bab ii
DESCRIPTION
Kebutuhan Keluarga PasienTRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Keluarga
1. Pengertian keluarga
Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan
dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari
Yogyakarta, Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan
atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang
berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang
perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya
sendiri atau anak adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut didapatkan persamaan
bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah
yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-
masing serta keterikatan emosional (Suprajitno, 2004).
2. Extended family
Extended family tradisional adalah keluarga dengan pasangan yang
berbagi pengaturan rumah tangga dan pengeluaran keuangan dengan orang
tua, kakak atau adik, dan keluarga dekat lainnya. Extended family, yang
10
secara lebih jelas didefinisikan oleh U.S Bureau of the Census adalah
keluarga yang di dalamnya tinggal seorang anak dengan minimal salah
satu orang tua dan seseorang di luar anggota keluarga inti, baik memiliki
hubungan kekerabatan maupun tidak (U.S. Bureau of the Census, 1996).
3. Peran keluarga
Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari
seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-
harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh
seseorang dalam konteks keluarga. Jadi, peranan keluarga menggambarkan
seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan
dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam
keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok,
dan masyarakat.
Dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan
”Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan”.
Dari pasal ini jelas bahwa keluarga berkewajiban meningkatkan dan
memelihara kesehatan dalam upaya meningkatkan tingkat derajat
kesehatan yang optimal.
4. Dukungan sosial keluarga
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi
individu yang di peroleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga
11
seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,
menghargai, dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996).
Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan
antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998). Dalam semua
tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi
dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan
kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.
Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi
dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang
bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan
keluarga ekstrenal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah,
keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah,
praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan
suami atau istri, dari saudara kandung, atau dari anak (Friedman, 1998).
Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan
berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan yang
adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah
sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping
itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada
penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress
(Setiadi, 2008).
12
B. Konsep ICU
1. Pengertian ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang
dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati
pasien dengan perubahan fisiologis yang cepat memburuk yang
mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi
organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat
menyebabkan kematian.
Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh
karena memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan
monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang
terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab,
2007).
2. Sistem pelayanan di ruang ICU
Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman
pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi
beberapa hal:
a. Etika kedokteran dimana etika pelayanan di ruang ICU harus
berdasarkan falsafah dasar “saya akan senantiasa mengutamakan
kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat secara optimal,
memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
13
b. Indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien
yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care,
pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh
secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan
pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi, dan pasien sakit
kritis yang memerlukan pemantauan continue dan tindakan segera
untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
c. Kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana
dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga
kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang memberikan
kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama di
dalam tim yang dipimpin oleh seorang dokter intensif sebagai ketua
tim.
d. Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan pasien ICU
adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk
fungsi-fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing
(fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi
otak), dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi
definitif.
e. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama tim dimana setiap tim
multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien, misalnya
sebelum masuk ICU, dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi
pasien sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi
14
kemudian kepala ICU melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil
kesimpulan, memberi instruksi terapi, dan tindakan secara tertulis
dengan mempertimbangkan usulan anggota tim.
f. Asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke
ruang ICU harus dengan indikasi masuk ke ruang ICU dengan benar.
Karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka berlaku asas
prioritas dan indikasi masuk.
g. Sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya
koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang
memerlukan tim kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa
disiplin ilmu, dengan tugas utamanya memberi masukan dan bekerja
sama dengan staf stuktural ICU untuk selalu meningkatkan mutu
pelayanan ICU.
h. Kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU
disamping multidisiplin juga antar profesi seperti profesi medis,
profesi perawat, dan profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka
perlu peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia) secara
berkelanjutan, menyeluruh, dan mencakup semua profesi.
i. Unit pelayanan di ruang ICU mempunyai biaya dan teknologi yang
tinggi, multi disiplin dan multi profesi, jadi harus berdasarkan asas
efektifitas, keselamatan, dan ekonomis.
j. Kontinuitas pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan,
dan ekonomisnya pelayanan ICU. Untuk itu perlu dikembangkan unit
15
pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit= HCU). Fungsi utama HCU
adalah menjadi unit perawatan antara bangsal rawat dan ruang ICU.
Di HCU tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU tetapi yang
diperlukan adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.
Staf keperawatan dan medis di ICU memiliki pengetahuan khusus
tentang prinsip dan teknik perawatan kritis. ICU merupakan tempat
pelayanan medis yang paling mahal karena setiap perawat hanya melayani
satu atau dua orang pasien dalam satu waktu dan dikarenakan banyaknya
terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang pasein dalam ICU (Potter &
Perry, 2009). Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga
tugas utama yaitu, life support, memonitor keadaan pasien, dan perubahan
keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi.
Instrumentasi yang begitu beragam dan kompleks serta
ketergantungan pasien yang tinggi terhadap perawat dan dokter (karena
setiap perubahan yang terjadi pada pasien harus di analisa secara cermat
untuk mendapat tindakan yang cepat dan tepat) membuat adanya
keterbatasan ruang gerak pelayanan dan kunjungan keluarga. Kunjungan
keluarga biasanya dibatasi dalam hal waktu kunjungan (biasanya dua kali
sehari), lama kunjungan (berbeda-beda pada setiap rumah sakit), dan
jumlah pengunjung (biasanya dua orang secara bergantian).
ICU sering merupakan tempat yang kuat dan besar untuk pasien
dan keluarga mereka. Dengan memperhatikan kebutuhan baik pasien
16
maupun keluarga, rumah sakit dapat menciptakan lingkungan yang saling
percaya dan mendukung dimana keluarga diakui sebagai bagian integral
dari perawatan pasien dan pemulihan (Kvale, 2011).
C. Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian pelayanan
Pelayanan adalah pemberian jasa perawatan yang memperhatikan
penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-
standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat
memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian,
kesakitan, ketidakmampuan, dan kekurangan gizi (Eko IR, 2001). Setiap
orang akan menilai layanan kesehatan berdasarkan standar dan kriteria
yang berbeda-beda. Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian
pelayanan kesehatan yang baik adalah karena pelayanan kesehatan itu
sangat melekat dengan faktor-faktor subyektif orang yang berkepentingan,
baik pasien/keluarga pasien, pemberi layanan kesehatan (Provider),
penyandang dana, masyarakat, ataupun pemilik sarana layanan kesehatan.
Sebagai profesi keperawatan, tentunya pelayanan yang diberikan
harus professional, sehingga para perawat harus memiliki kompetensi dan
memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik
dan moral profesi agar masyarakat dapat menerima pelayanan dan asuhan
17
keperawatan yang bermutu. Sikap professional yang diharapkan dari
seorang perawat adalah memberikan dasar pelayanan keperawatan yang
baik. Sikap baik memiliki elemen-elemen, diantaranya keterlibatan dengan
pasien, rasa respek terhadap segi pribadi pasien, pengertian dan ikut
merasakan apa yang dialami pasien, dan kesanggupan dalam sikap dan
perilaku perawat (BEM PSIK FK UNSRI, 2009).
2. Pengertian pelayanan keperawatan
Pelayanan keperawatan adalah upaya untuk membantu individu
baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk
peningkatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga individu
tersebut dapat secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara
mandiri (Handerson dalam Zaidin Ali, 2001). Menurut Azwar (1996)
pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni
melayani (merawat), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan,
filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi, dan sosial.
Tujuan pelayanan keperawatan antara lain meningkatkan dan
mempertahankan kualitas pelayanan rumah sakit, meningkatkan
penerimaan masyarakat terhadap profesi keperawatan, meningkatkan
pelaksanaan kegiatan umum untuk kenyamanan pasien, meningkatkan
komunikasi antar staf, meningkatkan produktifitas, dan kualitas kerja staf
(Depkes, 1999).
18
Fungsi perawat professional didalam memberikan pelayanan
keperawatan mempunyai tiga dimensi dari fungsinya, yaitu fungsi
dependen dimana perawat melaksanakan tindakan atas pasien atau
instruksi yang lain, fungsi independen dimana perawat melakukan
tindakan secara mandiri, dan fungsi interdependen berupa koordinasi
dalam perencanaan tindakan keperawatan dengan anggota tim kesehatan
lain termasuk dokter (Purwanto, 1998).
Manajemen pelayanan keperawatan adalah proses bekerja melalui
anggota karyawan untuk menyediakan asuhan, pengobatan, dan
kenyamanan pada pasien dan keluarga (Gillies, 1998). Pada hakekatnya
manajemen pelayanan keperawatan adalah melaksanakan tugas dan
fungsinya secara optimal guna mencapai tujuan dengan menggunakan
sumberdaya dan dana yang tersedia secara efektif dan efisien. Oleh karena
itu, tugas pengelola keperawatan adalah merencanakan,
mengorganisasikan, mengkoordinasikan, mengarahkan, dan
mengendalikan sumberdaya keuangan, material, dan manusia sedemikan
rupa sehingga menyediakan asuhan yang sangat efektif untuk kelompok,
pasien, dan keluarga (Wardhono, 1998).
3. Mengukur pelayanan kesehatan yang baik
Suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar
yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur,
19
proses, dan outcome dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut (Wijono,
2000).
Penilaian pelayanan di rumah sakit diperumit lagi dengan berbagai
faktor lain. Pada industri manufaktur, mutu barang yang dihasilkan
ditentukan oleh standar baku dan harga. Bila mutu di bawah standar, atau
bila harganya di atas standar untuk barang itu, maka konsumen “pasien”
tidak dalam posisi yang mampu menilai secara pasti mutu pelayanan klinik
yang diterimanya (baik dan standar). Ditambah lagi kenyataan bahwa bila
ada pelayanan yang tidak bermutu maka kesehatan pasien dan mungkin
juga jiwanya menjadi taruhannya (Aditama, 2002).
Mutu merupakan pertimbangan faktor keputusan yang paling
mendasar dari seorang pelanggan untuk memakai suatu produk barang
atau jasa. Suatu nilai mutu berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan
terhadap produk atau jasa pelayanan. Menurut Donabedian (1980, dalam
Wijoyo 1997) bahwa kualitas mutu pelayanan adalah suatu pelayanan
yang diharapkan dapat meningkatkan atau memaksimalkan kesejahteraan
pelanggan atau pasien.
4. Aspek-aspek pelayanan keperawatan
Menurut Wahyuddin (2009) aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan
adalah :
a. Bukti langsung atau berwujud (tangible)
Dimensi pertama dari kualitas pelayanan menurut konsep
servqual adalah Tangible, karena suatu service tidak dapat dilihat,
20
tidak bisa dicium, dan tidak bisa diraba, maka aspek tangible menjadi
penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Tangible meliputi fasilitas
fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan teratur dan
rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau
peralatannya, dan alat komunikasi.
Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk
menilai suatu kualitas pelayanan. Atribut dari dimensi tangible
lainnya adalah materi promosi. Brosur dan leaflet yang dipajang, akan
mempengaruhi konsumen dalam menilai kualitas pelayanan.
Tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan.
Pada saat bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu
sumber yang mempengaruhi harapan pelanggan. Karena tangible yang
baik, maka harapan responden menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu,
penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui seberapa jauh aspek
tangible yang paling tepat, yang masih memberikan impresi yang
positif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan tetapi tidak
menyebabkan harapan pelanggan yang terlalu tinggi.
Hal kedua yang perlu disadari oleh setiap pelaku bisnis yang
serius terhadap kepuasan pelanggan adalah bahwa dimensi tangible ini
umumnya lebih penting bagi pelanggan yang baru. Tingkat
kepentingan aspek ini umumnya relatif lebih rendah bagi pelanggan
yang sudah lama menjalin hubungan dengan penyedia jasa.
21
b. Kepercayaan (reliability)
Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh
dimensi reliability, yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat
waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan
kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu.
Dibandingkan dengan 4 dimensi kualitas pelayanan lainnya,
yaitu responsiveness, assurance, empathy, dan tangible, dimensi ini
sering dipersepsikan paling penting bagi pelanggan dari berbagai
industri jasa. Ada 2 aspek dari dimensi ini, pertama adalah
kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang
dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu
memberikan pelayanan yang akurat dan tidak error.
Dalam industri jasa, perusahaan bergantung pada manusia
yang memang susah konsisten. Yang lebih sulit lagi karena jasa
diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Oleh karena
itu, tidak ada kesempatan bagi perusahaan jasa untuk memisahkan
pelayanan benar dan pelayanan yang salah. Ada 3 hal besar yang
dapat dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan tingkat
reliability. Pertama, adalah pembentukan budaya kerja “error free”
atau “no mistake”, top management perlu meyakinkan kepada semua
bawahannya bahwa mereka perlu melakukan sesuatu yang benar
100%.
22
Kedua, perusahaan perlu mempersiapkan infrastruktur yang
memungkinkan perusahaan memberikan pelayanan “no mistake”. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan secara terus-
menerus dan menekankan kerja teamwork. Dengan kerja teamwork
koordinasi antar bagian menjadi lebih baik.
c. Ketanggapan (responsiveness)
Responsiveness yaitu keinginan para pegawai atau karyawan
membantu konsumen dan memberikan pelayanan itu dengan tanggap
terhadap kebutuhan konsumen, cepat memperhatikan, dan mengatasi
kebutuhan-kebutuhan. Dimensi kualitas pelayanan ini yang paling
dinamis, harapan pelanggan terhadap pelayanan hampir dapat
dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke
waktu. Karena itu, waktu sama dengan uang yang harus digunakan
secara bijak. Itulah sebabnya, pelanggan akan tidak puas apabila
waktunya terbuang percuma karena sudah kehilangan kesempatan lain
untuk memperoleh sumber ekonomi.
Sama seperti dimensi pelayanan lainnya, maka kepuasan
terhadap dimensi responsiveness adalah berdasarkan persepsi dan
bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis lain,
maka faktor komunikasi dan situasi di sekeliling pelanggan yang
menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam
mempengaruhi penilaian pelanggan.
23
d. Jaminan atau kepastian (assurance)
Assurance yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan
kemampuan perusahaan dan perilaku front line staf dalam
menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya,
berdasarkan banyak riset yang dilakukan, ada 4 aspek dari dimensi ini,
yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan.
Aspek keramahan adalah salah satu aspek kualitas pelayanan
yang paling mudah diukur, dan program kepuasan yang paling murah.
Tidak mengherankan banyak manajer yang paling cepat menaruh
perhatian terhadap hal ini untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Ramah berarti banyak senyum dan bersikap sopan.
Aspek kedua adalah kompetensi. Pelanggan sulit percaya
bahwa kualitas pelayanan akan dapat tercipta dari front-line staf yang
tidak kompeten atau terlihat bodoh. Oleh karena itu, sangatlah penting
untuk terus memberikan training kepada karyawan gugus depan
mengenai pengetahuan produk dan hal-hal lain yang sering menjadi
pertanyaan pelanggan. Sama halnya dengan yang terjadi di ICU
bahwa orang terdepan (front line personel) seperti tim sekuriti
memiliki peran penting pada pelayanan pasien kritis untuk
menjelaskan peraturan yang ada di ICU kepada pengunjung atau
keluarga pasien dan sebagai penghubung antara keluarga pasien
sebelum dapat bertemu dengan petugas medis.
24
Aspek ketiga adalah reputasi. Memperoleh kepuasan pasien
dan keluarganya akan selalu menjadi tujuan utama bagi suatu rumah
sakit, karena dengan kepuasan yang dirasakan oleh pasien dan
keluarga terhadap pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit akan
mendapat reputasi yang baik. Reputasi baik itulah yang merupakan
modal awal bagi terwujudnya visi rumah sakit tersebut.
Aspek keempat adalah security. Keamanan merupakan
kebutuhan dasar manusia berdasarkan kebutuhan fisiologisnya yang
harus terpenuhi selama hidupnya, sebab dengan terpenuhinya rasa
aman setiap individu dapat berkarya dengan optimal dalam hidupnya.
Menurut Craven, keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit dan
cedera tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktivitasnya
yang dapat mengurangi stress dan meningkatkan kesehatan umum.
Perawat harus peka terhadap apa yang diperlukan untuk menciptakan
lingkungan yang aman bagi klien sebagai individu ataupun klien
dalam kelompok keluarga atau komunitas.
e. Empati atau kepedulian (emphaty)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi
yang baik dan memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam
penuh perhatian terhadap setiap konsumen, melayani konsumen
dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi konsumen,
berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh
simpati.
25
Ini sesuai dengan teori perkembangan kebutuhan manusia dari
“Maslow”. Pada tingkat semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi
dengan hal-hal primer. Setelah kebutuhan fisik, keamanan, dan sosial
terpenuhi, maka dua kebutuhan yang akan dikejar yaitu kebutuhan ego
dan aktualisasi. Kebutuhan terakhir dari teori Maslow akan ego dan
aktualisasi inilah yang banyak berhubungan dengan dimensi empati.
Pelanggan mau egonya seperti gengsinya dijaga dan mereka mau
statusnya dimata orang banyak dipertahankan dan apabila perlu
ditingkatkan terus-menerus oleh perusahaan penyedia jasa.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan
Faktor-faktor yang menentukan pelayanan keperawatan menurut
Febriyanti (2009), yaitu:
1) Kelayakan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang
dilakukan relevan terhadap kebutuhan klinis pasien dan memperoleh
pengetahuan yang berhubungan dengan keadaannya.
2) Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan
yang layak dapat memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya.
3) Kesinambungan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan bagi
pasien terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan
dalam organisasi.
4) Efektifitas adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap
pasien dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan
26
pengetahuan sesuai dengan keadaannya, dalam rangka memenuhi
harapan pasien.
5) Kemanjuran adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang
diterima pasien dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk
menyempurnakan hasil sesuai harapan pasien.
6) Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien
terhadap sumber-sumber yang dipergunakan dalam memberikan
layanan bagi pasien.
7) Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan
dalam pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan
dengan hal tersebut perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien
serta harapan-harapannya dihargai.
8) Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan
diminimalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk
petugas kesehatan.
9) Ketepatan waktu adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan
diberikan kepada pasien tepat waktu sangat penting dan bermanfaat.
6. Prinsip-prinsip jaminan mutu
Mutu tidak akan pernah dicapai dalam jangka waktu yang singkat.
Hal tersebut memerlukan waktu yang sangat bervariasi tergantung dari
pada standar mutu yang diinginkan. Program jaminan mutu melibatkan
setiap orang yang berada dalam organisasi untuk peningkatan pelayanan
yang terus-menerus dimana mereka akan memenuhi kebutuhan standar
27
dan harapan dari pelanggan, baik pelanggan intern maupun ekstern. Hal ini
adalah suatu metode yang mengkombinasikan teknik manajemen,
keterampilan teknik, dan pemanfaatan penuh potensi sumber daya manusia
dalam organisasi rumah sakit.
Program Jaminan Mutu dapat dibedakan dengan bentuk
manajemen yang lain, dimana jaminan mutu didasarkan pada prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1) Setiap orang didalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan,
pengertian, dan peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing-
masing kontrol dan bertanggungjawab dalam setiap mutu yang
dihasilkan oleh masing-masing orang.
2) Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing-masing
pelanggan baik eksternal maupun internal.
3) Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah
yaitu dengan menggunakan data untuk pengambilan keputusan,
penggunaan alat-alat statistik, dan keterlibatan setiap orang yang terkait.
4) Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang
alami.
5) Pembentukan teamwork, baik itu dalam parttime teamwork, fulltime
teamwork ataupun cross functional team.
6) Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan (development of
employees) melalui keterlibatan didalam pengambilan keputusan.
28
7) Partisipasi setiap orang dalam merupakan dorongan yang positif dan
harus dilaksanakan.
8) Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investment
atau modal dalam rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan
pegawai untuk mencapai potensi yang mereka harapkan.
9) Supliers dan customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.
D. Konsep dasar kebutuhan
1. Pengertian Kebutuhan Keluarga Pasien
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk
mencapai kesejahteraan. Kebutuhan manusia mencerminkan adanya
perasaan kurang puas yang ingin dipenuhi dalam diri manusia yang
muncul secara alamiah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang
pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat
perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam
memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas
yang ada. Lalu, jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir
lebih keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya.
Kebutuhan keluarga merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
keluarga dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis individu-individu dalam keluarga tersebut, yang tentunya
29
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Alimul,
2009).
2. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan keluarga
Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain penyakit, hubungan keluarga, konsep diri, dan tahap perkembangan.
Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan
kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, karena beberapa
fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari
biasanya. Selain penyakit, hubungan keluarga yang baik juga dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya,
merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain. Faktor
lain yang juga berpengaruh adalah konsep diri dimana konsep diri yang
positif dapat memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi
seseorang.
Konsep diri yang sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri
sendiri. Orang yang merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah,
mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat,
sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya. Terakhir, faktor tahap
perkembangan dimana sejalan dengan meningkatknya usia, manusia
mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memiliki
kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial,
maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami
proses kematangan dengan aktifitas yang berbeda (Alimul, 2009).
30
3. Dukungan keluarga pada pasien dengan perawatan ICU
Keberhasilan pelayanan keperawatan bagi pasien tidak dapat
dilepaskan dari peran keluarga. Pengaruh keluarga dalam keikutsertaannya
menentukan kebijakan dan keputusan dalam penggunaan layanan
keperawatan membuat hubungan dengan keluarga menjadi penting.
Namun, dalam pelaksanaannya hubungan ini sering mengalami hambatan,
antara lain kesempatan kontak relatif terbatas (Mundakir, 2006).
Adanya kebijakan jam kunjungan di ICU menjadikan pasien
merasa terpisah dengan keluarga yang mereka cintai. Pasien sering merasa
kesepian dan kurang mendapat perhatian dari keluarganya. Kurangnya
perhatian dapat secara aktual menyebabkan efek yang merusak pada
kesehatan dan penyembuhan pasien. Maka keluarga merupakan orang-
orang yang paling mungkin dan mampu memberikan aspek perhatian ini.
Memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian, dan komunikasi adalah hal
yang bermakna dan penting dalam memenuhi kebutuhan psikososial
pasien.
Bahkan pada pasien tuli, tidak mampu berbicara, atau tidak mampu
memahami bahasa, atau tidak mungkin berkomunikasi verbal karena
intubasi atau sakit fisik lainnya juga memerlukan dukungan keluarga untuk
memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian, dan komunikasi yang
mungkin dilakukan dengan menggunakan sentuhan (Hudak & Gallo,
1997).
31
4. Kebutuhan keluarga pasien di ruang ICU
Manusia sebagai mahluk holistik merupakan mahluk yang utuh
atau paduan dari unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Sebagai
mahluk biologis, manusia tersusun atas sistem organ tubuh yang
digunakan untuk mempertahankan hidupnya, mulai dari lahir, tumbuh
kembang, hingga meninggal. Sebagai mahluk psikologis, manusia
mempunyai struktur kepribadian, tingkah laku sebagai manifestasi
kejiwaan, dan kemampuan berpikir serta kecerdasan. Sebagai mahluk
sosial, manusia perlu hidup bersama orang lain, saling bekerjasama untuk
memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup, mudah dipengaruhi kebudayaan,
serta dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan dan norma
yang ada. Sebagai mahluk spiritual, manusia memiliki keyakinan,
pandangan hidup, dan dorongan hidup yang sejalan dengan keyakinan
yang dianutnya. Perawat sebagai pelaksana dalam memberi pelayanan
keperawatan haruslah memandang keluarga pasien sebagai makhluk yang
utuh dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Alimul,
2009).
Adapun kebutuhan keluarga pasien di ICU menurut CCFNI
(Critical Care Family Need Inventory oleh Motter & Leske, 1996) yaitu:
kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, kedekatan dengan
pasien, dan jaminan pelayanan.
32
a. Kebutuhan informasi
Informasi adalah bahan pengetahuan tentang suatu topik yang akan
disampaikan dari seseorang kepada orang lain baik secara individual
atau kelompok dengan menggunakan bahasa verbal atau non verbal
(Gilles, 1989).
Kebutuhan akan informasi meliputi:
1) Mengetahui informasi tentang perkembangan penyakit pasien
(prognosis)
2) Mengetahui penyebab atau alasan suatu tindakan tertentu dilakukan
pada pasien
3) Mengetahui kondisi sesungguhnya mengenai perkembangan
penyakit (prognosa) pasien
4) Mengetahui bagaimana kondisi pasien setelah dilakukan tindakan
atau pengobatan
5) Mendapat penjelasan perkembangan kondisi pasien paling sedikit
sehari sekali
6) Pemberitahuan tentang rencana pindah atau keluar dari ruang ICU
7) Mendapatkan informasi mengenai peraturan di ruang ICU
3 hal yang penting diperhatikan dalam kebutuhan akan informasi ini
adalah keluarga membutuhkan untuk menerima semua informasi
dengan jelas, mendapatkan informasi yang dimengerti, dan
mendapatkan informasi yang jujur tentang kondisi pasien yang
sebenarnya.
33
b. Dukungan mental
Support adalah suatu bentuk dukungan biopsikososial spritual yang
ditujukan pada orang lain baik pada kondisi sehat atau sakit dengan
tujuan memberikan rasa tenang, tentram, dan bahagia (Nelson, 1990).
Kebutuhan dukungan mental berupa:
1) Mendapat jawaban yang jujur untuk semua pertanyaan yang
diajukan
2) Merasakan adanya personil atau staf ICU yang memperhatikan
keluarga yang sakit
3) Dapat berkonsultasi tentang kondisi pasien setiap hari dengan
dokter dan perawat yang bertugas
4) Adanya pelayanan rohaniawan di ruang ICU
c. Rasa nyaman
Nyaman adalah suatu ungkapan perasaan yang menunjukkan kondisi
rileks, tenang, tentram, dan terbebas dari gangguan lingkungan baik
biopsikososial maupun spiritual (Long B.C, 1996).
Kebutuhan akan rasa nyaman bisa terpenuhi apabila:
1) Keluarga mengetahui bahwa pasien masih bisa mendengarkan dan
mengenali suara keluarga yang berkunjung
2) Ada pemberitahuan ke rumah bila ada perubahan kondisi secara
mendadak pada pasien
3) Mempunyai kenyamanan dengan fasilitas yang ada di ruang tunggu
4) Mempunyai waktu khusus atau istimewa saat menjenguk pasien
34
5) Adanya jam kunjung yang tepat waktu.
d. Kedekatan dengan pasien
Kedekatan adalah hubungan atau interaksi sosial antar individu atau
kelompok yang memiliki hubungan yang berdampak pada rasa kasih
dan sayang (Nelson, 1990). Kebutuhan akan kedekatan dengan pasien
dimana kedekatan ini menunjukkan kebutuhan untuk berada di dekat
anggota keluarga atau orang yang dicintainya yang sedang sakit.
Kebutuhan akan kedekatan dengan pasien ini bisa diperoleh keluarga
bila keluarga pasien tersebut:
1) Dapat melihat atau menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur
2) Dapat berkomunikasi atau berkonsultasi tentang kondisi pasien
dengan perawat yang bertugas setiap hari
3) Dapat membantu merawat fisik (seka badan, menyisir rambut, dll)
pasien
4) Dapat membantu memberi dukungan (support) mental kepada
pasien di ruang ICU.
e. Jaminan pelayanan
Jaminan adalah konsistensi dari pemberi jasa pelayanan kepada
penerima jasa pelayanan mengenai mutu atau kualitas pelayanan yang
berdampak pada legalitas atau hukum (Gilles, 1989). Kebutuhan
terhadap jaminan pelayanan dimana setiap keluarga membutuhkan
kepastian tentang adanya penilaian yang realistis tentang situasi yang
dihadapi pasien. Kepastian adalah suatu strategi untuk mengurangi
35
stress, menghindari kemungkinan kritis dan mengurangi
ketidakpastian dalam kebutuhan keluarga, harapan telah konsisten
diidentifikasi sebagai kebutuhan yang diprioritaskan. Harapan lebih
banyak mencerminkan paham spiritual bahwa nasib tidak ditentukan
sebelumnya dan respon emosional pasien dipengaruhi oleh perawatan
yang diberikan.
Jaminan pelayanan yang dibutuhkan keluarga meliputi:
1) Merasa ada harapan tentang kesembuhan pasien
2) Mengetahui bahwa semua tindakan yang dilaksanakan atau
dilakukan bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit pasien (agar pasien merasa nyaman)
3) Rumah sakit menyediakan makanan yang terbaik dan bermutu
untuk pasien
4) Ada jaminan bahwa perawatan terbaik telah diberikan kepada
pasien
5) Ada jaminan perlindungan diri pasien untuk setiap prosedur
tindakan yang dilakukan (Nursalam, 2003).
The American College of Medisine Critical Care (ACCM) dan The
Society of Medisine Critical Care (SMCC) merekomendasikan kebutuhan
keluarga yang menunggu keluarganya dengan perawatan ICU meliputi
kebutuhan untuk mengambil keputusan bersama, bukan keputusan sepihak
oleh dokter, kebutuhan meningkatkan komunikasi, dan menggunakan
istilah-istilah yang keluarga bisa mengerti pada saat berkomunikasi,
36
kebutuhan dukungan spiritual, mendorong dan menghargai doa dan
kepatuhan terhadap tradisi budaya yang membantu banyak pasien dan
keluarga untuk mengatasi penyakit dan kematian, kebutuhan akan
hadirnya keluarga pada saat resusitasi yang mungkin membantu keluarga
untuk mengatasi stress akibat kematian orang yang dicintai, kebutuhan
akan waktu kunjungan yang fleksibel, kebutuhan tersedianya ruangan
menunggu untuk keluarga yang dekat dengan ruangan pasien, dan
kebutuhan keluarga agar dilibatkan dalam proses perawatan paliatif
(Barclay & Lie, 2007).
Menurut Henneman dan Cardin, kebutuhan anggota keluarga
pasien kritis adalah kebutuhan akan informasi, kebutuhan untuk kepastian
dan dukungan serta kebutuhan untuk berada di dekat pasien. Jenis
informasi yang keluarga butuhkan dari perawat berhubungan dengan
keadaan pasien secara umum. Keluarga ingin mendapat informasi tentang
tanda-tanda vital (stabil vs tidak stabil), tingkat kenyamanan pasien, dan
pola tidur. Keluarga tidak mengharapkan perawat untuk memberikan
informasi tentang prognosis, diagnosis, atau rencana pengobatan
(informasi ini mereka butuhkan dari dokter yang merawat pasien).
Kebutuhan untuk kepastian dan dukungan dimana keluarga perlu tahu
bahwa salah satu orang yang mereka cintai sedang di rawat dengan cara
terbaik, dan bahwa segala sesuatu yang dapat dilakukan sedang dilakukan.
Kebutuhan untuk menyakinkan dan memberi dukungan tidak berarti
bahwa keluarga butuh harapan palsu untuk pemulihan yang tidak akan
37
terjadi. Cara yang paling efektif untuk memberikan jaminan dan dukungan
sering tak ada hubungannya dengan kata-kata yang diucapkan, melainkan
ditunjukkan kepada keluarga dengan pelayanan lembut dan kepedulian
setiap staf di ruang ICU.
Kebutuhan untuk berada di dekat pasien yaitu berada di dekat
orang yang mereka cintai yang sedang sakit. Mereka tidak hanya ingin
memberikan dukungan dengan berada dekat dengan pasien, tetapi juga
kehadiran fisik memungkinkan mereka untuk menyaksikan bagaimana
anggota keluarga mereka sedang di rawat. Dengan memberikan waktu
kunjungan yang fleksibel tidak hanya memungkinkan pasien dan
keluarganya bersama namun juga memfasilitasi keluarga untuk
memberikan dukungan pada pasien.
Henneman et al mengatakan kebutuhan keluarga pasien yang
keluarganya dalam perawatan kritis adalah kebutuhan akan informasi dan
waktu kunjungan yang fleksibel. Informasi yang spesifik dan penting
untuk keluarga pasien di identifikasi oleh Mirackle dan Hovenkamp
berupa kebutuhan untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan-
pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk mengetahui fakta tentang prognosa
pasien, kebutuhan untuk mengetahui hasil suatu prosedur yang telah
dilakukan sesegera mungkin, kebutuhan untuk mendapat informasi dari
staf mengenai status pasien, kebutuhan untuk mengetahui mengapa sesuatu
terjadi, kebutuhan untuk mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi,
kebutuhan untuk mendapat penjelasan atau keterangan yang bisa di
38
mengerti, kebutuhan untuk mengetahui dengan jelas apa yang sedang
terjadi, kebutuhan untuk mengetahui tentang staf yang memberikan
perawatan, kebutuhan untuk mendapatkan bimbingan atau petunjuk
tentang bagaimana suatu prosedur dilakukan (Urden & Stacy, 2000).
Dalam sebuah studi tentang kebutuhan keluarga pasien yang
menunggu keluarganya dengan perawatan ICU ada beberapa hal penting
yang dibutuhkan yaitu kebutuhan untuk dihubungi ke rumah bila terjadi
perubahan pada kondisi pasien, kebutuhan untuk mengetahui prognosa
penyakit, kebutuhan untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan
keluarga, kebutuhan untuk menerima informasi tentang pasien sekali
sehari, kebutuhan untuk mendapat penjelasan terhadap sesuatu yang tidak
dimengerti, dan kebutuhan untuk mendapat jaminan bahwa pasien
mendapatkan kenyamanan (Campbell, 2009).
Meskipun kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya
dengan perawatan ICU tampak mudah, namun adalah kesalahan bila
menganggap bahwa semua staf yang bekerja di unit ICU mengetahui dan
mencoba memenuhi apa yang menjadi kebutuhan mereka (Henneman and
Cardin, 2002).
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon psikososial keluarga
a. Tingkat pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita
tertentu (Suwarno, 1992). Dapat dikatakan bahwa pendidikan itu
39
menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan,
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Y. B. Mantra yang dikutip oleh Notoadmojo (1985)
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap
berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga
semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan
(Kuncoroningrat, 1983).
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan respon
psikososial seseorang dengan pendidikan tinggi mampu mengatasi,
menggunakan koping yang efektif dan konstruktif dari pada seseorang
yang berpendidikan rendah. (Broewer, 1983).
1) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai saat berulang tahun (Elisabeth B. H., 1995). Semakin cukup
umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari
40
orang yang belum dewasa. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman
dan kematangan jiwa (Hudoh, 1998). Makin tua umur seseorang
makin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah
yang dihadapi.
2) Hubungan keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan
kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri
mereka sebagai bagian dari keluarga yang saling mempengaruhi satu
sama lainnya (Gilles et al, 1989). Menurut File (1985) bila ada salah
satu anggota keluarga yang sakit dapat memberikan perubahan yang
maladaptif.
3) Jenis kelamin
Folkman and Lazarus (dalam Hamilton, 1997) mengatakan bahwa
dalam menggunakan pola koping wanita kurang efektif dibanding
pria. Hal itu terjadi karena wanita lebih dipengaruhi oleh emosi yang
mengakibatkan pola berpikirnya kurang rasional dibandingkan pria.
b. Status sosial ekonomi
Wesbrook (1984) mengatakan bahwa orang-orang dengan status sosial
ekonomi rendah kurang aktif dan lebih fatalistis atau respon menolak,
bila dibandingkan orang yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi.
Menurut Roy yang dikutif oleh Nursalam (2003) dalam mengatasi
respons psikososial seperti kecemasan digunakan istilah mekanisme
coping yaitu sebagai suatu sistem adaptasi. Dan tingkat adaptasi tersebut
41
tergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan individu.
Tingkat respon antar individu sangat unik dan bervariasi tergantung
pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu, dan
stressor yang diberikan. Menurut Tri Rusmi (1999) stresor yang diberikan
kepada individu akan mempengaruhi emosi dan kognisi. Emosi merupakan
gejolak perasaan sehingga terjadi sensasi jasmaniah yang mengandung
subyektifitas pengetahuan, dengan terekspresi dari apa yang diketahui
individu diluar batas perilaku. Dan Charles Darwin (1972) mengatakan
emosi adalah individu yang sedang dalam memilih alternatif penentuan
keputusan dan mengalami kesulitan dalam penemuan ideal diri. Emosi dan
kognisi saling mempengaruhi dimana kognisi atau pikiran adalah
kemampuan berpikir dan memberi rasional, termasuk proses mengingat,
menilai, orientasi, persepsi, dan memperhatikan ingatan (Stuart dan
Sunden, 1997).
E. Konsep Kepuasan
1. Pengertian kepuasan
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia perasaan senang,
kepuasan individu atau seseorang karena antara harapan dan kenyataan
dalam memakai pelayanan atau jasa yang diberikan terpenuhi, sehingga
kepuasan pasien dapat terwujud dan harapan konsumen memiliki peran
besar sebagai standar perbandingan evaluasi kualitas maupun kepuasan.
42
Kotler, 1994 dalam Tjiptono (2000) mengungkapkan kepuasan
sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil)
yang dirasakan dengan harapannya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
harapan dan kinerja yang dirasakan merupakan komponen pokok kepuasan
konsumen atau pelanggan.
Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau,
komentar dari kerabatnya serta janji, dan informasi dari berbagai media.
Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga
dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Harapan
merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan
diterimanya apabila membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa.
Sedangkan kinerja yang dirasakan merupakan persepsi konsumen terhadap
apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang dibeli.
Dalam menggunakan suatu jasa (pelayanan), konsumen seringkali
mempunyai scenario tentang apa yang akan diterimanya, berupa jasa ideal,
harapan, jasa apa yang seharusnya diterima, jasa minimum yang dapat
ditoleransi. Apabila jasa minimal yang diharapkan adalah “jasa yang dapat
ditoleransi”, lalu yang terjadi melampaui harapan tersebut, maka
konsumen akan sangat puas. Bila jasa yang diharapkan “jasa yang
seharusnya diterima”, dan yang terjadi sesuai harapan maka konsumen
akan mengalami kepuasan. Sedangkan apabila jasa yang diharapkan “jasa
ideal”, tetapi yang terjadi kurang dari harapan tersebut, maka konsumen
akan merasakan ketidakpuasan (Tjiptono, 2000).
43
Kepuasan atau ketidakpuasan pasien tersebut dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa sumberdaya,
pendidikan, pengetahuan, sikap, dan demografi. Faktor eksternal berupa
budaya, keadaan sosial ekonomi, serta situasi saat itu (Engel, 1995 dalam
Susilo, 2001).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
Salah satu indikator bahwa pelayanan sudah baik adalah
terbentuknya kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai pengguna
jasa pelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan
(kepuasan) pelanggan menurut Garpes, 1999 (dalam Nasution, 2005)
adalah:
a. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan pelanggan ketika
melakukan transaksi
b. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk atau jasa
c. Pengalaman dari teman-teman
d. Komunikasi iklan
Menurut Azwar (1996), dimensi kepuasan pelanggan dapat dibedakan
menjadi dua macam:
a. Kepuasan pasien yang hanya mengacu pada penerapan kode etik serta
standar pelayanan oleh provider yang mencakup: hubungan dokter
dengan pasien, kenyamanan pelayanan, kebebasan melakukan pilihan,
pengetahuan dan kompetensi teknis, efektifitas pelayanan, dan
keamanan tindakan.
44
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan kesehatan,
yang meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, kewajaran pelayanan
kesehatan, kesinambungan pelayanan kesehatan, penerimaan pelayanan
kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan, keterjangkauan pelayanan
kesehatan, efisiensi, dan mutu pelayanan kesehatan.
Menurut Jacobalis (1989), kepuasan total yang diperoleh seseorang
dari pelayanan kesehatan dikaitkan dengan tiga unsur, yaitu mutu
pelayanan, mutu dalam perawatan, dan cara pasien diperlakukan sebagai
individu. Jika pihak pemberi pelayanan melaksanakan dengan baik dan
sesuai dengan persepsi dan harapan, maka pasien akan merasakan
kepuasan.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pasien tidak hanya dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh rumah sakit
saja, tetapi dipengaruhi pula terhadap pemberi pelayanan seperti sikap,
pelayanan, pengetahuan, keterampilan, treatment, serta fasilitas dan
prosedur pelayanan yang diberikan oleh pihak pemberi pelayanan terhadap
pasien.
3. Pengukuran tingkat kepuasan
Kepuasan akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si
pemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan persepsi pelanggan. Faktor
ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas yang dapat membuat perbedaan
persepsi pelanggan dan si pemberi jasa.
45
Menurut Kotler (2005), ada berbagai metode dalam mengukur
kepuasan pelanggan, yaitu:
a. Sistem keluhan dan saran
Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan
dengan cara menerima saran, keluhan, masukan mengenai produk atau
jasa layanan. Jika penanganan keluhan, masukan, dan saran ini baik dan
cepat, maka pelanggan akan merasa puas, begitu juga sebaliknya jika
tidak pelanggan akan kecewa. Contoh dengan menggunakan formulir,
kotak saran, atau kartu komentar.
b. Riset kepuasan pelanggan
Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei
kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan. Jika
dilakukan dengan baik, survei akan mencerminkan kondisi lapangan
yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap produk atau jasa
yang digunakan.
c. Ghost shopping
Model yang mirip dengan marketing intelligence yaitu pihak
pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara berpura-pura sebagai pembeli
atau pengguna jasa dan melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan cara
memahami kelemahan dan kekuatan produk jasa atau cara pesaing
dalam menangani keluhan.
46
d. Analisa pelanggan yang hilang
Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan produk
jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka.
F. Kerangka konsep
Kerangka konsep berarti penggunaan satu atau beberapa konsep
terkait yang mendasari masalah studi dan mendukung rasional (alasan) studi
(Dempsey Patricia Ann, 2002). Berdasarkan tujuan penelitian dan teori yang
sudah ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagan 2.1
Kerangka konsep Hubungan Kebutuhan Keluarga Pasien dengan Kepuasan pelayanan perawatan
Variabel independen Variabel dependen
Kebutuhan keluarga pasien Kepuasan pelayanan perawatan