bab ii kajian pustaka · 2017. 4. 27. · 10 alam dan penerapannya. ketiga, aspek sikap yaitu...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori berisi tentang kajian atau pendapat para ahli yang mendukung
penelitian ini. Beberapa ahli mengkaji objek yang sama namun terkadang
memiliki pandangan yang berbeda. Kajian teori ini membahas tentang hakikat
pembelajaran IPA, model Group Investigation berbantu media realia serta hasil
belajar.
2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu pengetahuan alam untuk selanjutnya disingkat IPA menurut
Samatowa (2010: 3) adalah ilmu yang mempelajari peristiwa atau gejala alam
yang disusun secara sistematis dengan berdasarkan pada hasil percobaan dan
pengamatan manusia. IPA memiliki ciri khusus mempelajari fenomena alam yang
faktual (factual) dan hubungan sebab akibatnya (Wisudawati dan Sulistyowati,
2014: 22).
Selanjutnya Trianto (2013: 141) menyatakan bahwa hakikat IPA adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses
ilmiah yang dibangun dengan dasar sikap ilmiah dan menghasilakan produk
ilmiah. Tiga komponen penting dalam produk ilmiah adalah berupa konsep,
prinsip dan teori yang berlaku secara universal.
Berdasarkan paparan tentang IPA, dapat dikaji bahwa IPA merupakan
ilmu yang mempelajari tentang peristiwa atau gejala alam yang didapat melalui
proses ilmiah dan dibangun dengan sikap ilmiah serta menghasilkan produk
ilmiah. IPA mempelajari fenomena alam yang bersifat faktual untuk
menghasilkan konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara umum.
Jacobson dan Bergman (dalam Susanto, 2013: 170) menjelaskan lima
karakteristik IPA yaitu yang pertama IPA adalah kumpulan konsep, prinsip, hukum
dan teori. Kedua proses ilmiah meliputi fisik dan mental serta mencermati fenomena
10
alam dan penerapannya. Ketiga, aspek sikap yaitu keteguhan hati, keingintahuan,
dan ketekunan. Keempat, IPA hanya membuktikan sebagian saja. Kelima yaitu
kebenaran dalam IPA bersifat subjektif.
Berdasarkan karakteristik IPA, dapat dikaji bahwa IPA merupakan ilmu
pengetahuan yang terdiri dari kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori. IPA
dipelajari dengan menggunakan serangkaian proses ilmiah yang meliputi fisik dan
mental serta mencermati fenomena atau gelaja alam yang terjadi beserta
penerapannya.
Aspek sikap yang dibangun dalam mempelajari IPA adalah keteguhan hati,
keingintahuan, dan ketekunan. Aspek sikap yang telah disebutkan haruslah muncul
saat seseorang mempelajari IPA melalui serangkaian proses ilmiah. Segala sesuatu
yang dipelajari dalam IPA tidak dapat membuktikan semua, namun hanya sebagian
saja. Kebenaran yang yang dibuktikan dalam IPA bersifat subjektif bukan objektif.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2007) dinyatakan bahwa
hakikat pembelajaran IPA di SD berubungan dengan cara mempelajari alam
secara sistematis. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan namun
juga didasarkan pada proses penemuan dan pemberian pengalaman belajar
langsung.
Samatowa (2010: 2) memaparkan bahwa pembelajaran IPA di SD
hendaknya dapat memupuk rasa ingin tahu siswa secara alamiah, sehingga siswa
dapat mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan
fakta serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus pengajarannya dapat
menumbuhkan minat dan pengembangan anak terhadap dunia tempat mereka
hidup.
Jadi pembelajaran IPA di SD seharusnya membekali keterampilan proses
siswa dalam mempelajari sesuatu secara ilmiah. Guru dapat memupuk rasa ingin
tahu siswa secara alamiah melalui penyelidikan atau penemuan. Selain itu
memberikan pengalaman belajar langung agar siswa dapat belajar secara lebih
konkret.
Fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip yang dipelajari diperoleh
menggunakan proses ilmiah. Guru perlu memilih model pembelajaran yang tepat
11
sehingga dapat mendorong siswa untuk melakukan proses inkuiri atau penemuan
serta memberikan pengalaman belajar langsung.
Ada beberapa alasan yang mendasari mata pelajaran IPA dimasukkan
dalam kurikulum SD. Dalam buku “Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar”,
Samatowa (2013) mengemukakan alasan pentingnya mata pelajarana IPA
diajarkan di sekolah dasar menjadi empat golongan.
Pertama, IPA berfaedah atau berguna bagi suatu bangsa, IPA merupakan
dasar bagi perkembangan teknologi sehingga banyak berpengaruh terhadap
pembangunan suatu bangsa. Kedua, IPA merupakan suatu mata pelajaran yang
memberikan kesempatan untuk berpikir kritis, jika diajarkan dengan cara yang
tepat seperti dengan mendorong siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya.
Ketiga, IPA bukan mata pelajaran yang bersifat hapalan jika diajarkan
dengan percobaan yang dilakukan sendiri oleh siswa. Keempat, IPA memiliki
nilai-nilai pendidikan yang memiliki potensi membentuk kepribadian anak secara
keseluruhan melalui proses belajar secara ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah
seperti keingintahuan, ketekunan, teliti, jujur dan objektif terhadap fakta.
Sedangkan untuk tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI dijelaskan dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya;
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat;
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar
memecahkan masalah dan membuat keputusan;
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MI.
12
Pembelajaran IPA di SD dapat membekali kemampuan kognitif dengan
memberikan bekal pengetahuan dan konsep IPA serta kemampuan siswa untuk
berpikir kritis. Kemampuan kognitif dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-
hari dan menjadi bekal bagi siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
selanjutnya.
IPA juga dapat berdampak baik terhadap perkembangan aspek afektif
siswa. Sikap spiritual yaitu meyakini dan menghargai segala alam dan isinya
sebagai ciptaan Tuhan dapat diperoleh melalui pembelajaran IPA. Selain itu sikap
ilmiah dalam mempelajari IPA juga diharapkan terus tumbuh dengan baik pada
diri siswa.
Aspek keterampilan dalam IPA seperti keterampilan proses dapat menjadi
bekal bagi siswa. Melalui proses penyelidikan terhadap alam sekitar, siswa belajar
memecahan masalah dan mengambilan keputusan yang kelak berguna dalam
kehidupan sehari-hari siswa.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2007) dijelaskan ruang
lingkup IPA untuk SD/MI yang pertama yaitu makhluk hidup dan proses
kehidupannya yang mencakup manusia, hewan, tumbuhan dan proses interaksinya
dengan lingkungan, selain itu juga tentang kesehatan. Kedua, wujud benda (cair,
padat, gas) beserta sifat dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, macam-macam energi dan perubahannya yang meliputi: gaya,
bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. Keempat, bumi dan
alam semesta yang meliputi: tanah, bumi, tata surya serta benda-benda langit
lainnya.
Ruang lingkup IPA menjadi acuan dalam pengembangan materi pokok
pembelajaran. Berdasarkan materi pokok dapat ditentukan kompetensi yang akan
dicapai. Kompetensi dijabarkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Pada penelitian ini diambil standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran IPA kelas 5 semester II yang disajikan dalam Tabel 2.1.
13
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 5 Sekolah
Dasar Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 Kurikulum KTSP
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami perubahan yang terjadi di alam
dan hubungannya dengan penggunaan
sumber daya alam.
7.1 Mendeskripsikan proses
pembentukan tanah karena
pelapukan.
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah.
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Joyce dan Weil (dalam Rusman, 2013: 133) menjelaskan bahwa
model pembelajaran sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan guru untuk
merancang pembelajaran jangka panjang (kurikulum) dan bahan-bahan yang
diperlukan dalam pembelajaran serta pedoman pelaksanaan pembelajaran.
Jadi dapat dikaji bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola atau
perencanaan suatu pembelajaran yang menjadi pedoman bagi guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Model pembelajaran menjadi hal yang penting bagi
guru ketika merencanakan pembelajaran. Terdapat banyak model pembelajaran
yang dapat dipilih guru salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif.
Rusman (2013) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai bentuk
pembelajaran dengan membentuk siswa pada suatu kelompok yang
beranggotakan 4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen. Jadi,
pembelajaran kooperatif menekankan pada pembelajaran secara berkelompok
dalam menyelesaikan suatu tugas.
Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tipe. Salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang dapat membantu siswa dalam bekerjasama dengan
anggota kelompok tetapi juga dapat mendorong siswa untuk menemukan dengan
cara penyelidikan seperti yang seharusnya dalam proses pembelajaran IPA
adalah tipe Group Investigation.
Group Investigation merupakan gagasan seorang filsuf dari Amerika
Serikat yaitu John Dewey. Group Investigation kemudian pertama kali di
kembangkan menjadi sebuah model pembelajaran oleh Herbert Thelen dan
selanjutnya oleh Yeal Sharan dan Shlomo Sharan dari Universitas Tel Aviv.
14
Thelen mengembangkan investigasi kelompok dengan berusaha untuk
mencampurkan bentuk strategi pengajaran dengan dinamika proses demokrasi
serta proses akademik yang berupa penelitian (Joyce dkk., 2009: 315). Proses
demokrasi dikembangkan melalui pelibatan siswa secara aktif dalam
memperoleh pengetahuan melalui penyelidikan.
Dalam artikel “Group Investigation Expands Cooperative Learning” tahun
1989, Yeal Sharan dan Shlomo Sharan menyatakan bahwa kelompok investigasi
menjadi sarana yang efektif untuk mendorong dan membimbing keterlibatan
siswa dalam pembelajaran, yaitu siswa mengambil peran yang penting dalam
merencanakan apa dan bagaimana yang akan di pelajari.
Selain itu, Kurniasih dan Sani (2015: 71) juga menyatakan bahwa Group
Investigation memiliki fokus pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari
atau menemukan sendiri materi yang akan dipelajari. Hal serupa juga
diungkapkan Mitchell dkk (2008: 389) bahwa Group Investigation
memungkinkan siswa bukan hanya sebagai penerima namun terlibat langsung
dalam memperoleh pengetahuan.
Berdasarkan paparan mengenai Group Investigation, dapat dikaji bahwa
Group Investigation merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif
yang berfokus pada keterlibatan siswa secara akitf. Siswa terlibat dalam
perencanaan penyelidikan yaitu memilih topik dan menentukan cara
penyelidikan serta sumber yang digunakan.
Melalui Group Investigation, siswa tidak hanya terlibat secara aktif dalam
pembelajaran melalui proses demokrasi yang diciptakan dalam kelas namun
siswa juga membangun pengetahuannya melalui penemuan dalam proses
penyelidikan kelompok. Hal ini sangatlah tepat untuk diterapkan dalam
pembelajaran IPA yang membutuhkan keterampilan proses melalui penemuan.
Dalam pembelajaran investigasi kelompok, guru memiliki peran sebagai
konselor, konsultan dan pemberi kritik yang ramah. Guru harus mampu
membimbing kelompok karena mungkin siswa akan kesulitan dalam proses
penyelidikan serta guru juga harus mampu merefleksikan pengalaman yang
didapat kelompok dalam belajar (Joyce dkk., 2009).
15
Berdasarkan pendapat pakar dapat dikaji bahwa guru memiliki peran yang
penting dalam pelaksanaan Group Investigation. Guru berperan sebagai konselor
atau konsultan bagi siswa yang bertugas untuk memberikan bimbingan dan
arahan pada siswa dalam pembelajaran. Guru harus mambu membimbing dan
membantu jika siswa merasa kesulitan dalam mnegerjakan tugas yang diberikan.
Terkait dengan pengaruh terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran,
beberapa pakar melaporkan temuan tentang pengaruh dari penerapan Group
Investigation dalam pembelajaran. Penjelasan para pakar ini mendukung
diterapkannya Group Investigation sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Group Investigation mampu membendung dan mengatasi semua masalah
akademik (Joyce dkk., 2009) serta dapat meningkatkan motivasi intrinsik siswa
serta memperbesar interdependensi positif yang berkembang dalam belajar
kelompok (Sharan, 2014). Selain itu dapat meningkatkan aspek keterampilan
sosial dan kognitif seperti yang dilaporkan dalam penelitian Agada (Mitchell
dkk., 2008).
Berdasarkan pendapat pakar dapat dikaji bahwa Group Investigation
memiliki pengaruh positif dalam pembelajaran. Group Investigation dapat
diterapkan pada kelas yang memiliki permasalahan akademik untuk dapat
mengatasi permasalahan yang terjadi bahkan dapat diterapkan untuk
membendung atau mencegah permasalahan akademik muncul di dalam kelas.
Group Investigation dapat meningkatkan motivasi intrinsik siswa dalam
belajar karena siswa diberikan kesempatan untuk belajar sesuai dengan minatnya
terhadap subttopik tertentu. Selain itu, Group Invstigation dapat meningkatkan
hubungan positif diantara siswa dalam kelompok dalam melakukan penyelidikan
kelompok.
Group Investigation dapat meningkatkan keterampilan sosial dan kognitif
siswa. Keterampilan sosial siswa dapat meningkat dengan adanya hubungan
positif dalam belajar kelompok, siswa berdiskusi dan saling menghargai
pendapat siswa yang lain. Keterampilan kognitif siswa dapat meningkat dengan
16
siswa belajar secara aktif dlam membangun pengetahuannya sendiri melalui
penyelidikan.
Sharan (2014) memaparkan tentang keunikan dari Group Investigation
yang terintegrasi dalam empat fitur atau komponen yang masing-masing fitur
memiliki kontribusi penting. Empat fitur dalam Group Investigation dijelaskan
sebagai berikut :
a) Investigasi
Dalam melaksanakan Group Investigation, kelas dapat dikatakan sebagai
“komunitas penelitian” dan siswa-siswa menjadi para peneliti untuk
menemukan fakta-fakta tentang topik yang dipilih.
b) Interaksi
Group Investigation dapat mendorong terjadinya interaksi antar siswa dalam
pembelajaran, interaksi menjadi sarana penting bagi siswa untuk saling
bertukar gagasan, pengalaman dan pengetahuan satu sama lain serta saling
membantu dalam menyelesaikan tugas.
c) Penafsiran
Informasi yang didapat dari berbagai sumber oleh masing-masing anggota
kemudian diolah dan ditafsirkan oleh siswa. Penafsiran informasi yang
dikumpulkan anggota kelompok dapat meningkatkan kemampuan dalam
menyusun, menegaskan dan mengkonsolidasikan temuan mereka sehingga
membuat pengetahuan yang didapat menjadi lebih bermakna.
d) Motivasi intrinsik
Group Investigation dapat memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran yaitu dalam menentukan apa yang dipelajari dan bagaimana cara
belajarnya. Siswa diberikan kewenangan berdasarkan keingintahuan,
pengetahuan dan perasaaan siswa, sehingga dapat menarik minat pribadi siswa
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
Dalam menerapkan suatu model pembelajaran guru perlu memahami
langkah-langkah atau sintaks model yang dipilih agar dapat diimplementasikan
dengan baik. Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran dengan Group
Investigation menurut Slavin (2010: 218-219):
17
1) Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok, tahap ini
merupakan masalah pengaturan tentang topik-topik yang akan diteliti dan
pengelompokkan siswa.
2) Merencanakan tugas yang akan di pelajari, yaitu siswa merencanakan apa
yang dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya serta pembagian tugas
dalam kelompok.
3) Melaksanakan investigasi, yaitu siswa mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber dan saling bertukar gagasan dengan anggota kelompok serta
mensintesikan hasil temuan mereka.
4) Menyiapkan laporan akhir, yaitu siswa menyiapkan hasil temuan kelompok
dalam sebuah laporan akhir serta merencanakan bagaimana mereka akan
mempresentasikan laporan akhir.
5) Mempresentasikan laporan akhir, yaitu kelompok mempresentasikan laporan
akhir di depan kelas sedangkan kelompok lain menanggapi dan mengevaluasi
presentasi kelompok.
6) Evaluasi, yaitu pemberian umpan balik oleh siswa tentang pengalaman
belajar yang sudah didapat serta guru dan murid bersama-sama mengevaluasi
pembelajaran siswa.
Sejalan dengan yang dikemukakan Slavin tentang langkah-langkah
pembelajaran Group Investigation, Sharan (2014) juga menjelaskan tentang
tahapan implementasi Group Investigation yang terdiri dari enam tahap sebagai
berikut :
1) Kelas menentukan subtema dan menyusunnya dalam penelitian kelompok,
guru bersama siswa menentukan subtema yang akan diselidiki dan
membentuk kelompok penelitian berdasarkan minat siswa pada topik
tertentu.
2) Kelompok merancanakan penelitian mereka dengan memilih subtema yang
akan diselidiki, menentukan sumber yang diperlukan serta membagi tugas
anggota kelompok.
18
3) Kelompok menjelaskan penelitian mereka dengan menemukan informasi,
melaporkan dan mendiskusikan temuan serta mensintesis hasil temuan dalam
suatu laporan.
4) Kelompok merencanakan presentasi mereka dengan memutuskan hasil
temuan yang akan dipresentasikan dan merencanakan bagaimana cara
menyampaikannya di depan kelas.
5) Kelompok menyusun presentasi mereka, guru menentukan jadwal atau
giliran kelompok presentasi, guru dan siswa juga perlu menyiapkan lembar
evaluasi presentasi kelompok.
6) Guru dan siswa mengevaluasi proyek mereka yang didasarkan pada
pengetahuan yang diperoleh serta pengalaman belajar siswa secrara individu
maupun kelompok dalam investigasi.
Berdasarkan paparan para pakar tentang langkah-langkah implementasi
Group Investigation dapat dikaji bahwa dalam menerapkan pembelajaran Group
Investigation terdapat 6 tahapan yang perlu dilakukan. Masing-masing tahapan
menunjukkan kegiatan yang berbeda-beda yang perlu dipahami oleh guru
sehingga dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik.
Tahap pertama adalah menentukan subtopik yang akan diselidiki dan
membentuk siswa dalam kelompok. Dalam tahap ini, guru bersama siswa
mengidentifikasi dan menyepakati subtopik yang akan diselidiki oleh siswa.
Setelah itu, guru mengatur siswa dalam kelompok berdasarkan minat atau
ketertarikannya terhadap subtopik yang telah disepakati.
Tahap kedua adalah penyusunan rencana penelitian yang dilakuakan
siswa dalam kelompok. Siswa merencanakan apa yang akan dipelajari dan
bagaimana cara mempelajari, menentukan sumber belajar dan membagi tugas
kelompok. Dalam tahap ini, guru bertugas untuk membimbing siswa agar dapat
terlaksana dengan baik.
Tahap ketiga yaitu pelaksanaan penyelidikan atau investigasi kelompok.
Dalam tahap ini, siswa mengumpulkan informasi dan saling bertukar gagasan
antar anggota kelompok dan mensintesiskan hasil temuan mereka yang diperoleh
dari berbagai sumber yang digunakan dalam bentuk laporan akhir.
19
Tahap keempat yaitu penyusunan laporan akhir. Dalam tahap ini, siswa
melaporakan hasil temuannya dalam laporan akhir yang selanjutnya akan
dipresentasikan di depan kelas. Kelompok juga merencanakan bagaimana
mempresentasikan hasil penemuannya serta membagi tugas dalam presentasi
kelompok.
Tahap kelima yaitu presentasi atau pelaporan hasil penemuan.Dalam
tahap ini, kelompok secara bergiliran mempresentasikan laporan di depan kelas
dan kelompok lain menaggapi presentasi kelompok. Sebelum dilaksanakan
presentasi, guru perlu mengatur jadwal presentasi kelompok.
Tahap keenam yaitu evaluasi. Dalam tahap ini, siswa memberikan umpan
balik berdasarkan pengalaman belajar. Selanjutnya, siswa bersama guru
mengevaluai proses pembelajaran yang telah berlangsung yaitu pengalaman
dalam investigasi dan pengetahuan yang mereka peroleh.
Setiap model tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kurniasih dan
Sani (2015: 73) memaparkan kelebihan dan kekurangan Group Investigation.
Kelebihan yang pertama, memberikan dampak positif terhadap peningkatan
prestasi dan motivasi belajar siswa. Kedua, menciptakan kerjasama dan interaksi
yang baik antar siswa tanpa memandang latar belakangnya.
Ketiga yaitu mampu melatih siswa untuk memiliki dan mengembangkan
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan berpendapat yang tentu
dibutuhkan dalam proses kerja kelompok. Keempat adalah memotivasi dan
mendorong peserta didik aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama
sampai tahap akhir pembelajaran.
Sedangkan kelemahannya adalah Group Investigation merupakan model
pembelajaran kooperatif yang kompleks dan sulit untuk diterapkan. Group
Investigation juga membutuhkan waktu lama dalam penerapannya, dalam proses
penyelidikan cara dan sumber yang digunakan masing-masing kelompok
berbeda, setiap kelompok juga harus mempresentasikan laporannya kepada
kelompok lain yang pasti membutuhkan waktu lama.
Berdasarkan paparan tentang kelebihan dan kelemahan Group
Investigation, dapat dikaji bahwa Group Investigation berpengaruh positif
20
terhadap prestasi dan aktivitas siswa di dalam kelas. Group investigasion mampu
meningkatkan prestasi, motivasi, keaktifan, interaksi dan kerjasama siswa.
Namun Group Investigation memiliki kelemahan yaitu sulit untuk diterapkan dan
membutuhkan waktu yang lama.
Sebagai solusi dari kelemahan Group Investigation, perlu dilakukan suatu
upaya agar pembelajaran dapat terlaksana dengan maksimal. Guru sebagai
perencana dan pelaksana pembelajaran harus mampu meminimalkan potensi
kelemahan model yang dipilih.
Upaya yang dapat dilakuakan antara lain : 1) guru perlu memahami betul
tentang langkah-langkah model Group Investigation, 2) guru melakukan
perencanaan pembelajaran yang matang dan 3) guru dapat memotong jam
pelajaran sebelum atau sesudahnya, namun juga guru tetap harus dapat
mengalokasikan waktu dengan baik.
2.1.3 Media Realia
Briggs (dalam Susilana dan Riyana, 2011: 6) berpendapat bahwa media
adalah sebagai alat untuk merangsang siswa dalam belajar. Sedangkan Anitah
(2012: 6) menyimpulkan bahwa media dapat berupa orang, bahan, alat atau
peristiwa yang dapat menciptakan kondisi pembelajar untuk menerima
pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Berdasarkan pendapat para pakar tentang pengertian media, dapat dikaji
bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat membantu guru dalam
menyampaikan dan menyalurkan materi pelajaran kepada siswa. Media
memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan. Terdapat banyak jenis
media yang dapat dipergunakan guru salah satunya adalah media realia.
Spycher (dalam Kinard dan Gainer, 2015: 16) mengartikan realia sebagai
objek yang ditemukan di dunia nyata. Selanjutnya Burden dan Byrd (1999: 145)
mendefinisikan media sebagai benda seperti hewan, tumbuhan, koin, artefak dan
mineral yang dapat menyampaikan tujuan pengalaman belajar langsung serta
memberi makna sebenarnya untuk kata-kata abstrak.
Seel dan Glasgow (dalam Arsyad, 2015: 36) mengelompokkan media
realia dalam media tradisonal yang terdiri dari model, specimen dan manipulatif.
21
Sedangkan Anderson (dalam Asyar: 2012) mengelompokkan dalam obyek fisik
yang terdiri dari benda nyata, model dan specimen.
Anitah (2012: 24-25) mengemukakan bahwa model adalah media tiga
dimensi yang dapat mewakili benda sebenarnya, sedangkan specimen (specimey)
adalah bagian atau pecahan benda sebenarnya. Seel dan Glasgow (dalam Arsyad,
2015: 36) mencontohkan untuk benda manipulatif yaitu peta dan boneka.
Asyhar (2012) menyatakan bahwa berdasar pada Dale Cone of
Experience (Kerucut Pengalaman Dale) pengalaman yang paling konkret
diletakkan pada dasar kerucut yang semakin kepuncak pengalaman yang
diperoleh semakin abstrak sehingga penggunaan media real object merupakan
yang paling efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Selanjutnya Kinard dan Gainer (2015: 16) menjelaskan bahwa ketika
seorang siswa mengeksplorasi menggunakan media realia, siswa tidak hanya
belajar dengan sesuatu yang abstrak tapi menggunakan benda nyata untuk
membangun pemahamannya tentang alam selagi dia membangun kata-kata
tentang benda yang dipelajari.
Selain itu pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Burden dan
Byrd (1999). Beliau menjelaskan bahwa media realia mampu menyampaikan
tujuan pengalaman langsung pada siswa sehingga mampu memberikan makna
yang sebenarnya untuk kata-kata yang bersifat abstrak.
Jadi media realia merupakan objek atau benda sesungguhnya yang dapat
membantu guru dalam memberikan pengalaman belajar langsung pada siswa.
Berdasarkan pengelompokannya media realia dapat berupa objek atau benda
nyata, benda yang mewakili benda sebenarnya (model), benda yang merupakan
bagian atau pecahan benda sebenarnya (specimen) dan benda manipulatif.
Media realia dapat membantu siswa untuk mendapat pengalaman
langsung dalam belajar. Siswa dapat berinteraksi langsung dengan objek atau
benda nyata yang sedang dipelajari. Pengalaman melalui media nyata dapat
membantu siswa untuk mempelajari materi secara lebih konkret sehingga sisswa
lebih mudah memahami dan mengingat materi yang dipelajari.
22
Susilana dan Riyana (2011: 9) menyatakan bahwa salah satu kegunaan
media pembelajaran secara umum adalah untuk memperjelas agar pembelajaran
tidak terlalu verbalistis. Dale (dalam Susilana dan Riyana, 2011: 9) menyatakan
bahwa jika suatu pesan hanya disampaikan melalui kata verbal maka
pengetahuan yang didapatkan semakin abstrak.
Hal ini menunjukkan bahwa jika siswa hanya belajar melalui penjelasan
verbal maka siswa hanya mengetahui tentang kata tanpa memahami maknanya.
Media pembelajaran dapat dijadikan suatu solusi agar pembelajaran tidak hanya
dilakukan secara verbalistis agar siswa memiliki pengalaman yang lebih konkrit
sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat mencapai tujuan.
Selain itu Kemp dan Dayton (dalam Susilana dan Riyana, 2011: 9)
menjelaskan bahwa salah satu kontribusi dari media pembelajaran agar membuat
pembelajaran menjadi lebih menarik. Melalui media pembelajaran siswa
diharapkan lebih tertarik dengan materi yang sedang dipelajari.
Berdasarkan pendapat para pakar maka dapat dikaji bahwa media
pembelajaran secara umum memiliki kegunaan atau kontribusi dalam
pembelajaran. Media pembelajaran dapat mendukung tercapainya sasaran dan
tujuan pembelajaran, pesan yang disampaikan kepada siswa bukan hanya
penjelasan verbal namun dapat memberikan pengalaman yang lebih konkrit pada
siswa.
Selain itu, salah satu kontribusi media pembelajaran yang lain adalah
media pembelajaran dapat menjadikan siswa lebih tertarik dnegan pembelajaran
yang sedang berlangsung. Melalaui penggunaan media pembelajaran, siswa tentu
akan lebih tertarik dengan materi yang dipelajari dibandingkan dengan hanya
mendengarkan penjelasan verbalistis dari guru.
Selain metode atau model pembelajaran yang diterapkan guru dalam
kelas, media pembelajaran juga menjadi sarana prasarana yang memiliki peran
penting dalam pembelajaran. Interaksi antara komponen guru, materi
pembelajaran dan siswa melibatkan sarana dan prasarana dalam pembelajaran
sehingga mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
23
Seperti dijelaskan oleh Sumiati dan Asra (2011: 3) bahwa pembelajaran
terdiri dari tiga komponen yaitu guru, materi dan siswa. Ketiga komponen saling
berinteraksi dan melibatkan sarana dan prasarana pembelajaran seperti metode
pembelajaran, media pembelajaran dan penataan lingkungan belajar yang
memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran.
Setiap media tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Asyhar (2012:
55) memaparkan kelebihan dari media realia adalah dapat memberi pengalaman
yang nyata sehingga siswa mendapat pembelajaran secara lebih konkret dan
pengetahuannya dapat diingat dalam jangka waktu panjang.
Kelebihan media realia yang lain diungkapkan oleh Wibowo dan Sutijno
(2005) bahwa belajar melalui pengalaman dengan media nyata merupakan cara
yang tepat dan bijaksana dilakukan oleh guru. Hal ini dapat membantu guru
untuk mencapai pembelajaran yang efektif dan efisien.
Selain itu Ibrahim dan Syaodih (2010: 119) juga menjelaskan keuntungan
dan kekurangan media realia. Keuntungan media realia adalah yang pertama
memberi kesempatan pada siswa untuk belajar dalam situasi nyata. Kedua,
dengan mengalami sendiri siswa dapat melatih keterampilan penggunaan
berbagai alat indera.
Sedangkan untuk kelemahannya yang pertama adalah terdapat resiko
kecelakaan ketika membawa siswa belajar di luar kelas. Kedua, terkadang
dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengadakan objek nyata, selain itu
ada resiko kerusakan dalam penggunaannya. Ketiga, belum tentu dapat
memberikan gambaran yang sebenarnya sehingga harus didukung media lain.
Berdasarkan paparan tentang kelebihan dan kekurangan media realia,
dapat dikaji tentang kelebihan media realia yaitu yang pertama siswa dapat
belajar dengan objek atau situasi nyata sehingga siswa mendapat pengalaman
belajar secara langsung. Melalui media realia siswa dapat belajar secara lebih
konkret tentang materi yang sedang dipelajari.
Kedua, media realia mampu melatih keterampilan siswa dalam
menggunakan alat indra yang dimiliki, misalnya siswa dapat melihat, meraba,
membau atau merasa objek yang diamati. Ketiga, pembelajaran dapat berjalan
24
lebih efektif dan efisien dan siswa mampu memahami dan mengingat materi
dalam jangka waktu panjang.
Namun media realia juga memiliki kekurangan yaitu pembelajaran
menjadi beresiko ketika guru mengajak siswa untuk mengalami situasi yang
nyata di luar kelas atau sekolah. Dalam mengadakan media realia juga kadang
membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan juga beresiko mengalami kerusakan.
Media realia juga tidak selalu dapat menggambarkan objek sebenarnya.
Sebagai solusi dari kekurangan media realia guru perlu melakukan
beberapa upaya agar dapat meminimalkan kekurangan media yang digunakan.
Guru sebagai perencana dan pelaksana pembelajaran harus mampu
meminimalkan potensi kelemahan media yang dipilih.
Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 1) meminta bantuan kepada
rekan ketika kegiatan berlangsung untuk mengawasi siswa, 2) menggunakan
benda-benda atau objek yang ada di sekitar siswa agar lebih meminimalkan
biaya, 3) Jika benda yang sebenarnya sulit didapat, guru mencari media lain yang
mendekati benda sesungguhnya seperti replika atau benda manipulatif.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Berbantu
Media Realia
Penerapan Group Investigation yang tepat untuk pembelajaran IPA
dijelaskan oleh Slavin (dalam Rusman, 2013: 221) yang menyatakan bahwa
Group Investigation tepat untuk IPA karena topik dan desain tugas pembelajaran
IPA menggunakan metode ilmiah. Dalam mempelajari IPA dibutuhkan
keterampilan proses dengan langkah-langkah ilmiah untuk menemukan konsep
IPA.
Melalui group investigation, siswa didorong melakukan penemuan
melalui penyelidikan sehingga pembelajaran IPA tidak semata-mata menghapal
konsep tetapi siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini serupa
dengan pernyataan Mitchell dkk (2008: 389) bahwa Group Investigation
memungkinkan siswa bukan hanya sebagai penerima namun terlibat langsung
dalam memperoleh pengetahuan.
25
Group Investigation menggunakan pendekatan demokratis sehingga
memberi kesempatan pada siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Seperti yang
diungkapkan oleh Yeal Sharan dan Shlomo Sharan (1989) bahwa kelompok
investigasi menjadi sarana yang efektif untuk mendorong dan membimbing
keterlibatan siswa dalam pembelajaran, yaitu siswa mengambil peran yang
penting dalam merencanakan apa dan bagaimana yang akan di pelajari.
Dalam proses pembelajaran IPA, guru juga diharapkan dapat memberikan
pengalaman belajar langsung kepada siswa. Seperti yang dijelaskan oleh
Samatowa (2010: 6) bahwa konsep IPA dapat berkembang hanya bila melalui
pengalaman belajar langsung mendahului generalisasi abstrak.
Guru dapat menggunakan media yang dapat menunjang pembelajaran
IPA yang dapat memberikan pengalaman belajar langsung yaitu media realia.
Seperti yang dijelaskan oleh Burden dan Byrd (1999: 145) bahwa media realia
dapat menyampaikan tujuan pengalaman belajar langsung serta memberi makna
sebenarnya untuk kata-kata abstrak.
Oleh karena itu terdapat hubungan antara Group Investigation dengan
penggunaan media realia sehingga dapat menunjang proses pembelajarn IPA.
Agar dapat terlaksana dengan baik, perlu dipahami langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Group Investigation
berbantu media realia.
Sebelum disusun langkah-langkah pembelajaran Group Investigation
berbantu media realia, sebagai landasan perlu dipahami dahulu langkah
pembelajaran sesuai dengan standar proses dalam Permendiknas No. 41 tahun
2007. Terdapat tiga kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam kegiatan
pembelajaran yaitu pendahuluan, inti dan penutup.
Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran.
Dalam kegiatan ini, guru perlu menyiapkan siswa secara fisik maupun psikis
untuk belajar, memotivasi dan mefokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi
aktif, mengaitkan materi yang lalu dengan yang akan dipelajari, dan
menyampaikan tujuan serta uraian kegiatan pemeblajaran.
26
Kegiatan inti merupakan kegiatan untuk mencapai KD yang telah
ditentukan. Pembelajaran haruslah aktif, interaktif, inspiratif dan menyenangkan,
memfasilitasi perkembangan siswa dalam berkreativitas dan mandiri sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik maupun psikologis siswa.
Kegiatan penutup merupakan kegiaatan akhir pembelajaran. Dalam
kegiatan ini, guru bersama siswa membuat rangkuman atau kesimpulan
pelajaran, melakukan penilaian dan refleksi kegiatan pembelajaran, umpan balik
terhadap proses dan hasil pembelajaran dan guru memberikan tindak lanjut.
Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation berbantu media realia yang disesuaikan dengan tiga tahapan
kegiatan dalam standar proses yang disajikan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Berbantu Media Realia
No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi
Waktu
I Pra Pembelajaran 2 menit
Guru menyiapkan
ruang, alat dan media
pembelajaran
Siswa menyiapkan
perlengkapan pembelajaran
1 menit
Guru mengatur siswa
menempati tempat
duduknya masing-
masing
Siswa menempati tempat
duduknya masing-masing
1 menit
II Pendahuluan 6,5 menit
Guru mengucapkan
salam
Siswa menjawab salam 0,5 menit
Guru mengajak siswa
untuk berdoa
Siswa berdoa bersama
Guru 1 menit
Guru memeriksa
kehadiran siswa
Siswa diperikasa
kehadirannya oleh
guru
1 menit
Guru memeriksa
kesiapan belajar
siswa
Siswa diperiksa
kesiapan belajarnya
oleh guru
1 menit
Guru memberikan
motivasi belajar
Siswa diberi motivasi
belajar oleh guru
1 menit
Guru
menyampaikan
apersepsi.
Siswa menjawab apersepsi
dari guru.
1 menit
Guru
menyampaikan
kegiatan dan
tujuan
pembelajaran
Siswa disampaikan
tentang kegiatan dan
tujuan pembelajaran
1 menit
27
Kegiatan Inti 58 menit
Tahap 1
(Mengidentifikasi
topik dan mengatur
murid dalam
kelompok)
Guru memberikan
gambaran umum
tentang
materi/topik yang
akan dipelajari
dengan berbantu
media realia
Siswa mendapat gambaran
umum tentang materi/topik
yang akan dipelajari dengan
berbantu media realia
4 menit
Guru menggali
pertanyaan-pertanyaan
siswa tentang subtopik
yang akan dipelajari.
Siswa menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan
tentang subtopik yang akan
dipelajari.
4 menit
Guru bersama siswa
menyeleksi dan
menentukan sub topik
untuk investigasi.
Siswa bersama guru
menyeleksi dan menentukan
sub topik untuk investigasi. 1 menit
Guru menjelaskan
langkah-langkah
pembelajarn group
investigation.
Siswa dijelaskan langkah-
langkah pembelajarn group
investigation. 2 menit
Guru mengatur
pembagian kelompok
siswa berdasarkan
minat terhadap sub
topik yang telah
disepakati.
Siswa dibagi dalam
kelompok berdasarkan
minat terhadap sub topik
yang telah disepakati.
2 menit
Tahap 2
(Merencanakan tugas
yang akan dipelajari)
Guru membimbing
siswa dalam kelompok
untuk menyusun
rencana sebelum
melakukan
penyelidikan (apa saja
yang akan diteliti,
sumber-sumber yang
akan digunakan dalam
penelitian dan
pembagian tugas
kelompok).
Siswa menyusun rencana
sebelum melakukan
penyelidikan (apa saja yang
akan ditelitisumber-sumber
yang akan digunakan dalam
penelitian dan pembagian
tugas kelompok) dengan
bimbingan guru.
5 menit
Tahap 3
(Melaksanakan
investigasi)
Guru membimbing
siswa dalam melakukan
penyelidikan,
menyedikan berbagai
sumber yang digunakan
siswa dalam penelitian.
Siswa melakukan
penyelidikan terhadap sub
topik yang dipilh dengan
menggunakan berbagai
sumber yaitu media realia
yang telah disediakan guru
dengan bimbingan guru.
15 menit
Tahap 4 (Menyiapkan
laporan akhir)
Guru membimbing
siswa dalam
menyiapkan laporan
akhir.
Siswa mengumpulkan
informasi dan saling
bertukar informasi dengan
anggota kelompok serta
mensintesis temuannya
dalam laporan akhir.
8 menit
Tahap 5
(Mempresentasikan
laporan akhir)
Guru membuat jadwal
presentasi kelompok
dan membimbing siswa
dalam melakukan
Kelompok secara
bergantian berdasarkan
jadwal yang sudah
ditentukan guru dan
10 menit
28
presentasi. mempresentasikan laporan
akhir dengan bimbingan
guru.
Guru memfasilitasi
setiap siswa untuk
menanggapi atau
memberi masukan
disetiap akhir presentasi
kelompok.
Setiap siswa difasilitasi oleh
guru untu menanggapi atau
memberi masukan disetiap
akhir presentasi kelompok.
3 menit
Tahap 6 (Evaluasi)
Guru bersama siswa
melakukan evaluasi
terhadap kegiatan
pembelajaran yang
sudah dilakukan.
Siswa bersama guru
melakukan evaluasi
terhadap kegiatan
pembelajaran yang sudah
dilakukan.
2 menit
Guru bersama siswa
melakukan refleksi
berdasarkan
pengalaman yang sudah
didapatkan.
Siswa bersama guru
melakukan refleksi
berdasarkan pengalaman
yang sudah didapatkan.
2 menit
IV
Penutup 3,5 menit
Guru bersama siswa
membuat rangkuman
atau kesimpulan
pelajaran
Siswa bersama guru
membuat rangkuman atau
kesimpulan pelajaran 2 menit
Guru memberikan tidak
lanjut berupa soal
evaluasi atau pemberian
tugas.
Siswa diberikan tindak
lanjut berupa soal evaluasi
atau pemberian tugas. 1 menit
Guru menyampaikan
rencana pembelajaran
berikutnya.
Siswa disampaikan rencana
pembelajaran berikutnya. 1 menit
Guru mengucapkan
salam penutup
Siswa menjawab salam
penutup 0,5 menit
Sumber: Modifikasi dari Slavin (2010)
2.1.5 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu indikator adanya perubahan tingkah laku
yang dialami siswa (Hamalik, 2008: 159). Sedangkan Uno (2007: 213)
menyimpulkan bahwa hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku
yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi dengan
lingkungannya.
Dapat dikaji bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku
seseorang setelah mempelajari sesuatu. Bloom (dalam Suprijono, 2009: 6)
mengidentifiikasi bahwa hasil belajar mencakup tiga ranah kemampuan yaitu,
kognitif, afektif dan psikomotorik. Jadi, perubahan tingkah laku yang dialami
seseorang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan.
29
Masing-masing aspek memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Bloom
dkk. (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009) menyebutkan ada 6 tingkatan untuk
ranah kognitif yaitu : pengetahuan, pemahaman, pengertian, aplikasi, analisis,
sintesis dan yang terakhir adalah evaluasi.
Hamalik (2008: 162-163) memaparkan untuk ranah afektif terdiri dari:
penerimaan, sambutan, penilaian, organisasi, karakteristik diri dengan suatu
nilai atau komplek nilai. Selanjutnya untuk ranah keterampilan terdiri dari:
keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, keterampilan reaktif dan
yang terakhir adalah keterampilan interaktif.
Untuk mengetahui hasil belajar siswa guru perlu melakukan penilaian
hasil belajar. Penilaian merupakan suatu upaya untuk memperoleh informasi
yang berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan untuk selanjutnya
digunakan sebagai umpan balik terhadap pembelajaran selanjutnya (Rasyid dan
Mansur, 2011).
Penilaian bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kinerja atau
aktivitas siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa. Hasil belajar yang didapat
siswa dapat menunjukkan tingkat kemampuan siswa baik pengetahuan, sikap
dan keterampilan setelah proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini hasil belajar yang akan dinilai berfokus pada ranah
kognitif. Seperti yang dipaparkan oleh Sudjana (2016: 23) bahwa ranah kognitif
merupakan ranah yang paling banyak digunakan oleh guru dalam menilai hasil
belajar siswa karena berkaitan dengan tingkat penguasaan isi pelajaran.
Penilaian hasil belajar akan dilakukan menggunakan tes objektif bentuk
pilihan ganda. Arifin (2014: 138) menjelaskan bahwa bentuk soal pilihan ganda
digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan
dengan aspek kognitif siswa yang meliputi aspek ingatan, pengertian aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Berikut adalah beberapa kajian terhadap penelitian yang relevan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation berbantu media realia.
30
Ufuk Simsek (2012) dalam penelitian berjudul “The Effects of Reading-
Writing-Presentation and Group Investigation Methods on Students’ Academic
Achievements in Citizenship Lessons”. Penelitian ini merupakan jenis
eksperimen semu yang terdiri dari 3 kelas yaitu kelas 1 (T1) adalah RWP, kelas
2 (T2) adalah Group Investigation dan kelas 3 (T3) adalah kelas teacher
centered teaching.
Nilai rata-rata pre-test masing-masing kelas adalah T1= 47.59, T2= 47.79
dan T3= 49.38 sedangkan untuk nilai post-tes adalah T1= 78.20 , T2= 80.67 dan
T3= 68.79. Berdasarkan nilai tes dapat disimpulkan bahwa model RWP dan
Group Investigation mampu meningkatkan prestasi akademik siswa
dibandingkan dengan model Teacher Centered Teaching.
Penelitian yang serupa dilakukan Garonia L. Parchment (2009) dalam
penelitian berjudul “A Study Comparing Cooperative Learning Methods: Jigsaw
& Group Investigation”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen
yang terdiri dari 3 kelas yaitu kelas eksperimen jigsaw, kelas eksperimen Group
Investigation dan kelas kontrol yaitu kelas tradisonal.
Hasil keseluruhan presentase nilai siswa dengan nilai KKM ≥65
menunjukkan bahwa nilai rata-rata untuk kelas Group Investigation adalah yang
paling tinggi yaitu 90, sedangkan untuk kelas jigsaw adalah 79 dan kelas
tradisonal adalah 68. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model Group
Investigation adalah yang paling efektif dibandingkan jigsaw dan tradisional.
Selanjutnya I Made Astra dkk. (2015) dalam penelitian berjudul
“Improvement of Learning Process and Learning Outcomes in Physics Learning
by using Collaborative Learning Model of Group Investigation at High School
grade X SMAN 14 Jakarta”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan
kelas yang dilakukan dalam 3 siklus dengan masing-masing terdiri dari 2
pertemuan.
Nilai rata untuk masing-masing penilaian dalam 3 siklus adalah, interaksi
guru dan siswa (50, 64.76, 76.39), interaksi antar siswa (49.13, 64.93, 75.87),
aspek afektif (57.55, 62.63, 70.22), aspek psikomotorik (49.13, 64.93, 75.87),
aspek kognitif (65.19, 78.19, 79.44). Berdasarkan hasil penilaian dapat
31
disimpulkan bahwa Group Investigation dapat meningkatkan proses
pembelajaran dan hasil belajar.
Akhmad Bustomi (2009) dalam penelitian berjudul “Pengaruh Model
Cooperative Learning Tekhnik Investigasi Kelompok Berbasis Nilai Terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Jamur”. Penelitian ini merupakan jenis
eksperimen semu menggunakan purposive sampling technique yang terdiri dari
dua kelas, kelas eksperimen mengunakan investigasi kelompok berbasis nilai
sedangkan kelas kontrol menggunakan model konvensional.
Tes hasil belajar untuk kelas eksperimen diperoleh skor mean pretest
sebesar 33.18 dan posttest sebesar 69.08 sedangkan untuk kelas control skor
mean pretest sebesar 28.86 dan skor posttes sebesar 59.21. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Group Investigation mampu meningkatkan hasil
belajar siswa pada materi konsep jamur.
Ratih Puspita Dewi dkk. (2012) dalam penelitian berjudul “Penerapan
Model Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Materi Bahan Kimia SMP”.
Penelitian ini merupakan jenis penelitaian eksperimental dengan desain control
group pretest-posttest yang terdiri dari kelas eksperiemen yaitu dengan model
Group Investigation dan kelas kontrol dengan model ceramah.
Peningkatan hasil belajar kelas eksperimen sebesar 0,59 sedangkan untuk
kelas kontrol sebesar 0,48. Ketuntasan belajar pada kelas eksperimen (78,13%)
lebih tinggi dibanding kelas kontrol (43,75%). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
bahan kimia untuk SMP.
Km Widiantara dkk. (2014) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Berbantuan
Media Realita Terhadap Hasil Belajar Matematika”. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian eksperimen semu dengan desain Post Test Only with Non
Equivalent Control Group Design yang terdiri dari kelas eksperimen dengan
model Group Investigation dan kelas control dengan model konvensional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor hasil belajar
matematika yang dicapai kelas eksperimen adalah 23,25 atau 77,5% dengan
32
kategori tinggi. Sementara rata-rata skor yang dicapai kelas kontrol yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah 18,50 atau 61,7%
dengan kategori cukup.
Purnama dkk. (2013) dalam penelitian berjudul “Penggunaan Media
Realia Untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar IPA Materi
Tanah”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang dilakukan
dalam 2 siklus.
Peningkatan kualitas proses belajar terlihat dari aktivitas siswa pada
siklus I yaitu 70% (14 siswa) dan pada siklus II meningkat menjadi 85% (17
siswa). Peningkatan hasil belajar dibuktikan dengan nilai rata-rata pratindakan
yaitu 68,5 dengan ketuntasan klasikal 45%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas
meningkat mencapai 73,9 dengan ketuntasan klasikal 70%. Pada siklus II nilai
rata-rata kelas meningkat menjadi 84 dengan ketuntasan klasikal 90%.
Berdasarkan kajian terhadap penelitian yang relevan dengan model
Group Investigation dan penggunaan media realia yang terbukti mampu
meningkatkan hasil belajar siswa , maka dalam penelitian tindakan kelas ini
akan memadukan antara model Group Investigation dan media realia untuk
meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA.
2.3 Kerangka Pikir
Seperti yang dijelaskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(2007) bahwa proses pembelajaran IPA seharusnya ditekankan pada pemberian
pengalaman langsung serta mendorong siswa untuk melakukan inkuiri atau
penemuan. Hal ini ditujukan agar siswa mendapat pemahaman yang mendalam
serta mengembangkan kompetensi dalam mempelajari alam secara ilmiah.
Namun pada pelaksanaanya pembelajaran IPA belum berjalan seperti
yang diharapkan. Guru belum mengembangkan pembelajaran berbasis
penemuan atau inkuiri dan memberikan pengalaman belajar langsung sehingga
hasil belajar siswa rendah seperti yang terjadi di SD Negeri Bugel 01.
Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi awal dan wawancara
menunjukkan bahwa hasil belajar IPA rendah disebabkan oleh beberapa hal.
33
Guru belum menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran
IPA. Guru hanya menggunakan ceramah dan tanya jawab, sehingga guru sangat
mendominasi pembelajaran. Hal ini menjadikan siswa pasif, siswa belum aktif
dalam melakukan penemuan atau inkuiri dalam mempelajari IPA.
Permasalahan lain adalah guru belum menggunakan media pembelajaran
yang dapat mendukung dalam pembelajaran IPA. Hal ini menjadikan siswa
nampak kurang tertarik dengan materi pelajaran IPA. Siswa belum mendapatkan
pengalaman belajar nyata atau konkret sesuai dengan tahap perkembangan
siswa yang seharusnya mereka dapatkan saat mempelajari IPA.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, perlu dilakukan upaya
meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation berbantu media realia menjadi solusi untuk mengatasi
permasalahan. Solusi yang diberikan berdasarkan kajian terhadap pandangan
para pakar dan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Mengacu pada pandangan para pakar tentang Group Investigation dapat
dikaji bahwa Group Investigation dapat mendorong siswa untuk melakukan
penemuan melalui penyelidikan dengan memberikan kewenangan penuh
kepada siswa dalam proses penyelidikan kelompok sehinga siswa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran.
Beberapa pakar memaparkan tentang media realia sehingga dapat dikaji
bahwa media realia dapat memberikan pengalaman belajar langsung pada
siswa, sehingga membantu siswa untuk belajar secara lebih konkret melalui
objek atau benda yang sebenarnya sehingga membuat siswa tertarik dengan
materi yang dipelajari.
Kajian terhadap beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini
menunjukkan bahwa baik Group Investigation maupun media realia dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Group Investigation dan media realia
diharapkan dapat menjadi model dan media pembelajaran yang dapat
mendorong proses pembelajarn IPA.
Melalui pembelajaran dengan Group Investigation berbantu media realia
siswa dapat tertarik dengan materi IPA dan juga terlibat aktif dalam
34
pembelajaran sehingga hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Bugel 01 pada
semester II tahun ajaran 2015/2016 dapat meningkat. Skema kerangka pikir
disajikan dalam Gambar 2.1.
35
Tindakan
1) Model pembelajaran kurang tepat untuk mata pelajaran IPA. Guru belum mendorong siswa untuk
aktif dalam melakukan inkuiri atau penemuan. Guru hanya menggunakan ceramah dan tanya
jawab. Hal ini menyebabkan siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran karena peran guru terlalu
mendominasi dalam pembelajaran.
2) Guru belum memanfaatkan penggunaan media di dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa
kurang tertarik dengan materi pelajaran IPA.
Hasil belajar siswa rendah
1. Sharan dan Sharan (1989): Kelompok investigasi adalah
sarana yang efektif untuk mendorong dan membimbing
keterlibatan siswa aktif dalam pembelajaran. 2. Mitchell dkk (2008) investigasi kelompok memungkinkan
siswa untuk terlibat langsung dalam bagaimana mereka
memperoleh pengetahuan. 3. Joyce (2009) investigasi kelompok dapat membendung dan
mengatasi masalah akademik. 4. Slavin (dalam Rusman, 2013) menjelaskan bahwa strategi
belajar kooperatif GI sangatlah ideal diterapkan dalam
pembelajaran biologi (IPA) 5. Ibrahim dan Syaodih (2010) penggunaan media realia
disarankan untuk mencapai hasil yang optimum dari proses
belajar mengajar. 6. Dale (dalam Asyhar, 2012) penggunaan media real object
adalah paling efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. 7. Wibowo dan Sutjiono (2005) belajar melalui pengalaman
nyata merupakan cara yang tepat dan bijaksana bagi guru
agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. 8. Asyhar (2012) media realia memberi pengalaman
pembelajaran konkret dan dapat diingat dalam jangka
panjang.
1. Ufuk Simsek (2012) hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa model RWP dan GI dapat meningkatkan prestasi
akademik mahasiswa dibanding dengan model TCT.
2. Garonila L. Parchement (2009) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa group investigation efektif dalam
meningkatkan hasil belajar siswa.
3. I Made Astra dkk (2015) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa dengan group investigation proses
dan hasil belajar dapat meningkat.
4. Akhmad Bustomi (2009) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar
menggunakan teknik investigasi kelompok lebih tinggi
dibanding dengan model lain.
5. Ratih Puspita Dewi dkk (2012) Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa group investigation dapat
meningkatkan keterampilan hasil belajar siswa.
6. Km Widiantara dkk (2014) penelitiannya menunjukkan
hasil belajar matematika kelas yang diajar menggunakan
model group investigation berbantuan media realia hasil
belajarnya lebih tinggi dibanding dengan model
konvensional.
7. Purnama dkk (2013) hasil penelitian menunjukkan
media realia mampu meningkatkan kualitas proses dan
hasil belajar siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
berbantu media realia
Diduga melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berbantu media
realia dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V semester II SD Negeri
Bugel 01 tahun ajaran 2015/2016.
Hasil belajar siswa meningkat
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA
36
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini dibuat dalam sebuah pernyataan bahwa
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation berbantu
media realia dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 Semester II SD
Negeri Bugel 01 tahun ajaran 2015/2016.