bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hasil...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Hasil belajar
mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang
kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui
kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun
dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan
kelas maupun individu.
Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam Nana Sudjana
(2011:22) membagi tiga macam hasil belajar mengajar : Keterampilan dan
kebiasaan, Pengetahuan dan pengarahan, Sikap dan cita-cita. Sementara
menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011:7) hasil belajar meliputi
kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Setelah pembelajaran,
diharapkan siswa tidak hanya menguasai materi dan di ajarkan tetapi siswa
juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara lebih jelas,
Bloom dalam Agus Suprijono (2011:6-7) mengemukakan bahwa hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut
bloom, hasil belajar bukan hanya mencakup aspek kognitif saja. Tetapi
juaga harus mencakup aspek afektif dan psikomotorik.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia
menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat
mengkonstruksikan pengetahuan yang didapat untuk dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
5
6
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam
mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari
aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai
kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada
suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu
berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur
standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran
subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-
lain. Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran
(Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang
telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan
membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja
mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera
mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik
utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu
aturan atau formula tertentu. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan
pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan
suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara
membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang
dihasilkan adalah data kuantitatif. Teknik yang dapat digunakan dalam
assesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu:
1. Tes
Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan
yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi,
atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk
mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan
pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi
7
(Endang Poerwanti, dkk. 2008). Dalam penelitian ini, tes yang digunakan
adalah tes formatif pada pertemuan kedua tiap siklusnya
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengases peserta didik pada
ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih
menekankan pada aspek kognitif. Menurut Endang Poerwanti, (2008:3-9),
salah satu teknik non tes adalah observasi. Observasi terkait dengan
kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal
yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang
untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun
observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa
menggunakan instrumen.
Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen
butir-butir soal apabila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila
pengukurannya dengan cara mengamati atau mengobservasi akan
menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran
dengan cara/teknik skala sikap akan menggunakan instrumen butir-butir
pernyataan. Untuk dapat mengukur instrumen tersebut diperlukan suatu
indikator perilaku yang tercantum dalam kisi-kisi. Kisi-kisi merupakan
pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Untuk merumuskan
indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan,
indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator
yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Dalam hubungan ini kita
mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom dan
kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh Krathwoll (2001). Revisi
Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan (C1),
pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi
(C6). Selain itu indikator tersebut dikelompokkan pada tingkatan rendah,
sedang dan tinggi. Semua hal tersebut terangkum dalam bentuk instrumen
baik dalam bentuk pilihan ganda maupun uraian.
8
Hasil dari pengukuran tersebut dipergunakan sebagai dasar penilaian
atau evaluasi. Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 2.8) mengartikannya,
bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan
kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil
pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding
dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses
pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut
dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria
tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok,
atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal
yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut
dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK),
sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan
didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan
Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2007tentang Standar Penilaian Pendidikanmenyatakan bahwa Kriteria
ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang
ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan
pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi.
2.1.2 Pembelajaran IPS
Latar Belakang Pembelajaran IPS
IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS
memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata
pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang
cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).
9
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan
berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap
saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan
terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan
dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan
peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam
pada bidang ilmu yang berkaitan (KTSP Standar Isi 2006).
Ruang Lingkup IPS di SD
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi
sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi
dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang
ada di lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran
IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Tujuan Pelajaran IPS di SD
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan
10
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium
yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam
pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan,
bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci
SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas V SD
disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini. (KTSP, 2006).
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran IPS Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Menghargai
peranan tokoh pejuang
dan masyarakat dalam
mempersiapkan dan
mempertahankaan
kemerdekaan Indonesia
2.1 Mendeskripsikan perjuangan para
tokoh pejuang pada masa penjajahan
Belanda dan Jepang
2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh
perjuangan dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia
2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh
dalam memproklamasikan
kemerdekaan
2.4 Menghargai perjuangan para tokoh
dalam mempertahankan kemerdekaan
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan
salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual.
Menurut Sugiyanto (2010;37) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
(Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Cooperative Learning adalah
suatu model pembelajaran yang mana dalam pembelajaran tersebut siswa
belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
11
yang anggota dari kelompok tersebut terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan
struktur kelompok bersifat heterogen (Slavin (1984); Solihatin, 2008;4)
Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai
sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Roger dan David Johnson
(1994) dalam Anita Lie (2005;31) mengatakan bahwa tidak semua kerja
kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang
maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, lima
unsur tersebut adalah: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses
kelompok.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan
siswa secara kelompok kecil untuk bekerja sama secara kolaboratif dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
TPS (Think Pairs Share) adalah salah satu model pembelajaran
kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas
Maryland pada tahun 1981. Menurut Frank Lyman dkk sesuaiyang dikutip dari
Arends (1997) dalam Trianto (2011;61) menyatakan bahwa think-pair-share
merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi
kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan
pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang
digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu
berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya
melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas atau situasi yang
menjadi tanda tanya.
Think Pair Share juga dikemukakan oleh Anita Lie (2002;57)
menyatakan bahwa, Think-Pairs-Share adalah pembelajaran yang memberi
siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain.
Dalam TPS siswa dituntut untuk berfikir secara individu ketika mendapatkan
pertanyaan dari guru, tetapi setelah itu mereka harus berdiskusi secara
berasangan untuk menjawab pertanyaan dari guru.
Pendapat lain mengatakan bahwa Think Pairs Share merupakan metode
pembelajaran yang dilakukan dengan cara sharing pendapat antar siswa.
Metode ini dapat digunakan sebagai umpan balik materi yang diajarkan guru.
Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi pelajaran seperti biasa.
Guru kemudian menyuruh dua orang peserta didik untuk duduk berpasangan
dan saling berdiskusi membahas materi yang disampaikan oleh guru. Pasangan
12
peserta didik saling mengkoreksi kesalahan masing – masing dan menjelaskan
hasil diskusinya di kelas. Guru menambah materi yang belum dikuasai peserta
didik berdasarkan penyajian hasil diskusi (Endang Mulyatiningsih, 2011;233).
Dari beberapa pendapat yang sudah disebutkan diatas maka dapat
disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model
pembelajaran yang dilakukan dengan siswa berfikir sendiri, kemudian berfikir
dengan teman sebelah (metode diskusi berpasangan) dan diskusi bersama
dalam kelas yang diadakan oleh guru.
Dengan penggunaan model pembelajaran TPS siswa dilatih bagaimana
cara menyampaikan pendapat yang dimiliki siswa dan siswa juga dilatih untuk
belajar menghargai pendapat orang lain terutama pendapat temannya dengan
tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Langkah-Langkah Pelaksanaan PembelajaranTPS (Think Pairs Share)
Pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki tahapan – tahapan
pelaksanaan sebagai berikut(Trianto, 2011;61)
Langkah 1 : Berpikir (Thinking): Guru mengajukan suatu pertanyaan
atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa
menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau
masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan
bukan bagian berpikir.
Langkah 2 : Berpasangan (Pairing): selanjutnya guru meminta siswa
untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh.
Interaksi selama waktu yang telah disediakan dapat menyatukan jawaban jika
suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu
masalah khusus yang diindentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak
lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah 3 : Berbagi (Sharing): Pada langkah akhir ini guru meminta
pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka
bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan
dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan
untuk melapor.
Langkah langkah yang disampaikan trianto adalah 3 langkah inti dari
TPS, yaitu Berpikir (Thinking), Berpasangan (Pairing), Berbagi (Sharing). Dan
langkah-langkah ini dilakukan di kegiatan inti dalam pembelajaran.
13
Sejalaan dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh trianto,
langkah – langkah TPS menurut Endang Mulyatiningsih (2011;234) adalah
sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang akan dicapai.
Pada tahap ini siswa menyimak apa yang disampaikan guru, supaya ketika
pembelajaran berlangsung siswa dapat tahu materi apa yang akan di
pelajari dan kompetensi apa yang nantinya harus dicapai oleh siswa.
2. Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi yang disampaikan
guru.
Pada tahap ini siswa diberikan pertanyaan atau peermasalahan mengenai
materi dan masing-masing siswa diminta untuk memikirkan jawaban dari
pertanyaan atau permasalahan tersebut.
3. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (satu
kelompok 2 orang) dan mengutarakan persepsi masing-masing tentang apa
yang telah disampaikan oleh guru
Setelah pada tahap sebelumnya siswa secara individu diminta untuk
mencari penyelesaian dari pertanyaan atau permasalahan yang diberikan
guru, selanjutnya siswa berkelompok. Tetapi setiap kelompok hanya
terdiri dari 2 orang. Maka disebut berpasangan. Dalam berpasangan kedua
siswa berdiskusi dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan pertannyaan
atau permasalahan yang tadi telah diberikan oleh guru.
4. Guru memimpin pleno atau diskusi kecil, tiap kelompok mengemukakan
hasil diskusinya.
Setelah semua pasangan selesai berdiskusi, kemudian guru meminta setiap
pasangan untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas.
Pasangan yag lain memberikan tanggapan terhadap pasangan yang sedang
melakukan presentasi
5. Guru melengkapi materi yang masih belum dipahami siswa dan
menegaskan kembali pokok permasalahan yang harus dipahami.
14
Pada tahap ini guru membimbing siswa melakukan kesimpulan tentang
materi yang telah di pelajari dan guru meluruskan jika ada pemahaman
siswa yang salah terhadap materi yang telah dipelajari.
Sejalan dengan langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh
trianto dan Endang Mulyatiningsih, Langkah – langkah pelaksanaan TPS
dalam hasil penelitian Naniek Sulistya Wardani (2010;32) adalah sebagai
berikut:
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
Di sini ketika guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin
dicapai, siswa menyimak apa yang disampaikan guru. Ini dilakukan
supaya ketika pembelajaran berlangsung siswa dapat tahu materi apa yang
akan di pelajari dan kompetensi apa yang nantinya harus dicapai oleh
siswa.
2. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang
disampaikan guru.
Setelah guru menyampaikan materi/ permasalahan, secara individu siswa
diminta untuk memikirkan materi/ permasalahan untuk beberapa saat.
Yang di maksud memikirkan di sini adalah siswa diminta mencari
penyelesaian menurut individu masing-masing mengenai permasalahan
yang diberikan.
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang)
dan mengutarakan hasil pemikiran masing – masing.
Setelah masing-masing individu memiliki pemikiran masing-masing, pada
tahap ini siswa diminta berkelompok. Tetapi kelompok hanya terdiri dari 2
orang, makanya disebit dengan berpasangan. Di dalam kelompok, siswa
saling berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai materi/permasalahan.
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil
diskusinya.
Setelah setiap pasangan selesai berdiskusi, setiap pasangan maju ke depan
untuk mengemukakan hasil diskusinya. Kemudian kelompok yang lain
15
menyimak dan menanggapi kelompok yang sedang mengemukakan
pendapat.
5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
Disini guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya jiak ada
yang belum memahami materi yang telah dipelajari.
6. Guru memberi kesimpulan
Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang
telah dipelajari.
7. Penutup
Guru menutup pembelajaran dan memberikan Tugas atau PR bila perlu.
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menerapkan TPS dengan
menggunakan langkah-langkah yang telah dimodifikasi sebagai berikut:
1. Siswa menyimak materi pembelajaran
2. Siswa secara individu berfikir (Think) untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru
3. Siswa berpasangan (Pairs) untuk menjawab pertanyaan
4. Siswa berbagi (Sharing) jawaban
5. Siswa (pasangan) lain memberikan tanggapan
6. Siswa melakukan penegasan terhadap materi yang telah dipelajari dengan
bimbingan dari guru
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri Rachmadyanti pada
tahun 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPS
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Siswa Kelas IV
SDN Kendalrejo 01 Kabupaten Blitar. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran think pair share pada IPS di kelas IV sudah
sangat baik. Hal ini didukung dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada
kegiatan think pair share. Hasil belajar siswa meliputi aspek aktivitas belajar
16
siswa dan nilai akhir siswa. Prosentase aktivitas belajar siswa pada tahap pra
tindakan mencapai 57,09%. Prosentase aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1
sejumlah 65,4%, pertemuan 2 sejumlah 66,71%, dan pada pertemuan 3 sejumlah
67,95%. Sehingga dari pra tindakan sampai siklus 1 mengalami peningkatan
prosentase aktivitas siswa sejumlah 10,86%. Pada siklus II pertemuan 1,
prosentase aktivitas siswa mencapai 71,85%, pertemuan 2 mencapai 74%,
pertemuan 3 mencapai 76,80%. Sehingga terjadi peningkatan prosentase aktivitas
siswa dari siklus 1 ke siklus 2, sejumlah 8,85%. Secara keseluruhan terjadi
peningkatan aktivitas belajar siswa dari pra tindakan sampai siklus II sebanyak
19,71%.Pada aspek nilai akhir siswa pada pratindakan mencapai 58,8%, siklus 1
pertemuan 1 mencapai 57%, pertemuan 2 mencapai 62%, dan pada pertemuan 3
mencapai 81%. Sehingga dari pratindakan ke siklus 1 mengalami peningkatan
prosentase nilai akhir siswa sejumlah 22,2%. Pada siklus II pertemuan 2 mencapai
85%, pada pertemuan 2 mencapai 95%, dan pada pertemuan 3 mencapai 100%.
Hal ini menunjukkan peningkatan siklus 1 ke siklus II sejumlah 19%. Sehingga
terjadi peningkatan nilai siswa dari pratindakan sampai siklus II sejumlah 41,42%.
Dalam penelitian ini kelebihan yang terdapat didalamnya adalah keberhasilan
siswa dalam mengembangkan kerjasama, keberanian siswa dalam
mengungkapkan pendapat, serta melatih siswa untuk berpikir dan kritis dalam
menanggapi permasalahan yang diberikan guru. Kekurangan yang terdapat dalam
penelitian ini adalah perlunya pengawasan guru terhadap proses pembelajaran
sehingga kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan kondusif, perlunya
bimbingan yang diberikan guru baik bimbingan perseorangan maupun bimbingan
pada kelompok. Oleh karena itu dalam penelitian ini peran guru dalam
membimbing dan mengawasi siswa akan diupayakan dengan baik supaya
penelitian ini akan berjalan dengan baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luluk Umiatin pada tahun
2010 dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Think Pair Share (TPS) Untuk
Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Segaran 03
Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa
adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran
17
IPS materi keanekaragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Hasil Pre test
siswa rata-rata adalah 48,2 atau 48,2%, siklus I mengalami peningkatan yaitu
menjadi 69,8 atau 69,8% dan siklus II terus mengalami peningkatan menjadi 81,8
atau 81,8%. Hasil belajar siswa dikatakan naik 12% persiklus. Sedangkan untuk
aktivitas siswa menunjukkan adanya peningkatan dari 11,56 menjadi 12,88 di
siklus II. Kelebihan yang terdapat dalam penelitian ini adalah keberhasilan yang
dicapai untuk melatih siswa dapat bekerjasama dengan temannya, terutama
dengan teman pasangannya. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya
penguasaan kelas yang baik oleh guru agar pembelajaran dapat berjalan dengan
baik dan kondusif, serta waktu pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga diperlukan manajemen waktu yang baik oleh guru. Oleh karena itu
dalam penelitian ini penguasaan kelas oleh guru dan waktunya akan di atur
dengan baik, supaya penelitian ini berjalan sesuai dengan harapan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfian Halid Sofian pada
tahun 2011 yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Think Pair
Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 9
Malang” dan dari hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil penelitian ini
menunjukkan keefektifan dari penerapan model pembelajarn Think Pair Share
(TPS) terhadap hasil belajar siswa, terbukti dari hasil uji-t yang menunjukkan
signifikansi (0,007). Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini adalah
keberhasilan dalam melatih siswa untuk bekerjasama dengan teman atau
pasangannya. Kekurangan dalam penelitian ini adalah masih perlunya bimbingan
yang diberikan karena yang diberikan bimbingan adalah bimbingan secara
individu juga bimbingan secara kelompok (berpasangan). Kelemahan yang lain
adalah penelitian yang diperlukan membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga
diperlukan pengaturan waktu yang baik. Oleh karena itu dalam penelitian akan di
atur waktunya dengan baik, supaya penelitian ini berjalan sesuai dengan harapan.
Penelitian yang dilakukan oleh Drs. Hanafiah, MM pada tahun 2010 yang
berjudul “Model Pembelajaran Think Pairs Share Dalam Mata Pelajaran Sejarah
Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Langsa dan dari hasil penelitian yang
dilakukan mendapatkan hasil bahwa pembelajaran sejarah siswa kelas X SMA
18
Negeri 1 Langsa dengan menggunakan model pembelajaran Think Pairs Share
lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran sejarah yang tidak diberikan
model pembelajaran Think Pairs Share atau menggunakan metode konvensional.
Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan dengan uji t diperoleh thitung= 4,060
sedangkan ttabel (0,95) (81) = 1,99. Karena thitung>ttabel yaitu 4,060>1,99, selain itu
dapat dibuktikan dalam proses pembelajaran berdasarkan hasil observasi keaktifan
siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, dimana pada kelas eksperimen
diperoleh presentase rata-rata keaktifan sebesar 53,5% sedangkan kelas kontrol
sebesar 50% maka dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen memiliki
kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelebihan
yang dicapai dalam penelitian ini adalah siswa secara individu dapat
mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir,
sehingga kualitas jawaban yang diberikan siswa dapat meningkat menjadi lebih
baik. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya pengawasan kelas oleh
guru untuk dapat memotivasi keaktifan siswa dalam pembelajaran dan juga
perlunya bimbingan yang diberikan oleh guru baik bimbingan secara kelompok
maupun secara individu. Oleh karena itu dalam penelitian ini peran guru dalam
pengawasan kelas dan bimbingan kepada siswa akan dilakukan dengan baik
supaya penelitian ini juga akan berjalan dengan baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanik Rinawati pada tahun
2011 dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi
Melalui Model Pembelajaran Think Pairs And Share (TPS) pada Siswa Kelas V
SDN Dampit 2 Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Berdasarkan analisis data
hasil penelitian setelah diterapkan model pembelajaran Think Pairs and Share
(TPS) dalam menulis puisi diketahui bahwa: banyaknya siswa yang telah
mengalami peningkatan dari pra tindakan sampai siklus II. sebelum siklus hasil
yang didapat yaitu 65.5 %. Sedangkan pada saat sudah dilakukan siklus I hasil
yang didapat meningkat yaitu 73.26 % dan pada saat pelaksanaan siklus 2 nilai
siswa semakin meningkat yaitu 87.78 % . kelebihan dalam penelitian ini adalah
peningkatan yang cukup baik yaitu dimulai dari pra siklus sebesar 65,5%, pada
siklus I terjadi peningkatan sebesar 73, 26% dan pada siklus II terjadi peningkatan
19
sebesar 87, 78%, serta keberhasilan dalam mengembangkan sikap kerjasama
dengan teman dan berpikir kritis siswa. Kekurangan dalam penelitian ini adalah
perlunya variasi kegiatan belajar yang diberikan guru agar pembelajaran dapat
menarik perhatian siswa dan siswa tidak bosan. Oleh karena itu dalam penelitian
ini guru akan melakukan pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa dan
tidak membuat siswa bosan.
2.3 Kerangka Berpikir
Rutinitas pembelajaran yang berlangsung di kelas, adalah pembelajaran
yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran
dengan menyampaikan materi Matematika melalui ceramah. Kadang-kadang
saja di tengah-tengah ceramah, guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab siswa. Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan
guru, adalah mengantuk, tidak segera dapat peduli dengan situasi yang ada baik
yang diadakan oleh guru atau siswa yang lain, sehingga siswa cenderung untuk
pasif saja. Kondisi ini jika siswa diberi pertanyaan atau tes, hasilnya tidak
dapat mengerjakan secara optimal, sehingga skor yang diperoleh dibawah
KKM .
Perubahan paradigma pembelajaran menuntut siswa aktif, agar
kompetensi yang diharapkan dalam kurikulum KTSP dapat tercapai. Suatu
pembelajaran akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri
secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat
menemukan sendiri atau memahami sendiri konsep yang telah diajarkan yaitu
dengan mengalami langsung.
Pembelajaran dengan metode konvensional yang dilaksanakan oleh guru
masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Guru masih
dominan dalam pembelajaran sehingga membuat siswa menjadi pasif. Siswa
tidak mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan pengalaman
baru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, akibatnya hasil belajar siswa
rendah. Untuk mengatasi paradigma di atas, guru mencoba menerapkan suatu
teknik pembelajaran kooperatif Tipe TPS.
20
Penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe TPS diharapkan dapat
membantu peserta didik untuk meningkatkan sikap positif dalam pembelajaran.
TPS juga mendorong peserta didik untuk meningkatkan kerja sama antar
peserta didik dan dapat mendorong siswa untuk dapat mengungkapkan dan
menyampaikan pendapat yang dimilikinya mengenai pelajaran yang dipelajari
dan diharapkan juga dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe
TPS Ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya pada mata
pelajaran IPS.
Langkah-langkah TPS dalam penelitian ini yang terdiri dari Siswa
menyimak materi, secara individu siswa berfikir (Think) untuk menjawab
pertanyaan dari guru, siswa berpasangan (Pairs) untuk menjawab pertanyaan ,
siswa berbagi (Share), siswa lain memberi tanggapan, siswa melakukan
penegasan terhadap materi yang telah dipelajari dengan bimbingan dari guru.
Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, materi yang
akan dipelajari oleh siswa lebih mudah untuk diterima karena siswa belajar
dengan melakukan diskusi berpasangan dengan temannya. Siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, hasil
belajar yang didapat akan lebih meningkat daripada siswa yang
pembelajarannya menggunakan ceramah dan tanya jawab yang cenderung
monoton dan hal ini menjadikan pembelajaran menjadi terpusat pada guru,
siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru, dan siswa pasif dan tidak ada
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. Evaluasi hasil belajar pun
hanya menggunakan hasil tes formatif saja, tanpa menggunakan penilaian
proses pembelajaran.
Dalam model pembelajaran TPS ini penilaian dibagi menjadi dua yaitu
penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar. Penilaian proses diperoleh
dari penilaian pengamatan yang dilakukan guru ketika pembelajaran yang
terdiri dari penilaian dalam berfikir (Think), berpasangan (Pairs) dan berbagi
(Share). Sedangkan dalam penilaian hasil belajar diperoleh dari tes formatif
yang dilakukan guru setelah pembelajaran selesai. Penilaian proses belajar dan
penilaian hasil belajar ini kemudian diolah menjadi nilai ahir siswa yang
21
meningkat (>KKM). Skor capaian pengukuran ini akan menunjukkan kenaikan
skor yang signifikan. Untuk itu, perlu dilakukan dengan pemantapan tindakan
yaitu mengulang kembali dengan model pembelajaraan tipe TPS dengan
kompetensi dasar yang lain sehingga tujuan pembelajaran yang lebih
meningkat. Penjelasan lebih rinci disajikan dalam gambar 2.1
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir tersebut di atas diajukan
hipotesis tindakan sebagai berikut : peningkatan hasil belajar IPS diduga dapat
diupayakan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe TPS (Think
Pairs Share ) bagi siswa kelas V di SD Negeri 1 Ngambakrejo Kecamatan
Tanggungharjo Kabupaten Grobogan semester 2 tahun ajaran 2011/ 2012.
22
Gb.2.1. Hubungan antara Hasil Belajar IPS dengan Model Pembelajaran TPS
PBM IPS Siswa:
berbicara sendiri,
mengantuk, tidak
pernah mngemukakan
pendapat saat
pembelajaran.
Hasil belajar ≤ KKM 90
Pembelajaran kooperatif
TPS (Think, Pairs, Share)
Hasil belajar
≥ KKM 90
Guru:
mendominasi
pembelajaran
dengan ceramah,
pembelajaran
monoton dan tidak
membuat siswa
untuk aktif dalam
pembelajaran
Pembelajaran
konvensional
Guru : sebagai fasilitator
dan pendamping
siswa, membantu
siswa yg kurang
paham
Tes formatif
Penilaian hasil
belajar: tes formatif
Penilaian proses
belajar
Siswa menyimak materi 2.3 dan 2.4
Siswa secara individu berfikir
(Think) untuk menjawab pertanyaan
Siswa berpasangan (Pairs) untuk
menjawab pertanyaan
Siswa berbagi (Sharing) jawaban
Siswa (pasangan) lain memberi
tanggapan
Siswa melakukan penegasan terhadap
materi yang telah dipelajari dengan
bimbingan dari guru
Penilaian hasil
belajar
KD : 2.3 Menghargai jasa
dan peranan tokoh dalam
memproklamasikan
kemerdekaan
2.4 Menghargai perjuangan
para tokoh dalam
mempertahankan
kemerdekaan