bab i tugas farter acne vulgaris

6
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Etiologi Acne vulgaris merupakan gangguan kulit yang terjadi pada unit pilosebaseus. Terdapat 4 faktor utama yang berperan penting pada munculnya gangguan ini, yaitu peningkatan produksi sebum, peningkatan keratinasi, peningkatan populasi bakteri Propionibacterium acnes, dan respon imun tubuh (Dipiro et al., 2008). 1. Peningkatan Produksi Sebum Sebum diproduksi oleh kelenjar pilosebaseus untuk menjaga kelembapan kulit, untuk melindungi kulit dari benda asing, dan untuk membersihkan keratinosit yang tidak berdiferensiasi dengan baik (Guo et al., 2015). Produksi sebum dapat meningkat apabila hormon androgen meningkat. Stres juga mampu meningkatkan produksi sebum melalui sekresi kelenjar sebaseus yang dilakukan oleh corticotropin-releasing hormone (Williams et al., 2012). Kelebihan produksi sebum bersama-sama dengan peningkatan gagalnya diferensiasi keratin menyebabkan terbentuknya mikromedo (Williams et al., 2012). 2. Peningkatan Produksi Sebum Peningkatan pupulasi bakteri P. acne menimbulkan reaksi inflamasi (Dipiro et al., 2008). Inflamasi tersebut dimediasi oleh sel dan diduga melibatkan CD4+, CD3+. limposit dan makrofag (Tanghetti, 2013; Williams et al., 2012). Mediator inflamasi tersebut tidak hanya berperan untuk melawan bakteri P. acne, akan tetapi mediator tersebut juga memiliki peranan untuk mensitumlasi hiperkeratinasi folicular yang berdampak pada peningkatan kegagalan diferensiasi sel keratin.

Upload: fatwa-pranata

Post on 13-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

lala lele lala lele

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Tugas Farter Acne Vulgaris

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Etiologi

Acne vulgaris merupakan gangguan kulit yang terjadi pada unit pilosebaseus. Terdapat 4

faktor utama yang berperan penting pada munculnya gangguan ini, yaitu peningkatan

produksi sebum, peningkatan keratinasi, peningkatan populasi bakteri Propionibacterium

acnes, dan respon imun tubuh (Dipiro et al., 2008).

1. Peningkatan Produksi Sebum

Sebum diproduksi oleh kelenjar pilosebaseus untuk menjaga kelembapan kulit, untuk

melindungi kulit dari benda asing, dan untuk membersihkan keratinosit yang tidak

berdiferensiasi dengan baik (Guo et al., 2015). Produksi sebum dapat meningkat apabila

hormon androgen meningkat. Stres juga mampu meningkatkan produksi sebum melalui

sekresi kelenjar sebaseus yang dilakukan oleh corticotropin-releasing hormone (Williams et

al., 2012). Kelebihan produksi sebum bersama-sama dengan peningkatan gagalnya

diferensiasi keratin menyebabkan terbentuknya mikromedo (Williams et al., 2012).

2. Peningkatan Produksi Sebum

Peningkatan pupulasi bakteri P. acne menimbulkan reaksi inflamasi (Dipiro et al., 2008).

Inflamasi tersebut dimediasi oleh sel dan diduga melibatkan CD4+, CD3+. limposit dan

makrofag (Tanghetti, 2013; Williams et al., 2012). Mediator inflamasi tersebut tidak hanya

berperan untuk melawan bakteri P. acne, akan tetapi mediator tersebut juga memiliki peranan

untuk mensitumlasi hiperkeratinasi folicular yang berdampak pada peningkatan kegagalan

diferensiasi sel keratin. Peningkatan gagalnya diferensiasi keratin bersama-sama dengan

kelebihan produksi sebum menyebabkan terbentuknya mikromedo (Williams et al., 2012).

3. Peningkatan Populasi Bakteri Propionibacterium acnes

Peningkatan produksi sebum dan hiperproliferasi dari keratonosit menyebabkan

terbentuknya mikrokomedo. Perkembangan mikrokomdo dengan bertambahnya jumlah

sebum serta keratonosit yang bergabung akan membentuk mikromedon (Tanghetti, 2013).

Mikromedon pada folikel sebaseus ini menyedikaan ruang anaerob dan kaya lipid, sehingga

micromedone merupakan tempat yang baik untuk tumbuh kembang P. acne (Williams et al.,

2012).

4. Respon Imun Tubuh

Kolonisasi P. acne berlebih mengaktivasi monosit TLR2 (toll-like receptor 2). Monosit

TLR2 selanjutnya memproduksi IL-12 dan IL-8 untuk menghadapi bakteri gram positif.

Monosit TLR2 juga menginduksi -defensin (defensin-1, defensin-2, defensin-3) untuk

Page 2: BAB I Tugas Farter Acne Vulgaris

menghadapi invasi oleh mikroba. Kulit yang sedang mendapat ancaman akan mengeluarkan

IL-1. IL-1 kemudian akan memproduksi IL-1a dan IL-1b di kelenjar sebaseus (Tanghetti,

2013).

Selain keempat faktor tersebut, gangguan kuliat acne vulgaris dapat terjadi karena

bebearapa faktor berikut:

a. Faktor Genetik

Seseorang yang keluarganya memiliki riawayat acne memiliki peluang sebesar 78%

untuk terkana acne

b. Faktor Usia

Remaja laki-laki lebih berpelunag besar untuk terkena acne jika dibandingkan dengan

laki-laki dewasa

c. Faktor Gender

Perempuan lebih banyak mengalami acne daripada laki-laki

d. Gaya Hidup

Seorang perokok memiliki peluang mengalami acne lebih besar daripada non-perokok.

penyumbatan kulit akibat produk berminyak juga mampu menyebabkan terjadinya acne.

Berkeringat. (Williams et al., 2012).

Penggunaan obat-obatan seperti steroid anabolik . lingkungan yang sangat panas dan

lembab juga mampu meningkatkan probabiitas timbul acne. Cahaya matahari, pembersih kulit

juga. (Williams et al., 2012).

Makanan coklat juga dapa meningkgatakan resiko terkena acne. diduga hiperinsulinemia

memicu peningkatan androgen. Androgen yang tinggi mampu meningkatkan insulin-like

growth-factor 1 dan peningkatan retinoid (senyawa yg mampu menutup pori-pori yg

dihasikan tubuh) (Williams et al., 2012).

patofisiologi.f

kolonisasi p. acne berlebih menyebabkan pelepasan sitokin dan peptida antimikroba

koloni. Kolonisasi p. acne mengaktivasi monosit TLR2, menghasilkan produksi IL-12 dan IL-

8. IL-12 diproduksi oleh sitokin untuk menghadapi bakteri gram positif. Aktivasi TLR2 juga

menginduksi ekspersi -defensin-2 dan IL-8. b-defensin (defensin-1, defensin-2, defensin-3)

adalah peptida antimikroba untuk menghadapi invasi oleh mikroba. Keberadaan b-defensin

juga digunakan sebagai indikator klinis terdapat pembentukan lesi kulit (Tanghetti, 2013),

Kulit yang sedang mendapat ancaman akan mengeluarkan IL-1. IL-1 kemudian akan

memproduksi IL-1a dan iL-1b di kelenjar sebaseus. Tanda keberadaan komedon adalah

ditemukannya IL-1a lebih dari 100pg/mg. media inflamasi tersebut berperan penting dalam

proses komedogenesi di dalam pilosebaseus.

Page 3: BAB I Tugas Farter Acne Vulgaris

Selain itu proses inflamasi menyebabkan teraukumulasinya leukosit polimorfonuklear

kemudian membentuk pustul dan bengkak. Pembengkakan ini menyebabkan spongiosis yang

menyebabkan pecahnya mikrokomedon (Tanghetti, 2013).

Vitamin D juga mampu meningkatkan produksi sebum, insuline-like growth-factor 1 juga

mampu meningkatkan produksi sebum. (Williams et al., 2012).

Mikromedone digunakan secara klinik sebagai tanda terjadinya lesi pada kulit (Do et al.,

2008). Keberadaan p acne yang banyak menyebabkan tubuh menganggapnya sebagai benda

asing sehingga tubuh meresponnya dengan sistem imun innate. Hasil respon tersebut adalah

terbentuknya papule, pustule, atau nodule (Tanghetti, 2013).

P. acnes mampu menambah jumlah lipid melalui proses lipogenesis. Selain itu, kolonisasi

P. acne di folikel wajah mengawali pembentukan sebum. (Williams et al., 2012).

-----------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T., R. L. Talbert., G. C. Yee., G. R. Matzke., B. G. Wells., and L. M. Posey. 2005.

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th Edition. USA: The McGraw-Hill

Companies, Inc.

Williams, H. C., Robert, P. D., and Sarah, G. 2012. Acne Vulgaris. the lancet. Vol. 379

(9813):361-372

Do, T. T. et al. 2008. Computer-assisted alignment and tracking of acne lesions indicate that

most inflammatory lesions arise from comedones and de novo. H Am Acad Dermatol.

Vol. 58(4): 603-608

Tanghhetti, E. A. 2013. The Role of Inflamation in the Pathology of Acne. J Clin Aesthet

Dermatol. Vol. 6(9):27-35

Guo, J. W. et al. 2015. Human Sebum Extract Induces Barrier Disruption and Cytokine

Expression in Murne Epidermis. Elseiver. Vol.78(1): 34-43

Grossman, E., P. Verdecchia, A. Shamiss, F. Angeli dan G. Reboldi. 2011. Diuretic

Treatment of Hypertension. Diabetes Care, Vol. 34, No. 2. P. 313-319

Herbison, P. J. Hay-Smith, G. Ellis dan K. Moore. 2003. Effectiveness of Anticholinergic

Drugs Compared With Placebo In The Treatment of Overactive Bladder: Systematic

Review. BMJ, No. 326. P. 1-7.

Herschorn, S. 2003. Incontinence: The Silent Scourge of The Young and Old. The Canadian

Journal. P. 65-70

Page 4: BAB I Tugas Farter Acne Vulgaris

ICSI. 2012. Hypertension Diagnosis and Treatment. Health Care Guideline. 14th Edition.

USA: Institute for Clinical Systems Improvement.

Lacy, C., L. L. Armstrong, M. P. Goldman dan L. L. Lance. Drug Information Handbook: A

Comprehensive Resources for All Clinicians and Healthcare Professionals. Ohio: Lexi-

Comp.

Ma, C., J. Cao., X. Lu., X. Guo., Y. Gao., X. Liu., dan Li Fan. 2012. Cardiovascular and

Cerebrovascular Outcomes in Elderly Hypertensive Patients Treated with Either ARB

or ACEI. Journal of Geriatric Cardiology. Vol: 9. P: 252-257.

Martin P.F. and Frey R. J. 2005. Urinary Incontinence. Available

at:http://www.healthline.com. Accessed: 4 September 2014.

O’Neil, B. dan D. Gilmour. 2003. Approach to Urinary Incontinence in Women: Diagnosis

and Management by Family Physicians. Can Fam Physician, Vol. 49. P. 611-618.

Ouslander, J.G. 2004. Management of Overactive Bladder. The New England Journal of

Medicine. Vol. 350 (8):786-799

Setiati S. dan Pramantara I.D.P. 2007. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif.

Dalam: Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus Alwi, Marcellus S.K., Siti setiati. Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Edisi IV. Jakarta : FK UI. pp: 1392-1395.

Wells, B. G., J. T. Dipiro, T. L. Schwinghammer dan C. V. Dipiro. 2009. Pharmacotherapy

Handbook. USA: The McGraw-Hill.