bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 teori
TRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Implementasi
Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah suatu cara agar kebijakan
yang telah dibuat sedemikian rupa dapat tercapai tujuannya. Menurut George
(1980) dalam mengkaji implementasi kebijakan ada 2 hal penting dalam
implementasi, yaitu prakondisi-prakondisi apa saja yang diperlukan sehingga
suatu implementasi kebijakan dapat berhasil mencapai tujuannya, dan hambatan
apa saja yang memungkinkan kegagalan suatu implementasi kebijakan. Terdapat
4 (empat) aspek dalam menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu
sebagai berikut:
1. Komunikasi
Komunikasi sangat menentukan dalam mencapai keberhasilan
dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Implementasi yang efektif
apabila para pembuat kebijakan telah mengetahui apa yang akan mereka
kerjakan. Terdapat tiga faktor untuk mengukur keberhasilan suatu
komunikasi, yaitu:
a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan
suatu implementasi yang baik pula. Misscommunication salah satu
yang menjadi hambatan dalam keberhasilan komunikasi.
b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan
harus jelas dan tidak ambigu dalam penyampaiannya.
14
c. Konsistensi; perintah yang diberikan atasan dalam melaksanakan
suatu komuniasi harus konsisten dan jelas untuk diterapkan karena,
jika perintah yang diberikan atasan sering berubah-ubah, maka
akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksana dilapangan.
2. Sumber Daya
Sumber daya merupakan aspek kedua yang penting dalam
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan. Indikator
sumber daya terdiri dari beberapa elemen, sebagai berikut:
a. Staf; sumber daya utama dalam keberhasilan atau kegagalan suatu
kebijakan adalah staf. Tidak jarang staf merupakan salah satu yang
sering menjadi kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan,
hal ini dikarenakan staf adalah suatu elemen yang memiliki
keahlian dalam menjalankan suatu kebijakan.
b. Informasi; informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama
informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.
Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan
saat mereka diberi perintah. Kedua, informasi mengenai data
kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi
pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui
apakah orang yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut
patuh terhadap hukum.
c. Wewenang; wewenang merupakan suatu otoritas atau legitimasi
bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
15
ditetapkan. Ketika wewenang nihil, maka kekuatan para
implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat
menggagalkan proses implementasi kebijakan.
d. Fasilitas; Implementor mungkin memiliki staf yang cukup,
mengerti apa yang harus dilakukan, tetapi hal itu juga harus
didukung dengan adanya fasilitas pendukung (sarana dan
prasarana).
3. Disposisi
Disposisi menjadi aspek ketiga yang mempengaruhi keberhasilan
atau kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan. Hal-hal penting
yang harus diperhatikan dalam disposisi sebagai berikut:
a. Pengangkatan Birokrasi; disposisi atau sikap pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap
implementasi kebijakan. Oleh karena itu, pemilihan dan
pengangkatan personil pelaksana kebijakan harus orang-orang yang
memiliki dedikasi yang tinggi pada kebijakan yang ditetapkan.
b. Insentif; salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang
bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka
memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi
tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah
keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor
16
pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan
perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi
kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
4. Struktur Birokrasi
Aspek terakhir yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu kebijakan adalah struktur birokrasi. Meskipun suatu organisasi
memiliki 3 aspek diatas, kemungkinan kebijakan tidak dapat dilaksanakan
karena terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi. Ketika struktur
birokrasi tidak kondusif pada suatu kebijakan, maka hal ini dapat
menyebabkan sumber daya menjadi tidak efektif dan menghambat
keberhasilan suatu kebijakan.
2.1.2 Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)
Freeman (1984) dalam Mainarders (2011) menjelaskan teori stakeholder
bahwasannya sebuah organisasi atau instansi harus memperhatikan kepentingan
stakeholder, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan stakeholder adalah
auditor, masyarakat, pengguna laporan keuangan, organisasi profesi akuntansi,
akademis, anggota legislatif, bupati dan sebagainya. Setiap penelitian
mendefinisikan teori stakeholder berbeda-beda, namun pada prinsipnya sama,
yaitu perusahaan atau organisasi/instansi harus mempertimbangkan kebutuhan,
kepentingan, dan pengaruh dari orang-orang atau kelompok yang mempengaruhi
atau dipengaruhi oleh kebijakan yang berlaku.
Menurut Ghozali dan Chariri (2007) teori stakeholder merupakan teori
yang menyatakan bahwa organisasi/instansi bukanlah entitas yang hanya
17
beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat kepada
seluruh stakeholder. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi bahan
pertimbangan bagi setiap organisasi/instansi dalam mengungkapkan atau tidak
suatu informasi di dalam laporan keuangan organisasi/instansi tersebut.
Menurut Bovaird (2005), Frey (2003) dalam Sukmaningrum (2012)
mengidentifikasi sembilan stakeholder dalam pemerintahan, yaitu:
1. Masyarakat
2. Bisnis
3. Administrasi Publik Lain
4. Politisi
5. Parlemen dan Lembaga Peradilan
6. Non Governmental Organization (NGO), International Organization
(IO) dan Asosiasi
7. Media
8. Pihak Luar Negeri, dan
9. Tenaga Kerja
Menurut Deegan (2004) dalam Ramadhan (2019) menyatakan bahwa teori
stakeholder adalah teori yang menyatakan bahwa semua stakeholder memiliki hak
atas informasi mengenai aktivitas perusahaan yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan stakeholder. Para stakeholder juga bisa memilih untuk
menggunakan atau tidak menggunakan informasi yang diberikan
perusahaan/instansi/organisasi.
18
2.2 Pemerintah Daerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pemerintah didefinisikan sebagai
sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan yang mengatur kehidupan
sosial, ekonomi, dan politik suatu negara suatu atau bagian-bagiannya atau
sekelompok orang yang bersama-sama memikul tanggungjawab terbatas untuk
menggunakan kekuasaan. Maka dapat disimpulkan dari pengertian diatas bahwa
pemerintahan Negara Indonesia dibentuk dalam rangka pencapaian yang
tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan
menjalankan berbagai fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang.
Selain itu menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2014 pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asa otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.3 Akuntansi Pemerintahan
Akuntansi Pemerintahan merupakan bagian dari disiplin ilmu akuntansi
yang belum lama ini berkembang di Indonesia. Di seluruh negara secara umum
perkembangan akuntansi pemerintahan juga sudah berkembang meskipun
perkembangannya tidak sepesat akuntansi bisnis. Pengertian akuntansi
pemerintahan tidak terlepas dari pengertian akuntansi secara umum.
Menurut Bachtiar & Muchlis (2002) mendefinisikan akuntansi pemerintah
sebagai suatu aktivitas pemberian jasa yang menyediakan informasi keuangan
19
pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran
suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi tersebut.
Jenis akuntansi pemerintahan yang dicatat adalah transaksi keuangan pemerintah
yang memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dalam akuntansi bisnis.
2.4 Standar Akuntansi Pemerintahan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan regulasi yang
dibentukoleh sebuah Komite SAP. SAP yang berlaku saat ini adalah SAP
Berbasis Akrual yang ditetapkan pada PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, yang menggantikan SAP berbasis Kas Menuju Akrual
menurut PP Nomor 24 Tahun 2005, sebagai pelaksanaan Pasal 32 ayat (2) dan
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003. SAP merupakan sebuah
kemajuan dalam sistem akuntansi pemerintahan. Dengan terbitnya SAP, maka
Indonesia memasuki era baru transparansi dan akuntabilitas di bidang keuangan
Negara (Bastian, 2006).
Komite SAP bertugas menyiapkan konsep Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang SAP sebagai prinsip akuntansi yang wajib diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan pusat dan pemerintah daerah.
Pengembangan program-program akuntabilitas dan manajememen adalah tujuan
KSAP dalam mengembangkan SAP.
Komite SAP terdiri atas komite konsultatif dan komite kerja. Komite
konsultatif bertugas memberikan saran atau pendapat dalam rangka perumusan
konsep Rancangan Pertaturan Pemerintah tentang SAP. Berbeda dengan komite
kerja yang bertugas menyiapkan, merumuskan, dan menyusun konsep Rancangan
20
Peraturan Pemerintah tentang SAP, dan dalam melaksanakan tugasnya dapat
membentuk kelompok kerja.
Dengan demikian, Komite SAP memiliki tujuan untuk mengembangkan
program-program pengembangan akuntabilitas dan manajemen keuangan
pemerintahan, termasuk mempromosikan penerapan standar akuntansi
pemerintahan berbasis akrual. Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
adalah salah satu produk pengembangan dari Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Kas Menuju Akrual yang dikembangkan oleh KSAP.
SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan Laporan
Operasional (LO), beban, asset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial
berbasis akrual serta mengakui pendapatan Laporan Realisasi Anggara (LRA),
belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksaan anggaran berdasarkan basis
yang telah ditetapkan dalam anggaran negara/daerah. Pada lampiran PP Nomor 71
Tahun 2010 ini disajikan kerangka konseptual dan 12 PSAP, sebagai berikut :
1. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
2. PSAP 01 : Penyajian Laporan Keuangan
3. PSAP 02 : Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Berbasis Kas
4. PSAP 03 : Laporan Arus Kas
5. PSAP 04 : Catatan atas Laporan Keuangan
6. PSAP 05 : Akuntansi Persediaan
7. PSAP 06 : Akuntansi Investasi
8. PSAP 07 : Akuntansi Aset Tetap
9. PSAP 08 : Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan
21
10. PSAP 09 : Akuntansi Kewajiban
11. PSAP 10 : Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi,
Perubahan Estimasi Akuntansi dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan
12. PSAP 11 : Laporan Keuangan Konsolidasian dan
13. PSAP 12 : Laporan Operasional (LO)
2.5 Basis Akuntansi
Basis akuntansi adalah perlakuan pengakuan atas hak dan kewajiban yang
timbul dari transaksi keuangan. Perbedaan metode pencatatan basis akan
berpengaruh terhadap proses pencatatan dan penyajian laporan keuangan.
Menurut Mu’am (2011) basis akuntansi merupakan salah satu prinsip dalam
akuntansi yang digunakan untuk menentukan periode pengakuan dan pengukuran
suatu transaksi ekonomi dalam laporan keuangan.
Dalam akuntansi dikenal adanya dua basis, yaitu basis kas dan basis
akrual. Selanjutnya, penjelasan dari masing-masing basis dalam akuntansi adalah
sebagai berikut :
1. Basis Akuntansi Kas (Cash Basis of Accounting)
Akuntansi berbasis kas (PSAP 01 Paragraf 8) adalah basis
akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada
saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Menurut Bastian (2006)
dalam Wibowo (2018) akuntansi berbasis kas mampu menyediakan
informasi yang penting dan obyektif. Tetapi disisi lain, informasi
pendapatan dan modal serta biaya operasionasl selama periode tertentu
22
tidak dapat dimunculkan. Keuntungan dan kerugian merupakan hal yang
penting bagi organisasi baik sektor publik maupun sektor swasta.
Menurut Weygandt dan Warfield (2008) basis akuntansi kas murni
dimana pendapatan hanya diakui pada saat kas diterima dan beban hanya
diakui pada saat kas dibayarkan. Di Indonesia basis kas pada praktiknya
digunakan untuk menyajikan Laporan Realisasi Anggaran yang berarti
bahwa pendapatan diakui saat pada kas diterima oleh Rekening Kas
Umum Negara/Daerah, dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari
Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Menurut Bastian (2005) basis kas
adalah mengakui dan mencatat transaksi keuangan pada saat kas diterima
atau dibayarkan. Apabila suatu transaksi belum menimbulkan perubahan
pada kas maka transaksi tersebut tidak dicatat. Dari pengertian tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa basis kas dianggap kurang tepat dalam
melakukan pengukuran dan pencatatan atas berbagai aktivitas didalam
akuntansi dan pelaporan dana pemerintah.
Akuntansi berbasis kas ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan-kelebihan akuntansi berbasis kas ini adalah Laporan Keuangan
yang memperlihatkan sumber dana, alokasi, dan penggunaan sumber-
sumber kas, mudah dijelaskan, mudah dimengerti oleh pembaca, pembuat
Laporan Keuangan pun tidak membutuhkan pengetahuan yang mendalam
tentang akuntansi. Sementara itu, kekurangan-kekurangan akuntansi
berbasis kas adalah hanya berfokus pada arus kas dalam periode laporan
yang sedang berjalan saja, dan mengabaikan arus sumber daya lain yang
23
mungkin bisa berpengaruh pada kemampuan pemerintah untuk
meyediakan barang-barang dan jasa-jasa saat sekarang dan saat
mendatang, laporan posisi keuangan (neraca) pun tidak dapat disajikan
karena tidak terdapat pencatataran secara double entry, tidak dapat
menyediakan informasi mengenai biaya pelayanan (cost of service)
sebagai alat untuk penetapan harga, kebijakan kontrak publik, untuk
kontrol dan evaluasi kinerja (Mustofa, 2008).
2. Basis Akrual (Accrual Basis)
Dasar umum IAS dan IPSAS adalah basis akrual murni, yaitu
proses akuntansi berbasis akrual sehingga menghasilkan Laporan
Keuangan tanpa modifikasi apapun. Pendapatan diakui saat saat transaksi
terjadi tanpa perlu memperhatikan penerimaan kas terlebih dahulu, dan
beban diakui saat terjadinya transaksi tanpa perlu memperhatikan
pembayarannya (dibayar dimuka, biaya saat tunai, atau biaya timbul
walaupun belum dibayar). Menurut Kieso (2008) basis akuntansi akrual
(accrual basis) adalah dimana pendapatan dan beban diakui saat transaksi
terjadi, tanpa memperhatikan waktu penerimaan atau pembayaran kas.
Menurut Ahyani (2007) dan Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa
aplikasi berbasis akrual dalam sektor publik pada dasarnya adalah
menentukan biaya pelayanan dan harga pelayanan publik, yaitu untuk
mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
pelayanan publik serta menentukan harga pelayanan yang akan
24
dibebankan kepada publik. Penerapan dasar akrual memberikan hasil yang
lebih baik dan memberikan keuntungan sebagai berikut :
1. Memberikan ketelitian dalam penyajian Laporan Keuangan
pemerintah daerah dan memungkinkan untuk melakukan
penilaian secara lengkap terhadap kinerja pemerintah.
2. Lebih akurat dalam melaporkan nilai aset, kewajiban, maupun
pembiayaan pemerintah.
3. Memungkinkan dilakukan pemisahan suatu periode Laporan
Keuangan dengan periode yang lain (cut off) secara lebih
sempurna dan menginformasikan nilai-nilai ekonomis yang
terkandung dalam suatu periode tertentu.
4. Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan
pemerintah dalam rangka akuntabilitas publik.
Adapun kekurangan dari akuntansi berbasis akrual menurut IFAC,
(2003) sebagai berikut :
1. Biaya untuk penilaian aset.
2. Biaya untuk persiapan kebijakan akuntansi.
3. Biaya membangun sistem akuntansi termasuk memberikan
sarana dan prasana untuk mendukung penerapan sistem
akuntansi berbasis akrual.
4. Biaya untuk menyiapkan sumber daya yang kompeten untuk
menangani masalah akuntansi berbasis akrual.
25
Pengimplementasian akuntansi berbasis akrual pada sektor
pemerintah bukanlah hal yang mudah untuk diterapkan, dan tidak berjalan
mulus tanpa hambatan dalam penerapannya. Banyak kekurangan yang
masih diperdebatkan oleh para pembuat Laporan Keuangan berbasis akrual
ini. Menurut Faradillah (2013) kompleksitas dalam penerapan basis akrual
membutuhkan sistem yang lebih terpadu dan didukung teknologi informasi
yang mumpuni, tentu saja hal ini membutuhkan biaya dan waktu yang
tidak sedikit untuk dapat mewujudkannya.
Mardiasmo (2009) menambahkan bahwa negara yang telah
berhasil dalam mengimplementasikan akuntansi akrual secara penuh
adalah Selandia Baru yang telah diberlakukan sejak tahun 2001. Akuntansi
berbasis akrual di Selandia Baru terbukti memberikan kontribusi yang
besar dalam menghasilkan informasi yang lebih komprehensif
dibandingkan dengan sistem akuntansi berbasis kas dalam hal kuantitas
dan kualitasnya. Namun, beberapa negara seperti Italia menunjukan hasil
yang kurang dalam menerapkan basis akrual. Oleh karena itu, untuk dapat
menerapkan basis akrual dengan berhasil tidak dapat dilakukan secara
radikal. Aspek Sumber Daya Manusia perlu dipersiapkan serta komitmen
dan dukungan politik dari para pengambil keputusan pada pemerintahan
mutlak diperlukan, agar penerapan basis akrual secara penuh dapat
berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang lebih besar
(Yamamoto, 1997 dalam Mardiasmo, 2009).
26
2.6 Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Kas Menuju Akrual
(Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005)
Pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemerintah RI
dalam hal ini Departemen Keuangan mendirikan Komiter Standar Akuntansi
Pemerintahan (KSAP) dengan Keputusan Presiden RI Nomor 84 tahun 2004
tentang Keanggotaan KSAP untuk memenuhi undang-undang Keuangan Negara
tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Standar Akuntansi Pemerintah NKRI lahir
untuk pertama kali pada bulan juni 2005 yang merupakan anak tangga menuju
cita-cita sebuah standar akrual paripurna tahun 2008 sesuai amanat UU
Keuangan Negara. Standar tersebut dikenal dengan Standar Akuntansi menuju
Akrual (Hoesada, 2016).
Weygandt dan Warfield (2008) mengemukakan definisi dasar kas yang
telah dimodifikasi adalah campuran antara dasar kas dengan dasar akrual.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 adalah standar akuntansi
pemerintahan berbasis kas menuju akrual (cash toward accrual) yang pertama
kali diterbitkan oleh KSAP pada 13 Juni 2005. PP Nomor 24 Tahun 2005 berisi
Toward Accrual dan Full Accrual bagi yang mampu melaksanakannya. Pada PP
Nomor 24 tersebut, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) berisi dua
mazhab akuntansi atau dua basis akuntansi, yakni yang pertama adalah anak
tangga menuju akrual penuh, dan yang kedua adalah mazhab akrual penuh (bagi
yang mampu melaksakannya yang telah diizinkan dan digunakan oleh PP Nomor
24).
27
Pelaksanaan otonomi daerah tahun 1999 sering disebut sebagai pemicu
dari reformasi keuangan dan akuntansi pemerintahan. Ada 3 fase perjalanan
manajemen keuangan, 1) era sebelum otonomi daerah, 2) era transisi otonnomi
(reformasi tahap 1), dan 3) era pascatransisi (reformasi tahap 2).
Selanjutnya menurut Simanjuntak (2012) pada periode lama, output yang
dihasilkan oleh akuntansi pemerintahan di Indonesia sering tidak akurat,
terlambat, dan tidak informatif, sehingga tidak dapat diandalkan dalam
mengambil keputusan. Namun, ada beberapa faktor penting yang menjadi
pendorong tumbuh pesatnya perkembangan akuntansi pemerintah di Indonesia,
antara lain adalah :
1. Ditetapkannya tiga paket UU yang mengatur Keuangan Negara Pasal
32 (1) UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD berupa laporan keuangan yang disusun dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
2. Ditetapkannya UU tentang pemerintahan daerah dan UU tentang
perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pasal 184
ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyebutkan bahwa laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
3. Profesi akuntansi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah lama
menginginkan adanya standar akuntansi di sektor publik sebagai hal
28
yang paralel dengan telah adanya lebih dahulu standar akuntansi di
sektor komersil. Keterlibatan IAI nampak dari dorongan oleh IAI
untuk terbentuknya suatu komite standar di sektor publik,
keikutsertaan Ketua Umum DPN IAI dalam Komite Konsultatif
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, keikutsertaan anggota IAI
dalam Komite Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintah,
dibentuknya IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik, dan bebagai
seminar, diskusi dan workshop yang diselenggarakan oleh IAI
Kompartemen Akuntansi Sektor Publik.
4. Birokrasi, Pemerintahan merupakan penyusun dan sekaligus pemakai
yang sangat berkepentingan akan adanya suatu akuntansi pemerintahan
yang handal. Ketua asosiasi pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota,
masing-masing secara ex officio ikut duduk sebagai anggota Komite
Konsultatif Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.
5. Masyarakat (LSM dan wakil rakyat), Masyarakat melalui LSM dan
wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD juga menaruh perhatian
terhadap praktik good governance pada pemerintahan di Indonesia.
6. Sektor Swasta, Perhatian dari sektor swasta mungkin tidak terlalu
signifikan karena akuntansi pemerintahan tidak terlalu berdampak
secara langsung atas kegiatan dari sektor swasta. Namun, penggunaan
teknologi informasi dan pengembangan sistem informasi berbasis
akuntansi akan mendorong sebagian pelaku bisnis di sektor swasta
untuk ikut menekuninya.
29
7. Akademisi, Akademisi terutama di sektor akuntansi menaruh perhatian
yang cukup besar atas perkembangan pengetahuan di bidang akuntansi
pemerintahan. Perhatian ini sangat erat kaitannya dengan penyiapan
SDM yang menguasai kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan
untuk memenuhi kebutuhan tenaga operasional dan manajer akuntansi
di pemerintahan. Beberapa anggota Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan saat ini berasal dari perguruan tinggi. Di samping itu,
jurusan akuntansi pada perguruan tinggi sudah lama memberikan
kepada mahasiswa S1 mata kuliah akuntansi pemerintahan. Beberapa
perguruan tinggi juga sudah mulai menawarkan spesialisasi akuntansi
sektor publik pada program magister akuntansinya.
8. Dunia Internasional (lender dan investor), World Bank, ADB, dan
JBIC, merupakan lembaga internasional (lender), yang ikut
berkepentingan untuk berkembangnya akuntansi sektor publik yang
baik di Indonesia. Perkembangan akuntansi tadi diharapkan dapat
meningkatkan transparansi dan akuntanbilitas dari proyek
pembangunan yang didanai oleh lembaga tersebut. Lembaga ini, baik
langsung maupun secara tidak langsung, ikut berperanan dalam
mendorong terwujudnya standar akuntansi pemerintahan yang
menopang perubahan akuntansi pemerintahan di Indonesia.
9. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), UU No. 17 tahun 2003 dan UU
No. 15 tahun 2004 menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dan APBD diperiksa oleh BPK. Untuk dapat
30
memberikan opininya, BPK memerlukan suatu standar akuntansi
pemerintahan yang diterima secara umum. Perhatian BPK terhadap
pengembangan akuntansi pemerintahan sangat besar antara lain
ditandai dengan partisipasi dari lembaga ini dalam pembahasan tiga
paket UU dengan DPR, keikutsertaan BPK dalam berbagai workshop
dan seminar tentang akuntansi pemerintahan, dan dibentuknya tim
teknis yang dibentuk oleh Ketua BPK untuk mendiskusikan aspek
teknis standar akuntansi pemerintahan dengan Komite Kerja Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan. Selain itu, pasal 32 (2) UU No. 17
tahun 2003 mengamanatkan bahwa standar akuntansi pemerintahan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu
mendapat pertimbangan dari BPK. Untuk penyusunan draf standar
akuntansi pemerintahan yang saat ini sedang dalam proses penetapan
peraturan pemerintahnya, BPK telah memberikan pertimbangan
kepada pemerintah melalui surat Ketua BPK yang ditujukan kepada
Presiden pada tanggal 17 Januari 2005 yang isinya meminta Presiden
agar segeramengesahkan Standar Akuntansi Pemerintah.
10. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, (APIP), APIP yang meliputi
Bawasda, Irjen, dan BPKP merupakan auditor internal pemerintah
yang berperan untuk membantu pimpinan untuk terwujudnya sistem
pengendalian intern yang baik sehingga dapat mendorong peningkatan
kinerja instansi pemerintah sekaligus mencegah praktik-praktik KKN.
Akuntansi pemerintahan sangat erat kaitan dan dampaknya terhadap
31
sistem pengendalian internal sehingga auditor internal mau tidak mau
harus memiliki kemampuan dibidang akuntansi pemerintahan sehingga
dapat berperan untuk mendorong penerapan akuntansi pemerintahan
yang sedang dikembangkan.
2.7 Komponen Laporan Keuangan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2015
Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis kas menuju akrual pada PP
Nomor 24 Tahun 2005 merupakan pedoman dalam menyusun laporan keuangan
yang digunakan pada pemerintah daerah sebelum akuntansi berbasis akrual
diberlakukan. Basis akuntansi kas digunakan untuk pengakuan pendapatan,
belanja, transfer, dan pembiayaan serta basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban dan ekuitas dana. Komponen laporan keuangan dalam PP Nomor 24
Tahun 2005 adalah sebagai berikut :
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyajikan ikhtisar sumber,
alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah
pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam satu periode laporan. Unsur-unsur yang dicakup dalam
LRA adalah sebagai berikut :
a. Pendapatan
b. Belanja
c. Transfer
d. Pembiayaan
32
2. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal
tertentu. Adapun pos-pos pada neraca sebagai berikut :
a. Kas dan Setara Kas
b. Investasi jangka pendek
c. Piutang pajak dan bukan pajak
d. Persediaan
e. Investasi jangka panjang
f. Aset tetap
g. Kewajiban jangka pendek
h. Kewajiban jangka panjang
i. Ekuitas dana
3. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan
aktivitas operasional, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan
transaksi non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
KK-19 pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama
periode tententu.
4. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau
perincian dari angka yang terteran dalam Laporan Realisasi Anggaran,
33
Neraca, dan Laporan Arus Kas. Adapun CaLK mengungkapkan hal-hal
sebagai berikut :
a. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi
makro, pencapaian target Undang-Undang APBN/APBD, dan
kendala serta hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
b. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun
pelaporan.
c. Meyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan
dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan
atas transaksi-transaksi dari kejadian-kejadian penting.
d. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar
Akuntansi Pemerintahan sebeum disajikan pada lembar muka (on
the face).
2.7 Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010)
Dewasa ini tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik di daerah
maupun di pusat menjadi fenomena dalam perkembangan sektor publik di
Indonesia. Penerapan basis akrual bukan merupakan kesukarelaan semata, ini
merupakan amanat dari undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara,
sehingga basis akrual pada akhirnya harus diterapkan bagi seluruh pemerintah
daerah maupun pusat.
34
SAP Berbasis Akrual merupakan amanat yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 dari pasal 36 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 dari pasal 70 ayat 2, sehingga PP 24 tahun 2005 harus diganti.
2.8 Komponen Laporan Keuangan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 perubahan basis
akuntansi dari basis kas menuju akrual menuju basis akrual penuh yang digunakan
saat ini berpengaruh dalam perubahan komponen laporan keuangan pemerintahan,
baik itu dalam pelaksanaan anggaran, dan laporan finansial, sehingga seluruh
komponennya menjadi sebagai berikut :
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi,
dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola pemerintah pusat
atau daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggara dan
realisasinya dalam satu periode pelaporan keuangan. Laporan Realisasi
Anggaran menyajikan unsur-unsur :
a. Pendapatan LRA
b. Belanja
c. Transfer
d. Surplus/defisit LRA
e. Pembiayaan
f. Penerimaan pembiayaan sisa lebih/kurang
35
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
Laporan ini merupakan salah satu laporan yang sebelumnya tidak
ada dalam laporan keuangan pokok pada basis kas. Pos-pos dalam SAL
sebagai berikut :
a. Saldo Anggaran Lebih awal
b. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih
c. SiLPA/SiKPA tahun berjalan
d. Koreksi kesalahan pembukuan periode sebelumnya
e. Saldo Anggaran Lebih akhir
f. Lain-lain
3. Laporan Operasional
Laporan Operasional merupakan laporan yang menunjukan kinerja
suatu entitas dalam satu periode. Unsur-unsur yang ada didalam laporan
operasional adalah sebagai berikut :
a. Pendapatan Laporan Operasional
b. Beban dari kegiatan Operasional
c. Surplus/defisit dari kegiatan non-operasional
d. Pos luar biasa
e. Surplus/defisit Laporan Operasional
4. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas adalah laporan keuangan yang
menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas yang dimana
36
laporan tahun berjalan dibandingkan dengan laporan tahun sebelumnya.
Unsur-unsur laporan perubahan ekuitas sebagai berikut :
a. Ekuitas awal
b. Surplus/defisit Laporan Operasional pada periode bersangkutan
c. Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas
5. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenaik aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur-unsur
yang disajikan dalam neraca sebagai berikut :
a. Aset, sebagai sumber daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki
oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan
memiliki manfaat ekonomi di masa yang akan datang
b. Kewajiban, utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran masuk/keluar untuk
pemerintah
c. Ekuitas, kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih dari
aset dikurangi kewajiban pemerintah
6. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi tentang kas yang
berhubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan
transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran,
dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah dalam periode tertentu.
Unsur-unsur yang dicakup dalam laporan arus kas sebagai berikut :
37
a. Arus kas dari aktivitas operasi
b. Arus kas dari aktivitas investasi
c. Aruskas dari aktivitas pendanaan
7. CaLK (Catatan atas Laporan Keuangan)
Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan interpretasi dari
angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
Peruabahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan
Perubahan Ekuitas, dan Neraca. CaLK juga mencakup informasi tentang
kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh suatu entitas. CaLK
mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengungkapkan informasi umum terkait entitas pelaporan dan
entitas akuntansi.
b. Menyajikan informasi terkait kebijakan fiskal/keuangan dan
ekonomi makro.
c. Menyajikan informasi tentang dasar dalam penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk
diterapkan.
d. Menjelaskan perincian masing-masing pos pada lembar muka
laporan keuangan.
e. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang
belum dilaporkan dalam lembar muka laporan keuangan.
38
2.9 Akuntabilitas
Pertanggungjawaban akuntabilitas pada organisasi sektor publik
khususnya organisasi pemerintah sangatlah diperlukan kepada masyarakat.
Karena, organisasi pemerintah pada dasarnya merupakan suatu organisasi yang
berorientasi kepada masyarakat/publik.
Pengertian akuntabilitas menurut simbolon (2006) dalam Taufan (2016)
sebagai berikut :
“akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan
kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum atau pimpinan
kolektif atau organisasi kepada pihak yang dimiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.”
Menurut Henry dalam Wicaksono (2016) menjelaskan bahwa akuntabilitas
merupakan refleksi dari pemerintah yang memiliki misi yang jelas dan menarik
serta berfokus pada kebutuhan masyarakat. Sedangkan Menurut Mardiasmo
(2010) menjelaskan bahwa pengertian akuntabilitas sebagai kewajiban pemegang
amanah (pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada masyarakat yang memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah juga
menjadi salah satu pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan
39
transparansi dan akuntabilitas karena adanya kewajiban dan tekanan yang kuat
dari pemerintah pusat. Dipertegas lagi dengan Permendagri Nomor 59 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dijelaskan untuk
memenuhi asas transparansi, kepala daerah wajib menginformasikan substansi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada masyakarat yang telah
diundang-undangkan dalam Lembaran Daerah.
2.10 Transparansi
Untuk mewujudkan Good Governance yang baik salah satu cara yang
dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan prinsip transparansi. Dengan
adanya transparansi masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang akan diambil
dan telah diambil oleh pemerintah. Masyarakat juga dapat memberikan feedback
atau outcomes terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah.
Keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi adalah salah satu bentuk
transparansi kepada masyarakat terkait pengelolaan sumber daya yang digunakan.
Transparansi adalah suatu proses demokrasi yang esensial dimana setiap
warga negara dapat melihat segala aktivitas dari pemerintah mereka secara
terbuka (Katz, 2004). Menurut Mardiasmo (2004) pemerintah memiliki kewajiban
untuk memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya guna untuk
pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik oleh pihak yang
berkepentingan. Salah satu informasi keuangan yang digunakan untuk
pengambilan keputusan salah satunya berupa laporan keuangan.
40
Selain dari pengawasan dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
yang baik, yang menjadi tolak ukur kinerja pemerintah adalah transparansi
pemerintah dalam melaporkan informasi baik keuangan atau non keuangan
kepada publik. Sehingga publik dapat mengetahui dan memantau program-
program yang telah atau akan dilaksanakan oleh pemerintah. Selanjutnya publik
dapat memberikan kritik dan saran, serta mengevaluasi kinerja pemerintah agar
pemerintah dapat lebih berhati-hati dalam bekerja sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Menurut BAPPENAS (2007) ada beberapa perangkat pendukung indikator
transparansi, yaitu :
1. Peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi.
2. Pusat informasi
3. Website
4. Iklan layanan masyarakat
5. Media cetak dan media elektronik
6. Papan pengumuman
7. Pameran pembangunan/pameran keuangan daerah
Dengan adanya transparansi dari pemerintah daerah/pusat kepada publik
maka publik akan memahami situasi dan kondisi yang ada pada instansi
pemerintah, dan akan mendorong publik untuk berpartisipasi aktif dalam
pengelolaan kinerja yang dilakukan instansi pemerintah. Publik menjadi lebih
kritis dengan adanya transparansi yang dilakukan oleh pemerintah, dan instansi
pemerintah pun akan lebih waspada dengan adanya transparansi.
41
2.11 Kebijakan Akuntansi Pemerintahan
Menurut Dandi (2016) kebijakan akuntansi pemerintahan daerah adalah
prinsip, dasar, konvensi, aturan, dan praktik spesifik yang dipilih oleh suatu
entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kebijakan
akuntansi pemerintah daerah mengatur dasar pengakuan, pengukuran dan
pengungkapan dalam akuntansi aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, belanja, dan
pembiayaan serta penyajian dalam laporan keuangan.
Para pemakai laporan keuangan membutuhkan informasi terkait kebijakan
pemilihan kebijakan akuntansi sebagai pertimbangan membuat penilaian, dan
keputusan keuangan, serta keputusan lain. Para pemakai laporan keuangan tidak
dapat membuat keputusan apabila laporan keuangan tidak mengungkapkan
dengan jelas kebijakan akuntansi apa yang dipilih dalam penyusunan laporan
keuangan.
Dalam penelitian ini, kebijakan akuntansi sangat relevan terkait dengan
aspek akuntabilitas dan transparansi dalam laporan keuangan. Kebijakan
akuntansi yang digunakan para pembuat laporan keuangan akan membantu para
pembaca laporan keuangan untuk memahami informasi keuangan yang disajikan
dalam laporan keuangan. Apabila tidak ada pengungkapan kebijakan akuntansi
dalam komponen laporan keuangan maka akan berdampak pada kesalahpahaman
pembaca dalam mengidentifikasi laporan keuangan.
42
2.12 Hubungan Akuntansi Pemerintahan Dengan Akuntabilitas dan
Transparansi Pengelolaan Keuangan
Menurut Hadi dalam Erwinton dan Lastria (2013) hubungan antara
akuntabilitas dengan pelaporan keuangan yakni pemberian informasi keuangan
kepada stakeholder sehingga memberikan kesempatan kepada mereka untuk
menilai pertanggungjawaban entitas pemerintah atas semua aktivitas yang
dilakukan, bukan hanya dari segi keuangan, dan dapat membantu pemakai laporan
keuangan dalam membuat keputusan ekonomi, sosial, dan politik.
Menurut Harun dalam Erwinton dan Lastria (2013) penerapan akuntansi
berbasis akrual diyakini sebagai suatu teknologi informasi untuk menciptakan
transparansi yang lebih besar atas aktivitas entitas pemerintah. Menurut
Mardiasmo (2002) Pengaplikasian basis akrual dalam akuntansi pemerintah
bertujuan untuk menentuan cost of service dan charging for serive, yakni untuk
mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan
publik serta penentuan harga pelayanan yang dibebankan kepada publik. Hal ini
berbeda dengan tujuan sektor swasta yang berorientasi untuk memaksimalkan
laba.
2.13 Komunikasi
Menurut George (1980) ada beberapa variable yang mempengaruhi
keberhasilan proses implementasi, salah satunya adalah komunikasi. Komunikasi
kebijakan yang efektif merupakan peran dari para pelaksana kebijakan
mengetahui apa yang mereka kerjakan, hal ini terkait proses penyampaian
informasi, kejelasan informasi, dan konsistensi informasi yang disampaikan.
43
Komunikasi memegang peranan penting dalam penerapan SAP berbasis
akrual. Hal ini sejalan dengan pendapat Warsino (2009) yang menyatakan bahwa
dengan adanya komunikasi yang baik, maka seluruh komponen dalam organisasi
akan dapat bekerja secara sistematis untuk mengingkatkan produktivitas
khususnya dalam pengelolaan keuangan.
2.14 Sumber Daya Manusia
Salah satu hal yang sangat berperan penting dalam proses penyusunan
laporan keuangan pemerintah yang berkualitas adalah sumber daya manusia.
Menurut Ida Ayu Enny Kiranayanti (2016) sumber daya manusia adalah
seseorang atau individu yang memiliki tanggungjawab dalam melaksanakan.
Salah satu hal yang sangat berperan penting dalam proses penyusunan laporan
keuangan pemerintah yang berkualitas adalah sumber daya manusia.
Menurut Soimah (2014) kegagalan yang dialamin oleh sumber daya
manusia dalam memahami serta menerapkan ilmu akuntansi akan memiliki
dampak pada output laporan keuangan, seperti adanya kekeliruan laporan
keuangan yang dibuat dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dari
pengertian diatas maka semakin baik kualitas sumber daya manusia maka semakin
baik pula kualitas laporan keaungan pemerintah daerah.
Mengingat sulitnya pembuatan laporan keuangan berbasis akrual
dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas, maka dari segi sumber daya manusia
harus memiliki kapasitas dan profesionalisme yang tinggi agar pemerintah daerah
mampu menyediakan laporan keuangan yang sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010.
44
2.15 Komitmen
Menurut Robbins & Judge (2002) komitmen organisasi adalah keadaan
seseorang memihak pada suatu organisasi, serta berniat untuk memelihara
keanggotanya dalam organisasi tersebut. Menurut Luthans (2012) komitmen
organisasi diartikan sebagai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota
organisasti tententu, keinginan untuk berusaha keras sesuai dengan visi dan misi
organisasi, keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Dengan kata lain, komitmen organisasi merupakan sikap dari anggota organisasi
yang merefleksikan kesetiaan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana
anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan
keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
2.16 Struktur Birokrasi
Menurut Robbins (1996) struktur organisasi memiliki tiga komponen,
yaitu:
1. Kompleksitas, kompleksitas merupakan tingkat pembagian kerja yang
ada di dalam suatu organisasi baik secara hirarki maupun unit-unit
organisasi yang tersebar luas secara geografis. Kompleksitas adalah
sejumlah perbedaan pekerjaan atau aktivitas fungsi yang dilaksanakan
oleh organisasi, semakin komplek suatu organisasi maka akan semakin
sulit dalam mengelola pekerjaan manajerial karena terdapat
ketidaksamaan dalam pekerjaan.
2. Formalisasi, ialah penggungaan peraturan dan prosedur yang tertulis
sebagai standarirasii operasi organisasi. Formalisasi mengacu pada
45
aturan-aturan, dan kebijakan-kebijakan perilaku yang diharapkan dan
dinyatakan dalam bentuk tertulis.
3. Sentralisasi, merupakan letak dari pusat pengambilan keputusan dalam
suatu organisasi. Sentralisasi mencakukp pada hal partisipasi dan
otonomi yang dalam praktiknya sulit untuk dikenali karena keputusan
dapat diubah oleh setiap individu dalam organisasi.
2.17 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai penerapan SAP Berbasis
Akrual. Peneliti mengambil penelitian terdahulu dari penelitian Indrawati (2017)
yang bertujuan untuk mengalisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
Berbasis Akrual atas Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Kota Probolinggo,
dimana Tahun Anggaran 2015 mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Deskriptif Studi Kasus.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Penerapan SAP Basis Akrual atas
Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Kota Probolinggo sudah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Namun, terdapat beberapa faktor
yang menjadikan Laporan Keuangan Kota Probolinggo belum sesuai dengan PP
Nomor 71 Tahun 2010 secara penuh. Diantaranya yaitu: terdapat kesalahan
pencatatan dalam Laporan Keuangan yang disajikan seperti Neraca, Laporan
Operasional, dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK), dan Kurangnya
Tenaga Ahli Akuntansi dalam penanganan pada bidang Keuangan dan Pelaporan.
Diperlukan adanya pelatihan basis akrual terhadap semua OPD agar lebih terlatih
46
lagi dan memberikan pegetahuan yang cukup untuk penyajian Laporan Keuangan
selanjutnya.
Penelitian yang dilakukan Syrienda Yanni, Hasan Basri (2018) yang
berjudul “Problematika Penerapa Akuntansi Berbasis Akrual Pada Pemerintah
Daerah Aceh Tengah” bertujuan untuk menganalisis permasalahan dalam
penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah. Kemudian
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah strategis yang dilakukan
pemerintah daerah dalam mengatas masalah penerapan akuntansi berbasis akrual
dengan mengambil studi kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah.
Metode yang digunakan adalah pendekatan studi kasus. Hasil penelitian
menunjukan bahwa dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual pada Pemda
Kabupaten Aceh Tengah telah didukung dengan adanya peraturan Bupaten Aceh
Tengah mengenai kebijakan akuntansi dan sistem prosedur SAP Kabupaten Aceh
Tengah. Permasalahan yang terjadi adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang
kurang memadai baik dari segi pengalaman maupun dari latarbelakang pendidikan
pada Dinas Pengelolaan Keuangan Kabupaten Aceh Tengah. Kemudian langkah
strategis yang dilakukan Pemda Kabupaten Aceh Tengah dalam mengatasi
permasalahan SAP berbasis akrual melalui pelatihan khusus, pendanaan biaya
yang sudah dianggarkan dan teknologi dan sistem informasi yang mendukung.
Penelitian yang dilakukan oleh Kristiawati (2015) yang berjudul Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual
Pada Pemerintah Daerah Kalimantan Barat menunjukan hasil bahwa yang paling
berperan dalam keberhasilan pelaksanaan akuntansi akrual di pemerintah
47
Kalimantan Barat, yaitu komitmen, sumber daya manusia yang berkualitas, dan
alat dukungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Dandi (2016) yang berjudul Implementasi
Akuntansi Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada DPKAD
Kabupaten Sleman) menunjukan hasil bahwa DPKAD Kabupaten Sleman telah
menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual sesuai dengan amanat dari PP
Nomor 71 Tahun 2010. Penemuannya mengatakan bahwa dalam menjalankan
basis akrual, DPKAD Kabupaten Sleman menghadapi kendala yaitu, sumber daya
manusia, komitmen organisasi, IT, serta regulasi terkait akuntansi berbasis
akrual. Dan aspek yang mendukung keberhasilan dalam menjalankan SAP
berbasis akrual adalah membangun komitmen, pengembangan SDM, merumuskan
kebijakan akuntansi, dan sistem akuntansi yang berbasis teknologi.
Penelitian yang dilakukan Widiprana (2017) bertujuan untuk
mendeskripsikan implementasi kebijakan pelaporan pemerintah berbasis akrual
pada LKPP-KPPN Malang. Dengan Teori Implementasi Kebijakan dari Edrward
(1980) sebagai alat analisis faktor pendukung dan penghambat implementasi dari
internal KPPN Malang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan model penelitian studi kasus. Hasil dari penelitian menujukan bahwa
dalam implementasi kebijakan, KPPN Malang melakukan langkah-langkah:
persiapan (pembentukan tim rekonsiliasi dan penyusun LKPP, sosialiasi
kebijakan), pengukuran (pencocokan saldo hasil rekonsiliasi dan lintas seksi
internal KPPN) dan pelaporan (penyajian laporan, analisa laporan dan penyusunan
CaLK). Faktor pendukung implementasi berasal dari komunikasi dan sumber daya
48
finansial, sedangkan faktor yang menjadi penghambat berasal dari sumber daya
manusia, sumber daya peralatan, disposisi dan struktur birokrasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Tirta Yuningsih (2018) bertujuan untuk
mengetahui evaluasi dan tantangan Poltekkes Makassar dalam menerapkan
akuntansi berbasis akrual sebagai wujud pencapaian Good Governance. Penelitian
ini berlokasi di Politeknik Kesehatan yang berada di Kota Makassar dengan jenis
penelitian kualitatif, menggunakan teknik wawancara, studi pustaka, studi
dokumentasi, dan internet searching. Hasil penelitian menunjukan bahwa
penerapan SAP berabsis akrual di Poltekkes Makassar sudah cukup efektif. Hal
tersebut ditandai dengan penyusunan laproan keuangan yang telah sesuai dengan
peraturan pemerintah nomo 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah
berbasis akrual. Tantangan pemerintah dalam menerapkan SAP berbasis akrual
ditinjau dari sistem pengendalian internal yang diterapkan di instansi tersebut
yaitu diantaranya lingkungan pengendalian yang mengatur tentang peningkatan
kompetensi SDM khsusnya dalam penerapan regulasi tersebut. Poltekkes
Makassar telah medukung perubahan SAP berasis akrual dengan adanya regulasi
yang jelas yakni sistem, prosedur, dan kebijakan akuntansi yang berhubungan
degnan pengelolaan keuangan. Sistem akuntansi dan IT serta kelengkapan saran
dan prasarana sudah tersedia dan memadai.
Penelitian yang dilakukan oleh Septia (2013) Penelitian dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui bagaimana aplikasi full accrual basic pada laporan
keuangan dinas pendidikan kabupaten kubu raya tahun 2011 jika mengacu pada
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 dan strategi-strategi apa yang dilakukan
49
Dinas Pendidikan Kabupaten Kubu Raya dalam penerapan penyajian laporan
keuangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 serta faktor-
faktor apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan standar akuntansi
pemerintah berbasis akrual dalam penyajian laporan keuangan Dinas Pendidikan
Kabupaten Kubu Raya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan objek penelitian pada Dinas Pendidikan Kabupaten Kubu Raya.
Teknik pengumpulan data yaitu wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan jenis laporan keuangan yang
disajikan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (OPD) dalam penyajian laporan
keuangan dan perbedaan perlakuan untuk pos-pos yang diakrualkan seperti
belanja yang masih harus di bayar, belanja di bayar di muka, pendapatan yang
masih harus di terima, pendapatan di terima di muka, penyusutan dan penyisihan
piutang tak tertagih serta adanya faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
basis akrual dalam penyajian laporan keuangan yaitu kualitas sumber daya
manusia, informasi teknologi, komitmen dari organisasi, komunikasi antara
pemerintah pusat dan daerah serta kurangnya pelatihan dan sosialisasi.
Kesimpulan dari penelitan-penelitan terdahulu yang telah dilakukan,
penelitian terkait implementasi akuntansi pemerintah berbasis akrual di
pemerintah daerah masih belum banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan
penelitian yang sudah dilakukan hanya melihat dari sudut pandang kesiapan
pemerintah daerah dalam menerapkan SAP berbasis akrual. Sedangkan penelitian
yang dilakukan peneliti saat ini lebih melihat dalam sudut pandang kendala-
kendala apa saja yang terjadi atau kendala-kendala apa saja yang muncul ketika
50
SAP berbasis akrual ditetapkan mengingat tahun 2015 merupakan suatu
kewajiban bagi entitas pemerintah yang ada di Indonesia untuk menjalankan SAP
berbasis akrual. Mengingat baru tiga tahun semenjak tahun anggaran 2015 laporan
keuangan harus menggunakan basis akrual hingga saat ini bukanlah waktu yang
lama untuk menjadi acuan bahwa SAP berbasis akrual berhasil atau tidak dalam
pelaksanaannya.