bab ii kajian teori

68
BAB II KAJIAN TEORI A. Defenisi Teknologi Pembelajaran Rumusan tentang pengertian teknologi pembelajajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. pengertian teknologi pembelajaran berkembang sebagai akibat dari meningkatnya tuntunan terhadap pendidikan yang tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara konvesional, dan karena dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan peluang atau alternatif baru. berikut ini dikemukakan beberapa definisi tentang teknologi pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan teknologi pembelajaran. 1. Definisi Association For Educational Communications Technology (AECT, 1963) atau Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan “Komunikasi audiovisual adalah cabang dari teori dan praktik pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan untuk mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstruktural dan sistematisasi

Upload: sandriirmawan

Post on 21-Nov-2015

57 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Teknologi pembelajaran

TRANSCRIPT

BAB IIKAJIAN TEORIA. Defenisi Teknologi PembelajaranRumusan tentang pengertian teknologi pembelajajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. pengertian teknologi pembelajaran berkembang sebagai akibat dari meningkatnya tuntunan terhadap pendidikan yang tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara konvesional, dan karena dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan peluang atau alternatif baru. berikut ini dikemukakan beberapa definisi tentang teknologi pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan teknologi pembelajaran.1. Definisi Association For Educational Communications Technology (AECT, 1963) atau Asosiasi Teknologi Komunikasi PendidikanKomunikasi audiovisual adalah cabang dari teori dan praktik pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan untuk mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstruktural dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen, dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan setiap metode dan media komunikasi secara efektif untuk membantu pengambangan potensi peserta didik secara maksimal ( Ely, 1963 : 18-19).Definisi diatas masih menggunakan istilah komunikasi audiovisual, namun telah menghasil kerangka dasar bagi pengembangan teknolgi pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan kualitas dan efisiensi pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 :14).

2. Definisi Commission on Instruction Technologi (CIT) 1970Teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran disamping guru, buku, teks, dan papan tulis... bagian yang membentuk teknolgi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.Teknologi pembelajaran merupakan usaha sistematis dalam merancang melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan pembelajaran khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan nonmanusia agar belajar dapat berlangsung efektif.Dengan mencatumkan istilah tujuan pembelajaran khusus, tampak rumusan tersebut berusaha mengakomodasi pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tooh Psikologi Behaviorime) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus (Bambang Warsita, 2008 : 14).

3. Definisi Silber 1970Teknologi pembelajaran adalah pengembangan (riset, dasain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan dan pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personel) secara sistematis dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar.Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber (1970) diatas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, selain berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari taknologi pembelajaran itu sendiri, yang mencakup perancangan, produksi, penggunaan atau pemanfaatan dan penilaian teknologi pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 : 15).

4. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971Teknologi pendidikan merupakan suatu studi yang sistematis mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai.Definisi sebelumnya meliputi istilah,mesin, instrumen atau media, sedangkan dalam definisi ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses dalam mencapai tujuan (Bambang Warsita, 2008 : 15).

5. Definisi AECT 1972Teknologi pendidikan adalah suatu bidang garapan yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematis dalam identifikasi, pengembangan, perorganisasian, dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut.Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audiovisual suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi (Bambang Warsita, 2008 :15).

6. Definisi AECT 1977Teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terintegrasi meliputi orang, produser, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan msalah dalam segala aspek belajar pada manusia.Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi teknologi pendidikan sebagai teori, bidang garapan, dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali ada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.

7. Definsi AECT 1994Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar (Seels dan Richey, 1994 :1).Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana definisi ini sesungguhnya mengandung pengertian yang mendalam. Definisi ini berupaya semakin menkokohkan teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang garapan dan profesi, yang perlu didukung oleh landasan teoridan praktek. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan atau kawasan bidang kegiatan teknologi pembelajaran melalui kajian teori dan penelitian. Disamping itu, definisi berupaya menekankan pentingnya proses dan produk (Bambang Warsita, 2008 : 16).

8. Definisi menurut Anglin 1995Teknologi pendidikan adalah kombinasi dari pembelajaran, belajar, pengembanga, pengeloloaan, dan teknologi lain yang diterapkan untuk memecahkan masalah pendidikan (Anglin, 1995 : 8).Definisi ini mengandung teknologi pendidikan sebagai salah satu cabang dari disiplin ilmu pendidikan yang berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi. Sejak dimasukkannya unsur teknologi kedalam kajian dan praktik pendidikan, semenjak itulah lahir disiplin teknologi pendidikan (Bambang Warsita, 2008 : 16).

9. Definisi menurut Hackbarth 1996Teknologi pendidikan adalah konsep multidimesional yang meliputi: 1) suatu proses sistematis yang melibatkan penerapan pengetahuan dalam upaya mencari solusi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah belajar dan pembelajaran; 2) produk seperti buku teks, program audio, program televisi, software computer dan lain-lain; 3) suatu profesi yang terdiri dari berbagai kategori pekerjaan: dan 4) merupakan spesifik dari pendidikan. (Hackbarth, 1996 dalam Purwanto, dkk.,2005 : 13).Berdasarkan definisi ini teknologi pendidikan mempunyai dua bidang kajian utama, yaitu: a) mengkaji tentang teori belajar dan perilaku manusia lainnya (soft technologi), b) menkaji teknologi terapan yang diaplikasikan untuk memecahkan masalah pembelajaran (hard technologi). Namun, fokus dari teknologi pembelajaran bukan dari proses psikologi bagaimana peserta didik belajar, melainkan pada proses bagaimana teknologi perangkat lunak dan keras digunakan untuk mengomunikasikan pengetahuan, ketrampilan atau sikap kepada peserta didik sehingga peserta didik mengalami perubahan perilaku seperti yang diharapkan (Atwi Suparman, 2004 : 30).

10. Definsi menurut AECT (2004)Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learnig and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological proceses and resources. (AECT, 2004).Definisi terburu teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktik dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan atau memanfaatkan dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Dengan demikian, tujuannya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran agar lebih efektif, efisiensi dan menyenangkan serta meningkatkan kinerja (Bambang Warsita, 2008 : 19).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkaan bahwa :1) Teknologi pembelajaran adalah suatu disiplin ilmu atau garapan.2) Istilah teknologi pembelajaran dipakai bergantian dengan istilah teknologi pendidikan.3) Tujuan utama teknologi pembelajaran adalah :a. untuk memecahkan masalah belajar atau mefasilitasi pembelajaranb. untuk meningkatkan kinerja4) Mengggunakan pendidikan sistem (holistik dan menyeluruh).5) Kawasan teknologi pembelajaran dapat meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar.6) Teknologi pembelajaran tidak hanya bergerak dipersekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dan lain-lain).7) Teknologi diartikan secar luas bukan hanya teknologi fisik (hardtech), tetapi juga teknologi lunak (softtech).Berdasarkan beberapa definisi teknolgi pembelajaran diatas, tampaknya dari waktu ke waktu tampaknya teknolgi pembelajaran mengalami proses metamorfosa menuju penyempurnaan. Teknologi pembelajaran pada awalnya hanya dipandang sebagai alat berubah ke sistem yang lebih luas, dari hanya beroreantasi pada praktik menuju ke teori dan praktik, dari produk menuju ke proses dan produk, dan akhirnya melalui perjalanan evalusionernya saat ini teknologi pembelajaran telah menjadi sebuah bidang kajian, program studi, dan profesi (Bambang Warsita, 2008 : 18).Teknologi pembelajaran baik sebagai disiplin ilmu, program studi maupun profesi terus mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan teknologi pembelajaran yang pesat ini dengan mengambil empat peran utama, yaitu: 1) menerapkan pendekatan sistem; 2) menggunakan sumber belajar seluas mungkin; 3) bertujan untuk meningkatkan kualitas belajar manusia; 4) berorientasi pada kegiatan instruksional individual (Suparman, 2004 : 19). Dengan indikator ini teknologi pembelajaran semakin memperluas dan mempertajam kemampuannya dalam memecahkan masalah belajar dan pembelajaran. Sedangkan menurut Miarso, perkembangan ini pada gilirannya merangsang dan memperkuat perkembangan profesi dalam bidang teknologi pembelajaran (2004 : 201).Teknologi pembelajaran sebagai suatu profesi berakar dari penelitian, teori, dan praktik. Suatu profesi harus mempunyai landasan pengetahuan yang menunjang praktik. Tiap kawasan teknologi pembelajaran mengandung kerangka pengetahuan yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengalaman. Hubungan antara teori dan praktik semakin semakin mantap dengan matangnya bidang garapan. Teori terdiri dari konsep, bangunan (konstruk), prinsip, dan proposisi yang memberi sumbangan terhadap khasanah pengetahuan. Sedangkan praktik merupakan penerapan pengetahuan terdebut dalam memecahkan permasalahan. Dalam teknologi pembelajaran baik teori maupun praktik, banyak menggunakan model. Model prosedural yang menguraikan cara pelaksanaan tugas membantu menghubungkan teori dan praktik. Teori juga dapat menghasilkan model untuk memvisualisasikan hubungan; model ini disebut model konseptual (Richey, 1986 dalam Seels & Richey, 2000 : 10-12).Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang teknologi, psokologi dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta displin ilmu lainnya yang relevan maka tidak mustahil kedepannya teknologi pembelajaran akan semakin terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu, program studi dan profesi yang dapat berperan dalam memecahkan masalah-masalah belajar dan pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 : 19).Kendati demikian, harus diakui bahwa perkembangan bidang dan profesi teknologi pembelajaran di indonesia hingga saat ini boleh dikatakan belum optimal, baik dalam bidang desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun evaluasinya. Kiranya masih dibutuhkan usaha perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan teknologi pembelajaran, baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi (Bambang Warsita, 2008 : 20).Dengan demikian, konsekuensinya terletak pada sumber daya manusia (SDM) yang mengelola pendidikan harus memiliki kemampuan akademis dan profesional yang handal untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi pembelajaran agar penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih berkualitas, efektif, efisien, dan relevan dengan kebutuhan dan tuntunan zaman (Bambang Warsita, 2008 : 20).B. Perkembangan Teknologi pembelajaranTeknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya kebutuhan dilapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar, belajar lebih efektif dan efisien, lebih luas dan lebih cepat, dan seterusnya. Untuk itu ada produk yang dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat pada dekade ini dan menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula tidak terbayangkan dan telah membalik cara berfikir kita dengan bagaimana kita mngambil manfaat teknologi tersebut dalam mengatasi masalah dalam pembelajaran (Ishak Abdulhak & Deni Darmawan, 2013 : 111).Pada awal perkembangan sekitar ratusan tahun yang lalu teknologi itu dikenal sebagai cara mengajar dengan menggunakan alat peraga hasil buatan sendiri oleh guru di sekolah. Teknologi pendidikan digambarkan sebagai alat-alat audiovisual seperti radio dan kaset. Perkembangan audiovisual pada awal tahun 1900-an merupakan media penggerak pertama. Sejarawan teknologi pendidikn, Paul Saetler (1990) mengakui kesulitan untuk mengidentifikasi kapan dan siapa yang menggunakan istilah teknologi pendidikan pertama kali. Dia membuktikan bahwa penggunaan educational engineering pada tahun 1920-an, dan educational technology dan instructional tehnology pada akhir tahun 1940-an (Ishak Abdulhak & Deni Darmawan, 2013 : 112).Pada 1960-an, teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang banayak mendapat perhatian dilingkungan ahli pendidikan. Pada awalnya, Teknologi pendidikan merupakan kelanjutan perkembangan kajian-kajian tentang penggunaan audivisual, dan program belajar dalam penyelenggaraan pendidikan. Kajian tersebut pada hakikatnya merupakan usaha dalam memecahkan masalah belajar manusia (human learning). Solusi yang diambil melalui kajian teknologi pendidikan bahwa pemecahan masalah belajar perlu menggunakan pendekatan-pendekatan yang fungsional dengan banyak mengfungsikan pemanfaatan sumber belajar (learning resource) untuk kepentingan pemecahan masalah belajar yang dihadapi setiap peserta didik (Ishak Abdulhak & Deni Darmawan, 2013 : 114).

Teknologi Pembelajaran(Teknologi Pendidikan)

Teknologi Kerja

PembelajaranAudiovisual

PeragaanAjaran

Gambar 1. Perkembangan Teknologi PembelajaranTeknologi informasi dan komunikasi mendominasi teknologi pendidikan antara tahun 1980-1990-an hingga saat ini. Ditandai dengan banyaknya sumber belajar dan bahan-bahan ajar yang berasal dari komputer dan internet. Aplikasi teknologi komunikasi dan informasi telah memungkinkan terciptanya lingkungan belajar global yang berhubugan dengan jaringan yag menempatkan siswa di tengah-tengah proses pembelajaran, dikelilingi berbagai sumber belajar dan layanan elektronik. Internet telah menjadi sumber belajar atau perpustakaan yang terbesar yang didalamnya terdapat jutaan bahkan miliaran informasi. Dengan internet kita dapat berkomunikasi dan belajar secara langsung walau dalam jarak yang jauh dan tempat yang berbeda (digital online) (Ishak Abdulhak & Deni Darmawan, 2013 : 115).Penerapan teknologi pendidikan tidak hanya pada pendidikan yang pada ummnya berlaku disekolah, atau pelatihan yang dilaksanakan oleh lembag-lembaga, institusi atau departemen saja, tetapi penerapan teknologi pendidikan juga berkembang luas di luar lembaga pendidikan. Kegiatan belajar tidak hanya dilakukan oleh perseorangan, melainkan juga oleh kelompok dan organisasi (Ishak Abdulhak & Deni Darmawan, 2013 : 117).C. Kawasan Teknologi PembelajaranTeknologi pembelajaran berupaya untuk merancang, mengembangkan, dan memanfaatkan aneka sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau memfasilitasi seseorang untuk belajar dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja, dan dengan cara dan sumber belajar apa saja yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya ( Bambang Warsita, 2008 : 20).

Pengelolaanproses dan sumberbelajarPengembanganproses dan sumberbelajarTeoridanPraktikPenilainproses dan sumberbelajar

Desainproses dan sumberbelajar

PemanfaatanProses dan sumber belajarbelajar

Gambar 1 Bagan hubungan antar kawasan teknologi pembelajaran (Seels & Richey, 2000 : 29Ada lima domain atau bidang garapan teknologi pembelajaran atau teknologi instruksional berlandaskan definisi AECT 1994, yaitu desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penelitian tentang proses dan sumber untuk belajar. Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang teknologi pembelajaran. Setiap kawasan tidak berjalan sendiri, tetapi memiliki hubungan yang sinergis. Hubungan antar kawasan yang saling menlengkapi dapat dilihat pada gambar 1 (Bambang Warsita, 2008 : 20).1. Kawasan DesainDesain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum dan pada tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul. Definisi ini sesuai dengan definisi desain sekarang yang mengacu pada penentuan spesifikasi (Ellington dan Haris, 1986; Reigeluth, 1983; Richey, 1986). Berbeda dengan definisi terdahulu. Definisi ini lebih menekankan pada kondisi belajar bukanna pada komponen-komponen dalam suatu sistem pembelajaran (Wellington, et.al, 1970). Jadi ruang lingkup desain pembelajaran telah diperluas dari sumber belajar atau komponen individual sistem ke pertimbangan maupun lingkungan yang sistemik (Ishak Abdulhak & Deni Darmawan, 2013 : 176).Domain atau kawasan pertama teknologi pembelajaran adalah desain atau perancangan yang mencakup penerapan berbagai teori, prinsip, dan prosedur dalam melakukan perencanaan atau mendesain suatu program atau kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara sistemis dan sistematis. Kawasan desain menurut Seels & Richey (2000 : 31) dapat dilukiskan dalam gambar 2 berikut ini.

KAWASAN DESAIN

1. Desain Sistem Pembelajaran2. Desain Pesan3. Strategi Pembelajaran4. Krakteristik Peserta Didik

Gambar 2 Kawasan DesainYang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kodisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk (Seels & Richey, 2000 : 32). Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran terprogram (progammed instructions). Pada tahun 1969 pemikiran Herbert Simon yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian tentang desain. pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti Learning Resource and Development Center pada tahun 1960 semakin memperkuat jkajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, Direktur Learning Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari teknologi pendidikan (Bamabang Warsita, 2008 : 22).Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut. Melalui James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap mulai berkembang menjadi sutau metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi perbelajaran. Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-an. Kolaborasi Robert M.Gagne dengan Lesli Briggs telah menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desssain pembelajaran menjadi semakin hidup (Bambang Warsita, 2008 : 22).Kawasan desain ini meliputi emapat cakupam utama dari teori dan praktik yaitu : (1) desain sistem pembelajaran; (2) desain pesan; (3) strategi pembelajaran: (4) karakteristik peserta didik (Seels & Richey, 2000 : 33).a. Desain sistem pembelajaranWalaupun kajian desain pembelajaran merupakan disiplin tertua dalam studi teknologi pembelajaran, istilah desain masih menimbulkan banyak penafsiran. Banyak definisi diberikan secara berbeda-beda antara satu ilmuan dengan ilmuan dengan yang lainnya. Seels dan Richey (1994 : 30) memberikan definisi tentang design is process of specifying conditions for learning (desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar).Definisi ini menekankan pada proses disamping kondisi belajar, sehingga ruang lingkupnya mencakup sumber belajar atau komponen sistem, lingkungan, dan berbagai aktivitas yang membentuk proses pembelajaran. Disamping itu, desain juga dapat dipahami dari hasil suatu proses desain, seperti pernyataan berikut; the design component oh the instructional systems design proces result in plan or blueprint for giding the development of instruction (Gagne, dkk.,26). Maksudnya adalah komponan desain dari suatu proses desain sistem pembelajaran menghasilkan suatu rencana atau blueprint untuk mengarahkan pengembangan pembelajaran (Muhammad Yaumi, 2013 : 6).Jika definisi desain ditekankan pada proses dan kondisi belajar, maka komponen desain menghasilkan cetak biru (blue print) atu disebut dengan prototipe (prototype). Seperti dijelaskan oleh Gentry (1994 : 160) bahwa a prototype is a fungsional version of an instructional unit, usually in an unfinished state, whose effectiveness and efficiency can be tested. Artinya, prototipe adalah waktu versi fungsional dari suatu pembelajaran, biasanya masih dalam bentuk yang belum selesai, dimana efektivitas dan efisensinya masih perlu diuji. Prototipe yang telah diuji efektivitas dan efisiensinya itulah yang kemudian disebut dengan produk berupa model yang merupakan hasil dari suatu pengembangan (Muhammad Yaumi, 2013 : 6).Desain sistem pembelajaran (instructional system desaign) dipahami sebagai an organized procedure that in cludes the steps of analyzing, designing, developing, implementing and evaluation instruction. Desain sistem pembelajaran adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisisan, perancangan, pengembangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian pembelajaran. Langkah desain dalam definisi ini merujuk pada pengertian yang bersifat mikro dan makro karena berimplikasi pada pendekatan sistem dan langkah-langkah yang harus diikuti dalam pendekatan sistem (Muhammad Yaumi, 2013 : 7).Hampir sama dengan definisi di atas, Gagne dkk (2005 : 18) mengatakan bahwa Instructional Systems Design (ISD) is the process for creating instructional systems (desaign sistem pembelajaran adalah suatu proses menciptakan sistem pembelajaran). Instructional Systems Design (ISD) yang dimaksud mengandung proses yang sistematik dan sistemik, yang didalamnya mencakup segala sesuatu yang dapat didokumentasikan, aplikasinya dapat ditiru, dan hasilnya dapat diprediksi (Muhammad Yaumi, 2013 : 7).Desain sistem pembelajaran yaitu prosedur yang terorganisasi dan sistematis untuk : (a) penganalisaan (program perumusan apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan belajar); (d) pelaksanaan atau aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi); dan (e) penilaian (proses pentuan ketetapan pembelajaran) (Seels & Richey, 2000 : 33).Desain sistem pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langka-langkah tersebut harus tuntas. Dalam desain sistem pelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses. Pembelajaran yang berkualitas dapat diwujudkan, bilamana proses pembelajaran direncanakan dan dirancang dengan matang dan saksama, tahap demi tahap, dan proses demi proses (Pannen, 2003).Sedangkan menurut Twelker, Urbach, dan Buck (1972) dalam Suparman (2004 : 36) pengemangan instruksional adalah suatu cara yang sistematis untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengevluasi satu set bahan dan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Wujud pengembnagn instruksional adalah produksi dan penggunaan media instruksional, evaluiasi instruksional dan pengelolaan instruksional. Jadi, pengembangan instruksional merupakan salah satu teknologi perangkat lunak (software technology) yang canggih untuk membangun sistem instruksional yang berkualitas tinggi (Suparman, 2004 : 31).

b. Desain pesanDesan pesan yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi, dan daya tangkap (Seels & Richey, 2000 : 33-34). Fleming dan Levie (1993) membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau simbol yang dapat memodifikasi perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti bahan visual, urutan, halaman, dan layar secara terpisah. Desain pesan harus bersifat spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda, tergantung pada jenis medianya apakah bersifat statis, dinamis, atau kombinasi keduanya (misalnya suatu potret film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan ketrampilan, strategi belajar atau hafalan. Dengan demikian desain pesan ini melibatkanperancangan untuk menentukan jenis media dan format sajian yang paling menarik untuk meyampaikan pesan-pesan pembelajaran kepada peserta didik (Bambang Warsita, 2008 : 24).Menyampaikan pembelajaran sesuai dengan konsep teknologi pembelajaran pada hakikatnya merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada peserta didik oleh narasumber dengan menggunakan bahan, alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu (Gafur, 1986 : 5). Agar penyampaian pesan tersebut efektif, perlu diperhatikan beberapa prinsip desain pesan pembelajaran, yaitu sebagai berikut: a) kesiapan dan motivasi (readiness and motivation); b) penggunaan alat pemusat perhatian (attention directing devices); c) partisipasi aktif peserta didik (students active participation); d) perulangan (repetition); dan e) umpan balik (feedback) (Bambang Warsita, 2008 : 24).

c. Strategi pembelajaranStrategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu mata pelajaran (Seels &Richey, 2000 :34). Strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen pembelajaran. Dalam mengaplikasika suatu strategi pembelajaran tergantung pada situasi belajar, sifat materi, dan jenis belajar yang dikehendaki (Bambang Warsita, 2008 : 24).Penilitian dalam strategi pembelajaran telah memberikan kontribusi terhadap pengetahuan tentang komponen pembelajaran. Secara khas, strategi pembelajaran berinteraksi dengan situasi pembelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar, seperti belajar induktif, serta komponen dari proses belajar mengajar, seperti motivasi dan elaborasi (Reigeluth, 1978b).Reigeluth (1983a) membedakan antara strategi mikro dan makro: mikro adalah metode dasar untuk mengorganisasikan pembelajaran dalam suatu gagasan tunggal (yaitu sebuah konsep, prinsip, yang tunggal dan sebagainya).Hal tersebut mencakup komponen strategi seperti definisi, contoh, latihan, dan bentuk sajian lain lain. Variabel strategi makro adalah metode dasar untuk mengorganisasikan aspek pembelajaran yang berhubungan dengan gagasan lebih dari satu seperti mengumpulkan, membuat sintensis, dan membuat tingkasan (mem-preview dan merevisi) gagasan-gagasan yang diajarkan (Ishak Abdulhak & Deni Darmawan, 2013 : 178).Strategi instruksional ini merupakan proses memilih, menyusun kegiatan pembelajaran dalam suatu unit pembelajaran seperti urutan, sifat materi, ruang lingkup materi, metode, dan media yang paling sesuai untuk mencpai kompetensi pembelajaran. Strategi pembelajaran berkenaan dengan pendekatan pembelajaran dalam mengelola kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistematis, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik secara efektif dan efisien (Suparman, 2004 : 206). Oleh karena itu dalam aplikasinya terdapat empat aspek sebagai berikut :1. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan guru dalam menyampaikan materi atau isi pelajaran kepada peserta didik.2. Metode pembelajaran, yaitu cara guru mengorganisasikan materi pelajaran dan peserta didik agar terjadi proses belajar seara efektif dan efisien.3. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.4. Waktu yang digunakan guru dan peserta didik dalam menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan pembelajaran.Selanjutnya, Intulogy (2012) menyarankan tiga isu utama perlu diperhatikan oleh para pengembang pembelajaran dalam mengembangkan strategi pembelajaran. Ketiga isu utama yang dimaksud diilustrasikan dengan tiga pertanyaan sebagai berikut :1. Bagaimana materi pembelajaran dikelompokkan dan diurutkan ?2. Apa metode dan taktik pelajaran yang digunakan dalam menyajikan materi (bahan) ?3. bagaimana alat penilaian mengukur keberhasilan peserta didik ?Selain yang disarankan oleh Intulogi (2012) dengan tiga pertanyaan diatas, (Gagne dkk.,2005 : 246) menjabarkan peristiwa belajar atau yang dikenal dengan the nine event of instruction yang dihubungkan dengan strategi peembelajaran, yang mencakup :1. Gaining attention (menarik perhatian).2. Informasi learners of the objective (menjelaskan tujuan pembelajaran).3. Stimulating reall of prior learning (mengingatkan pengetahuan sebelumnya).4. Presenting the stimulus (memberi stimulus).5. Providing learning guidance (memberi petunjuk belajar).6. Eliciting performance ( memfasilitasi berkembangnya kinerja).7. Providing feedback (memberi umpun balik).8. Assesing performance (menilai kemampuan atau kinerja).9. Enhancing retention and transfer (meningkatkan pemahaman dan transfer pengetahuan peserta didik).

Masing-masing dari sembilan peristiwa belajar tersebut dapat disertai dengan satu atau lebih aktivitas pembelajaran (instructional acitivity). Namun tampaknya kesembilan paristiwa belajar diatas tidak seluruhnya dapat terintefrasi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peristiwa pembelajaran tersebut, lemudia disederhanakan ke dalam lima komponen yang merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Kelima kommponen tersebut terdiri atas : (1) aktivitas sebelum pembelajaran; (2) penyajian isi pembelajaran, (3) partisipasi peserta didik, (4) penilaian, (5) aktivitas atau kegiatan tindak lanjut (Dick dan Carey, 2009).1. Aktivitas sebelum pemebelajaranAktivitas pra pembelajaran (aktivitas pendahuluan) adalah bentuk aktivitas yang dilakukan sebelum memulai pemebelajaran formal yang menyajikan isi informasi kepada peserta didik. Paling sedikit ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam mendesain aktivitas pendahuluan, yakni memberikan motivasi kepada peserta didik, memberi informasi kepada peserta didik tentang apa yang akan dipelajari, dan meyakinkan bahwa peserta didik mempunyai pengetahuan persyaratan untuk memulai pembelajaran (Muhammad Yaumi, 2013 :212).

2. Penyajian isi PembelajaranAktivitas inti atau penyajian isi pembelajaran adalah penyajian informasi, konsep, aturan-aturan, atau prinsip isi pembelajaran kepada peserta didik. Konsep yang disajikan harus merujuk pada tujuan pembelajaran, sehingga informasi yang didiskusikan atau dijelaskan tidak keluar dari esensi yang seharusnya menjadi inti pembahasan. Konsep yang menjadi inti pembahasan bukan saja berhubungan dengan informasi baru, melainkan juga harus diperhatikan saling keterkaitannya dengan konsep-konsep yang lain, atau konsep dan pengalaman yang telah ada pada pesera didik. Perlu juga menentukan jenis atau sejumlah contoh dari masing-masing konsep karena di satu sisi peserta didik belajar tentang konsep dan cara menggunakan contoh dan petunjuk kerja untuk menyelesaikan tugas pembelajaran. Peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran perlu difasilitasi dengan pemberian contoh dan petunjuk secara umum yang seharusnya diintegrasikan ke dalam strategi pembelajaran. Istilah penyajian konten (isi) pembelajaran disini menyiratkan adanya totalitas isi yang dipelajari dengan menggunakan contoh-contoh dari petunjuk kerja dalam bentuk ilustrasi, diagram, demonstrasi, model pemecahan masalah, scenario, studi kasus, contoh kinerja, dan sebagainya (Muhammad Yaumi, 2013 :212-213).

3. Partisipasi peserta didikPartisipasi peserta didik merujuk pada keterlibatan langsung pserta didik dalam proses pembelajaran. Salah satu komponen yang paling penting dalam proses pembelajaran adalah praktik yang diikuti dengan kegiatan umpan balik. Proses pembelajaran akan dapat ditingkatkan ketika adanya aktivitas yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Peserta didik perlu diberikan kesempatan untuk memperhatikan apa yang telah dan akan dipelajari. Salah satu bentuk pendekatan yang biasa digunakan adalah mengintegrasi tes praktik (practice test) dalam pembelajaran. Pendekatan lain yang umum digunakan adalah memberikan kesempatan secara informal kepada peserta didik untuk menguji atau memaparkan kembali tugas yang telah dipelajari. Pemdekatan ini tidak hanya menyangkut segala sesuatu yang mampu dilakukan, tetapi juga diberi kesempatan untuk dilakukan umpan balik atau menanyakan informasi mengenai kinerja yang dapat ditunjukan oleh peserta didik. Misalnya, penjelasan tentang jawaban yang benar atau salah. Jika jawaban peserta didik salah, pendidik mempersiapkan jawaban yang benar disertai penjelasannya (Muhammad Yaumi, 2013 : 213).

4. PenilaianPenilaian (assessment) adalah proses mengumpulkan dan mendiskusikan informasi dari berbagai sumber untuk mengembangkan pemahaman terhadap apa yang telah dipahami, dimengerti, dan yang dapat dilakukan oleh pserta didik sebagai hasil dari pengalaman belajarnya (University of oregon, 2011). Penilaian adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu pada ukuran tertentu, seperti menilai baik atau buruk, sehat, atau sakit, pandai atau bodoh, dan tinggi atau rendah. Kata lain yang hampir sama dengan penilaian adalah evaluasi dan pengukuran. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau mmbuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan atau program telah tercapai. Adapun pengukuran merupakan suatu kegiatn yang dilakukan untuk mengukur atau memberi angka terhadap sesuatu yang disebut objek pengukuran atau objek ukur (Djaali dan Pujdi Muljono, 2004 : 1-2). Seharusnya dalam penilaian hasil belajar, perlu dibedakan antara the learning (materi perolehan belajar) dan the learner (posisi peserta didik dalam kelompok). Penilaian terhadap the learning menggunakan critarion referenced test untuk menilai perolehan yang sudah dicapai individu secara tuntas. Adapun the leaner menggunakan norm referenced test untuk menilai kedudukan individu dalam kelompok atau kedudukan kelompok dalam posisinya terhadap seluruh populasi secara formal (Semiawan, 2007 : 191).Untuk memberi penilaian apakah peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran seperti yang direncanakan atau belum, perlu menggunakan instrumen penilaian yang dapat dilakukan melalui tes dan nontes. Tes adalah lat yang yang digunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat konten atau materi tertentu. Tes dapat dibagi kedalam empat bagian, yakni tes persyaratan, prates, tes praktik, dan posttest. Tes prasyarat; berfungsi untuk mengukur penguasaan terhaap pengetahuan prasyarat atau pengetahuan yang telah diperoleh sebelum memulai pembelajaran. Prates (pretest) adalah bentuk pengukuran yang bertujuan untuk menilai apakah peserta didik telah menguasai sebagian atau seluruhnya tentang materi yang akan diperoleh pada pembelajaran. Tes praktik (practice test) adalah penilaian yang bertujuan mengetahui partisipasi aktif peserta didik selama berlangsungnya pembelajaran. Adapun, posttest adalah suatu bentuk pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui dan mengukut ketercapaian tujuan pembelajaran (Muhammad Yaumi, 2013 : 214).5. Aktivitas atau kegiatan tindak lanjutAktivitas atau kegiatan tindak lanjut, yang bertujuan untuk mereview keseluruhan strategi untuk menentukan apakah kebutuhan memori dan transfer pengetahuan peserta didik telah memenuhi semua tujuan pembelajaran atau belum. Untuk mengetahui hal ini, perlu dilakukan review analisis konteks kinerja, yang menggambarkan kondisi peserta didik dalam menguasai dan mampu melakukan segala sesuau yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran (Muhammad Yaumi, 2013 : 215).Secara perinci, pembahasan mengenai strategi pembelajaran dapat merujuk dari Suparman (2010 : 208-238), yang membaginya dalam empat komponen utama, yaitu: (1) urutan kegiatan pembelajaran, (2) metode, (3) media, (4) waktu. Komponen urutan kegiatan pembelajaran mencakup pertama, bagian pendahuluan yang terdiri atas tiga langkah, yakni (a) penjelasan singkat tentang isi pembelajaran, (b) penjelasan tentang relevansi isi pembelajaran baru dengan pengalaman peserta didik, dan (c) penjelasan tentang tujuan pembelajaran. Kedua, bagian penyajian yang terdiri atas tiga langkah, yaitu (a) uraian, (b) contoh, dan (c) latihan. Ketiga, bagian penutup yang terdiri atas dua langkah, yakni: (a) tes formatif, dan (b) umpan balik dan tindak lanjut (Muhammad Yaumi, 2013 : 215).Dengan demikian, strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan peserta didik, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk menccapai kompetensi atau tujuan [embelajaran yang telah ditentukan. Dengan kata lain yang sistematis dalam mengomunikasikan isi pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Suparman, 2004 : 207).d. Karakteristik peserta didikSemua orang dilahirkan dengan bentuk muka dan warna kulit yang berbeda-beda sekalipun anak yang dilahirkan kembar. Mengelola perbedaan bukan berarti memberikan ruang yang sebebas-bebasnya untuk mengembangkan berbedaan tanpa diserta dengan pencarian persamaan. Keunikan tersebut terdiri atas keunikan yang bersifat umum atau disebut dengan karakteristik umum dan keunikan khusus disebut karakteristik khusus (Muhammad Yaumi, 2013 : 118-119).

Domain interaktif :kecerdasan verbal linguistik, interpersonal, badaniyah-kinestetikPengetahuan persyaratanKarakteristikUmumKecerdasan JamakGaya BelajarAuditori, visual& kinestetikKarakteristikPeserta didikKomponen AwalPengetahuan awal tentang topikUmur, gender, etnik,budaya, tradisi, suku,status sosial, wilayah.

Domain analitik : kecerdasan logis-matematik, berirama musik naturalis

Domain introspeksi :kecerdesan visual, intrapersonal & eksitensialGamabar 3. Karakteristik Peserta DidikKarakteristik peserta didik yaitu aspek latar belakang pengalaman peserta didik yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya (Seels & Richey, 2000 : 35). Karakteristik peserta didik mencakup keadaan sosio-psiko-fisik peserta didik. Secara psikologi, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik peserta didik yaitu berkaitan dengan kemampuannya (ability), baik yang berdifat potensial maupun kecakapan nyata dan kepribadiannya, seperti sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya (Bambang Warsita, 2008 : 26).Analisis karakteristik peserta didik merupakan suatu pendekatan psikologi dalam rangka menggambarkan keadaan peserta didik. Karakter yang dimiliki dapat berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman, pengalaman relevan, persepsi, kebutuhan yang dirasakan, dan berbagai kemungkinan yang tekait dengan peserta didik (Bambang Warsita, 2008 : 26).Analisis karakteristik peserta didik merupakan titik areal dalam mempreskripsikan strategi pembelajaran. Bila tidak maka teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang dikembangkan sama sekali tidak akan ada gunanya bagi pelaksanaan pembelajaran (Degeng, 1991). Oleh karena itu, karakteristik peserta didik sebagai suatu variabel yang paling berpengaruh dalam pengembangan strategi pembelajaran (Reigeluth, 1983).Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik, perlu diperhatikan karakteristik awal peserta didik. Yang dimaksud dengan karakteristik awal adalah segala ciri peserta didik yang berkaitan erat dengan keperluan penyusunan srategi pembelajaran. Karakteristik ini tidak boleh diabaikan dalam menyusun strtegi pembelajaran agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan nyaman dan bermotivasi tinggi. Peserta didik perlu merasa bahwa proses pembelajaran itu sesuai dengan dirinya dan memang untuk dirinya (Atwi Suparman, 2012 : 71).Karakteristik awal itu antara lain meyangkut motivasi belajar, akses terhadap sumber belajar, kebiasaan belajar, domisili tempat tinggal dikur dengan jarak dari pusat penyelengaraan pendidikan, saluran komunikasi dan media yang tersedia, disiplin dalam mengatur waktu, kebiasaan belajar sescara sistematik, dan kebiasaan belajar dalam berpikir tentang penerapan materi yang dipelajari (Atwi Suparman, 2012 : 71).Perilaku dan karakteristik awal peserta didik (Atwi Suparman, 2012 : 38-39) yang relevan dengan proses pembelajaran yang akan dilakukan misalnya :1. Latar belakang pendidikan dan pengalaman sebelumnya mengandung kompetensi yang telah dikuasainya. Bila latar belakang kompotensi yang diperoleh dari pendidikan dan pengalaman selaras dengan bahan pembelajaran yang sedang ditempuhnya, maka pengetahuan, ketrampilan, dan sikap awal yang dimilikinya dapat menjadi modal awal untuk mempelajari bahan tersebut. Dengan demikian, dapat diharapkan proses pembelajaran yang akan dilaluinya akan lebih mudah dan kemungkinan untuk berhasil menjadi lebih besar.2. Motivasi belajar yang mengandung pengertian dorongan dan semangat serta rasa ingin tahu (curiosity) yang dimiliki untuk mempelajari bahan pembelajaran tersebut, akan memudahkannya dalam proses pembelajaran.3. Aksesnya terhadapsumber belajar yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari. Ketersediaan sumber belajar itu akan mempermudah peserta didik untuk belajar kapan saja serta dapat merangsangnya untuk rajin belajar.4. Kebiasaan belajar melalui pembelajaran tatap muka atau mandiri. Bila terbiasa belajar mandiri, maka dapat diharapkan peserta didik akan menggunakan waktu belajar yang lebih panjang. Ini karena pada saat tidak ada pengajar didepannya, ia tetap belajar sendiri.5. Domisili tempat tinggal yang diukur dengan jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar atau lembaga penyelenggara pendidikan. Jarak tempuh yang memaai dan tidak tidak terlalu jauh akan memberikan kemunngkinan lebih besar untuk berinteraksi dengan berbagai sumber belajar di pusat kegiatan belajar dan kesempatan mendapatkan bantuan beljar seperti kpnseling, tutorial, dan kegiatan ekstrakurikuler menjadi lebih banyak.6. Aksesnya terhadap saluran komunikasi dan media pembelajaran untuk digunakan dalam pembelajaran seperti telepon, komputer, buku, atau media tercetak (printed materials). Ketersediaan saluran komunikasi dan media akan mendorong keinginan unutk mendorog keinginan untuk menggunakannya dalam pembelajaran, baik secara mandiri maupunmelalui interaksi dengan teman sejawat dan pembimbing.7. Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu belajar secara teratur akan lebih mudah mempercepat penyelesain tugas-tugas (assigments).8. Kebiasaan belajar secara sistematik akan sangat kondosif untuk menguasai bahan pembelajaran lebih cepat dan lebih baik.9. Kebiasaan belajar sambil berfikir untuk menerapkan hasilnya dalam kehidupan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat baik unutk memelihara motivasi belajar sepanjang proses pembelajaran.

Menurut Mudhoffir (1990), Faktor-faktor yang perlu diketahui mengenai karakteristiktik peserta didik adalah sebagai berkut :1. Faktor-faktor akademisa. berapa jumlah siswa dalam satu kelas.b. apa latar belakang pendidikan (sekolah yang pernah ditempuh).c. bagaimana nilai rata-rata yang dicapai tiap sekolah.d. apakah siswa mempunyai kebiasaan bekerja sendiri.e. apakah tingkat intelegensi siswa tinggi, sedang atau rendah.f. apakah siswa mampu membaca cepat.g. apa saja yang dikuasai siswa.h. bagaimana motivasi belajar siswa.i. bagaimana aspirasi kebudayaan dan vokasional siswa.

2. Faktor-faktor sosiala. umur.b. kematangan.c. apakah ada siswa teladan dalam satu kelas.d. apakah ada siswa yang cacat fisik.e. bagaimana hubungan antar siswa.f. bagaimana latar belakang sosial-ekonomis.

3. Kondisi belajarMenurut Dunn and Dunn, kondisi belajar dapat mempengaruhi konsentrasi, pencerapan, dan penerimaan informasi. Pengaruh kondisi lingkungan tempat belajaar terhadap seseorang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda-beda. Dunn and Dunn membagi kondisi belajar menjadi empat golongan :a. lingkungan fisik (physical environment), seperti pengaruh suara, cahaya, temperatur, dan pengaturan meja kursi serta perabotan (furniture)setempat.b. lingkungan emosional (emotional environment), seperti motivasi individu, ketepatan tugas, dan tanggung jawab.c. lingkungan sosiologis (sociological environment), seperti kebiasaan belajar/bekerja sendiri atau bersama, tanggapan terhadap orang/pejabat yang berkuasa, dan lain-lain.d. kondisi fosiologis siswa sendiri (students own physiological make up), seperti ketajaman atau kelemahan indera, kebutuhan gizi, tidak atau banyak mobilitas, penghargaan terhadap waktu sehari-hari, irama kehidupan, dan bagaimana sikapnya terhadap efisiensi tugas-tugas.

4. Teknik belajarIdentifikasi teknik belajar ini berkaitan dengan usaha meningkatkan perhatian siswa, dan ini disebut cognitive style mapping. Teknik ini meyediakan suatu kerangka dalam menggambar dan mencari sebab-sebab, mengapa individu-individu mempunyai teknik belajar yang berbeda-beda.

Perilaku dan karakteristik awal dibawa oleh peserta didik pada saat memulai proses pembelajarn. Pengajar perlu mendesain pembelajaran yang sesuai (compatible) dengan perilaku awal dan karakteristik peserta didik tersebut. Pengajar yang mengabaikan perilaku awal dan karakteristik awal akan menghasilkan pembelajaran yang tidak menyenangkan, baik bagi pengajar sendiri maupun bagi peserta didik. Akibatnya, hasil belajar peserta didik kurang maksimal (Atwi Suparman, 2012 : 39-40).

2. Kawasan PengembanganKawasan teknologi pembelajaran berikutnya adalah pengembangan yang berarti proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik (Seels & Richey, 2000 : 38). Kawasan pengembangan mencakup pengembangan teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer dan multimedia (Seels & Richey, 2000 : 38) yang disajikan dalam gambar 4 (Bambang Warsita, 2008 : 26).Kawasan pengembangan ini berakar pada produksi media. Melalui proses yang bertahun-tahun perubahan dalam kemampuan media ini berakibat pada perubahan kawasan (Bambang Warsita, 2008 : 26).

KAWASAN PENGEMBANGAN

1. Teknologi Cetak2. Teknologi Audiovisual3. Teknologi Berbasis Komputer4. Teknologi Multimedia

Gambar 4. Kawasan pengembanganKawasan pengembangan ini meliputi: (1) teknologi cetak; (2) teknologi audiovisual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) multimedia (Seels & Richey, 2000 : 39).a. Teknologi cetakTeknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti: buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau fotografis (Seels & Richey, 2000 : 40). Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentukcetakan guna eperluan pembelajaran merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak. Dengan demikian, meia cetak merupakan teknologi generasi pertama dalam teknologi pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 : 28)Dua komponen teknologi ini adalah bahan teks verbal dan visual. Pengembangan kedua jenis bahan pembelajaran tersebut sangat tergantung pada teori persepsi visual, teori membaca, pengelolaan informasi oleh manusia dan teori belajar. Secara khusus, teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut :1. Teks dibaca secara linear , sedangkan visual direkam menurut ruang.2. keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif.3. keduanya berbentuk visual yang statis.4. pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual.5. keduanya berpusat pada peserta didik.6. informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.Sedangkan pengembangan bahan belajar cetak (modul) yang berkualitas harus didasarkan pada teori psikologi khususnya teori belajar, sosiokultural peserta didik, desain instruksional, dan riset fitur-fitur tipologis bahan belajar cetak yang dapat membantu peserta didik untuk belajar. Oleh karena itu, bahan belajar cetak harus didesain tidak hanya memperhatikan segi kebenaran materi, tetapi juga ketepatan komunikasi, tata saji, dan pedagogis (Bambang Warsita, 2008 : 29).Bahan belajar cetak dominan menggunakan bahasa. Ragam bahasa yang digunakan hendaknya sederhana, lomunikatif, dan interaktif. Sedangkan informasi yang disampaikan dengan bahasa cenderung bersifat abstrak. Bila bahasa yang dipakai kurang menarik dan sulit dicerna, tentu peserta didik akan bosan. Untuk menghindari yang abstrak perlu digunakan visual. Visualisasi ini dapat berbentuk gambar, foto, likisan, bagan, diagram, grafik, skema, flowchart, ilustrasi, kartun, dan tulisan hias. Selain itu, dapat juga dalam bentuk desain grafis, warna, ukuran, jarak, bentuk jenis huruf dan sebagainya (Bambang Warsita, 2008 : 29).Pemanfaatan media cetak ini sangat fleksibel. Fleksibilitas pemanfaatan media cetak ini mencakup fleksibilitas tempat (dapat digunakan dimana saja), waktu (kapan saja), wujud (buku materi pokok, buku pelajaran, pendun belajar, pamflet, brosur, peta, chart, dan lain-lain) serta kemampuan untuk dipadukan atau diintegrasikan dengan media lain, seperti program audio dan vidio (Bambang Warsita, 2008 : 29).b. Teknologi audiovisualTeknologi audiovisual adalah cara memproduksi dan meyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual (Seels & Richey, 2000 : 41). Pembelajaran audiovisual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras didalam proses pembelajaran. Peralatan audiovisual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penyayangan visual yang berukuran besar. Pemebelajaran auduovisual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan belajar yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pemdengarannyang secara eksklusif tidak selalu harus tergantung kepada emahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis vidio (Bambang Warsita, 2008 : 29-30).Media audiovisual atau sering disebut vidio mempunyai potensi tinggi dalam penyampaian pesan maupun kemampuannya dalam menarik minat dalam perhatian peserta didik. Media vidio telah terbukti memiliki kemampuan yanng efektif (penetrasi lebih dari 70%) untuk menyampaikan informasi, hiburan, dan pendidikan. Dengan demikian, salah satu media pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pencapaian kompetensi atau tujuan pemeblajaran adalah media vidio pembelajaran. Dengan kata lain media vidio pembelajaran adalah program vidio yang dirancang, dikembangkan, dan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 : 30).Media vidio adalah media visual gerak (motion pictures) yang dapat diatur percepatan gerakannya (gerak dipercepat atau diperlambat). Hal ini memungkinkan media vidio efektif bila digunakan untuk membelajarkan pengetahuan yang berhubungan dengan unsur gerak (motion). Misalnya pada mata pelajaran fisika, dapat digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan gerak; seperti gerak jatuh suatu benda, gerak peluru, den sebagainya. Menurut Paul Bosner (1997 : 60) vidio pembelajaran merupakan aplikasi dari berbagai metode dan teknologi audiovisual yang dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 : 30).

Secara khusus, teknologi audiovisual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut :1. Bersifat linier.2. Menampilkan visual yang dinamis.3. secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang.4. cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak.5. Dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif.6. sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar peserta didik.Selain itu media vidio pembelajaran mempunyai potensi untuk (a) memperbesar objek yang sangat kecil dan bahkan yang tidak tampak secara kasat mata (misalna perkembangan sel atau virus penyakit); (b) menyajikan objek yang terletak jauh sekali (misalnya kawah di bulan, hujan salju di daerah salju); dan (c) menyajikan peristiwa yang rumit, berlangsung sangat cepat, dan berbahaya (misalnya operasi jantung, meletusnya gunung merapi, radiasi nukli, dan lain-lain) (Suparman dan Zuhairi, 2004 : 351-357).Pengembangan media vidio pembelajaran berdasarkan konsep teknologi pembelajaran dapat menggunakan desain instruksional, yaitu melalui tahap perancangan (analisis kebutuhan, penyusunan GBIM dan JM, penulisan naskah), tahap produksi (persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaiaan atau paska produksi) dan evaluasi (evaluasi pramaster yang meliputi evaluasi ahli, evaluasi orang per orang, dan evaluasi kelompok kecil serta uji coba lapangan) sehingga dapat menghasilkan media vidio pembelajaran yang berkualitas (Bambang Warsita, 2008 : 31).Media vidio sesuai dengan fungsinya sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan sebgai media pembelajaran karena dalam berbagai hal vidio dapat memberikan rangsangan, membawa serta, memicu, membangkitkan, mempengaruhi peserta didik untuk melakukan sesuatu, memberikan saran-saran, memberikan warna, membelajarkan menghibur, memperkuat, menggiatkan, menyampaikan pengaruh dari orang lain, memperkenalkan berbagai identitas (ciri) sesuatu, memberikan contoh, proses internalisasi tingkah laku, berbagai bentuk partisipasi serta penyesuaian diri dan lain-lain (Brown, 1977 : 347).Media vidio memliki potensi yang cukup besar jika dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang memungkinkan peserta didik akan dapat mengamati secara langsung terutama wujud benda yang sesungguhnya (asli), mengamati proses dari suatu kejadian atau suatu perubahan, mengamati perbedaan warna, dan mengamati suatu gerakan dan lain-lain yang diiringi dengan suara (Bambang Warsita, 2008 : 32).Berdasarkan berbagai studi yang dilaksanakan diberbagai negara, dampak/pengaruh positif media vidio yang signifikan dikalangan peserta didik adalah bahwa origram audiovisual dapat (a) meningkatkan pengetahuan; (b) menumbuhkan keinginan atau motivasi untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lebih lanjut; (c) meningkatkan perbendaharaan kosakata, istilah/jargon, dan kemampuan berbahasa secara verbal dan nonverbal; (d) meningkatkan daya imajinasi dan kreativita peserta didik; (e) meningkatkan kekritisan daya pikir eerta didik karena dihadapkan pada dua realitas gambar dunia; (f) memicu minat baca dan motivasi belajar peserta didik (Senjdaja, 1999).c. Teknologi berbasis komputerTeknologi berbasis komputer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan belajar dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor (Seels & Richey, 2000 : 42).Teknologi komputer, baik yang berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (Software) biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut :1. Dapat digunakan secara acak, disamping secar linier.2. Dapat digunakan sesuai dengan keinginan peserta didik , disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.3. Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol, maupun grafis.4. Prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan.5. Belajar dapat berpusat pada peserta didik dengan tingkat interaktivitas tinggi.Dengan demikian, teknologi komputer memiliki sejumlah potensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran, yaitu : a) memungkinkan terjadinya pembelajaran; b) proses belajar dapat berlangsung secara individu sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar peserta didik; c) mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik; d) dapat memberi umpan balik terhadap respons peserta didik dengan segera; dan e) mampu menciptakan proes belajar yang berkesinambungan (Bambang Warsita, 2008 : 34).Adapun kelebihan program pembelajaran berbantuan komputer (CAI), yaitu sebagai berikut: a) interaktif; b) invidual; c) fleksibel; d) cost effectiveness; e) motivasi; f) umpan balik; g) record keeping; dan h) kontrol ada pada pengguna (user) (Bambang Warsita , 2008 : 34-35).Selain itu seperti dikutip Chaeruman (2008: 5-6) pembelajaran berbantuan komputer atau e-learning ini memungkinkan terjadinya proses belajar sebgai berikut :1. Aktif yaitu paeserta didik dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar yang menarik dan bermakna.2. Konstruktif yaitu peserta didik dapat menyambungkan ide-ide baru ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami suatu makna.3. Kolaboratif yaitu peserta didik dapat saling bekerja sama dalam suatu kelompok untuk berbagi ide, saran atau pengalaman, dan memberi masukan pada kelompok lainnya.4. Antusias yaitu peserta didik dapat secara aktif dan antusia atau bersemangat untuk berusaha mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan.5. Dialogis yaitu peserta didik dapat melalui proses belajar secara inherent merupakan proses sosial dan dialogis dimana peserta didik memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.6. Kontekstual yaitu situasi belajar peserta didik diarahkan pada proses belajar yang bermakna melalui pendekatan problem-based atau case-based learning yaitu diarahkan pada upaya untuk memecahkan suatu permasalahan.7. Replektif yaitu peserta didik dapat menyadari apa yang telah dipelajarinya serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri (Jonassen (1995), Norton et.al (2001).8. Multisensory yaitu pembelajaran dapat disampaikan kepada peserta didik melalui melalui berbagai modalitas belajar (multisensory) atau melalui berbagai panca indra, baik audio, visual. maupun kinestetik (dePorter et.al.,2000).9. High order thinking skills training yaitu melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan dan lain-lain). Serta untuk meningkatkan ICT & media literacy (Fryer, 2001)

d. MultimediaMultimedia atau teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan belajar dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer (Seels & Richey, 2000 : 43). Dengan kata lain, komputer multimedia adalah sebuah komputer yang dilengkapi dengan perangkat keras dan lunak sehingga memungkinkan data berupa teks, gambar, animasi, suara, dan vidio dapat dikelola (Hardhono, 2004 : 75). Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi multimedia, khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya interaktivitas peserta didik yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar (Bambang Warsita, 2008 : 36).Program multimedia interaktif merupakan salah satu media pembelajaran yang berbasis komputer. Media ini menggabungkan dan mensinergi semua media yang terdiri dari teks, grafis, foto, video, animasi, musik, narasi, dan interaktivitas yang diprogram berdasarkan teori dan prinsip-prinsip pembelajaran. Pembelajaran dengan multimedia atau teknologi terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :1. Dapat digunakan secara acak, disamping secara linier.2. Dapat digunakan sesuai dengan keinginan peserta didik, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.3. Gagasan-gagasan seriing disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman peserta didik, relevan dengan kondisi peserta didik, dan dibawah kendali peserta didik (user).4. Prinsip-prinsip teori belajar kognifikan dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran.5. Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada saat digunakan.6. Bahan belajar menunjukkan interaktivitas peserta didik yang tinggi.7. sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh dari banyak suber media.Pengembangan program multimedia menurut (Bates, 1995) perlu memperhatikan aspek-aspek atau kriteria, yaitu: aksesibilitas, cost (biaya), teaching-learning functions (efektivitas dalam pembelajaran), interactivity (interaktivitas), organization (pengorganisasian), novelty (kebaruan), dan speed (kecepatan revisi) (bambang Warsita, 2008 : 37).3. Kawasan PemanfaatanDomain ketiga dalam teknologi pembelajaran ialah kawasan pemanfaatan. Pemanfaatan adalah tindakan menggunakan metode dan model instruksional, bahan dan peralatan media untuk meningkatkan suasana pembelajaran. Adapun kawasan pemanfaatan menurut Seels & Richey (2000 : 46) dapat digambarkan sebgai berikut :

KAWASAN PEMANFAATAN

1. Pemanfaatan Media2. Divusi Inovasi3. Implementasi dan Instusionalisasi4. Kebijakan dan Regulasi

Gambar 5. Kawasan pemanfaatanPemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar (Seels & Richey, 2000 : 50). Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara peserta didik dengan bahan belajar atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan peserta didik dengan bahan belajar dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan peserta didik agar dapat berinteraksi dengan bahan belajar dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan belajar, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai peserta didik, serta pemasukannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan (Bambang Warsita, 2008 : 37-38).a. Pemanfaatan mediaPemanfaatan media yaitu penggunaan secara sistematis dari sumber belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Adapun beberapa contoh pemanfaatan media dalam kegiatan pembelajaran antara lain sebagai berikut :

1. Pemanfaatan media video dalam kegiatan pembelajaranSecara umum langkah-langkah pemanfaatan program video pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran adalah : 1) persiapan, yaitu: (a) penyusunan rancangan pemanfaatan video pembelajaran yang terintegrasu dengan Rencana Program Pembelajaran (RPP), (b) kegiatan-kegiatan sebelum memanfaatkan program video pembelajaran, peserta didik diminta mempersiapkan buku, alat tulis, dan peralatan lain yang diperlukan, mengatur tempat duduk peserta didik agar semua peserta didik dapat melihat/menyaksikan program video pembelajaran dengan baik, berikan apersepsi atau tujuan yang ingin dicapai setelah penayangan video dan lain-lain. 2) Pelaksanaan, yaitu selama menyaksikan program video pembelajaran, guru hendaknya mengawasi kegiatan peserta didik selama mgikuti program sehingga berjalan dengan tertib. 3) Tindak lanjut, yaitu setelah selesai penayangan program video pembelajaran guru hendaknya memberikan penjelasan atau ulasan terhadap materi yang telah dibahas dan sebagainya (Bambang Warsita, 2008 : 39-40).

2. Pemanfaatan kaset audio dalam kegiatan pembelajaranProgram kaset audio interaktif ini didesain sedemikian rupa sehingga peserta didik dimungkinkan dapat terlibat seara aktif dan terus-menerus berinteraksi dengan guru audio. Program kaset audio interaktif di dalam kelas di bawah bimbingan guru. Program yang dikemas di dalam kaset audio ini memungkinkan peserta didik dapat belajar, baik secara individual maupun kelompok dengan atau tanpa bimbingan guru, berinteraksi dengan program media audio pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 : 42).Di dalam program kaset audio, disediakan tempo (jeda) sehingga peserta didik mempunyai waktu yang memadai untuk melakukan berbagai perintah yang disampaikan oleh program audio. Setiap program audio diawali dengan musik yang dapat mendorong terciptanya interaksi para peserta didik dengan program. Adapun kelebihan pemanfaatan media kaset audio dalam kegiatan pembelajaran, antara lain sebgai berikut : 1) dapat diputar berulang-ulang tanpa mempengaruhi volume; 2) dapat dihapus secara otomatis dan pitanya dapat dipakai lagi; 3) dapat digunakan sesuia jadwal pelajaran yang ada; 4) dapat menyajikan kegiatan-kegiatan diluar sekolah; 5) dapat memberikan efisiensi dalam pembelajaran bahasa; 6) penyajian sepenuhya di kontrol oleh penyaji; 7) biaya produksi dan penggadaannya relatif murah; 8) peralatannya juga paling murah dibanding dengan media audiovisual lainnya. Sedangkan kelemahan kaset audio, antara lain sebagai berikut: a) daya jangkauannya terbatas; b) biaya jadi mahal apabila ingin disebarluaskan untuk menjangkau sasaran yang lebih luas (Bambang Warsita, 2008 :42-43).3. Pemanfaatan komputer dan jaringan internet dalam kegiatan pembelajaran.Pembelajaran berbantuan komputer dapat dimasukkan dalam dua kategori yaitu komputer mandiri (stand alone) dan komputer dalam jaringan internet. Perbedaan yang utama dalam keduanya terletak pada aspek interaktivitas. Dalam pembelajaran melalui komputer mandiri, interaktivitas peserta didik terbatas pada interaksi dengan bahan belajar yang ada dalam program pembelajaran. Pada pembelajaran dengan komputer dalam jaringan internet, interaktivitas peserta didik menjadi lebih banyak alternatifnya. Pada pembelajaran dengan komputer dalam jaringan internet dikenal dengan dua jenis fungsi komputer, yaitu komputer server dan komputer klien. interaksi antara peserta didik dengan dengan guru dilakukan melalui jenis komputer tersebut (Bambang Warita, 2008 : 45).Aspek yang menjadikan masalah bagi penerapan pembelajaran berbantuan komputer di Indonesia adalah masalah aksesibilitas, baik dalam arti akses fisik, maupun kemampuan memanfaatkan komputer untuk kegiatan pembelajaran oleh guru dan peserta didik. Dari sisi akses fisik, penetrasi komputer di Indonesia pada tahun 2001 sebesar 0.56% atau satu komputer untuk 176 pemakai(Santiago, 2001). Selain itu, setiap sekolah harus mampu memanfaatkan alternatif teknologi yang tersedia tanpa meninggalkan perhatian atas empat aspek penting dari teknologi itu, yaitu : a) aksesibilitas; b) biaya; c) efektivitas dalam fungsi pembelajaran; dan d) kemampuan teknologi untuk mendukung interktivitas antara peserta didik dan tenaga pendidik.b. Defusi InovasiDefusi diartikan sebagai proses suatu inovasi dikomunikasikan, diadopsi, dan dimanfaatkan oleh warga masyarakat tertentu. Melalui proses defusi tersebut memungkinkan suatu inovasi diketahui oleh banyak orang dan dikomunikasikan sehingga tersebar luas dan akhirnya digunakan dimasyarakat (Bambang Warsita, 2008 : 47)Defusi inovasi adalah proses berkomunikasi melaluii strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi (Seels &Richey, 2000 : 50-51). Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Dalam proses difusi inovasi kadang kala membawa keberhasilan yang gemilang karena inovasi diterima dengan baik oleh masyarakat, dan kadang kala mengalami kendala sehingga menghambat keberhasilan dan bahkan kegagalan karena ditolak oleh masyarakat (Bambang Warsita, 2008 : 48).Dalam konteks tekonologi pembelajaran, inovasi mengacu kepada pemanfaatan teknologi canggih, baik perangkat lunak (software), maupun perangkat keras (hardware) dalam proses pembelajaran. Tujuan utama aplikasi teknologi baru ini adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran, efektivitas dan efisiensi. Metode dan strategi pembelajaran juga merupakan sebuah inovasi dalam pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 : 49).c. Implementasi dan institusionalisasiImplementasi dan institusionalisasi yaitu penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya. Sedangkan institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi (Seels & Richey, 2008 : 51).Tujuan dari implementasi dan institusionalisasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi. Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi (Bambang Warsita, 2008 : 49).d. Kebijakan dan regulasiKebijakan dan regulasi adalah aturan atau tindakan dari msyarakat yang mempengaruhi penyebaran (difusi) dan pemanfaatan teknologi pembelajaran (Seels & Richey, 2000 : 51).

4. Kawasan PengelolaanPengelolaan meliputi pengendalian teknologi pembelajaran melalui: perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi (Seels & Richey, 2000 : 54). Kawasan pengelolaan menurut Seels & Richey (2000 : 53) dapat digambarkan sebagai berikut :KAWASAN PENGELOLAAN

1. Pengelolaan Proyek2. Pengelolaan Sumber3. Pengelolaan Sistem Penyampaian4. Pengelolaan Informasi

Gambar 6. Kawasan pengelolaana. Pengelolaan proyekPengelolaan proyek meliputi, perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain dan pengembangan (Seels & Richey, 2000 : 55).

b. Pengelolaan sumberPengelolaan sumber mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber (Seels & Richey, 2000 : 55). Pengelolaan sumber memiliki arti penting karena mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup, personel keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas dan sumber pembelajaran (Bambang Warsita, 2008 : 52).

c. Pengelolaan sistem penyampainPengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan pemantauan dan penilitian. Cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan . . . Hal tersebut merupakan suatu gabungan antara medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada peserta didik (Ellington & Harris, 1996) dan (Seels & Richey, 2000 : 56).

d. Pengelolaan informasiPengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar (Seels & Richey, 2000 : 56). Pentingnya pengelolaa informasi terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi deain pembelajaran (Bambang Warsita, 2000 : 52).

5. Kawasan PenilaianPenilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar yang mencakup: (1) analisis masalah; (2) pengukuran acuan patokan; (3) penilaitan formatif; (4) penilaian sumatif. Oleh karena itu, kawasan penilaian menurut Seels & Richey (2000 : 57) dapat digambarkan sebagai berikut :KAWASAN PENILAIAN

1. Analisis Masalah2. Pengukuran Beracuan Patokan3. Penilaian Formatif4. Penilaian Sumatif

Gambar 7. Kawasan penilaian

A. Analisis masalahAnalisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan (Seels & Richey, 2000 : 61). Kegiatan penilaian ini meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan sejauh mana masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi hambatan, sumber dan kerakteristik pembelajar, serta penentuan tujuan dan prioritas (Seels & Glasgow, 1990).

B. Pengukuran acuan patokanPengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menetukan kemampuan pembelajaran menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya (Seels & Richey, 2000 : 61). Penilaian acuan patokan memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau ketrampilan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran (Bambang Warsita, 2000 : 55).

C. Penilaian formatif dan sumatifPenilaian formatif dan sumatif ini berkaitan dengan pengupuan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan enilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan (Seels & Richey, 2000 : 62).

Tujuan utama evaluasi adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana peserta didik telah menguasai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, serta mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik. Adapun tujuan evaluasi hasil belajar adalah: 1) untuk mengetahui pencapaian indikator atau komponen yang telah ditetapkan; 2) memperoleh umpan balik bagi guru, untuk mengetahui hambatan yang terjadimdalam pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran; 3) memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap peserta didik; dan 4) sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan pemantapan) (Bambang Warsita, 2008 : 57).Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, melainkan digunakan untuk membuat keputusan. Dengan demikian, evaluasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi guna menentukan sejauh mana tujuan tercapai. Dapat dikatakan evaluasi merupakan suatu bagian integral dari proses pendidikan. Dalam dunia pendidikan, evaluasi dilakukan secara terus-menerus sehingga didalam proses kegiatannya dimungkinkan untuk merivisi apabila dirasakan adanya sesuatu kekurangan atau kesalahan (Bambang Warsita, 2008 : 57).

D. Peranan Teknologi Pembelajaran Dalam Pemecahan Masalah PembelajaranTeknologi pembelajaran berupaya untuk merancang, mengembangkan, dan memanfaatkan eneka sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau memfasilitasi seseorang untuk belajar. Teknologi pendidikan secara konseptual dapat berperan untuk membelajarkan manusia dengan mengembangkan atau menggunakan aneka sumber belajar, yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya peluang atau kesempatan, serta dengan meningkatkan efektivitas dan efisiensi sumber daya pendidikan (Miarso, 2004 : 701).Dengan demikian, tekonologi pembelajaran berperan dalam upaya pemecahan masalah pendidikan dan pembelajaran dengan cara: 1) memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang ekonomi, manajemen, psikologi, rekayasa dan lain-lain secara bersistem; 2) memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak, dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling berkaitan di antaranya; 3) menggunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar; 4) timbulnya daya atau unsur-unsur yang mempunyai nilai lebih dari sekadar penjumlahan (Miarso, 2004 : 78) (Bambang Warsita, 2008 : 58).