bab ii kajian pustaka 2.1 penokohan
TRANSCRIPT
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penokohan
Penokohan merupakan unsur dominan dalam suatu karangan rekaan (fiksi).
Pengertian penokohan dapat berarti penciptaan citra tokoh dalam karya sastra (Tim
Penyusun KBBI, 1999:1065). Seorang pengarang menggunakan penokohan sebagai
alat untuk melihat persoalan yang ditampilkan dalam karyanya. Secara signifikan,
bagaimana sebenarnya pengarang melihat, menanggapi, dan bersikap terhadap suatu
persoalan kehidupan manusia yang ditampilkan dalam karyanya, dapat dilihat dari
pikiran, perasaan, komentar, dan tindakan para figur di dalamnya.
Penggambaran dalam penokohan dapat menggunakan beberapa ciri, yaitu
fisiologis, psikologis, dan sosiologis (Tjiptardja, 1967:10-11). Ciri fisiologis adalah
penggambaran lahir secara langsung, misalnya melalui tingkah laku, lukisan badaniah
dan cara-cara berinteraksi dengan lingkungan dalam cerita. Ciri psikologis, adalah
penggambaran ekspresi langsung dari para tokoh, meliputi percakapan dan pemikiran
serta reaksi yang diberikan terhadap suatu kejadian. Selanjutnya adalah ciri sosiologis,
yang dapat diketahui melalui status dan peranan atau kedudukan dari seorang tokoh
yang diungkapkan pengarang melalui penceritaannya.
Aksi atau interaksi antar tokoh dalam dunia karya sastra, bermakna untuk
menggambarkan dan membeberkan suatu lakon kehidupan manusia lengkap
dengan problematikanya. Hal ini disebabkan karena, kejadian yang terjadi dan
sedang berlangsung pada dasarnya disebabkan oleh adanya aksi dari para tokoh
tersebut. Usaha untuk membuat deskripsi tentang tokoh, karena itu sama dengan
15
mempelajari perwatakan seseorang (Tjiptardja, 1967:11). Pengkajian terhadap
unsur penokohan dapat dilakukan dengan memperhatikan jalannya lakon cerita,
sebab melalui cerita yang terus berjalan akan nampak sifat-sifat ataupun watak
asli dari seorang tokoh (Adhyasmara, 1979 :55-56). Selain itu, lewat jalan cerita
itu para figur ikut melakukan serta mengaitkan satu insiden dengan insiden lain
yang ada di dalam narasi.
Mochtar Lubis (dalam Akhmad Saliman, 1996:18) menyebutkan beberapa
cara serta teknik yang dapat digunakan pengarang untuk menggambarkan fisik,
sifat, dan pikiran pelaku sebagai berikut:
a) Phisycal description (menggambar kan fisik figur).
b) Portrayal of thought stream or of conscious thought (menggambarkan cara
berpikir figur).
c) Reaction to event (menggambarkan respons pelaku terhadap insiden).
d) Direct author analysis (analisa pengarang terhadap sifat tokoh).
e) Discussion of environment (pengarang menggambarkan lingkungan sekitar
pelaku).
f) Reaction of others about to character (pengarang menggambarkan
pemikiran pelakon lain kepada pelakon utama).
g) Conversation of other about character (pengarang memberikan gambaran
mengenai tokoh utama melalui cerita pelaku-pelaku lain yang sedang
memperbincangkan pelaku utama).
16
2.2 Penguatan Pendidikan Karakter
1. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berasal dari dua kata pendidikan dan karakter,
menurut beberapa ahli, kata pendidikan mempunyai definisi yang berbeda-
beda tergantung pada sudut pandang, paradigma, metodologi dan disiplin
keilmuan yang digunakan, diantaranya: Menurut Rimba (1989), pendidikan
adalah ―Bimbingan atau pembinaan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan Jasmani dan Rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utuh.‖
Koesoema (2007) mengartikan pendidikan sebagai proses internalisasi
budaya ke dalam diri individu dan masyarakat menjadi beradab. Ada pula
yang mendefinisikan pendidikan sebagai proses dimana sebuah bangsa
mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan, dan untuk
memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.
karakter berarti sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai
hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis (Khan, 2010). Selain
itu, karakter dapat diartikan sebagai sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang
stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis; sifat
alami seseorang dalam merespons siruasi secara bermoral; watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi
berbgai kebajikan, yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, bersikap dan bertindak; sifatnya jiwa manusia, mulai dari
angan-angan sampai menjelma menjadi tenaga.
17
Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi tentang pendidikan
dan karakter secara sederhana dapat diartikan bahwa pendidikan karakter
adalah upaya sadar yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang
(pendidik) untuk menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada seseorang
yang lain (peserta didik) sebagai pencerahan agar peserta didik mengetahui,
berfikir dan bertindak secara bermoral dalam menghadapi setiap situasi.
Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan
karakter, diantaranya Lickona yang mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang
memahami, peduli dan bertindak dengan landasan nilai-nilai etis.
Pendidikan karakter menurut Lickona (1992) mengandung tiga unsur pokok,
yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan
(desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).
2. Penguatan Pendidikan Karakter
PPK merupakan sebuah gerakan dalam bidang pendidikan yang
bertujuan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui berbagai
program satuan pendidikan dengan memfokuskan keharmonisan hati, rasa,
pikir, dan raga dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat baik
dalam satuan pendidikan, keluarga maupun masyarakat luas. Dalam hal ini,
penguatan pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk serta membuat
seseorang menjadi individu yang mempunyai kepribadian cakap dan kukuh
yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun nilai-nilai utama
karakter yang menjadi fokus dari kebijakan PPK adalah: religiusitas,
nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Uraian dari 5
faktor pengaruh penguatan pendidikan karakter antara lain:
18
a. Faktor naluri (insting)
Naluri adalah sifat yang dimiliki manusia dari lahir. Dalam ilmu
psikologi dijelaskan bahwa naluri merupakan motivator yang memicu
munculnya perilaku, meliputi naluri untuk makanan, naluri yang penuh
dengan jiwa, naluri ayah, naluri perjuangan, dan naluri ilahi. Selain lima
naluri, ada banyak jenis naluri yang diungkapkan dalam psikologi,
misalnya rasa penasaran dan narasi naluri, naluri rasa takut, naluri
bersosialisasi, dan naluri impuls.
b. Faktor adat/ kebiasaan
Adat atau kebiasaan merupakan perilaku dan tindakan seseorang
yang dilaksanakan secara rutin dengan wujud serupa akibatnya menjadi
kebiasaan, meliputi tidur, makan, olahraga, dan lain-lain.
c. Faktor keturunan
Faktor keturunan terdiri dari warisan kemanusiaan terentu, suku,
atau peninggalan bangsa serta warisan spesial dari leluhur. Adapun sifat-
sifat yang diwarisi dari orang tua oleh anak-anak mereka, ini adalah sifat-
sifat yang diwarisi (persediaan) sejak lahir. Biasanya ada dua jenis sifat
bawaan, yaitu kualitas fisik dan spiritual.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan berarti sesuatu yang mengelilingi benda hidup,
sedangkan lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya,
meliputi bumi, laut, air dan masyarakat. Lingkungan itu ada dua macam
sebagai berikut:
19
1) Lingkungan alam
Sifat di sekitar manusia merupakan salah satu pengaruh
pembentukan perilaku seorang. Jika kondisi alam buruk, itu
merupakan hambatan bagi pengembangan bakat, sehingga mereka
hanya bisa bertindak pada realita. Kebalikannya, bila situasi
alamnya bagus, mungkin seseorang bakal bisa lebih gampang
membagikan cadangan yang mereka bawa bisa menjadi penentu.
2) Lingkungan pergaulan
Individu selalu hidup berkaitan dengan satu sama lain. Sebab itu,
pergaulan hendak silih mempengaruhi dalam benak, watak, serta
sikap. Lingkungan sosial ini bisa dipisah menjadi beberapa
golongan, yakni lingkungan rumah, lingkungan sekolah,
lingkungan kerja, serta lingkungan institusi.
2.3 Nilai-Nilai Penguatan Pendidikan Karakter
1. Pengertian Nilai
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menunjukkan
pengertian dari nilai adalah watak yang krusial atau berfungsi untuk hal
manusiawi. Nilai pula bisa diartikan sebagai suatu yang mmenyempurnakan
individu menurut hakikatnya (Alwi, 2002: 46). Gordon Allport dalam Haris
dan Jihad (2010: 30) mengidentifikasi nilai sebagai kepercayaan yang
memengaruhi seorang berperilaku berdasarkan pilihannya. Baginya nilai
berada di lokasi tertinggi dibandingkan dengan daerah lain, seperti
keinginan, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan.
20
Solichin, dkk (2015:47) menyebutkan bahwa nilai merupakan proses
menanamkan gagasan atau pokok pikiran yang terkait emosi yang dalam
mendorong seorang dalam mewujudkan gagasan atau pokok pikiran.
Sebaliknya nilai kepribadian ialah ide ataupun rancangan yang berperan
sebagai prinsip untuk seorang dalam berperan.
Nilai merupakan hal yang memberi arti pada kehidupan, memberikan
referensi, titik awal, dan tujuan hidup. Hal itu juga merupakan sesuatu yang
sangat disanjung, yang dapat memberikan warna, dan menggerakkan perilaku
dalam kehidupan seseorang. Nilai lebih dari semata-mata keyakinan, nilai harus
terus melibatkan mentalitas dan perilaku, oleh karena itu terdapat ikatan yang
dekat antara nilai serta etika (Darmaputra, 2007: 65).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bisa disimpulkan bahwa nilai
ialah hal yang bermakna untuk individu serta sebagai inti kehidupan dan
dipercayai sebagai standar perilaku. Di samping nilai, juga merupakan titik
referensi untuk memberikan identitas untuk segala sesuatu, apakah itu baik
atau tidak dan apakah itu layak untuk dihormati, dihargai, dipelihara, dan
digunakan atau tidak.
2. Macam-Macam Nilai
Nilai mempunyai kategori yang beraneka ragam seperti nilai yang
berkaitan dari sudut bentuk dan tingkatan nilai. Pada pembagian tersebut,
Yinger (dalam Mujib, 2003: 115) memandang nilai dalam dua penampilan,
yaitu:
21
a) Nilai sebagai fakta karakter pada arti sebagai indikasi seberapa besar
seorang bersedia membimbing orientasi dan proses pengambilan
keputusan.
b) Nilai sebagai kondisi sistemis nilai yang ada, apakah itu fakta, karakter,
atau fakta budaya, dapat berdampak pada struktur sosial yang
bersangkutan.
Sebaliknya nilai bila diamati dari bidang sumbernya bisa dipisah
menjadi dua bagian, yakni (Mujib, 2003: 114):
a) Nilai Ilahi
Nilai ilahi berarti nilai yang Allah perintahkan melewati para Rasul,
dalam bentuk kesalehan, iman, keadilan, dan dikuduskan pada wahyu
ilahi. Agama adalah sumber utama bagi setiap pemeluk yang meyakini
nya dan dijadikan sebagai pedoman hidup.
b) Nilai Insani
Nilai insani berarti nilai yang muncul dari persetujuan manusia dalam
berkehidupan dan bertumbuh dalam masyarakat.
3. Nilai Penguatan Pendidikan Karakter
Berdasarkan rancangan dengan nama ‗Grand Desain Pendidikan
Karakter‘ yang telah disusun oleh Kemendikbud, berisi adanya tujuh nilai
yang utamanya dapat berkembang menjadi kultur dalam lembaga
pendidikan formal maupun non-formal diantaranya: cerdas, jujur, sehat dan
bersih, tanggung jawab, peduli, gotong royong, serta kreatif (Samani, 2012:
51). Oleh sebab itu, konsep pembelajaran kepribadian akan dapat
22
disuguhkan referensi abstrak serta operasional untuk pengembangan aplikasi
serta penilaian di tiap tingkatan serta tahapan pembelajaran.
Menurut Kemendikbud (2016), mengenai rencana pergerakan
―Penguatan Pendidikan Karakter‖ terdapat lima poin mendasar dari karakter
yang berkaitan. Lima poin tersebut adalah:
a) Religius
Nilai karakter religius merepresentasikan kepercayaan pada Tuhan
Yang Maha Esa yang dimanifestasikan dalam aplikasi ajaran agama
serta keyakinan, dalam hal perbedaan agama, dalam mempertahankan
toleransi pada penerapan ibadah serta agama lain, hidup dalam
keseimbangan serta rukun dengan para pengikut agama lain. Sub-nilai
agama termasuk perdamaian, toleransi, menghormati perbedaan pada
agama serta kepercayaan, keteguhan, kepercayaan diri, kerja sama
antara beragama dan setia, anti-kekerasan dan kekerasan,
persahabatan, kejujuran, tidak mendesakkan kemauan, cintai
lingkungan, lindungi anak-anak yang tersisih.
b) Nasionalisme
Nilai karakter nasionalisme adalah cara berpendapat, bersikap dan
melaksanakan yang memaparkan loyalitas, perhatian serta rasa segan
yang besar kepada bahasa, lingkungan fisik, sosial, adat, ekonomi
serta politik bangsa, dan menaruh kepentingan bangsa serta
melaporkan di atas dirinya serta kebutuhan golongan. Sub-nilai
nasionalisme termasuk apresiasi kepada kebiasaan bangsa, melindungi
23
kekayaan adat bangsa, kemauan untuk berdedikasi, menang dan
menang, menyayangi tanah air, memelihara lingkungan, menaati
hukum, patuh, menghormati keragaman adat, etnik, serta agama.
c) Mandiri
Nilai-nilai kepribadian independen merupakan tindakan serta aksi
yang tidak tergantung pada orang lain serta memanfaatkan seluruh
tenaga, kepala, waktu untuk menggapai impian, angan-angan, serta
keinginan. Sub-nilai kemandirian meliputi etos kerja, kegigihan,
semangat juang, handal, penataran inovatif, keberanian, serta
penataran seumur hidup.
d) Gotong royong
Karakteristik dari kerja sama timbal balik merefleksikan aksi
menghargai semangat kerja sama dan bekerja bersama untuk
memecahkan masalah bersama, menciptakan komunikasi serta
pertemanan, membagikan bantuan, ataupun dukungan pada yang
membutuhkan. Sub-nilai dari kerja sama timbal balik termasuk rasa
hormat, kerja sama, inklusivitas, komitmen terhadap keputusan
bersama, kesepakatan konsensus, bantuan-bantuan, kebersamaan,
empati, anti- diskriminasi, anti- kekerasan, serta perilaku sukarela.
e) Integritas
Nilai karakter integritas adalah nilai yang melandasi sikap berdasarkan
usaha membentuk diri orang yang senantiasa mempercayai perkata,
aksi serta profesi, mempunyai komitmen serta kepatuhan kepada nilai-
24
nilai serta etiket individu (integritas karakter). Sub-nilainya meliputi
kejujuran, cinta aktualitas, ketaatan, komitmen karakter, anti- korupsi,
kesamarataan, tanggung jawab, contoh, serta apresiasi kepada derajat
individu (lebih- lebih orang disabilitas).
2.4 Pendekatan Sosiologi Sastra dalam Analisis Penguatan Pendidikan
Karakter
Sosiologi sastra merupakan analisis dengan pemahaman mendalam
terhadap teks sastra yang dilihat dari aspek-aspek kemasyarakatan yang ada
di dalam strukturnya, yang dipergunakan untuk menguasai lebih jauh
perihal indikasi sosial yang terdapat pada ciptaan kesusastraan tersebut.
Ratna (2004: 332) mengungkapkan bahwasanya karya sastra mempunyai
hal yang berhubungan dekat dengan masyarakat diantaranya:
1) Karya- karya kesusastraan ditulis oleh pengarang, dikisahkan oleh
pencerita, disalin oleh juru tulis, sedangkan 3 subjek merupakan badan
komunitas.
2) Karya kesusastraan hidup pada masyarakat, meresap pandangan
kehidupan yang terjalin pada masyarakat, yang pada gilirannya pula
digunakan secara publik.
3) Media karya kesusastraan, baik verbal ataupun tulisan, dipinjam
melalui kompetensi publik, yang secara natural memiliki
permasalahan sosial.
25
4) Tidak serupa ilmu pengetahuan pasti, agama, adat istiadat, serta
kebudayaan yang lain, karya kesusastraan memiliki estetika, etika,
serta bahkan akal sehat. Masyarakat jelas amat mencermati ketiga
unsur ini.
5) Serupa dengan esensi masyarakat, karanga atau karya sastra
merupakan inti dari inter-subjektivitas, orang-orang memperoleh
gambaran diri mereka pada suatu karya sastra.
Selanjutnya Wellek dan Werren (2003: 3) menyebutkan keterkaitan populasi
dengan karya sastra dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Sosiologi Pengarang
Sosiologi pengarang dalam kaitannya dengan teori sosiologi sastra
merujuk pada penulis sebagai objek studi. Masalah-masalah yang
terkait di sini adalah latar belakang sosial, status penulis, proses
produksi sastra, dan pandangan hidup pengarang seperti yang tampak
oleh bermacam kegiatan pengarang di luar karya kesusastraan. Acuan
rujukan pada penelitian bisa bersumber dari riwayat penulis maupun
dapat berkembang mengenai asal dan lokasi tinggal penulis.
2) Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra menjadi pendekatan umum dengan sastra serta
masyarakat merupakan mempelajari kesusastraan selaku akta sosial,
sebagai proses kenyataan sosial. Pada kajian sosiologi ini sebuah
karangan sastra ditempatkan menjadi fokus utama yang dianalisis
dengan memperhatikan juga faktor lain yang terkait dengan masalah
26
yang dikaji, sehingga jika kajian pendekatan ini digunakan penulis
tidak perlu melakukan penelitian dengan mendetail mengenai pencipta
karya sastra nya namun hanya secara luas dijelaskan terkait topik
masalah dalam penelitian.
3) Sosiologi Sastra dan Masyarakat
Sosiologi jenis ini merupakan kajian yang memusatkan permasalahan
terhadap penikmat sastra dan bagaimana pengaruhnya pada sosial
berkehidupan dalam masyarakat. Pada analisis kajian ini berpusat
terhadap pemikiran dan gagasan dari penikmat sastra dalam hal ini
masyarakat terhadap karangan yang menjadi objek penelitian,
penelitian terhadap suatu komunitas dalam masyarakat yang
dipengaruhi oleh suatu karangan sastra dan sebaliknya.
2.5 Indikator Nilai Pendidikan
Religius, disiplin, toleransi, mandiri, jujur, percaya diri, kerjasama, dan
kreatif merupakan beberapa nilai karakter dalam pendidikan karakter. Berikut
beberapa nilai karakter tersebut:
1. Religius
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing
religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau
kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.
Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang
melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter
27
dideskripsikan oleh Suparman sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter
religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan
zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu
memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang didasarkan
pada ketentuan dan ketetapan agama.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa religius berarti:
bersifat religi atau keagamaan, atau yang bersangkut paut dengan religi
(keagamaan). Penciptaan suasana religius berarti menciptakan suasana atau iklim
kehidupan keagamaan. Dalam konteks pendidikan agama Islam di sekolah,
madrasah atau perguruan tinggi berarti penciptaan suasana atau iklim kehidupan
keagamaan Islam yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup
yang bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam, yang
diwujudkan dalam sikap hidup serta keterampilan hidup oleh para warga sekolah,
madrasah atau sivitas akademika di perguruan tinggi.
Agama dalam kehidupan pemeluknya merupakan ajaran yang mendasar
yang menjadi pandangan atau pedoman hidup. Pandangan hidup ialah ―konsep
nilai yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang mengenai kehidupan‖. Apa
yang dimaksud nilai-nilai adalah sesuatu yang dipandang berharga dalam
kehidupan manusia, yang mempengaruhi sikap hidupnya. Pandangan hidup (way
of life, worldview) merupakan hal yang penting dan hakiki bagi manusia, karena
dengan pandangan hidupnya memiliki kompas atau pedoman hidup yang jelas di
28
dunia ini. Manusia antara satu dengan yang lain sering memiliki pandangan
hidup yang berbeda-beda seperti pandangan hidup yang berdasarkan agama
misalnya, sehingga agama yang dianut satu orang berbeda dengan yang dianut
yang lain.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa
religius adalah bersikap dan berperilaku patuh dengan apa yang diajarkan
dalam agama. Karakter religius dideskripsikan sebagai nilai karakter yang
indikatornya. Karakter religius dideskripsikan sebagai nilai karakter yang
indikatornya adalah tindakan yang menunjukkan sikap dan perilaku patuh
dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Berdasarkan deskripsi
tersebut, maka indikator religius di sekolah adalah bersikap dan berperilaku
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang ada di sekolah. Sedang
indikator religius di kelas adalah bersikap dan berperilaku patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang ada di kelas, dan indikator religius di
kegiatan pembelajaran adalah bersikap dan berperilaku patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang ada dalam kegiatan pembelajaran.
2. Disiplin
Kata ―disiplin‖ berasal dari bahasa Latin ―discere‖ atau ―discite‖ yang
berarti belajar, dari kata ini timbul kata ―disciplina‖ yang berarti pengajaran
atau pelatihan, dan sekarang kata ―disiplin‖ mengalami perkembangan
makna dalam beberapa pengertian. Dalam bahasa Inggris kata ―disiplin‖
yaitu ―dicipline‖ berarti ―disiplin; ketertiban; mata pelajaran‖.
29
Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ―disiplin‖ memiliki
banyak arti, yaitu ―(1). Tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dsb.); (2)
Ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dsb.); (3) Bidang studi
yang memiliki objek, sistem dan metode tertentu.‖
3. Toleransi
Kata ―toleransi‖ berasal dari Bahasa Inggris ―tolerance‖ yang berarti
mebiarkan. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ―toleransi‖
adalah sifat atau sikap toleran. Sikap toleran yang dimaksud adalah sikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb.) yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.28 Menurut Dieane
Tilman, toleransi adalah saling menghargai, melalui pengertian dengan
tujuan kedamaian. Toleransi adalah metode menuju kedamaian. Toleransi
disebut sebagai faktor esensi untuk perdamaian.
4. Mandiri
Mandiri sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh
Suparman sebagai sikap dan perilaku yang tidak mudah terkandung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas. Dan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata ―mandiri‖ adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung pada orang lain. Menurut Steinberg dalam Eti Nurhayati, kata
―mandiri‖ diambil dari dua istilah yang pengertiannya sejajar sering
disejajarkan silih berganti, yaitu autonomy dan independence, karena
perbedaan sangat tipis dari kedua istilah tersebut (mandiri) secara umum
30
menunjukkan pada kemampuan individu untuk menjalankan aktivitas hidup
terlepas dari pengaruh kontrol orang lain.
Sedangkan menurut Antonius Atoshoki Gea, Mandiri adalah
kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan kebutuhan
hidupnya dengan kekuatan sendiri. Berdasarkan pengertian-pengertian
diatas, dapat dikatakan bahwa mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak
mudah terkandung pada orang lain. Karakter mandiri dideskripsikan sebagai
nilai karakter yang indikatornya adalah sikap dan perilaku mandiri dalam
mengerjakan tugas ataupun ulangan.
5. Jujur
Secara bahasa, jujur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki
arti (1) Lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya); (2)
Tidak curang. (misal dalam permainan, dengan mengikuti aturan yang
berlaku): mereka itulah orang-orang yang—dan disegani; (3) Tulus; ikhlas‖.
Sedangkan kejujuran memiliki arti ―sifat (keadaan) jujur; ketulusan
(hati); kelurusan (hati): ia meragukan--anak muda itu‖. Jujur, adalah apa
adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan
(berintegritas), berani karena benar, dapat dipercaya (amanah,
trustworthiness) dan tidak curang (no cheating). Jika dihubungkan dengan
dunia pendidikan, maka karakter jujur adalah karakter yang diharapkan
dapat dimiliki siswa, guru maupun pihak pendidikan lainnya, yakni
diharapkan mereka dapat berkata perkataan yang benar, bertindak sesuai
dengan apa yang dia katakan, menyatakan apa adanya serta tulus dan ikhlas,
baik dalam belajar, mengajar maupun dalam kegiatan pembelajaran.
31
Karakter jujur digambarkan dengan indikator sebagai perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. Menurut Thomas
Lickona menyatakan bahwa ―kejujuran adalah salah satu bentuk nilai yang
harus diajarkan di sekolah. Jujur dalam berurusan dengan orang lain seperti
tidak menipu, mencurangi atau mencuri dari orang lain, merupakan sebuah
cara mendasar untuk menghormati orang lain.‖
6. Percaya Diri
Percaya diri berasal dari bahasa Inggris yakni self confidence yang
artinya percaya pada kemampuan, kekuatan dan penilaian diri sendiri.
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Percaya diri adalah kondisi mental atau
psikologis dari seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk
berbuat atau melakukan suatu tindakan.
Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang
percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. Maka percaya
diri juga dapat diartikan suatu kepercayaan akan kemampuan sendiri yang
memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan
secara tepat. Menurut Thursan Hakim, ―Rasa percaya diri adalah suatu
keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan
keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai
barbagai tujuan dalam hidupnya.‖
32
7. Gotong Royong
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kerjasama berarti ―melakukan
(melaksanakan) suatu kegiatan atau usaha (perniagaan) yang ditangani oleh
dua orang (pihak) atau lebih: orang tua dan guru harus—mencegah
perkelahian antar pelajar‖. Gotong royong menyatakan mau bekerja sama
dengan baik, berprinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai
jika dikerjakan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling
berbagi dengan sesama, mau mengembangkan potensi diri untuk dipakai
saling berbagi agar mendapatkan hasil yang terbaik, tidak egois.
Kerjasama membantu untuk menjalankan tanggung jawab yang lebih
luas. Semangat suka menolong akan menimbulkan kebahagiaan tersendiri di
saat bisa melakukan suatu kebaikan. Kerjasama menunjukkan bahwa dalam
dunia yang semakin saling tergantung ini, harus bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama, bahkan hal yang paling mendasar seperti
mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Dalam bidang pendidikan,
kerjasama dapat dimaknai dengan melakukan suatu aktivitas dalam
pendidikan secara bersama, baik antar sesama siswa, sesama guru maupun
antara siswa dan guru serta pihak lainnya.
8. Kreatif
Secara bahasa, kreatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki
arti (1). Memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan; (2).
Bersifat (mengandung) daya cipta: pekerjaan yang – menghendaki
kecerdasan dan imajinasi. Sedangkan kreativitas memiliki arti (1)
33
Kemampuan untuk mencipta; daya cipta; (2) Perihal berkreasi; kekreatifan.
Secara terminologi, kreatif, adalah mampu menyelesaikan masalah secara
inovatif, luwes, kritis, berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat,
menampilkan sesuatu secara luar biasa (unik), memiliki ide baru, ingin terus
berubah, dapat membaca situasi dan memanfaatkan peluang baru. Jika
dihubungkan dengan dunia pendidikan, maka karakter kreatif adalah
karakter yang diharapkan dapat dimiliki guru, siswa maupun pihak
pendidikan lainnya, yakni diharapkan mereka dapat menciptakan suasana
belajar yang memacu inovasi dan kreativitas dalam kegiatan pembelajaran.