bab ii kajian teori 2.1 city branding -...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. City Branding
City branding merupakan manajemen citra suatu destinasi melalui
inovasi strategis serta kordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural, dan
peraturan pemerintah. Terdapat beberapa pembahasan mengenai city branding
dari berbagai bidang keilmuan (Moilanen, Teemu & Rainisto. 2009. How to
Brand Nations, Cities and Destinations, A Planning Book for Place Branding.
USA: Palgrave Macmillan, Hal. 7). Rainisto memaparkan kerangka teori place
branding yang terfokus pada upaya memasarkan kota (Rainisto. 2009. How to
Brand Nations, Cities and Destinations, A Planning Book for Place Branding.
USA: Palgrave Macmillan, Hal. 25). Kavaratzis melihat city branding dalam
konteks komunikasi, dimana citra suatu kota bisa dicapai melalui tiga tahapan
komunikasi yaitu primer, sekunder dan tersier. Dari berbagai sudut pandang
tentang city branding yang pernah dikemukakan, city branding hexagon paling
sesuai untuk dijadikan acuan dalam evaluasi city branding dibandingkan konsep
lainnya yang cenderung menitikberatkan pada upaya pelaksanaan city branding
(Kavaratzis, Mihalis. 2004. From city marketing to city branding: Towards a
theoretical framework for developing city brands. Place Branding, Vol. 1, No. 1.
Hal. 66-69).
City branding hexagon diciptakan oleh Simon Anholt untuk mengukur
efektivitas city branding. Menurut Anholt terdapat enam aspek dalam pengukuran
efektivitas city branding yaitu presence, potential, place, pulse, people dan
prerequisite. Popecsu, Ruxandra dan Corbos, Razvan . 2010 “Strategic Options in
The Construction of The Bucharest Brand Through The Application Analysis of
The Measuring Instruments for The Urban Brands. Annals of the University of
Petroşani,Economics,10(1), 2010" menyatakan bahwa city branding hexagon
memberikan instrumen pengukuran inovatif sehingga dapat mempermudah
pemerintah untuk mengetahui persepsi mengenai citra kota.
10
Citra memiliki peranan yang penting dalam memberikan makna
representatif yang mudah dimengerti bagi suatu kota. Bozbay (2008:48)
menyebutkan beberapa studi yang menemukan hubungan antara citra dengan
pemilihan destinasi dan intensitas kunjungan. Janes (2010:3) memaparkan bahwa
beberapa penulis seperti Laroche, Prameswaran dan Pisharodi, berpendapat
terdapat tiga dimensi untuk mengukur citra suatu destinasi, yaitu kognitif, afektif
dan konatif. Dimensi kognitif meliputi kepercayaan dan pengetahuan, afektif
mengukur aspek nilai emosional, sedangkan konatif membahas tentang perilaku
yang terkait dengan destinasi. Koerte (2009:4) juga menetapkan aspek kognitif,
afektif dan konatif sebagai dimensi pengukuran citra.
Menurut Griffin, Emory A. 2003. A First Look at Communications
Theory Fifth Edition. New York:Mc Graw-Hill, Hal. 198 rute sentral melibatkan
proses elaborasi pesan, dimana Petty dan Cacioppo mendefinisikan elaborasi
sebagai sejauh mana seseorang berpikir secara seksama tentang relevansi argumen
yang terkandung dalam suatu topik komunikasi, sedangkan rute periferal
menawarkan jalan pintas untuk menerima maupun menolak pesan tanpa adanya
pertimbangan terhadap objek dan atribut pesan. Menurut Littlejohn, Stephen W
dan Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi: Theories of Human Communication.
Jakarta: Salemba Humanika, Hal. 09 terdapat enam faktor yang membuat kita
menggunakan jalur periferal sebagai autopilot, yaitu: resiprokasi, konsistensi,
bukti sosial, kesukaan, otoritas, dan kelangkaan.
2.2 Strategi Komunikasi
Strategi adalah cara atau taktik untuk mencapai tujuan atau suatu
perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan, termasuk taktik
operasionalnya. Secara sederhana, strategi komunikasi dapat dirumuskan dengan
mengkaji secara mendalam teori Lasswell yang mencakup: Who? Says what? ln
which channel? To whom? With what effect? Untuk berkomunikasi secara tepat
sesuai dengan media yang ada, dapat digunakan komunikasi tatap muka dan
komunikasi dengan media. Komunikasi tatap muka berperan dalam mengubah
tingkah laku, dan komunikasi bermedia untuk komunikasi informative
11
(Parlaungan Adil Rangkuti, 2009, Strategi Komunikasi Membangun Kemandirian
Pangan, Jurnal Litbang Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor).
Selain itu pakar komunikasi yang lainnya mengemukakan bahwa strategi
pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (managemen)
untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai suatu tujuan tersebut,
strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja,
melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Sedangkan Santoso dalam Mashud menjelaskan bahwa strategi adalah jalan-jalan
utama yang terpilih untuk menjamin tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.
Adapun strategi komunikasi menurut Effendi dalam Mashud (2010: 3-4)
merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan
manajemen komunikasi (communication manajement) untuk mencapai suatu
tujuan (goal). Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat
menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan dalam arti
kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu, bergantung pada
situasi dan kondisi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa strategi
komunikasi berkaitan erat dengan tujuan yang hendak dicapai dan konsekuensi-
konsekuensi (masalah) yang harus diperhitungkan, serta bagaimana mengatasi
konsekuensi-konsekuensi tersebut, sehingga tujuan tersebut bisa dicapai secara
maksimal.
Perencanaan strategi komunikasi harus disusun secara sistematis, sebagai
upaya merubah pengetahuan, sikap dan tingkah laku khalayak atau sasaran.
Dibawah ini akan kita lihat sebagai suatu usaha untuk merubah suatu sasaran.
Pertama yang harus diperhitungkan adalah :
1. Asas dan generalisasi mengenai unsur-unsur pokok dalam situasi
komunikasi serta kombinasinya kedalam.
2. Kemudian merubah tingkah laku yang terjadi sebagai hasil atau akibat
komunikasi.
12
Untuk mencapai itu, setiap organisasinya harus mampu :
1. Menentukan dan merumuskan kebijaksanaan dalam bahasa yang dipahami
(komunikatif) dalam lingkungannya.
2. Merumuskan program kegiatan yang menciptakan interdepensi dengan
lingkungannya serta menarik partisipasi dengan lingkungannya itu.
Apabila semua karakteristik yang dimiliki dapat dipahami dengan baik
dan dapat dijalankan sebagaimana mestinya, maka strategi komunikasi dapat
disusun secara baik pula. Untuk mendapat dukungan masyarakat yang menjadi
khalayak atau sasaran, maka arah kebijaksanaan dan strategi harus sesuai denagn
aspirasi masyarakat.
Mengingat bahwa masyarakat terus berkembang dan berubah sesuai
dengan tuntutan ruang dan waktu, maka konsep strategi dan kebijaksanaan harus
merupakan konsep yang bersifat dinamis agar dapat menampung perkembangan-
perkembangan terbaru, bahkan apabila perlu harus dapat disesuaikan pula guna
menanggapi tuntutan-tuntutan baru yang ditimbulkan oleh perubahan keadaan
atau zaman. Itu berarti, dalam merencanakan strategi komunikasi perlu ditetapkan:
a. Sasaran yang hendak dicapai
b. Jalan yang hendak ditempuh
c. Sarana-sarana yang perlu disediakan
d. Program – program yang didasarkan atas sarana yang tersedia.
Effendi menyatakan bahwa dalam rangka menyusun suatu strategi
komunikasi perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengenali Sasaran Komunikasi
Sebelum melancarkan komunikasi, perlu dipelajari siapa saja yang akan
menjadi sasaran komunikasi. Hal ini juga bergantung kepada tujuan
komunikasi terhadap komunikan, apakah menginginkan agar komunikan
hanya sekedar mengetahui atau agar komunikan melakukan tindakan
tertentu.
Dalam proses mengenali sasaran terdapat faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dari diri komunikan adalah:
13
1) Faktor kerangka referensi
Pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada komunikan
harus disesuaikan dengan kerangka referensi. Kerangka referensi
seseorang berbeda dengan orang lain. Kerangka referensi
seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan
pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial,
ideologi, cita-cita, dan sebagainya.
2) Faktor situasi dan kondisi
Yang dimaksud dengan situasi di sini adalah situasi komunikasi
pada saat komunikan akan menerima pesan yang disampaikan.
Situasi yang bisa menghambat jalannya komunikasi dapat diduga
sebelumnya, dapat juga datang tiba-tiba pada saat komunikasi
dilancarkan.
Yang dimaksud dengan kondisi di sini adalah state of personality
komunikasi, yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia
menerima pesan komunikasi. Komunikasi tidak akan efektif
apabila komunikan sedang marah, sedih, bingung, sakit, atau lapar.
b. Pemilihan Media Komunikasi
Media komunikasi banyak sekali jumlahnya. Namun pada umumnya media
komunikasi ini dapat diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetakan,
visual, aural, dan audio-visual. Untuk mencapai sasaran komunikasi, kita
dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa media, bergantung
pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan dicapai, dan teknik yang
akan dipergunakan. Mana yang terbaik dari sekian banyak media
komunikasi itu tidak dapat ditegaskan dengan pasti sebab masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan.
c. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi
Pesan komunikasi (message) mempunyai tujuan tertentu. Ini menentukan
teknik yang harus diambil, apakah itu teknik informasi, teknik persuasi, atau
teknik instruksi. Namun apapun tekniknya, pertama-tama komunikan harus
mengerti pesan komunikasi itu. Pesan komunikasi terdiri atas isi pesan (the
14
content of the message) dan lambang (symbol). Isi pesan komunikasi bisa
satu, tetapi lambang yang dipergunakan bisa bermacam-macam. Lambang
yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan isi komunikasi adalah bahasa,
gambar, warna, kial (gesture), dan sebagainya.
d. Peranan Komunikator dalam Komunikasi
Ada faktor penting pada diri komunikator bila ia melancarkan komunikasi,
yaitu:
1) Daya tarik sumber
Seorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, akan
mampu mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui
mekanisme daya tarik jika komunikan merasa ada kesamaan antara
komunikator dengannya sehingga komunikan bersedia taat pada isi
pesan yang dilancarkan oleh komunikator.
2) Kredibilitas sumber
Faktor kedua yang bisa menyebabkan komunikasi berhasil adalah
kepercayaan komunikan kepada komunikator. Kepercayaan ini
banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki
seorang komunikator.
Berdasarkan kedua faktor di atas, seorang komunikator dalam menghadapi
komunikan harus bersikap empatik (empathy), yaitu kemampuan untuk
memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
2.3. Strategi Komunikasi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah pendekatan pokok yang akan digunakan oleh
unit bisnis dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan lebih dulu, di dalamnya
tercantum keputusan-keputusan pokok mengenai target pasar, penempatan produk
di pasar, bauran pemasaran dan tingkat biaya pemasaran yang diperlukan.1
Pemasaran memfasilitasi proses pertukaran dan pengembangan hubungan
dengan konsumen dengan cara mengamati secara cermat kebutuhan dan keinginan
1 Philip Kotler. 1989. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan dan Pengendalian.
Alih Bahasa Jaka Wasana, Jakarta: Erlangga, Hal. 5.
15
konsumen yang dilanjutkan dengan mengembangkan suatu produk (product) yang
memuaskan kebutuhan konsumen dan menawarkan produk tersebut pada harga
(price) tertentu serta mendistribusikannya agar tersedia di tempat-tempat (place)
yang menjadi pasar bagi produk bersangkutan. Untuk itu perlu dilaksanakan suatu
promosi (promotion) atau komunikasi guna menciptakan kesadaran dan
ketertarikan konsumen kepada produk bersangkutan. Proses ini disebut dengan
Marketing Mix atau bauran pemasaran yang terdiri atas elemen-elemen yaitu:
product, price, place (distribution) dan promotion, yang disingkat dengan “empat
P”.2
Empat P menggambarkan pandangan penjual tentang alat pemasaran
yang digunakan untuk mempengaruhi pembeli. Sudut pandang pembeli, alat
pemasaran dirancang memberikan manfaat bagi pelanggan.
1. Product (produk)
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada
seseorang guna memuaskan suatu kebutuhan atau keinginan. Biasanya
produk menunjukkan suatu pengertian yang berkaitan dengan obyek
fisik yang nyata, seperti mobil, pesawat, televisi, atau minuman ringan
(Philip Kotler. 1989. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan
dan Pengendalian. Alih Bahasa Jaka Wasana, Jakarta: Erlangga,
Hal. 7).
Lebih lanjut Kotler menjelaskan bahwa dalam memproduksi
suatu produk yang berkualitas perlu diperhatikan konsep produk.
Konsep produk berpendapat bahwa para konsumen akan menyukai
produk-produk yang memberikan kualitas, penampilan dan ciri-ciri
yang terbaik. Manajemen dalam organisasi berorientasi pada produk
demikian memusatkan energi mereka untuk membuat produk yang
baik dan terus-menerus meningkatkan mutu produk tersebut.
Definisi lain produk Menurut Basu Swastha. 1999. Azas-Azas
Marketing, Liberty, Yogyakarta, Hal. 94 adalah suatu sifat yang
2 Alexander Morissan. 2010. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta:
Ramdina Prakarsa, Hal. 5.
16
komplek baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk
bungkus, warna, harga, prestice perusahaan dan pengecer, pelayanan
perusahaan dan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk
memuaskan keinginan dan kebutuhannya.
2. Price (harga)
Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa barang kalau
mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi
dari barang beserta pelayanannya. Biasanya seorang penjual
menetapkan harga berdasarkan suatu kombinasi barang secara fisik
ditambah beberapa jasa lain serta keuntungan yang memuaskan (Basu
Swastha. 1999. Azas-Azas Marketing, Liberty, Yogyakarta, Hal. 147).
3. Promotion (promosi)
Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang
dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan
yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Jadi promosi
merupakan salah satu aspek yang penting dalam manajemen
pemasaran dan sering dikatakan sebagai proses berlanjut. Ini
disebabkan karena promosi dapat menimbulkan rangkaian kegiatan
selanjutnya dari perusahaan (Basu Swastha. 1999. Azas-Azas
Marketing, Liberty, Yogyakarta, Hal. 237).
Definisi promosi Menurut Alexander Morissan. 2010.
Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Ramdina
Prakarsa, Hal. 16 : ”Promosi merupakan koordinasi dari seluruh upaya
yang dimulai dari pihak penjual untuk membangun berbagai saluran
informasi dan persuasi untuk menjual barang dan jasa atau
memperkenalkan suatu gagasan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa
promosi merupakan kegiatan perusahaan memperkenalkan barang atau
jasa kepada konsumen secara persuasif dengan tujuan agar produk atau
jasanya dikenal oleh konsumen.
17
4. Place (tempat)
Berbicara tentang tempat berkaitan dengan saluran
pendistribusian barang. Secara garis besar saluran distribusi suatu
barang adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk
menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau
pemakai industri (Basu Swastha. 1999. Azas-Azas Marketing, Liberty,
Yogyakarta, Hal. 190). Saluran distribusi ini merupakan suatu stuktur
yang menggambarkan alternatif saluran yang dipilih, dan
menggambarkan situasi pemasaran yang berbeda oleh berbagai macam
perusahaan atau lembaga usaha (seperti produsen, pedagang besar dan
pengecer. Hal ini dapat dipertimbangkan sebagai fungsi yang harus
dilakukan untuk memasarkan barang secara efektif. Sering pula terjadi
persaingan di antara sistem distribusi dari produsen yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa secara garus
besar bauran promosi mencakup empat elemen, yaitu : iklan, promosi penjualan,
publikasi/humas dan personal selling.
Instrumen dasar yang digunakan untuk mencapai tujuan komunikasi
perusahaan disebut dengan bauran promosi atau promotional mix, seperti yang
digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Skema Bauran Promosi atau Promotional Mix
Sumber: Alexander Morissan. 2010. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu
Jakarta: Ramdina Prakarsa, Hal. 17
Promotional Mix
Iklan Direct Marketing
Interactive/ Internet
Marketing
Promosi Penjualan
Publikasi/ Humas
Personal Selling
18
Bentuk-bentuk komunikasi pemasaran ini lebih sering disebut dengan
Promotion Mix yaitu, terdiri dari:
a. Personal Selling (penjualan personal)
Personal selling adalah interaksi antar individu, saling bertatap
muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, mengorganisasi
atau mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan
dengan pihak lain. Jadi personal selling merupakan komunikasi orang
secara individual (Basu Swastha. 1999. Azas-Azas Marketing, Liberty,
Yogyakarta, Hal. 260).
Sedangkan menurut Alexander Morissan 2010. Periklanan
Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Ramdina Prakarsa, Hal. 34.
mendefinisikan personal selling adalah suatu bentuk komunikasi
langsung antara penjual dengan calon pembelinya. Dalam hal ini penjual
berupaya untuk membantu atau membujuk calon pembeli untuk membeli
produk yang ditawarkan.
Komunikasi yang bersifat individual dan personal dalam penjualan
personal ini memungkinkan pihak penjual menyesuaikan pesan
berdasarkan kebutuhan khusus atau situasi khusus calon pembeli.
Penjualan personal memungkinkan terjadinya umpan balik secara
langsung dan lebih tepat karena dampak dari presentasi penjualan yang
dilakukan dapat dinilai dari reaksi calon pembeli atau pelanggan. Jika
umpan balik yang terjadi dinilai kurang baik, maka penjual dapat
memodifikasi pesan-pesannya. Penjualan personal juga dapat ditujukan
kepada calon pembeli yang dinilai paling potensial dan paling prospektif
untuk menjadi pelanggan di masa depan.
b. Sales Promotion (promosi penjualan)
Promosi penjualan adalah kegiatan-kegiatan pemasaran selain
personal selling, periklanan dan publisitas, yang mendorong efektivitas
pembelian konsumen dan pedagang dengan menggunakan alat-alat
seperti peragaan, pameran, demonstrasi dan sebagainya Basu Swastha.
1999. Azas-Azas Marketing, Liberty, Yogyakarta, Hal. 279).
19
Dalam perusahaan, bagian promosi penjualan dapat mengadakan
kerjasama dengan kelompok/badan lain seperti konsumen, dealer,
distributor, atau bagian lain dalam departemen pemasaran. Sedangkan
pada tingkat pengecer, kegiatan promosi penjualannya terutama
ditujukan pada konsumen
Tujuan dari promosi penjualan menurut Basu Swastha. 1999. Azas-
Azas Marketing, Liberty, Yogyakarta, Hal. 280 dapat dibagi,
sebagai berikut:
1) Tujuan promosi penjualan intern
Mendorong karyawan lebih tetarik pada produk dan promosi
perusahaan. Jadi, usaha-usaha promosi penjualan dapat dimulai
dari rumah tangga perusahaan, dengan segenap karyawannya,
teruatama staf penjualan, pramuniaga dan tenaga lain yang
berhubungan langsung dengan konsumen. Adapun tujuan
intrennya adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan
moral karyawan, melatih tentang bagaimana cara terbaik yang
harus dilakukan untuk melayani konsumen dan untuk
menigkatkan dukungan karyawan, kerjasama, serta semangat
bagi usaha promosinya.
2) Tujuan promosi penjualan perantara
Usaha-usaha promosi dengan perantara (pedagang besar,
pengecer, lembaga perkreditan dan lembaga jasa) dapat dipakai
untuk memperlancar atau mengatasi perubahan-perubahaan
musiman dalam pesanan, untuk mendorong jumlah pembelian
yang lebih besar, untuk mendapatkan dukungan yang luas
dalam saluran terhadap usaha promosi, atau untuk memperoleh
tempat serta ruang gerak yang lebih baik.
3) Tujuan promosi penjualan konsumen
Promosi penjualan konsumen dapat dilakukan untuk
mendapatkan orang yang bersedia mencoba produk baru, untuk
meningkatkan volume per penjualan, untuk mendorong
20
penggunaan baru dari produk yang ada, untuk menyaingi
promosi yang dilakukan oleh pesaing dan untuk
mempertahankan penjualan. Jadi, promosi penjualan
perusahaan yang ditujukan pada konsumen dapat dibedakan de
dalam dua kelompok besar.
a) Kegiatan yang ditujukan untuk mendidik atau
memberitahukan konsumen,
b) Kegiatan yang ditujukan untuk mendorong mereka.
a) Kontes-kontes penjualan
b) Barang-barang yang diberikan secara cuma-cuma
c) Aneka macam display
c. Publisitas
Menurut Basu Swastha, publisitas adalah sejumlah informasi
tentang seseorang, barang, atau organisasi yang disebarluaskan ke
masyarakat melalui media tanpa dipungut biaya, ataupun tanpa
pengawasan dari sponsor (Basu Swastha. 1999. Azas-Azas Marketing,
Liberty, Yogyakarta, Hal. 273).
Publisitas merupakan pelengkap yang efektif bagi alat promosi
yang lain seperti periklanan, personal selling, dan promosi penjualan.
Pada garis besarnya publisitas menurut Basu Swastha. 1999. Azas-Azas
Marketing, Liberty, Yogyakarta, Hal. 279 dapat dibagi ke dalam dua
kriteria, yakni :
1) Publisitas Produk (Product Publicity)
Publisitas produk adalah publisitas yang ditujukan untuk
menggambarkan atau untuk memberitahu kepada masyarakat/
konsumen tentang suatu produk beserta penggunaannya. Istilah
”produk” sebenarnya tidak berarti barang saja, tetapi juga
orang, dan tempat.
2) Publisitas Kelembagaan (Institutional Publicity)
Publisitas kelembagaan adalah publisitas yang menyangkut
tentang organisasi pada umumnya. Kegiatan-kegiatan yang
21
dapat dipublisitaskan disini tentunya berupa kegiatan yang
dianggap pantas untuk dijadikan berita. Misalnya kegiatan
sehari-hari dari sebuah organisasi termasuk pergantinan
pimpinan, usaha pengawasan polusi, musibah yang dialami
organisasi tersebut, dan sebagainya.
d. Public Relations (hubungan masyarakat)
Hubungan dapat diartikan menciptakan atau membuka komunikasi
dua arah yang saling menguntungkan termasuk juga didalamnya
hubungan pertukaran dalam masyarakat. Sedangkan masyarakat dapat
diartikan setiap individu, organisasi, lembaga-lembaga pemerintahan atau
kelompok-kelompok yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh pemilik, penyedia, langganan, dan pimpinan
masyarakat.
Menurut Basu Swastha. 1999. Azas-Azas Marketing, Liberty,
Yogyakarta, Hal. 267 mengemukakan pengertian hubungan masyarakat
sebagai berikut: “Hubungan masyarakat dapat didefinisikan sebagai
fungsi manajemen yang memberikan penilaian tentang sikap masyarakat,
identitas kebijaksanaan dan prosedur dari individu atau organisasi dengan
keinginan masyarakat dan melakukan program tindakan untuk
mendapatkan pengertian serta pengakuan masyarakat”.
Alexander Morissan. 2010. Periklanan Komunikasi Pemasaran
Terpadu. Jakarta: Ramdina Prakarsa, Hal. 30 mendefinisikan publisitas
adalah informasi yang berasal dari sumber luar yang digunakan media
massa karena informasi itu memiliki berita. Publisitas merupakan metode
yang dapat dikontrol oleh humas dalam hal penempatan pesan di media
massa karena sumber tidak membayar media untuk memuat berita
bersangkutan. Dengan demikian publisitas adalah informasi yang bukan
berasal dari media massa atau bukan merupakan hasil pencarian
wartawan media massa itu sendiri, namun media menggunakan informasi
itu karena informasi-informasi itu memiliki nilai berita.
22
Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan masyarakat bertanggung
jawab untuk menentukan dan mempertahankan komunikasi dua arah
secara terbuka dengan seluruh masyarakat, serta menciptakan opini
masyarakat yang baik tentang organisasi , individu, tempat atau masalah.
Proses Komunikasi Pemasaran
Adapun proses komunikasi pemasaran dapat digambarkan dalam
bentuk skema sebagai berikut:
Gambar 2.2. Model Proses Komunikasi Pemasaran
sumber : Tjiptono (2002 : 125)
Ada tiga unsur pokok dalam sruktur proses komunikasi pemasaran
menurut Alexander Morissan. 2010. Periklanan Komunikasi Pemasaran
Terpadu. Jakarta: Ramdina Prakarsa, Hal. 126 sebagaimana yang
tergambar pada gambar diatas :
1. Pelaku Komunikasi
Terdiri atas pengirim (sender) atau komunikator yang menyampaikan
pesan dan penerima (receiver) atau komunikan pesan. Dalam konteks
ini, komunikatornya adalah produsen perusahaan, sedangkan
komunikannya adalah khalayak.
2. Material Komunikasi
Ada beberapa material komunikasi pemasaran yang penting, sebagai
berikut:
a. Gagasan, yaitu materi pokok yang hendak disampaikan pengirim
b. Pesan (message), yaitu himpunan berbagai simbol (oral, verbal,
atau non-verbal) dari suatu gagasan. Pesan hanya dapat
dikomunikasikan melalui suatu media
Gagasan
Pengirim
Pemahaman
Encode
Decode
Media
Message
Feedback
Noise
Decode
Encode
Pemahaman
Pengirim
Response
23
c. Media, yaitu pembawa pesan komunikasi. Pilihan media
komunikasi pemasaran bisa bersifat personal maupun non-
personal. Media personal dapat dipilih dari tenaga penganjur
(konsultan), tenaga profesional, atau dari masyarakat umum. Media
non-personal meliputi media massa (radio, televisi, internet, koran,
majalah, tabloid dsb) kondisi lingkungan (ruangan, gedung)
ataupun peristiwa tertentu (hari-hari besar)
d. Response, yaitu reaksi pemahaman atas pesan yang diterima oleh
penerima.
e. Feed-back, yaitu pesan umpan balik dari sebagian atau keseluruhan
respon yang dikirim kembali oleh penerima
f. Gangguan (noise), yaitu segala sesuatu yang dapat menghambat
proses kelancaran proses komunikasi.
3. Proses Komunikasi
Proses penyampaian pesan maupun pengiriman kembali respon akan
memerlukan dua kegiatan yaitu: encoding dan deconding.
a. Encoding, adalah proses merancang atau mengubah gagasan secara
simbolik menjadi suatu pesan untuk disampaikan kepada penerima.
b. Decoding, adalah proses menguraikan arti atau mengartikan simbol
sehingga pesan yang diterima dapat dipahami.
Komunikasi pemasaran meliputi tiga tujuan utama, yaitu
menyebarkan informasi (komunikasi informatif), mempengaruhi untuk
melakukan pembelian atau menarik konsumen (konsumen persuasif) dan
mengingatkan khalayak untuk melakukan pembelian ulang (komunikasi
mengingatkan kembali).
Respon atau tanggapan konsumen sebagai komunikan meliputi :
1. Efek kognitif, yaitu membentuk kesadaran informasi tertentu.
2. Efek afeksi, yaitu memberikan pengaruh untuk melakukan sesuatu.
Yang diharapkan adalah realisasi pembelian.
3. Efek konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi
perilaku selanjutnya, yang diharapkan adalah pembelian ulang.
24
Pada era otonomi daerah dewasa ini penataan percitraan sebuah
kota menjadi sangat penting. Pencitraan Kota (City Branding) akan
menjadi dasar dan peluang pengembangan kota di masa depan.
Pengembangan Citra Kota menjadi langkah awal untuk mengarahkan Kota
tersebut di masa depan. Beberapa Kabupaten/Kota telah memulai untuk
membangun City branding dalam rangka menegaskan jati diri kota itu.
Melalui branding yang kuat, maka kepala daerah lebih mudah untuk
memasarkan dan menarik investor untuk mengembangkan daerahnya.
Mereka dapat menjelaskan dengan mudah bagaimana keadaan wilayah
yang dia kepalai dan keunggulan apa yang dimiliki sebagai sumber usaha.
City branding adalah proses atau usaha membentuk merek dari
suatu kota untuk mempermudah pemilik kota tersebut untuk
memperkenalkan kotanya kepada target pasar (investor, tourist, talent,
event) kota tersebut dengan menggunakan kalimat positioning, slogan,
icon, eksibisi, dan berbagai media lainnya. City branding semata-mata
bukanlah pekerjaan dari public sector, akan tetapi tugas dan kolaborasi
dari semua pihak (stakeholders) yang terkait dengan kota tersebut, apakah
itu pemerintah kota, pihak swasta, pengusaha, interest group dan
masyarakat. Sebuah kota, layaknya sebuah brand, harus bersifat
fungsional. Fungsionalitas berarti dapat dilihat sebagai sebuah benefit.
Sebuah kota harus berfungsi sebagai tujuan untuk pencari kerja, industri,
tempat tinggal, transportasi umum dan atraksi serta rekreasi.
Dalam membuat sebuah city branding, terdapat beberapa kriteria
yang harus dipenuhi, diantaranya:
a. Attributes: Do they express a city's brand character, affinity, style, and
personality (menggambarkan sebuah karakter, daya tarik, gaya dan
personalitas kota)
b. Message: Do they tell a story in a clever, fun, and memorable way?
(menggambarkan sebuah cerita secara pintar, menyenangkan dan
mudah atau selalu diingat)
25
c. Differentiation: Are they unique and original? (unik dan berbeda dari
kota-kota yang lain)
d. Ambassadorship: Do they inspire you to visit there, live there, or learn
more? (Menginspirasi orang untuk datang dan ingin tinggal di kota
tersebut).
Sebuah kota yang mempunyai criteria ambassadorship menggambarkan
kota yang baik sehingga sangat menarik bagi semua orang untuk ingin
datang dan tinggal di kota tersebut. Kota yang baik harus mempunyai
beberapa hal berikut:
a. Offer attractive employment.
Mempunyai kesempatan kerja yang menarik bagi para professional dan
pencari kerja.
b. Not be unduly expensive in relation to wages. Biaya hidup harus sesuai
dengan standar upah dan gaji.
c. Provide good and affordable housing. Menyediakan perumahan yang
baik dan terjangkau.
d. Havereasonable public transportation. Mempunyai sarana transportasi
umum yang nyaman dan memadai.
e. Have good schools and recreational/cultural attractions. Mempunyai
sekolah dan perguruan tinggi yang baik serta tempat-tempat tujuan
rekreasi dan atraksi budaya yang indah
f. Have are asonable climate. Mempunyai iklim yang menyenangkan.
Dalam memasarkan suatu daerah dengan membangun city branding,
layaknya membuat marketing plan suatu produk.
Daerah harus memetakan perubahan yang terjadi pada lingkungan,
target pasar, pesaing daerah dan perubahan yang terjadi di dalam daerah itu
sendiri. Hasil dari analisa perubahan secara komprehensif akan
menghasilkan analisa peluang-ancamankekuatan-kelemahan (SWOT)
daerah.
26
Berdasarkan hasil analisa makro dan internal daerah, barulah
kemudian daerah dapat membuat marketing plan. Dimulai dengan strategi
daerah yang menghasilkan segmentasi, targeting dan positioning daerah.
2.4. Kebudayaan
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dapat dipelajari.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta,
1999, hal 17 mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain, yang kemudian disebut superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-
struktur sosial, religius, dan lain-lain, yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Sedangkan menurut
Koentjaranigrat, kebudayaan dapat diartikan sebagai:
27
“…seluruh total dari hasil pikiran, cipta, dan hasil karya manusia
yang tidak berakar kepada nalurinya dan yang karena itu hanya bias
dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. Kebudayaan dalam
dimensi ini mencakup hampir seluruh aktivitas manusia dalam
kehidupannya…”
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 1999, hal.13 mengemukakan bahwa untuk melihat bagaimana
sesungguhnya kebudayaan itu, maka dapat dilihat dari unsur-unsur yang
terkandung dalam kebudayaan itu sendiri. Ada beberapa pendapat para ahli yang
mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai
berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,
yaitu: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik.
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada empat unsur pokok yang meliputi:
Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya.
Organisasi ekonomi
Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
Organisasi kekuatan politik (Koentjaraningrat, Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, hal.13)
28
Penetrasi Kebudayaan.
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh
suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya.
Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:
Pertama, penetrasi damai, yaitu masuknya sebuah kebudayaan dengan
jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke
Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan
konflik, tetapi memperkaya wawasan budaya masyarakat setempat. Pengaruh
kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya
masyarakat. Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi,
Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga
membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.
Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan
baru. Sedangkan, Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat
pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan
kebudayaan asli.
Kedua, penetrasi kekerasan yaitu masuknya sebuah kebudayaan dengan
cara memaksa dan merusak. Misalnya, kebudayaan Barat yang masuk ke
Indonesia pada zaman penjajahan yang disertai dengan kekerasan. Wujud budaya
dunia Barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350
tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia, antara lain
pada sistem pemerintahan Indonesia.
2.5. Kerangka Teoritis Penelitian
“Solo, the Spirit of Java” adalah sebuah visi; visi masyarakat dan
pemerintah kota Solo yang sekarang, yakni ingin menjadikan kotanya sebagai
kota yang menampilkan semangat kebudayaan Jawa. ‘Solo the Spirit of Java’ juga
sebuah city branding, yaitu suatu upaya pengelolaan citra suatu kota melalui
inovasi strategis dan koordinatif dalam berbagai bidang agar bisa menjadi
destinasi wisatawan mancanegara maupun domestik. Kedua-duanya, baik visi
29
maupun city branding, merupakan suatu kesatuan yang tergambar dalam slogan
‘Solo the Spirit of Java’.
Dari sisi visi, jika ingin menjadikan Solo sebagai kota yang
menampilkan semangat kebudayaan Jawa, maka seluruh ritme kehidupan
masyarakat kota Solo, baik dalam berbagai bidang kehidupan (ekonomi, politik,
hukum, ilmu pengetahuan dan teknologi, dsb) maupun dalam berbagai lapisan
sosial, harus bisa memperlihatkan nafas kebudayaan Jawa. Nilai-nilai budaya
seperti adigang, adigung, adiguna, dan ojo dumeh harus selalu dijunjung tinggi.
Untuk mewujudkan hal ini, tentunya tidak mudah dan tidak mungkin terwujud
dalam waktu singkat, apalagi dalam era informasi dan globalisasi sekarang ini
dimana masyakat kota Solo sentiasa bersentuhan dengan berbagai pengaruh
budaya luar. Keterlibatan dan peranserta aktif seluruh komponen masyarakat dan
pemerintah kota, perlu diupayakan untuk bersama-sama mewujudkan ‘mimpi’
tersebut, dan pendekatan-pendekatan kebudayaan harusnya digunakan, bukan
hanya pendekatan ekonomi politik semata. Dari sudut city branding, upaya
mempromosikan event-event inovatif berskala nasional maupun internasional
harus selaras dengan perkembangan masyarakat dan dapat menyentuh
kepentingan masyarakat dalam berbagai bidang dan lapisan sosial.
Dengan kata lain, strategi komunikasi pemasaran slogan ‘Solo the Spirit
of Java’ untuk menarik minat wisatawan, harus sejalan dengan perkembangan
sikap perilaku dan semangat kebudayaan Jawa yang dipertontonkan oleh warga
kota Solo.
Sebagai contoh, jika pemerintah kota Solo berniat menjadikan Solo
sebagai Kota Hijau (Green City) dan kota Bunga (Flower City) dengan
merevitalisasi taman-taman kota dan memproyeksikan pohon buah-buahan di
kampung-kampung sebagai strategi Eco Cultural City, maka warga kota Solo
perlu diperlengkapi dengan sikap menghargai keindahan taman kota, merawat dan
melestarikan keberadaan pohon-pohon buah-buahan di kampung-kampung, tidak
membuang sampah di sembarang tempat, dan kesadaran untuk selalu memelihara
kebersihan jalan, selokan dan pekarangan rumah di kampung-kampung.
Masyarakat kota Solo juga harus bisa mengetahui dan merasakan manfaat dari
30
program atau kebijakan itu bagi kehidupan mereka baik secara fisik, sosial
maupun ekonomi. Begitu pula, jika pemerintah kota Solo berupaya
menyelenggarakan event-event budaya berskala nasional maupun internasional
sebagai wujud pelestarian warisan budaya masa lalu (heritage), seperti seni tari
tradisional Jawa, seni musik tradisional Jawa, benda cagar budaya, dsb., maka
harus ada upaya sadar dan konkrit untuk menumbuhkan minat generasi muda kota
Solo (yang kini cenderung tergerus oleh budaya modern dance, hip hop, dan
gadget) terhadap seni budayanya sendiri. Generasi muda itu juga harus tahu dan
dapat merasakan (yakin) bahwa keterlibatan mereka sebagai pelaku seni budaya
tradisonal tersebut dapat memberi manfaat bagi kehidupannya, baik secara sosial
maupun ekonomi.
Itu berarti, implementasi city branding dengan slogan ‘Solo the Spirit of
Java’ harus mampu memadukan secara selaras strategi komunikasi pemasaran
citra kota Solo dengan strategi pengembangan SDM kota Solo yang bernafaskan
budaya Jawa. Apabila keterpaduan yang selaras itu terjadi, maka dapat dipastikan
implementasi city branding tersebut bisa berlanjut hingga terwujud hal yang
diimpikan itu. Kegagalan memadukan secara selaras strategi komunikasi
pemasaran citra kota Solo dengan strategi pengembangan SDM kota Solo yang
bernafaskan budaya Jawa, dapat membuka peluang bagi pengelana kekuasaan
atau calon penguasa kota yang berikut untuk menjegal implementasi city branding
tersebut demi kepentingan politik pribadi/kelompoknya.
Kerangka pemikiran konseptual yang diuraikan di atas, jika
digambarkan secara skematis akan terlihat seperti gambar berikut. Berlandaskan
pemikiran teoritis/konseptual itulah, penelitian ini dilaksanakan.
31
Gambar 2.3. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian
City Branding
“Solo the Spirit Of Java”
Strategi Komunikasi Pemasaran
Citra Kota Solo
Solo Batik Carnival
Kereta Kencana World Music
Festival
Solo Eco Cultural City
Solo International Performing
Art (SIPA)
Kebijakan Pembangunan
SDM Kota Solo
Pengembangan : etos kerja
(spirit entrepreneur)
sikap menghargai kein-
dahan
kecintaan terhadap
seni tradisional
perilaku hidup sehat
tidak membuang sampah
sembarangan adigang, adigung, adiguna,
ojo dumeh
Keberlanjutan
Implementasi City
Branding
terpadu/tdk terpadu
selaras/tdk selaras