bab ii kajian pustaka - sinta.unud.ac.id ii kajian... · keadaan ini akan merangsang ujung-ujung...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pemotong Kain
Pemotong kain merupakan orang yang bekerja dengan memotong kain di
sebuah industri rumah tangga atau perusahaan yang menghasilkan produk
pakaian. Pada proses pemotongan kain memerlukan sikap atau posisi kerja berdiri
lama. Sikap saat bekerja merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental,
sehingga aktivitas kerja dapat dilakukan dengan cepat, kuat dan teliti. Pekerjaan
yang dilakukan dengan posisi berdiri seperti pada pemotong kain menyangkut
kerja fisik yang cukup melelahkan yang dilakukan dari pagi hari sampai sore hari
dengan waktu yang cukup lama dan kondisi bekerja dalam keadaan berdiri.
Pekerjaan yang dilakukan dengan posisi berdiri lama, akan terjadi kontraksi statis
terutama di kaki sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi otot betis. Jika
posisi berdiri dipraktekkan terus menerus, pekerja akan merasakan kelelahan
terutama pada otot betis. Proses kerja yang banyak melibatkan pembebanan pada
otot statis lebih cepat menimbulkan keluhan otot, hal ini dapat mempengaruhi
kemampuan dan menurunnya produktivitas kerja yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan di industri rumah tangga, setiap
industri rumah tangga memiliki pemotong kain yang hasil dari potongannya akan
dijahit. Pemotong kain melakukan pekerjaan mulai dari memilih dan mengukur
kain agar sesuai dengan baju yang dipesan. Pemilihan dan pengukuran kain ini
dilakukan berdiri dengan alat ukur ditempel di tembok. Kemudian dilanjutkan
8
dengan memotong kain sesuai dengan rancangan baju yang telah dibuat.
Pemotongan kain ini dilakukan diatas meja dengan posisi berdiri. Pemotong kain
biasanya bekerja mulai pukul 08.00 wita sampai pukul 17.00 wita dengan waktu
istirahat selama 1 (satu) jam dari pukul 12.00 wita sampai pukul 13.00 wita setiap
harinya. Survei pendahuluan dilanjukan dengan wawancara terkait dengan
keluhan kesehatan dan hasilnya hampir semua pemotong kain mengalami keluhan
otot betis.
Gambar 2.1 Posisi kerja pemotong kain
2.2 Nyeri Otot Betis
Pekerjaan yang dilakukan dengan posisi berdiri dalam waktu yang lama
akan terjadi kontraksi statis pada kaki sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi otot betis. Hal ini dikarenakan adanya pembebanan pada otot secara terus
menerus atau karena penggunan yang berlebihan sehingga otot akan mengalami
ketegangan atau kontraksi terus menerus yang kemudian menimbulkan stress
mekanis pada jaringan miofasial dalam waktu yang lama sehingga akan
9
menstimulasi nosiseptor yang ada di dalam otot. Semakin kuat stimulasi
nosiseptor, maka akan semakin kuat pula aktivitas refleks ketegangan otot
tersebut. Hal ini akan meningkatkan nyeri sehingga menimbulkan keadaan viscous
cycle. Keadaan viscous cycle akan mengakibatkan adanya daerah pada jaringan
miofasial yang mengakibatkan iskemik lokal akibat kontraksi otot yang kuat dan
terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak kuat sehingga jaringan ini akan
mengalami kekurangan nutrisi dan oksigen serta menumpuknya zat-zat sisa
metabolisme. Keadaan ini akan merangsang ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe
C untuk melepaskan suatu neuropeptida yaitu substansi P, karena adanya
pelepasan substansi P akan membebaskan prostaglandin dan diikuti juga dengan
pembebasan bradikinin, potassium ion, serotin, yang merupakan Noxius atau
Chemical Stimuli sehingga dapat menimbulkan nyeri (Sugijanto, 2008).
Posisi berdiri dengan waktu yang lama seperti yang dialami oleh pemotong
kain dapat menimbulkan keluhan nyeri otot betis karena terjadi pembebanan asam
laktat pada jaringan otot dan darah (Citrawati, dkk. 2001). Pada akhirnya
penimbunan tersebut dapat menimbulkan kelelahan pada otot. Semakin tinggi laju
metabolisme atau penguluran energi tubuh maka semakin banyak terjadi
penimbunan asam laktat.
Kadar asam laktat yang tinggi menggambarkan ketidakseimbangan energi
aerobik, sehingga suplai energi bergeser ke sistem anaerobik. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan produksi asam laktat dalam jaringan karena
terhambatnya proses glikolisis. Kondisi ini yang menimbulkan kelelahan otot
10
akibat dari kesalahan sikap kerja yang ditandai dengan hipertonus, ditunjukkan
melalui aktivitas serabut saraf pembawa rangsang (nosiseptor). Keluhan otot tidak
akan terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan
otot maksimum. Namun, apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran
darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh
besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat terhambat sehingga terjadi penimbunan asam laktat yang
dapat menyebabkan nyeri otot betis akibat pekerjaan dengan berdiri lama
(Wulandari, 2014).
2.2.1 Faktor-faktor Pengaruh Nyeri Otot Betis Pemotong Kain
1. Faktor- faktor internal, yaitu:
a. Umur
Keluhan nyeri otot betis pada pemotong kain mulai dirasakan pada
usia 25-30. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 30 tahun dan
tingkat keluhan akan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Hal
ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot
mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat.
Menurut Grandjen (2000), bahwa kondisi umur berpengaruh terhadap
kemampuan kerja fisik dan kekuatan otot seseorang, sedangkan
kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai pada umur 25-35 tahun baik
laki-laki maupun wanita akan terus menurun seiring bertambahnya umur.
11
2. Faktor-faktor eksternal, yaitu:
a. Waktu kerja pemotong kain
Pemotong kain di industri rumah tangga Kecamatan Kediri Kabupaten
Tabanan memiliki rata-rata jam kerja mulai dari pukul 08.00 sampai 17.00
wita dan waktu istirahat pukul 12.00 sampai 13.00 wita untuk makan
siang. Selama 8 jam mereka bekerja dengan posisi berdiri di belakang
meja. Pekerjaan dengan posisi berdiri selama 8 jam seperti yang dilakukan
oleh pemotong kain menyangkut kerja fisik yang melelahkan.
b. Sikap kerja pemotong kain
Sikap kerja berdiri membutuhkan pengurangan beban fisiologis tubuh
pada periode panjang utamanya pergerakan darah dan penumpukan cairan
tubuh di daerah tungkai. Keluhan biasanya terjadi karena lambat laun
terasa berat pada otot vena, jarak raih diluar toleransi jangkauan normal,
luasan kerja yang ketinggian atau kependekkan.
Sikap kerja pemotong kain dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya
dalam posisi berdiri. Secara biomekanis, kaki merupakan bagian tubuh
yang menerima beban dari seluruh tubuh baik pada saat berdiri maupun
berjalan. Pada saat berdiri, maka beban tubuh diterima oleh kaki pada
kedua sisi secara bergantian. Oleh karena kaki menjadi pusat tumpuan
badan pada saat berdiri, maka bagian tubuh tersebut cenderung mengalami
keluhan otot yang terjadi terus-menerus yang menyebabkan nyeri pada
12
pembebanan yang berlebihan, salah satunya adalah keluhan nyeri otot
betis.
c. Masa kerja
Siagian (2000) menyatakan bahwa masa kerja merupakan keseluruhan
pelajaran yang diperoleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui
dalam perjalanan hidupnya. Masa kerja adalah jangka waktu atau lamanya
seseorang bekerja pada suatu instansi, kantor dan sebagainya (Alwi, 2001).
Sedangkan, menurut Martoyo (2000) masa kerja atau pengalaman kerja
adalah mereka yang dipandang mampu melaksanakan tugas-tugas yang
nantinya akan diberikan disamping kemampuan intelegensi yang juga
menjadi dasar pertimbangan selanjutnya.
Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan masa kerja adalah
keseluruhan pelajaran yang diperoleh seseorang atau pengalaman yang
diperoleh seseorang bekerja dan mampu melaksanakan tugas-tugas
disamping kemampuan intelegensi yang menjadi dasar dan atau masa
kerja juga merupakan lama waktu seseorang bekerja sejak diterima oleh
perusahaan sampai dilakukan penelitian. Tekanan melalui fisik atau beban
kerja pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot,
gejala yang ditunjukkan berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaan
ini tidak hanya disebabkan terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh
tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang
13
panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut-larut mengakibatkan
memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis.
d. Ukuran tempat kerja
Tempat kerja yang tidak sesuai dengan ukuran atau dimensi tubuh
manusia, misalnya tinggi badan yang tidak sesuai dengan peralatan
sehingga alat yang akan ditempatkan tidak ergonomis dapat menimbulkan
keluhan nyeri otot.
1) Ketinggian meja
Ketidakseimbangan dalam ketinggian antara pemotong kain
dengan meja dapat membuat ketidaknyamanan dan mengakibatkan
kelelahan dan keluhan otot. Ketidakefisiensian juga menyebabkan
kelelahan dan ketidaknyamanan sehingga manusia harus kerja ekstra
untuk mengatasi perbedaan ketinggian itu.
2) Jangkauan pemotongan kain
Jarak yang jauh bisa menegangkan tubuh dan membuat kerja
semakin sulit sehingga memakan banyak waktu. Untuk mempermudah
mengerjakan tugas dengan baik, perlu memperhatikan hal-hal seperti
letak mesin potong, letak kapur kain, letak mal, letak gunting, letak
penjepit kain, alat-alat dan bagian-bagian lain pada jangkauan yang
mudah. Tinggi meja yang tidak seimbang dengan tinggi tubuh
pemotong kain akan menyebabkan jangkauan memotong kain akan
14
semakin jauh. Pemotong kain sering kali mengangkat tumit dengan
menggunakan ujung kaki sebagai tumpuan agar dapat menjangkau
semua sisi permukaan kain pada proses pemotongan kain.
2.3 Pengukuran Nyeri Otot Betis
Sphygmomanometer dalam penelitian ini digunakan sebagai satu
alat ukur untuk memprovokasi dan mengukur intensitas nyeri otot betis.
Pengukuran ini didasarkan pada nilai provokasi dalam mmHg dengan
melihat ketinggian air raksa saat manset yang dipasang di otot betis
dipompakan hingga subjek merasa tekanan maksimal sebagai batasan
toleransi nyeri otot betis. Pemeriksaan nyeri tersebut dilakukan pada otot
betis yang dominan mengalami nyeri. Pemeriksaan nyeri dengan
sphygmomanometer dilakukan sebelum pelatihan kemudian hasilnya
dibandingkan dengan setelah dilakukan pelatihan, guna untuk mengetahui
adakah perbedaan intensitas nyeri sebelum dan setelah perlakuan dimana
jika setelah pelatihan angka pada air raksa (dalam satuan mmHg) makin
besar maka makin kecil skor intensitas nyeri klien dan sebaliknya
(Wulandari, 2014).
Berikut ini adalah prosedur pengukuran skor atau nilai intensitas
nyeri otot betis:
1. .Posisi klien
Anjurkan klien berbaring terlentang dengan lutut lurus, posisi kaki
sama tinggi dengan posisi jantung.
15
2. Pasang manset dengan benar
Pasang manset dengan membalutkannya dengan kencang dan
lembut pada otot betis.
3. Pompa manset hingga mengembang
Pompa manset hingga mengembang, tekanan dalam manset
dinaikkan sampai klien merasakan tekanan maksimal sebagai batasan
toleransi nyeri otot betis. Perhatikan tinggi permukaan air raksa pada
saat klien merasakan nyeri tersebut dalam mmHg lalu dicatat.
Kemudian manset dikempiskan perlahan dan lepas manset dari otot
betis klien.
2.4 Otot Rangka
2.4.1 Anatomi Otot Rangka
Menurut Sarifin G. otot rangka atau otot skelet, juga biasanya disebut otot
bergaris atau otot lurik, adalah organ somatik, yang fungsinya dipengaruhi oleh
kemauan, oleh karena inervasinya dilakukan oleh saraf motorik somatik tipe Aα.
Fungsi utama otot rangka adalah berkontraksi dalam rangka menggerakkan
anggota tubuh dan fungsi yang lain adalah menghasilkan panas tubuh, memberi
bentuk tubuh serta melindungi organ yang lebih dalam. Otot dapat berkontraksi
dan berelaksasi karena tersedianya energi dari sistem energi. Melalui kontraksi
otot, tubuh manusia mampu melakukan kerja seperti mesin. Dengan kata lain, otot
merupakan mesin pengubah energi kimia menjadi energi mekanik, yang terwujud
dalam suatu kerja atau aktivitas fisik. Otot rangka/skelet tersusun oleh kumpulan
16
serabut sel otot bergaris (muscle fiber/skeletal myocyte), mempunyai banyak inti
yang terletak di tepi. Dinding atau membran sel disebut sarkolemma mempunyai
kemampuan menghantarkan impuls (potensial aksi) kesemua arah temasuk
melanjutkan penghantaran sepanjang dinding tubulus transversalis (transvere
tubule/Ttub). Sitoplasma serabut otot atau sarkoplasma mengandung struktur
kontraktil (suatu sitoskeleton) yang berperanan terhadap fungsi utama otot rangka
yaitu fungsi kontraksi. Jumlah massa otot mencapai 40% sampai 50% berat tubuh.
Otot rangka/skelet tersusun oleh sekumpulan serabut otot bergaris (muscle fibers/
skeletal myocyte) yang merupakan sel fungsional untuk berkontraksi. Selain itu
diantara muscle fibers terdapat muscle spindle yang berfungsi sebagai reseptor
regang, ikut mengendalikan tones otot serta memperhalus kontraksi otot. Muscle
fibers dilayani oleh saraf motorik Aα yang berasal dari motorneuron medulla
spinalis maupun brain stem (batang otak), muscle spindle dilayani oleh saraf
motorik Aγ. Fungsi utama otot rangka adalah kontraksi, sehingga terjadi
perubahan posisi atau gerakan kerangka satu terhadap yang lainnya atau disebut
gerakan anggota tubuh (motor movement). Agar otot rangka dapat berkontraksi,
diperlukan pelayanan/inervasi sistem saraf motorik somatik.
2.4.2 Anatomi Fungsional Otot Betis
Pada tungkai bawah terdapat dua otot yang mengkontribusi pada otot
betis, otot gastrocnemius dan soleus. Otot gastrocnemius adalah yang paling
dikeluhkan karena memiliki peran yang lebih aktif pada kontraksi dengan
kekuatan penuh. Calf muscle merupakan kelompok otot terkuat dari kaki yang
17
terdiri tiga kepala otot dan semuanya berakhir pada tendon Achilles kemudian
menempel pada permukaan posterior dan calcaneus. Soleus adalah kepala
terdalam triceps surae. Hal ini muncul dari posterosuperior tibia dan fibula. Otot
soleus ditutupi oleh dua kepala superficial gastrocnemius yang berasal dari distal
posterior femur dan tendon yang melekat pada belakang setiap kondilus. Otot
Gastrocnemius membentuk garis besar betis posterior melintasi tiga persendian
yaitu facies posterior tibiae, dari seperempat bagian atas facies posterior corpus
fibulae, dan dari arcus fibrosus diantara kedua tulang ini. Insersio pada tendon
bergabung dengan bagian anterior tendon bersama, tendon calcaneus, yang
melekat pada permukaan posterior calcaneus. Persarafan pada musculus soleus
oleh nervus soleus. Fungsi otot soleus adalah secara bersama-sama otot soleus,
otot gastrocnemius dan otot plantaris berfungsi sebagai plantar fleksor yang kuat
pada sendi pergelangan kaki. Otot-otot ini terutama memberi tenaga untuk
gerakan maju pada waktu berjalan dan berlari dengan menggunakan kaki sebagai
pengungkit dan mengangkat tumit dari tanah (Snell, 2006).
Gambar 2.2 Anatomi otot betis
(Sumber: Anonim, 2014)
18
2.4.3 Fisiologi Otot Rangka
Karakteristik otot skeletal secara fisiologis ada 4 aspek yaitu; ekstenbility,
contractility, ekstensibility dan elasticity atau flexibility. Kontraksi otot skelet
terjadi secara disadari dan fungsinya sebagai penggerak tubuh, mempertahankan
dan memelihara postur dan memproduksi panas. Otot skeletal melekat pada tulang
melalui tendon yang terdiri dari jaringan ikat, jaringan penyelubung seluruh otot
yang disebut epymisium, jika satu bagian otot skeletal terbungkus banyak
fasikulus terbentuk jaringan ikat dinamakan perimysium. Fasikulus sendiri terdiri
dari banyak muscle fibers, yang diselubungi oleh jaringan ikat dinamakan
endomysium (Sherwood, 2001).
Pada tubuh manusia terdapat sekitar 434 otot yang membentuk 40% - 45%
dari berat tubuh sebagian besar orang dewasa. Sel otot tersusun oleh banyak
myofibril yang terbuat dari molekul protein yang panjang (myofilament), terdapat
dua jenis myofilament yaitu 1500 myofilament tebal (miosin) dan 300 myofilament
tipis (aktin) yang mana akan membentuk sebuah pola. Miosin dan aktin
membentuk sub unit yang saling menyambung dalam myofibril yang disebut
sebagai sarcomer. Dalam mikroskopis, daerah pinggir sarcomer lebih terang
dengan tengah yang berwarna gelap. Daerah terang disebut I-band karena bersifat
isotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan dan mengandung filamen aktin.
Sedangkan daerah yang gelap disebut A-band karena bersifat anisotropik terhadap
cahaya yang dipolarisasikan dan mengandung filamen myosin. Pada pusat A-band
19
terdapat H zone yang berisi filamen miosin. Selain itu terdapat Z-line yang
memisahkan antar sarcomer (Guyton dan Hall, 2008)
Sel otot diselubungi oleh sebuah membran yang disebut sarcolemma.
Sarcolemma mengandung potensial membran yang dapat menghantarkan impuls
ke otot, sehingga sel otot dapat berkontraksi. Di dalam sarcolemma terdapat
lubang yang disebut transverse tubulus, dan berhubungan dengan sarcoplasmic
reticulum. Sarcoplasmic reticulum berfungsi sebagai tempat penyimpanan ion
kalsium. Diantara sarcoplasmic reticulum dengan cytoplasma sel otot yang
disebut sarcoplasma. Pada sarcoplasma terjadi pemompaan ion kalsium. Hal ini
akan terjadi jika terdapat impuls saraf pada sarcoplasmic reticulum yang dapat
membuka membran, sehingga ion kalsium menuju sarcoplasma dan
mempengaruhi myofibril untuk berkontraksi (Anggraeni, 2013).
Selama terjadi kontraksi pada otot, filamen aktin yang tipis dari salah satu
ujung sarkomer akan slide satu sama lain. Dalam mikroskopik terlihat, Z-line
bergerak ke arah A-bands untuk mempertahankan ukuran awalnya, sementara I-
bands menjadi sempit dan H-zone menjadi hilang. Proyeksi dari filamen miosin
disebut dengan cross-bridge yang membentuk hubungan fisik dengan filamen
aktin selama kontraksi otot (Sudaryanto dan Anshar, 2011).
Pada saat relaksasi otot, tidak ada impuls saraf yang melalui end plates,
hal ini akan mengakibatkan tidak adanya ion kalsium yang masuk ke dalam
cytoplasma sel karena pintu untuk kalsium masuk menjadi tertutup, kalsium akan
kembali mengalir masuk dalam sarcoplasmic reticulum, aliran ini akan
20
menjadikan posisi troponin kembali normal sehingga posisi tropomiosin kembali
normal dan memutuskan hubungan antara kepala miosin dengan aktin. Ketika
kepala miosin tak lagi berhubungan dengan aktin maka tak ada pergeseran
molekul yang terjadi dan otot menjadi relaks (Maruli, 2013).
Pada kondisi lain, kontraksi pada otot yang berlangsung dalam waktu lama
mengakibatkan keadaaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Hal ini disebabkan
karena menurunnya jumlah ATP, sehingga tidak adanya ketersediaan energi untuk
menggeser aktin dan miosin. Kontraksi yang terjadi semakin lama akan semakin
lemah, walaupun saraf masih bekerja dengan baik dan potensial aksi masih
menyebar pada serabut-serabut otot (Guyton dan Hall, 2008).
Otot skeletal memiliki dua tipe kontraksi pada otot yaitu: kontraksi
isometrik dan isotonik. Kontraksi otot dikatakan isometrik apabaila tidak terjadi
pemendekan otot saat berkontraksi. Sedangkan, kontraksi dikatakan isotonik jika
terjadi pemendekan otot saat kontraksi. Terdapat perbedaan dasar antara kontraksi
isometrik dan isotonik. Pertama, kontraksi isometrik tidak memerlukan sliding
antar myofibril. Kedua, pada kontraksi isotonik beban digerakkan dan
memungkinkan kontraksinya terlihat dari luar (Guyton dan Hall, 2008).
2.4.4 Tipe Kontraksi Otot
Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Kontraksi
isotonik terdiri dari dua macam jenis kontraksi, yaitu konsentrik dan eksentrik.
Kontraksi konsentrik terjadi bila kontraksi membuat otot memendek dan dapat
menggerakkan sendi. Kontraksi eksentrik lebih berupa kontraksi otot pada saat
21
memanjang untuk menahan beban. Kontraksi isometrik adalah kontraksi otot
tanpa disertai perubahan panjang otot.
Tiap serabut otot terhubung ke sel saraf (motot neuron) melalui
neuromuscular junction. Motor neuron dan seluruh serabut otot yang terhuung
disebut satu motor unit. Stimulasi dari motor neuron akan memicu proses
kontraksi otot. Kontraksi otot skeletal dapat menghasilkan kekuatan yang
bervariasi. Variasi ini tergantung dari berapa banyak motor unit yang teraktivasi.
Motor unit adalah kombinasi antara motor neuron dan sel otot yang diinervasinya.
Di dalam struktur otot skeletal ada banyak sekali motor unit. Semakin banyak
motor unit yang terstimulasi akan semakin menguatkan kontraksi otot (Sherwood,
2001)
22
2.5 Sistem Vaskularisasi
2.5.1 Arteri
1. Arteri posterior tungkai bawah
Gambar 2.3 Anatomi arteri tungkai bawah
(Sumber: Moore, 2002)
Arteri tibialis posterior adalah salah satu cabang terminal arteri poplitea.
Arteri tibialis posterior setinggi tepi bawah otot poplitea dan berjalan turun
jauh ke dalam otot gastrocnemius, otot soleus tungkai bawah dan diatas
terletak pada permukaan posterior otot tibialis mula-mula terletak pada sisi
medial kemudian menyilang pada bagian posterior dan akhirnya terletak pada
sisi lateralnya. Pada bagian tungkai bawah arteri ini terletak lebih kurang 2,5
cm di depan tepi medial tendo calcaneus dan disini hanya ditutupi kulit dan
fascia. Arteri ini berjalan dibelakang malleolus tibalis. Disebelah dalam
23
retinaculum flexorum dan berakhir dengan bercabang menjadi arteri plantaris
medialis dan arteri plantaris lateralis.
Cabang-cabang arteri tibialis posterior yaitu; (1) Arteri peronea,
merupakan arteri besar yang bercabang dekat pangkal arteri tibialis posterior
dan berjalan turun dibelakang fibula, di dalam massa muskulus fleksor
hallucis longus atau posterior terhadapnya, (2) Rami musculares untuk otot-
otot didalam ruang posterior tungkai bawah, (3) Arteri nutricia ke tibia, (4)
Rami anastomotica, yang bergabung dengan arteri- arteri lain disekitar sendi
pergelangan kaki, (5) Arteri plantaris medialis dan arteri plantaris (Snell,
2006).
2. Arteri plantaris medialis
Arteri plantaris medialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari arteri
tibialis posterior. Arteri medialis timbul dibawa retinaculum flexorum dan
berjalan ke depan bawah otot abductor hallucis medial terhadap nervus
plantaris medial. Arteri ini berakhir dengan mensuplai sisi medial ibu jari
kaki. Dalam perjalanannya arteri ini member banyak cabang muscular
cutaneus dan cabang artikuler (Snell, 1998).
3. Arteri planaris lateral
Arteri plantaris lateralis adalah cabang terminal yang lebih besar dari arteri
tibialis posterior. Dalam perjalanannya arteri ini memberi banyak cabang
muscular cutaneus dan cabang articular (Snell, 1998).
24
4. Arteri dorsalis pedis
Arteri dorsalis pedis memasuki telapak kaki diantara kedua caput otot
interossea dorsalis pertama. Areri dorsalis langsung bergabung dengan arteri
plantaris lateralis cabang arteri ini adalah arteri metatarsal plantaris pertama,
yang mensuplai darah dari ibu jari kaki dan jari kaki ke dua (Snell, 1998).
2.5.2 Vena
Pada tungkai terdapat tiga macam vena, yaitu: (1) sistem vena superficial
(dangkal); (2) sistem vena profunda (dalam); dan (3) vena perforans. Ketiga
sistem vena ini memiliki katup yang menghadap ke arah jantung. Vena- vena
superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat terlihat dengan udah pada
permukaan. Vena- vena deep, berlokasi dalam di dalam otot dari kaki. Darah
mengalir dari vena- vena superficial ke dalam siste vena dalam melalui vena- vena
proforator yang kecil. Vena- vena superficial dan perforator mempunyai katup-
katup satu arah yang mengalirkan darah balik ke jantung ketika vena- vena diberi
tekanan atau ketika melakukan latihan pada kaki (Safarudin, 2011).
1. Vena superfisialis
Sistem vena superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena
safena parva.
25
Gambar 2.4 Anatomi Vena Ekstremitas Bawah
(Sumber: Anonim, 2016)
a. Vena safena magna
Vena safena magna keluar dari ujung medial jaringan vena dorsalis
pedis. Vena ini berjalan disebelah anterior maleollus medialis,
sepanjang aspek anteromedial betis, pindah ke posterior selebar tangan
di belakang patella pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan
menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus fasia kiri
piriformis dan mengalir ke vena femoralis pada hiatus safenus. Bagian
terminal vena safena magna biasanya mendapat percabangan
superfisialis dari genetalia eksterna dan dinding bawah abdomen.
26
Dalam pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan vena safena
dari femoralis karena satu-satunya vena yang mengalir ke vena
femoralis adalah vena safena. Cabang- cabang femoralis anteromedial
dan posterlateral (lateral aksesorius), dari aspek medial dan lateral
paha, kadang- kadang juga mengalir ke vena safena magna di bawah
hiatus safenus (Faiz & Mofat, 2004).
Vena safena magna berhubungan dengan sistem vena profunda di
beberapa tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya
terjadi di atas dan dibawah maleolus medialis, di area greater, di region
pertengahan betis, di bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada
paha bawah. Katup-katup pada perforator mengarah ke dalam sehingga
darah mengalir dari sistem superfisialis ke sistem profunda dari mana
kemudian darah dipompa ke atas dibantu oleh kontraksi otot betis
(Faiz & Mofat, 2004).
b. Vena safena parva
Vena safena parva keluar dari ujung jaringan lateral jaringan vena
dorsalis pedis. Vena ini melewati bagian belakang malleolus lateralis
dan di atas bagian betis kemudian menembus fasia profunda pada
berbagai posisi untuk mengalir ke vena poplitea (Faiz & Mofat, 2004).
27
2. Vena profunda
Vena- vena profunda pada betis adalah vena komitans dari arteri
tibialis anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai vena poplitea dan
vena femoralis. Vena profunda ini membentuk jaringan yang luas dalam
kompartemen posterior etis pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir
ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot saat olahraga (Faiz & Mofat,
2004).
3. Vena perforantes
Vena perforantes adalah pembuluh- pembuluh penghubung yang
berjalan diantara vena- vena superficial dan profunda. Vena- vena ini
mempunyai katup yang tersusun sedemikian rupa sehingga mencegah
mengalirnya darah dari vena profunda ke vena superficiais.
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah
vena naik ke atas dan masuk ke dalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler
vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar,
akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi
sentral menuju jantung dan paru. Vena superfasial terletak suprafasial, sedangkan
vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Vena perforata mengijinkan
adanya aliran darah dari vena superfisialis ke vena profunda. Di dalam
kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik ke atas melawan
28
gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasilkan suatu mekanisme
pompa otot.
Di dalam ruang fasial tertutup tungkai bawah, venae comitantes yang
berdinding tipis dan berkatup selalu mendapat tekanan intermiten saat istirahat
dan bekerja. Denyut arteri yang terdapat di dekatnya membantu mengalirkan
darah ke atas tungkai. Namun, kontraksi otot- otot besar di dalam ruang selama
latihan menekan vena- vena yang terletak dalam dan memompa darah naik ke atas
tungkai bawah.
Vena saphena superficialis, kecuali yang didekat ujungnya terletak di dalam
fascia superficialis dan tidak ikut dalam tenaga kompresi ini. Katup- katup yang
terdapat dalam venae perforantes mencegah darah venosa bertekanan tinggi keluar
dan mengalir ke dalam vena superficial yang bertekanan rendah. Selain itu, saat
otot- otot di dalam ruang fascial yang terutup itu relaksasi, darah venosa mengalir
dari venae superfisiales ke dalam venae profunda (Snell, 2006).
2.6 Ergonomi
2.6.1 Definisi Ergonomi
Ergonomi merupakan studi interdisipliner yang mencoba untuk merancang
peralatan dan tugas untuk mengoptimalisasi kapasitas manusia, yaitu design yang
mengharmonikan hubungan antara kemampuan dan batasan manusia dengan
system (Macleod, 2000). Ergonomi juga merupakan upaya untuk merancang
29
tempat kerja yang dapat menyesuaikan kemampuan manusia dalam melakukan
pekerjaan tersebut.
Sutalaksana dkk (1987) merumuskan ergonomi sebagai suatu cabang ilmu
yang sistematis untuk memanfaatkan informasi- informasi mengenai kemampuan
dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu system kerja sehingga orang
yang hidup dan bekerja dalam system tersebut dengan baik yaitu mencapai tujuan
yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman.
Secara etimologi, istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu
“ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti hukum alam. Ergonomi
dapat diartikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan juga dengan optimasi,
efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di
rumah dan tempat rekreasi. Ergonomi studi tentang interaksi antara manusia,
fasilitas dan lingkungannya dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana
kerja dengan manusianya. Ergonomi juga disebut sebagai “human factor”
(Nurmianto, 2004).
Menurut Kamus Webster’s New World (Collage Edition), ergonomic
merupakan studi yang mempelajari permasalahan-permasalahan yang dihadapi
manusia dalam beradaptasi dengan lingkungannya; keilmuan yang mencoba untuk
30
menyesuaikan manusia dengan pekerjaan dan kondisi lingkungan kerja,
menyesuaikan pekerjaan dengan kapasitas fisik manusia (Agusti, 2012).
Studi ini berawal pada tahun 1831 ketika Trackrah seorang dokter dari
Inggris yang meneruskan pekerjaan dari seorang Italia bernama Ramazzini, dalam
serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja yang tidak
nyaman yang dirasakan oleh para operator di tempat kerjanya. Ia mengamati
postur tubuh pada saat bekerja sebagai bagian dari masalah kesehatan. Pada saat
itu Trackhrah mengamati seorang penjahit yang bekerja dengan posisi dan
dimensi kursi-kursi yang kurang sesuai secara antropometri, serta pencahayaan
yang tidak ergonomis sehingga mengakibatkan membungkuknya badan dan iritasi
indera penglihatan. Disamping itu juga mengamati para pekerja yang berada pada
lingkungan kerja dengan temperature tinggi, kurangnya ventilasi, jam kerja yang
panjang dan gerakan yang berulang-ulang (repetitive work). Baru pada tahun 1949
terjadi Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (the Ergonomics Research
Society) di inggris yang melibatkan beberapa professional yang telah banyak
berkecimpung dalam bidang ini (Nurmianto, 2004). Ergonomi dapat berperan
juga sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya penentuan jumlah
jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja.
2.6.2 Konsep Ergonomi
Studi ergonomi merupakan studi yang mempelajari interaksi antara 3
aspek risiko yaitu:
31
1. Faktor risiko yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan (task)
2. Faktor risiko yang melekat pada alat yang digunakan ketika bekerja
(tools)
3. Faktor risiko yang melekat pada lingkungan kerja (environment)
Manusia sebagai individu, yang mempunyai limitasi dan kapasitas,
menjadi sentral dari 3 aspek risiko ini sehingga akhirya muncul prinsip “fit
the task to the person, not the person to the task”. Frase ini mempunyai
maknsa bahwa dalam mendesain suatu sistem kerja harus
mempertimbangkan factor manusia baik sevara anatomi, fisik dan
psikologi.
Gambar 2.5 Konsep Dasar Ergonomi
(Sumber: Agusti, 2012)
Dipandang dari sisi sistem, maka system yang baik hanya dapat dicapai
bila dalam system tersebut terdapat:
a. Elemen system yang telah dirancang sesuai dengan yang
dibutuhkan
b. Elemen system saling berinteraksi secara padu dalam mencapai
tujuan
32
Demikian pula halnya dengan manusia sebagai pemakai (operator) dalam
suatu sistem manusia- alat. Bila interaksi antar manusia dan alat
berlangsung secara dipaksakan maka efektivitas system akan menurun..
2.6.3 Manfaat Ergonomi
Kegunaan dari penerapan ergonomi adalah untuk (1) Memperbaiki
performasi kerja (menambah kecepatan kerja, keakuratan, keselamatan kerja dan
mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan), (2)
Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan peralatan
yang disebabkan “human error”, dan (3) Memperbaiki kenyamanan manusia
dalam kerja (Husein, T & Sarsono, A, 2002).
Menurut OSHA, beberapa manfaat yang akan diperoleh ketika ergonomic
dalam diterapkan adalah:
a. Mengurangi risiko terjadinya cedera seperti MSDs dan biaya
pengeluaran kompensasi kesehatan
b. Meningkatkan produktivitas kerja dan memberikan kenyamanan pada
pekerja
c. Meningkatkan kualitas produksi
d. Menurunkan angka ketidakhadiran
e. Menurunkan angka turnover pekerja
f. Meningkatkan nilai keselamatan kerja
g. Menurunkan derajat kelelahan yang dialami pekerja (Agusti, 2012)
33
2.6.4 Istirahat aktif atau recovery aktif
Istirahat aktif atau recovery aktif merupakan bentuk istirahat yang berarti
tidak berdiam diri, tetapi tetap melakukan aktivitas fisik dengan intensitas
sangat ringan. Pemulihan aktif ini membantu membersihkan otot- otot dari
asam laktat dan enzim creatine kinase, yang menyebabkan rasa sakit dan
kelelahan (Danardono, 2013).
Manfaat dari recovery aktif:
1) Nyeri otot berkurang.
2) Memperbaiki jaringan yang rusak.
3) Meningkatkan relaksasi
2.6.5 Stretching (peregangan) otot betis
Peregangan/ stretching dapat merelaksasi otot betis pekerja setelah
bekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indrawati, E.P, dkk. (2015)
latihan peregangan dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal pada karyawan.
Stretching atau peregangan merupakan istilah umum yang digunakan
untuk menggambarkan maneuver terapeutik yang bertujuan untuk memanjangkan
struktur jaringan lunak yang memendek secara patologis maupun non patologis
sehingga dapat meningkatkan luas gerak sendi. Stretching memiliki peranan yang
sangat penting untuk memelihara jaringan lunak setelah menegang akibat
beraktifitas. Hal ini berguna untuk menyembuhkan sistem tendo-muskular setelah
melakukan latihan maupun setelah terjadi trauma akut. Dalam fisioterapi,
stretching digunakan untuk menghilangkan kekakuan otot dan memperbaiki
34
kemampuan normal jaringan lunak untuk meregang. Stretching merupakan jenis
letihan penguluran yang dapat memperkuat dan memperpanjang struktur kolagen.
Pada stretching otot dilatih untuk dapat berkontraksi optimal dan relaksasi
sehingga otot menjadi lebih fleksibel dan akan terbiasa untuk digunakan secara
mekanis karena lebih fleksibel dan nyeri saat beraktifitas dapat berkurang
(Rahmanto, 2013).
Menurut Safran, (1989) peregangan otot betis dapat dilakukan dengan
posisi berdiri menghadap dinding atau meja, kaki kanan di depan dan kaki kiri
dibelakang. Lutut kanan ditekuk kemudian pekerja diminta condong ke depan
sampai merasa otot betis meregang tetapi tidak merasa sakit. Posisi ini
dipertahankan selama 30 detik, kemudian istirahat 20 detik. Lakukan bergantian
pada kaki kiri dan kanan.
Gambar 2.6 Peregangan otot betis
(Sumber: Khan, 2013)
35
2.7 Pedal exercise
2.7.1 Definisi Pedal exercise
Pedal exercise merupakan latihan low impact pada kaki dengan
menggerakkan ke arah dorso-plantar fleksi secara aktif, dengan menggerakkannya
mendekat dan menjauhi dari tubuh sebanyak 10 kali bertujuan meningkatkan efek
pompa otot pada vena dalam dan memperbaiki aliran balik vena (Wulandari,
2014). Pedal exercise mengurangi pooling vena oleh latihan bahkan tekanan pada
tungkai dan meningkatkan aliran vena dalam dengan menurunkan diameter vena
superficial (Wulandari, 2014).
Pedal exercise merupakan latihan peregangan statis, peregangan otot
dilakukan secara perlahan-lahan dengan gerakan aktif dorso fleksi dan plantar
fleksi ankle. Sikap ini dipertahankan selama 20 detik, setelah itu dikembalikan
secara perlahan-lahan ke sikap semula. Pada metode peregangan statis tidak ada
renggutan-renggutan gerakan, sehingga tidak terjadi rangsangan-rangsangan yang
sifatnya mendadak pada muscle spindle. Reflek muscle spindle baru terjadi
setelah otot diregang sampai pada suatu kepanjangan tertentu yaitu setelah pelaku
merasakan sakit. Apabila reflex muscle spindle terangsang, maka akan
berkontraksi, sehingga pemanjangan otot sudah tidak dimungkinkan lagi.
Peregangan statis selama 20 detik dapat meregangkan suatu kelompok otot
tertentu (Wulandari, 2014).
36
2.7.2 Tujuan Pedal exercise
1. Meningkatkan aliran balik vena
Untuk mendorong darah kembali ke kaki dibantu oleh kekuatan otot betis.
Kontraksi otot betis membantu darah mengalir ke atas dari segmen vena, arus
balik dicegah oleh katup. Relaksasi otot betis memungkinkan segmen pada
vena dalam untuk mengisi dengan darah dari vena superfisial dan dengan
demikian siklus diulang.
2. Mengurangi nyeri otot betis
Pelatihan pedal exercise, dengan kita menggerakkan pergelangan kaki
maka akan terjadi mekanisme “pumping action”. Reaksi pumping action yang
ritmis akan membantu memindahkan produk sampah atau zat-zat iritan
penyebab nyeri otot kembali ke jantung. Selain itu juga berfungsi untuk
mengurangi ketegangan calf muscle dan meningkatkan metabolisme dalam
tubuh. Pumping action pada venous dan lymphatic akan meningkatkan
kelenturan jaringan lunak sehingga menurunnya nyeri regang, dan
meningkatkan elastisitas jaringan ikat, yang diantaranya pada ankle.
2.7.3 Teknik Pedal exercise
a. Angkat tungkai sekitar 45˚
Peninggian tungkai (limb elevation) merupakan prosedur yang sangat
sederhana namun sangat efekif dalam meningkatkan aliran balik vena
37
dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Klien sebaiknya dianjurkan untuk
meninggikan kakinya (lebih tinggi dari jantung) (Wulandari, 2014).
b. Gerakan ankle kearah dorso fleksi secara ritmis
Dengan menggerakkan ankle kearah dorso- plantar fleksi maka akan
terjadi kontraksi otot yang akan menimbulkan reaksi pumping action
dilakukan selama 20 detik (wulandari, 2014).
Gambar 2.7 dorso fleksi ankle Gambar 2.8 plantar fleksi ankle
2.7.4 Mekanisme pengurangan nyeri otot betis dengan pedal exercise
Mekanisme kerja pedal exercise adalah adanya latihan aktif dorso fleksi-
plantar fleksi ankle terjadi kontraksi otot dapat menghentikan aliran arteri dan
mendorong darah cepat mengalir dari pembuluh darah sehingga meningkatkan
aliran balik vena ( Wulandari, 2014).
38
Efek mekanik dari pedal exercise terjadi kontraksi otot dapat
menghentikan aliran darah arteri dan mendorong darah cepat mengalir dari
pembuluh darah. Efek pompa otot memfasilitasi otot perfusi selama aktivitas
kontraksi ritmis. Pompa otot berkontribusi untuk aliran balik vena tapi tidak ada
kontribusi terhadap otot aliran darah. Aliran darah saat kontraksi otot betis lebih
besar ketika ekstremitas bawah lebih tinggi dari badan ( lebih tinggi dari jantung
dengan posisi terlentang). Kontraksi otot ritmik dapat mengganggu darah
mengalir dibawah beberapa kondisi dan berirama kontraksi dapat bertanggung
jawab untuk 30-60% dari pendorong untuk aliran darah otot rangka. Pumping
action yang dilakukan berulang ini dapat meningkatkan penurunan inflamasi local
di saraf tersebut ataupun jaringan sekitar saraf, yang kemudian diikuti dengan
proses hypoxia berkurang dan nyeri menurun (Wulandari, 2014).