bab ii kajian teoretis 2.1 hakikat masalah...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1 Hakikat Masalah Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang di lakukan secara sadar untuk
menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai.
Manusia tanpa belajar, maka akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan
berpikir manusia-manusia pendahulunya (Uno, 2009: 1).
Menurut Dadang Sunendar (2009:5) kata belajar berarti proses perubahan tingkah laku
pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui
pengalaman dan latihan. Perubahan ini terjadi secara menyeluruh, menyangkut aspek kognitif,
afektif dan psikomotor.
Pengertian belajar yang cukup komprehensif juga diberikan oleh Bell Gredler (dalam
Winaputra, 2009:1.5) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh
manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan
berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Pernyataan tersebut di pertegas kembali oleh Mayer (dalam Nunuk Suryani, 2012:35) bahwa
belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang melalui
pengalaman.
Pandangan tentang belajar pun dikemukakan oleh Slameto (2010: 2) bahwa belajar
adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah 6
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Selanjutnya Oemar Hamalik (2009:27) menambahkan bahwa belajar
merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.
Selanjutnya ditegaskan Aswan Zain (2010:10) belajar adalah proses perubahan perilaku
berkat pengalaman dan latihan artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek
organisme atau pribadi. Sama halnya dengan Slavin (dalam Trianto, 2009:16) menyatakan
bahwa belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui
pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik
seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat
sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya. Cronbach
menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.
Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu
yaitu menggunakan panca indara. Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati,
membaca, meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu
(dalam Riyanto, 2009:5). Selanjutnya Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Pengertian lain mengenai belajar dikemukakan oleh Mudjiono (2009:17) bahwa “belajar
merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks.
Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandan dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru.
Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam
menghadapi bahan belajar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses dalam
perubahan tingkah laku setelah mengalami suatu tindakan dalam pembelajaran baik secara
internal maupun eksternal.
2.1.2 Fungsi Belajar
Menurut Fridawati (2009) bahwa manfaat dan fungsi belajar di sekolah diantaranya:
1. Melatih Kemampuan Kemampuan Akademis Anak (Biar Pintar)
Dengan melatih serta mengasah kemampuan menghafal, menganalisa, memecahkan
masalah, logika, dan lain sebagainya maka diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan
akademis yang baik. Orang yang tidak sekolah biasanya tidak memiliki kemampuan akademis
yang baik sehingga dapat dibedakan dengan orang yang bersekolah. Kehidupan yang ada di masa
depan tidaklah semudah dan seindah saat ini karena dibutuhkan perjuangan dan kerja keras serta
banyak ilmu pengetahuan.
2. Menggembleng dan Memperkuat Mental, Fisik dan Disiplin
Dengan mengharuskan seorang siswa atau mahasiswa datang dan pulang sesuai dengan
aturan yang berlaku maka secara tidak langsung dapat meningkatkan kedisiplinan seseorang.
Dengan begitu padatnya jadwal sekolah yang memaksa seorang siswa untuk belajar secara terus-
menerus akan menguatkan mental dan fisik seseorang menjadi lebih baik.
3. Memperkenalkan Tanggung Jawab
Tanggung jawab seorang anak adalah belajar di mana orangtua atau wali yang memberi
nafkah. Seorang anak yang menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dengan bersekolah
yang rajin akan membuat bangga orang tua, guru, saudara, famili, dan lain-lain.
4. Membangun Jiwa Sosial dan Jaringan Pertemanan
Banyaknya teman yang bersekolah bersama akan memperluas hubungan sosial seorang
siswa. Tidak menutup kemungkinan di masa depan akan membentuk jaringan bisnis dengan
sesama teman di mana di antara sesamanya sudah saling kenal dan percaya. Dengan memiliki
teman maka kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan
baik.
5. Sebagai Identitas Diri
Lulus dari sebuah institusi pendidikan biasanya akan menerima suatu sertifikat atau
ijazah khusus yang mengakui bahwa kita adalah orang yang terpelajar, memiliki kualitas yang
baik dan dapat diandalkan. Jika disandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan dalam
suatu lowongan pekerjaan kantor, maka rata-rata yang terpelajarlah yang akam mendapatkan
pekerjaan tersebut.
6. Sarana Mengembangkan Diri dan Berkreativitas
Seorang siswa dapat mengikuti berbagai program ekstrakurikuler sebagai pelengkap
kegiatan akademis belajar mengajar agar dapat mengembangkan bakat dan minat dalam diri
seseorang. Semakin banyak memiliki keahlian dan daya kreativitas maka akan semakin baik pula
kualitas seseorang. Sekolah dan kuliah hanyalah sebagai suatu mediator atau perangkat
pengembangan diri. Yang mengubah diri seseorang adalah hanyalah orang itu sendiri.
2.1.3 Ciri-Ciri Belajar
Aunurrahman (2009:4) belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat
dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dari segi guru proses belajar tersebut dapat damati secara tidak langsung. Artinya
proses belajar yang merupakan proses internal siswa tidak dapat diamati, akan tetapi dapat
dipahami oleh guru. Penggunaan atau tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau
kawasan, yaitu; (a) ranah kognitif, yang mencakup enam jenis atau tingkatan perilaku, (b) ranah
afektif, yang mencakup lima jenis perilaku, (c) ranah psikomotorik. Masing-masing ranah
dijelaskan berikut ini:
1. Ranah Kognitif Bloom, (dalam Aunurrahman, 2009:49) terdiri dari enam jenis perilaku;
a. Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah dipelajari dan
tersimpan di dalam ingatan.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang
dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah untuk menghadapi
masalah yang nyata dan baru.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru, misalnya tampak di
dalam kemampuan menyusun suatu program kerja.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasarkan kriteria tertentu.
2. Ranah Afektif menurut Bloom dkk (dalam Aunurrahman, 2009:50) terdiri dari tujuh jenis
perilaku, yaitu:
a. Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan
memperhatikan hal tersebut.
b. Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi
dalam suatu kegiatan.
c. Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup penerimaan terhadap suatu
nilai,menghargai, mengakui, dan menentukan sikap.
d. Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai
pedoman dan pegangan hidup.
e. Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai, dan
membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.
3. Ranah Psikomotor Simpson (dalam Aunurrahman, 2009:52), terdiri dari tujuh perilaku
atau kemampuan motorik, yaitu:
a. Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan sesuatu secara khusus dan
menyadari adanya perbedaan antara sesuatu tersebut.
b. Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam suatu keadaan di
mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
c. Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau
gerakan peniruan.
d. Gerakan terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.
e. Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau
keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, efisien dan tepat.
f. Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan
penyesuaian pola gerak gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.
g. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru atas
dasar prakarsa sendiri.
2.1.4 Masalah-Masalah Belajar
Aunurrahman (2009:177) menyatakan bahwa masalah-masalah belajar intern maupun
ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi siswa. Dari dimensi siswa, masalah-
masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar dapat berhubungan dengan
karakteristik siswa, baik berkenaan dengan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman.
Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkaitan dengan sikap terhadap belajar,
motivasi, konsentrasi, pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali kembali
pesan yang telah tersimpan, unjuk hasil belajar.
Sedangkan dari dimensi guru, masalah dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses
belajar dan evaluasi hasil belajar. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkenaan
dengan bahan belajar dan sumber belajar. Berikut ini adalah beberapa faktor internal yang
mempengaruhi proses belajar.
2.1.4.1 Masalah-Masalah Internal Belajar
Mengacu pada beberapa pandangan tentang belajar seringkali dikemukakan bahwa masalah-
masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi
siswa. Sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum
belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar.
Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar
dapat berhubungan dengan karakteristik siswa, baik berkenaan dengan minat, kecakapan maupun
pengalaman-pengalaman. Sedangkan dari dimensi guru, masalah belajar dapat terjadi sebelum
kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi hasil hasil belajar. Sebelum belajar masalah
belajar seringkali berkaitan dengan pengorganisasian belajar. Berikuti ini adalah beberapa faktor
internal yang mempengaruhi proses belajar siswa.
1. Ciri khas/karakteristik siswa
Dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku, alat-alat
tulis atau hal-hal yang diperlukan. Namun, bila siswa tidak memiliki minat untuk belajar,
maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapan belajar.
2. Sikap terhadap belajar.
Sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketika memulai kegiatan belajar
merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa banyak
ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar. Namun, bila lebih
dominan sikap menolak sebelum belajar maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau
mengikuti kegiatan belajar.
3. Motivasi belajar.
Di dalam aktivitas belajar, motivasi individu dimanfestasikan dalam bentuk ketahanan atau
ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak, mengerjakan tugas dan
sebagainya. Umumnya kurang mampu untuk belajar lebih lama, karena kurangnya
kesungguhan di dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, rendahnya motivasi merupakan
masalah dalam belajar yang memberikan dampak bagi tercapainya hasil belajar yang
diharapkan.
4. Konsentrasi belajar.
Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar yang dihadapi siswa,
karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk
membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu memerlukan waktu yang
cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru.
5. Mengolah bahan belajar.
Siswa mengalami kesulitan di dalam mengelola bahan, maka berarti ada kendala
pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut
hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk terus mengelola
bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara
dinamis.
6. Rasa percaya diri.
Salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan
mental dalam proses pembelajaran adalah rasa percaya diri. Rasa percaya diri umumnya
muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di
mana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Hal-hal ini
bukan merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan tetapi merupakan tanggung jawab
yang harus diwujudkan guru bersamaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan.
7. Kebiasaan belajar.
Adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama
sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukan. Ada beberapa bentuk
kebiasaan belajar yang sering dijumpai seperti, belajar tidak teratur, daya tahan rendah,
belajar hanya menjelang ulangan atau ujian, tidak memiliki catatan yang lengkap, sering
datang terlambat, dan lain-lain.
2.1.4.2 Faktor-faktor Eksternal Belajar
Keberhasilan belajar siswa di samping ditentukan oleh faktor-fakor internal juga turut
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada di luar
diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap minat dan hasil belajar yang dicapai siswa.
Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi minat belajar siswa antara lain adalah:
1. Faktor Guru
Dalam proses pembelajaran, kehadiran guru masih menempati posisi penting, meskipun
di tengah pesatnya kemajuan teknologi yang telah merambah kedunia pendidikan. Dalam ruang
lingkup tugasnya, guru dituntut untuk memiliki sejumlah keterampilan sesuai dengan tugas-tugas
yang dilaksanakannya. Bila disimpulkan dari pendapat maka kita dapat menemukan beberapa
fator yang menyebabkan semakin tingginya penuntutan terhadap keterampilan-keterampilan
yang harus dikuasai dan dimiliki oleh guru. 1) Faktor pertama adalah karena cepatnya
perkembangan dan perubahan yang terjadinya saat ini terutama perkembangan ilmu pengetahuan
dan informasi. Imlikasi bagi guru adalah di mana guru harus memiliki keterampilan-
keterampilan yang cukup untuk mampu memilih topik, aktivitas dan cara kerja dari berbagai
kemungkinan yang ada. 2) Faktor kedua adalah terjadinya perubahan pandangan di
dalam masyarakat yang memiliki implikasi pada upaya-upaya masyarakat yang memiliki
implikasi pada upaya-upaya pengembangan pendekatan terhadap siswa. Dalam konteks ini
gagasan tentang keterampilan mengajar yang hanya menekankan trasmisi pengetahuan dapat
menjadi suatu gagasan yang miskin dan tidak menarik. 3) Faktor ketiga adalah
perkembangan teknologi baru yang mampu menyajikan berbagai informasi yang lebih cepat dan
menarik.
2. Lingkungan Sosial
Sebagai makhluk sosial,maka setiap siswa tidak mungkin melepasnya dirinya dari
interaksi dengan lingkungan, terutama sekali teman-teman sebaya di sekolah. Dalam kajian
sosialogis, sekolah merupakan sistem sosial dimana setiap orang yang ada di dalamnya terikat
oleh norma-norma dan aturan-aturan sekolah yang disepakati sebagai pedoman untuk
mewujudkan ketertiban pada lembaga pendidikan tersebut.
3. Kurikulum Sekolah
Dalam rangkaian proses pembelaaran di sekolah, kurikulum merupakan panduan yang
dijadikan guru guru sebagai kerangka acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran.
Seluruh aktivitas pembelajaran, mulai dari penyusunan rencana pembelajaran, pemilihan materi
pembelajaran, menentukan pendekatan dan strategi/metode, memilih dan menentukan media
pembelajaran, menentukan teknik evaluasi, dan kesemuanya harus berpedoman pada kurikulum.
4. Sarana dan prasarana
Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan faktor yang turut memberikan pengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Keadaan gedung sekolah dan ruang kelas yang tertata dengan baik,
ruang perpustakaan sekolah yang teratur, tersedianya fasilitas kelas dan laboratorium,
tersedianya buku-buku pelajaran, media/alat bantu belajar merupakan komponen-komponen
penting yang dapat mendukung terwujudnya kegiatan-kegiatan belajar siswa.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2010:54) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
dapat dikelompokan menjadi dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor itern adalah
faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor
yang ada diluar individu.
1. Faktor Intern
Faktor intern terbagi atas tiga bagian yaitu faktor jasmani, psikologis dan faktor kelelahan.
a) Faktor jasmaniah
Proses belajar seorang siswa akan terganggu jika kesehatannya terganggu. Selain itu ia
akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, dan mudah mengantuk jika badanya
lemah, kurang darah ataupun ada kelainan fungsi alat inderannya serta tubuhnya. Dengan
demikian, apabila siswa cacat tubuh, maka lembaga pendidikan memberikan dia alat bantu
agar dia dapat mengurangi kecacatannya.
b) Faktor psikologis
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:
1) Intelegensi yaitu besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang
sama, siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada
siswa yang mempunyai intelegensi yang rendah.
2) Perhatian yaitu untuk menjamin hasil belajar yang baik siswa harus mempunyai
perhatian yang penuh terhadap bahan yang dipelajarinya.
3) Minat yaitu bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa
tidak akan dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Minat dapat ditumbuhkan dengan
berbagai cara, diantarannya: dengan memvariasikan media pembelajaran,
mengembangkan metode pembelajaran, menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna
bagi siswa, dan mengkaitkan hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita siswa.
4) Bakat yaitu siswa memiliki bakat ibarat bagian golok yang runcing. Jika bahan
pembelajaran yang dipelajari oleh siswa yang berbakat, maka pelajaran itu akan cepat
dikuasai,sehingga hasil belajarnya pun akan lebih baik.
5) Motif yaitu dengan mengetahui motif belajar siswa, maka guru dapat mengajak para
siswa untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan
kegiatan yang berhubungan serta menunjang belajar.
6) Kematangan yaitu tingkat atau fase dalam pertubuhan seseorang. Hal ini ditunjukkan
oleh anggota-anggota tubuhnya sudah siap utuk melaksanakan kecakapan baru.
c) Faktor kelelahan
Kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar.
Oleh karena itu, guru harus memberikan pengertian kepada siswa untuk berusaha menghindari
terjadinya kelelahan dalam belajarnya.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap hasil belajar dapat di kelompokkan dalam tiga
faktor yaitu faktor keluarga, faktor keluarga berupa: cara orang tua mendidik, hubungan antara
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, sikap dan perhatian orang tua.
faktor sekolah. Faktor sekolah dapat mempengaruhi belajar yaitu hal-hal yang berkaitan dengan:
metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan para siswa, hubungan siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, media pelajaran, waktu sekolah dan tugas sekolah. Dan faktor masyarakat
merupakan factor ekstern yang berpengaruh terhadap perkembangan pribadi siswa, yaitu
keberhasilan siswa dalam belajar. Faktor masyarakat berkaitan dengan: kegiatan siswa dalam
masyarakat, masa media yang beredar dalam masyarakat, pengaruh teman bergaul dan pola
hidup masyarakat (Slameto, 2010:60).
2.2 Hakikat Bimbingan Kelompok
2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan bagian dari bimbingan secara keseluruhan. Dalam
pelaksanaan kegiatan bimbingan dapat secara individual dan kelompok. Menurut Sukardi
(2003:24) bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah siswa
secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu yang berguna untuk
menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun kelompok dalam pengambilan
keputusan.
Menurut Winkel (2005:76) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok adalah kegiatan
kelompok diskusi yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-
masing individu dan kelompok, serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna
aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Sama halnya yang dikemukakan oleh Tohirin
(2002:94) bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa)
melalui kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang
perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari
pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok
adalah proses pemberian bantuan kepada individu untuk menunjang proses pembelajaran, yang
dalam prosesnya individu berpartisipasi aktif serta berbagi pengalaman dalam upaya mencegah
timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan diri.
2.2.2 Tujuan Bimbingan Kelompok
Ada beberapa tujuan bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu
sebagai berikut. Menurut Amti (2006:78) bahwa tujuan bimbingan kelompok terdiri dari tujuan
umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu siswa
yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi
masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan
itu, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan
kelompik bertujuan untuk:
a. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat dihadapan teman-temannya.
b. Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok.
c. Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman dalam kelompok
khususnya dan teman diluar kelompok pada umumnya.
d. Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok.
e. Melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain.
f. Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial.
g. Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang
lain.
Ahli lain yaitu Prayitno (2008:178) menyatakan tujuan bimbingan kelompok sebagai
berikut:
a. Mampu berbicara di depan orang banyak.
b. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan lain sebagainya
kepada orang banyak.
c. Belajar menghargai pendapat orang lain.
d. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.
e. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat
negatif).
f. Dapat bertenggang rasa.
g. Menjadi akrab satu sama lainnya.
h. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan
bersama.
2.2.3 Manfaat Bimbingan Kelompok
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008:67) manfaat bimbingan kelompok diantaranya :
1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang
terjadi disekitarnya.
2. Memiliki pemahaman yang objektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang
mereka bicarakan.
3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang
berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.
4. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang
buruk dan dukungan terhadap yang baik.
5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil
sebagaimana yang mereka programkan semula.
Sri Hastuti (2004:565) juga menyebutkan manfaat bimbingan kelompok adalah mendapat
kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
siswa; siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi; siswa dapat menerima dirinya
setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan
yang kerap kalim sama; dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada
dalam kelompok; diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama; lebih bersedia
menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman.
Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa manfaat
dari bimbingan kelompok adalah dapat melatih siswa untuk dapat hidup secara berkelompok dan
menumbuhkan kerjasama antara siswa dalam mengatasi masalah dalam belajar, melatih siswa
untuk dapat mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain dan dapat
meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat berkomunikasi dengan teman sebaya dan guru.
2.2.4 Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (2003:40) ada empat tahapan dalam bimbingan kelompok yaitu:
1. Tahap Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para
anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-
harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota.
Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota
akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus
dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan
kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti
bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh
anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.
2. Tahap Peralihan
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada
kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok
dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada
kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok
enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam
keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas,
membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat.
Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) Menjelaskan kegiatan yang akan
ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah para anggota
sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas suasana yang terjadi; 4)
meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5) Bila perlu kembali kepada beberapa
aspek tahap pertama.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, yaitu:
1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka
2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih
kekuasaannya.
3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan.
4. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati.
3 Tahap Kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi
dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat
perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh
pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka,
aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh
empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu:
a. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan.
b. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu.
c. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas.
d. Kegiatan selingan.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau
topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat
terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya
seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut
unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.
4. Tahap Pengakhiran
Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa
kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu.
Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong
kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh.
Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti
melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada
beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
a) Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.
b) Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.
c) Membahas kegiatan lanjutan.
d) Mengemukakan pesan dan harapan.
Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok
hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota
kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok),
pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.
2.3 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial
Menurut Trianto (2011:171) Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang
mewujudkan satu model interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial. Dalam
dunia pengetahuan kemasyarakatan atau pengetahuan sosial kita mengenal beberapa istilah
seperti ilmu sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial.
Menurut Mackenzie (Pusat Penerbitan UT : 31), mengemukakan bahwa ilmu sosial
adalah semua bidang yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata
lain adalah semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Jarolimek (Pusat Penerbitan UT : 34), mengisyaratkan bahwa studi sosial lebih praktis yaitu
memberikan kemampuan kepada siswa dalam mengelola dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan
fisik dan sosial dalam menciptakan kehidupan yang serasi. Sedangkan Sanusi mengungkapkan
studi sosial tidak selalu bertaraf akademik – universitas, bahkan dapat merupakan bahan-bahan
pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan
kepada disiplin-disiplin ilmu sosial.
Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian studi sosial
dalam bidang pengetahuan dan permasalahan gejala dalam masalah sosial di masyarakat yang
ditinjau dari berbagai aspek kehidupan sosial, dalam usaha mencari jalan keluar dari masalah-
masalah tersebut.
IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah
sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.
2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan
Berbagai penelitian telah dilakukan, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Isti
Yuni Purwanti dengan judul Efektifitas Bimbingan Kelompok Melalui Permainan Untuk
Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Sekolah Dasar Kelas IV SD Salsabila Purworejo Tahun
2010. Dari hasil penelitian yang dilakukan Isti terlihat 80 % siswa aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam penelitian ini Isti menerapkan bimbingan kelompok melalui permainan
untuk mengatasi kesulitan belajar siswa.
Perbedaan penelitian yang dilakukan sebelumnya yakni pada penelitian ini memfokuskan
pada penerapan bimbingan kelompok dalam mengatasi masalah belajar siswa pada mata
pelajaran IPS. Dengan melihat hasil sebelumnya tentang penerapan bimbingan kelompok yang
dilakukan oleh Isti, maka penelitian menjadikan sebagai acuan untuk menerapkan bimbingan
kelompok dalam mengatasi masalah belajar siswa di kelas IV MI Al-Yusra Kecamatan Dungingi
Kota Gorontalo.