bab i wajah pendidikan indonesia paska alokasi … · gambar 4. sebaran anggaran pendidikan melalui...
TRANSCRIPT
1 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
BAB I
WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA PASKA ALOKASI ANGGARAN
20 PERSEN UNTUK PENDIDIKAN
Olanie Vabiola Bangun, SIP.,M.M.1, Robby Alexander Sirait, M.E.2
PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan penting bagi setiap aspek
kehidupan bernegara, mulai dari pembentukan akhlak seorang
individu hingga proses penanaman nilai-nilai individu yang
merupakan investasi jangka panjang bagi sebuah negara. Melalui
pendidikan, negara akan mampu menciptakan sumber daya manusia
(SDM) berkualitas, yang nantinya akan memberikan dampak positif
terhadap pembangunan. Oleh karena itu, konstitusi telah mengatur
dengan tegas kewajiban negara dalam menyediakan pendidikan bagi
warga negaranya. Dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 dinyatakan bahwa “Setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan serta wajib mengikuti
Pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Selanjutnya, pada ayat 4 disebutkan bahwa “Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN)
serta dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Perintah konstitusi tersebut lebih diperjelas dalam Undang-Undang
No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Indonesia (UU
Sisdiknas) yang menyebutkan bahwa pemerintah wajib
mengalokasikan anggaran sebesar dua puluh persen untuk dana
1Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran DPR RI. e-mail: [email protected] 2Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran DPR RI. e-mail: [email protected]
2 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dalam APBN.
Sejak 2009, alokasi anggaran pendidikan 20 persen dalam
APBN (sesuai dengan mandat konstitusi) telah dipenuhi oleh
pemerintah. Pemenuhan mandat ini berimplikasi pada peningkatan
anggaran pendidikan yang besar sebagai anggaran rutin. Dalam
kurun waktu 2009–2014, alokasi anggaran pendidikan merupakan
belanja terbesar kedua, setelah belanja subsidi. Sedangkan sejak
2015, anggaran pendidikan merupakan belanja pemerintah terbesar
dalam APBN. Namun, yang menjadi pertanyaan mendasar adalah
apakah anggaran besar yang telah digelontorkan pemerintah telah
sesuai dengan kualitas pendidikan yang dibangun? Beberapa kajian
menyatakan bahwa efektivitas dan efisiensi belanja pendidikan perlu
dikaji ulang, karena nilainya telah meningkat secara substansial
selama satu dasawarsa terakhir. Namun, sebagian besar dari hasilnya
belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Berdasarkan latar
belakang di atas, tulisan ini hendak menganalisis perkembangan
wajah pendidikan Indonesia paska penerapan anggaran pendidikan
20 persen.
PERKEMBANGAN ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN 20 PERSEN
Dalam UU APBN, anggaran pendidikan didefinisikan sebagai
alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui
Kementerian Negara/Lembaga3, alokasi anggaran pendidikan melalui
transfer ke daerah dan dana desa4, dan alokasi anggaran pendidikan
3Alokasi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga yang menyelenggarakan fungsi Pendidikan. 4Anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah merupakan alokasi anggaran pendidikan yang disalurkan melalui transfer ke daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
3 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
melalui pengeluaran pembiayaan5, termasuk gaji pendidik, tetapi
tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan dan semuanya
merupakan tanggung jawab pemerintah pusat (UU APBN 2019). Gambar 1. Postur Anggaran Pendidikan Dalam APBN
Sumber : Nota keuangan APBN
Adapun arah kebijakan pembangunan pendidikan yang
diharapkan melalui alokasi anggaran tersebut adalah untuk
melaksanakan program Wajib Belajar 12 tahun (pendidikan dasar
dan menengah) yang berkualitas; peningkatan kualitas pembelajaran,
akses dan kualitas layanan pendidikan dini hingga pendidikan tinggi;
peningkatan kualitas pendidikan karakter, budi pekerti,
kewarganegaraan dan pendidikan agama; peningkatan pemerataan
pendidikan; peningkatan kualitas, profesionalisme, dan penempatan
guru yang merata; serta peningkatan kapasitas pendidikan tinggi
sebagai pusat ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi dalam
mendorong pembangunan.
5Anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan merupakan anggaran pendidikan yang bersumber dari komponen pembiayaan APBN berupa pengembangan pendidikan nasional yaitu dana cadangan Pendidikan, dana abadi Pendidikan, serta dana abadi penelitian.
4 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Dalam kurun waktu 2009-2019, anggaran pendidikan yang
sudah dialokasikan oleh pemerintah melalui APBN mencapai
Rp3.920,45 triliun. Selama periode waktu tersebut, jumlah anggaran
pendidikan mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun
(Gambar 2). Gambar 2. Anggaran Pendidikan Tahun 2009 – 2019 (Triliun Rp)
Sumber : Nota Keuangan dan Bappenas, diolah.
Jika melihat sebaran alokasi anggaran pendidikan dalam
kurun waktu yang sama, arah kebijakan pemerintah pada periode
2009–2014 lebih mendorong alokasi anggaran pendidikan melalui
transfer ke daerah dan pembiayaan pendidikan. Hal ini terlihat dari
proporsi keduanya yang mengalami tren peningkatan dari tahun ke
tahun (Gambar 3). Sedangkan pada periode 2015-2019, anggaran
pendidikan melalui pembiayaan merupakan salah satu fokus utama
pemerintah, yang terlihat dari porsi alokasi yang mengalami kenaikan
setiap tahunnya.
5 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Gambar 3. Sebaran Anggaran Pendidikan Tahun 2009 – 2019 (Persentase)6
Sumber : Nota Keuangan dan Ditjen Anggaran Kemenkeu RI, diolah.
Untuk alokasi melalui belanja pemerintah pusat pada
Kementerian/Lembaga (K/L), mayoritas alokasi anggaran
dianggarkan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dan
Kementerian Agama (Gambar 4). Jika melihat periode 2015-2019,
arah kebijakan anggaran pendidikan K/L sedikit melakukan
pergeseran yang cukup signifikan, di mana porsi anggaran untuk
Kementerian Lain mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Bahkan pada tahun 2019, porsinya sudah mencapai 16,66 persen. Hal
ini guna mendukung kualitas dan relevansi pendidikan vokasi yang
dilakukan melalui standarisasi mekanisme link and match demi
menciptakan kualifikasi SDM dalam menghadapi dunia kerja.
6Data yang digunakan adalah data APBN-P setiap tahun dari Nota Keuangan. Penggunaan data ini disebabkan tidak adanya data realisasi yang dirilis pemerintah
6 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Gambar 4. Sebaran Anggaran Pendidikan Melalui Kementerian/Lembaga Tahun 2009 – 2019 (Persentase)7
Sumber : Nota Keuangan dan Ditjen Anggaran Kemenkeu RI, diolah.
Untuk alokasi melalui transfer ke daerah dan dana desa,
mayoritas alokasi anggaran pendidikan periode 2009-2019
dilokasikan melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Akan tetapi
mengalami tren yang menurun. Sama halnya dengan alokasi Dana
Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) yang juga mengalami penurunan
dalam kurun waktu 2009-2016. Alokasi DAK Fisik kembali
mengalami peningkatan pada periode 2017-2019. Sedangkan porsi
DAK Non Fisik yang didominasi untuk tunjangan profesi guru dan
bantuan operasional sekolah (BOS) mengalami tren meningkat setiap
tahunnya pada periode 2009-2016 dan mulai menurun pada periode
2017-2019 (Gambar 5).
7Data yang digunakan adalah data APBN-P setiap tahun dari Nota Keuangan. Penggunaan data ini disebabkan tidak adanya data realisasi yang dirilis pemerintah. Untuk tahun 2009-2014, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi masih di bawah Kementerian Pendidikan Nasional.
7 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Gambar 5. Sebaran Anggaran Pendidikan Melalui Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2009 – 2019 (Persentase)8
Sumber : Nota Keuangan dan Ditjen Anggaran Kemenkeu RI, diolah WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA SAAT INI
Pendanaan pendidikan melalui APBN bertujuan untuk
meningkatkan mutu atau kualitas manusia Indonesia saat ini dan di
masa mendatang. Peningkatan mutu tersebut, sekurang-kurangnya
sangat ditentukan oleh seberapa besar kemampuan atau aksesibilitas
masyarakat untuk mengenyam pendidikan (kusususnya pendidikan
dasar) secara terus menerus ke jenjang yang lebih tinggi, ketersedian
sarana dan prasarana pendukung proses pendidikan yang mumpuni,
kuantitas dan kualitas tenaga pendidik yang mumpuni dan
pengelolaan sistem pendidikan yang mampu beradaptasi dengan
perkembangan zaman. Dengan demikian, arah kebijakan
penganggaran pendidikan dalam APBN seharusnya diarahkan untuk
mencapai hal-hal tersebut. Peningkatan mutu manusia, aksesibilitas,
8Data yang digunakan adalah data APBN-P setiap tahun dari Nota Keuangan. Penggunaan data ini disebabkan tidak adanya data realisasi yang dirilis pemerintah
8 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
sarana dan prasarana pendidikan, kualitas dan kuantitas tenaga
pendidik, serta kemampuan adaptasi sistem pendidikan terhadap
perubahan zaman merupakan parameter yang dapat dijadikan
sebagai ukuran keberhasilan anggaran pendidikan selama satu
dekade terakhir. Selain itu, anggaran pendidikan juga diarahkan
untuk menciptakan pemerataan kesempatan pendidikan bagi
masyarakat Indonesia. Artinya, keberhasilan anggaran pendidikan
juga dapat dilihat dari sejauh mana pengalokasian selama ini mampu
menciptakan pemerataan kesempatan pendidikan di Indonesia.
Angka Partisipasi Murni Terus Meningkat
Salah satu ukuran aksesibilitas pendidikan adalah Angka
Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS), di
mana nilai APM dan APS merepresentasikan seberapa banyak anak-
anak pada usia jenjang pendidikan tertentu berangkat ke sekolah
untuk mengenyam pendidikan. Terhitung dari 2009, APM dan APS
sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), Sekolah
Menengah (SM) dan perguruan tinggi (PT) terus mengalami
peningkatan. Dari rata-rata pertumbuhan tahunan, rerata
pertumbuhan paska anggaran pendidikan 20 persen diterapkan
(2009–2017) lebih tinggi dibandingkan periode sebelum 20 persen
(2003-2009), khususnya untuk perguruan tinggi (tabel 1). Tabel 1. Pertumbuhan APM dan Anggaran Pendidikan
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
URAIAN
RERATA
2003-2009
(%)
RERATA
2010-2017
(%)
PERTUMBUHAN
2009 ke 2017
(%)
Pertumbuhan Anggaran Pendidikan 9,52 104,86
Pertumbuhan APM SD 0,26 0,38 2,93
Pertumbuhan APM SMP 1,29 1,91 16,18
Pertumbuhan APM SMP 2,45 3,74 33,58
Pertumbuhan APM PT 3,55 8,40 80,75
APS 7-12 th 0,27 0,14 1,15
APS 13-15 th 1,09 1,34 11,18
APS 16-18 th 1,47 3,32 29,33
APS 19-24 th 1,31 8,94 94,88
9 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Rerata pertumbuhan yang tinggi ini menunjukkan bahwa
anggaran pendidikan 20 persen berimplikasi positif terhadap
peningkatan aksesibilitas masyarakat Indonesia terhadap
pendidikan. Akan tetapi, pencapaian ini belum maksimal. Hal ini
terlihat dari rerata pertumbuhan APM dan APS semua jenjang
pendidikan yang lebih rendah dibandingkan rerata pertumbuhan
anggaran pendidikan, pertumbuhan anggaran pendidikan per 2017
terhadap 2009 yang jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan
APMnya, APM SMP (78,30) dan SM (60,19) yang masih di bawah 80
persen, serta APM PT yang masih di bawah 20 persen per tahun 2017
(Tabel 1). Masih rendahnya APM dan APS tersebut disebabkan oleh
masih terdapatnya kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan
maupun daerah barat dan timur (Statistik Pendidikan, 2018).
Kesenjangan tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor. UNFPA
(2014) menyatakan bahwa daerah perdesaan dan daerah terpencil
(remote area) sulit dalam mengakses pendidikan. Hal lainnya adalah
masalah perekonomian yang menghambat jalannya proses
pendidikan (Kemendikbud, 2018). Mutu Keluaran Pendidikan Masih Rendah
Mutu keluaran pendidikan Indonesia saat ini masih rendah.
Hal ini terlihat dari rata-rata literasi membaca, matematika dan sains
Indonesia menurut hasil Programme for International Students
Assessment (PISA) yang dilaksanakan oleh Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD). Nilai skor kemampuan
membaca, matematika, dan sains Indonesia pada 2015 masih berada
dibawah nilai median yang sebesar 500 dan masih terpaut jauh dari
rata-rata total OECD (tabel 2).
10 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Tabel 2. Nilai PISA Indonesia, OECD, Singapura, Thailand dan Vietnam
Sumber : Institute of Education Sciences, 2019, diolah
Dibanding dengan Singapura, Thailand dan Vietnam, capaian
Indonesia juga lebih rendah (tabel 2). Masih rendahnya mutu
keluaran pendidikan juga terlihat dari masih rendahnya rerata nilai
ujian nasional di tingkat SMP, SMA dan SMK, bahkan cenderung
mengalami penurunan (gambar 6). Gambar 6. Rerata Nilai Ujian Nasional Menurut Jenjang Pendidikan dan Jurusan Tahun 2015-
2018
Sumber : kemendikbud, diolah
Sarana dan Prasarana Pendidikan Belum Memadai
Sarana dan prasarana yang memadai dan berkualitas menjadi
salah satu pilar untuk menciptakan proses pembelajaran yang
kondusif. Satu dekade paska penerapan 20 persen anggaran
Indikator Tahun 2009 Tahun 2015
Jarak dari
Rerata OECD
2009
Jarak dari
Rerata OECD
2015
Membaca 402 397 91 96
Matematika 371 386 125 104
Sains 383 403 118 90
Indikator Indonesia Singapura Thailand Vietnam
Membaca 402 535 409 487
Matematika 371 564 415 495
Sains 383 556 421 525
Perbandingan Dengan Negara Lain Tahun 2015
11 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
pendidikan, persentase kondisi ruang kelas yang berada dalam
kondisi baik menurun jumlahnya pada setiap jenjang pendidikan dan
kondisi ruang kelas dalam kondisi rusak ringan dan rusak berat
mengalami peningkatan pada semua jenjang pendidikan (gambar 7). Gambar 7. Kondisi Ruang Kelas Tahun 2008/2009 dan 2017/2018
Sumber : Kemendikbud, diolah
Kondisi ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran 20 persen
belum efektif dalam penyedian sarana dan prasarana yang memadai.
Hal ini sesuai dengan Laporan Ikhtisar Hasil Pemerikasaan (IHPS)
BPK dari tahun 2008–2016 yang menyatakan bahwa kinerja
pendidikan Indonesia khususnya pada penyediaan sarana dan
prasarana belum sepenuhnya efektif9. Kondisi ini juga menunjukkan
bahwa pemerintah daerah tidak menjalankan kewajibannya secara
optimal terkait dengan urusan bidang pendidikan yang merupakan
urusan kewajiban daerah menurut Undang-Undang Pemerintahan
Daerah.
9Pada IHPS 2016 masih ditemukan sekolah menggunakan ruang perpustakaan, ruang laboratorium, koridor, tempat ibadah dan rumah dinas guru sebagai ruang kelas. Selain itu, masih terdapat sekolah yang melakukan penyekatan dalam satu ruang kelas.
12 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Selain kondisi ruang kelas, ketersediaan ruang kelas per
rombongan belajar (rombel) juga menjadi salah satu pilar dalam
menciptakan pembelajaran yang kondusif dan berkualitas. Dibanding
2009, rasio rombel per kelas pada 2017 mengalami penurunan (tabel
3) atau mengalami perbaikan. Tabel 3. Rasio Rombel Per Kelas
Sumber : Kemendikbud, diolah
Akan tetapi, untuk SD dan SM masih di atas 1 (yakni 1,04
untuk SD dan SM). Rasio yang masih di atas 1 tersebut menunjukkan
bahwa kelas yang tersedia tidak mampu menampung jumlah rombel
yang ada untuk melaksanakan proses pembelajaran di waktu yang
sama. Dengan kata lain, masih ada rombel tertentu di SD dan SM yang
jam pembelajarannya dilaksanakan pada sesi siang/sore. Ketersediaan kelas yang tidak mampu menampung rombel pada satu
waktu pembelajaran yang sama, akan berpotensi pada banyaknya
jumlah anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung pada sebuah
sekolah. Dengan asumsi batas ideal maksimal per rombel menurut
Kementerian Pendidikan10 dan estimasi jumlah penduduk usia
sekolah SD hingga SM, ketersedian ruang kelas saat ini juga belum
mampu menampung seluruh anak usia sekolah. Ada sekitar 1,7 jiwa
anak usia SD, 2,4 juta jiwa anak usia SMP dan 2,4 jiwa anak usia SM
yang berpotensi tidak tertampung dalam ruang kelas yang tersedia.
Ketersedian Tenaga Pendidik Belum Memadai
Ketersediaan tenaga pendidik, baik kualitas maupun
kuantitas, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
10Untuk SD sebesar 28 siswa/rombel, SMP sebesar 32 siswa/rombel dan SM sebesar 36 siswa/rombel.
Jenjang
PendidikanTahun 2009 Tahun 2017
SD 1,1 1,04
SMP 1,01 0,99
SM 1 1,04
13 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
capaian mutu pendidikan masyarakat Indonesia. Dibanding dengan
2011, ketersediaan guru secara kuantitas masih menjadi masalah bagi
pendidikan dasar dan menengah di Indonesia hingga saat ini. Rasio
rombel/kelas per guru pada 2017 masih berada di atas angka 1 baik
SD, SMP maupun SM, yang berarti bahwa satu guru harus mengampu
lebih dari 1 kelas/rombel. Kondisi 2017 tidak jauh berbeda dengan
2011 (tabel 4). Tabel 4. Rata-Rata Rasio Rombel/Kelas Per Guru
Sumber : Kemendikbud, diolah
Dari sisi kualitas, ketersediaan guru yang berkualitas juga
masih menjadi kendala. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang
dilakukan Ditjen GTK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada
2015 cenderung memperlihatkan kondisi kompetensi guru yang
kurang memuaskan, yakni mencatat angka rata-rata di bawah
ketetapan standar kompetensi minimal (SKM) sebesar 55. Persoalan
kuantitas dan kualitas ini juga ditemukan dalam Laporan Ikhtisar
Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK dari tahun 2008–2016 yang
menyatakan bahwa tenaga pengajar di Indonesia masih belum efektif
dari sisi kualitas dan kuantitas.11
Pemerataan Pendidikan Membaik, Tapi Belum Maksimal
Salah satu tujuan sistem pendidikan nasional (konsideran
menimbang huruf c UU Sisdiknas) dan pengalokasian anggaran 20
persen adalah menjamin dan mewujudkan pemerataan kesempatan
11IHPS 2015 menemukan bahwa rasio dosen tetap terhadap mahasiswa yang melebihi standar. Selain itu, terdapat guru PNS yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S1/ D-IV dan belum memiliki sertifikasi dan masih terdapat guru yang mengajar tidak sesuai kompetensinya.
Jenjang Pendidikan Tahun 2011 Tahun 2017
SD 1,58 1,33
SMP 1,90 1,76
SM 1,72 1,77
14 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
pendidikan, termasuk pemerataan mutu pendidikan. Aditomo &
Felicia (2018) menemukan bahwa adanya kesenjangan mutu
pendidikan sekolah menengah di Indonesia. Siswa yang berasal dari
golongan ekonomi tinggi mendapatkan mutu pendidikan yang lebih
tinggi dibanding siswa yang berasal dari golongan ekonomi rendah.
Dari sisi geografis, kesenjangan pendidikan antar wilayah juga
masih menjadi persoalan besar wajah pendidikan Indonesia. Salah
satunya terlihat dari kesenjangan APM. Rata-rata partisipasi murni
anak-anak berusia sekolah di Sumatera, Jawa & Bali lebih tinggi
dibandingkan anak-anak di kawasan Kalimantan & Sulawesi dan
Maluku, Nusa Tenggara & Papua (tabel 5). Sedangkan perbandingan
antara anak di Kalimantan & Sulawesi dengan Maluku, Nusa Tenggara
& Papua, anak-anak di wilayah Kalimantan & Sulawesi lebih tinggi
angka partisipasi murninya. Tabel 5. Selisih rata-rata APM SD, SMP dan SM Menurut Wilayah (%)
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Data ini menunjukkan bahwa partisipasi sekolah anak-anak
Maluku, Nusa Tenggara & Papua masih jauh tertinggal dibanding
wilayah lain. Meskipun demikian, kesenjangan ini relatif mengalami
perbaikan yang ditunjukkan dari standar deviasi APM per wilayah
yang mengalami penurunan pada 2017 dibanding 2011, kecuali
jenjang pendidikan SMP (tabel 5). Hal ini dapat dijadikan indikator
yang menunjukkan bahwa anggaran pendidikan 20 persen dapat
menciptakan pemerataan kesempatan pendidikan yang relatif
2011 2017 2011 2017 2011 2017
Delta Sumatera,Jawa & Bali Dengan Kalimantan &
Sulawesi 1,29 1,64 4,58 6,28 4,23 3,47
Delta Sumatera,Jawa & Bali Dengan Maluku, Nusa
Tenggara & Papua4,93 4,84 8,35 9,08 4,93 4,68
Delta Kalimantan & Sulawesi Dengan Maluku, Nusa
Tenggara & Papua3,64 3,20 3,77 2,80 0,70 1,20
Standar Deviasi Antar Wilayah 4,51 3,75 4,82 5,01 4,56 4,29
SD SMP SM
PERBANDINGAN APM ANTAR WILAYAH
15 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
membaik. Namun, belum maksimal. Hal ini dilihat dari standar deviasi
APM antar wilayah untuk SMP yang semakin meningkat dan delta
rata-rata APM antar wilayah masih relatif besar. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari ulasan pada bagian sebelumnya, aksesibilitas
masyarakat terhadap pendidikan dan pemerataan akses pendidikan
yang semakin membaik merupakan buah hasil dari peningkatan
alokasi anggaran pendidikan yang bersumber dari APBN. Akan tetapi,
kontribusi peningkatan alokasi anggaran tersebut belumlah optimal,
terlebih kontribusinya terhadap pemerataan, perbaikan mutu dan
sarana prasarana pendidikan. Hal ini terlihat dari kesenjangan
partisipasi sekolah antar wilayah yang masih relatif sangat besar
(khususnya SMP), meningkatnya jumlah ruang kelas dengan kondisi
tidak baik, ketersediaan kelas dan guru yang belum memadai, mutu
keluaran pendidikan yang masih rendah dan kurangnya kualitas
tenaga pendidik. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat
dilakukan agar pendidikan Indonesia jauh lebih baik di masa
mendatang, baik dari aspek aksesibilitas, sarana dan prasarana
pendidikan, tenaga pendidikan, maupun mutu keluaran pendidikan
melalui intervensi anggaran 20 persen yang dilakukan pemerintah.
Pertama, melakukan evaluasi dan mengoptimalkan program-
program bantuan pendidikan yang selama ini telah dilakukan, seperti
BOS dan PIP, baik melalui perbaikan penetapan target sasaran,
pengawasan, maupun peningkatan nilai manfaat yang diberikan.
Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan angka partisipasi
sekolah, khususnya pendidikan SMP dan SM.
Kedua, meningkatkan mutu keluaran pendidikan melalui
pelatihan tenaga pendidik, peningkatan kesejahteraan guru dan
investasi pendidikan di mulai sejak usia dini. Peningkatan mutu
keluaran pendidikan di masa mendatang sangat ditentukan oleh
16 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
kualitas guru yang memadai. Peningkatan kualitas guru ini dapat
diwujudkan melalui pelatihan yang diarahkan untuk meningkatkan
penguasaan konten pembelajaran dan proses pembelajaran
(pedagogi). Upaya lain yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
kualitas guru adalah melalui peningkatan kesejahteraan guru, baik
melalui kebijakan renumerasi maupun pengangkatan guru honorer
menjadi guru tetap. Kesejahteraan yang meningkat diharapkan
mampu mendorong peningkatan kualitas pembelajaran di ruang-
ruang kelas. Selain melalui peningkatan kualitas guru, upaya
mendorong mutu keluaran pendidikan yang lebih baik dapat
ditempuh melalui investasi pendidikan yang dimulai sejak usia dini.
Investasi sejak usia dini ini bertujuan untuk merangsang kemampuan
anak agar lebih mudah beradaptasi dengan pembelajaran di setiap
jenjang pendidikan dan kemampuan adaptasi tesebut diharapkan
berkolerasi positif dengan keluaran nilai ujian akhir yang baik pada
setiap jenjang pendidikan.
Ketiga, meningkatkan ketersedian (kuantitas) tenaga
pendidik. Dalam bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa ada
perbaikan positif terhadap jumlah ketersediaan guru, yang
ditunjukkan dari rata-rata rasio rombel dan guru yang menurun.
Akan tetapi, kondisi saat ini belumlah ideal dan memadai. Oleh karena
itu, penambahan kuantitas guru sangat dibutuhkan di masa
mendatang dengan tetap memperhatikan distribusi guru menurut
wilayah.
Keempat, meningkatkan kerjasama dan kolaborasi yang kuat
antara pemerintah pusat dengan masyarakat, publik (swasta) dan
pemerintah daerah. Membangun peradaban bangsa melalui
pembangunan pendidikan merupakan pekerjaan besar yang
membutuhkan dana yang besar dan keterlibatan setiap pihak. Dari
sisi pemerintah, baik pusat maupun daerah, keterbatasan fiskal atau
17 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
kemampuan negara merupakan tantangan dan sekaligus hambatan
bagi negara untuk mempercepat pembangunan di bidang pendidikan.
Oleh karena itu, peran serta masyarakat dan pihak swasta sangat
diperlukan. Keterlibatan swasta melalui peningkatan kerjasama
antara pemerintah dan swasta untuk pembangunan sarana dan
prasarana sekolah dengan mekanisme pemberian Corporate Social
Responsibility (CSR) perlu dilakukan. Selain itu, keterlibatan dan
kesadaran masyarakat untuk andil dalam pembiayaan pendidikan
sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas juga harus dilakukan.
Terakhir, seluruh kebijakan yang diarahkan untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan,
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, serta perbaikan
ketersediaan dan kualitas tenaga pendidikan harus berdimensi dan
mempertimbangkan “pemerataan antar wilayah dan antar individu”.
Perlunya kebijakan berdimensi pemerataan ini didasarkan pada
ketimpangan aksesibilitas dan mutu keluaran pendidikan antar
wilayah (antara wilayah timur Indonesia dengan barat Indonesia) dan
antar individu (antara si kaya dengan si miskin) yang masih cukup
besar. Selain itu, dimensi ketimpangan ini diperlukan dalam konteks
menjalankan perintah UU Sisdiknas yang mengamanahkan untuk
menjamin dan mewujudkan pemerataan kesempatan pendidikan
bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Daftar Pustaka Aditomo, A & Felicia, N., 2018. Ketimpangan Mutu dan Akses
Pendidikan Indonesia (Potret Berdasarkan Survei PISA 2015). Jurnal Kilas Pendidikan, Edisi 17.
BPS. 2018. Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2018. Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2017. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester II Tahun 2016.
18 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2016. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2015.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2015. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2014.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2013.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2012.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2012. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2011.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2011. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2010.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2010. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2009.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2009. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2008.
Institute of Education Sciences. 2019. Digest of Education Statistics 2017 53rd Edition. Washington, DC: Institute of Education Sciences
Kememdikbud. 2015. Perkembangan Pendidikan Tahun 2008/2009 – 2013/2014.
Kemendikud. 2016. Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2016.
Risalah Kebijakan Kemendikbud. 2018. Pendidikan Merata dan Berkualitas Untuk Papua (Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tingkat Sekolah Dasar di Provini Papua dan Papua Barat).
Risalah Kebijakan Kemendikbud. 2018. Peningkatan Kompetensi Guru.
UNFPA. 2014. Indoesian Youth in The 21th Century. Jakarta : UNFPA Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
19 Tinjauan Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2018 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019.