bab ii bencana

55
1. TINJAUAN TEORI 2.1 Tahap Respon 2.1.1 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat dan Bencana Terpadu (SPGDT) Kegiatan penanggulangan bencana meliputi upaya operasional yang bersifat koordinatif dilaksanakan dalam bentuk kegiatan mitigasi bencana. Mitigasi Bencana adalah meminimalkan dampak bencana terhadap kehidupan manusia, sehingga kerugian jiwa dan material serta kerusakan yang terjadi dapat segera diatasi melalui upaya mitigasi yang meliputi kesiapsiagaan (preparedness) serta penyiapan kesiapan fisik, kewaspadaan dan kemampuan (SK Sekertaris Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi/No. 2 Tahun 2001). Dalam tahap respon mitigasi bencana ada Sistem Gawat Darurat dan Bencana Terpadu (SPGDT). SPGDT adalah sebuah sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana. Sejak tahun 2000 sampai saat ini kejadian kegawatdaruratan Indonesia meningkat seiring dengan 4

Upload: esti-kurniati

Post on 29-Dec-2015

154 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Bencana

1. TINJAUAN TEORI

2.1 Tahap Respon

2.1.1 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat dan Bencana Terpadu (SPGDT)

Kegiatan penanggulangan bencana meliputi upaya operasional yang bersifat

koordinatif dilaksanakan dalam bentuk kegiatan mitigasi bencana. Mitigasi

Bencana adalah meminimalkan dampak bencana terhadap kehidupan manusia,

sehingga kerugian jiwa dan material serta kerusakan yang terjadi dapat segera

diatasi melalui upaya mitigasi yang meliputi kesiapsiagaan (preparedness) serta

penyiapan kesiapan fisik, kewaspadaan dan kemampuan (SK Sekertaris Badan

Koordinasi Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi/No. 2 Tahun

2001). Dalam tahap respon mitigasi bencana ada Sistem Gawat Darurat dan

Bencana Terpadu (SPGDT).

SPGDT adalah sebuah sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit

kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan

multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gawat

darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana. Sejak

tahun 2000 sampai saat ini kejadian kegawatdaruratan Indonesia meningkat

seiring dengan terjadinya berbagai bencana yang karena kejadian alam (gempa

bumi, gunung meletus, tsunami, dll) maupun karena ulah manusia (kecelakaan,

kerusuhan, terorisme). Dan sejak itulah Departemen Kesehatan melahirkan

sebuah sistem dalam penanganan gawat darurat di Indonesia, yang mencakup

penanganan sehari-hari maupun pada saat terjadi musibah massal dan bencana.

(Handbook BTCLS Dinkes, 2012).

Pengelolaan SPGDT korban massal terbagi ke dalam tiga area :

i. Layanan kedaruratan Pra rumah sakit (pencarian dan penyalamatan, pertolongan

pertama, triage, dan stabilisasi korban).

ii. Penerimaan dan perawatan di rumah sakit (Intra rumah sakit).

4

Page 2: Bab II Bencana

5

iii. Redistribusi pasien ke rumah sakit lain jika diperlukan (Antar rumah sakit)

(Pan American Health organization, 2003).

Sistem pra rumah sakit pada bencana adalah penanggulangan

kegawatdaruratan pada bencana tergantung pada baik atau buruknya

penanggulangan kegawatdaruratan sehari-hari. Pada fase acute respon terhadap

bencana maka yang perlu dilakukan adalah :

i. Acute Emergency Response

Melaksanakan tindakan rescue, triage, resusitasi, stabilisasi, diagnosis dan terapi

definitive.

ii. Emergency Relief

Menyediakan makan, minum, tenda, jamban, dan sarana lainnya untuk korban

yang sehat.

iii. Emergency Rehabilitation

Perbaikan infra struktur ; jalan, jembatan, listrik, telepon, air bersih dan sarana

dasar lain untuk kelancaran pertolongan.

Orang awam dan orang awam khusus ini harus dilatih bagaimana menangani

korban gawat darurat dengan alat sederhana yang ditemukan disekitarnya, yaitu

dengan cara :

1. Melakukan permintaan pertolongan (call for help), di Jakarta dapat

menghubungi telefon 118 (bebas pulsa).

2. Melakukan Basic Life Support (RJP).

3. Menghentikan perdarahan.

4. Memasang balut bidai.

5. Memindahkan korban dengan benar.

Sistematika bantuan hidup dasar primer saat ini lebih dipermudah, yang

memungkinkan orang yang tidak terlatih dapat melakukan bantuan hidup dasar

pertama secara baik. Urutan sistematis yang digunakan saat ini adalah C – A – B

(Circulation, Airway, Breathing). Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup

dasar ini sesuai dengan panduan yang terbaru dari American Heart Association

Page 3: Bab II Bencana

6

mengenai bantuan hidup dasar, bahwa korban yang mengalami henti jantung

umumnya memiliki penyebab primer gangguan jantung. Sehingga kompreesi

secepatnya harus dilakukan daripada menghabiskan waktu unntuk mencari

sumbatan benda asing pada jalan nafas.

2.1.2 Manajemen bencana (management support dan management treatment)

Pengelolaan didefinisikan sebagai suatu aktifitas, seni, cara, gaya,

pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, dalam mengendalikan atau

mengelola kegiatan (New Webster Dictionary, 1997; Echols dan Shadily, 1988;

Webster’s New World Dictionary , 1983; Collins Cobuild, 1988).

Pemerintah telah menetapkan Undang– Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penangulangan Bencana yang didalamnya memuat ketentuan umum; landasan,

asas dan tujuan; tanggung jawab dan wewenang (Pemerintah dan Pemerintah

Daerah); hak dan kewajiban masyarakat; peran lembaga dan usaha dan lembaga

internasional; penyelenggaraan penangulangan bencana; pendanaan dan

pengelolaan bantuan bencana; pengawasan; penyelesaian sengketa dan ketentuan

pidana ; ketentuan peralihan dan penutup.

Undang– undang nomor 24 tahun 2007 ini sesungguhnya merupakan kebijakan

pemerintah RI yang mengikat bagi pemerintah itu sendiri maupun seluruh rakyat

Indonesia serta lembaga donor (asing dan domestic) dalam hal penanggulangan

bencana di Indonesia. Undang– undang ini masih mensyaratkan beberapa

peraturan pemerintah dan peraturan lain di bawahnya namun secara filosofis

sudah memuat ketentuan pokok penanggulangan bencana seperti berikut.

i. Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan

wewenang pemerintah dan pemerintah daerah yang dilaksanakan secara

terencana, terpadu dan terkoordinasi dan menyeluruh.

ii. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat

dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Penanggulangan Bencana ( Pusat dan/ atau

Daerah) yang terdiri unsur pengarah dan pelaksana.

iii. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan

hak– hak masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan social,

Page 4: Bab II Bencana

7

pendidikan dan keterampilan, serta partisipasi dalam pengambilan dalam

pengambilan keputusan dalam hal penanggulangan bencana.

iv. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap para-

bencana, saat tahap tanggap darurat, dan pasca bencana yang masing– masing

mempunyai karekteristik penanganan berbeda.

v. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat

didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/ atau daerah (APBN

dan/ atau APBD) juga didukung dengan dana siap pakai yang

pertanggungjawabannya dilakukan melalui mekanisme khusus.

vi. Penyelengaraan penanggulangan bencana diawasi oleh pemerintah dan

masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan.

vii. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam konteks undang–

undang ini memuat sanksi pidana dan perdata agar ditaati dan/ atau menimbulkan

efek jera bagi para pihak yang berbuat lalai atau sengaja karena perbuatannya

menimbulkan bencana.

Undang– undang ini memuat tanggung jawab, wewenang pemerintah dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana, serta hak dan kewajiban masyarakat

dalam penanggulangan bencana. Secara rinci, tanggung jawab pemerintah adalah

sebagai berikut.

i.Pengurangan risiko bencana dan pemanduan pengurangan risiko bencana dengan

program pembangunan.

ii. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana

iii. Penjamin pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana

secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.

iv. Pemulihan kondisi dari dampak bencana

v. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan

dan belanja Negara memadai.

vi. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap

pakai

vii. Pemeliharaan arsip atau dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak

bencana.

Page 5: Bab II Bencana

8

Sedangkan, wewenang pemerintah adalah sebagai berikut :

i. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan

pembangunan nasional

ii. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsure-unsur

kebijakan penanggulangan bencana.

iii. Penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.

iv. Penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan

Negara lain, badan – badan atau pihak internasional.

v. Perumusan kebijakan mencegah pengguasaan dan pengurasan sumber

daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan.

vi. Pengendalian pengumpulan uang atau barang yang bersifat nasional.

Sementara itu, hak setiap orang adalah sebagai berikut :

i.Mendapatkan perlindungan social dan rasa aman, khususnya bagi kelompok

masyarakat rentan bencana

ii. Mendapatkan pendidikan, pelatihan dan keterampilan dalam penyelenggaraan

penanggulangan bencana.

iii. Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan

penanggulangan bencana.

iv. Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan

program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan

psikososial.

v. Berpartisipasi dalam pegambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan

bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.

vi. Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan

penanggulangan bencana.

Tahapan pengelolaan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, operasi

dan pemeliharaan, organisasi, kepemimpinan, pengendalian, sampai pada evaluasi

dan monitoring. Phase utama dan fungsi pengelolaan atau manajemen secara

umum termasuk dalam pengelolaan bencana, meliputi (Grigg, 1992) :

Page 6: Bab II Bencana

9

i. Planning

Proses perencanaan umumnya melalui langkah – langkah :

1. Identifikasi masalah bencana atau bias juga identifikasi sasaran/ tujuan

pengelolaan bencana yang ditargetkan. Hal ini terkait dengan visi dan misi

pengelolaan bencana yang ditargetkan. Hal ini terkait dengan visi dan misi

pengelolaan bencana baik nasional, provinsi maupun kabupaten kota.

2. Pengumpulan data primer dan

sekunder: data primer dapat diperoleh dari pengumpulan data langsung daerah

yang sudah teridentifikasi rawan bencana ataupun daerah yang mengalami

bencana. Data primer dapat dilakukan secara tekhnis misalnya data geologi,

hidrologi, topografi dan lain- lain. Sedangkan data sekunder dilakukan dengan

cara antara lain pengumpulan semua laporan yang ada, peta– peta, gambar dan

dokumentasi.

3. Penentuan metode yang akan

dipakai. Dalam menentukan metode dilakukan berdasarkan tujuan dan target

yang akan dicapai dengan skema yang secara sederhana adalah masukan –

proses – keluaran. Kajian pustaka adalah salah satu factor utama dalam

menentukan metode dan merupakan bagian dari “proses”. Substansi dari kajian

pustaka lebih dominan kepada penjelasan teori, metode, rumus– rumus yang

dipakai dan langkah kegiatan menyeluruh yang akan dimplementasikan.

4. Investigasi, analisis atau kajian. Kagiatan ini harus dilkukan dalam semua

aspek, diantaranya: tehniks, social, budaya, ekonomi, hokum, kelembangaan

dan lingkungan. Semua hasil investigasi dan analisis atau kajian dari aspek

tersebut harus di integrasikan (dipadukan) untuk mendapatkan output yang

optimal.

5. Penentuan solusi dengan berbagai alternative. Dari hasil kajian menyeluruh

dan terpadu maka dapat ditentukan berbagai alternative desain. Salah satu cara

yaitu alternative– alternative desain dapat matriks tentang keuntungan dan

kerugian tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi namun minimal dapat ditinjau

dari aspek– aspek social, budaya dan lingkungan. Dari solusi yang ada maka

Page 7: Bab II Bencana

10

dapat ditentukan pemelihan alternative dan untuk rencana tindaknya (action

plan) perlu dilakukan penentuan skala prioritas.

ii. Pengorganisasian

Pengorganisasian dalam penanggulangan bencana adaalah mengatur pembagian

kerja, tugas, hak dan kewajiban semua pihak yang masuk dalam suatu kelompok

organisasi. Pembagian dan struktur organisasi didasarkan atas berbagai hal

misalnya dari tingkat pendidikan, lamanya bertugas, lamanya bertugas, keahlian

dan keterampilan yang dimiliki dan lainnya.

Dalam hampir semua kegiatan diperlukan suatu organisasi yang bias berdasarkan

atas struktur taupun fungsi. Organisasi diperlukan dalam pengelolaan bencana

karena beberapa factor penting diantaranya (Carter,1991 ; Kodoatie dan Sjarief,

2005 dengan elaborasi):

1. Berbeda dengan organisasi lainnya, organisasi ini harus dapat secara dinamis

bertindak dalam semua situasi dan kondisi. Saat jauh sebelum bencana

organisasi ini harus mampu melakukan perencanaan, pengembangan dan

rencana tindak yang memadai (Appropriate). Sedangkan saat pra bencana dapat

menyiapkan tindakan preventif, mitigasi dan persiapan. Saat bencana sampai

pasca bencana mampu berintervensi secara cepat dan efektif mengatasi

damapak bencana, melakukan respon dan pemulihan.

2. Ancaman bencana sebagai pertimbangan dasar menentukan organisasi

3. Kebijakan, misi dan visi, kerangka kerja legislative dan financial yang

dikaitkan dengan ancaman serta resiko bencana merupakan dasar pembentukan

organisasi secara nasional sampai ketingkat local.

4. Kebutuhan operasional, misalnya bencana longsor malakan pemahaman

tentang alat– alat penggalian dan pengerukan bagi staf tertentu yang sudah

dilatih.

5. Kemampuan sumber yang cukup: fasilitas, peralatan, suplai dan personil.

6. Definisi dari tugas dan fungsi organisasi.

7. Kerjasama sinergis dengan intansi dan stakeholder yang telah ada.

Page 8: Bab II Bencana

11

8. Kebutuhan arah yang jelas tentang target dan sasarannya, petunjuk dan system

pengelolaan yang bias di pahami dalam persepsi yang sama oleh semua pihak.

9. Komponen organisasi yang tersistem dan terstruktur.

10. Sifat kegiatan dan pertimbangan berdasarkan kompromi dari business as

usual to emergency situation and condition atau business as usual to emergency

action terutama pada saat bencana.

iii. Kepemimpinan

Lebih dominan keaspek leadership, yaitu proses kepemimpinan, pembimbingan,

pembinaan, pengarahan, motivator, reward dan punishment, konselor, dan

pelatihan. Dengan kepemimpinan yang baik maka tujuan dari kegiatan dapat

tecapai dengan sukses. Beberapa karekter pemimpin yang baik adalah demokratis,

transparan, percaya diri, jujurm berkemamauan keras, mau bekerja

keras,akuntabilitas, mampu berkomunikasi, berwibawa dan dinamis.

iv. Pengkoordinasian

Koordinasi adalah upaya bagaimana mengorganisasi sumber daya manusia agar

ikut terlibat, mempunyai rasa memiliki, mengambil bagian atau dapat berperan

serta dengan baik sebagian maupun menyeluruh dari suatu kegiatan sehingga

dapat dipastikan SDM dapat bejerja secara tepat dan benar.

Situasi yang baik dan kondusif dapat menciptakan kerjasama yang baik dan

terpadu antar bagian namun untuk menghadapi bencana, koordinsi harus terjaga

terutama pada kondisi dan situasi kedarutan bencana. Semua SDM perlu

memahami dan mengerti tugas pokok an fungsi dari keseluruhan siklus

pengelolaan.

v. Pengendalian

Pengendalian merupakan upaya control, pengawasan, evaluasi dan monitoring

terhadap SDM, organisasi, hasil kegiatan dari bagian– bagian ataupun seluruh

kegiatan yang ada. Manfaat dari pengendalian ini dapat meningkatkan efesiensi

dan dan efektifitas dari sisi waktu, ruang, biaya dan sekaligus peningkatan

kegiatan baik secara kuantitatis maupun kualitas. Pengendalian ini juga berfungsi

Page 9: Bab II Bencana

12

sebagai alat untuk mengetahui bagaimana kegiatan atau bagian dari kegiatan ini

bekerja. Penyimpangan atau kesalahan dapat segera diketahui dan diperbaiki.

Pengendalian juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui bagaimana kegiatan

atau bagian dari kegiatan itu bekerja. Penyimpangan atau kesalahan dapat segera

diketahui dan diperbaiki. Pengendalian berfungsi untuk menekan kerugian sekecil

mungkin dan harus menyesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi normal

kekondisi kritis atau darurat. Pengendalian dilakukan secara tepat artinya

pengendalian terutama dalam situasi darurat jangan smapai menjadi penghambat

karena proses yang berbelit– belit namun tidak pula menggampangkan atau

terlalumenyederhanakan semua hal sehingga bisa mengakibatkan timbulnya

penyimpangan– penyimpangan.

vi. Pengawasan

Pengawasan dilakukan untuk memastikan SDM bekerja dengan benar sesuai

dengan fungsi, tugas dan kewenangan. Pengawasan juga berfungsi memastikan

suatu proses sudah berjalan dengan semestinya dan keluaran yang dihasilkan

sesuai dengan tujuan, target dan sasaran. Di samping itu pengawasan berfungsi

untuk mengetahui suatu kerja atau kegiatan sudah dilakuka dengan benar.

vii. Penganggaran

Dalam kegiatan pembangunan, peganggaran menjadi suatu bagian terpenting

untuk suksesnya maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut. Demikian halnya

dengan pengelolaan bencana, penggaran juga menjadi salah satu factor utama

suksesnya suatu proses pembangunan baik dalam situasi normal maupu darurat

mulai dari studi, perencanaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan dan insfraktur

kebencanaan maupun peningkatan system infrastruktur yang ada. Penentuan

anggaran yang terencana dan tersistem sekaligus merupakan salah satu alat

pengelolaaan. Karena dalam penganggaran unsure biaya yang dikeluarkan dan

unsure pendapatan harus menjadi salah satu kajian yang utuh, sehingga

perencanaan penganggaran sekaligus merupakan bagian yang penting bahkan

yang utama dalam pengelolaan.

2.1.3 Clinical Management

Page 10: Bab II Bencana

13

A. Prinsip- prinsip triase lapangan dan hospital

Delapan prinsip penatalaksanaan bencana:

i. Mencegah berulangnya kejadian

ii. Meminimalkan jumlah korban

iii. Mencegah korban selanjutnya

iv. Menyelamatkan korban yang cedera

v. Memberikan pertolongan pertama

vi. Mengevakuasi korban yang cedera

vii. Memberikan perawatan definitif

viii. Memperlancar rekonstruksi/ pemulihan

Kategori triase lapangan:

i. Triase nato konvensional

T1: pembedahan segera: untuk menyelamatkan jiwa atau anggota tubuh. Waktu

operasi minimal. Kualitas keberhasilan hidup diharapkan normal.

T2: ditunda: pembedahan memakan banyak waktu. Jiwa korban tidak terancam

penundaan operasi. Stabilisasi keadaan korban meminimalkan efek penundaan.

T3: minimal. Cedera ringan di tangani oleh staf dengan pelatihan minimal.

T4: ekspektan. Cedra serius dan multipel. Penanganannya kompleks dan

memakan waktu. Penanganan memerlukan banyak personel dan sumber daya.

ii. Triase dengan kode warna

Merah/ Darurat: Prioritas 1: Pasien kritis yang dapat hidup dengan intervensi,

tidak memrlukan personel dan sumber daya dalam jumlah yang berarti.

Kuning/ Urgen: Prioritas 2: Korban mempunyai kemungkinan tetap hidup dan

kondisinya tetap stabil selama beberapa jam dengan dilakukannya tindakan

stabilisasi.

Hijau/ Nonurgensi: Prioritas 3: Cedera ringan yang dapat di atasi oleh petugas

dengan pelatihan minimal dan dapat menunggu sampai korban cedera lainnya di

tangani.

Biru/ Urgensi bervariasi: Prioritas 2 atau 3: Korban dengan cedera berat yang di

perkirakan tidak akan bertahan hidup kecuali bila dilakukan tindakan dengan

Page 11: Bab II Bencana

14

segera. Korban ini akan menuntut sumber daya terlalu banyak yang seharusnya

dapat menyelamatkan pasien lain yang dapat bertahan hidup dan mungkin

menempati prioritas terendah bila sumber daya yang ada terbatas. Warna biru

kadang- kadang digunakan untuk menggantikan warna hitam karena banyak

petugas mengalami kesulitan dalam menempatkan korban ke dalam kategori

pasien yang memerlukan terapi paliatif saja.

Hitam/ Ekspektan: Tidak terdapat prioritas yang nyata. Korban menderita cedera

hebat dengan kecil kemungkinan untuk hidup atau korban sudah meninggal.

Prioritas yang harus dilakukan hanyalah tindakan untuk memberikan kenyamanan

kepada orang yang berada dalam proses kematian.

(Sumber:DisasterManagementCentralResourcheshttp://206.39.77.2/

DMCRdrmhome.html)

B. Prinsip evakuasi dan transportasi, rumah sakit lapangan

i. Dilakukan jika mutlak perlu

ii. Menggunakan teknik yang benar

iii. Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih

iv. Penolong harus bisa melakukan perawatan darurat selama dalam perjalanan

Dalam melakukan proses evakuasi terdapat beberapa prinsip yang harus

diperhatikan agar proses ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan

masalah yang lebih jauh lagi. Prinsip – prinsip itu antara lain :

i. Harus diperhatikan agar proses evakuasi dapat berjalan dengan lancar. Kondisi

yang perlu untuk diperhatikan antara lain :

1. Kondisi korban dapat bertambah parah ataupun dapat menyebabkan kematian

2. Kontrol ABC

3. Tidak terdapat trauma tulang belakang ataupun cedera leher

4. Jika terdapat patah tulang pada daerah yang lain maka hendaknya dilakukan

immobilisasi pada daerah tadi

5. Angkat tubuh korban bukan tangan/ kaki (alat gerak)

6. Jangan menambah parah kondisi korban

Page 12: Bab II Bencana

15

ii. Peralatan

Seyogyanya dalam melakukan suatu proses evakuasi penggunaan peralatan yang

memadai perlu diperhatikan. Hal ini penting karena dengan adanya peralatan yang

memadai ini proses evakuasi dapat lebih dipermudah dan cidera lebih lanjut yang

mungkin terjadi pada korban dapat lebih diperkecil kemungkinanannya.

Penggunaan peralatan ini jugaharus disesuaikan dengan kondisi medan tempat

korban ditemukan.

iii.Pengetahuan dan Keterampilan Perorangan

Pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan dari orang yang akan melakukan

proses evakuasi juga menjadi faktor penting karena dengan pengetahuan dan

keterampilan inisemua masalah yang dapat timbul selama proses evakuasi dapat

ditekan. Sebagai contoh, dengan keterampilan yang ada seseorang dapat

melakukan evakuasi dengan alat seadanya. Dalam melakukan evakuasi,

keselamatan penolong haruslah diutamakan.

Tahap- tahap evakuasi ada dua, yaitu:

1. Aktualisasi, yaitu penanganan awal korban saat ditemukan dan telah

melaluitahapan initial assessment.

2. Mobilisasi, terdapat 3 hal yang harus diperhatikan yaitu:

1) Penggunaan teknik evakuasi yang sesuai

2) Pemilihan jalur evakuasi

iv. Tempat tujuan evakuasi dalam melakukan evakuasi

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu situasi dan kondisi dalam

evakuasi, kondisi korban dan kondisi penolong sendiri. Hal utama yang perlu

diperhatikan sebelum melakukan evakuasi yaitu kontrol keadaan korban secara

medis, tapi tetap disesuaikan dengan kondisi trauma korban. Ketiga keadaan

tersebut pada akhirnya mengharuskan kita untuk memilih maneuver evakuasi

yang khas, seperlunya, dengan tidak membuang waktu.

Aturan- aturan umum yang harus diperhatikan ketika melakukan evakuasi adalah:

Page 13: Bab II Bencana

16

1. Perhatikan kondisi korban, apakah mengalami cedera atau trauma

yangmembutuhkan kehati- hatian dalam pengevakuasian

2. Bila mungkin, terangkan kepada korban apa yang akan dilakukan, agar dapat

bekerjasama.

3. Jangan memindahkan korban sendiri jika bantuan belum tersedia.

4. Jika beberapa orang melakukan evakuasi, 1 orang memberian komando.

5. Angkat dan bawa korban dengan benar agar tidak mengalami cedera otot/

sendi.

6. Jangan mengabaikan keselamatan penolong sendiri.

Aturan dalam mengangkat dan menurunkan korban:

1. Tempatkan posisi kaki senyaman mungkin, salah satu kaki ke depan guna

menjaga keseimbangan

2. Tegakkan badan dan tekuk lutut

3. Pegang korban atau balut dengan seluruh jari tangan.

4. Usahakan berat korban yang diangkat dekat dengan penolong

5. Jika kehilangan keseimbangan / pegangan, letakkan korban, atur posisi

kembali, lalu mulai kembali mengangkat.

Teknik Evakuasi

Banyak cara untuk melakukan evakuasi. Tetapi, secara umum, teknik evakuasi

dibagi menjadi dua yaitu dengan menggunakan alat dan tanpa menggunakan alat.

1. Dengan Alat

Alat yang digunakan dalam proses evakuasi ini biasanya dilakukan dengan

menggunakan tandu. Tim penolongnya terdiri dari sekitar 6 orang dengan tugas

yang berbeda-beda.

1) Pimpinan/ Komandan Regu : memberi komando, mengatur pembagian

kerja pada saat mengangkat berhadapan dengan wakil dan anggotanya,

tempat waktu mengusung : kanan depan tandu

2) Wakil pimpinan regu : membantu pimpinan dan mengobati pasien, waktu

mengangkat : bagian bawah kaki, tempat mengusung : kiri depan tandu.

Page 14: Bab II Bencana

17

3) Anggota A: Mengobati dan membalut, waktu mengangkat : bagian badan

danpunggung, tempat waktu mengusung : kanan belakang tandu.

4) Anggota B: Membantu anggota C mengatur tandu dan membalut, waktu

mengangkat : bagian kepala dan dada, tempat waktu mengusung : kiri

belakang tandu.

5) Anggota C: Mengatur tandu dan menyiapkan obat dan alat yang digunakan,

waktu mengangkat: mengumpulkan alat-alat P3K dan barang milik

pasien,memantau kondisi pasien selama proses evakuasi.

6) Angggota D: Menjadi Pemandu atau pembuka jalur dan memeriksa situasi

dan kondisi jalur yang akan atau sedang dilewati, mencatat hal-hal penting.

2. Tanpa Alat

1) Dilakukan oleh 1 orang penolong

Bila korbannya anak-anak dapat dilakukan dengan cara cradle atau

membopong. Penolong jongkok atau melutut disamping anak/ korban. Satu

lengan ditempatkan di bawah paha korban danlengan lainnya melingkari

punggung. Korban dipegang dengan mantap dan didekapkan ke tubuh,

penolong berdiri dengan meluruskan lutut dan pinggul. Tangan penolong harus

kuat dalam melakukan teknik ini.

2) Bila korbannya dewasa, dapat dilakukan dengan cara:

i). Pick a back (menggendong)

ii). Memapah (one rescuer assist)

3). Menyeret (one rescuer drags)

4). Lebih dari 1 orang penolong, dapat dilakukan dengan cara:

i. Membopong

ii. Memapah

iii. Mengangkat

Evakuasi tanpa menggunakan tandu dilakukan untuk memindahkan korban dalam

jarak dekat atau menghindarkan korban dari bahaya yang mengancam. Untuk

evakuasi dengan jarak jauh seringkali apapun cedera korban usahakan untuk

mengangkutnya dengan menggunakan tandu.

Page 15: Bab II Bencana

18

Korban lebih dari satu

On Stage Triage

Dalam keadaan ini korban dikelompokkan berdasarkan berat/ ringannya trauma

yang diderita. Penggolongan korban trauma didasarkan pada kondisi ABC

(airway, breating,circulation).

1. Penggolongan korban dibagi ke dalam: Merah: Pasien dengan kondisi airway

terganggu. Kuning: Pasien dengan kondisi sirkulasi darah dan pernapasan

terganggu. Hijau: Pasien yang mengalami luka ringan dan mampu untuk

berjalan. Hitam: Korban meninggal dunia.

2. Dalam keadaan darurat korban dengan kemungkinan hidup lebih tinggi harus

didahulukan.

3. Korban dengan luka lebih parah dan paling memungkinkan untuk ditolong

terlebih dahulu harus didahulukan.

4. Perhatikan adanya keadaan yang dapat memperparah keadaan korban.

TRANSPORT PASIEN GAWAT DARURAT

Transport pada pasien kritis/ gawat darurat adalah komponen penting pada

penanganan yang menjadi satu kesatuan/ berkelanjutan. Prinsipnya adalah pasien

berada dalam keadaan stabil dimana diharapkan si pasien tidak mengalami kondisi

yang lebih buruk pada saat di transportasikan, selama transportasi harus dilakukan

pelayanan optimal oleh petugas ambulans. Dalam transport pasien gawat darurat

ini diharapkan untuk mendapatkan hasil yang sama bahkan lebih baik dalam

kualitas pelayanan dari sebelum dipindahkan.

Transportasi dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Prehospital transport

2. Interhospital transport

3. Intrahospital transport

Page 16: Bab II Bencana

19

Transport intra hospital memiliki prinsip yang sama dengan interhospital, bahwa

transportharus menjamin keamanan petugas, waktu transport yang minimal, dan

menjamin bahwa pelayanan optimal dan dapat dipertanggung jawabkan oleh

dokternya setiap saat.

1.1.4 Health Community Response

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh factor

alam dan atau faktor non alam meupun factor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak

psikologis.Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi,

tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana non alam bencana yang diakibatkat oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa non alam yang antara lain berupa kegagalan teknologi, gagal

modernisasi,epidemic dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan manusia

yang meliputi konflik social antar kelompok dan antar komunitas masyarakat serta

terror.

Kelompok masyarakat siaga bencana terdiri dari semua unsur masyarakat.

Berdasarkan pengalaman ini maka seperti Kota Kobe diJepang menyadari bahwa

penanganan bencana harus melibatkan masyarakat. Oleh karena itu ada prinsip

dasar yang dikembangkan di Jepang dalam penanganan bencana, yaitu:

1. Penguatan warga dan komunitas untuk bisa melakukan pertolongan pertama di

saat bencana.

2. Penguatan petugas yang menangani bencana.

Hal inilah yang mendasari keberadaan BOKOMI. Kota Kobe mendukung

implementasi BOKOMI ini dalam bentuk subsidi pendanaan aktivitas yang

termasuk di dalamnya untuk pelatihan, peralatan, pertemuan, dan lain-lain.

Kelompok masyarakat siaga bencana terdiri dari semua unsur masyarakat, baik

Page 17: Bab II Bencana

20

perempuan maupun laki-laki dan dipilih dalam musyawarah. Kelompok

masyarakat siaga bencana dapat dibentuk sebagai bagian dari BKM. Tugas utama

kelompok adalah menyusun perencanaan untuk melakukan usaha-usaha

pengurangan resiko bencana, perencanaan tanggap darurat dan rehabilitasi.

Struktur kelompok ini paling tidak terdapat :

i. Koordinator untuk mengkoordinasi dan mendukung kerja-kerja kelompok,

menjadi juru bicara kelompok dan penghubung dengan instansi vertikal atau

organisasi lain.

ii. Kelompok Persiapan Bencana, terdiri dari :

1) Regu peringatan dini; bertugas mengkompilasi data kebencanaan (sejarah

bencana, data dari BMG, Pusat Studi Bencana, Kesbanglinmas dll),

bekerjasama dengan instansi dini dan menginformasikan kepada masyarakat

tanda bahaya atau tanda peringatan dini dari instansi lain, dan

mengembangkan peringatan dini berdasarkan pengetahuan local.

2) Regu Pemetaan; bertugas mengumpulkan data ancaman, demografi untuk

digunakan dalam penyusunan peta ancaman bencana, alur evakuasi dan

rencana pengungsian.

3) Regu Pelatihan Kesiapsiagaan, bertugas melakukan identifikasi pelatihan

kesiapsiagaan yang dibutuhkan masyarakat, sesuai dengan data ancaman

bencana setempat.

iii. Kelompok Tanggap Darurat

1) Regu Pertolongan Pertama bertugas melakukan pertolongan pertama saat

bencana terjadi. Dapat merupakan gabungan anggota masyarakat & Palang

Merah Indonesia

2) Regu SAR bertugas melakukan pencarian korban, menolong korban dan

pemilahan korban berdasarkan kondisinya (triase).

3) Regu Penilaian Cepat bertugas mengkaji secara cepat seperti menilai

kerugian, mendata jumlah korban (jiwa, luka), akses pasar, air bersih dan

ketersediaan pangan

4) Regu Pengungsian bertugas mendirikan Posko untuk menampung bantuan

Page 18: Bab II Bencana

21

kemanusiaan, mempersiapkan fasilitas pengungsian serta perkiraan

kebutuhan pengungsian berkaitan dengan jumlah pengungsi dan kerentanan

pengungsi.

5) Regu Dapur Umum bertugas mempersiapkan kebutuhan makan dan

minum bagi pengungsi, ketersediaan peralatan dapur dan bahan pangan,

memberikan masukan kepada posko tentang kebutuhan makan dan minum

pengungsi.

6) Regu Logistik bertugas menyimpan, mencatat dan mengeluarkan

persediaan logistic pengungsian.

iv. Kelompok Administrasi dan Komunikasi

1) Regu Administrasi bertugas melaksanakan pencatatan, penyimpanan

dokumen, memperbanyak dan menyampaikan informasi kepada masyarakat

2) Regu Hubungan Luar bertugas melakukan pembaruan data dan diisi di

media yang mudah dilihat masyarakat, mengelola komunikasi dengan pihak

lain baik pemerintah, LSM, Ormas, Relawan dan donatur.

v. Kelompok Pemulihan bertugas :

1) Mendata kebutuhan pemulihan dan sumber daya yang ada

2) Memfasilitasi musyawarah untuk menentukan prioritas pemulihan

berdasarakan sumberdaya yang ada.

Tanggap Darurat Saat Bencana

Pada saat bencana ada dua hal penting yang dapat dilakukan. Pertama-

tama menyelamatkan diri dan orang terdekat. Dan apabila BAKORNAS PBP dan

organisasinya belum siap Anda yang cukup sehat bisa membantu menyelamatkan

orang lain. Yang bisa dilakukan pada tahap tanggap darurat adalah tindakan di

bawah ini. Menyelamatkan diri dan orang terdekat:

1. Jangan panik.

2. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, Anda harus dalam kondisi selamat.

3. Selamatkan diri bersama orang terdekat, lari atau menjauh dari pusat bencana,

tidak perlu membawa barang-barang apapun.

Page 19: Bab II Bencana

22

4. Kalau terjadi gempa bumi dan kebetulan Anda berada di dalam rumah

mungkin Anda tidak akan sempat lari keluar rumah karena gempa bumi

umumnya hanya berlangsung beberapa detik. Jadi kenali konstruksi rumah

Anda; kenali tempat Anda bisa segera berlindung dan barang- barang yang

dapat digunakan untuk berlindung. Bila terjebak di dalam ruangan, lindungi

kepala dengan benda yang lunak dan atau berlindung di bawah meja atau

kolong tempat tidur yang kokoh. Apabila gempa sudah mereda mungkin ada

kesempatan untuk lari ke luar dari ruangan menuju lapangan terbuka.

5. Kalau tsunami atau banjir bandang lari ke tempat yang lebih tinggi.

6. Perhatikan juga beberapa tips menghadapi bencana dari BAKONAS PBP

dalam kotak berikut.

Tips Menghadapi Gempa Bumi

Bila berada didalam rumah

1. Jangan panik dan jangan berlari keluar, berlindunglah dibawah meja atau

tempat tidur.

2. Bila tidak ada, lindungilah kepala dengan bantal atau benda lainnya.

3. Jauhi rak buku, almari dan jendela kaca.

4. Hati- hati terhadap langit-langit yang mungkin runtuh, benda-benda yang

tergantung di dinding dsb.

Bila berada di luar ruangan

1. Jauhi bangunan tinggi, dinding, tebing terjal, pusat listrik dan tiang listrik,

papan reklame, pohon yang tinggi, dsb.

2. Usahakan dapat mencapai daerah yang terbuka.

3. Jauhi jendela kaca.

Bila berada di dalam ruangan umum

1. Jangan panik dan jangan berlari keluar karena kemungkinan dipenuhi orang.

2. Jauhi benda-benda yang mudah tergelincir seperti rak, almari dan jendela kaca

dsb.

Page 20: Bab II Bencana

23

Bila sedang mengendarai kendaraan

1. Segera hentikan di tempat yang terbuka.

2. Jangan berhenti di atas jembatan atau dibawah jembatan layang/ jembatan

penyebrangan.

Tips Menghadapi Banjir

1. Pada saat banjir kita harus sesegera mungkin mengamankan barang-barang

berharga ke tempat yang lebih tinggi.

2. Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan

aliran listrik di wilayah yang terkena banjir.

3. Mencoba mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan masih

memungkinkan untuk di seberangi.

4. Hindari berjalan didekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir.

5. Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan

bencana seperti Kantor kepala desa, Lurah maupun Camat.

Tips menyelamatkan orang lain:

1. Selamatkan orang terdekat dengan membawa mereka ke tempat yang aman.

2. Lakukan koordinasi dengan orang lain yang selamat. Berbagi informasi dan

berbagi tugas dalam penyelamatan korban, mencari bantuan dan pengamanan.

3. Identifikasi korban mulai dari kerabat terdekat, pilih lokasi pengungsian yang

aman.

4. Identifikasi kebutuhan yang mendesak.

5. Lakukan penyelamatan dengan mengirimkan orang (sukarelawan, petugas

medis)

6. Berikan pertolongan pertama pada korban.

7. Selamatkan dokumen penting dan harta benda yang bisa dibawa.

Setelah Bencana Bantuan Darurat (Relief)

Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan

kebutuhan dasar berupa :

1. Pangan,

2. Sandang

Page 21: Bab II Bencana

24

3. Tempat tinggal sementara

4. Kesehatan, sanitasi dan air bersih

Pendekatan pemberian bantuan dapat bersifat konvensional, artinya bersifat

karitatif atau dapat juga berbentuk kegiatan yang memberdayakan sehingga

kondisi korban lebih baik daripada sebelum terjadi bencana. Yang biasa dilakukan

pada tahap ini:

1. Mendirikan pos komando bantuan.

2. Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan Bencana

(SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.

3. Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan pos

koordinasi.

4. Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.

5. Menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.

6. Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan korban.

7. Memakamkan korban meninggal.

Pemulihan (Recovery)

1. Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan

memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.

2. Fungsi-fungsi lembaga sosial dan administrasi lokal diberdayakan kembali.

3. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar

(jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll). Yang perlu dilakukan pada

tahap ini:

4. Mengumpulkan keluarga yang terpisah dan fungsikan kembali keluarga.

5. Memberikan layanan pendidikan dan lakukan penyembuhan trauma (trauma

healing)

6. Memperbaiki infrastruktur lokal: penyediaan penerangan, media komunikasi,

perbaikan jalur transportasi dan penyediaan air bersih.

7. Memfungsikan kembali pasar dan puskesmas.

8. Memulihkan atau membangun sistem komunikasi.

Rehabilitasi (Rehabilitation)

Page 22: Bab II Bencana

25

Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu

masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting,

dan menghidupkan kembali roda perekonomian. Yang perlu dilakukan pada tahap

ini:

1. Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan memberi

kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat utamanya korban

bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemetaan wilayah bencana.

2. Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari sistem

pengelolaan lingkungan.

3. Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap.

4. Relokasi korban dari tenda penampungan.

5. Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana.

6. Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam jangka

menengah.

7. Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja.

8. Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran, rumah sakit

dan pasar mulai dilakukan.

9. Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau

pendampingan.

Tata Ruang Berdasarkan Pengetahuan Komunitas Lokal

Di Yogyakarta pembangunan rumah selalu menghadap Utara Selatan mengikuti

arah Gunung Merapi dan Laut Selatan. Gunung menyimbolkan laki-laki dan laut

adalah simbol perempuan dan perkawinan antara gunung dan laut dilakukan

melalui aliran air Sungai Opak. Perkawinan ini tidak boleh terganggu, kalau

terganggu maka akan terjadi bencana. Di Sleman pembangunan setelah Jalan

Kaliurang kilometer 12 dilarang. Mundardjito membuat tesis yang menyatakan

bahwa tata ruang pembangunan situs candi di sekitar Yogyakarta didasarkan pada

naskah kuna Manasara- Silpasastra dan Silpaprakasa.

Rekonstruksi (Reconstruction)

Page 23: Bab II Bencana

26

Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan

ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih

baik dari sebelumnya. Tahapan ini merupakan penuntasan dari apa yang sudah

direncanakan dan dimulai dalam tahap rehabilitasi dan merupakan bagian tidak

terpisahkan dari proses pembangunan yang biasa dilaksanakan. Pada saat ini apa

bila belum ada sistem pengelolaan bencana yang baku maka sistem pengelolaan

penanggulangan bencana yang baru sudah mulai diterapkan.

2.2 Tahap Rehabilitasi

2.2.1 Aspek promotif dan preventif pada penanganan penyakit menular pada

pengungsi

Bencana alam tidak bisa menimbulkan penyakit menular secara besar besaran

walau pada keadaan tertentu bencana alam dapat meningkatkan potensi penularan

penyakit. Dalam jangka wktu yang singkatpeningkatan isidensi penyakit yang

paling sering terlihat terutama disebabkan oleh kontaminasi feses manusia pada

makanan dan minuman, dengan demikian, penyakit semacam itu umumnya

adalah penyakit enterik(perut).

Resiko terjadi KLB epidemik penyakit menular sebanding dengan kepadaatan

penduduk dan perpindahan penduduk, kondisi ini mengakibatkan meningkatnya

desakan terhadap supplai air dan makanan serta resiko kontaminasi (seperti dalam

kamp pengungsian), gangguan layanan sanitasi yang ada seperti sistem suplai air

bersih dan sistem pembuangan air kotor, dan meningkatkan kegagalan dalam

pemeliharaan program kesehatan masyarakat dalam periode segera setelah

bencana. Dalam jangka panjang, peningkatan kasus penyakit bawaan vektor

berlangsung dibeberapa daerah karena terganggunya upaya pengendalian vektor,

khususnya setelah terjadinya hujan lebat dan banjir, pada bencana komplek

dengan akibat seperti malnutrisi, kepadatan penduduk, dan kurangnya sanitasi

paling besar, KLB besar- besaran gastroenteristis (akibat kolera atau penyakit

lain) dapat terjadi seperti di Rwanda/ Zaire pada tahun 1994.

Page 24: Bab II Bencana

27

Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka penanggulangan

bencana sektor kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis dan aspek kesehatan

masyarakat, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan merupakan salah

saru bagian dari aspek kesehatan masyarakat. Pelaksanaannya tentu harus

melakukan koordinasi dengan sektor dan program terkait. Berikut ini merupakan

ruang lingkup bidang pengendalian dan penyehatan lingkungan, terutama pada

saat tanggap darurat dan pasca- bencana.

i. Sanitasi darurat. Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih

dan jamban; kualitas tempat pengungsian; serta pengaturan limbah sesuai

standar. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan

risiko penularan penyakit.

ii. Pengendalian vektor. Bila tempat pengungsian di kategorikan tidak ramah,

maka kemungkinan terdapat nyamuk dan vektor lain di sekitar pengungsi. Ini

termasuk adanya timbunan sampah dan genangan air yang memungkinkan

terjadinya pengindukan vektor. Maka kegiatan pengendalian vektor terbatas

sangat diperlukan, baik dalam bentuk spraying atau fogging, larvasiding,

maupun manifulasi lingkungan.

iii.Pengendalian penyakit. Bila dari laporan pos-pos kesehatan diketahui terdapat

peningkatan kasus penyakit, terutama yang berpotensi KLB, maka diperlukan

pengendalian mel;alui intensifikasi penata laksannaan kasus serta

penanggulangan faktor resikonya. Penyakit yang memerlukan perhatian yaitu

diare dan ISPA.

iv. Imunisasi terbatas, pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit,

terutama orang tua, ibu hamil, bayi, dan balita. Bagi bayi dan balita perlu

diimunisasi campak bila dalam catatan program daerah tersebut belum

mendapatkan crash program campak, jenis imunisasi lain mungkin diperlukan

sesuai dengan kebutuhan seperti yang dilakukan untuk mencegah kolera bagi

sukarelawan di Aceh pada tahun 2005 dan imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi

sukarelawan di DIY dan Jateng tahun 2006.

v. Sureilans epidemologi. Kegiatan ini diperlukan untuk memperoleh informasi

epidemologi penyakit potensi KLB dan faktor resiko. Atas informasi inilah

maka dapat dilakukan pengendalian penyakit, pengendalian vektor, dan

Page 25: Bab II Bencana

28

pemberian imunisasi. Informasi efidemologis yang harus diperoleh melalui

kegiatan suveilen epidemologi adalah: reaksi sosial, penyakit menular,

perpindahan penduduk, pengaruh cuaca, makanan dan gizi, persediaan air dan

sanitasi, kesehatan jiwa, dan kerusakan infrastruktur kesehatan.

Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan

masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)

2. Pelatihan pertolongan pertama dan keluarga seperti menolong anggota keluarga

yang lain.

3. Pembekalan informasi tentang bagai mana menyimpan dan membawa makanan

dan penggunaan air yang aman.

4. Perawat juga memeberikan beberapa alamat dan nomor telpon darurat seperti

dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulan.

5. Memberikan informasi tempat-temapat alternatif penampunagn atau posko-

posko bencana.

6. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti

pakaian seperlunya, radio porteble, senter batrainya, dan lainnya

Pada tingkat provinsi ada satauan pelaksana penanggulangan bencana dan

penanganan pengungsi (SATKORLAK PBP) dan dibawahnya dalam tingkat

kabupaten atau kota terdapat satuan pelaksanaan penangulangan bencana dan

penanganan pengungsi (SATLAK PBP) sedangkan untuk pelaksanaan operasional

di lapangan di tingkat kota atau kabupaten disebut Satuan tugas pengungsi

(SATGAS PBP). Adapun tugas BAKORNAS PBP dirumuskan seperti :

1. Merumuskan kebijakan perumusan penanggulangan bencana dan memberikan

pedoma atau pengarahan serta pengkoorganisasian kebijakan penangulangan

bencana, baik dalam tahap sebelum, selama maupun setelah bencana terjadi

secara terpadu.

2. Memberikan pedoman dan perarahan garis- garis kebijakan represif maupun

rehabilitatif yang meliputi pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi

dan rekontruksi.

Page 26: Bab II Bencana

29

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana, jika mungkin dengan

meniadakan bahaya, tindakan yang dapat dilakukan yaitu melakukan pendidikan

sistem pengolahan bencana, memperluaskan peta wilayah bencana, melakukan

simulasi sistem pengelolaan bencana.

Pada waktu setelah bencana upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara,

kesehatan, sanitasi dan air bersih. Dan yang bisa dilakukan pada tahap ini yaitu

mendirikan pos komando bantuan, berkoordinasi dengan satuan pelaksanaan

penanggulangan bencana, mendirikan tenda- tenda penampungan, dapur umum,

pos kesehatan dan pos koordinasi, mendistribusikan obat- obatan, bahan makanan

dan pakaian, menempatkan para korban di tenda atau pengungsian.

Definisi Promosi adalah Upaya peningkatan kualitas kesehatan melalui

pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Preventif adalah Upaya peningkatan

kesehatan melalui pencegahan untuk meminimalisasi potensi resiko.

(Ismawardani, Diah, 2009, Program Promotif-Preventif itu Efektif dan Murah),

Pengungsi adalah Dalam Ensiklopedia Indonesia pengungsi adalah seseorang atau

sekelompok orang yang meninggalkan suatu wilayah guna menghindari suatu

bencana atau musibah. Bencana ini dapat berbentuk banjir, tanah longsor,

tsunami, kebakaran,dan lain sebagainya yang diakibatkan oleh alam. Dapat pula

bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia secara langsung. Misalnya perang,

kebocoran nuklir dan ledakan bom (Efendi, Ferry,2007, Konsep Pengungsi).

Penyakit menular adalah dikenal sebagai penyakit infeksi, dalam istilah medis

adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus,

bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar dan

trauma benturan) atau kimia (seperti keracunan) yang mana bisa ditularkan atau

menular kepada orang lain melalui media tertentu seperti udara (TBC, Infulenza

dll), tempat makan dan minum yang kurang bersih pencuciannya

(Hepatitis,Typhoid/Types dll), Jarum suntik dan transfusi darah (HIV Aids,

Hepatitis dll).

ii.2.2 Penanganan kebutuhan kesehatan dan sanitasi di daerah bencana

Page 27: Bab II Bencana

30

Upaya kesehatan lingkungan pasca bencana dapat di bagi dalam dua prioritas

yaitu:

1. Memastikan bahwa terdapat kecukupan jumlah air minum yang

aman,kecukupan fasilitas sanitasi dasar,pembuangan ekskreta,limbah cair, dan

limbah padat dan penampungan yang cukup.

2. Melaksanakan upaya perlindungan makanan, membentuk atau melanjutkan

upaya pengendalian vector dan mempromosikan hygiene personal.

Kebijakan dalam sanitasi

i. Pengadaan Air

Berdasarkan urutan pilihannya yang umum, pertimbanganharus dberikan pada

sumber air alternative yaitu :

1) Air tanah dalam

2) Air tanah dangkal dan dari mata air

3) Air hujan

4) Air permukaan

ii. Distribusi missal desinfektan

iii. Keamanan makanan

iv. Sanitasi dasar dan hygiene personal

Pembuangan Kotoran manusia

i. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang

ii. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis

kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban

permpuan)

iii. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di

kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya

memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.

iv. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian

sembako, pusat– pusat layanan kesehatan dsb.

Page 28: Bab II Bencana

31

v. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30

meter dari sumber air bawah tanah.

vi. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.

vii. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun,

baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk

6–10 orang

Pengelolaan Limbah Padat

Tolak ukur yang digunakan antara lain :

i. Tidak ada satupun rumah/ barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah

bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar

lubang sampah umum.

ii. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah

rumah tangga sehari– hari tidak dikubur ditempat.

Pengelolaan Limbah Cair

Tolak ukur yang digunakan antara lain :

i. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik engambilan/sumber air

untuk keperluan sehari– hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman

ii. Air hujan dan luapan air/ banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan

air.

iii. Tempat tinggal, jala – jalan setapak, serta prasarana– prasarana pengadaan air

dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

ii.2.3 Promosi dan preventif bagi kesehatan jiwa

i. Acute Distress Disorder (ASD) adalah gangguan kecemasan yang

menggambarkan reaksi stres akut yang terjadi dalam 4 minggu setelah trauma.

Durasi gejala harus berada minimum 2 hari atau maksimal 4 minggu, dan Post

traumatic stress disorder (PTSD) berbagi banyak gejala yang sama (American

Psychiatric, 2000). Kebanyakan dari pengalaman mereka gejala sembuh tanpa

pengobatan (Bryant & Harvey, 2000). Studi mendukung bahwa ASD, terutama

gejala disosiatif, memprediksi perkembangan PTSD (Koopman, Classen, Cardena

& Spiegel, 1995). Penggunaan intervensi dijelaskan di bagian alater dapat

Page 29: Bab II Bencana

32

membantu prson atas ASD datang dan mencegah PTSD. (Langan, Joane C &

Dotti C James, 2005)

ii. Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan salah satu masalah kejiwaan

yang dapat terjadi pada korban bencana. PTSD adalah gangguan ansietas yang

terjadi akibat peristiwa traumatic/bencana yang mengancam keselamatan dan

membuat individu merasa tidak berdaya. PTSD ada tiga macam yaitu PTSD akut

terjadi 1-3 bulan setelah bencana, PTSD kronik terjadi setelah tiga bulan, dan

PTSD dengan onset yang memanjang (with delayed onset). Tanda dan gejala

PTSD dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Merasakan kembali peristiwa

traumatic (reexperiencing symptom). Menghindar (avoidance symptom) dan

Waspada (hyperarousal symptom). PTSD ditandai oleh perkembangan respon

kecemasan terus- menerus setelah peristiwa traumatis, dan berbeda dari ASD

dengan onset kemudian dan kurang penekanan pada pemisahan. individu

pengalaman atau peristiwa traumatik saksi seperti kematian aktual atau terancam,

cedera serius pada satu diri sendiri atau orang lain, ancaman terhadap integritas

pribadi diri sendiri atau lainnya, atau kekerasan untuk satu aloved seperti

pembunuhan. untuk memenuhi stres atau kriteria PTSD. Respon subyektif

individu dengan pengalaman traumatis harus melibatkan ketidakberdayaan, rasa

takut yang intens, atau horor.

i. Fase akut bencana

1. Fase akut intervensi jangka pendek

1) Dukungan untuk Masyarakat yang terkena dampak

Berbagai program dukungan perlu dikembangkan untuk terkena populasi

dalam fase akut. Ini mungkin memiliki efek positif yang signifikan

terhadap kesehatan mental hasil jika terorganisir dengan baik dan

responsif terhadap kebutuhan yang berbeda.

2) Informasi Penyediaan

Penyediaan informasi sangat penting untuk pemulihan, baik dari segi

praktis dan karena dapat mengurangi tingkat stres. Ini harus sederhana,

akurat, membantu dengan informasi pendaftaran mereka yang terkena

Page 30: Bab II Bencana

33

dampak, dan memberikan pada keberadaan orang lain secepat ini

tersedia. Ini juga akan memberikan Struktur dalam jangka waktu yang

sering tampak membingungkan dan kacau. Sekarang sangat penting

untuk memberi saran apa yang harus dilakukan, dan bagi mereka yang

terpisah dari anggota keluarga. Harus ada salah satu sumber utama

informasi dan mereka terlibat dalam mengumpulkan dan menyediakan

itu, harus sensitif terhadap psikologis sebagai Yah sebagai signifikansi

praktis

3) Bantuan Darurat dan Triage

Darurat dukungan dan triase adalah bagi mereka yang tertekan, atau

sebaliknya akut terpengaruh, atau menunjukkan keadaan mental yang

terganggu. Proses ini dapat menghubungkan mereka menjadi baik

dukungan atau perlindungan jika masih di situs, atau jika sesuai dengan

darurat medis/ kesehatan jiwa. Hal ini mungkin melibatkan umum

mendukung penyuluhan, nasihat jika diperlukan, kesempatan untuk

berbicara (hanya jika orang yang terkena perlu) dan kepastian. Triage

dapat mendukung orang untuk pindah dari bencana situs. Hal ini juga

dapat memastikan bahwa mereka mungkin berada pada risiko yang lebih

tinggi disediakan dengan intervensi yang diperlukan atau perawatan dan

terkait dengan tindak lanjut.

4) Berduka Orang

Orang berduka membutuhkan dukungan tertentu seperti informasi

tentang apa yang telah terjadi, kesempatan dan dukungan untuk melihat

tubuh almarhum mana ini mungkin, hubungan dengan orang lain yang

bisa membantu mereka praktis, dan emosional. Dimana terjadi kematian

massal, misalnya dengan pesawat kecelakaan, atau kecelakaan, hal itu

mungkin bermanfaat bagi mereka untuk berada di dekat atau

mengunjungi situs, akan didukung dalam kelompok dan dilindungi dari

gangguan (misalnya media). Karena ini adalah berisiko tinggi

bereavements, mereka mungkin membutuhkan nanti-difokuskan terampil

Page 31: Bab II Bencana

34

berkabung konseling dalam minggu-minggu yang mengikuti. Debriefing

adalah tidak tepat untuk populasi ini.

5) Bencana Terkena Dampak Orang yang Telah psikologis Traumatised

Sementara bencana yang sangat menyedihkan, sebagian besar orang tidak

mengembangkan post traumatic stress disorder atau morbiditas lainnya.

Namun mereka yang memiliki mengalami ancaman kehidupan pribadi

yang parah, yang telah terkena mengejutkan, kematian menyiksa orang

lain atau yang telah terluka parah, mungkin beresiko tinggi, terutama jika

tingkat intens gairah berlanjut, atau jika mereka telah mengalami

disosiasi (rasa ketidaknyataan, merasa seolah-olah tidak ada, mati rasa

perasaan). Tidak ada bukti bahwa pembekalan akan mencegah

pengembangan PTSD untuk kelompok ini. Namun demikian, sebagai

individu, maupun sebagai suatu kelompok anggota yang telah terkena hal

yang sama mereka mungkin membutuhkan kesempatan untuk

mendiskusikan apa yang telah mereka alami, atau hanya memperoleh

dukungan dari satu sama lain. Hal ini dapat disebut sebagai pembekalan

alam atau mendukung, namun tidak melibatkan paparan ulang-aktif

untuk, atau diskusi paksa, yang traumatis pengalaman. Jika orang

menunjukkan kebutuhan untuk berbicara melalui apa yang telah terjadi

ini dapat didukung secara alami. Orang-orang dalam keadaan seperti itu

mungkin membutuhkan kemudian khusus konseling trauma difokuskan

disediakan oleh mental yang terampil kesehatan profesional di minggu

berikutnya, tetapi tidak segera. Tugas pertama adalah untuk mendukung

kelangsungan hidup psikologis mereka.

6) Mereka yang Telah Kehilangan Rumah, Komunitas

Penampungan dan perlindungan akan menjadi tugas pertama, dan

anggota keluarga memastikan dan lingkungan disimpan bersama-sama

sejauh mungkin. Berikut manajemen membutuhkan pengakuan kesedihan

pemisahan marabahaya, dan kecemasan yang terlibat dan bertujuan untuk

menyediakan hubungan kepada orang lain untuk mempromosikan sosial

Page 32: Bab II Bencana

35

dukungan jaringan. Bila memungkinkan akan sangat membantu untuk

melibatkan orang sejauh mungkin dalam rencana pemulihan mereka

sendiri dan masyarakat.

7) Pekerja darurat dan Penyelamat

Kelompok-kelompok ini juga dapat sendiri dipengaruhi oleh pengalaman

mereka dalam bencana. Pelatihan dan persiapan dapat mengurangi efek

tetapi beberapa faktor dapat meningkatkan risiko morbiditas pasca

bencana. Pekerja yang kadang-kadang dikenal sebagai yang 'tidak

langsung atau sekunder' korban. Bila ada mengejutkan banyak dan

mengerikan kematian, kematian anak- anak, dengan frustrasi atau

ketidakmampuan untuk memenuhi penyelamatan tugas, atau wisata yang

berlebihan dan berkepanjangan tugas, pekerja mungkin rentan.

Pengalaman-pengalaman ini pada waktu didefinisikan sebagai stres

insiden kritis. Pengarahan yang tepat dan persiapan psikologis

sebelumnya cenderung mengurangi efek stres. Sesuai program

manajemen stres, termasuk psikologis atau kritis insiden pembekalan

stres dapat dianggap sebagai membantu, tetapi belum terbukti untuk

mencegah Post-Traumatic Stress Disorder. Ini tidak akan sesuai untuk

semua orang dan tidak harus wajib. Dukungan tersebut dapat diberikan

bersama pembekalan operasional terlatih pemimpin tim, atau sebagai

bagian dari program kesehatan yang komprehensif mental yang

disediakan oleh terlatih profesional kesehatan mental. Ini jenis intervensi

harus menjadi bagian dari keseluruhan manajemen dan tindak lanjut

program yang terintegrasi dengan lainnya inisiatif kesehatan kerja.

Kemudian tindak lanjut dan individu konseling khusus yang mungkin

diperlukan bagi para pekerja jika mereka memiliki masalah terus-

menerus dan telah dibuktikan efektif.

ii. Fase kronik bencana

1) Pasca-bencana efek kesehatan mental dapat muncul di sejumlah berbeda

pola. Ini mungkin terkait dengan pengalaman stres tertentu atau mungkin

Page 33: Bab II Bencana

36

generik. Selain itu, beberapa efek muncul di awal periode pasca-bencana.

Orang lain mungkin akan tertunda. Beberapa orang mungkin menjadi

kronis. Masalah sebelumnya juga dapat muncul kembali

2) Morbiditas pasca trauma paling umum muncul dalam bentuk post

traumatic gangguan stres atau depresi berat. Kemungkinan ini Masalah

ini seperti disebutkan di atas, langsung berhubungan dengan keparahan

ancaman kehidupan dan paparan stres jenis kematian dan kerugian yang

signifikan. PTSD memiliki tiga utama kelompok gejala: kenangan

mengganggu, mimpi buruk dan reexperiencing dari apa yang telah

terjadi, gejala avoidant, mati rasa, kehilangan perasaan; tinggi gairah dan

lekas marah, gangguan tidur dan efek kejut. Konsentrasi bisa terganggu.

Gangguan ini dapat bervariasi dari ringan sampai parah, dan berfluktuasi

dari waktu ke waktu. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan pribadi dan

kemampuan untuk bekerja.

3) Trauma difokuskan konseling dalam bentuk terapi perilaku kognitif

dapat mengurangi risiko jika diterapkan setelah beberapa minggu

pertama bagi mereka mengalami intens tekanan awal dalam bentuk ini,

atau dapat memberikan model perawatan yang tepat jika ada masalah

didirikan. Rujukan untuk penilaian kejiwaan dan awal pengobatan yang

tepat jika gangguan ini didirikan.

4) Perasaan depresi yang umum pada periode pasca bencana, terutama jika

ada telah kerugian besar dan kehancuran, dan karena itu menjadi jelas

bahwa pemulihan rumit dan mungkin memakan waktu lama. Ini mungkin

bergabung menjadi depresif, terutama bagi mereka yang telah memiliki

episode sebelumnya, atau rentan dari kehilangan atau trauma atau

dislokasi. Pengobatan yang tepat dapat melibatkan konseling kognitif-

perilaku atau interpersonal yang difokuskan, ditargetkan untuk kebutuhan

individu, dan jika berat, obat antidepresan.

Page 34: Bab II Bencana

37

5) Kecemasan masalah seperti kekhawatiran terkait dengan pengingat juga

dapatmengembangkan, dan akan membutuhkan terapi perilaku jika

mereka tidak puas. Penggunaan narkoba Masalah juga mungkin timbul

pada periode pasca bencana, dan biasanya mewakili cara mencoba untuk

berurusan dengan tingkat kecemasan tinggi atau gairah. Ini harus dikelola

bersama pengobatan tekanan yang mendasari atau gejala.

6) Gejala umum dan terus- menerus jelas kesusahan, dan gejala somatik

dapat menyebabkan presentasi sering untuk sistem perawatan kesehatan,

dan khususnya untuk umum praktisi. Sebuah cek kesehatan penuh adalah

penting dan sejarah hati dapat membantu untuk menghubungkan mereka

dengan pengalaman bencana. Kesadaran ini mungkin memfasilitasi

pemulihan, atau konseling difokuskan mungkin diperlukan. Ini harus

mencatat bahwa hasil yang merugikan kesehatan fisik juga mungkin

akibat dari Pengalaman bencana. Ini tepat harus dinilai dan dikelola

sebagai baik.

7) Kelompok yang muncul secara spontan (misalnya self-help) atau yang

dikoordinasikan profesional dapat bermanfaat bagi orang-orang yang

mendapatkan manfaat dari berbagi pengalaman dan mengembangkan

jaringan dukungan dengan 'orang lain yang telah melalui hal yang sama

8) Pengakuan dari apa yang orang-orang yang mengalami bencana telah

melalui dapat membantu mereka dalam memiliki penderitaan mereka

diakui dan dipandang sebagai mendukung. Masyarakat luas, sekolah dan

tempat kerja dapat membantu dalam hal ini. 'Duka' kepemimpinan dan

pengakuan kebutuhan oleh politik dan tokoh masyarakat dapat sangat

membantu, lebih jadi jika emosional dukungan disediakan. Janji restitusi

sering diberikan pada fase awal tetapi tidak harus dilakukan jika mereka

tidak dapat disimpan.

Page 35: Bab II Bencana

38

9) Bencana melibatkan seluruh masyarakat dan sistem sosial untuk lebih

besar atau derajat lebih rendah. Ini mungkin berarti bahwa ada dampak

yang lebih luas pada organisasi masyarakat. Kadang-kadang ini adalah

positif dan membantu dalam menyelesaikan pengalaman dan bergerak

maju. Pada saat saat lain mungkin ada kambing hitam dan tingkat

kerusakan masyarakat. Dukungan bagi para pemimpin, kesempatan untuk

keterlibatan masyarakat dalam pemulihan sendiri, dan masyarakat

pembaharuan dan tanda peringatan dapat membantu. Pada fase akut

sering ada positif respon disebut periode bulan madu tetapi ini dapat

memberikan cara untuk Kekecewaan yang menciptakan tekanan

tambahan melalui periode panjang pemulihan, dan mungkin bahkan lebih

sulit untuk menyesuaikan diri daripada kejadian akut.

10) Ekspektasi pemulihan dan dukungan untuk ini harus memungkinkan

individu untuk bergerak dari apa yang telah terjadi, dengan pengakuan

bahwa hal itu tidak akan dilupakan, dan tidak bisa dibatalkan, tetapi

akhirnya akan dimasukkan sebagai bagian dari pengalaman di masa lalu.