bab ii kajian pustaka · 2017. 4. 20. · 6 bab ii kajian pustaka . 2.1 kajian teori . bagian...

17
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan hasil belajar. Juga dikaji teori-teori tentang IPA serta hasil-hasil penelitian yang relevan sebelumnya dan dari semuanya disusun sebuah hipotesis tentang penelitian ini. 2.1.1 Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau sains yang semula dari bahasa Inggris ‘science’ (Trianto, 2010:136). Menurut Jujun Suriasumantri (Trianto, 2010:162) dalam perkembangan science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meskipun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Oleh karena itu dalam menjelaskan hakikat fisika, pengertian IPA dipahami terlebih dahulu.IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati (Kardi dan Nur dalam Trianto 2010:136). Menurut Wahyana (Trianto, 2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Definisi-definisi IPA yang telah dikemukakan para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan isinya baik makhluk hidup maupun benda mati.

Upload: others

Post on 15-Mar-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery

Learning serta keaktifan dan hasil belajar. Juga dikaji teori-teori tentang IPA serta

hasil-hasil penelitian yang relevan sebelumnya dan dari semuanya disusun sebuah

hipotesis tentang penelitian ini.

2.1.1 Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan

atau sains yang semula dari bahasa Inggris ‘science’ (Trianto, 2010:136). Menurut

Jujun Suriasumantri (Trianto, 2010:162) dalam perkembangan science sering

diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meskipun

pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi. IPA mempelajari

alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan

di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati

dengan indera. Oleh karena itu dalam menjelaskan hakikat fisika, pengertian IPA

dipahami terlebih dahulu.IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat,

baik makhluk hidup maupun benda mati (Kardi dan Nur dalam Trianto 2010:136).

Menurut Wahyana (Trianto, 2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu

kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya

secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya

ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap

ilmiah.

Definisi-definisi IPA yang telah dikemukakan para ahli tersebut, maka dapat

disimpulkan yang dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah ilmu yang

mempelajari tentang bumi dan isinya baik makhluk hidup maupun benda mati.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

7

2.1.1.1 Hakikat IPA di SD

Hakikatnya IPA dapat dipandang dari segi proses, produk dan

pengembangan sikap.

1) IPA Sebagai Pemupukan Sikap

Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1991: 7) berpendapat bahwa

setidak-tidaknya ada sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada

anak usia Sekolah Dasar, yaitu:

a. Sikap ingin tahu (curiousity)

Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini maksudnya adalah

suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari

objek yang diamatinya. Kata benar di sini artinya rasional atau masuk

akal dan objektif atau sesuai dengan kenyataan.

b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)

Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru bertitik tolak dari

kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin

tahu itu tidaklah bersifat mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau

tentative. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir maupun

keterbatasan pengamatan pancaindera manusia untuk menetapkan suatu

kebenaran.Jadi, jawaban benar yang mereka peroleh itu sebatas pada

suatu “tembok ketidaktahuan”. Sikap anak usia Sekolah Dasar seperti

itu dapat dipupuk dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan

langsung pada objek-objek yang terdapat di lingkungan sekolah.

c. Sikap kerja sama (cooperation)

Yang dimaksud kerjasama disini adalah untuk memperoleh

pengetahuan yang lebih banyak. Seorang yang bersikap cooperative ini

menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih

banyak dan lebih sempurna daripada apa yang ia miliki. Oleh karena

itu, untuk meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan

kerjasama dengan orang lain. Kerjasama ini dapat juga bersifat

berkesinambungan. Anak usia Sekolah Dasar perlu dipupuk sikapnya

untuk dapat bekerjasama satu dengan yang lain kerjasama itu dapat

dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun diskusi untuk

menarik suatu kesimpulan hasil observasi.

d. Sikap tidak putus asa (perseverance)

Tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang

mengalami kegagalan dalam upaya menggali ilmu dalam bidang IPA

agar tidak putus asa.

e. Sikap tidak berprasangka (open-mindedness)

IPA mengajarkan siswa untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua

kriteria, yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor

objektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi

beprasangka. Sikap berprasangka dapat dikembangkan secara dini

kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen

dalam mencari kebenaran ilmu.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

8

2) IPA sebagai Proses

Proses yang dimaksud disini adalah proses mendapatkan IPA. Proses IPA

tidak lain adalah metode ilmiah. Untuk anak usia SD, metode ilmiah

dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa

pada akhirnya akan berbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD

dapat melakukan penelitian sedarhana. Adapun tahapan pengembangannya

disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen yang

meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4) prediksi, (5) hipotesis,

(6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8)

inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi.

2.1.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Permendiknas No. 22 tahun 2006 ruang lingkup mata pelajaran IPA

meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1 Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2 Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan

gas.

3 Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4 Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-

benda langit lainnya.

2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Permendiknas No. 22 tahun 2006, ada tujuh tujuan mata pelajaran IPA,

yaitu:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkaan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

9

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.2 Pengertian Hasil Belajar

Purwanto (2009:46) hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik

akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan

atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar

seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang

menguasai bahan yang sudah diajarkan. Sejalan dengan hal tersebut Sudjana

(2009: 22) mengemukakan hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki

siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009: 43)

menyatakan, bahwa hasil belajar berupa :

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan-pengetahuan

dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon

secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak

memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan

aturan.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,

kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip

keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan

aktivitas kognitif bersifat khas.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah

dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak

jasmani.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

10

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merpakan kemampuan

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Disimpulkan bahwa melalui pengalaman belajar siswa mengalami

perubahan tingkah laku. Adapun perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar

meliputi tiga domain, yaitu kognitif, efektif, dan psikomotor, (Heri, 2012:5).

Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono, 2009: 44) hasil belajar mencakup

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.Domain kognitif adalah

knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,

meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,

menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,

membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah

receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),

organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik

meliputi initiatory, pre-rautine, dan rauntinized. Psikomotor juga mencakup

keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom (dalam Agus Suprijono 2009:56)

secara garis besar sebagai berikut:

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.

b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasilbelajar keterampilan dan

kemampuan bertindak.

Uraian klasifikasi hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya, dimana kemampuan itu terjadi pada aspek kognitif afektif

dan psikomotorik. Setiap individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa

yang telah dipelajari. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada setiap

individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga

untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan

penghargaan dalam diri seseorang yang belajar. Mesikpun demikian, dalam

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

11

penelitian hasil belajar lebih dibatasi pada aspek kognitif, dimana hasilnya di ukur

melalui pemberian tes setelah diberikan tindakan tiap siklus.

2.1.3 Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat atau sibuk. Kata keaktifan

juga bisa berarti dengan kegiatan dan kesibukan. Terkait dalam pembelajaran,

keaktifan diartikan bahwa pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar

peserta didik dapat aktif jasmani maupun rohani. Sejalan dengan hal tersebut,

Sardiman (2001: 98) menyatakan, bahwa belajar adalah kegiatan yang bersifat

fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang

tidak dapat dipisahkan.Rachman Natawijaya (Depdiknas, 2005:31) menyatakan,

bahwa belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan

keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh

hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Keaktifan juga dapat diukur dan dianalisis seperti halnya dengan hasil

belajar. Dalam menganalisis tentang keaktifan terdapat beberapa indikator yang

dapat menjadi pedoman dalam pengukuran keaktifan. Indikator keaktifan siswa

dapat dilihat dari kriteria berikut ini (1) perhatian siswa terhadap penjelasan guru;

(2) kerjasamanya dalam kelompok; (3) kemampuan siswa mengemukakan

pendapat dalam kelompok; (4) memberi kesempatan berpendapat kepada teman

dalam kelompok; (5) mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat; (6)

memberi gagasan yang cemerlang; (7) membuat perencanaan dan pembagian

kerja yang matang; (8) keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain;

(9) memanfaatkan potensi anggota kelompok; serta (10) saling membantu dan

menyelesaikan masalah (Ardhana, 2009: 2).

Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan keaktifan dalam belajar adalah

mengaktifkan siswa secara fisik, namun dalam hal tersebut tidak hanya fisiknya

saja tetapi juga merujuk pada kemampuan berpikir siswa, mental dan emosional

peserta didik dalam proses pembelajaran.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

12

2.1.4 Pengertian Metode Pembelajaran

Metode merupakan salah satu strategi atau cara yang digunakan oleh guru

dalam proses belajar mengajar yang bertujuan yang hendak dicapai, semakin tepat

metode yang digunakan oleh seorang guru maka pembelajaran akan semakin baik.

Sudjana (1988:76) menyatakan, bahwa metode mengajar adalah cara yang

dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat

berlangsungnya pengajaran. Terkait dengan hal tersebut Sutomo (1993:155) juga

menyatakan, bahwa metode mengajar adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan

pengajaran yang ingin dicapai, sehingga semakin baik penggunaan metode

mengajar semakin berhasillah pencapaian tujuannya, artinya apabila guru dapat

memilih metode yang tepat yang disesuaikan dengan bahan pengajaran, murid,

situasi kondisi, media pengajaran maka semakin berhasillah tujuan pengajaran

yang ingin dicapai.

a. Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Metode pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning

merupakan metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa

sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya

tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran

discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian

rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui

proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan

pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik

kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan

pengajaran perorangan, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi.

Makanya, siswa harus berperan aktif di dalam belajar. Peran aktif anak dalam

belajar ini diterapkan melalui cara penemuan. Discovery yang dilaksanakan siswa

dalam proses belajarnya diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.

Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti,

menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

13

kesimpulan, dan sebagainya. Dengan teknik tersebut, siswa menemukan sendiri

atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberi

instruksi. Dengan demikian, pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran

yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat,

dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar

sendiri.

Budiningsih (2005: 87) metode discovery learning adalah memahami

konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada

suatu kesimpulan. Discovery sendiri terjadi apabila individu terlibat, terutama

dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan melalui proses mental,

yakni, observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferi.

b. Tujuan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Menurut Bell (1978: 155), beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran

dengan penemuan, yaitu sebagai berikut :

1) Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara

aktif dalam pembelajaran.

2) Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan

pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak

meramalkan (extrampolate) informasi tambahan yang diberikan.

3) Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak

rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi

yang bermanfaat dalam menemukan.

4) Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara

kerja bersama yang efektif, saling memberi informasi, serta

mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.

5) Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan-

keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari

melalui penemuan lebih bermakna.

6) Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam

beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan

diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

c. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Menurut Syah (2004: 244) tahapan dalam pembelajaran yang menerapkan

Discovery Learning ada 6, yakni:

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

14

1) Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Rangsangan)

Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan

pertanyaan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi atas

pertanyaan tersebut supaya timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di

samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM denga nmengajukan

pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang

mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan tahap stimulasi, langkah selanjutya adalah guru

memberikan kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak

mungkin solusi-solusi masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis

(jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Permasalahan yang dipilih itu

selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni

pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

3) Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada

para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang

relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244).

Tahap pengumpulan data ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau

membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian siswa diberi

kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang

relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan

narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari

tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang

berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara

tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang

telah dimiliki.

4) Data Processing (Pengolahan Data)

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,

semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

15

dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan

tertentu (Djamarah, 2002:22). Pengolahan data disebut juga dengan

pengkodean/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan

generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan

baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat

pembuktian secara logis.

5) Verification (Pembuktian)

Tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan

temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data. Menurut

Bruner tahap verification bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan

baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-

contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan

dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah

dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah

terbukti atau tidak.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi

(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-

prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa

harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya

penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas

yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan

dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

16

d. Kelemahan dan Kelebihan Metode Penemuan (Discovery Learning)

1) Kelebihan Metode Discovery Learning

Artikel The Act of Discovery, di dalamnya Bruner menyebutkan ada

beberapa keuntungan jika suatu bahan dari suaru mata pelajaran disampaikan

dengan menerapkan pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada discovery

learning, yaitu (Bruner,1969: 112) :

a) Adanya suatu kenaikan dalam potensi intelektual.

b) Ganjaran intrinsik lebih ditekankan dari pada ekstrinsik.

c) Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu

menguasai metode discovery learning.

d) Murid lebih senang mengingat-ingat materi.

Selain yang dijelaskan Bruner tersebut, Ausubel dan Robinson (1969: 171)

juga mengemukakan keuntungan-keuntungan dari penerapan metode discovery .

a) Discovery mempunyai keuntungan dapat mentransmigrasikan suatu konten

mata pelajaran pada tahap operasi-operasi konkret. Terwujudnya hal ini

apabila pelajar mempunyai segudang informasi sehingga ia dapat secara

mudah menghubungkan konten baru yang disajikan dalam bentuk expository.

b) Discovery dapat dipergunakan untuk mengetes meaning fulness (keberartian)

belajar. Tes yang dimaksudkan hendaklah mengandung pertanyaan kepada

pelajar untuk menggenerasi hal-hal (misalnya konsep-konsep) untuk

diaplikasikan.

c) Belajar discovery perlu dalam pemecahan problem atau masalah jika

diharapkan siswa-siswa mendemonstrasikan apakah mereka telah memahami

metode-metode pemecahan problem yangtelah mereka pelajari.

d) Transfer dapat ditingkatkan bila generalisasi-generalisasi telah ditemukan oleh

pelajar dari pada diberikan kepadanya dalam bentuk final.

e) Menggunakan discovery mungkin mempunyai efek-efek superior dalam

menciptakan motivasi bagi pelajar. Hal ini dikarenakan belajar discovery

sangat dihargai oleh masyarakat kontemporer.

2) Kelemahan Metode Discovery Learning

Suryosubroto (2002: 98) mengemukakan beberapa kelemahan dalam

penerapan metode Discovery Learning, yaitu :

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

17

a) Penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai dan menimbulkan

perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai.

b) Kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak.

c) Memerlukan waktu yang relatif banyak.

d) Karena biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, hasil

pembelajaran dengan metode ini selalu mengecewakan;

e) Kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan karena yang lebih

diutakan adalah pengertian;

f) Fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, kemungkinan tidak ada;

g) Tidak memberi kesempatan untuk berpikir kreatif dan tidak semua pemecahan

masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

Mencermati kelemahan-kelemahan tersebut maka dapat disusun solusi

untuk mengatasi kelemahan dari metode Discovery Learning, yang dijabarkan

sebagai berikut.

a) Guru selalu memantau dan membimbing siswa supaya seluruh siswa dapat

berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran sepeti diskusi dan tanya

jawab.

b) Guru harus memberi batasasan waktu ketika siswa mengerjakan soal maupun

melakukan kegiatan kelompok, sehingga sesuai dengan alokasi waktu yang

direncanakan.

c) Guru dapat memberikan motivasi kepada siswa berupa memberi pujian atau

penghargaan agar siswa tertarik mengikuti pembelajaran.

d) Kegiatan penemuan pada metode discovery learning dapat dirancang dengan

kegiatan kelompok sehingga membantu siswa dalam mengembangkan

keaktifan siswa dan sikap sosial pada diri siswa.

e) Guru dapat mengajukkan pertanyaan untuk mengevaluasi temuan siswa dan

dikaitkan dengan permasalahan lain sehingga siswa memiliki ruang untuk

mengembangkan ide-ide sekaligus melatih siswa untuk berpikir kritis.

Pemaparan kelemahan dan kelebihan dari metode discovery learning serta

solusi untuk mengatasi kekurangan dari metode discovery learning memberikan

acuan untuk penyusunan rancangan pembelajaran, sehingga dapat diatasi kendala-

kendala yang mungkin timbul saat pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan

metode discovery learning.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

18

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini yakni yang

menerapkan metode discovery learning adalah penelitian yang dilakukan oleh

Tiarani Cita (2013) dari Program Studi Pendidikan Guru Seklah Dasar FIP

Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul penelitian “Penerapan Metode

Discovery Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SD Pada Mata Pelajaran

Matematika Materi Pokok Bangun Ruang (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV

SDN Barunagri Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)”. Penelitian ini

dilatar belakangi rendahnya nilai hasil Ujian Tengah Semester 2 mata pelajaran

matematika, hal ini ditandai nilai KKM masih mencapai 34,44, padahal target

yang diharapkan 65, demikian pula cara guru melaksanakan pembelajaran masih

bersifat konvensional yaitu hanya menggunakan metode ceramah. Penelitian ini

ditujukan pada penggunaan metode discovery dalam pembelajaran matematika

materi pokok Bangun ruang. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan

penelitian yang hendak dicapai adalah: (1) memaparkan perencanaan

pembelajaran dengan menerapkan metode discovery dalam pembelajaran

matematika materi pokok bangun ruang untuk meningkatkan hasil belajar siswa

kelas IV (2) memaparkan pelaksanaan pembelajaran matematika materi pokok

bangunruang dengan menerapkan metode discovery untuk meningkatkan hasil

belajar siswa kelas IV, dan (3) memaparkan seberapa besar peningkatan hasil

belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran matematika materi bangun ruang

dengan menerapkan metode Discovery. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengadaptasi model Kemmis

dan Taggart. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV semester II SDN

Barunagri kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat yang berjumlah 45

orang. Hasil penelitian dengan menggunakan metode discovery pada

pembelajaran matematika menunjukkan adanya peningkatan proses pembelajaran,

terlihat siswa aktif dalam penemuannya, demikian pula perolehan nilai siswa

dalam pembelajaran matematika materi pokok Bangun Ruang mengalami

peningkatan. Pada siklus pertama nilai rata-rata siswa mencapai 66,15 atau

sebanyak 55,56% siswa yang mencapai nilai KKM. Pada siklus kedua mengalami

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

19

peningkatan dengan nilai rata-rata mencapai 74,72atau sebanyak 71,12% siswa

yang mencapai nilai KKM. Pada siklus ketiga mengalami peningkatan dengan

nilai rata-rata mencapai 77,22atau sebanyak 82,22% siswa yang mencapai nilai

KKM. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan

metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

matematika dengan materi pokok Bangun Ruang. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut, ada beberapa saran yang hendak disampaikan, antara lain: (1) guru

diharapkan agar memperluas jangkauan penelitian dengan menerapkan metode

discovery dan diharapkan mencoba menerapkan metode discovery di berbagai

materi dan mata pelajaran juga kelas yang berbeda agar mengetahui keberhasilan

lain yang akan didapat dan untuk meningkatkan kualitas pembalajaran di sekolah,

(2) kepala sekolah agar selalu memberikan fasilitas yang diperlukan sehingga

diharapkan guru dapat lebih konsen dan optimal dalam kegiatan belajar mengajar.

Penelitian lainnya yang telah berhasil dilakukan adalah penelitian yang

dilakukan oleh Ina Azariya Yupita (2013) PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya

yang telah melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran

Discovery Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Di Sekolah Dasar. Penelitian

ini berawal dari rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Surabaya. Hal inilah

yang melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian dengan menggunakan

model pembelajaran discovery. Model Pembelajaran discovery merupakan suatu

model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan

konstruktivisme. Model ini menekankan pada pentingnya pemahaman terhadap

suatu konsep dalam pembelajaran melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam

proses pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas

guru dan siswa yang diamati oleh dua observer, untuk mengetahui hasil belajar

siswa ,serta kendala-kendala yang dihadapi siswa pada saat pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran discovery di kelas IV SDN Surabaya. Jenis

penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan

metode deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN

Surabaya dengan jumlah 36 orang siswa. Teknik pengumpulan data yang yang

digunakan adalah observasi untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa, tes untuk

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

20

mengetahui hasil belajar siswa, serta wawancara untuk mengetahui kendala-

kendala yang dihadapi pada saat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran discovery. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan model discovery dapat meningkatkan

aktivitas guru dan siswa serta hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari hasil

pengamatan yang diperoleh pada tiap siklusnya. Pada siklus I, aktivitas guru

mencapai 78,57%, aktivitas siswa 66,07%, dan hasil belajar siswa 63,89%. Pada

siklus II, aktivitas guru mencapai 83,9%, aktivitas siswa 78,6%, dan hasil belajar

siswa 77,77%. Dan pada siklus III, aktivitas guru mencapai 91,07%, aktivitas

siswa 87,5%, dan hasil belajar siswa 94,44%. Maka dapat disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran discovery yang dilaksanakan dalam pembelajaran

IPS pada materi perkembangan teknologi dapat meningkatkan aktivitas guru,

aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Surabaya.

Hasil penelitian di atas diketahui bahwa metode pembelajaran discovery

learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun demikian, berbeda

dengan penelitian sebelumnya, pada penelian ini peneliti akan menggunakan mata

pelajaran IPA. Kemudian penelitian ini tidak hanya berupaya meningkatkan hasil

belajar saja namun juga akan berupaya untuk meingkatkan keaktifan belajar

siswa. Penelitian ini dilakukan secara penelitian tindakan kelas (PTK) pada

waktu,tempat dan subjek yang berbeda pula yakni pada penelitian ini yang

menjadi subjek penelitiannya adalah siswa kelas IV SDN 2 Beran Blora Semester

II Tahun Pelajaran 2015/2016.

2.3 Kerangka Pikir

Diketahui bahwa metode Discovery Learning dirancang untuk mendukung

pembalajaran yang aktif, artinya siswa ikut terlibat dalam kegiatan belajar

mengajar melalui kegiatan penemuan.Sesuai dengan tujuan dari metode Discovery

Learning yang telah dijelaskan sebelumnya yakni melalui kegiatan penemuan

siswa memiliki kesempatan untuk bertatisipasi dalam pembelajaran. Pada

hakikatnya pembelajaran IPA memerlukan suatu kegiatan praktik di mana siswa

mempunyai pengalaman belajar langsung untuk menemukan konsep serta mampu

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

21

menghubungkan materi ajar dengan lingkungan sekitar. Mencermati karakteristik

pembelajaran IPA tersebut maka metode Discovery Learning merupakan salah

satu model yang merancang adanya kegiatan praktik yakni dengan kegiatan

penemuan sehingga mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.

Kondisi yang mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran akan

mampu meningkatnya keaktifan belajar siswa. Adanya kegiatan penemuan dalam

Discovery Learning merupakan wadah bagi siswa untuk dapat menemukan

konsep dari apa yang mereka pelajari melalui cara mereka sendiri, hal tersebut

akan memudahkan siswa untuk memahami materi yang sedang mereka pelajari.

Kondisi di mana siswa menjadi aktif dalam mengikuti pembelajaran akan

membantu siswa untuk membangun konsep dari materi ajar sehingga akan

berdampak pada hasil belajar. Penguasaan konsep yang matang pada akhirnya

akan meningkatkan hasil belajar belajar siswa.

Keaktifan belajar siswa sangat penting untuk ditingkatkan karena dengan

keaktifan dalam belajar sangat berpengaruh pada hasil belajar yang akan diperoleh

siswa dan penentu keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar yang baik.

Siswa kelas IV SDN 2 Beran Blora pada pra siklus di ketahui memiliki keaktifan

dan hasil belajar IPA yang masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya respon

dan keseriusan siswa dalam mengikuti mata pelajaran karena dalam proses

pembelajaran siswa jarang diikutsertakan guru untuk aktif dalam pembelajaran,

siswa hanya menjadi pendengar yang baik dan hanya mendengar penjelasan serta

menunggu pertanyaan yang diberikan oleh guru dan dalam pembelajaran siswa

hanya tahu dari buku saja tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari tanpa

melibatkan untuk mencari tahu sendiri apa yang belum mereka ketahui

sebenarnya dalam pembelajaran IPA.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2017. 4. 20. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bagian kajian teori ini akan membahas mengenai metode Discovery Learning serta keaktifan dan

22

Kerangka Pikir

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga metode pembelajaran

discovery learning dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa

kelas IV di SDN 2 Beran Blora Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.

Keaktifan dan Hasil

belajar IPA siswa

rendah di bawah

KKM ≥ 70

Kegiatan

Awal

Guru

menggunakan

metode ceramah

,tanya jawab

Siklus I :Keaktifan

siswa dan Hasil

belajar IPA siswa

meningkat namun

belum seluruhnya

Guru

menggunakan

metode Discovery

Learningdalam

pembelajaran IPA

Tindakan

Siklus II :Keaktifan

siswa dan Hasil

belajar IPA siswa

tuntas secara

menyeluruh.

Melalui metode Discovery

Learning dapat meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar IPA

pada siswa kelas IV SDN 2

Beran Blora Semester II tahun

pelajaran 2015/ 2016

Kondisi

Akhir