penderita

b. Persiapan untuk konseling

i. Mengkaji informasi penderita berkaitan dengan latar belakang penderita (data base),

untuk menetapkan biodata penderita, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, alasan

menerima obat, alergi, riwayat keluarga, perubahan baru terapi obat, pertimbangan

khusus, dukungan sosial dan ekonomi (Siregar dan Kumolosasi, 2004, (1)).

ii. Berkonsultasi dengan profesional kesehatan, jika diperlukan.

iii. Identifikasi informasi konseling yang diperlukan untuk penderita (memperhatikan

keterbatasan penderita dalam transfer informasi).

iv. Memutuskan metode penyajian

v. Penetapan waktu untuk konseling

2. Pelaksanaan Konseling Obat Penderita

a. Lingkungan

Usahakan lingkungan dengan keleluasaan pribadi dan minimalkan risiko ganguan.

b. Memulai konseling

Berikut ini adalah beberapa tahapan untuk memulai konseling:

i. Perkenalkan dirimu sendiri kepada penderita.

ii. Identifikasi penderita.

iii. Lakukan posisi fisik yang sesuai untuk memungkinkan konseling nyaman dan

efektif.

iv. Terangkan maksud konseling obat.

v. Jika konseling tentang multi obat, organisasikan obat dalam urutan yang logis.

vi. Meminta kesediaan penderita untuk menerima konseling obat.

vii. Perbaharui profil pengobatan penderita.

c. Konseling

Menggunakan metode komunikasi yang efektif, lakukan konseling penderita (dengan

pengasuh jika perlu) berhubungan dengan materi mengenai regimen obat.

d. Mengakhiri konseling

1 http//www. Yanfar. go.id/detil.asp3m=16&=4&i=217, (diakses pada tanggal 24 november 2006)

Page 13: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

24

Untuk mengakhiri konseling dilakukan secara bertahap, dan tahap yang dialakukan

adalah

i. Evaluasi pengetahuan pasien tentang materi yang diberikan.

ii. Meringkas informasi yang signifikan untuk penderita.

iii. Menanyakan penderita, apakah masih ada pertanyaan berkaitan dengan obat

mereka.

iv. Mendorong penderita agar bertanya kepada apoteker bila memperoleh masalah

tentang obat.

1.5 Pengkajian Resep

Resep atau order adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan, ditujukan

kepada apoteker, berisi satu atau lebih sediaan obat serta regimennya untuk diserahkan pada

penderita yang namanya tertera pada resep tersebut untuk digunakan pada waktu yang

ditetapkan (Siregar dan Amalia, 2004). Ketepatan resep yang diberikan oleh dokter

mempengaruhi hasil terapi yang optimum, sehingga diperlukan pengkajian resep dan tindak

lanjutnya.

1.5.1 Tujuan Pengkajian Resep

Pengkajian resep merupakan salah satu tugas apoteker dalam menjamin terapi yang rasional

bagi penderita, meliputi pengkajian kelengkapan informasi dalam resep, duplikasi, interaksi

obat, kontra indikasi, efek samping (Blissit, 1972).

Terapi yang rasional adalah terapi yang memenuhi kriteria sebagai berikut: obat yang

diberikan benar; tepat indikasi; tepat obat, berdasarkan keamanan, kesesuaian dengan

penderita; tepat dosis, pemberian, lamanya terapi; tepat penderita, tidak ada kontraindikasi,

dan efek samping minimal; tepat dispensing, mencakup pemberian informasi yang tepat pada

penderita tentang obat-obat yang diberikan dalam resep; penderita patuh terhadap ketentuan

terapi (MSH dan WHO, 1997).

Tujuan pengkajian resep adalah memberikan terapi yang rasional pada penderita,

mengevaluasi pelayanan pengobatan di rumah sakit, menghindari pasien dari efek samping

Page 14: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

25

obat, meningkatkan kinerja pelayanan instalasi farmasi, meningkatkan kredibilitas rumah sakit

(Hicks, 1994).

1.5.2 Kelengkapan Resep

Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat kepada penderita, resep yang ditulis oleh

dokter harus memenuhi kelengkapan penulisan resep. Informasi yang perlu ada dalam resep,

yaitu: informasi penderita berupa nama lengkap penderita, alamat penderita, umur (khususnya

untuk penderita anak-anak); tanggal; R/; nama obat; jumlah obat; petunjuk dispensing bagi

apoteker; signa, mencakup waktu terbaik untuk mengkonsumsi obat; identitas pemberi resep

(Remington, 2006).

1.5.3 Desain Penelitian Pengkajian Resep

Pengkajian resep terdiri atas pengkajian kuantitatif dan pengkajian kualitatif. Pengkajian

kuantitatif berupa pengumpulan, pengorganisasian, dan pelaporan jumlah penggunaan obat,

untuk mengetahui pola dari penggunaan obat yang diresepkan. Kualitas penggunaan obat tidak

dapat ditentukan melalui pengkajian kuantitatif. Pengkajian kualitatif dapat mengevaluasi

ketepatan penggunaan obat berdasarkan kriteria yang ditentukan untuk tercapainya terapi yang

rasional, yaitu: obat yang tepat, pada dosis yang tepat, diberikan pada pasien yang benar, pada

waktu yang benar, dan melaui rute pemberian yang tepat (Brown, 1992 dan Hicks, 1994).

Berdasarkan waktu, pengkajian resep dapat dilakukan secara konkuren atau retrospektif. Pada

cara konkuren, pengkajian resep dilakukan bersamaan dengan saat penderita melakukan terapi,

sehingga cara ini berdampak langsung pada penderita. Cara ini memberikan kesempatan untuk

melakukan koreksi terhadap penanganan penderita, apabila ditemukan ketidaktepatan. Pada

cara retrospektif pengkajian resep dilakukan setelah penderita menerima terapi, dan

didasarkan pada dokumen resep yang telah lalu, sehingga pengkajian ini tidak berdampak

langsung pada hasil terapi penderita yang dikaji. Cara retrospektif banyak digunakan pada

penelitian, karena sederhana, mudah, dan menyediakan sejumlah informasi pada jangka waktu

yang luas (Brown, 1992).

Page 15: BAB I TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF filesistem pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; nutrisi parenteral (Charles dan Amalia, 2003, Brown, 1992). 3. Pelayanan Pengembangan

26

1.6 Metode Pengambilan Data

Penelitian sosial melibatkan interaksi dengan manusia untuk memperoleh informasi yang

dapat membantu tercapainya tujuan penelitian. Dalam penelitian sosial data dapat diambil

dengan cara wawancara dan penyebaran angket. Wawancara merupakan proses pengambilan

data dengan cara menanyakan langsung pada sumber informasi, sedangkan angket dapat

dilihat sebagai suatu bentuk wawancara yang dilakukan oleh responden sendiri kemudian

diberikan kembali pada peneliti. Pertanyaan dalam angket harus mudah dipahami. Pertanyaan

dapat berupa pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Dalam pertanyaan terbuka tidak

disediakan jawaban yang spesifik sehingga responden dapat memberikan jawaban seluas-

luasnya, sedangkan dalam pertanyaaan tertutup responden dapat memilih jawaban yang sudah

tersedia sesuai dengan pendapat masing-masing. Gabungan dari dua pertanyaan tersebut dapat

mengahasilkan data yang lebih efektif (Chadwick, Bhar, Albrecht, 1991, dan Soehartono,

2004).