bab ii kajian pustaka 2.1 belajar matematikaeprints.umm.ac.id/39892/3/bab ii.pdf · 2018. 11....
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Belajar Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara estimologis belajar
memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” (Baharuddin dan
wahyuni, 2008:13). Definisi tersebut memiliki pengertian bahwa belajar adalah
sebuah usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Disini, dalam mencapai
kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya
mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya, sehingga
dengan belajar itu manusia menjadi tahu, paham, mengerti, dapat melaksanakan
dan memiliki tentang sesuatu. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada
saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak
belajar, maka responnya menurun. Sugihartono (2007:74) menjelaskan bahwa
belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Sardiman
(2011:21) menyatakan bahwa belajar adalah usaha mengubah tingkah laku.
Perubahan yang dimaksud tidak hanya sebatas penambahan ilmu, tetapi
menyangkut kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak
dan penyesuaian diri yang menyangkut tingkah laku seseorang.
Berdasarkan definisi diatas, terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu
berusaha, proses, dan perubahan tingkah laku. Dengan adanya usaha yang
dilakukan oleh seseorang secara terus menerus, akan membuahkan hasil pada
perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut didapat, melalui serangkaian proses
yang terjadi secara alami atau didesain (dirancang). Sehingga, dapat dikatakan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang lebih baik.
Sedangkan istilah matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau
“manthenein”, yang artinya “mempelajari”. Sesuai dengan istilah tersebut,
mempelajari matematika berarti mempelajari ilmu pengetahuan lain, karna
matematika merupakan konsep dasar dari ilmu pengetahuan, melalui matematika
kita belajar tentang tata cara berpikir dan mengolah logika. James (Suherman,
2003:16) mendefinisikan matematika sebagai ilmu logika mengenai bentuk,
9
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan antara satu dengan
yang lain. Menurut Johnson (Suherman, 2003:l7) matematika adalah pola
berpikir, pola mengkoordinasikan, dan pembuktian yang logika. Matematika
sebagai bahasa, menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan
akurat, presentasinya lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai
bunyi. .
Berdasarkan penjelasan di atas, belajar matematika merupakan pola
tingkah laku manusia dalam menyusun atau membangun pemikiran yang logis,
kritis, mengkaji objek abstrak dan mengasah keterampilan. Berdasarkan kutipan
ini, siswa dituntut untuk berpikir kritis, kreatif dan sistematis. Siswa harus
menguasi konsep-konsep, struktur dan prinsip-prinsip agar dapat menerapkan dan
menyelesaikan masalah. Mempelajari konsep B yang mendasarkan kepada konsep
A, siswa perlu memahami terlebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A,
tidak mungkin siswa akan memahami konsep B, yang artinya mempelajari
matematika harus bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada pengalaman
belajar yang lalu. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi
simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu
sebelum memanipulasi simbol-simbol itu.
Siswa akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari
kepada apa yang telah diketahui siswa tersebut. Karena itu untuk mempelajari
suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar siswa sebelumnya akan
mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut. Maka demikian
belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses
belajar. Ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila
belajar itu sendiri dilakukan secara teratur. Di dalam proses belajar matematika,
terjadi juga proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu
melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika selalu melakukan
kegiatan mental.
2.2 PemahamanRelasional
2.2.1 Pemahaman Konseptual
Pemahaman konseptual merupakan tingkatan hasil belajar seseorang
sehingga dapat mendefinisikan atau menjelaskan informasi dengan kata-kata
10
sendiri. Seorang siswa dituntut tidak hanya sebatas mengingat suatu pelajaran
tetapi mampu menjelaskan dan mendefinisikan materi pelajaran. pemahaman
konseptual juga mengacu pada pemahaman terpadu dan fungsional ide-ide
matematika. Siswa yang memiliki pemahaman konseptual dapata melihat
hubungan antara konsep dan prosedur dan dapat memberikan argumen untuk
menjelaskan mengapa beberapa fakta merupakan akibat dari fakta lain. Mereka
telah mengorganisasi pengetahuan mereka menjadi sebuah kesatuan yang utuh,
yang memungkinkan mereka untuk mempelajari ide-ide baru dengan
menghubungkan ide-ide yang sudah mereka ketahui. Sebagai contoh, jika siswa di
berikan soal: “tentukan nilai x dari persamaan 𝑥2=16”. Mereka akan menjawab
bahwa nilai x yang memenuhi persamaan kuadrat tersebut adalah 4 dan -4.
Sedangkan jika siswa yang belajar tanpa pemahaman, mereka bisa melupakan -4
yang juga merupakan jawaban dari soal tersebut. Dalam hal ini konsep adalah
makna atau arti suatu ungkapan untuk menandai konsep tersebut. Pemaknaan ini
sering di sebut dengan “aturan” untuk membedakan yang termasuk konsep, yaitu
yang memenuhi aturan, ataua yang tidak termasuk konsep karena tidak sesui
aturan atau defininya (Widdiharto, 2008).
Beberapa indikator pemahaman konseptual antara lain: 1) kemampuan
menyatakan ulang secara verbal konsep yang telah dipelajari; 2) kemampuan
mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan
yang membentuk konsep tersebut; 3) kemampuan menerapkan konsep secara
algoritma; 4) kemampuan memberikan contoh dan lawan contoh dari konsep yang
telah dipelajari; 5) kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk
representasi matematika; 6) kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal
dan eksternal matematika); dan 7) kemampuan mengembangkan syarat perlu dan
syarat cukup suatu konsep (Kilpatrick, et al., 2001).
2.2.2 Pemahaman prosedural
Hiebert dan Lefevre (dalam White dan Mitchelmore, 1996)
menggambarkan pengetahuan prosedural sebagai pengetahuan tentang prosedur
baku yang dapat diaplikasikan jika beberapa isyarat tertentu disajikan. Suatu kata
kunci untuk prosedur-prosedur yang seperti itu adalah kata "sesudah" dalam
pengertian "sesudah langkah ini diikuti dengan langkah berikutnya". Dalam hal ini
11
prosedural dapat diartika suatu tata cara kerja atau aturan dengan urutan yang
sistematis, dalam pendapat pendapat lain Hiebert & Lefevre (dalam Van De
Walle, 1990) mengemukakan bahwa pengetahuan prosedural adalah pengetahuan
tentang simbol untuk merepresentasikan ide matematika serta aturan dan prosedur
yang digunakan untuk menyelesaikan tugas matematika. Jadi, di samping
prosedur dalam menyelesaikan tugas matematika, pengetahuan prosedural juga
meliputi simbol-simbol yang digunakan untuk merepresentasikan ide matematika.
Suwarto (2013:12) menjelaskan bahwa pemahaman prosedural adalah
pengetahuan mengenai bagaimana melakukan sesuatu. Menurut Hawa (2008:1)
pemahaman prosedural mengacu pada keterampilan melakukan suatu algoritma
atau prosedur menyelesaikan soal-soal matematika. Dengan berlatih
menyelesaikan soal-soal matematika dapat meningkatkan pemahaman konsep
siswa terhadap materi yang dipelajari. Salah satu ciri pemahaman prosedural
adalah adanya urutan langkah yang akan ditempuh yaitu sesudah suatu langkah
akan diikuti langkah berikutnya.
Menurut Kilpatrick (Gruves, 2001:121) pemahaman prosedural mengacu
pada pengetahuan tentang prosedur, kapan dan bagaimana menggunakannya
dengan tepat, dan keterampilan dalam melakukan perhitungan yang fleksibel,
akurat, dan efisien. Adapun indikator pemahaman prosedural menurut Kilpatrick
(Suganda, 2012:13) sebagai berikut:
1. Menerapkan prosedur yang sesuai dengan benar
2. Mengkomunikasikan proses algoritma ke dalam situasi masalah
3. Memodifikasi prosedur untuk menangani faktor-faktor dalam pemecahan
masalah.
Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang simbol-simbol yang
digunakan dalam bentuk matematika dan aturan-aturan yang digunakan dalam
mengerjakan matematika. Prosedur yang digunakan dalam matematika adalah
pengkarakteran selangkah demi selangkah secara ilmiah. Utomo (2010) juga
mengemukakan bahwa pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan
mengenai simbol untuk merepresentasikan ide matematika dan aturan untuk
menyelesaikan tugas matematika. Contoh pada kesalahan prosedur pada meteri
12
persamaaan linear satu variabel sebagai berikut: Tentukan nilai 2𝑥 = 8. Siswa
cenderung menjawab 2𝑥 − 2 = 8 − 2 sehingga jawabannya adalah 𝑥 = 6.
Dari pemaparan tentang definisi pengetahuan prosedural diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan prosedural dalam pembelajaran matematika
berisi mengenai aturan dan prosedur dalam mengelesaikan tugas matematika serta
meliputi simbol-simbol matematika. Dalam pembelajaran matematika
pengetahuan serta pemahaman prosedur yang baik dapat membantu siswa dalam
penyelesaian masalah matematika. Pengetahuan prosedur ini mencakup
pengetahuan tentang langkah demi langkah melakukan tugas, pengetahuan
tentang simbol-simbol operasi di mana dalam melakukan prosedur (aturan)
penyelesaiannya haruslah secara bertahap.
2.3 Keterkaitan Pemahaman Konseptual dan Prosedural
Di dalam menyelesaikan masalah matematika diperlukan pengetahuan
konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konspetual yang tidak
didukung oleh pengetahuan prosedural akan mengakibatkan siswa mempunyai
intuisi yang baik tentang suatu konsep tetapi tidak mampu menyelesaikan suatu
masalah. Di lain pihak, pengetahuan prosedural yang tidak didukung oleh
pengetahuan konseptual akan mengakibatkan siswa mahir memanipulasi simbol-
simbol tetapi tidak memahami dan mengetahui makna dari simbol tersebut.
Kondisi ini memungkinkan siswa dapat memberikan jawaban dari suatu soal
(masalah) tanpa memahami apa yang mereka lakukan.
Keterkaitan antara kedua pengetahuan tersebut didukung oleh pendapat
Hiebert dan Levefre, yang menyatakan bahwa jika pengetahuan konseptual dan
pengetahuan prosedural tidak saling terkait maka salah satu dari dua kemungkinan
akan terjadi, yaitu siswa mempunyai pemahaman intuitif yang baik terhadap
matematika tetapi tidak dapat menyelesaikan masalah, atau siswa dapat
memberikan jawaban tetapi tidak memahami apa yang mereka lakukan.
Dalam belajar matematika, untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam diperlukan pengetahuan konseptual dan prosedural. Bila salah satu dari
kedua pengetahuan tersebut tidak ada, maka pemahaman terhadap matematika
tidak dapat secara mendalam. Memiliki pengetahuan konspetual, tetapi tidak
memiliki pengetahuan prosedural yang diperlukan, maka akan mengakibatkan
13
siswa mempunyai intuisi yang baik tentang suatu konsep tetapi tidak mampu
menyelesaikan suatu masalah. Di lain pihak, memiliki pengetahuan prosedural,
tetapi tidak memiliki pengetahuan konseptual yang mencukupi, maka akan
mengakibatkan siswa mahir memanipulasi simbol-simbol tetapi tidak memahami
dan mengetahui makna dari simbol tersebut. Kondisi ini memungkinkan siswa
dapat memberikan jawaban dari suatu masalah tanpa memahami apa yang mereka
lakukan. Jadi Pemahaman konseptual dan prosedural keduanya sangat diperlukan
dan saling terkait satu sama lainnya.
2.4 Tinjaun Materi yang Terkait dengan Penelitian
2.4.1 Persamaan Linear Satu Variabel
1. Kalimat Peryataan
Perhatikan kalimat berikut ini
1) 6 + 4 = 10
2) 9 adalah bilangan genap
3) Jika x bilangan asli maka 2x + 2 bilangan ganjil.
Dari ketiga kalimat di atas terlihat bahwa ruang linkup pembahasan hanya ada dua
kemungkinan, yaitu benar atua salah. Dengan rincian kalimat (1) menyatakan
kalimat yang benar karena memberikan informasi yanng sesuai dengan keadaan
yang ada pada kalimat, (2) dan (3) menyatakan kalaimat yang salah karena
informasi yang di berikan bertentangan dengan kenyataanyang ada. Kalimat benar
atau kalimat salah disebut pernyataan atau kalimat tertutup.
1) kalimat yang salah adalah kalimat yang menyatakan hal-hal yang tidak
sesuai dengan kenyataan/ keadaan yang berlaku umum.
2) Kalimat yang benar adlah kalimat yang menyatakan hal-hal yang sesuai
dengan keadaan? Kenyataan yang berlaku umum.
3) Kalimat yang bernilai benar atau salah disebut kalimat tertutup atau
kalimat peryataan.
2. Kalimat Terbuka, Variabel, dan Konstanta
a) Kalimat terbuka adalah kalimat yang belum dapat diketahui nilai
kebenarannya.
14
b) Variable (peubah) adalah lambang (symbol) pada kalimat terbuka
yang dapat diganti oleh sembarang anggota himpunan yang telah
ditentukan
c) Konstanta adalah lambang yang menyatakan suatu bilangan
tertentu
d)
Perhatikan kalimat berikut :
x + 5 = 12
Belum dapat mengatakan kalimat itu benar atau salah, sebab nilai (x) belum
diketahui. Bila lambang (x) diganti dengan lambang bilangan cacah, barulah itu
dapat dikatakan kalimat itu benar atau salah. Jika (x) diganti dengan “3” , kalimat
itu bernilai salah ; tetapi bila (x) diganti dengan 7 , kalimat itu bernilai benar.
Lambang (x) dapat pula diganti menggunaan huruf-huruf kecil dalam abjad
lainnya, yaitu ; a, b,c,… x,y,z dari bentuk diatas
x + 5 +12 (kalimat terbuka)
3 + 5 = 12 (kalimat Salah )
7 + 5 = 12 (kalimat benar)
Huruf x pada x + 5 = 12 disebut variable (peubah), sedangkan 5 dan 12 disebut
konstanta
3. Himpunan Penyelesaian suatu Kalimat Terbuka
Pengganti variabel yang membuat kalimat terbuka menjadi kalimat yang
benar disebut penyelesaian (solusi). Himpunan dari semua penyelesaian disebut
himpunan penyelesain.
Contoh :
I. x – 2 = 6 pengganti x yang benar adalah 8. Penyelesaiannya adalah x = 8
dan himpunan penyelesaiannya adalahn{8}.
II. t adalah bilangan genap, t∈ {2, 4, 5, 7, 8, 9, 10}.
Pengganti t adalah 2, 4, 8, 10. Himpunan penyelesaiannya adalah {2, 4, 8,
10}
15
Himpunan penyelesaian adalah himpunan semua pengganti dari variabel –
variabel pada kalimat terbuka yang membuat kalimat tersebut menjadi benar.
Himpunan penyelesaian sering disingkat sebagai HP
4. Pengertian Persamaan Linear Satu Variabel
Persamaan Linier Satu Variabel adalah kalimat terbuka yang dihubungkan
tanda sama dengan ( = ) dan hanya mempunyai satu variable berpangkat 1 .
bentuk umum persamaan linier satu variable adalah ax + b = 0 Contoh :
1. x + 3 =7
2. 3a + 4 = 1
3. 6b – 6 = 6
Pada contoh diatas x, a, b adalah variable (peubah) yang dapat diganti dengan
sembarang bilangan yang memenuhi.
2.4.2 Himpunan Penyelesaian Persamaan Linear Satu Variabel
Ahmad ingin menjawab secara mencongkak sebuah soal persamaan linear
satu variabel 3x = 9 dengan x variabel bilangan asli. Dia mengganti x dengan 3
sehingga kalimat terbuka 3x = 9 menjadi benar.
3x = 9 ⇒ 3.3 = 9.
x = 3 adalah penyelesaian/ jawaban akar PSLV 3x = 9 jadi himpunan
penyelesaian dari 3x = 9 adalah {3}.
Penyelesaian suatu persamaan linear dengan satu variabel adalah bilangan
pengganti dari variabel pada daerah definisi persamaan yang membuat persamaan
menjadi pernyataan yang benar.
a) Penyelesaian Kalimat Terbuka yang berbentuk cerita.
Untuk mnyelesaikan kalimat terbuka yang bebentuk cerita, dapat di
tempuh langkah – langkah sebagai berikut :
1. Terjemahkan kalimat cerita itu ke dalam kalimat matematika yang
berbentuk persamaan. Jika perlu, menggunakan gambar (sketsa diagram).
2. Selesaikan persamaan itu dengan cara subtitusi.
16
Perhatikan cara penyelesaian kalimat cerita berikut
1) Kalimat cerita :
P dan (q + 35 ) menyatakan dua bilangan yang sama. Jika q = 15 dan p ∈
himpunan bilangan asli, berapakah p ? Kalimat matematika : p = q + 35
dan q = 15, p?
Penyelasaian :
p = 15 + 35 = 50
(50 ∈ himpunan bilangan asli)
Himpunan penyelesaian: HP {50}
2) Kalimat cerita :
Hasil kali t dan 4 adalah28 , berapakah t?
Kalimat matematika: 4t = 28 , t = ?
Penyelesaian :
t = 7 (karena 4. 7 = 28 adalah kalimat benar).
Himpunan penyelesaian : HP {7}
2.4.3 Persamaan-Persamaan Linear Satu Variabel yang Ekuivalen
Perhatikan persamaan – persamaan berikut ini :
a. x + 6 = 18 maka himpunan penyelesain adalah {12}
b. x – 2 = 10 maka himpunn penyelesainnya adalah {12}
c. 3x – 6 = 30maka himpunan penyelesaian adalah {12}
Ketiga persamaan tersebut memiliki himpunan penyelesaian yang sama .
persamaan – persamaan tersebut disebut persamaan yang ekuivalen.
Persamaan yang ekuivalen adalah suatu persamaan yang mempunyai himpunan
penyelesain yang sama, apabila pada persamaan itu dikenakan suatu operasi
tertentu. Notasi ekuivalen adalah “⇔”
1. Menyelesaikan persamaan dengan sifat–sifat operasi suatu persamaan
yang ekuivalen.
a) Sifat penambahan
Kedua ruas suatu persamaan boleh ditambah dengan bilangan yang
samauntuk mendapatkan persamaan yang ekuivalen.
Persamaaan berikut ini, akan kita selesaikan dengan sifat penambahan.
17
x – 3 = 10 drngan x ∈ {bilangan asli}
⇔ x – 3 +3 =10 + 3 ( kedua ruas ditambah 3 )
⇔ x + 0 = 13
⇔ x = 13
Jadi, penyelesain dari x – 3 = 10 adalah x = 13
b) Sifat pengurangan
Kedua ruas suatu persamaan boleh dikurangi dengan bilangan yang sama
untuk mendapatkan persamaan yang ekuivalen .
p + (2 – 2) = (9 – 2) dengan p ∈ {bilangan cacah}
⇔ p + 0 = 7
⇔ p = 7
Jadi himpunan penyelesaian dari p + 2 = 9 adalah p = 7
c) Sifat perkalian
Kedua ruas suatu persamaan boleh dikalikan dengan bilangan yang
sama untuk mendapatkan persamaan yang ekuivalen.
Berikut ini, kita akan selesaikan dengan sifat penambahan.
3
4 𝑡 = 9 denagn t ∈ {bilangan rasional}
⇔ 3
4 𝑡 ×
4
3 = 9 ×
4
3 (kedua ruas dikali
4
3 )
⇔ t = 3× 4
⇔ t = 12
Jadi penyelesaian dari 3
4 𝑡 = 9 adalah t = 12
d) Sifat pembagian
Kedua ruas suatu persamaan boleh dibagi dengan bilanagn yang
sama untuk mendapatkan persamaan yang ekuivalen.
Berikut ini akan diselesaikan persamaan dengan sifat pembagian.
5k = 20 dengan k ∈ {bilangan cacah}
⇔ 5k : 5 = 20 : 5 ( kedua ruas di bagi 5)
⇔ k = 4
Jadi penyelesain dari 5k = 20 adalah k = 4
18
2.5 Kesalahan Siswa Dalam Matematika dan Faktor Penyebabnya
Kesalahan yang terjadi pada siswa akan mengganggu efektivitas belajar
dan mengganggu pikiran siswa dalam menerima pengetahuan berikutnya dan
biasanya kesalahan ini bersifat permanen dalam pikiran siswa sehingga sangat
sukar kembali. Oleh karena itu kesalahan ini merupakan salah satu hal yang
sangat mendasar untuk diupayakan perbaikannya.
Menurut Newman (Clement, 1980) jenis-jenis kesalahan yang dilakukan
siswa yaitu: a) kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat; b) kesalahan
keterampilan proses; c) kesalahan dalam memahami soal; d) kesalahan
mentransformasikan; e) kesalahan menggunakan notasi; f) kesalahan membaca
soal.
Tabel 2.1 Indikator Kesalahan Menurut Newman (Clement, 1980)
Tipe Kesalahan Indikator
Kesalahan karena kecerobohan atau
kurang cermat
Tidak menguasai konsep dan siswa
kurang menguasai teknik berhitung
Kesalahan keterampilan proses Siswa sudah menguasai konsep tetapi
siswa salah dalam melakukan
perhitungan atau komputasi
Kesalahan dalam memahami soal Siswa belum menangkap informasi
yang terkadang dalam pernyataan
sehingga siswa tidak dapat memproses
lebih lanjut dari permasalahan
Kesalahan mentransformasikan Siswa gagal dalam mengubah ke
kalimat matematika yang benar
Kesalahan menggunakan notasi Siswa salah dalam menggunakan tanda
notasi
Kesalahan membaca soal Siswa salah dalam membaca kata-kata
penting dalam pernyataan
Adapun indikator kesalahan konseptual menurut Kastolan (1992) yaitu: a)
salah dalam menentukan rumus atau teorema untuk menjawab suatu masalah; b)
19
penggunaan rumus atau teorema yang tidak sesuai dengan kondisi prasyarat
berlakunya rumus atau teorema; c) tidak menuliskan rumus atau teorema untuk
menjawab suatu masalah. Sedangkan indikator kesalahan prosedural menurut
Kastolan (1992) yaitu: a) ketidak hirarkisan langkah-langkah dalam
menyelesaikan masalah-masalah; b) kesalahan atau ketidakmampuan
memanipulasi langkah-langkah untuk menjawab suatu masalah.
Tabel 2.2 Indikator Kesalahan Menurut Kastolan (1992)
Tipe Kesalahan Indikator
Kesalahan Konseptual a) Salah dalam menentukan rumus
atau teorema untuk menjawab
suatu masalah.
b) Penggunaan rumus atau teorema
yang tidak sesuai dengan
kondisi prasyarat berlakunya
rumus atau teorema.
c) Tidak menuliskan rumus atau
teorema untuk menjawab suatu
masalah.
Kesalahan Prosedural a) Ketidak hirarkisan langkah-
langkah dalam menyelesaikan
masalah-masalah
b) Kesalahan atau ketidak
mampuan memanipulasi
langkah-langkah untuk
menjawab suatu masalah
Adapun jenis kesalahan yang akan dibahas oleh peneliti adalah kesalahan
dalam menyelesaikan soal pada materi persamaan linear satu variabel khususnya
menyangkut kesalahan konseptual dan kesalahan prosedural. Indikator yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
20
Tabel 2.3 Indikator Kesalahan Dalam Penelitian Ini
Tipe Kesalahan Indikator
Kesalahan Konseptual a) Salah dalam memahami konsep
kalimat terbuka
b) Salah dalam menentukan model
matematika berbentuk persamaan
linear satu variabel
c) Salah dalam menyelesaikan
persamaan linear satu variabel
dengan cara substitusi
d) Salah dalam menghitung suku
yang memiliki variabel sejenis
Kesalahan Prosedural a) Kesalahan tidak melakukan
pemisalan/ tidak merubah ke
model matematika
b) Kesalahan tidak melanjutkan
proses penyelesaian
c) Kesalahan menuliskan hasil akhir
d) Kesalahan karena langkah
penyeesaian tidak sistematis
Kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran disebabkan oleh
kemampuan yang dimiliki, seperti pemahaman siswa tentang definisi, teorema,
sifat, rumus dan proses pengajaran (Muzanni, 2009). Selain itu bisa juga
disebabkan oleh kurangnya tingkat penguasaan materi, kecerobohan dan juga
kondisi kesiapan siswa dalam belajar.
(Hairurrohman, 2004) mengungkapkan kesalahan-kesalahan siswa dalam belajar
matematika diduga muncul karena siswa mengalami kesulitan. Adapun faktor-
faktor yang menyebabkannya antara lain:
1) Faktor fisiologi, misalnya seorang siswa yang lemah pendengarannya
akan mengalami kesulitan dalam mengikuti penjelasan guru atau
temannya
21
2) Faktor intelektual, misalnya siswa yang memiliki daya abstraksi dan
kemampuan numerik yang kurang akan mendapatkan kesulitan belajar
matematika
3) Faktor pedagogik, yaitu faktor yang disebabkan oleh guru, misalnya guru
tidak mampu memilih metode yang cocok, guru sering memberikan
hukuman sehingga menurunkan motivasi belajar siswa
4) Faktor lingkungan, misalnya keterbatasan literatur dan alat peraga
maupun suasana kelas yang gaduh.
Sedangkan Djamarah (2000), menggolongkan faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar menjadi dua, yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam.
Faktor dari luar yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah lingkungan
(alami dan sosial) dan instrumental (kurikulum, program, guru, sarana dan
fasilitas). Sedangkan faktor dari dalam yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar adalah fisiologi (kondisi fisiologis, kondisi panca indra) dan psikologi
(bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif).
Pada pembelajaran matematika, pemahaman konsep merupakan sasaran
pertama. Pemahaman konsep yang kurang relevan dan kurang matang kepada
pikiran siswa dapat mengakibatkan kesalahan dalam menafsirkan matematika.
Oleh karena itu, belajar matematika harus bertahap dan berurutan secara
sistematis sehingga siswa benar-benar mengerti serta faham terhadap konsep yang
diajarkan dan dapat mengaplikasikan pemahaman konsep tersebut pada
penyelesaian masalah matematika sesuai dengan prosedur yang telah diajarkan.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep sangat
penting dalam belajar matematika. Apabila kemampuan tersebut kurang maka
akan menyebabkan miskonsepsi (kesalahan konsep) yang dapat berujung pada
kesalahan prosedur dalam penyelesaian soal.