bab ii 1199037 -...
TRANSCRIPT
13
BAB II
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK DAN
BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2.1. Tinjauan tentang Perkembangan Kepribadian Anak
Pemahaman manusia tentang problematika kehidupan tidak akan bersifat
monolitik, dalam arti perbedaan pendapat dan persepsi selalu terjadi dalam sepanjang
sejarah, barangkali itu justru merupakan indikasi dan dinamika pemikiran manusia,
seperti halnya dengan permasalahan perkembangan kepribadian anak sebagai salah
satu dari disiplin ilmu psikologi, yang juga berdasarkan latar belakang wawasan dan
pengetahuan yang beragam. Para ahli dalam bidang perkembangan kepribadian anak
juga berbeda pula, seperti uraian berikut:
2.1.1 Pengertian Perkembangan Kepribadian Anak
Sebelum dijelaskan lebih lanjut tentang kepribadian anak, terlebih dahulu
akan dikemukakan pengertian-pengertian perkembangan kepribadian anak secara
umum menurut para ahli, di antaranya:
a. Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada
kualitas fungsi organ-orgam jasmaniah, dan bukan pada organ jasmani tersebut
sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi
13
14
psikologi yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiolagis. (Poerwanti dan
Widodo, 2002: 27).
Sedangkan Makmun (1996: 79) berpendapat bahwa konsep perkembangan
mempunyai makna yang luas, mencakup segi-segi kualitatif dan kuantitatif serta
aspek-aspek fisik-psikis yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan,
kematangan, dan belajar atau pendidikan dan latihan.
Berhubungan dengan perkembangan, dalam bukunya Yusuf (2000: 15)
yang berjudul “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” memberikan definisi
perkembangan sebagai berikut:
“Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangan (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (ruhaniah)”.
Yang dimaksud dengan sistematis, progresif dan berkesinambungan adalah
sebagai berikut:
1). Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling
ketergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organisme
(fisik dan psikis) dan merupakan satu kesatuan yang harmonis.
2). Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan
mendalam (luas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
3). Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu
berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak terjadi secara kebetulan
atau loncat-loncat. (Yusuf, 2000: 15-16).
15
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses ke arah yang lebih
sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali.
b. Pengertian Kepribadian
Istilah “kepribadian” (personality) berasal dari kata Latin “persona” yang
berarti “topeng”. (Hurlock, 1994: 236). Berdasarkan pengertian dari kata-kata
tersebut para ahli mengemukakan definisinya sebagai berikut:
Jalaludin (2002: 160) memberi definisi kepribadian adalah berfungsinya
seluruh individu secara organisme yang meliputi seluruh aspek yang secara
verbal terpisah-pisah seperti: intelek, watak, motif dan emosi, minat, kesediaan
untuk bergaul dengan orang lain dan kesan individu yang ditimbulkannya pada
orang lain serta efektifitas sosial pada umumnya.
Selanjutnya Maramis (1980: 282) dalam bukunya “Kedokteran Jiwa”
mengemukakan: “Kepribadian ialah ekspresi keluar dari pengetahuan dan
perasaan yang dialami secara subyektif oleh seseorang”. Jadi kepribadian
menunjuk pada keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku yang sering
digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus dalam
hidupnya.
Pendapat Allport (1937) yang dikutip Yusuf (2000: 126) mendefinisikan
kepribadian sebagai berikut:
“Personality is the dynamic organization within the individual of those psycho-physical system determine his unique adjustment to his environment”.
16
(Kepribadian adalah organisasi sitem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-psikis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Kalau diperhatikan definisi Allport itu, tampak bahwa ia berusaha
mengsintesakan atau melibatkan pandangan kontinental dan pandangan Anglo
dari Amerika. Segi “dalam” maupun segi “luar” kepribadian telah dimasukkan ke
dalam definisi itu.”sistem jiwa raga” merupakan segi “dalam” dan “penyesuaian
diri” merupakan segi “luar” dari kepribadian. Kalau dianalisis definisi tersebut,
maka kepribadian adalah:
1). Merupakan suatu organisasi dinamik, yaitu suatu kebulatan, keutuhan,
organisasi atau sistem yang mengikat dan mengaitkan berbagai macam aspek
atau komponen kepribadian. Organisasi tersebut dalam keadaan berproses,
selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Sebagai contoh, kepribadian
si A walaupun 10 tahun yang lalu dan 10 tahun mendatang adalah tetap si A,
akan tetapi si A sekarang adalah berbeda dengan 10 tahun yang lalu dan akan
berbeda pula dengan si A 10 tahun yang akan datang. Si A tetap
menunjukkan ciri kepribadiaanya sebagai suatu organisasi, tetapi ciri-ciri
tersebut mengalami perubahan karena bersifat dinamis.
2). Organisasi itu tediri atas sistem-sistem “psycho physical”atau jiwa raga. Term
ini menunjukkan bahwa kepribadian itu tidak hanya terdiri atas mental,
ruhani, jiwa, atau hanya jasmani saja, akan tetapi organisasi itu mencakup
semua kegiatan badan dan mental yang menyatu ke dalam kesatuan pribadi
yang berada dalam individu.
17
3). Organisasi itu menentukan penyesuaian dirinya, artinya menunjukkan bahwa
kepribadian dibentuk oleh kecenderungan yang berperan secara aktif dalam
menentukan tingkah laku individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri
dan lingkungan masyarakat. Kepribadian adalah sesuatu yang terletak di
belakang perbuatan khas yang berada dalam individu.
4). Penyesuaian diri dalam hubungan dengan lingkungan itu bersifat unik, khas,
atau khusus, yakni mempunyai ciri-ciri tersendiri dan tidak ada yang
menyamainya.
c. Pengertian Anak
Secara alamiah sejak bertemunya ovum (sel telur) dengan sperma
terciptalah makhluk baru dalam kandungan ibu, dan setelah 9 bulan lamanya
dalam kandungan manusiapun terlahir ke dunia dengan menyandang predikat
awal sebagai anak dalam keluarga. Hal ini barangkali yang melatarbelakangi
Poerwadarminta (1976: 38) mengartikan anak sebagai keturunan manusia yang
masih kecil.
Selanjutnya Webster dan Kechnie (1980: 313) mengatakan anak adalah: “A
boy or girl in period before puberty” (laki-laki atau perempuan yang berada pada
masa sebelum pubertas).
Berlainan dengan kedua pendapat di atas, dalam tafsir al-Qur'an al-Adzim
karangan Ibnu Katsir (1970: 105), mengungkapkan:
��������������������� ������������������������������������������������ �!�" Artinya: “Anak adalah anak kecil yang belum berbuat kesalahan dan tidak
berbuat dosa”.
18
Penafsiran dari imam Ibnu Katsir penulis anggap sudah bisa mewakili
pengertian anak. Jadi ��� bermakna anak kecil yang masih bersih jiwanya,
karena belum melakukan kesalahan.
Berpijak pada uraian di atas dapat disimpulkan, pengertian anak ialah
keturunan manusia yang masih kecil belum mencapai usia pubertas (baligh), baik
laki-laki atau perempuan dan jiwanya masih bersih.
Dari pengertian-pengertian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan pengertian perkembangan kepribadian anak adalah
perubahan-perubahan yang terus meningkat pada perilaku anak yang belum
mencapai usia pubertas, yang terhimpun dalam diri dan yang digunakan untuk
bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan, baik yang datang
dari lingkungannya (dari luar anak), maupun yang berasal dari dalam diri anak
sendiri, sehingga corak perilakunya itu merupakan suatu kesatuan fungsional
yang khas bagi dirinya.
2.1.2 Dimensi Perkembangan Kepribadian Anak
a. Aspek-aspek Kepribadian
Para ahli memberikan penekanan bahwa yang dipelajari oleh psikologi
adalah tingkah laku manusia, baik perilaku yang dapat dilihat (overt) maupun
perilaku yang tiak dapat dilihat (covert).
Terlihat dan tidak terlihatnya perilaku bergantung pada suatu susunan
sistem (aspek), dalam hal ini pendapat Sigmund Freud yang dikutip Jalaludin
19
(2002: 71) dalam bukunya “Psikologi Agama”, merumuskan sistem kepribadian
menjadi tiga aspek, yaitu:
1). Id (das es)
Sebagai suatu sistem “Id” mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan
asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah. Dengan kata lain ia
mengemban prinsip kesenangan (pleasure principle), yang tujuannya untuk
membebaskan diri dari ketegangan dorongan naluriah dasar.
2). Ego
“Ego” merupakan aspek pribadi yang berfungsi menyalurkan dorongan “Id”
ke keadaan yang nyata.
3). Super ego (das ube ich)
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka sebagian
super ego mewakili alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa individu
ke arah kesempurnaan sesuai dengan pertimbangan keadilan.
Menurut Ahyadi (1988: 68-69) dalam bukunya “Psikologi Agama”,
berpendapat bahwa kepribadian dianalisis ke dalam tiga aspek, antara lain:
1). Aspek kognitif (pengenalan), yaitu pemikiran, ingatan, hayalan, daya bayang,
inisiatif, kreatifitas, pengamatan dan penginderaan. Fungsi aspek kognitif
adalah menunjukkan jalan, mengarahkan dan mengendalikan tingkah laku.
2). Aspek afektif, yaitu bagian kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan
alam, perasaan atau emosi. Sedangkan hasrat dan kehendak, kemauan,
keinginan, kebutuhannya, dorongan dan elemen motivasi lainnya disebut
aspek konatif atau psiko-motorik (kecenderungan atau niat tindak) yang tidak
20
dapat dipastikan dengan aspek afektif (finalis) yang berfungsi sebagai energi
atau tenaga mental yang menyebabkan manusia bertingkah laku.
3). Aspek motorik, yang berfungsi sebagai pelaksana tingkah laku seperti
perbuatan dan gerakan jasmani lainnya.
Dalam versi lain Sukanto mengemukakan kepribadian terdiri dari empat
sistem atau aspek, yaitu:
1). Qalb (angan-angan kehatian) adalah hati yang menurut istilah kata
(terminologis) artinya sesuatu yang berbolak balik (sesuatu yang lebih),
berasal dari kata “Qalaba” artinya membolak-balikan. Secara biologis “Qalb”
diartikan sebagai segumpal daging dan secara nafsiologis “Qalb” juga bisa
berarti kahatian.
Ada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
����������#�$�%���� ���&�'� �(���"����)���"���*���+�!�,�-��#�$�%����.�/�01��� ����������������2���3�����.�4���������#�$�%�������&�'��#�$�/��5�#�$�/���*����
Artinya: “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekepal daging, kalau itu
baik, baiklah seluruh tubuh. Dan kalau itu rusak, rusaklah seluruh tubuh. Itulah qalb (hati)” (HR. Bukhari Muslim).
2). Fuad, adalah perasaan terdalam dari hati yang sering disebut “hati nurani”
(cahaya mata hati), yang berfungsi sebagai daya ingatan. Satu segi kelebihan
“fuad” adalah bahwa “fuad” itu dalam keadaan bagaimanapun tidak bisa
dusta, sebagaimana firman Allah surat an-Najm ayat 11 yang berbunyi:
���6���7�-��8��9�������:�;�<�-=��%>?����@@A
Artinya: “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya” (Depag RI, 1994: 871).
21
3). Ego, aspek ini timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara
baik dengan dunia nyata (realitas). Ego bisa dipandang sebagai aspek
eksekutif kepribadian, terkontrol cara-cara yang ditempuh, memilih
kebutuhan-kebutuhan, memilih obyek-obyek yang bisa memenuhi kebutuhan,
mempersatukan pertentangan antara “Qalb” dan “Fuad” dengan dunia luar.
4). Tingkah laku, aspek ini ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang
disadari oleh pribadi. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya
bahwa apa yang dipikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang
akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian
seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya (Jalaludin, 2002: 172-
175).
Mengakhiri deskripsi tentang sistem aspek-aspek kepribadian harus diingat
bahwa aspek tersebut tidak dipandang sebagai organ-organ yang menjalankan
kepribadian, akan tetapi aspek tersebut hanyalah nama-nama untuk berbagai
proses psikologis yang mengikuti satu prinsip tertentu.
Dalam keadaan biasa prinsip-prinsip yang berlainan tidak akan berbenturan
satu sama lain, dan tidak bekerja secara bertentangan. Sebaliknya sistem tersebut
bekerja sama seperti satu tim. Kepribadian biasanya berfungsi sebagai satu
kesatuan dan bukan sebagai bagian-bagian yang terpisah (Supratiknya, 1993: 68).
b. Tipe-tipe Kepribadian
22
William James, yang dikutip oleh Ahyadi (1988: 91-109) mengatakan ada 2
(dua) tipe kepribadian, yaitu “tipe periang” (the healthy mindedness) dan “tipe
penyedih’ (the sick soul), yang penjelasannya sebagai berikut:
1). Tipe periang
Pada perkembangan kesadaran beragama tipe periang akan ditemukan
sifat, antara lain:
a). Optimis dan riang gembira.
Tipe periang menghayati kehidupan beragama yang dialaminya secara
natural sebagaimana adanya, mudah, gampang, penuh kelapangan,
memberi keluasan wawasan, menambah variasi dan kekayaan alam
perasaan serta merupakan pegangan hidup yang menggembirakan, akan
tetapi dimungkinkan tipe ini juga mengalami kebimbangan, keragu-
raguan, godaan dan konflik batin. Namun demikian dengan karakternya
yang optimis tipe ini akan dapat memecahkan permasalahan secara cepat.
Tipe ini dengan mudah menyadari bahwa Tuhan adalah Maha Pemurah,
Pemberi Ampun, Pengasih dan Penyayang. Tuhan dipandang sebagai
kekuatan yang mengharmoniskan dunia, merahmati alam semesta,
menjadikan anak-anak bergembira, serta hal lain yang serba
menggembirakan. Tipe ini pun mengetahui bahwa Tuhan Maha Adil,
Maha Penghukum, Maha Kuat, Maha Dahsyat, Maha Perkasa, namun
pandangan tentang Tuhan demikian itu tidak mewarnai sikap dan
perilakunya.
b). Sikapnya terarah ke dunia luar
23
Salah satu rahasia kegembiraan hidup seseorang adalah kelincahannya
dalam menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi di luar dirinya, dengan
kejadian di dunia luar, situasi dan kondisi lingkungan, serta kurang
menghiraukan atau meninjau proses dan dinamika yang terjadi dalam diri
pribadinya.
Pandangan hidupnya mencerminkan gagasan-gagasan yang berlaku dalam
lingkungannya. Norma-norma moralnya sama dengan norma yang
berlaku di sekitarnya. Pendapatnya mengikuti pendapat umum (orang
banyak). Oleh karena itu di dalamnya memungkinkan bahwa orang yang
demikian mudah terkena penyakit zamannya, seperti mode politik dan
pergolakan masyarakat. Tipe ini dengan mudah mengambil pendapat
orang lain, bukan hanya secara pura-pura, bukan karena takut atau ambisi,
tetapi ia berbuat demikian karena yakin bahwa itulah yang diharapkan
orang banyak darinya.
2). Tipe penyedih
Tipe ini biasanya kurang mendapat perhatian masyarakat umum. Salah
satu ciri tipe ini adalah tidak menyenangi popularitas, tidak mau menonjolkan
diri, ada kecenderungan mengadakan perenungan tentang rahasia ke-Tuhanan
secara mendalam, mengadakan uzlah, menyendiri, bertapa, zuhud,
menghindari kenikmatan duniawi, mensucikan hati dan menjauhi godaan
syetan atau dosa.
Tipe penyedih adalah lawan kutub tipe periang. Oleh karena itu, ciri-ciri
penyedih terutama pada masa perkembangannya adalah kebalikan dari tipe
24
periang seperti sikap pesimis, introvert, sikap terarah ke dunia dalam,
introspektif, melihat makna hidup secara mendalam dan serius. Tipe ini selalu
berusaha mensucikan diri dengan pertobatan yang mendalam dan terus
berusaha agar selalu berdekatan dengan Tuhan. Harus diingat, bahwa tipe
penyedih tidak selamanya merasa sedih dan tidak pula selamanya menderita.
(Ahyadi, 1988: 97-109).
2.1.3 Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian Anak
Tahap-tahap perkembangan kepribadian anak dapat diartikan sebagai fase
perkembangan atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan pada anak yang
diwarnai karakteristik (ciri-ciri khusus), atau pola-pola tingkah laku tertentu.
Mengenai pembabakan atau periodisasi perkembangan ini, para ahli berbeda
pendapat, di antaranya sebagai berikut:
Dalam bukunya Yusuf (2000: 21) mengemukakan tentang penahapan
perkembangan yang dialami individu, yakni:
a. Tahap I : fase prenatal (sebelum lahir).
b. Tahap II : fase orok (infancy) mulai lahir sampai usia 14 hari.
c. Tahap III : bayi (baby hood) mulai 2 minggu sampai 2 tahun.
d. Tahap IV : kanak-kanak (childhood) mulai 2 – 11 tahun
e. Tahap V : adolescence, mulai usia 11 atau 13 – 21 tahun.
Sedangkan penelitian mengenai tahap-tahap perkembangan kepribadian anak,
(Jean Piaget yang dikutip Zulkifli, 1986: 21) mengaitkannya dengan terjadinya
perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar, yaitu menjadi 4 fase
sebagai berikut:
25
a. Fase sensorik motorik
Aktivitasnya didasarkan pada pengalaman langsung panca indera. Aktivitas
belum menggunakan bahasa pemahaman intelektual muncul di akhir fase ini.
b. Fase pra operasional
Anak tidak terikat lagi pada lingkungan sensori. Kesanggupan menyimpan
tanggapan bertambah besar. Anak suka meniru orang lain dan mampu menerima
khayalan dan suka bercerita tentang hal-hal yang fantastis dan sebagainya.
c. Fase operasi konkret
Pada fase ini cara anak berfikir mulai logis. Bentuk aktivitas dapat
ditentukan dengan peraturan yang berlaku. Anak masih berfikir harfiah sesuai
dengan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
d. Fase operasi formal
Dalam fase ini anak telah mampu mengembangkan pola-pola berfikir
formal, telah mampu berfikir logis, rasional dan bahkan abstarak. Telah mampu
menangkap arti simbolis, kebiasaan dan menyimpulkan suatu berita dan
sebagainya.
Dalam versi lain Mahfudz (2003: 3) dalam bukunya “Psikologi Anak dan
Remaja Muslim) sepakat bahwa kehidupan anak itu dapat dibagi menjadi beberapa
fase sebagai berikut:
a. Dari mulai lahir sampai usia 2 tahun, disebut fase persiapan.
b. Dari usia 2 – 6 tahun, disebut fase permulaan anak-anak.
c. Dari usia 6 – 12 tahun, disebut fase paripurna anak-anak.
26
Untuk menyatukan pandangan dengan apa yang dimaksudkan oleh penulis
dalam penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan atas pendapat para ahli di
atas, yang disebut sebagai anak adalah ketika berusia 0 –12 tahun. Dan dapat
dikategorikan ke dalam beberapa tahapan (fase) berdasarkan perkembangan
kepribadiannya, antara lain:
a. Perkembangan kepribadian fase orok
Masa orok merupakan masa perkembangan terpendek dalam kehidupan
manusia. Dimulai sejak lahir sampai usia 2 minggu. Masa orok biasanya dibagi
dalam dua (2) masa, yaitu masa pertunate yang berlangsung selama 15 – 30
menit pertama sejak lahir sampai tali pusatnya digunting. Dan masa neonate,
yaitu sejak pengguntingan tali pusat sampai usia 2 minggu.
Karakteristik kepribadian pada fase ini oleh Yusuf (2000: 149-150)
dijelaskan bahwa: “Dasar-dasar kepribadian ini berasal dari sifat-sifat kebakaan
yang menjadi matang. Perkembangan kepribadian ini, di samping dipengaruhi
oleh faktor kebakaan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama kasih
sayang. Dan pada usia ini adalah masa timbulnya “sense of trust”, yaitu
kepercayaan akan kasih sayang. Masa ini ditandai oleh ketergantungan yang
penuh kepada orang lain (ibu) dengan kasih sayangnya”.
b. Perkembangan kepribadian fase persiapan anak
Masa ini dimulai sejak berakhirnya masa orok sampai akhir tahun kedua
dari kehidupan. Masa persiapan memiliki ciri-ciri perkembangan kepribadian
yaitu masih berkembangnya sikap egosentris. Ini berarti bahwa anak memandang
27
segala sesuatu dilihat dari sudut pandang sendiri, dan ditujukan untuk
kepentingan dirinya sendiri.
Sikap egosentris ini mempengaruhi sikap sosialnya. Sikap-sikap yang
nampaknya tidak baik merupakan keadaan yang normal atau wajar bagi
perkembangan usia ini, karena masa permulaan masih sangat dikuasai nalurinya
(bersifat impulsive), dan kemampuan berfikirnya belum cukup berkembang.
Dalam usia ini merupakan masa yang secara psiko-sosial amat funsamental
bagi tahapan perkembangan berikutnya. Masa ini ditandai dengan sifat dasar
(trust us mistrust). Tugas perkembangan pokoknya adalah memperoleh atau
mengembangkan sikap percaya (trust) dan mengatasi atau menghindarkan diri
dari sikap tidak percaya (mis trust). Kualitas perkembangan kepribadian masa
permulaan anak sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di mana anak itu
hidup (Yusuf, 2000: 159-160).
c. Perkembangan kepribadian fase permulaan anak-anak
Anak usia ini merupakan fase perkembangan individu sekitar 2 – 6 tahun.
Pada usia ini anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau
wanita, yaitu melalui jenis pakaian yang dikenakan, jenis permainan dan
sebagainya, dan semuanya itu dapat dimengerti akan keberadaannya.
Masa ini lazim disebut masa trot zalter, periode perlawanan atau masa
krisis pertama. Krisis ini terjadi karena ada perubahan yang hebat dalam dirinya,
yaitu dia mulai sadar akan aku-nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari
lingkungan atau orang lain, dia suka menyebut nama dirinya apabila berbicara
dengan orang lain. Dengan kesadaran ini anak menemukan bahwa ada dua pihak
28
yang berhadapan, yaitu “aku-nya” dan orang lain. Dia menemukan bahwa tidak
setiap keinginannya dipenuhi orang lain dan memperhatikan kepentingannya.
Pertentangan antar kemauan dari dan tuntutan lingkungan dapat mengakibatkan
ketegangan dalam diri anak sehingga tidak jarang anak meresponnya dengan
sikap membandel, yang mana merupakan suatu kewajaran, karena perkembangan
pribadi mereka sedang bergerak dari sikap dependen ke independen.
Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi
tuntutan dan tanggung jawab. (Yusuf, 2000: 173).
d. Perkembangan kepribadian fase paripurna anak
Fase paripurna anak berlangsung pada usia 6 – 12 tahun. Seorang anak
pada masa ini sudah mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-
norma, tradisi dan moral (agama). Hal tersebut akan mereka dapatkan melalui
perluasan hubungan, di samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk
ikatan baru dengan teman sebaya (peer group), serta orang-orang yang di
sekelilingnya. Dan di samping itu pula pada usia ini, anak sudah dapat
mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik
buruk.
Dengan demikian berarti kemampuan potensial sebagai dasar telah mulai
tampak pada anak usia ini. Anak mulai mengarah pada kemampuan menguasai
berbagai ketrampilan, baik yang berhubungan dengan pengetahuan praktis,
seperti seni olahraga, maupun yang berhubungan dengan pengetahuan non-
praktis, seperti pengamalan terhadap norma-norma, tradisi dan agama (Yusuf,
2000: 178).
29
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Anak
Kepribadian itu berkembang dan mengalami perubahan, dan dari proses
perkembangan itu terbentuklah di dalamnya pola-pola yang tetap dan khas, sehingga
merupakan ciri-ciri yang unik bagi setiap individu.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian anak
itu dapat dibagi sebagai berikut:
a. Faktor Biologis
Yaitu faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani (fisiologis).
Keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya
perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat dilihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini
menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap individu ada yang
diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang
itu masing-masing. Keadaan fisik baik yang berasal dari keturunan maupun
pembawaan sejak lahir itu memainkan peranan yang penting pada kepribadian
seseorang.
b. Faktor Sosial
Yang dimaksud dengan faktor sosial di sini ialah keluarga, teman sebaya,
serta masyarakat sekelilingnya (Purwanto, 1990: 160). Suasana atau iklim
keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak (Yusuf, 2000:
128). Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil
adalah sangat mendalam. Hal ini disebabkan karena:
1). Pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama-tama;
2). Pengaruh yang diterima anak itu masih terbatas dari jumlah luasnya;
30
3). Intensitas pengaruh itu tinggi karena berlangsung terus menerus siang dan
malam;
4). Umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana aman serta bersifat intim dan
bernada emosional.
Dari uraian singkat tersebut di atas, nyatalah betapa besar pengaruh faktor
sosial yang diterima anak itu dalam bergaul dan kehidupannya sehari-hari dari
kecil sampai besar, terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadiannya
(Purwanto, 1999: 163).
c. Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing
anak tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana anak itu
dibesarkan, karena tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan
pengaruh terhadap kepribadian setiap anggotanya, baik yang menyangkut cara
berfikir, seperti cara memandang sesuatu, bersikap atau cara berperilaku (Yusuf,
2000: 129).
31
2.2. Tinjauan tentang Bimbingan Konseling Islam
2.2.1 Pengertian Bimbingan Konseling Islam
Dipandang dari segi terminology, ada dua macam istilah yaitu bimbingan dan
konseling. Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “Guidance”
dan istilah konseling dari kata bahasa Inggris “Counseling” yang dalam bahasa
Indonesia berarti penyuluhan.
Untuk mengetahui arti sebenarnya tentang bimbingan konseling Islam
terlebih dahulu akan dikemukakan bimbingan konseling Islam secara umum, dan
menurut para ahli, yaitu:
a. Bimbingan Islami
Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris
“Guidance” yang berasal dari kata kerja “To guide” yang berarti menunjukkan,
memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang lebih bermanfaat
bagi hidupnya di masa kini dan akan datang (Arifin, 1994:1).
Dalam kamus Arab – Indonesia, bimbingan dalam bahasa Arabnya adalah “
�8�B�7��� “ yang artinya pengarahan, bimbingan dan juga bisa berarti menunjukkan
atau membimbing (Al-Munawir, 1984: 535). Hal ini dapat dilihat dalam firman
Allah SWT surat al-Kahfi ayat 10 yang berbunyi:
���C���3�/� �D�E�F����.����� �+� �G������6������*��������+���H�7� �I�J�#����K�-��?�����?0L�7������#�B�7��J���-����K�-��?����MN �4��=�DEF����@OA
Artinya: “(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke
dalam goa, lalu mereka berdo’a: wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (Depag RI, 1994: 444 ).
32
Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli
tentang definisi bimbingan secara umum. Arti bimbingan menurut Walgito
(1995: 4) dalam bukunya “Bimbingan dan Penyuluhan Islam”, adalah bantuan
atau pertolongan yang diberikan individu atau sekumpulan individu dalam
menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam lingkungannya agar
individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Sedangkan rumusan diberikan oleh Priyatno dan Erman Anti (1994: 109)
tentang definisi bimbingan, yaitu proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang, baik anak-anak, remaja
maupun dewasa, agar orang-orang yang dibimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma
yang berlaku.
Kemudian Shertzer dan Stone (1996: 40) mengemukakan “Guidance is the
process of helping individuals to understand and their world” (bimbingan adalah
sebuah proses menolong individu untuk memahami dirinya dan dunianya).
Dari beberapa pengertian bimbingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
seorang ahli kepada seseorang atau beberapa orang (anak-anak, remaja dan
dewasa), agar mampu mengembangkan potensi (bakat, minat dan kemampuan
yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan)
sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung
jawab tanpa bergantung pada orang lain.
33
Setelah mengetahui pengertian bimbingan dari sudut pandang umum, maka
perlu dikemukakan juga pengertian bimbingan dari sudut pandang Islam
sebagaimana dirumuskan oleh Hallen (2002: 17):
“Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang terarah, kontinyu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur'an dan al-Hadits Rasulullah ke dalam diri sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan al-Qur'an dan sunnah Rasul”.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
dalam proses pemberian bantuan terhadap individu, akan tetapi dalam bimbingan
islami konsepnya bersumber pada al-Qur'an dan al-Hadits.
b. Konseling Islami
Konseling berasal dari bahasa Inggris “Counseling” dari kata kerja “To
Counsel”yang artinya memberikan nasehat atau memberi anjuran kepada orang
lain secara face to face (berhadapan muka satu sama lain) dan juga bisa diartikan
“Advice” yang berarti nasehat atau petuah (Echols dan Shadaly, 1992: 150).
Sebagaimana pengertian bimbingan (Guidance), maka di dalam pengertian
konseling secara umum dan islami juga terdapat beberapa pendapat, antara lain:
Menurut Langgulung (1968: 26), konseling adalah proses yang bertujuan
menolong seseorang yang mengidap kegoncangan emosi sosial yang belum
sampai pada tingkat kegoncangan psikologis atau kegoncangan akal, agar ia
dapat menghindari diri dari padanya.
Priyatno dan Erman Anti (1994: 104) berpendapat bahwa konseling adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh
34
seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu
masalah (disebut klien), yang bermuara pada tuntasnya masalah yang dihadapi
oleh klien.
Begitupun menurut Shertzer and Stone (1968: 26) yang mendefinisikan:
“Counseling is an interaction process wich facilitaty meaning full understanding of self environment and result in the stabilishman, and or clafication of goals and values for future behavior” (konseling adalah suatu proses interaksi yang memudahkan pengertian ini dan lingkungan serta hasil pembentukan atau klarifikasi tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berguna bagi tingkah laku yang akan datang”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah
suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada
individu yang sedang mengalami masalah, agar individu dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapinya.
Setelah mengetahui pengertian konseling dari sudut pandang umum, maka
perlu dikemukakan pengertian konseling dari sudut pandang Islam sebagaimana
dirumuskan oleh Hallen (2002: 22) adalah sebagai berikut:
“Konseling Islam adalah suatu usaha membantu individu dalam menanggulangi penyimpangan perkembangan fitrah yang dimilikinya, sehingga ia menyadari peranannya sebagai khalifah di muka bumi dan berfungsi untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah SWT sehingga akhirnya tercipta kembali hubungan yang baik dengan Allah SWT, dengan manusia dan alam semesta”.
Sama seperti bimbingan, dalam konseling dilihat dari sudut pandang umum
dan Islam, tidak ada perbedaan dalam proses pemberian bantuan terhadap
35
individu, namun dalam konseling Islam konsepnya bersumber pada al-Qur'an dan
al-Hadits.
Dengan demikian, istilah bimbingan dan konseling merupakan dua
rangkaian kata yang saling berhubungan erat dalam melaksanakan kegiatannya.
Besarnya peran konseling di antara keseluruhan bentuk-bentuk pelayanan
bimbingan, sampai-sampai konseling dianggap sebagai jantung hatinya
bimbingan (Priyatno dan Erman Anti, 1999: 110).
2.2.2 Dasar-dasar Bimbingan Konseling Islam
Dasar utama bimbingan konseling Islam adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul,
sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat
Islam (Musnamar, 1992: 5).
Al-Qur'an dan sunnah Rasul adalah landasan ideal dan konseptual bimbingan
konseling Islam. Dari kedua dasar tersebut gagasan, tujuan dan konsep-konsep
bimbingan konseling Islam bersumber.
a. Dasar Bimbingan Islam
Dasar yang memberi isyarat pada manusia untuk memberi petunjuk atau
bimbingan kepada orang lain dapat dilihat dalam surat al-Baqarah ayat 2 yang
berbunyi:
�������K� �30G�������6#�4��P� �/��2�Q�7����:�G�F�����I��*=�����3R����SA
Artinya: “Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan kepadanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Depag RI, 1994: 8)
b. Dasar Konseling Islam
36
Dasar yang memberi isyarat kepada manusia untuk memberi nasehat
(konseling) kepada orang lain dapat dilihat dalam surat al-Ashr, yaitu:
��������������C�?�-��� �K�Q�;0��0���� T��$�U� .����� �1�$�J���� 01��� ���V�����������������������R0V��L���C�"��C�����NW�)���L���C�"��C������5�)��0V���C��������
Artinya: “Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (Depag RI, 1994: 1099)
2.2.3 Konsep Dasar Hakikat Manusia dalam Pandangan Bimbingan Konseling Islam
Untuk memahami konsep dasar tentang hakikat manusia menurut Islam bisa
dilihat dari berbagai segi. Seperti sejarahnya, manusia dan petunjuk Allah SWT,
hakikat masalah yang dihadapi manusia, fitrah dan sifat-sifat manusia, dan berbagai
kelemahan atau sifat negatif manusia, tinjauan pada berbagai segi tersebut masing-
masing dijelaskan sebagai berikut:
a. Tinjauan Historis
Jika ditelusuri kejadian manusia dari segi agama (Islam), baik manusia
pertama maupun keturunannya, ternyata manusia tidak bisa menjadi dengan
sendirinya atau ada dengan sendirinya, tetapi “adanya manusia” itu karena
“diadakan, dijadikan” oleh Allah SWT. Manusia pertama dalam al-Qur'an
bernama”Adam”, ternyata dijadikan oleh Allah SWT dari tanah, sedangkan
kejadian manusia keturunan manusia pertama dijadikan dari sari pati tanah,
seperti dalam firman-Nya:
37
����������������������T7����X�.�/�+���Y�J��Z�?�3���U�0�� �TK� �[��K�-�T+�����'��K�-��1�$�J����?�3���U��#�3����� TK� �F�-� �A=������ +�3����� �+���Y\?���?�3���U� 0�� ���������?�3�����/� +�!�,�-� �+�3�������� �?�3�����/
�����������������U��� 3���U� �Z�J�]���J��� 0�� � ��)��� ���̂ ������J�C�$�F�/� -�̂ ��� �+�!�,�����������K� �3���������K�$�H����_���̀ �7�R�G�/
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari
pati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk (yang berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik” (QS. al-Mukminun: 12-14) (Depag RI, 1994: 527).
Istilah “dijadikan” menunjukkan bahwa kalimat tersebut adalah kalimat
pasif, “manusia”lah yang menjadi objeknya, dan Allah SWT lah yang menjadi
subjek yang aktif. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa
manusia tidak bisa menciptakan manusia (bayi) tanpa seijin (kehendak) Allah
SWT, hal ini bisa dilihat pada kenyataan sebagian pasangan keluarga yang tidak
memiliki anak meskipun telah hidup berumah tangga dalam waktu yang cukup
lama.
b. Manusia dan Petunjuk Allah SWT
Sebagai pencipta manusia, Allah SWT tentu lebih mengetahui rahasia yang
diciptakan-Nya (manusia). Tentang kekurangan dan kelebihannya dan bahkan
bisikan dalam hati manusiapun Allah SWT mengetahui. Hal ini dapat dimengerti
dalam firman-Nya:
38
��������������������������:���X����K�)�J���P�$���J�P�L��a�C�'�C����-��������J����1�$�J����?�3���U��#�3��������P� �����#Q�7�C�������R�H��K�-=��b��@cA
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (QS. Qaf: 16) (Depag RI, 1994: 852)
Untuk itu agar manusia selamat dalam hidupnya (baik di dunia maupun di
akhirat), Allah memberi petunjuk berupa kitab suci yang dibawa oleh para Rasul,
dan menjadikan Rasul sebagai pembawa petunjuk pelaksanaannya. Jadi petunjuk
jalan yang lurus itu sebenarnya sudah disediakan Allah bagi manusia, tetapi tidak
semua manusia mau mengikuti petunjuk Allah itu. Ada sebagian manusia yang
menerima petunjuk itu dengan ikhlas dan senang hati kemudian dia mengikuti
sepenuh hati, tetapi ada juga sebagian manusia justru mengingkari petunjuk itu
sehingga akhirnya ia tersesat.
c. Hakikat masalah yang dihadapi manusia
Hakikat masalah yang dihadapi manusia bisa disebabkan ketidaktahuannya
petunjuk Allah yang telah diturunkan melalui Rasul-Nya, atau karena manusia
tidak mau mengikuti petunjuk yang telah diberikan oleh Allah, maka akhirnya
manusia tersesat seperti yang diterangkan-Nya dalam al-Qur'an surat al-Anfal
ayat 55 sebagai berikut :
��1�C�?�-�9�Q�������E�/���������<��K�Q�;0����_���#�?����:���0#���0��B�01��=���d���J��
��eeA Artinya : “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah
ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman”. (QS. Al-Anfal : 55).
39
d. Fitrah dari sifat-sifat manusia
Sejak manusia diciptakan, Allah telah melengkapi dengan fitrah. Fitrah
adalah potensi-potensi tertentu yang ada pada diri manusia yang telah dibawanya
(Hallen, 2002 : 15). Potensi itu bisa berupa phisik maupun psikis, potensi phisik
misalnya kelengkapan alat indera dengan segala fungsinya dan potensi psikis
misalnya berupa akal pikiran, hati, perasaan, kehendak dan sebagainya.
Jika dibandingkan jenis makhluk lain, manusia diciptakan oleh Allah
sebagai makhluk yang paling baik atau paling sempurna ciptaannya, dan
memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain selain
manusia. Kelebihan-kelebihan itu antara lain:
1). Manusia dijadikan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi.
2). Sebagai makhluk yang dimuliakan Allah dan diberi kelebihan yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain
3). Diberi kelebihan oleh Allah dengan alat indera dan alat pikiran
4). Kelebihan manusia dalam tempat tinggal yang paling baik dibandingkan
dengan makhluk lain, dan diberi rejeki (penghidupan). (QS. 07 : 10)
5). Proses generasi yang terjadi secara teratur melalui tali perkawinan yang
disahkan oleh Allah sehingga jelas siapa bapak ibunya.
Di samping fitrah yang berupa potensi, Allah juga menjadikannya memiliki
fitrah dalam arti kecenderungan keberagamaan, yaitu :
1). Sebagai makhluk sosial
2). Sebagai makhluk beragama (QS. 05 : 03) dan dibekali dengan agama sebagai
petunjuk dalam kehidupannya, yaitu agama Islam. Sebagaimana firman-Nya:
40
���������'�������_���#�?����K�Q>�#���0>1�� Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”.
(QS. 3 : 19).
3). Mencintai anak-anak.
4). Mencintai harta benda, dan lain sebagainya.
e. Beberapa sifat negatif manusia
Dalam al-Qur'an Allah mewujudkan beberapa sifat negatif dalam kehidupan
manusia, antara lain :
1). Manusia adalah makhluk yang lemah
2). Manusia adalah makhluk yang mempunyai kecenderungan nakal
3). Sombong, tidak mau berterima kasih dan mudah putus asa
4). Suka mencelakakan (zalim) terhadap dirinya sendiri
5). Suka membantah
6). Bertabiat tergesa-gesa
7). Sangat kikir
8). Manusia tidak memperoleh sesuatu kecuali yang dia usahakan
9). Manusia suka mengeluh
10). Manusia mempunyai kecenderungan berbuat maksiat terus menerus dan
bertindak melampaui batas. (Sutoyo, 1995 : 3-8)
Berpijak pada konsep dasar hakikat manusia sebagaimana telah dijelaskan
di atas, maka fungsi dan tujuan bimbingan konseling dengan pendekatan Islam
secara operasional akan dapat terwujud.
2.2.4 Fungsi dan Tujuan Bimbingan Konseling Islam
41
a. Fungsi Bimbingan Konseling Islam
Fungsi-fungsi bimbingan konseling Islam dapat dikelompokkan menjadi
empat :
1) Fungsi preventif yakni membantu individu menjaga atau mencegah
timbulnya masalah bagi dirinya.
2) Fungsi kuratif atau korektif yakni membantu individu memecahkan masalah
yang sedang dihadapi atau dialaminya.
3) Fungsi presentatif yakni membantu: membantu individu menjaga agar situasi
dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik
(terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama (in state of good).
4) Fungsi developmental atau pengembangan yakni membantu individu
memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar
tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi
sebab munculnya masalah baginya. (Rahim Faqih, 2001 : 37)
b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam
Tujuan bimbingan konseling Islam secara implisit sudah ada dalam batasan
atau definisi bimbingan konseling Islam, yakni mewujudkan individu menjadi
manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Tujuan bimbingan konseling Islam sebagaimana dikemukakan oleh Faqih
(2001: 36) adalah sebagai berikut :
1). Membantu individu agar tidak menghadapi masalah sehingga bertindak
sesuai dengan tuntutan agama
42
2). Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi
yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik,
sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
Dengan kata lain supaya individu bisa memfungsikan dan mengembangkan
segala potensi yang dimilikinya dengan tepat.
Sedangkan tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran
tujuan umum tersebut dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang
dialami oleh individu yang bersangkutan sesuai kompleksitas permasalahan itu.
(Priyatno dan Erman Anti, 1999: 115).
Dengan demikian tujuan bimbingan konseling Islam dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum seperti yang
tersirat dalam definisi bimbingan dan konseling, sedangkan tujuan secara khusus
merupakan penjabaran dari tujuan umum yang berkaitan dengan permasalahan
yang berhubungan langsung dengan masalah yang dihadapi individu.
Salah satu tujuan bimbingan konseling Islam adalah mengarahkan kepada
individu agar keadaan jiwa tetap dalam keadan bersih karena dengan begitu
individu akan mudah menerima nasihat yang benar sehingga pada akhirnya
individu memiliki kepribadian yang kokoh sehingga tidak mudah diombang-
ambingkan oleh pendapat yang simpang siur. (Sutoyo, 1995 : 9).
Untuk mencapai tujuan bimbingan konseling Islam, maka dibutuhkan
sebuah langkah operasional untuk mengarahkan individu supaya mempunyai
kepribadian yang baik dan kokoh.
43
Salah satu metode telah ditanamkan oleh Luqman kepada anaknya dalam
al-Qur'an surat Luqman secara tepatnya ayat 13 sampai dengan ayat 19 yang
berupa nasihat. Dengan penuh kelembutan dan bijaksana Luqman al-Hakim
menasihati anaknya hingga di kemudian hari menjadi seorang yang saleh dan
berkepribadian kokoh.
Setelah menjelaskan pengertian, dasar-dasar, hakikat manusia, fungsi serta
tujuan bimbingan konseling Islam, maka dalam penulisan skripsi ini akan
menggunakan sudut pandang bimbingan konseling Islam untuk meneliti nasihat
Luqman al-Hakim dalam Qur’an surat Luqman, ayat 13 sampai 19 untuk
dijadikan sebuah langkah operasional dalam bimbingan dan konseling Islam bagi
perkembangan kepribadian anak.