bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Lingkungan Kerja
Menurut Nitisemito dalam Sukmawati (2008), menyatakan bahwa lingkungan
kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan.
Menurut Maharani (2009), bahwa lingkungan kerja merupakan keadaan
tempat kerja seseorang karyawan yang meliputi lingkungan fisik maupun
lingkungan non fisik yang mempengaruhi pekerja dalam menjalankan berbagai
tugasnya.
Menurut Ahyari dalam Susilo (2008), bahwa lingkungan kerja adalah
merupakan suatu lingkungan dimana karyawan tersebut bekerja. Menurut
Sedarmayanti dalam Susilo (2008), menyatakan lingkungan kerja adalah
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya
dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik
sebagai perorangan maupun sebagai kelompok.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar tempat karyawan
bekerja (baik fisik maupun nonfisik) dan dapat mempengaruhi proses
penyelesaian p ekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut.
9
2.1.1.1 Faktor-Faktor Lingkungan Kerja
Faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan kerja fisik menurut
Sedarmayanti (2011, p.28-35) yaitu:
1. Penerangan / Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna
mendapat keselamatan dan kelancaran kerja, oleh sebab itu perlu
diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak
menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan
penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak
mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien
dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
a) Cahaya langsung
b) Cahaya setengah langsung
c) Cahaya tidak langsung
d) Cahaya setengah tidak langsung
2. Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai
temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk
mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang
sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut
ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan
dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak
10
lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari
keadaan normal tubuh.
Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperature akan member
pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap
karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda,
tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.
3. Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa
dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau
dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara
temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari
udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat
menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan
temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan
pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem
penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena
makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan
tubuh manusia selalu berusahan untuk mencapai keseimbangan antar
panas tubuh dengan suhu disekitarnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk
menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolism. Udara di
sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah
berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang
11
berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah
adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil
oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan cukupnya oksigen di
sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat
adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan
kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama
bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah
setelah bekerja.
5. Kebisingan di Tempat Kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk
mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh
telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi
tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran,
dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian,
kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan
membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar
pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga
produktivitas kerja meningkat.
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa
menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu:
a) Lamanya kebisingan
b) Intensitas kebisingan
c) Frekwensi kebisingan
12
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk
akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.
6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang
sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat
menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada
umumnya sangat mengganggu tubuh karena ketidak teraturannya, baik
tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar
terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi ala mini
beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran
mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal:
a) Konsentrasi bekerja
b) Datangnya kelelahan
c) Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan
terhadap: mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain.
7. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai
pencemaran, karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-
bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan
penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang
mengganggu di sekitar tempat kerja.
8. Tata Warna di Tempat Kerja
13
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan
sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan
dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna
mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna
kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena
dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.
9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu
dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi
berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan,
dan lainnya untuk bekerja.
10. Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,
waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk
bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk
dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang
diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.
11. Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya
untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga
Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).
Faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan kerja non fisik (psikologis)
menurut Simamora (2004, p.609) yaitu:
14
a. Hubungan antar Pribadi. Manajemen harus menciptakan hubungan kerja
yang erat antar pegawai. Hubungan kerja yang erat antar pegawai dapat
meningkatkan semangat kerja. Menurut Pabundu (2006, p.79) menyatakan
bahwa hubungan manusiawi dalam organisasi dapat terjadi secara
horizontal, vertikal dan diagonal. Hubungan horizontal adalah hubungan
antar sesama rekan sekerja baik hubungan antar sesama bawahan maupun
hubungan antar sesama atasan. Hubungan vertikal adalah hubungan antar
atasan dengan bawahan, sementara hubungan diagonal adalah hubungan
antar atasan dari suatu organisasi dengan seseorang atau sekelompok
bawahan dari unit organisasi lainnya. Dalam menjalin hubungan antar
pribadi tersebut diperlukan keramahan, suasan saling mempercayai,
selaras, kerjasama yang baik sehingga tercipta lingkungan kerja psikologis
yang nyaman yang dapat mendorong semangat kerja pegawai.
b. Supervisi. Peranan supervisi dalam suatu lingkungan kerja cukup penting,
terutama dalam hal memotivasi bawahan. Supervisor hendaknya seorang
yang berpengalaman, cakap dan manusiawi sehingga mampu melatih,
mengarahkan, mendorong, bersikap simpatik serta menunjukkan masalah
dan jalan pemecahannya terhadap bawahan. Supervisi harus mampu
membangun komunikasi yang baik dan bersifat bebas antara atasan dan
bawahan sehingga dapat mengungkapkan sesuatu secara jujur tanpa rasa
takut. Hal tersebut dapat membuat supervisor dapat memahami perasaan,
aspirasi, serta tujuannya. Adanya supervisi yang baik dapat mempengaruhi
lingkungan kerja yang nyaman sehingga dapat meningkatkan kepuasan
kerja pegawai.
15
c. Peraturan dan Kebijakan. Peraturan dan kebijakan lembaga yang
berimbang dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyaman sehingga
menjadi faktor pendorong semangat kerja. Peraturan merupakan tata tertib
atau pedoman perilaku dalam pengambilan keputusan bagi pimpinan
tingkat bawah. Peraturan dan kebijakan kantor serta keputusan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban pegawai hendaknya memberikan
rasa keadilan serta dapat menciptakan perasaan aman dan nyaman bagi
pegawai. Peraturan dan kebijakan tersebut antara lain tentang jam kerja
perminggu, jam istirahat, disiplin kerja, waktu libur, sikap dan tingkah
laku, serta sanksi pelanggaran.
2.1.2 Kompensasi
Menurut Panggabean (2002, p75), kompensasi disebut juga dengan
penghargaan dan dapat didefenisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang
diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka
berikan kepada organisasi.
Menurut Nawawi (2005, p.419), kompensasi bagi organisasi / perusahaan
berarti penghargaan / ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan
kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.
Menurut Soegoto (2009, p.227), kompensasi adalah imbalan yang diberikan
perusahaan kepada individu sebagai balas jasa atas kesediaan mereka untuk
melakukan berbagai pekerjaan dan tugas organisasi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kompensasi adalah penghargaan atau imbalan yang diberikan oleh perusahaan
16
kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang telah mereka berikan
kepada organisasi.
2.1.2.1 Jenis-Jenis Kompensasi
Menurut Triton (2007, p.125-126), kompensasi yang diberikan kepada
karyawan berdasarkan sifat penerimaannya dapat dibedakan dalam dua jenis,
yaitu:
1. Kompensasi yang bersifat finansial. Kompensasi yang bersifat finansial
adalah kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk uang atau
bernilai uang. Termasuk dalam jenis kompensasi bersifat finansial adalah
gaji atau upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi, dan lain-lain
sebagainya yang dibayarkan oleh organisasi atau perusahaan.
2. Kompensasi yang bersifat non finansial. Kompensasi yang bersifat non
finansial diberikan oleh organisasi atau perusahaan terutama dengan
maksud untuk mempertahankan karyawan dalam jangka panjang.
Termasuk dalam kompensasi yang bersifat non finansial adalah
penyelenggaraan program-program pelayanan bagi karyawan yang
berupaya untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang
menyenangkan, seperti program wisata, penyediaan fasilitas kantin atau
cafeteria, penyediaan tempat beribadat di tempat kerja, penyediaan
lapangan olahraga, dan lain sebagainya.
Berdasarkan mekanisme penerimaannya kompensasi dapat dibedakan ke
dalam dua macam, yaitu:
17
a. Kompensasi langsung, yaitu kompensasi yang penerimaannya secara
langsung berkaitan dengan prestasi kerja.
b. Kompensasi pelengkap atau kompensasi tidak langsung, yaitu kompensasi
yang penerimaannya tidak secara langsung berkaitan dengan prestasi
kerja.
2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi
Menurut Hasibuan (2001, p.127-129), faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya kompensasi, antara lain sebagai berikut:
1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan
(permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencari kerja
lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relative
semakin besar.
2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin
baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika
kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka
tingkat kompensasi relatif kecil.
3. Serikat Buruh / Organisasi Karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi
semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang
berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil.
4. Produktivitas Kerja Karyawan
18
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi akan
semakin besar. Sebaliknya kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit
maka kompensasinya kecil.
5. Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya
batas upah / balas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting
supaya pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas
jasa bagi karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari
tindakan sewenang-wenang.
6. Biaya Hidup / Cost of Living
Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi / upah
semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah
maka tingkat kompensasi / upah relatif kecil. Seperti tingkat upah di
Jakarta lebih besar dari di Bandung, karena tingkat biaya hidup di Jakarta
lebih besar daripada di Bandung.
7. Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima gaji /
kompensasi lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan
yang lebih rendah akan memperoleh gaji / kompensasi yang kecil. Hal ini
wajar karena seseorang yang mendapat kewenangan dan tanggung jawab
yang besar harus mendapatkan gaji / kompensasi yang lebih besar pula.
8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama, maka gaji /
balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta
19
keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan
rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji /
kompensasinya kecil.
9. Kondisi Perekonomian Nasional
Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom) maka tingkat
upah / kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full
employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju
(depresi) maka tingkat upah rendah, karena terdapat banyak penganggur
(disqueshed unemployment).
10. Jenis dan Sifat Pekerjaan
Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko (finansial,
keselamatan) yang besar maka tingkat upah / balas jasanya semakin besar
karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya.
Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaannya mudah dan risiko (finansial,
kecelakaannya) kecil, tingkat upah / balas jasanya relatif rendah. Misalnya,
pekerjaan merakit computer balas jasanya lebih besar daripada
mengerjakan mencetak batu bata.
2.1.3 Kepuasan Kerja
Menurut Dariyo (2004, p.76), yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah
sikap atau perasaan seseorang terhadap suatu pekerjaan. Ini berarti kepuasan kerja
seseorang tergantung bagaimana penilaian (persepsi) individu yang bersangkutan
terhadap pekerjaan itu sendiri, apakah membuat dirinya merasa puas atau tidak.
20
Menurut Tangkilisan (2005, p.164), menyatakan bahwa kepuasan kerja (job
satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dari para karyawan dalam memandang pekerjaan mereka.
Menurut Sierma & Saragih (2010, p.145), menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah sikap yang ditunjukkan karyawan terhadap pekerjaan dan situasi kerja
yang mereka hadapi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja adalah sikap yang ditunjukkan oleh karyawan atau bagaimana perasaan dan
penilaian karyawan (puas atau tidak puas) terhadap pekerjaan yang dibebankan.
2.1.3.1 Teori Kepuasan Kerja
Menurut Rivai (2004, p.475-476), bahwa terdapat tiga teori tentang kepuasan
kerja yang cukup dikenal, antara lain:
1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.
Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan,
maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy,
tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang
tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan
dengan apa yang dicapai.
2. Teori Keadilan (Equity theory)
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi,
21
khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori
keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah
faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya,
seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan
atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya.
Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan
yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah / gaji, keuntungan
sampingan, symbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil
atau aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat
berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain atau bisa
pula dengan dirinya di masa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan
membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang
lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan
merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan
bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila
perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
3. Teori dua faktor (Two factor theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan
hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu
bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik
pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan
dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan
sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik,
penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan
22
memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan
menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu
mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah
faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari:
gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status.
Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan
dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas.
Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.
2.1.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Hariandja (2002, p.291-292), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yang berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu:
1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari
pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.
2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah
memiliki elemen yang memuaskan.
3. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa
berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan
rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.
4. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa member perintah atau petunjuk
dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan bagi
seseorang atau menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan
kerja.
23
5. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui
kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang
besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang
terbuka atau terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja
seseorang.
6. Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik dan psikologis.
2.1.4 Retensi Karyawan
Menurut Pohan (2010, p.13), pada dasarnya tidak ada rumusan khusus untuk
mendefinisikan arti employee retention. Sebuah survei yang pernah dilakukan
terhadap beberapa manajer menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat
memberikan definisi yang tepat atas konsep ini. Beberapa di antara mereka
berpendapat bahwa employee retention adalah sebuah usaha untuk mencegah
seorang karyawan berpindah ke perusahaan lain. Ada pula yang mengatakan
bahwa employee retention berarti menyelaraskan kompensasi dan benefit yang
diterima oleh karyawan terhadap perkembangan pasar tenaga kerja. Di lain hal,
ada juga manajer yang berpendapat bahwa employee retention adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan budaya perusahaan, termasuk bagaimana
perusahaan memperlakukan para karyawannya.
Menurut Carsen (2002, p.2), menyatakan dalam arti luas, “retensi karyawan”
hanya mengacu pada berapa banyak karyawan anda saat ini yang menetap selama
periode waktu tertentu.
24
“There is no secret code or formula that precisely defines “employee
retention”.” Ask 10 managers what they mean by the term and you’ll receive 10
(sometimes very) different answer. Answer like these:
• “Employee retention? You mean stopping people from leaving this
organization?”
• “Employee retention is all about keeping good people.”
• “Getting our compensation and benefits into line with the marketplace.”
• “Stock options, crèche facilities, and other perks.”
• “It’s got to do with our culture and how we treat people.”
• “Staunching the high employee turnover we have in department x or job
function y.”
• “Presenting a consistent, effective employer proposition across the entire
employee life cycle, thus ensuring we source, hire, manage, and develop
employees who partner with us in achieving our organizational goals.”
(McKeown, 2002, p.1-2)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa retensi
karyawan adalah berbagai cara dari perusahaan (dalam hal kompensasi dan
budaya organisasi) untuk mempertahankan karyawan (terutama yang berpotensi)
yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadap perusahaan.
2.1.4.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan
Menurut Mathis & Jackson (2006, p.128-135), ada beberapa faktor penentu
retensi karyawan, yaitu:
1. Komponen Organisasional
25
Beberapa komponen organisasional memengaruhi karyawan dalam
memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka.
Organisasional yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda
mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Berikut komponen
organisasional:
a. Budaya dan Nilai Organisasional
Budaya organisasional adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang
memberikan arti dan peraturan perilaku bagi anggota organisasional.
Nilai organisasional utama yang memengaruhi keinginan karyawan
untuk bertahan adalah kepercayaan. Karyawan yang yakin bahwa
mereka dapat memercayai para manajer, rekan kerja, dan sistem
keadilan organisasional tidak begitu berkeinginan meninggalkan para
pemberi kerjanya saat ini.
b. Strategi, Peluang, dan Manajemen Organisasional
Komponen Organisasional lain yang memengaruhi retensi karyawan
berhubungan dengan strategi, peluang, dan manajemen organisasi
tersebut. Faktor yang memengaruhi bagaimana karyawan memandang
organisasi mereka adalah kualitas perencanaan masa depan dari
kepemimpinan organisasional. Organisasi yang memiliki tujuan yang
ditetapkan dengan jelas yang membuat para manajer dan karyawan
untuk bertanggung jawab atas pencapaian hasil dianggap sebagai
tempat bekerja yang lebih baik, terutama oleh individu yang ingin
maju, baik secara finansial maupun karier.
c. Kontinuitas dan Keamanan Kerja
26
Semua pengurangan karyawan, pemberhentian sementara, merger dan
akuisisi, serta penyusunan ulang organisasional telah memengaruhi
loyalitas dan retensi karyawan. Selain itu, ketika rekan kerja
mengalami pemberhentian sementara dan pengurangan pekerjaan,
tingkat kegelisahan para karyawan yang masih bekerja meningkat.
Akibatnya, karyawan mulai berpikir untuk meninggalkan perusahaan
sebelum mareka dikeluarkan. Di sisi lain, organisasi yang memiliki
kontinuitas dan keamanan kerja yang tinggi cenderung memiliki angka
retensi karyawan yang lebih tinggi.
2. Peluang Karier Organisasional
Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan
bahwa usaha pengembangan karier organisasional dapat memengaruhi
tingkat retensi karyawan secara signifikan. Berikut komponen dari peluang
karier organisasional, antara lain:
a. Pengembangan Karier
Usaha pengembangan karier organisasional dirancang untuk
memenuhi harapan para karyawan bahwa para pemberi kerja mereka
berkomitmen untuk mempertahankan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuannya saat ini.
b. Perencanaan Karier
Organisasional juga meningkatkan retensi karyawan dengan
mengupayakan perencanaan karier formal. Para karyawan dan manajer
mereka saling mendiskusikan peluang karier dalam organisasi dan
27
akitivitas pengembangan karier apa saja yang akan meningkatkan
perkembangan masa depan para karyawan.
3. Penghargaan dan Retensi Karyawan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja datang dalam
bentuk gaji, insentif dan tunjangan. Banyak survei dan pengalaman para
profesional SDM menunjukkan bahwa satu hal yang penting terhadap
retensi karyawan adalah mempunyai praktik kompensasi kompetitif.
Selain itu, pertimbangan lain juga cenderung melibatkan keputusan untuk
bertahan atau keluar, antara lain:
a. Tunjangan Kompetitif
Persoalan kompensasi lain yang memengaruhi retensi karyawan adalah
program tunjangan kompetitif. Para pemberi kerja juga mempelajari
bahwa memiliki sedikit fleksibilitas tunjangan membantu retensi
karyawan.
b. Tunjangan dan Bonus Spesial
Beberapa pemberi kerja menggunakan banyak tunjangan dan bonus
spesial untuk menarik dan memelihara karyawan. Dengan memberikan
tunjangan dan bonus spesial ini, para pemberi kerja berharap dapat
mengurangi waktu yang dihabiskan oleh para karyawan seusai jam
kerja untuk menyelesaikan pekerjaan pribadi. Mereka juga berharap
untuk dianggap sebagai pemberi kerja yang lebih diinginkan di mana
karyawan-karyawannya akan bekerja lebih lama.
c. Kinerja dan Kompensasi
28
Banyak individu mengharapkan penghargaannya berbeda dengan
penghargaan orang lain berdasarkan pada kinerja. Untuk mencapai
hubungan kinerja yang lebih baik dengan kinerja organisasional dan
individual, sejumlah perusahaan sektor swasta menggunakan program
penggajian variabel dan insentif. Program ini dalam bentuk bonus uang
atau pembayaran tunai sekaligus merupakan mekanisme yang
digunakan untuk menghargai kinerja ekstra. Pertumbuhan perusahaan
teknologi telah menyoroti segi perbedaan kinerja yang lain-memberi
karyawan insentif dalam bentuk opsi saham, kepemilikan
organisasional, dan penghargaan jangka panjang yang lain.
d. Pengakuan
Pengakuan juga dapat bersifat nyata maupun tidak nyata. Umpan balik
dari para manajer dan supervisor yang mengakui usaha dan kinerja
ekstra dari individu adalah dengan memberikan pengakuan, walaupun
penghargaan moneter tidak diberikan. Sebagai contoh, perusahaan
waralaba dari rantai makanan KFC yang terkenal dimana-mana
menggunakan pengakuan nyata dan tidak nyata sebagai bagian dari
usaha retensi karyawan.
4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan
Faktor mendasar yang memengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari
tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Beberapa faktor rancangan tugas /
pekerjaan yang memengaruhi retensi karyawan, antara lain:
a. Fleksibilitas Kerja
29
Fleksibilitas dalam jadwal kerja dan bagaimana pekerjaan
dilaksanakan menjadi lebih penting. Kebijakan SDM yang fleksibel
seperti pakaian kasual juga mendukung retensi karyawan. Studi
menunjukkan bahwa fleksibilitas kerja membantu retensi karyawan.
Sebagai gambaran, studi terhadap fleksibilitas tempat kerja yang
berlangsung selama dua tahun melaporkan bahwa hubungan kerja yang
fleksibel memberikan pengaruh yang positif pada retensi karyawan.
Studi tersebut juga menemukan bahwa fleksibilitas kerja menghasilkan
kualitas dan produktivitas kerja yang lebih tinggi.
b. Keseimbangan Kerja/Kehidupan
Program kerja/kehidupan yang diberikan oleh para pemberi kerja dapat
mencakup banyak hal. Beberapa di antaranya meliputi opsi pekerjaan /
tugas, seperti penjadwalan kerja yang fleksibel, pembagian kerja, atau
telecommuting. Komponen lain meliputi tunjangan yang fleksibel,
pusat kebugaran di tempat, pertolongan pengasuhan anak dan orang
tua, serta kebijakan cuti sakit. Tujuan dari semua penawaran ini adalah
untuk menyampaikan bahwa para pemberi kerja mengakui tantangan
yang dihadapi para karyawan ketika menyeimbangkan tuntutan kerja /
kehidupan.
5. Hubungan Karyawan
Kumpulan faktor terakhir yang memengaruhi retensi karyawan didasarkan
pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Bidang-
bidang seperti kelayakan dari kebijakan SDM, keadilan dari tindakan
disipliner, dan cara yang digunakan untuk memutuskan pemberian kerja
30
dan peluang kerja, semuanya memengaruhi retensi karyawan. Persoalan
lain yang memengaruhi retensi karyawan adalah dukungan supervisor /
manajemen dan hubungan dengan rekan kerja.
2.1.4.2 Proses Manajemen Retensi Karyawan
Menurut Mathis & Jackson (2006, pp136-143), selain menyebutkan faktor
penentu retensi karyawan, adalah penting bahwa para profesional SDM dan
organisasi mereka mempunyai proses yang digunakan untuk mengatur retensi
para karyawan. Apabila dibiarkan begitu saja atau kurang diperhatikan, retensi
karyawan kemungkinan besar tidak berhasil. Berikut proses manajemen retensi
karyawan, antara lain:
1. Pengukuran dan penilaian retensi karyawan
Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan
retensi karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih
membutuhkan data dan analisis daripada kesan subjektif, anekdot dari
situasi individual yang dipilih, atau reaksi terhadap hilangnya beberapa
orang penting. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempunyai beberapa
jenis ukuran dan analisis yang berbeda, seperti:
- Mengukur perputaran
Angka perputaran untuk sebuah organisasi dapat dihitung dengan
cara yang berbeda. Rumus yang berasal dari Departemen Tenaga
Kerja AS berikut ini digunakan di mana-mana; dalam rumus
tersebut, pemberhentian berarti meninggalkan organisasi.
J J
x 100
31
Jumlah perputaran yang umum berkisar dari nol sampai lebih dari
100% pertahun, dengan angka perputaran yang berbeda di antara
industri-industri.
- Biaya perputaran
Menentukan biaya perputaran bisa relatif sederhana atau sangat
rumit, tergantung pada sifat usaha dan data yang digunakan. Model
perkiraan biaya perputaran yang lebih detail dan rumit
mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:
- Biaya perekrutan
- Biaya pelatihan
- Biaya produktivitas
- Biaya pemberhentian
- Survei karyawan
Satu jenis survei yang digunakan oleh banyak organisasi adalah
survei sikap (attitude survey) yang berfokus pada perasaan dan
keyakinan para karyawan tentang pekerjaannya dan organisasi.
Dengan berfungsi sebagai cara untuk mendapatkan data tentang
cara para karyawan memandang pekerjaan, supervisor mereka,
rekan kerja mereka, serta kebijakan dan praktik organisasional,
survei ini dapat menjadi awal mula untuk mengurangi perputaran
dan meningkatkan retensi karyawan untuk periode waktu yang
lebih lama.
- Wawancara keluar kerja
32
Satu jenis wawancara yang digunakan secara luas adalah
wawancara keluar kerja (exit interview), di mana individu diminta
untuk menyebutkan alasan mereka meninggalkan organisasi.
2. Intervensi Retensi Karyawan
Berbagai intervensi SDM dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi
karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa
cara, yaitu:
- Proses perekrutan dan seleksi
- Orientasi dan pelatihan
- Kompensasi dan tunjangan
- Perencanaan dan pengembangan karier
- Hubungan karyawan
3. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah usaha intervensi retensi karyawan diimplementasikan, adalah
penting untuk melakukan evaluasi atas usaha tersebut serta tindak lanjut
dan penyesuaian yang tepat Evaluasi dan tindak lanjut dapat dilakukan
dengan cara:
- Tinjauan data perputaran
- Menelusuri hasil intervensi
33
2.1.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Judul Sumber Hasil Penelitian Relationships Among Creative Style Preference, Job Satisfaction, and Work Environment
Pavee Suvagondha (2003) http://search.proquest.com
Hasil menunjukkan bahwa skor pada skala lingkungan kerja memiliki hubungan yang sangat tinggi dan signifikan (r = 0.60, p ≤ .001) dengan skor indeks kepuasan kerja
Pengaruh Variabel Demografi, Kompensasi, dan Lingkungan Kerja terhadap Motivasi, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi (Studi pada Industri Rokok Kretek di Propinsi Jawa Timur)
Jurnal Aplikasi Manajemen Vol 2. No 2; Bambang Swasto, dkk. (2004)
Variabel kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja ( p = 0.00 < 0.05), sehingga penjelasan ini dapat digunakan untuk menolak Ho
The Influence Of Personal Factors On Workers’s Turnover Intention In Work Organizations In South-West Nigeria
Journal of Diversity Management Vol 5. No 4; Elsie Omolara Babajide (2010)
Hasil menunjukkan bahwa karyawan yang puas dengan pekerjaan mereka cenderung tidak memiliki niat untuk turnover.
Sumber: Jurnal
34
2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis (2011)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Menggambarkan pengaruh secara simultan
Menggambarkan pengaruh secara individual
Menggambarkan hubungan (korelasi) antar variabel
2.3 Hipotesis
Menurut Sekaran (2006, p135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan
dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan
berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian.
Kompensasi (X2)
- finansial - non finansial
Kepuasan Kerja (Y)
- satisfies - dissatisfies
Retensi Karyawan (Z)
- komponen organisasi - peluang karier - penghargaan - rancangan tugas dan pekerjaan - hubungan karyawan
Lingkungan Kerja (X1)
- Lingkungan Fisik - Lingkungan Non Fisik
35
Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat
asosiatif, yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh atau kontribusi
antar variabelnya. Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian
ini:
Untuk T-1: Ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan antara Lingkungan
Kerja (X1) dan Kompensasi (X2) terhadap Kepuasan Kerja (Y) Karyawan pada PT
Lion Wings secara individual maupun simultan.
Untuk T-2: Ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan antara Lingkungan
Kerja (X1) dan Kompensasi (X2), serta Kepuasan Kerja (Y) Karyawan terhadap
Retensi Karyawan (Z) pada PT Lion Wings secara individual maupun simultan.