bab ii

38
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Keluarga 1. Pengertian keluarga Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau anak adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut didapatkan persamaan bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing- masing serta keterikatan emosional (Suprajitno, 2004). 2. Extended family Extended family tradisional adalah keluarga dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah tangga dan pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak atau adik, dan keluarga dekat lainnya. Extended family, yang

Upload: metilda-mutzz

Post on 15-Feb-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kebutuhan Keluarga Pasien

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keluarga

1. Pengertian keluarga

Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan

dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan

emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang

merupakan bagian dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari

Yogyakarta, Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan

atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang

berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang

perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya

sendiri atau anak adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut didapatkan persamaan

bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah

yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-

masing serta keterikatan emosional (Suprajitno, 2004).

2. Extended family

Extended family tradisional adalah keluarga dengan pasangan yang

berbagi pengaturan rumah tangga dan pengeluaran keuangan dengan orang

tua, kakak atau adik, dan keluarga dekat lainnya. Extended family, yang

Page 2: BAB II

10

secara lebih jelas didefinisikan oleh U.S Bureau of the Census adalah

keluarga yang di dalamnya tinggal seorang anak dengan minimal salah

satu orang tua dan seseorang di luar anggota keluarga inti, baik memiliki

hubungan kekerabatan maupun tidak (U.S. Bureau of the Census, 1996).

3. Peran keluarga

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari

seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-

harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh

seseorang dalam konteks keluarga. Jadi, peranan keluarga menggambarkan

seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan

dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam

keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok,

dan masyarakat.

Dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan

”Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan”.

Dari pasal ini jelas bahwa keluarga berkewajiban meningkatkan dan

memelihara kesehatan dalam upaya meningkatkan tingkat derajat

kesehatan yang optimal.

4. Dukungan sosial keluarga

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi

individu yang di peroleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga

Page 3: BAB II

11

seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,

menghargai, dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996).

Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan

antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998). Dalam semua

tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi

dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan

kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.

Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi

dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang

bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan

keluarga ekstrenal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah,

keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah,

praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan

suami atau istri, dari saudara kandung, atau dari anak (Friedman, 1998).

Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan

berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan yang

adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah

sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping

itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada

penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress

(Setiadi, 2008).

Page 4: BAB II

12

B. Konsep ICU

1. Pengertian ICU

ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang

dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati

pasien dengan perubahan fisiologis yang cepat memburuk yang

mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi

organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat

menyebabkan kematian.

Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh

karena memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan

monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang

terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab,

2007).

2. Sistem pelayanan di ruang ICU

Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman

pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pelayanan ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi

beberapa hal:

a. Etika kedokteran dimana etika pelayanan di ruang ICU harus

berdasarkan falsafah dasar “saya akan senantiasa mengutamakan

kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat secara optimal,

memperbaiki kondisi kesehatan pasien.

Page 5: BAB II

13

b. Indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien

yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care,

pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh

secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan

pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi, dan pasien sakit

kritis yang memerlukan pemantauan continue dan tindakan segera

untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.

c. Kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana

dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga

kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang memberikan

kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama di

dalam tim yang dipimpin oleh seorang dokter intensif sebagai ketua

tim.

d. Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan pasien ICU

adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk

fungsi-fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing

(fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi

otak), dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi

definitif.

e. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama tim dimana setiap tim

multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien, misalnya

sebelum masuk ICU, dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi

pasien sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi

Page 6: BAB II

14

kemudian kepala ICU melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil

kesimpulan, memberi instruksi terapi, dan tindakan secara tertulis

dengan mempertimbangkan usulan anggota tim.

f. Asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke

ruang ICU harus dengan indikasi masuk ke ruang ICU dengan benar.

Karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka berlaku asas

prioritas dan indikasi masuk.

g. Sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya

koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang

memerlukan tim kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa

disiplin ilmu, dengan tugas utamanya memberi masukan dan bekerja

sama dengan staf stuktural ICU untuk selalu meningkatkan mutu

pelayanan ICU.

h. Kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU

disamping multidisiplin juga antar profesi seperti profesi medis,

profesi perawat, dan profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka

perlu peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia) secara

berkelanjutan, menyeluruh, dan mencakup semua profesi.

i. Unit pelayanan di ruang ICU mempunyai biaya dan teknologi yang

tinggi, multi disiplin dan multi profesi, jadi harus berdasarkan asas

efektifitas, keselamatan, dan ekonomis.

j. Kontinuitas pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan,

dan ekonomisnya pelayanan ICU. Untuk itu perlu dikembangkan unit

Page 7: BAB II

15

pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit= HCU). Fungsi utama HCU

adalah menjadi unit perawatan antara bangsal rawat dan ruang ICU.

Di HCU tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU tetapi yang

diperlukan adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.

Staf keperawatan dan medis di ICU memiliki pengetahuan khusus

tentang prinsip dan teknik perawatan kritis. ICU merupakan tempat

pelayanan medis yang paling mahal karena setiap perawat hanya melayani

satu atau dua orang pasien dalam satu waktu dan dikarenakan banyaknya

terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang pasein dalam ICU (Potter &

Perry, 2009). Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga

tugas utama yaitu, life support, memonitor keadaan pasien, dan perubahan

keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin

terjadi.

Instrumentasi yang begitu beragam dan kompleks serta

ketergantungan pasien yang tinggi terhadap perawat dan dokter (karena

setiap perubahan yang terjadi pada pasien harus di analisa secara cermat

untuk mendapat tindakan yang cepat dan tepat) membuat adanya

keterbatasan ruang gerak pelayanan dan kunjungan keluarga. Kunjungan

keluarga biasanya dibatasi dalam hal waktu kunjungan (biasanya dua kali

sehari), lama kunjungan (berbeda-beda pada setiap rumah sakit), dan

jumlah pengunjung (biasanya dua orang secara bergantian).

ICU sering merupakan tempat yang kuat dan besar untuk pasien

dan keluarga mereka. Dengan memperhatikan kebutuhan baik pasien

Page 8: BAB II

16

maupun keluarga, rumah sakit dapat menciptakan lingkungan yang saling

percaya dan mendukung dimana keluarga diakui sebagai bagian integral

dari perawatan pasien dan pemulihan (Kvale, 2011).

C. Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian pelayanan

Pelayanan adalah pemberian jasa perawatan yang memperhatikan

penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-

standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat

memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah

mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian,

kesakitan, ketidakmampuan, dan kekurangan gizi (Eko IR, 2001). Setiap

orang akan menilai layanan kesehatan berdasarkan standar dan kriteria

yang berbeda-beda. Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian

pelayanan kesehatan yang baik adalah karena pelayanan kesehatan itu

sangat melekat dengan faktor-faktor subyektif orang yang berkepentingan,

baik pasien/keluarga pasien, pemberi layanan kesehatan (Provider),

penyandang dana, masyarakat, ataupun pemilik sarana layanan kesehatan.

Sebagai profesi keperawatan, tentunya pelayanan yang diberikan

harus professional, sehingga para perawat harus memiliki kompetensi dan

memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik

dan moral profesi agar masyarakat dapat menerima pelayanan dan asuhan

Page 9: BAB II

17

keperawatan yang bermutu. Sikap professional yang diharapkan dari

seorang perawat adalah memberikan dasar pelayanan keperawatan yang

baik. Sikap baik memiliki elemen-elemen, diantaranya keterlibatan dengan

pasien, rasa respek terhadap segi pribadi pasien, pengertian dan ikut

merasakan apa yang dialami pasien, dan kesanggupan dalam sikap dan

perilaku perawat (BEM PSIK FK UNSRI, 2009).

2. Pengertian pelayanan keperawatan

Pelayanan keperawatan adalah upaya untuk membantu individu

baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk

peningkatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga individu

tersebut dapat secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara

mandiri (Handerson dalam Zaidin Ali, 2001). Menurut Azwar (1996)

pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni

melayani (merawat), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan,

filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi, dan sosial.

Tujuan pelayanan keperawatan antara lain meningkatkan dan

mempertahankan kualitas pelayanan rumah sakit, meningkatkan

penerimaan masyarakat terhadap profesi keperawatan, meningkatkan

pelaksanaan kegiatan umum untuk kenyamanan pasien, meningkatkan

komunikasi antar staf, meningkatkan produktifitas, dan kualitas kerja staf

(Depkes, 1999).

Page 10: BAB II

18

Fungsi perawat professional didalam memberikan pelayanan

keperawatan mempunyai tiga dimensi dari fungsinya, yaitu fungsi

dependen dimana perawat melaksanakan tindakan atas pasien atau

instruksi yang lain, fungsi independen dimana perawat melakukan

tindakan secara mandiri, dan fungsi interdependen berupa koordinasi

dalam perencanaan tindakan keperawatan dengan anggota tim kesehatan

lain termasuk dokter (Purwanto, 1998).

Manajemen pelayanan keperawatan adalah proses bekerja melalui

anggota karyawan untuk menyediakan asuhan, pengobatan, dan

kenyamanan pada pasien dan keluarga (Gillies, 1998). Pada hakekatnya

manajemen pelayanan keperawatan adalah melaksanakan tugas dan

fungsinya secara optimal guna mencapai tujuan dengan menggunakan

sumberdaya dan dana yang tersedia secara efektif dan efisien. Oleh karena

itu, tugas pengelola keperawatan adalah merencanakan,

mengorganisasikan, mengkoordinasikan, mengarahkan, dan

mengendalikan sumberdaya keuangan, material, dan manusia sedemikan

rupa sehingga menyediakan asuhan yang sangat efektif untuk kelompok,

pasien, dan keluarga (Wardhono, 1998).

3. Mengukur pelayanan kesehatan yang baik

Suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan

memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar

yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur,

Page 11: BAB II

19

proses, dan outcome dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut (Wijono,

2000).

Penilaian pelayanan di rumah sakit diperumit lagi dengan berbagai

faktor lain. Pada industri manufaktur, mutu barang yang dihasilkan

ditentukan oleh standar baku dan harga. Bila mutu di bawah standar, atau

bila harganya di atas standar untuk barang itu, maka konsumen “pasien”

tidak dalam posisi yang mampu menilai secara pasti mutu pelayanan klinik

yang diterimanya (baik dan standar). Ditambah lagi kenyataan bahwa bila

ada pelayanan yang tidak bermutu maka kesehatan pasien dan mungkin

juga jiwanya menjadi taruhannya (Aditama, 2002).

Mutu merupakan pertimbangan faktor keputusan yang paling

mendasar dari seorang pelanggan untuk memakai suatu produk barang

atau jasa. Suatu nilai mutu berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan

terhadap produk atau jasa pelayanan. Menurut Donabedian (1980, dalam

Wijoyo 1997) bahwa kualitas mutu pelayanan adalah suatu pelayanan

yang diharapkan dapat meningkatkan atau memaksimalkan kesejahteraan

pelanggan atau pasien.

4. Aspek-aspek pelayanan keperawatan

Menurut Wahyuddin (2009) aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan

adalah :

a. Bukti langsung atau berwujud (tangible)

Dimensi pertama dari kualitas pelayanan menurut konsep

servqual adalah Tangible, karena suatu service tidak dapat dilihat,

Page 12: BAB II

20

tidak bisa dicium, dan tidak bisa diraba, maka aspek tangible menjadi

penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Tangible meliputi fasilitas

fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan teratur dan

rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau

peralatannya, dan alat komunikasi.

Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk

menilai suatu kualitas pelayanan. Atribut dari dimensi tangible

lainnya adalah materi promosi. Brosur dan leaflet yang dipajang, akan

mempengaruhi konsumen dalam menilai kualitas pelayanan.

Tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan.

Pada saat bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu

sumber yang mempengaruhi harapan pelanggan. Karena tangible yang

baik, maka harapan responden menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu,

penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui seberapa jauh aspek

tangible yang paling tepat, yang masih memberikan impresi yang

positif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan tetapi tidak

menyebabkan harapan pelanggan yang terlalu tinggi.

Hal kedua yang perlu disadari oleh setiap pelaku bisnis yang

serius terhadap kepuasan pelanggan adalah bahwa dimensi tangible ini

umumnya lebih penting bagi pelanggan yang baru. Tingkat

kepentingan aspek ini umumnya relatif lebih rendah bagi pelanggan

yang sudah lama menjalin hubungan dengan penyedia jasa.

Page 13: BAB II

21

b. Kepercayaan (reliability)

Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh

dimensi reliability, yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat

waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan

kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu.

Dibandingkan dengan 4 dimensi kualitas pelayanan lainnya,

yaitu responsiveness, assurance, empathy, dan tangible, dimensi ini

sering dipersepsikan paling penting bagi pelanggan dari berbagai

industri jasa. Ada 2 aspek dari dimensi ini, pertama adalah

kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang

dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu

memberikan pelayanan yang akurat dan tidak error.

Dalam industri jasa, perusahaan bergantung pada manusia

yang memang susah konsisten. Yang lebih sulit lagi karena jasa

diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Oleh karena

itu, tidak ada kesempatan bagi perusahaan jasa untuk memisahkan

pelayanan benar dan pelayanan yang salah. Ada 3 hal besar yang

dapat dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan tingkat

reliability. Pertama, adalah pembentukan budaya kerja “error free”

atau “no mistake”, top management perlu meyakinkan kepada semua

bawahannya bahwa mereka perlu melakukan sesuatu yang benar

100%.

Page 14: BAB II

22

Kedua, perusahaan perlu mempersiapkan infrastruktur yang

memungkinkan perusahaan memberikan pelayanan “no mistake”. Hal

ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan secara terus-

menerus dan menekankan kerja teamwork. Dengan kerja teamwork

koordinasi antar bagian menjadi lebih baik.

c. Ketanggapan (responsiveness)

Responsiveness yaitu keinginan para pegawai atau karyawan

membantu konsumen dan memberikan pelayanan itu dengan tanggap

terhadap kebutuhan konsumen, cepat memperhatikan, dan mengatasi

kebutuhan-kebutuhan. Dimensi kualitas pelayanan ini yang paling

dinamis, harapan pelanggan terhadap pelayanan hampir dapat

dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke

waktu. Karena itu, waktu sama dengan uang yang harus digunakan

secara bijak. Itulah sebabnya, pelanggan akan tidak puas apabila

waktunya terbuang percuma karena sudah kehilangan kesempatan lain

untuk memperoleh sumber ekonomi.

Sama seperti dimensi pelayanan lainnya, maka kepuasan

terhadap dimensi responsiveness adalah berdasarkan persepsi dan

bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis lain,

maka faktor komunikasi dan situasi di sekeliling pelanggan yang

menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam

mempengaruhi penilaian pelanggan.

Page 15: BAB II

23

d. Jaminan atau kepastian (assurance)

Assurance yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan

kemampuan perusahaan dan perilaku front line staf dalam

menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya,

berdasarkan banyak riset yang dilakukan, ada 4 aspek dari dimensi ini,

yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan.

Aspek keramahan adalah salah satu aspek kualitas pelayanan

yang paling mudah diukur, dan program kepuasan yang paling murah.

Tidak mengherankan banyak manajer yang paling cepat menaruh

perhatian terhadap hal ini untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

Ramah berarti banyak senyum dan bersikap sopan.

Aspek kedua adalah kompetensi. Pelanggan sulit percaya

bahwa kualitas pelayanan akan dapat tercipta dari front-line staf yang

tidak kompeten atau terlihat bodoh. Oleh karena itu, sangatlah penting

untuk terus memberikan training kepada karyawan gugus depan

mengenai pengetahuan produk dan hal-hal lain yang sering menjadi

pertanyaan pelanggan. Sama halnya dengan yang terjadi di ICU

bahwa orang terdepan (front line personel) seperti tim sekuriti

memiliki peran penting pada pelayanan pasien kritis untuk

menjelaskan peraturan yang ada di ICU kepada pengunjung atau

keluarga pasien dan sebagai penghubung antara keluarga pasien

sebelum dapat bertemu dengan petugas medis.

Page 16: BAB II

24

Aspek ketiga adalah reputasi. Memperoleh kepuasan pasien

dan keluarganya akan selalu menjadi tujuan utama bagi suatu rumah

sakit, karena dengan kepuasan yang dirasakan oleh pasien dan

keluarga terhadap pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit akan

mendapat reputasi yang baik. Reputasi baik itulah yang merupakan

modal awal bagi terwujudnya visi rumah sakit tersebut.

Aspek keempat adalah security. Keamanan merupakan

kebutuhan dasar manusia berdasarkan kebutuhan fisiologisnya yang

harus terpenuhi selama hidupnya, sebab dengan terpenuhinya rasa

aman setiap individu dapat berkarya dengan optimal dalam hidupnya.

Menurut Craven, keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit dan

cedera tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktivitasnya

yang dapat mengurangi stress dan meningkatkan kesehatan umum.

Perawat harus peka terhadap apa yang diperlukan untuk menciptakan

lingkungan yang aman bagi klien sebagai individu ataupun klien

dalam kelompok keluarga atau komunitas.

e. Empati atau kepedulian (emphaty)

Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi

yang baik dan memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam

penuh perhatian terhadap setiap konsumen, melayani konsumen

dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi konsumen,

berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh

simpati.

Page 17: BAB II

25

Ini sesuai dengan teori perkembangan kebutuhan manusia dari

“Maslow”. Pada tingkat semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi

dengan hal-hal primer. Setelah kebutuhan fisik, keamanan, dan sosial

terpenuhi, maka dua kebutuhan yang akan dikejar yaitu kebutuhan ego

dan aktualisasi. Kebutuhan terakhir dari teori Maslow akan ego dan

aktualisasi inilah yang banyak berhubungan dengan dimensi empati.

Pelanggan mau egonya seperti gengsinya dijaga dan mereka mau

statusnya dimata orang banyak dipertahankan dan apabila perlu

ditingkatkan terus-menerus oleh perusahaan penyedia jasa.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan

Faktor-faktor yang menentukan pelayanan keperawatan menurut

Febriyanti (2009), yaitu:

1) Kelayakan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang

dilakukan relevan terhadap kebutuhan klinis pasien dan memperoleh

pengetahuan yang berhubungan dengan keadaannya.

2) Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan

yang layak dapat memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya.

3) Kesinambungan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan bagi

pasien terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan

dalam organisasi.

4) Efektifitas adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap

pasien dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan

Page 18: BAB II

26

pengetahuan sesuai dengan keadaannya, dalam rangka memenuhi

harapan pasien.

5) Kemanjuran adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang

diterima pasien dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk

menyempurnakan hasil sesuai harapan pasien.

6) Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien

terhadap sumber-sumber yang dipergunakan dalam memberikan

layanan bagi pasien.

7) Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan

dalam pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan

dengan hal tersebut perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien

serta harapan-harapannya dihargai.

8) Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan

diminimalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk

petugas kesehatan.

9) Ketepatan waktu adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan

diberikan kepada pasien tepat waktu sangat penting dan bermanfaat.

6. Prinsip-prinsip jaminan mutu

Mutu tidak akan pernah dicapai dalam jangka waktu yang singkat.

Hal tersebut memerlukan waktu yang sangat bervariasi tergantung dari

pada standar mutu yang diinginkan. Program jaminan mutu melibatkan

setiap orang yang berada dalam organisasi untuk peningkatan pelayanan

yang terus-menerus dimana mereka akan memenuhi kebutuhan standar

Page 19: BAB II

27

dan harapan dari pelanggan, baik pelanggan intern maupun ekstern. Hal ini

adalah suatu metode yang mengkombinasikan teknik manajemen,

keterampilan teknik, dan pemanfaatan penuh potensi sumber daya manusia

dalam organisasi rumah sakit.

Program Jaminan Mutu dapat dibedakan dengan bentuk

manajemen yang lain, dimana jaminan mutu didasarkan pada prinsip-

prinsip sebagai berikut:

1) Setiap orang didalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan,

pengertian, dan peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing-

masing kontrol dan bertanggungjawab dalam setiap mutu yang

dihasilkan oleh masing-masing orang.

2) Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing-masing

pelanggan baik eksternal maupun internal.

3) Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah

yaitu dengan menggunakan data untuk pengambilan keputusan,

penggunaan alat-alat statistik, dan keterlibatan setiap orang yang terkait.

4) Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang

alami.

5) Pembentukan teamwork, baik itu dalam parttime teamwork, fulltime

teamwork ataupun cross functional team.

6) Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan (development of

employees) melalui keterlibatan didalam pengambilan keputusan.

Page 20: BAB II

28

7) Partisipasi setiap orang dalam merupakan dorongan yang positif dan

harus dilaksanakan.

8) Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investment

atau modal dalam rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan

pegawai untuk mencapai potensi yang mereka harapkan.

9) Supliers dan customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.

D. Konsep dasar kebutuhan

1. Pengertian Kebutuhan Keluarga Pasien

Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk

mencapai kesejahteraan. Kebutuhan manusia mencerminkan adanya

perasaan kurang puas yang ingin dipenuhi dalam diri manusia yang

muncul secara alamiah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang

pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat

perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam

memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas

yang ada. Lalu, jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir

lebih keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya.

Kebutuhan keluarga merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh

keluarga dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun

psikologis individu-individu dalam keluarga tersebut, yang tentunya

Page 21: BAB II

29

bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Alimul,

2009).

2. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan keluarga

Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara

lain penyakit, hubungan keluarga, konsep diri, dan tahap perkembangan.

Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan

kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, karena beberapa

fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari

biasanya. Selain penyakit, hubungan keluarga yang baik juga dapat

meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya,

merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain. Faktor

lain yang juga berpengaruh adalah konsep diri dimana konsep diri yang

positif dapat memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi

seseorang.

Konsep diri yang sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri

sendiri. Orang yang merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah,

mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat,

sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya. Terakhir, faktor tahap

perkembangan dimana sejalan dengan meningkatknya usia, manusia

mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memiliki

kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial,

maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami

proses kematangan dengan aktifitas yang berbeda (Alimul, 2009).

Page 22: BAB II

30

3. Dukungan keluarga pada pasien dengan perawatan ICU

Keberhasilan pelayanan keperawatan bagi pasien tidak dapat

dilepaskan dari peran keluarga. Pengaruh keluarga dalam keikutsertaannya

menentukan kebijakan dan keputusan dalam penggunaan layanan

keperawatan membuat hubungan dengan keluarga menjadi penting.

Namun, dalam pelaksanaannya hubungan ini sering mengalami hambatan,

antara lain kesempatan kontak relatif terbatas (Mundakir, 2006).

Adanya kebijakan jam kunjungan di ICU menjadikan pasien

merasa terpisah dengan keluarga yang mereka cintai. Pasien sering merasa

kesepian dan kurang mendapat perhatian dari keluarganya. Kurangnya

perhatian dapat secara aktual menyebabkan efek yang merusak pada

kesehatan dan penyembuhan pasien. Maka keluarga merupakan orang-

orang yang paling mungkin dan mampu memberikan aspek perhatian ini.

Memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian, dan komunikasi adalah hal

yang bermakna dan penting dalam memenuhi kebutuhan psikososial

pasien.

Bahkan pada pasien tuli, tidak mampu berbicara, atau tidak mampu

memahami bahasa, atau tidak mungkin berkomunikasi verbal karena

intubasi atau sakit fisik lainnya juga memerlukan dukungan keluarga untuk

memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian, dan komunikasi yang

mungkin dilakukan dengan menggunakan sentuhan (Hudak & Gallo,

1997).

Page 23: BAB II

31

4. Kebutuhan keluarga pasien di ruang ICU

Manusia sebagai mahluk holistik merupakan mahluk yang utuh

atau paduan dari unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Sebagai

mahluk biologis, manusia tersusun atas sistem organ tubuh yang

digunakan untuk mempertahankan hidupnya, mulai dari lahir, tumbuh

kembang, hingga meninggal. Sebagai mahluk psikologis, manusia

mempunyai struktur kepribadian, tingkah laku sebagai manifestasi

kejiwaan, dan kemampuan berpikir serta kecerdasan. Sebagai mahluk

sosial, manusia perlu hidup bersama orang lain, saling bekerjasama untuk

memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup, mudah dipengaruhi kebudayaan,

serta dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan dan norma

yang ada. Sebagai mahluk spiritual, manusia memiliki keyakinan,

pandangan hidup, dan dorongan hidup yang sejalan dengan keyakinan

yang dianutnya. Perawat sebagai pelaksana dalam memberi pelayanan

keperawatan haruslah memandang keluarga pasien sebagai makhluk yang

utuh dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Alimul,

2009).

Adapun kebutuhan keluarga pasien di ICU menurut CCFNI

(Critical Care Family Need Inventory oleh Motter & Leske, 1996) yaitu:

kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, kedekatan dengan

pasien, dan jaminan pelayanan.

Page 24: BAB II

32

a. Kebutuhan informasi

Informasi adalah bahan pengetahuan tentang suatu topik yang akan

disampaikan dari seseorang kepada orang lain baik secara individual

atau kelompok dengan menggunakan bahasa verbal atau non verbal

(Gilles, 1989).

Kebutuhan akan informasi meliputi:

1) Mengetahui informasi tentang perkembangan penyakit pasien

(prognosis)

2) Mengetahui penyebab atau alasan suatu tindakan tertentu dilakukan

pada pasien

3) Mengetahui kondisi sesungguhnya mengenai perkembangan

penyakit (prognosa) pasien

4) Mengetahui bagaimana kondisi pasien setelah dilakukan tindakan

atau pengobatan

5) Mendapat penjelasan perkembangan kondisi pasien paling sedikit

sehari sekali

6) Pemberitahuan tentang rencana pindah atau keluar dari ruang ICU

7) Mendapatkan informasi mengenai peraturan di ruang ICU

3 hal yang penting diperhatikan dalam kebutuhan akan informasi ini

adalah keluarga membutuhkan untuk menerima semua informasi

dengan jelas, mendapatkan informasi yang dimengerti, dan

mendapatkan informasi yang jujur tentang kondisi pasien yang

sebenarnya.

Page 25: BAB II

33

b. Dukungan mental

Support adalah suatu bentuk dukungan biopsikososial spritual yang

ditujukan pada orang lain baik pada kondisi sehat atau sakit dengan

tujuan memberikan rasa tenang, tentram, dan bahagia (Nelson, 1990).

Kebutuhan dukungan mental berupa:

1) Mendapat jawaban yang jujur untuk semua pertanyaan yang

diajukan

2) Merasakan adanya personil atau staf ICU yang memperhatikan

keluarga yang sakit

3) Dapat berkonsultasi tentang kondisi pasien setiap hari dengan

dokter dan perawat yang bertugas

4) Adanya pelayanan rohaniawan di ruang ICU

c. Rasa nyaman

Nyaman adalah suatu ungkapan perasaan yang menunjukkan kondisi

rileks, tenang, tentram, dan terbebas dari gangguan lingkungan baik

biopsikososial maupun spiritual (Long B.C, 1996).

Kebutuhan akan rasa nyaman bisa terpenuhi apabila:

1) Keluarga mengetahui bahwa pasien masih bisa mendengarkan dan

mengenali suara keluarga yang berkunjung

2) Ada pemberitahuan ke rumah bila ada perubahan kondisi secara

mendadak pada pasien

3) Mempunyai kenyamanan dengan fasilitas yang ada di ruang tunggu

4) Mempunyai waktu khusus atau istimewa saat menjenguk pasien

Page 26: BAB II

34

5) Adanya jam kunjung yang tepat waktu.

d. Kedekatan dengan pasien

Kedekatan adalah hubungan atau interaksi sosial antar individu atau

kelompok yang memiliki hubungan yang berdampak pada rasa kasih

dan sayang (Nelson, 1990). Kebutuhan akan kedekatan dengan pasien

dimana kedekatan ini menunjukkan kebutuhan untuk berada di dekat

anggota keluarga atau orang yang dicintainya yang sedang sakit.

Kebutuhan akan kedekatan dengan pasien ini bisa diperoleh keluarga

bila keluarga pasien tersebut:

1) Dapat melihat atau menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur

2) Dapat berkomunikasi atau berkonsultasi tentang kondisi pasien

dengan perawat yang bertugas setiap hari

3) Dapat membantu merawat fisik (seka badan, menyisir rambut, dll)

pasien

4) Dapat membantu memberi dukungan (support) mental kepada

pasien di ruang ICU.

e. Jaminan pelayanan

Jaminan adalah konsistensi dari pemberi jasa pelayanan kepada

penerima jasa pelayanan mengenai mutu atau kualitas pelayanan yang

berdampak pada legalitas atau hukum (Gilles, 1989). Kebutuhan

terhadap jaminan pelayanan dimana setiap keluarga membutuhkan

kepastian tentang adanya penilaian yang realistis tentang situasi yang

dihadapi pasien. Kepastian adalah suatu strategi untuk mengurangi

Page 27: BAB II

35

stress, menghindari kemungkinan kritis dan mengurangi

ketidakpastian dalam kebutuhan keluarga, harapan telah konsisten

diidentifikasi sebagai kebutuhan yang diprioritaskan. Harapan lebih

banyak mencerminkan paham spiritual bahwa nasib tidak ditentukan

sebelumnya dan respon emosional pasien dipengaruhi oleh perawatan

yang diberikan.

Jaminan pelayanan yang dibutuhkan keluarga meliputi:

1) Merasa ada harapan tentang kesembuhan pasien

2) Mengetahui bahwa semua tindakan yang dilaksanakan atau

dilakukan bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa

sakit pasien (agar pasien merasa nyaman)

3) Rumah sakit menyediakan makanan yang terbaik dan bermutu

untuk pasien

4) Ada jaminan bahwa perawatan terbaik telah diberikan kepada

pasien

5) Ada jaminan perlindungan diri pasien untuk setiap prosedur

tindakan yang dilakukan (Nursalam, 2003).

The American College of Medisine Critical Care (ACCM) dan The

Society of Medisine Critical Care (SMCC) merekomendasikan kebutuhan

keluarga yang menunggu keluarganya dengan perawatan ICU meliputi

kebutuhan untuk mengambil keputusan bersama, bukan keputusan sepihak

oleh dokter, kebutuhan meningkatkan komunikasi, dan menggunakan

istilah-istilah yang keluarga bisa mengerti pada saat berkomunikasi,

Page 28: BAB II

36

kebutuhan dukungan spiritual, mendorong dan menghargai doa dan

kepatuhan terhadap tradisi budaya yang membantu banyak pasien dan

keluarga untuk mengatasi penyakit dan kematian, kebutuhan akan

hadirnya keluarga pada saat resusitasi yang mungkin membantu keluarga

untuk mengatasi stress akibat kematian orang yang dicintai, kebutuhan

akan waktu kunjungan yang fleksibel, kebutuhan tersedianya ruangan

menunggu untuk keluarga yang dekat dengan ruangan pasien, dan

kebutuhan keluarga agar dilibatkan dalam proses perawatan paliatif

(Barclay & Lie, 2007).

Menurut Henneman dan Cardin, kebutuhan anggota keluarga

pasien kritis adalah kebutuhan akan informasi, kebutuhan untuk kepastian

dan dukungan serta kebutuhan untuk berada di dekat pasien. Jenis

informasi yang keluarga butuhkan dari perawat berhubungan dengan

keadaan pasien secara umum. Keluarga ingin mendapat informasi tentang

tanda-tanda vital (stabil vs tidak stabil), tingkat kenyamanan pasien, dan

pola tidur. Keluarga tidak mengharapkan perawat untuk memberikan

informasi tentang prognosis, diagnosis, atau rencana pengobatan

(informasi ini mereka butuhkan dari dokter yang merawat pasien).

Kebutuhan untuk kepastian dan dukungan dimana keluarga perlu tahu

bahwa salah satu orang yang mereka cintai sedang di rawat dengan cara

terbaik, dan bahwa segala sesuatu yang dapat dilakukan sedang dilakukan.

Kebutuhan untuk menyakinkan dan memberi dukungan tidak berarti

bahwa keluarga butuh harapan palsu untuk pemulihan yang tidak akan

Page 29: BAB II

37

terjadi. Cara yang paling efektif untuk memberikan jaminan dan dukungan

sering tak ada hubungannya dengan kata-kata yang diucapkan, melainkan

ditunjukkan kepada keluarga dengan pelayanan lembut dan kepedulian

setiap staf di ruang ICU.

Kebutuhan untuk berada di dekat pasien yaitu berada di dekat

orang yang mereka cintai yang sedang sakit. Mereka tidak hanya ingin

memberikan dukungan dengan berada dekat dengan pasien, tetapi juga

kehadiran fisik memungkinkan mereka untuk menyaksikan bagaimana

anggota keluarga mereka sedang di rawat. Dengan memberikan waktu

kunjungan yang fleksibel tidak hanya memungkinkan pasien dan

keluarganya bersama namun juga memfasilitasi keluarga untuk

memberikan dukungan pada pasien.

Henneman et al mengatakan kebutuhan keluarga pasien yang

keluarganya dalam perawatan kritis adalah kebutuhan akan informasi dan

waktu kunjungan yang fleksibel. Informasi yang spesifik dan penting

untuk keluarga pasien di identifikasi oleh Mirackle dan Hovenkamp

berupa kebutuhan untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan-

pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk mengetahui fakta tentang prognosa

pasien, kebutuhan untuk mengetahui hasil suatu prosedur yang telah

dilakukan sesegera mungkin, kebutuhan untuk mendapat informasi dari

staf mengenai status pasien, kebutuhan untuk mengetahui mengapa sesuatu

terjadi, kebutuhan untuk mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi,

kebutuhan untuk mendapat penjelasan atau keterangan yang bisa di

Page 30: BAB II

38

mengerti, kebutuhan untuk mengetahui dengan jelas apa yang sedang

terjadi, kebutuhan untuk mengetahui tentang staf yang memberikan

perawatan, kebutuhan untuk mendapatkan bimbingan atau petunjuk

tentang bagaimana suatu prosedur dilakukan (Urden & Stacy, 2000).

Dalam sebuah studi tentang kebutuhan keluarga pasien yang

menunggu keluarganya dengan perawatan ICU ada beberapa hal penting

yang dibutuhkan yaitu kebutuhan untuk dihubungi ke rumah bila terjadi

perubahan pada kondisi pasien, kebutuhan untuk mengetahui prognosa

penyakit, kebutuhan untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan

keluarga, kebutuhan untuk menerima informasi tentang pasien sekali

sehari, kebutuhan untuk mendapat penjelasan terhadap sesuatu yang tidak

dimengerti, dan kebutuhan untuk mendapat jaminan bahwa pasien

mendapatkan kenyamanan (Campbell, 2009).

Meskipun kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya

dengan perawatan ICU tampak mudah, namun adalah kesalahan bila

menganggap bahwa semua staf yang bekerja di unit ICU mengetahui dan

mencoba memenuhi apa yang menjadi kebutuhan mereka (Henneman and

Cardin, 2002).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon psikososial keluarga

a. Tingkat pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita

tertentu (Suwarno, 1992). Dapat dikatakan bahwa pendidikan itu

Page 31: BAB II

39

menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan,

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Menurut Y. B. Mantra yang dikutip oleh Notoadmojo (1985)

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga

semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya

pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan

(Kuncoroningrat, 1983).

Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan respon

psikososial seseorang dengan pendidikan tinggi mampu mengatasi,

menggunakan koping yang efektif dan konstruktif dari pada seseorang

yang berpendidikan rendah. (Broewer, 1983).

1) Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat berulang tahun (Elisabeth B. H., 1995). Semakin cukup

umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari

Page 32: BAB II

40

orang yang belum dewasa. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman

dan kematangan jiwa (Hudoh, 1998). Makin tua umur seseorang

makin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah

yang dihadapi.

2) Hubungan keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan

kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri

mereka sebagai bagian dari keluarga yang saling mempengaruhi satu

sama lainnya (Gilles et al, 1989). Menurut File (1985) bila ada salah

satu anggota keluarga yang sakit dapat memberikan perubahan yang

maladaptif.

3) Jenis kelamin

Folkman and Lazarus (dalam Hamilton, 1997) mengatakan bahwa

dalam menggunakan pola koping wanita kurang efektif dibanding

pria. Hal itu terjadi karena wanita lebih dipengaruhi oleh emosi yang

mengakibatkan pola berpikirnya kurang rasional dibandingkan pria.

b. Status sosial ekonomi

Wesbrook (1984) mengatakan bahwa orang-orang dengan status sosial

ekonomi rendah kurang aktif dan lebih fatalistis atau respon menolak,

bila dibandingkan orang yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi.

Menurut Roy yang dikutif oleh Nursalam (2003) dalam mengatasi

respons psikososial seperti kecemasan digunakan istilah mekanisme

coping yaitu sebagai suatu sistem adaptasi. Dan tingkat adaptasi tersebut

Page 33: BAB II

41

tergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan individu.

Tingkat respon antar individu sangat unik dan bervariasi tergantung

pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu, dan

stressor yang diberikan. Menurut Tri Rusmi (1999) stresor yang diberikan

kepada individu akan mempengaruhi emosi dan kognisi. Emosi merupakan

gejolak perasaan sehingga terjadi sensasi jasmaniah yang mengandung

subyektifitas pengetahuan, dengan terekspresi dari apa yang diketahui

individu diluar batas perilaku. Dan Charles Darwin (1972) mengatakan

emosi adalah individu yang sedang dalam memilih alternatif penentuan

keputusan dan mengalami kesulitan dalam penemuan ideal diri. Emosi dan

kognisi saling mempengaruhi dimana kognisi atau pikiran adalah

kemampuan berpikir dan memberi rasional, termasuk proses mengingat,

menilai, orientasi, persepsi, dan memperhatikan ingatan (Stuart dan

Sunden, 1997).

E. Konsep Kepuasan

1. Pengertian kepuasan

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia perasaan senang,

kepuasan individu atau seseorang karena antara harapan dan kenyataan

dalam memakai pelayanan atau jasa yang diberikan terpenuhi, sehingga

kepuasan pasien dapat terwujud dan harapan konsumen memiliki peran

besar sebagai standar perbandingan evaluasi kualitas maupun kepuasan.

Page 34: BAB II

42

Kotler, 1994 dalam Tjiptono (2000) mengungkapkan kepuasan

sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil)

yang dirasakan dengan harapannya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa

harapan dan kinerja yang dirasakan merupakan komponen pokok kepuasan

konsumen atau pelanggan.

Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau,

komentar dari kerabatnya serta janji, dan informasi dari berbagai media.

Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga

dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Harapan

merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan

diterimanya apabila membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa.

Sedangkan kinerja yang dirasakan merupakan persepsi konsumen terhadap

apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang dibeli.

Dalam menggunakan suatu jasa (pelayanan), konsumen seringkali

mempunyai scenario tentang apa yang akan diterimanya, berupa jasa ideal,

harapan, jasa apa yang seharusnya diterima, jasa minimum yang dapat

ditoleransi. Apabila jasa minimal yang diharapkan adalah “jasa yang dapat

ditoleransi”, lalu yang terjadi melampaui harapan tersebut, maka

konsumen akan sangat puas. Bila jasa yang diharapkan “jasa yang

seharusnya diterima”, dan yang terjadi sesuai harapan maka konsumen

akan mengalami kepuasan. Sedangkan apabila jasa yang diharapkan “jasa

ideal”, tetapi yang terjadi kurang dari harapan tersebut, maka konsumen

akan merasakan ketidakpuasan (Tjiptono, 2000).

Page 35: BAB II

43

Kepuasan atau ketidakpuasan pasien tersebut dipengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa sumberdaya,

pendidikan, pengetahuan, sikap, dan demografi. Faktor eksternal berupa

budaya, keadaan sosial ekonomi, serta situasi saat itu (Engel, 1995 dalam

Susilo, 2001).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

Salah satu indikator bahwa pelayanan sudah baik adalah

terbentuknya kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai pengguna

jasa pelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan

(kepuasan) pelanggan menurut Garpes, 1999 (dalam Nasution, 2005)

adalah:

a. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan pelanggan ketika

melakukan transaksi

b. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk atau jasa

c. Pengalaman dari teman-teman

d. Komunikasi iklan

Menurut Azwar (1996), dimensi kepuasan pelanggan dapat dibedakan

menjadi dua macam:

a. Kepuasan pasien yang hanya mengacu pada penerapan kode etik serta

standar pelayanan oleh provider yang mencakup: hubungan dokter

dengan pasien, kenyamanan pelayanan, kebebasan melakukan pilihan,

pengetahuan dan kompetensi teknis, efektifitas pelayanan, dan

keamanan tindakan.

Page 36: BAB II

44

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan kesehatan,

yang meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, kewajaran pelayanan

kesehatan, kesinambungan pelayanan kesehatan, penerimaan pelayanan

kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan, keterjangkauan pelayanan

kesehatan, efisiensi, dan mutu pelayanan kesehatan.

Menurut Jacobalis (1989), kepuasan total yang diperoleh seseorang

dari pelayanan kesehatan dikaitkan dengan tiga unsur, yaitu mutu

pelayanan, mutu dalam perawatan, dan cara pasien diperlakukan sebagai

individu. Jika pihak pemberi pelayanan melaksanakan dengan baik dan

sesuai dengan persepsi dan harapan, maka pasien akan merasakan

kepuasan.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan

pasien tidak hanya dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh rumah sakit

saja, tetapi dipengaruhi pula terhadap pemberi pelayanan seperti sikap,

pelayanan, pengetahuan, keterampilan, treatment, serta fasilitas dan

prosedur pelayanan yang diberikan oleh pihak pemberi pelayanan terhadap

pasien.

3. Pengukuran tingkat kepuasan

Kepuasan akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si

pemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan persepsi pelanggan. Faktor

ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas yang dapat membuat perbedaan

persepsi pelanggan dan si pemberi jasa.

Page 37: BAB II

45

Menurut Kotler (2005), ada berbagai metode dalam mengukur

kepuasan pelanggan, yaitu:

a. Sistem keluhan dan saran

Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan

dengan cara menerima saran, keluhan, masukan mengenai produk atau

jasa layanan. Jika penanganan keluhan, masukan, dan saran ini baik dan

cepat, maka pelanggan akan merasa puas, begitu juga sebaliknya jika

tidak pelanggan akan kecewa. Contoh dengan menggunakan formulir,

kotak saran, atau kartu komentar.

b. Riset kepuasan pelanggan

Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei

kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan. Jika

dilakukan dengan baik, survei akan mencerminkan kondisi lapangan

yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap produk atau jasa

yang digunakan.

c. Ghost shopping

Model yang mirip dengan marketing intelligence yaitu pihak

pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara berpura-pura sebagai pembeli

atau pengguna jasa dan melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan cara

memahami kelemahan dan kekuatan produk jasa atau cara pesaing

dalam menangani keluhan.

Page 38: BAB II

46

d. Analisa pelanggan yang hilang

Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan produk

jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka.

F. Kerangka konsep

Kerangka konsep berarti penggunaan satu atau beberapa konsep

terkait yang mendasari masalah studi dan mendukung rasional (alasan) studi

(Dempsey Patricia Ann, 2002). Berdasarkan tujuan penelitian dan teori yang

sudah ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 2.1

Kerangka konsep Hubungan Kebutuhan Keluarga Pasien dengan Kepuasan pelayanan perawatan

Variabel independen Variabel dependen

Kebutuhan keluarga pasien Kepuasan pelayanan perawatan