bab ii kajian pustaka 2.1 gambaran umum lokasi penelitian...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
2.1.1 Taman Nasional Kepulauan Seribu
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) terletak pada posisi
geografis 5°24' - 5°45 LS dan 106°25' - 106° 40' BT, terbentang seluas
107.489 ha (SK. Menteri Kehutanan Nomor: 6310/Kpts-II/2002). Kepulauan
Seribu merupakan gugusan kepulauan yang terletak di sebelah utara Jakarta, tepat
berhadapan dengan Teluk Jakarta. Dan secara administratif berada dalam wilayah
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu,
DKI Jakarta. Dengan memiliki 4 (empat) zona di dalam kawasannya. Kawasan ini
meliputi wilayah laut hingga pasang tertinggi, termasuk kawasan barat Pulau
Penjaliran Barat dan Penjaliran Timur dengan luas 39,5 ha. Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu terdiri dari pulau-pulau karang sebanyak 105 buah dengan total
luas wilayah daratan sebesar 8,7 km² (BTNKpS 2007).
Berdasarkan letak kontinental dan oseanografisnya, wilayah Kepulauan
Seribu memiliki iklim muson laut tropis, yakni adanya pergantian arah angin tiap
enam bulan yang disebut angin muson dengan kecepatan angin antara 2-4
knot/jam. Temperatur udara sepanjang tahun umumnya berkisar antara 28o-32
o C,
dengan kelembaban udara rata-rata adalah 80%, sedangkan curah hujan rata-rata
mencapai 400 mm/tahun.
Mata pencaharian pokok masyarakat adalah nelayan tangkap 70,99%,
utamanya nelayan tangkap termasuk nelayan jaring muroami (jaring yang tidak
ramah lingkungan karena merusak karang) dan sebagian kecil masih
menggunakan racun potasium sianida dan atau dinamit. Berdasarkan kriteria
kegiatan budidaya perikanan berupa kondisi fisik geofisik (keterlindungan,
kedalaman perairan, dan substrat dasar laut), oceanografis (kecepatan arus), dan
kualitas air (kecerahan dan salinitas), kapasitas Kepulauan Seribu untuk
pengembangan budidaya perikanan laut seluas 904,17 ha, diantaranya 622,49 ha
(66%) dalam kawasan TNKpS.
7
Berdasarkan kriteria kepariwisataan berupa keindahan alam, keaslian
panorama alam, keunikan ekosistem, tidak adanya gangguan alam yang
berbahaya, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, kapasitas
Kepulauan Seribu untuk pengembangan pariwisata seluas 872,06 ha dengan
kapasitas pengunjung 2.318 Orang per hari, diantaranya 795,38 ha dan 1.699
Orang per hari (73%) adalah kapasitas dalam kawasan TNKpS. Penduduk
Kepulauan Seribu berjumlah 4.920 KK (660 Keluarga Pra- Sejahtera),
diantaranya 65% bermukim di Pulau Pemukiman (Pulau Panggang, Pulau
Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, dan Pulau Harapan) yang berada di
dalam Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS 2011).
Pada tahun 2009 tutupan substrat di ekosistem terumbu karang Kepulauan
Seribu didominasi oleh komponen abiotik dengan nilai tutupan sebesar 36,19%.
Tutupan karang keras hanya 34,27%. Karang lunak mencakup 16,06%.
Selebihnya adalah alga mencakup 7,06% dan biota lain sebesar 4,82%. Maka
kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu berada pada kategori sedang.
Dimana Pulau Bira besar merupakan salah satu stasiun pengamatan terumbu
karang yang dilakukan oleh Setyawan dkk (2011) dan termasuk ke dalam
kawasan TNKpS.
2.1.2 Pulau Bira Besar
Pulau Bira Besar termasuk ke dalam Kelurahan Pulau Harapan yang
merupakan salah satu kawasan dari TNKpS dengan luas pulau 29 ha. Pulau Bira
Besar memiliki keunikan dibandingkan Pulau-pulau lainnya di TNKpS karena
masuk ke dalam dua zona, yaitu Zona Inti pada bagian Utara dan Zona
Pemanfaatan Wisata pada bagian lainnya.
Kondisi pantai pulau Bira Besar dimulai dengan pantai berpasir halus yang
diikuti dengan campuran pasir kasar dan pecahan karang, kemudian diikuti oleh
daerah pertumbuhan alga yang didominasi oleh karang mati yang ditumbuhi
berbagai jenis alga. Pada daerah tubir didominasi oleh karang marga Porites
berukuran besar (Aziz dan Darsono 1988 dalam P2O-LIPI 2000).
8
Fasilitas yang ada di Pulau Bira Besar terbilang sangat mewah karena
tardapat langangan golf dengan hole berjumlah 9 hole, kolam renang, helipad dan
20 cottage. Namun kondisinya saat ini hampir semua dari fasilitas itu tidak lagi
terpakai, hanya 8 cottage yang berfungsi sebagai tempat penginapan bagi para
pengunjung (Jowo 2012).
2.2 Parameter Perairan Sebagai faktor Pembatas Terumbu Karang
Kondisi terumbu karang yang baik harus didukung oleh kondisi perairan
yang baik pula. Adapun parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi
kehidupan terumbu karang yaitu:
1. Suhu, perkembangan terumbu karang yang optimal terjadi di perairan yang
rata-rata suhu tahunannya 23 - 25°C, terumbu karang dapat mentoleransi suhu
36 - 40°C. (Nybakken 1992).
2. Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi terumbu
karang, karena cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh
zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksanakan. Tanpa
cahaya yang cukup, laju fotosintesis dipastikan berkurang dan bersama dengan
itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk
terumbu berkurang pula (Nybakken 1992).
3. Arus laut permukaan merupakan pencerminan langsung dari pola angin yang
bertiup pada waktu itu. Arus dapat berdampak positif yaitu membawa nutrient
dan bahan-bahan organik yang dibutuhkan oleh karang dan zooxanthellae serta
juga dapat berdampak negatif yaitu menyebabkan sedimentasi di perairan
terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada
kematian karang. (Romimohtarto dan Juwana 2007).
4. Salinitas merupakan takaran bagi keasinan air laut. Satuannya adalah ppt (0/00)
dan simbol yang dipakai yaitu S0/00. Salinitas didefinisikan sebagai berat zat
padat terlarut dalam gram per kilogram air laut. Singkatnya salinitas adalah
berat garam dalam gram per kilogram air laut. Salinitas ditentukan dengan
mengukur klor yang takarannya adalah klorinitas. Secara fisiologis salinitas
mempengaruhi kehidupan hewan karang, karena adanya tekanan osmosis pada
9
jaringan karang hidup. Salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar
antara 30-35‰ (Romimohtarto dan Juwana 2007).
2.3 Terumbu Karang
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang khas dan sangat
produktif yang terdapat di perairan pesisir daerah tropis, dengan beragam
tumbuhan dan hewan laut yang berasosiasi didalamnya. Terumbu terbentuk dari
endapan-endapan masif kalisium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh
organisme karang pembentuk terumbu dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang
hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari alga berkapur
serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat (Nybakken 1992).
Klasifikasi karang menurut Veron et al (1986):
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Phylum : Coelenterata
Subphylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Subclass :
1. Zoontharia,
Famili: Mossidae, Pectinidae, Caryophylidae, Pocilipiridae, Agari-
ciidae, Fungiidae, Oculinidae, Merulinadae, Faviidae,
Acroporidae, Poritidae.
2. Octocaralia
Famili: Helioporidae dan Tubiporidae.
Karang terdiri dari dua kelompok, yaitu karang hermatipik dan karang
ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan karang
ahermatipik tidak dapat menghasilkan terumbu. Karang hermatipik tersebar di
seluruh dunia, tetapi karang ahermatipik hanya tersebar di perairan tropis.
Perbedaan yang mencolok antara kedua tipe karang ini adalah bahwa di dalam
jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis yang
10
dinamakan zooxantellae. Sedangkan pada karang ahermatipik tidak terdapat
zooxantellae di dalam jaringan karangnya.
2.3.2 Stuktur dan Anatomi Karang
Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan
mulut berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus. Pada bagian mulut
dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut
dilanjutkan dengan tenggorokan yang pendek yang langsung menghubungkan
dengan rongga perut. Pada bagian dalam rongga perut terdapat semacam usus
yang disebut dengan mesenteri filament yang berfungsi sebagai alat pencerna.
Untuk tegaknya seluruh jaringan, polip didukung oleh kerangka kapur sebagai
penyangga. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun
secara radial dan berdiri tegak pada lempeng dasar. Lempengan yang berdiri ini
disebut sebagai septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur yang
merupakan hasil sekresi dari polip karang (Suharsono 2008) (Gambar 1).
Gambar 1. Stuktur Polip Karang
(Sumber: Suharsono 2008)
Dinding dari polip karang terdiri dari tiga lapisan yaitu ektoderm,
endoderm, dan mesoglea. Ektoderm merupakan jaringan terluar yang terdiri dari
berbagai jenis sel antara lain sel mucus dan sel nematocyts. Mesoglea merupakan
11
jaringan yang berada di tengah pada polip berupa lapisan seperti jelly. Di dalam
lapisan jelly terdapat fibril-fibril sedangkan di lapisan luar terdapat sel semacam
sel otot. Jaringan endoderm berada di lapisan dalam yang sebagian besar selnya
berisi alga yang merupakan simbion karang. Seluruh permukaan jaringan karang
juga dilengkapi dengan cilia dan flagella. Kedua sel ini berkembang dengan baik
di tentakel dan di dalam sel mesenteri. Pada lapisan ektoderm banyak dijumpai sel
glandula yang berisi mucus dan sel knidoblas yang berisi sel nematocyts.
Nematocyst merupakan sel penyegat yang berfungsi sebagai alat penangkap
makanan dan mempertahan-kan diri. Sedangkan sel mucus berfungsi sebagai
produsen mucus yang membantu menangkap makanan dan untuk membersihkan
diri dari sedimen yang melekat. Karang mempunyai sistem saraf, jaringan otot,
dan reproduksi yang sederhana akan tetapi telah berkembang dan berfungsi secara
baik. Jaringan saraf yang sederhana ini tersebar baik di ectoderm maupun
endoderm serta mesoglea yang dikoordinasi oleh sel khusus yang disebut sel
junction yang bertanggung jawab memberi respon baik mekanis maupun khemis
terhadap adanya stimuli cahaya.
Pemberian nama karang adalah berdasarkan skeleton atau cangkang yang
terbuat dari kapur, oleh karena itu pengenalan terminologi skeleton karang sangat
penting artinya. Lempeng dasar yang merupakan lempeng yang terletak di dasar
sebagai fondasi dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan
melekat pada dinding yang disebut Epitheca (Epiteka). Keseluruhan skeleton yang
terbentuk dari satu polip disebut Corallite (Koralit), sedangkan keseluruhan
skeleton yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu
koloni disebut Corallum (Koralum). Permukaan koralit yang terbuka disebut
Calyx (Kalik). Septa dibedakan menjadi septa utama, kedua, ketiga seterusnya
tergantung dari besar kecilnya dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga
mencapai dinding luar dari koralit disebut sebagai Costae (Kosta). Pada dasar
sebelah dalam dari septa tertentu sering dilanjutkan suatu struktur yang disebut
Pali. Struktur yang berada di dasar dan di tengah koralit yang sering merupakan
kelanjutan dari septa disebut Columella (Kolumela) (Gambar 2).
12
Gambar 2. Kerangka Kapur Karang
(Sumber: Suharsono 2008)
Dari proses terbentuknya koralit maka dibedakan menjadi extra-tentacular
jika koralit yang baru terbentuk di luar dari koralit yang lama. Intra-tentacular
jika koralit yang baru terbentuk di dalam koralit yang lama. Proses pembentukan
koloni karang yang demikian akhirnya membentuk berbagai bentuk koloni yang
dibedakan berdasarkan konfigurasi koralit (Suharsono 2008).
2.3.3 Bentuk Pertumbuhan Karang
Lifeform atau bentuk pertumbuhan karang adalah penampilan organisme
karang yang dihasilkan dari interaksi genetik dan faktor lingkungan. Karang
memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi
lingkungan perairan. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi
atas karang Acropora dengan non-Acropora (English et al 1994). Perbedaan
Acropora dengan non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora
memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-
acropora hanya memiliki radial koralit. Bentuk lifeform berdasarkan Acropora
dan non-Acropora adalah sebagai berikut:
1. Bentuk pertumbuhan Acropora.
a. Acropora Bercabang (Acropora Branching) (ACB), karang
berbentuk seperti ranting pohon.
13
b. Acropora Berjari (Acropora Digitate) (ACD), karang dengan
bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan.
c. Acropora meja (Acropora Tabulate) (ACT), karang dengan bentuk
bercabang dengan arah mendatar, rata seperti meja.
d. Acropora Submasif (Acropora Submassive) (ACS), karang dengan
bentuk percabangan Berbentuk lempeng dan kokoh.
e. Acropora Merayap (Acropora Encrusting) (ACE), karang dengan
bentuk merayap, biasanya terjadi pada Acropora yang belum
sempurna.
2. Bentuk pertumbuhan non-Acropora.
a. Karang Bercabang (Coral Branching) (CB), karang dengan bentuk
bercabang seperti ranting pohon.
b. Karang Masif (Coral Massive) (CM), karang dengan bentuk seperti
batu besar yang padat.
c. Karang Merayap (Coral Encrusthing) (CE), karang dengan bentuk
merayap, hampir seluruh bagian menempel pada substrat.
d. Karang Submasif (Coral Submassive) (CS), karang dengan bentuk
kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau koloni-koloni kecil.
e. Karang Lembaran (Coral Foliose) (CF), karang dengan bentuk
menyerupai lembaran daun.
f. Karang api (Coral Millepora) (CML), karang yang dapat dikenali
dengan adanya warna kuning pada ujung koloni dan rasa panas
seperti terbakar bila tersentuh.
g. Karang Biru (Coral Heliopora) (CHL), karang dengan bentuk
karang berwarna biru pada skeletonnya.
Menurut Timotius (2003) bentuk-bentuk pertumbuhan koloni karang yaitu:
1. Tipe bercabang (branching)
2. Tipe padat (massive)
3. Tipe kerak (encrusting)
4. Tipe meja (tabulate)
5. Tipe daun (foliose)
14
6. Tipe jamur (mushroom)
2.4 Ikan Karang
2.4.1 Definisi Ikan Karang
ikan karang adalah ikan yang hidup di daerah terumbu karang yang
tergantung pada terumbu karang untuk mencari makan dan berlindung, ikan
terumbu terspesialisasi ke dalam habitat, kedalaman, dan makanan yang
dimakannya (Erdmann 2004). Secara umum, ikan karang akan menyesuaikan diri
pada lingkungannya. Setiap spesies memperlihatkan preferensi atau kecocokan
habitat yang tepat yang diatur oleh kombinasi faktor ketersediaan makanan,
tempat berlindung dan variasi parameter fisik.
Berikut adalah klasifikasi ikan karang (TERANGI 2004):
Philum : Chordata
Klas : Osteichthyes
Ordo : Perciformes
Famili : contoh (Lutjanidae)
Genus : Contoh (Lutjanus)
Spesies : Contoh (Lujanus kasmira)
2.4.2 Habitat dan Penyebaran
Daerah Indo-Pasifik bagian tengah yaitu Kepulauan Filipina dan Indonesia
merupakan daerah penyebaran ikan karang dan mempunyai jumlah spesies yang
jumlahnya sangat besar dan jumlah itu semakin berkurang pada semua arah yang
menjauhi pusat ini (Nybakken 1992). Ada sekitar 30-100 spesies jumlah dari
beberapa famili ikan karang yang banyak mendominasi, diantaranya adalah
Pomacentridae, Chaetodontidae, Acanthuridae, Scaridae, Gobiidae dan
Serranidae. Adapula jenis yang sering berupaya keluar daerah terumbu karang
pada saat dewasa seperti Labridae, Muraenidae dan Scorpaenidae (Sorokin 1993).
Beberapa jenis ikan konsumsi dari famili Lutjanidae yang bertubuh lebih kecil,
banyak terdapat dekat gosong-gosong atau dekat terumbu karang.
15
Ikan karang menempati ekosistem yang sangat kompleks, terdiri dari
banyak mikrohabitat. Secara umum ikan karang berinteraksi baik dengan
lingkungannya. Tiap spesies menggambarkan habitat yang tepat sesuai dengan
kebutuhannya dan oleh beberapa faktor, termasuk makanan dan perlindungan
yang sesuai dan berbagai parameter fisika, seperti kedalaman air, kejernihan air,
arus dan gelombang. Jumlah spesies sangat banyak ditemukan pada terumbu
karang adalah gambaran dari banyaknya mikrohabitat pada lingkungan ini.
Daerah kedalaman di luar slope digambarkan sebagai tempat dimana tingkat
cahaya mulai berkurang, sebab itu sedikit ditemukan karang dan ikan. Meskipun
dalam jumlah spesies yang sangat kurang, beberapa spesies tertentu akan datang
ke daerah ini (Allen 1997).
Produktivitas yang tinggi dari ekosistem terumbu karang pada dasarnya
berasal dari air mengalir di atas terumbu karang, daur biologi yang efisien dan
penampungan zat hara yang tinggi sehingga ekosistem ini merupakan ekosistem
yang subur dan kaya akan makanan. Struktur fisiknya yang rumit, bercabang-
cabang dan mempunyai gua-gua sehingga membuat ekosistem ini merupakan
habitat yang menarik bagi jenis biota laut. Oleh sebab itu penghuni terumbu
karang sangat beraneka ragam baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun
hewan (Thresher 1984).
Warna-warna yang mencolok dan bentuk serta pola yang aneh dari
kebanyakan ikan karang merupakan hal yang menjadi ciri khas yang dimiliki oleh
ikan karang. Menurut menurut McConnaughey (1983), warna yang mencolok
bentuk serta pola yang aneh dari ikan karang merupakan salah satu bentuk
adaptasi morfologi ikan karang untuk mengelabui pemangsanya (kamuflase).
Terumbu memiliki warna yang berwarna-warni sehingga ikan karang
menyesuaikan diri dengan warna terumbu karang, relung-relung karang
merupakan tempat persembunyian bagi ikan karang, sehingga menjadi tempat
yang aman untuk bersembunyi dan menghindar dari kejaran pemangsa.
16
2.4.3 Pengelompokan Ikan Karang
1. Ikan karang dibagi dalam kelompok berdasarkan periode aktif mencari
makan (TERANGI 2004) yaitu:
a. Ikan nokturnal (aktif pada malam hari), contohnya pada ikan-ikan
dari famili Holocentridae (swanggi), famili Apogonidae (beseng),
famili Haemulidae, Priachanthidae (bigeyes), Muraenidae (moray),
Serranidae (jawfish) dan beberapa dari famili Mullidae (goatfishes).
b. Ikan diurnal (aktif pada siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari
famili Labridae (wrasses), Chaetodontidae (butterflyfishes),
Pomacentridae (damselfishes), Scaridae (parrotfishes), Acanthuridae
(surgeonfishes), Blennidae (blennies), Balistidae (triggerfishes),
Pomachantidae (angelfishes), Monachantidae, Ostracionthidae,
Canthigasteridae dan beberapa dari famili Mullidae (goatfishes).
c. Ikan crespuscular (aktif di antara dua waktu) contohnya dari ikan-
ikan dari famili Sphyraenidae (barracudas), Carangidae (jacks),
Scorpaenidae (lionfishes), Synodontidae (lizardfishes),
Carcharinidae, Sphyrnidae (sharks) dan beberapa dari Muraenidae
(Eels).
2. Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Peranannya (TERANGI 2004)
yaitu:
a. Ikan target adalah ikan yang merupakan target untuk penangkapan
atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan
konsumsi seperti; Seranidae (Kerapu), Lutjanidae (Kakap),
Lethrinidae (Lencam), Acanthuridae, Mullidae (Goatfishes),
Siganidae (Baronang), Haemulidae (Bibir tebal), Labridae (Khusus
genus Cheilinus, Choerodon dan Hemigymnus), Nempiteridae,
Priacanthidae, Carangidae (Kue), Sphraenidae (Barracuda).
b. Ikan indikator merupakan ikan penentu untuk terumbu karang karena
ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang yaitu
ikan dari Famili Chaetodontidae (kepe-kepe).
17
c. Ikan lain (Mayor Family) pada umumnya ditemukan dalam jumlah
banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae,
Caesionidae (Ekor kuning), Scaridae, Apogonidae, dll).
2.5 Ikan Karang Target
Ikan target adalah ikan-ikan yang dikonsumsi dan bernilai ekonomis
penting yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Kelompok ikan target
penghuni terumbu karang yang sudah dikenal masyarakat misalnya ikan kakap
(Lutjanidae), kerapu (Serranidae), kue (Carangidae) dan baronang (Siganidae).
Ikan tersebut umumnya hidup soliter atau menyendiri dan mudah dihitung
jumlahnya.
2.5.1 Ikan Karang Target dan Ciri-cirinya
Pada umumnya bentuk dan ciri-ciri ikan target memiliki kesamaan dengan
kebanyakan ikan karang lainnya, seperti memiliki warna yang menarik, bentuk
dan ukuran yang bervariasi, dan lain-lain. Namun ikan target memiliki perbedaan
yang mencolok yaitu sebagai kelompok ikan konsumsi dan ekonomis penting.
Berikut adalah bentuk dan ciri khas ikan target (TERANGI 2004):
1. Serranidae (Kerapu)
Klasifikasi dari famili ini mempunyai banyak subfamili seperti Anthiinae
(anthias), Epinephelinae Grammistinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae
(podges).
a. Soliter (jarang ditemukan berpasangan)
b. Biasanya bersembunyi di gua-gua atau bawah karang
c. Ukuran sampai 2 meter dan berat sampai 200 kg
d. Tergolong karnivora memakan ikan, udang dan crustacea
Subfamili Anthiinae (Sea-perch)
a) Ukuran kecil, mempunyai warna yang terang, merah, orange, kuning
dan biru
b) Hidup pada daerah tubir dari terumbu karang dan jauh dari pantai atau
yang mempunyai kadar garam tinggi
18
c) Selalu bermain di atas dan sela-sela karang
2. Lutjanidae (Kakap)
a. Ditemukan diperairan dangkal sampai laut dalam
b. Bentuk memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring
c. Warna ada yang merah, putih kuning, kecoklatan dan perak
d. Sebagian ada yang bergerombol
e. Merupakan predator ikan, Crustaceans dan plankton feeders
f. Bentuk berbeda antara dewasa dengan yang kecil
3. Lethrinidae (Lencam)
a. Sering ditemukan pada pasir dan patahan karang (rubble) pada daerah
tubir
b. Warna tubuh bervariasi antara jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat
berubah dengan cepat
c. Ada yang sampai panjang 1 meter
d. Hampir mirip dengan Lutjanidae, tapi memiliki kepala agak runcing
e. Cara makan karnivora dengan memakan bermacam hewan pada pasir dan
patahan karang (rubble)
4. Haemulidae (Bibir tebal)
a. Ditemukan pada gua-gua karang
b. Kulit halus dan licin
c. Warna dan bentuk tubuh berubah dalam pertumbuhan
d. Ukuran medium (sampai 90 cm)
Menurut Anna dan Djuariah (2009) ikan dari famili Scaridae juga
termasuk dalam kelompok ikan karang target karena sering dikonsumsi oleh
masyarakat, dan berikut ciri-cirinya:
a) Gigi hanya dua atas dan bawah (seperti kakak tua)
b) Warna kebanyakan biru dan hijau
c) Sering ditemukan bergerombol
d) Kadang-kadang ditemukan sedang memakan karang keras
e) Sulit untuk identifikasi karena banyak yang mirip
19
2.5.2 Kriteria Pendataan Ikan Karang Target
Pada praktiknya yang dilakukan pada saat kegiatan di lapangan adalah
perhitungan jumlah individu secara aktual, dan kategori kelimpahan untuk jenis
(spesies) ikan apabila jumlahnya sangat banyak. Pada pengamatan ikan target ini,
agar mendapatkan data yang lebih spesifik tentang ikan target maka penelitian ini
akan mengacu pada referensi dari CRITC COREMAP dan LIPI tentang “Kriteria
Kelimpahan Ikan Terumbu Karang”.
Menurut Anna dan Djuariah (2009) kriteria penilaian untuk kelimpahan
ikan di terumbu karang sampai sekarang belum ditentukan secara pasti, oleh
karena itu CRITC COREMAP dan LIPI mencoba merumuskan ”Kriteria
Kelimpahan Ikan Terumbu Karang” sebagai berikut:
a. Kelompok ikan yang digunakan untuk menentukan kriteria kelimpahan
ikan di terumbu karang adalah kelompok ikan target, karena kelompok
ikan ini selalu dijumpai di terumbu karang dan menjadi target tangkapan
nelayan.
b. Kelompok ikan target disini adalah kelompok ikan dari famili Serranidae,
Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae dan Scaridae yang berukuran panjang
20 cm atau lebih.
c. Panjang transek yang di sensus dengan metode LIT adalah 70 m dengan
luas (350 )-1
.
2.6.1 Hubungan Antara Kondisi Tutupan Karang Hidup Dengan
Kelimpahan Ikan Karang Target
Terumbu karang memiliki spesies yang amat beragam, dan sebagian besar
dari spesies tersebut benilai ekonomis tinggi. Tingginya tingkat keanekaragaman
tersebut disebabkan oleh besarnya variasi habitat yang terdapat di dalam
ekosistem terumbu karang. Terumbu karang menempati areal yang cukup luas dan
terdiri dari berbagai bentuk asosiasi yang kompleks, dengan jumlah tipe habitat
yang berbeda-beda, semuanya berada di satu sistem yang terjalin dalam hubungan
20
fungsional yang harmonis. Spesies yang paling banyak dijumpai adalah ikan
karang (Dahuri 2003).
Tingginya keragaman ini disebabkan terdapatnya variasi habitat yang ada
di terumbu karang, dimana semua tipe habitat tersebut diisi oleh spesies ikan
karang (Emor 1993). Selain itu ikan-ikan karang memiliki relung (niche) ekologi
yang sempit sehingga lebih banyak spesies yang dapat menghuni (berakomodasi)
di daerah terumbu karang. Akibatnya ikan-ikan karang terbatas dan terlokalisasi
hanya di area tertentu pada terumbu karang. Selain itu ada juga ikan-ikan karang
yang dapat bermigrasi dan melindungi wilayahnya (teritorialnya) (Nybakken
1992). Russel et al. (1978) menyatakan bahwa distribusi ruang (spatial
distribution) berbagai spesies ikan karang bervariasi menurut kondisi dasar
perairan, perbedaan habitat terumbu karang menyebabkan pula adanya perbedaan
kumpulan ikan-ikan. Dengan kata lain interaksi antar spesies berperan penting
dalam penentuan wilayah (spacing). Tiap kumpulan ikan masing-masing mempu-
nyai kesukaan (preferensi) terhadap habitat tertentu, sehingga masing-masing
kumpulan ikan menghuni wilayah yang berbeda (Gambar 3).
Gambar 3. Gambaran Umum Sifat-sifat Ikan dan Habitatnya pada Terumbu
Karang (Sumber: Nybakken 1992)
Salah satu sumber makanan di terumbu karang bagi ikan karang adalah
lendir yang dikeluarkan oleh koral. Lendir tersebut dihasilkan oleh beberapa jenis
21
koral yang tidak memiliki tentakel atau tentakelnya tereduksi, lendir tersebut
dikeluarkan oleh koral untuk menangkap mangsanya. Dua kelompok ikan yang
secara aktif memangsa koloni koral, yaitu jenis yang memakan polyp koral (famili
Tetraodontidae, Monocanthidae, Balistidae, Chaetodontidae) dan jenis omnivora
yang mencabut polyp karang untuk mendapatkan alga yang berlindung di dalam
rangka karang (famili Acanthuridae dan Scaridae) (Nybakken 1992).
Terumbu menyediakan bentuk dan ukuran ruangan (shelter) bagi ikan
yang sangat beragam. Kebanyakan ikan aktif pada siang hari (diurnal) dan yang
lainnya aktif pada saat malam hari (nokturnal). Dengan sendirinya seluruh ikan
akan kembali ke naungannya dalam kurun waktu tertentu dalam 24 jam selama
istirahat dan faktor ini saja sangat berpengaruh terhadap asosiasi yang erat antara
ikan dan struktur lingkungannya (terumbu karang) (Robertson 1982). Terumbu
karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi daerah berpasir, berbagai teluk
dan celah daerah alga, dan juga perairan yang dangkal dan dalam serta zona-zona
yang berbeda dalam melintasi karang. Habitat yang beranekaragam ini dapat
menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan itu (Nybakken 1992).
2.7 Metode Pemantauan Kondisi Terumbu Karang
Metode pemantauan kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain metode reefcheck, metode manta tow, dan metode
Line Intercept Trancect (LIT). Pemilihan metode pemantauan kondisi terumbu
karang disesuaikan dengan tujuan untuk kebutuhan pemantauan itu sendiri.
Metode LIT dipilih karena metode ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya
(Johan 2003):
a. Pengelompokan biota ke dalam beberapa kategori mempermudah peneliti
atau orang dengan kemampuan terbatas unutk identifikasi terumbu karang.
b. Metode ini merupakan metode sampling untuk menghitung persentase
tutupan biota yang sangat efisien dan dapat dipercaya.
c. Struktur komunitas biota yang beradaptasi dengan terumbu karang dapat
diperoleh dengan baik.
22
d. Hanya memerlukan sedikit peralatan dan relatif sederhana dalam
penerapannya.
Sedangkan beberapa kekurangan metode LIT adalah (Johan 2003):
a. Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak dan waktu yang lama.
b. Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi karang, minimal lifeform dan
sebaiknya genus atau spesies.
c. Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik.
d. Biaya yang dibutuhkan relatif besar.
2.8 Metode Pemantauan Ikan Karang Target
Metode yang digunakan untuk mendata komunitas ikan target adalah
Metode Belt Trancect atau biasa disebut metode visual sensus digunakan untuk
mengkaji dan memonitor komunitas ikan target dengan cara mendeteksi
perbedaan pengelompokan ikan karang target dilokasi-lokasi terumbu yang
berbeda dengan menggunakan kategori kelimpahan (abundance categories).
Metode visual sensus mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Menurut English et al (1994) kelebihan yang dimiliki oleh metode visual sensus
ini adalah:
a. Sensus visual ikan adalah salah satu metode kuantitatif dan kualitatif
yang paling sering digunakan dalam metode survei terumbu karang.
b. Cepat, tidak rusak, dan murah.
c. Tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan memakai peralatan
khusus.
d. Dapat digunakan untuk survei ulang daerah yang sama di luar waktu.
e. Memiliki potensi untuk menghasilkan database yang banyak secara
cepat untuk tujuan penilaian manajemen dan saham.
Kekurangan dari metode ini adalah:
a. Pengamat harus sangat terlatih dan berpengalaman.
b. Memungkinkan adanya tolakan dan atau daya tarik dari ikan kepada
penyelam.
23
c. Kesalahan pengamatan dan bias dapat terjadi pada jumlah estimasi dan
ukuran.
d. Adanya daya statistik yang rendah untuk mendeteksi perubahan dalam
spesies langka.
e. Penggunaan kategori kelimpahan mengurangi kekuatan untuk
mendeteksi perubahan kecil.
f. Teknik ini dibatasi oleh kedalaman perairan dengan kendala
dekompresi.