bab iii kajian teori
TRANSCRIPT
BAB III
KAJIAN TEORI
A. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
1. Definisi
Perencanaan dan pengendalian produksi pada telah dinyatakan dalam
berbagai istilah. Beberapa perusahaan menamakan departemen yang
melaksanakan kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi dengan
macam-macam istilah, seperti: departemen produksi, departemen
pengawasan produksi, departemen operasi, departmemen perencanaan dan
pengawassan produksi dan masih banyak nama lain untuk departemen
sejenis, namun saat ini istilah yang paling sering digunakan adalah
departemen PPIC (production planning and inventory control).
Perencanaan produksi itu sendiri bertujuan untuk mengadakan
perencanaan khusus yang ada dalam bidang produksi. Sedangkan
pengendalian produksi bertujuan untuk meramalkan kapasitas produksi
yang akan diproduksi agar tidak merugikan perusahaan.
Produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku menjadi
produk jadi. Sistem produksi adalah sekumpulan aktivitas untuk
pembuatan suatu produk, di mana dalam pembuatan ini melibatkan tenaga
kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal,dan tindakan
manajemen. Dalam praktik, aktivitas dalam sistem produksi ini
dikelompokan menjadi dua kategori yaitu: proses produksi dan
perencanaan dan pengendalian produksi.
”Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas
bagaimana mengelola proses produksi tersebut” (Baroto, 2002:140). PPC
merupakan tindakan manajemen yang sifatnya abstrak (tidak dapat dilihat
secara nyata).
2. Ruang Lingkup Perencanaan dan Pegendalian Produksi
Semua departemen PPC pada industri manufaktur akan memiliki
fungsi yang sama. Fungsi atas aktivitas–aktivitas yang ditangani oleh
departenmen PPC atau PPIC adalah sebagai berikut:
39
a. Mengelola pesanan (order)
Pelanggan memasukan pesanan-pesanan untuk berbagai produk.
Pesanan-pesanan ini dimasukkan dalam jadwal produksi utama, ini
bila jenis produksinya made to order.
a. Meramalkan permintaan
Perusahaan biasanya berusaha memproduksi secara lebih independen
terhadap fluktuasi permintaan. Permintaan perlu diramalkan agar
skenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut.
Permintaan ini harus dilakukan bila tipe produksinya made to stock.
b. Mengelola persediaan
Tindakan pengelolaan persediaan berupa melakukan transaksi
persediaan, memubuat kebijakan persediaan pengaman, kebijakan
kuantitas pesanan/produksi, kebijakan frekuensi dan periode
pemesanan, dan mengukur performansi keuangan dari kebijakan yang
dibuat.
c. Menyusun rencana agregat
Pesanan pelanggan dan atau ramalan permintaan harus dikompromikan
dengan sumber daya perusahaan (fasilitas, mesin, tenaga kerja,
keuangan, dan lain-lain). Rencana agregat bertujuan untuk membuat
skenario pembebanan kerja untuk mesin dan tenaga kerja (reguler,
lembur, dan subkontrak) secara optimal untuk keseluruhan produk dan
sumber daya secara terpadu (tidak terproduk).
d. Membuat jadwal induk produksi
Jadwal Induk Produksi (JIP) adalah suatu rencana terperinci mengenai
apa dan berapa unit yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu
untuk setiap item produksi. Apabila telah dikoordinasikan dengan
seluruh departemen jadwal induk produksi ini akan dijadikan dasar
dalam PPC. JIP ini akan di-review secara periodik atau bila ada kasus
JIP ini akan berubah bila ada hal yang harus diakomodasikan.
e. Merencanakan kebutuhan
JIP yang telah berisi apa dan berapa yang harus dibuat selanjutnya
akan diterjemahkan ke dalam kebutuhan komponen, sub-assembly, dan
40
bahan penunjang untuk penyelesaian produk. Untuk membuat
perencanaan kebutuhan diperlukan informasi lain berupa struktur
produk (bill of material) dan catatan persediaan. Bila hal ini belum
ada, maka tugas departemen PPC untuk membuatnya.
f. Melakukan penjadwalan
Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi meliputi
urutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu
penyelesaian, prioritas pengerjaan, dan lain-lainnya.
g. Monitoring dan pelaporan
Kemajuan tahap demi tahap dimonitor dan dibuat laporannya untuk
dianalisis.
h. Evaluasi skenario pembebanan dan kapasitas
Bila realisasi tidak sesuai rencana, maka rencana agregat, JIP, dan
penjadwalan dapat diubah/disesuaikan kebutuhan. Untuk jangka
panjang, evaluasi ini dapat digunakan untuk mengubah (menambah)
kapasitas produksi (Teguh Baroto, 2002:10).
3. Berbagai Macam Sistem Produksi
Untuk melaksanakan proses produksi, berbagai macam teknik proses
produksi telah dikenal. Pada industri logam misalnya, suatu jenis produk
biasanya dapat dikerjakan dengan berbagai macam teknik yang berbeda.
Teknik untuk pembuatan produk tersebut (proses produksi) bisa
pengecoran, cetak tekan, cetak pasir, bubut, frais dan lain-lain. Teknik
pengecoran juga dapat berbeda lagi untuk produk yang sama. Teknik
pengerjaan ini akan mempengaruhi kinerja produk yang dihasilkan.
Semua sistem produksi bertujuan untuk merencanakan dan
mengendalikan produksi agar lebih efisien, efektif, produktif dan optimal.
Karena jumlah sistem produksi sangat banyak, maka biasanya suatu
perusahaan hanya mengembangkansatu sistem produksi saja secara
eksklusif dan tidak dapat digunakan pada perusahaan lain. Beberapa jenis
sistem produksi (metode perencanaan dan pengendalian produksi/PPC)
yang biasa digunakan dalam perusahaan-perusahaan adalah:
41
a. sistem produksi proyek,
b. ’flexible Control System’,
c. sistem produksi ’Material Requirement Planning’,
d. sistem produksi ’Just In Time’,
e. ’Optimized Production Technology’,
f. ’Continous Process Control System’
Untuk memilih sistem yang tepat, harus dilihat dulu mengenai jenis
produksinya. Jenis atau tipe produksi tergantung pada jumlah produksi dan
bagaimana cara memproduksi. Industri manufaktuer terdiri atas banyak
jenis yang berbeda satu sama lain.
Berdasarkan cara pembuatan dan masa pengerjaan, produksi dapat
diklasifikasikan dalam tipe-tipe berikut:
a. Engineering To Order (ETO) bila perusahaan melakukan rekayasa
mulai penyiapan fasilitas sampai pembuatan untuk memenuhi pesanan
(order). Produk yang dipesan biasanya satu unit dan spesifikasinya
sangan berbeda antara pesanan yang satu dengan yang lain. Disamping
itu sangat banyak aktivitas yang terlibat dalam pembuatannya.
b. Made To Order (MTO) bila perusahaan berproduksi dengan fasilitas
produksi yang dimiliki untuk memenuhi pesanan (order).
c. Assembly To Order (ATO), bila perusahaan memproduksi dengan
fasilitas produksi yang dimiliki untuk memeni\uhi pesanan (order).
d. Made To Stock (MTS), bila produksi perusahaan tidak ditujukan untuk
melayani pesanan, namun distok untuk mengantisipasi permintaan.
Berdasarkan ukuran jumlah produksi yang dihasilkan, produksi dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Produksi proyek, biasanya jumlah unit yang diproduksi satu dengan
jumlah operasi banyak dan melibatkan banyak sumber daya.
b. Produksi batch, bila jumlah unit yang diproduksi berukuran sedang,
biasanya perusahaan memproduksi banyak jenis produk.
c. Produksi masal, bila jumlah unit yang diproduksi sangat besar, jenis
yang diproduksi perusahaan umumnya lebih sedikit dibanding batch.
42
Berdasarkan cara memproduksi (berhubungan dengan pengaturan
fasilitas produksi), produksi dikelompokkan menjadi:
a. produksi flow shop,
b. produksi fleksibel (flexible manufacturing system),
c. produksi job shop, biasanya untuk volume produksi batch.
d. produksi kontinu, biasanya untuk volume produksi masal.
(Teguh Baroto, 2002:18)
4. Jenis-jenis kegiatan pada Proses Produksi:
Proses pembuatan gula melalui lima tahapan yaitu :
a. Proses Pemerahan / Penggilingan
Tebu yang sudah masak diangkut ke pabrik untuk ditimbang
dan digiling dalam waktu kurang dari 24 jam. Apabila terlalu lama
disimpan, maka tebu akan mengalami penurunan kulitas karena terjadi
penguraian sukrosa yang menurunkan kandungan gula.
Tujuan proses pemerahan atau penggilingan adalah mengambil
nira dalam tebu sebanyak mungkin. Sebelum digiling tebu dipotong
dalam unit pemotong pendahuluan yang disebut crusher, pisau potong
dan rafelar untuk dalam beberapa tahap. Sistem perah pada umumnya
terdiri dari satu unit prapengolah kemudian dikaitkan dengan unit
gilingan. Untuk menekan sukrosa sekecil mungkin dalam ampas maka
ampas ditambah dengan air imbibisi sebanyak 28 – 30 % dari tebu.
Air yang digunakan adalah air panas dengan suhu 700 – 800°
C, karena dengan air panas akan memudahkan pemerahan dan
menekan sekecil mungkin kehilangan sukrosa yang melekat pada
ampas dan juga untuk mematikan jasad mikroba. Pemberian air
imbibisi dengan jalan disemburkan sehingga dapat mengenai semua
bagian ampas. Nira hasil perahan dari penggilingan disebut nira
mentah, dan nira mentah diproses lebih lanjut untuk memisahkan gula
dari air dan bagian bukan gula lainnya.
43
b. Proses Pemurnian
Nira mentah sebagai hasil dari pemerahan mengandung bahan-
bahan yang larut (gula, gula reduksi, kation K, Ca, Mg, Fe, Al yang
terkait oleh asam organik) dan koloidal (tetes, zat lilin, pectin, zat
warna, senyawa Fe dan Aluminium).
Tujuan dari proses pemurnian nira adalah untuk memisahkan
sebanyak mungkin kotoran (zat bukan gula) dalam nira hasil
pemerahan tanpa merusak gula. Proses pemurnian yang dipakai di
pabrik gula adalah dengan cara sulfitasi alkalis. Nira mentah
dipanaskan dengan suhu 500 – 550 C kemudian dialirkan ke defecator
untuk ditambahkan susu kapur sehingga mencapai pH 10,5 – 11. Nira
kemudian dialirkan ke bejana sulfitasi untuk ditambahkan gas SO2
sampai pH 7 – 7,2. Setelah keluar dari bejana sulfitasi, nira dialirkan
ke pemanas sampai suhu ± 1050 C. Nira dilewatkan pada peti ekspansi
untuk membuang gas yang mungkin terdapat dalam nira, kemudian
dialirkan ke Dorr Clarifier. Dalam Dorr Clarifier terjadi pengendapan
dimana nira kotor yang tercampur dengan endapan kotoran disaring,
dan hasil saringan disebut blotong. Nira tapis yang dihsilkan dicampur
dengan nira jernih untuk menjadi nira encer dan diolah kembali. Gula
yang dihasilkan dengan cara sulfitasi adalah gula putih.
c. Proses Penguapan
Penguapan merupakan proses pemekatan larutan dengan cara
mendidihkan pelarutnya. Tujuan proses ini adalah untuk
menghilangkan sebagian besar air dalam nira. Proses ini dilakukan
dengan cara menggunakan beberapa badan evaporator yang terdiri dari
rangkaian 4 – 5 badan yang secara kontinyu disebut multiple effect
evaporator. Pada multiple effect evaporator, uap yang dihasilkan pada
badan penguap I digunakan sebagai uap nira badan terakhir diteruskan
ke kondensor.
d. Proses Kristalisasi
Merupakan proses pemisahan padatan dan cairan melalui alir
massa dari fase cair ke fase kristal padat murni. Syarat kristalisasi
44
adalah kemampuan membuat larutan lewat jenuh karena kristalisasi
tidak dapat berlangsung tanpa lewat jenuh. Ada 3 cara membuat
larutan lewat jenuh :
1) Dengan pendinginan
2) Dengan penguapan
3) Kombinasi antara pendinginan dan penguapan.
Kristalisasi dilakukan dalam tekanan hampa untuk
menghindarkan warna tua oleh pengaruh suhu yang tinggi. Proses
pembentukan kristal diperlukan 2 langkah yaitu :
1) Lahirnya suatu partikel baru atau nukleasi
2) Tumbuhnya partikel menjadi sesuatu yang ukurannya
makroskopik.
Kristalisasi ada yang beoperasi secara kontinyu dan secara batch.
Macam-macam metode masakan (kristalisasi) gula, yaitu :
1) Metode 2 tingkat masakan
2) Metode 3 tingkat masakan
3) Metode 4 tingkat masakan.
e. Proses Puteran dan Penyelesaian
1) Proses puteran
Puteran adalah alat yang berupa tromol yang dapat
berputar. Hasil dari proses pemisahan kristal adalah kristal gula
dan melase (tetes). Puteran ada yang bekerja secara otomatis dan
menggunakan tenaga manusia. Alat puteran sepenuhnya dikerjakan
oleh tenaga manusia. Larutan mulai dimasukkan ke tromol puteran
pada saat alat bergerak perlahan-lahan. Saat puteran berputar
dengan cepat, kristal gula menempel pada saringan. Tetes akan
tertekan sehingga dapat menerobos keluar melalui lubang-lubang
saringan, masuk ke poros penggerak lalu keluar melalui lubang.
Tetes merupakan hasil pemisahan kristal, juga mengandung
gula, tetapi juga sudah tidak dapat diambil karena mengandung
kotoran dalam jumlah tinggi yang menghambat pengkristalan.
Puteran yang dikerjakan secara otomatis, larutan dibawa menuju
45
basket saat puteran berputar dengan kecepatan sedang dan
kecepatan penuh saat semua beban masuk.
Larutan menyebar ke sisi vertikal basket, meluap pada
ujung atau tepinya. Setelah melase dilewatkan, gula biasanya
dicuci dengan semprotan air atau uap untuk membersihkan sisa-
sisa melase yang masih menempel pada kristal. Gula yang tercuci
ditahan pada saringan kemudian dikeluarkan melalui katup yang
ada di pusat basket menuju conveyor yang membawa ke proses
pengeringan, penyaringan, dan pengemasan.
2) Proses penyelesaian
Air yang terkandung dalam gula kristal hasil sentrigugasi
masih cukup tinggi, ± 20 % gula yang mengandung air akan lebih
mudah rusak dibandingkan gula kering. Agar tidak rusak pada
penyimpanan, gula harus dikeringkan terlebih dahulu dengan cara
alami atau memakai udara panas dengan suhu ± 800C.
Pengeringan gula secara alami, gula SHS dilewatkan pada
talang goyang panjang yang diharapkan dapat kering dan dingin.
Untuk proses pengeringan, cara ini membutuhkan ruang yang
luasdibandingkan cara pemanasan. Cara pemanasan ini
berdasarkan prinsip aliran berlawanan yaitu bahan yang
dikeringkan berlawanan dengan aliran udara panas pengering.
Untuk menjamin gula tetap berkadar air antara 10 – 15 %,
maka kondisi gudang penyimpanan harus memenuhi syarat,
diantaranya penumpukan karung harus diatur serapat mungkin agar
sedikit udara yang terdapat di antara karung. Posisi tumpukan pun
harus menyempit ke atas agar tidak mudah roboh dan tekanan tidak
terlalu besar.
B. Proses Produksi.
Proses Produksi adalah metode atau teknik yang dipergunakan dalam
mengolah bahan baku untuk diproses menjadi bahan jadi (produk jadi) yang
siap dipergunakan oleh konsumen. Pelaksanaan proses produksi di perlukan
46
adanya proses dan schedule pelaksanaan proses kerja ( waktu kerja ) dari
perusahaan. Manajemen perusahaan yang bersangkutan khususnya bagian
Pengendalian proses selayaknya dapat menentukan schedule dan urutan proses
tersebut, sehingga pelaksanaan produksi di dalam perusahaan akan berjalan
dengan baik.
Sehubungan dengan penyususunan urutan dan schedule proses produksi
maka dalam pelaksanaan penyelesian proses produksi yang dilaksanakan akan
dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Penyeleseian produk per unit.
Perusahaan yang mempunyai tipe pelaksannan penyeleseian proses
produksi per unit adalah perusahaan yang dalam proses produksi selalu di
dasarkan pada setiap unit produk yang sedang diproduksi.
2. Penyeleseian produk dalam kelompok unit.
Penyeleseian produk dalam bentuk seperti ini maksudnya adalah
penyeleseian proses produksi dengan spesifikasi tertentu dengan jumlah
tertentu pula. Penyeleseian proses produksi yang dilaksanakan oleh
perusahaan semacam ini akan dipergunakan unutk pemenuhan pesanan
maupun untuk keperluan persediaan atau untuk memenuhi permintaan
pasar.
Secara umum proses penyeleseian produksi dalam kelompok unit
tertentu tersebut akan dapat di pisahkan menjadi tiga macam,yaitu:
a. Kelompok produk yang di produksi dalam jumlah tertenu hanya akan
di produksi sekali saja.
b Kelompok produk yang di produksi tersebut akan di produksikan
kembali, namun kapan akan di produksi lagi tidak mempunyai pola
yang teratur.
c Kelompok produk tersebut diproduksikan lagi di dalam perusahaan
yang bersangkutan dengan tenggang waktu yang teratur, atau dapat di
ketahui sebelumnya (Diktat Kuliah, 2005:25).
47
C. Kendali Mutu (Quality Control)
Masalah quality control ini, tidak hanya menyangkut tentang benda atau
barangnya saja, tetapi menyangkut pula kebijakan kualitas sesuai tuntutan
pasar, kebutuhan investasi, kemampuan menghasilkan kembali (return of
investment). Persaingan dan sebagainya, kualitas dan desain teknis, standart
bahan baku, proses dan kemampuan kerja barang yang bersangkutan, serta
berbagai pengawasan di bidang-bidang kualitas bahan yang dipakai, operasi
yang digunakan dan daya kerja benda kerja.
Kualitas benda kerja sangat dipengaruhi ada atau tidaknya ketidak
seragaman hasil proses produksi yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Mesin yang digunakan.
2. Bahan yang digunkan.
3. Operator mesin.
Beberapa keuntungan pelaksanaan proses kendali mutu antara lain:
1. Pentingnya ratio kualitas atau biaya.
2. Agar kualitas produk menjadi lebih baik.
3. Menjaga kualitas produk lebih seragam.
4. Penyediaan bahan baku lebih baik.
5. Penggunaan alat produksi lebih efisien.
6. Mengurangi kerja ulang atau pembuangan.
7. Inspeksi yang lebih baik.
Prosedur untuk mencapai sasaran mutu industri pada umumnya ada empat
langkah, antara lain:
1. Menetapkan standar.
2. Menilai kesesuaian.
3. Melakukan tindakan bila perlu.
4. Merencanakan Perbaikan.
(Feigenbaun, 1992:35)
48
D. Maintenance
1. Pengertian
Maintenance adalah suatu usaha bagi pencapaian kondisi yang lebih
baik terhadap suatu peralatan dalam waktu yang relatif lama dan
berkesinambungan. Sehingga dapat memberikan hasil reparasi yang sesuai
dengan permintaan konsumen.
Istilah Maintenance itu sendiri bisa dikatakan sebagai pemeliharaan
suatu mesin sehingga mesin itu dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan
kerjanya.
Tingkat maintenance tergantung dari beberapa faktor, diantaranya
adalah faktor teknik dan faktor ekonomis. Masalah teknik meliputi usaha
untuk menghilangkan timbulnya kemacetan pada mesin dan tindakan
untuk memperbaikinya, sedangkan faktor ekonomis menyangkut masalah
efisiensi dalam melaksanakan maintenance dan perlunya analisis yang
cermat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan maintenance adalah:
a. Pelaksanaan maintenance memerlukan alat dan bahan, maka kegiatan
maintenance perlu diawasi.
b. Pimpinan maintenance harus selalu menyediakan alat-alat dan bahan
supaya selalu siap bila diperlukan dalan keadaan mendadak.
c. Pelaksanaan maintenance harus membuat catatan tentang kegiatan
maintenance.
d. Membuat laporan tentang kemajuan, pembetulan yang telah
diselesaikan dan telkah dilakukan pemeriksaan.
e. Analisis jika ada kegagalan setelah mendapatkan pengontrolan.
b. Tujuan Maintenance
Maintenance sendiri mempunyai tujuan:
a. Mengurangi pemakaian biaya dan penyimpangan.
b. Menjaga modal yang diinvestasikan perusahaan.
c. Menghindari bahaya dari pekerja.
d. Memelihara biaya pemeliharaan seminimal mungkin.
c. Sistem pemeliharaan.
49
Sistem pemeliharaan yang dilakukan di beberapa perusahaan
umumnya ada dua jenis, antara lain:
a. Pemeliharaan priodik.
Kegiatan ini adalah pemeliharaan rutin yang dilakukan secara
periodik berupa Preventif dan Corrective Maintenance.
Preventif Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan rutin yang
dilakukan secara berkala untuk mencegah timbulnya kerusakan-
kerusakan yang tak terduga, serta menemukan kondisi atau keadaan
yang dapat menimbulkan sarana perusahaan mengalami gangguan atau
kerusakan pada saat melakukan proses reparasi.
Sistem preventif maintenance dipakai untuk pemeliharaan
peralatan bengkel. Hal ini dimaksudkan agar semua proses reparasi
dapat berjalan dengan lancer tanpa adanya gangguan yang bisa
berdampak pada kemoloran waktu dan pembengkakan biaya.
Kerugian perusahaan karena kelalaian mengadakan pemeliharaan
peralatan antara lain:
1. Kerusakan peralatan yang cukup parah sehingga menyebabkan
biaya perbaikan menjadi mahal.
2. Kerugian waktu karena berhentinya sebagian mesin yang
digunakan untuk reparasi.
3. Kerugian material dikarenakan rusaknya beberapa bagian dari
order akibat jalannya mesin yang tidak normal.
4. Menimbulkan keengganan para pelanggan untuk kembali
mereparasikan alat-alatnya pada perusahaan karena dianggap
kurang professional dalam bekerja
Berikut akan disajikan contoh mesin-mesin yang memerlukan
pemeliharaan secara berkala:
1. Mesin Bubut: pemeliharaan mesin bubut lebih difokuskan pada
ketajaman dan kekuatan pahat, karena jika pahat tidak tajam dan
kuat maka, hasil penayayatanya pun tidak akan bisa mendekati
presisi.
50
2. Mesin Bor: pemberian pelumas setiap dan setelah pemakaian akan
sangat menjaga ketahanan mesin tersebut dari ancaman patah,
tersendat dan hal-hal non teknis lainnya.
3. Mesin Frais: penitikberatan pemeliharaan mesin frais terletak pada
bagian pahat dan sistem transmisinya, hal ini dikarenakan pahat
yang tumpul akan merusak benda kerja, begitu pula dengan
transmisi putarnya, ketika transmisi tersebut tidak bisa berjalan
normal, maka jalan pemakanannyapun akan ikut tersendat dan hal
ini akan berpengaruh pada tingkat kehalusan dan kepresisian benda
kerja.
4. Mesin Sekrap: pada mesin sekrap inti pemeliharaan terletak pada
pahat dan kekuatan ragum, karena jika pahat tumpul sedangkan
ragum tidak terpasang dengan benar maka kemungkinan
terpelantingnya ragum akan besar.
5. Mesin Gerinda: pada mesin ini fokus perawatan hanya pada mata
gerinda saja, karena jika mata gerinda sudah aus dan tidak rata,
maka hasil polishingnya pun akan jauh dari harapan.
b. Pemeliharaan non periodik.
Pemeliharaan non periodik adalah kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan diluar pemeliharaan periodik. Pemeliharaan nono periodik
ini meliputi:
1. Perbaikan kerusakan mendadak, saat mesin sedang berjalan.
2. Perbaikan ringan pada komponen-komponen kecil yang tidak
memerlukan waktu yang lama (Suma’ur unun, 1987:35).
E. Keselamatan Kerja
a. Keselamatan di Tempat Kerja
Undang-undang peraturan pengawasan, rekomendasi, nasehat, dan
lain-lain tidak ada artinya jika di tempat kerja tidak ada usaha untuk
meningkatkan keselamatan. Perusahaan harus aktif dengan segala
organisasinya untuk membuat tempat kerja yang ada lebih mengutamakan
keselamatan.
51
Pimpinan perusahaan atau pengurus perusahaan harus menjadi
pimpinan aktivitas keselamatan. Setiap orang di perusahaan harus tahu
bahwa pimpinan perusahaan tidak hanya tertarik pada produksi, kepada
kualitas dan kuantitas produk, kepada pencegahan terbuang-buangnya
material, kepada pemeliharaan mesin dan peralatan secara baik, tetapi juga
kepada keselamatan.
Untuk meningkatkan keselamatan di tempat kerja adalah perencanaan
yang baik untuk pimpinan perusahaan, penerapan cara-cara kerja yang
aman oleh tenaga kerja, keteraturan dan tata rumah tangga yang baik, dan
pemasangan pagar pengaman atau pelindung, terhadap mesin-mesin yang
berbahaya. Pimpinan perusahaan harus mengorganisasi proses secara
efisien dengan mengkombinasikan produksi maksimum dengan biaya
minimum dan dengan memasukkan keselamatan tidak sebagai ekstra tetapi
merupakan bagian dari proses. Kebiasaan-kebiasaan kerja secara benar
harus ditimbulkan oleh latihan kerja yang tepat dan selanjutnya diteruskan
dalam praktek di tempat kerja. Keteraturan dan ketata rumah tanggaan
sebagaimana juga alat-alat pengaman penting bagi produksi dan juga
keselamatan. Mengenai aspek psikologis, kondisi kerja yang berakibat
ketenangan mental sangat membantu meningkatkan keselamatan. Di
perusahaan, pimpinan harus menetapkan apa yang harus dilakukan tentang
permasalahan tersebut dan memberikan instruksi yang diperlukan. Orang
yang biasanya melaksanakan tugas-tugas ini adalah pengawas atau
pimpinan kelompok yang peranannya sangat besar dalam
menyelenggarakan keselamatan kerja.
Pada perusahaan besar mungkin terdapat bagian keselamatan dalam
organisasi atau seorang ahli keselamatan kerja, sedangkan kerjasama
semua pihak dalam kegiatan keselamatan akan lebih digalakkan oleh suatu
panitia keselamatan. Biasanya bagian personalia bertanggungjawab
tentang tenaga kerja baru dan mengenai latihan kerja di dalam perusahaan.
Pada perusahaan kecil, prinsip-prinsip demikian tetap berlaku, tetapi
organisasinya lebih sederhana.
52
Apakah perusahaan harus memiliki ahli keselamatan dan panitia
keselamatan secara bersama-sama sering dipermasalahkan. Ruang gerak
terdapat untuk keduanya, oleh karena ahli keselamatan berfungsi keahlian,
sedang panitia keselamatan bertugas manggalang kerjasama yang efisien
di antara pengusaha dan karyawan. Di perusahaan yang relatif kecil, tidak
cukup aktivitas dan kebutuhan untuk mempunyai seorang ahli keselamatan
kerja.
Tetapi tetap terdapat ruang lingkup kegiatan bagi panitia keselamatan.
Pada perusahaan-perusahaan yang lebih kecil lagi, kebutuhan akan panitia
keselamatan lebih berkurang lagi sebagai akibat dekatnya hubungan di
antara pimpinan perusahaan, karyawan dan pengawas kelompok.
b. Keselamatan Kerja Karyawan
Pada proses produksi, seorang karyawan sering kali harus berhadapan
dengan alat atau barang yang berat dan berbahaya. Selain itu juga terdapat
sarana dan prasarana yang jika penggunaannya tidak sesuai dengan
prosedur yang berlaku akan mendatangkan akibat yang fatal, baik bagi
pengguna maupun barang itu sendiri. Maka dari itu dalam proses produksi
seoarang karyawan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Menggunakan pakaian kerja, sepatu dan helm kerja untuk melindungi
diri dari kecelakaan.
2. Menggunakan kacamata saat melakukan proses pengelasan dan
penggerindaan (kacamata sesuai dengan standart kesehatan dan
keselamatan kerja).
3. Menggunakan alat-alat sesuai denga fungsi dan kapasitasnya.
4. Melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan prosedur.
5. Menggunakan masker, kaos tangan dan penutup telinga saat
melakukan pekerjaan (untuk pengerjaan dengan mesin-mesin berat
yang berputar, tidak diperkenankan menggunakan kaos tangan).
6. Jika hendak menggunakan alat angkat, periksa terlebih dahulu kondisi
fisik kelayakan alat angkat tersebut.
53
7. Hendaknya menggunakan alat bantu mekanis untuk mengangkat
sesuatu yang berat (katrol, dongkrak dll.), jangan menggunakan
kekuatan fisik.
8. Untuk pengelasan:
Gunakan selalu kaca mata las, sarung tangan dan safety shoe.
Pakailah pelindung dada dan pakaian kerja lengan panjang (seluruh
badan tertutup).
9. Sebelum melakukan pekerjaan pikirkan hal-hal yang memungkinkan
terjadinya kecelakaan kerja, sehingga akan timbul antisipasi untuk
melakukan perlindungan diri sendiri (self protective).
10. Bacalah SOP (Standart Operation Procedure) keselamatan kerja
(Suma’mur unun 1996:21).
54