bab ii landasan teori 2.1 konsep intensive care unit (icu

29
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU) 2.1.1 Pengertian Intensive Care Unit (ICU) ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi staf, peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Setiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring dengan cepat sehingga dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007) . Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.

Upload: others

Post on 22-Feb-2022

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU)

2.1.1 Pengertian Intensive Care Unit (ICU)

ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi staf,

peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan

fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu

organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis

yang dapat menyebabkan kematian. Setiap pasien kritis erat kaitannya dengan

perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang

berkesinambungan dan monitoring dengan cepat sehingga dapat dipantau

perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ

tubuh lainnya (Rab, 2007)

.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang

mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan

perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi

pasien-pasien yang menderita penyakit cedera atau penyulit-penyulit yang

mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Pelayanan keperawatan kritis di lCU merupakan pelayanan yang diberikan

kepada pasien dalam kondisi kritis yang mengancam jiwa, sehingga harus

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berpengalaman di ruang

perawatan intensif. Pelayanan keperawatan kritis saat ini sangat perlu untuk

dikembangkan di Indonesia, sejalan dengan perkembangan teknologi di bidang

perawat intensif (Kemenkes, 2011).

Pelayanan keperawatan kritis bertujuan untuk memberikan asuhan bagi pasien

dengan penyakit berat yang membutuhkan terapi intensif dan potensial untuk

disembuhkan, memberikan asuhan bagi pasien berpenyakit berat yang

memerlukan observasi atau pengawasan ketat secara terus-menerus, untuk

mengetahui setiap perubahan pada kondisi pasien yang membutuhkan intervensi

segera.

Kondisi ini membutuhkan perawat profesional yang memiliki kompetensi di

bidang perawatan intensif yang bersertifikasi, sehingga dapat dipertanggung

jawabkan untuk memberikan pelayanan keperawatan secara optimal dalam

mengatasi kegawatan pasien diruang perawatan intensif (Frelita, 2011).

2.1.2 Indikasi Masuk Intensive Care Unit (ICU)

Indikasi Masuk ICU adalah pasien kritis yang memiliki angka kesakitan dan

kematian cukup tinggi. Pengenalan dan penanganan tepat pasien – pasien secara

dini dapat membantu meminimalkan perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan

kesempatan untuk pulih (Gwendry, 2015). Pasien yang mengalami ancaman

seperti kegagalan sistem pernafasan (gagal nafas), kegagalan sistem

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

hemodinamik (shock), kegagalan sistem syaraf pusat seperti stroke atau

penurunan kesadaran, overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi (depresi nafas)

serta mengalami infeksi berat (sepsis).

2.2 Konsep Sistem Pernafasan

2.2.1 Pengertian Sisitem Pernafasan

Sistem pernafasan menyediakan oksigen untuk sel dan membuang karbon

dioksida yang terbentuk sebagai produk sisa metabolisme sel. Proses pada sistem

pernafasan ini meliputi ventilasi (gerakan udara ke dalam dank ke luar paru),

perfusi (aliran darah melewati sistem kapiler di sekitar paru), dan difusi (proses

pertukaran gas antara darah dan alveolar paru). Gerakan otot pernafasan dikontrol

oleh sisitem saraf dan frekuensi pernafasan disesuaikan untuk mencocokkan

kebutuhan tubuh selama berbagai aktifitas (leMone et al., 2014)

2.2.2 Anatomi Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan dibagi menjadi dua bagian yaitu system pernafasan atas dan

sistem pernafasan bawah.

2.2.2.1 Sistem Pernafasan Atas

Sisitem pernafasan atas tersusun oleh jalan nafas pengatur yaitu hidung,

mulut dan faring, laring, dan trakea. Ini berfungsi sebagai jalan untuk

memindahkan udara kedalam paru dan membuang karbon dioksida ke

lingkungan luar. Ketika udara berpindah melewati struktur ini, udara

dibersihkan, disaring, dilembabkan dan dihangatkan.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

1. Hidung dan Sinus

Hidung merupakan lubang sisitem pernafasan eksternal yang tersusun

oleh tulang hidung, frontal, dan maksilaris serta palatum kartilago

hialin. Lubang hidung (nares eksternal) adalah dua rongga yang

dipisahkan oleh septum nasal. Rambut hidung menyaring udara saat

masuk kedalam lubang dan menyekresi lender tidak hanya terjebak

debu dan bakteri tetapi juga mengandung lisozim, suatu enzim yang

menghancurkan bakteri saat memasuki hidung.

Rongga hidung dikelilingi oleh sinus paranasal, terletak di tulang

frontalis, sfenoid, etmoid, dan maksilaris. Sinus menyangga tengkorak,

membantu wicara, dan menghasilkan lendir yang mengalir kedalam

rongga hidung untuk membantu menjebak debris. Mulut adalah jalan

nafas lain yang digunakan bila jalan hidung tersumbat atau asupan

udara yang lebih besar diperlukan, misalnya selama latihan berat

(Porth, 2007 dalam buku ajar Keperawatan Medikal Bedah 2017).

2. Faring

Faring berbentuk corong dengan panjang sekitar 13 cm, membujur dari

dasar tengkorak hingga tinggi vertebra cervicalis enam. Faring

berfungsi sebagai jalan baik untuk udara maupun makanan. Faring

terbagi menjadi tiga bagian: nasofaring, orofaring, dan laringofaring.

Nasofaring hanya berfungsi sebagai jalan udara, dimana disini terjadi

proses menjebak dan menghancurkan agen infeksius yang masuk

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

bersama udara. Orofaring berfungsi sebagai jalan baik untuk udara

maupun makanan, palatum mole yang agak tinggi mencegah makanan

masuk kedalam nasofaring selama proses menelan. Laringofaring

membujur dari tulang hyoid hingga laring, berfungsi sebagai jalan baik

udara maupun makanan.

3. Laring

Laring terbentuk oleh kartilago tiroid, krikoid, dan epiglottis. Laring

mempunyai panajng sekitar 5 cm, menyediakan jalan nafas, jalur udara

dan makanan kedalam jalan yang semestinya, dan tempat pita suara.

Selama udara bergerak menuju laring, pintunatas laring terbuka, namun

pintu atas tertutup selama menelan.

4. Trakea

Trakea dimulai pada laring inferior dan menurun didepan esofagus

hingga masuk ke mediastinum, tempat trakea terbagi menjadi bronkus

utama paru kanan dan kiri. Trakea mempunyai panjang12 hingga 15

cm dan diameter 2,5 cm. lapisan mukosa trakea berisi kelenjar

seromukosa yang menghasilkan lender kental, debu dan debris yang

dihirup terjebak dalam lender ini, bergerak menuju tenggorok oleh silia,

dan kemudian ditelan atau dibatukkan keluar lewat mulut.

2.2.2.2 Sistem Pernafasan Bawah

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

1. Paru

Mediastinum diapit oleh paru dikedua sisi, tiap paru tergantung dalam

rongga pleuranya sendiri, dengan permukaan anterior, lateral dan

posterior paru melekat erat dengan iga. Hilus pada permukaan

mediastinal masing-masing paru adalah tempat pembuluh darah

system pulmonal dan sirkulasi dan bronkus primer masuk dan keluar

paru. Apeks masing-masing paru terletak tepat dibawah klavikula dan

dasar masing-masing paru terletak pada diafragma. Paru adalah

jaringan ikat elastis dan lunak seperti spons. Paru kiri lebih kecil

mempunyai dua lobus dan paru kanan mempunyai tiga lobus.

Sistem vaskular paru terdiri atas arteri pulmonalis yang mengirim

darah keparu untuk oksigenasi, dan vena pulmonalis yang mengirim

darah kaya oksigen ke jantung. Arteri pulmonalis bercabang menjadi

jaringan kapiler paru yang mengelilingi alveoli, jaringan paru

mendapatkan suplai darah dan dialiri oleh vena bronkialis dan

pulmonalis.

2. Pleura

Pleura adalah membrane berlapis ganda yang melapisi paru dan bagian

dalam rongga dada. Pleura parietal melapisi dinding dada dan

mediastinum, ini berlanjut dengan pleura visceral yang melapisi

permukaan luar paru. Pleura menghasilkan cairan serosa pelumas yang

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

memungkinkan paru untuk bergerak dengan mudah dalam dinding

dada selama bernafas.

3. Bronki dan alveoli

Trakea terbagi menjadi bronki utama kanan dan kiri, bronkus utama

kanan lebih pendek, lebih lebar, dan terletak lebih vertical. Bronki

dibagi menjadi bronkus yang lebih kecil dan kemudian menjadi

bronkiolus yang lebih kecil, dan berakhir di bronkiolus terminal yang

sangat kecil. Jalan bercabang yang bertemu ini disebut pohon bronkila,

dari bronkiolus terminal udara bergerak ke kantong udara yang

kemudian bercabang menjadi duktus alveolus yang menuju kantong

alveolus kemudisn menuju alveoli kecil.

Selama inspirasi udara masuk kedalam paru lewat bronkus utama

kemudian bergerak melewati jalan paru yang makin mengecil menuju

alveoli, tempat terjadi pertukaran oksigen dan arbon dioksida. Alveoli

berkumpul mengelilingi kantong alveolar yang bermuara kedalam

ruangan umum yang disebut atrium. Paru orang dewasa mempunyai

sekitar 300 juta alveoli, yang menyediakan permukaan sangat besar

untuk pertukaran gas (Porth, 2007). Dinding alveoli adalah lapisan

tunggal sel epitel skuamosa datas membran basalis sangat tipis.

Permukaan luar alveoli dilapisi kapiler pulmonalis dan membentuk

membrane respiratorik, pertukaran gas menembus membrane

respiratorik terjadi melalui difusi sederhana.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

4. Rangka iga dan otot interkostae

Paru dilindungi oleh tulang rangka iga dan otot interkostae, terdiri 12

pasang iga yang menyatu dengan vertebrae dada. Sternum mempunyai

tiga bagian: manubrium, korpus, dan prosesus xifoid. Ruang antar iga

disebut raung interkostae, tiap ruang interkostae di namakan sesuai

dengan iga tepat diatasnya. Otot interkostae diantara iga, disepanjang

diafragma disebut otot inspiratorik.

2.2.3 Faktor-Fakor Yang Mempengaruhi Pernafasan

Banyak faktor yang mempengaruhi pernafasan diantaranya:

2.2.3.1 Volume dan Kapasitas Pernafasan

1. Kapasitas paru total (total lung capacity, TLC)

Adalah volume paru total pada pengembangan maksimum paru. Ada

empat nilai yang digunakan untuk menghitung kapasitas total paru

dengan nilai untuk dewasa sehat yaitu;

a. Volume tidal (tidal volume, TV)

Jumlah udara yang masuk dalam satu kali inspirasi atau jumlah

udara yang keluar dalam satu ekspirasi disebut dengan istilah tidal

volume. Lebih spesifik lagi dibedakan menjadi volume tidal

inspirasi (VTi) dan volume tidal ekspirasi (VTe). Jumlah volume

tidal dalam satu menit disebut dengan minute volume (MV), minute

volume ini dipengaruhi oleh frekuensi nafas yang terjadi daam satu

menit karena merupakan perkalian volume tidal dengan frekuensi

nafas (VT x F).

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Selama inspirasi diagfragma berkontraksi dan mendatar untuk

meningkatkan diameter vertikal rongga dada. Otot interkostae

mengangkat rangka iga dan menggerakkan sternum kedepan untuk

mengembangkan diameter lateral dan anteroposterior rongga dada,

menurunkan tekanan intra pleura. Paru meregang dan volume

intrapulmonal meningkat, mengurangi tekanan intrapulmonal

sedikit dibawah tekanan atmosfer. Udara kemudian masuk kedalam

paru sebagai akibat dari gradien tekanan ini hingga tekanan

intrapulmonal dan tekanan atmosfer hampir sesuai, ini dihitung

sebagai volume tidal inspirasi.

Sebaliknya ekspirasi adalah proses pasif yang terjadi sebagai akibat

elastisitas paru. Otot inspiratorik rileks, diafragma naik, iga turun,

dan paru kembali kebentuk semula, baik tekanan dada maupun

intrapulmonal meningkat menekan alveoli. Jumlah volume yang

dikeluarkan pada proses ekspirasi ini disebut sebagai volume tidal

ekspirasi.

Nilai volume tidal pada orang dewasa sekitar 8-10 ml/kgBB atau

sekitar 500 mL. Nilai volume tidal bergantung pada perubaan

volume pada rongga dada, perubahan volume rongga dada

menyebabkan perubahan tekanan udara dalam rongga dada tersebut.

Karena gas selalu mengalir dalam gradien tekanannya, perubahan

tekanan menghasilkan gas mengalir kedalam atau keluar paru untuk

menyamakan tekanan itu sendiri.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Tekanan yang normalnya terdapat dalam rongga dada adalah

tekanan intrapulmonal dan tekanan intra pleural. Tekanan

intrapulmonal dalam alveoli paru naik dan turun secara konstan

sebagai hasil inhalasi dan ekshalasi. Tekanan intra pleural dalam

ruang pleura juga naik dan turun dengan inhalasi dan ekshalasi,

tetapi selalu kurang dari (atau negatif disbanding) tekanan

intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal dan intrapleural dibutuhkan

tidak hanya mengembangkan dan mengempiskan paru, tetapi juga

menjaga, mencegah paru kolaps. Tekanan intrapulmonal naik

hingga lebih dari tekanan atmosfer dan gas mengalir keluar dari

paru.

Volume tidal juga dipengaruhi faktor intrapulmonal seperti edema

pulmonal, pneumonia, atelectasis, dan pneumothorak. Ada juga

faktor ekstrapulmonal seperti posisi, kekuatan kontrksi abdomen,

intraabdominal pressure, dan kelainan bentuk dinding thorak.

b. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume, IRV)

Jumlah maksimum yang bias ditarik di atas dan lebih dari inspirasi,

normal (2000 mL – 3100 mL).

c. Volume cadangan ekpirasi (expiratory reserve volume, ERV)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Jumlah maksimum yang dapat dihembuskan setelah ekshalasi,

normal (1000 mL).

d. Volume residual (residual volume, RV)

Jumlah sisa udara didalam paru setelah ekshalasi maksimal (1100

mL).

2. Kapasitas vital (vital capacity, VC)

Merupakan jumlah udara total yang dapat dihembuskan setelah

inspirasi maksimal. Ini dihitung dengan menambahkan IRV, TV, dan

ERV (4500 mL)

3. Kapasitas inspiratorik

Merupakan jumlah udara total yang dapat dtarik setelah ekshalasi

tenang normal. Ini dihitung dengan menambahkan TV dan IRV.

4. Kapasitas residual fungsional (FRC)

Merupakan volume udara sisa diparu setelah ekshalasi normal, ini

dihitung dengan menambahkan ERV dan RV.

5. Volume ekspiratorik paksa (FEV)

Merupakan jumlah udara yang dapat dihembuskan dalam satu detik.

6. Kapasitas vital paksa (forced vital capacity, FVC)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Merupakan jumlah udara yang dapat dihembuskan paksa dan cepat

setelah asupan udara maksimum.

7. Volume semenit (minute volume, MV)

Merupakan jumlah total volume udara yang ditarik dan dihembuskan

dalam satu menit.

2.2.3.2 Tekanan Udara

Ventilasi bergantung pada perubahan volume dalam ronggga dada,

perubahan volume udara dalam rongga dada menyebabkan perubahan

tekanan udara dalam rongga dada tersebut. Tekanan normal yang terdapat

dalam rongga dada adalah tekanan intrapulmonal dan tekanan intrapleural,

kedua tekanan ini dibutuhkan tidak hanya untuk mengembangkan dan

mengempiskan paru tetapi juga mencegah kolaps paru. Tekanan

intrapulmonal naik lebih dari tekanan atmsofer dan gas mengalir keluar

dari paru.

2.2.3.3 Konsentrasi Ion Oksigen, Karbon Dioksida, dan Hidrogen

Frekuensi dan kedalaman pernafasan dikontrol oleh pusat pernafasan

medulla oblongata dan pons di otak dan oleh kemoreseptor yang terletak

di medulla dan di korpus karotis dan aorta. Pusat tersebut dan

kemoreseptor merespon terhadapbperubahan konsentrasi ion oksigen,

karbon dioksida, dan hidrogrn di darah arteri.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

2.2.3.4 Resitensi Jalan nafas, Komplians Paru, dan Elastisitas Paru

Resistensi jalan nafas diciptakan oleh gesekan yang teradi saat gas

bergerak disepanjang jalan nafas, oleh konstriksi jalan nafas khususnya

bronkiolus oleh penumpukan lendir atau materi infeksius, dan oleh tumor.

Ketika resistensi meningkat aliran gas menurun. Komplians paru adalah

daya pengembangan paru, ini bergantung pada elastisitas jaringan paru

dan kelenturan rangka iga. Elastisitas paru amat penting bagi

pengembangan paru selama inspirasi dan pengecilan paru selama

ekspirasi.

2.2.3.5 Tegangan Permukaan Alveolar

Suatu lapisan cairan terutama terdiri atas air melapisi dinding alveolar.

Pada tiap batas gas-cairan, molekul cairan lebih kuat melekat satu dengan

lain dibanding molekul gas. Ini menghasilkan tegangan permukaan yang

menarik molekul cairan menjadi jauh lebih dekat lagi, muatan air pada

lapisan alveolar memperkuat alveoli dan membantu pengecilan paru

selama ekspirasi. Surfaktan suatu lipoprotein yang dihasilkan oleh sel

alveolar, mengganggu kelekatan molekul air ini, mengurangi tegangan

permukaan dan membantu pengembangan paru.

2.2.3.6 Transfor Oksigen dan Karbon Dioksida

Struktur alveolar dan kapiler paru memungkinkan oksigen disimpan ke

darah arteri dan karbondioksida dibuang dari darah vena. Darah membawa

oksigen dan karbon dioksida sebagai gas yang larut dan dalam ikatan

kimia dengan haemoglobin. Karbon dioksida diubah dan diangkut sebagai

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

ion bikarbonat. Ketika gas darah arteri diukur dalam tatanan praktik, gas

darah arteri diberi nilai yang mencerminan tekanan parsial gas dalam

alveoli (PO2 = tekanan parsial oksigen, PCO2 = tekanan parsial karbon

dioksida). Gas darah arteri digunakan untuk pengukuran klinis

mencerminkan fungsi pertukaran gas alveoli, darah vena mencerminkan

kebutuhan metabolic jaringan (Porth & Matfin, 2009). Gas darah arteri

mencerminkan tekanan parsial gas dalam alveoli, yang naik dan turun saat

tekanan alveolar naik dan turun.

2.2.3.7 Angkutan dan Pelepasan Muatan Oksigen

Dalam alveoli oksigen bergerak menuju kapiler pulmonalis sebagai gas

terlarut, bergerak menurunkan gradien konsentrasi. Oksigen diangkut

dalam darah baik yang terlarut maupun berikatan dengan hemoglobin.

Sekitar 98 % hingga 99% oksigen diangkut dalam darah berikatan dengan

hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sisanya 1% hingga 2% diangkut

dalam keadaan terlarut (Porth & Matfin, 2009).

2.2.3.8 Pengangkutan Karbon Dioksida

Sel aktif menghasilkan sekitar 200 mL karbon dioksida setiap menit,

jumlah ini persis sesuai dengan yang diekskresikan oleh paru setiap menit.

Karbon dioksida diangkut dalam tiga bentuk, sebagai ion bikarbonat

dalam plasma (jumlah terbesar dalam bentuk ini), terlarut dalam plasma,

dan berikatan dengan hemoglobin.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Jumlah karbon dikoksida yang diangkut dalam darah sangat dengaruhi

oleh oksigenasi darah. Ketika PO2 turun, dengan akibat penurunan

saturasi, jumlah karbon dioksida yang lebih banyak dapat dibawa dalam

darah. Karbon dioksida yang masuk kedalam sirkulasi sistemik dari sel

menyebabkan lebih banyak karbon dioksida berikatan dengan hemoglobin

dan lebih banyak ion bikarbonat dihasilkan, situasi ini terbalik dalam

sirkulasi paru, yaitu ambilan oksigen mempermudah pelepasan karbon

dioksida.

2.3 Konsep Ventilasi Mekanis

2.3.1 Pengertian Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis merupakan terapi suportif utama untuk pasien kritis dan terapi

ini merupakan hal yang sering dilakukan di ICU (Newmarch, 2006). Tujuan

ventilasi mekanis adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolus yang sesuai

dengan kebutuhan metabolik pasien serta untuk memperbaiki kodisi hipoksemia

dan memaksimalkan transfor oksigen.

2.3.2 Jenis Ventilator

Ventilator dikelompokkan dalam dua kategori yaitu ventilator tekanan negatif dan

ventilator tekanan positif.

2.3.2.1 Ventilator Tekanan Negatif

Ventilator tekanan negatif generasi pertama dikenal sebagai paru-paru

besi. Tubuh pasien dimasukkan kedalam tabung besi dan tekanan negatif

diberikan melalui silinder besar untuk melebarkan rangka toraks.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Akibatnya tekanan alveolus merosot dan gradien tekanan terbentuk

sehingga udara dapat engalir kedalam paru. Ventilator generasi pertama

ini digunakan pada masa epidemik poliomyelitis tahun 1930 dan 1940.

Metode bantuan ini jarang dipilih untuk pasien yang bukan kandidat untuk

ventilasi mekanis progresif seperti yang diberikan melalui ventilasi

mekanis. Penggunaan ventilator tekanan negatif pada praktek klinis masih

terbatas sebab alat tersebut membatasi perubahan posisi, pergerakan dan

tidak dapat disesuaikan dengan ukuran tubuh yang besar atau kecil.

2.3.2.2 Ventilator Tekanan Positif

Ventilator ini memberikan tekanan gas yang dipilih ke pasien di awal

pernafasan dan mempertahankan tekanan tersebut sepanjang inspirasi.

Dengan memenuhi kebutuhan aliran inspirasi pasien sepanjang fase

inspirasi, usaha pasien menjadi berkurang dan kenyamanannya pasien

meningkat.

Ventilator volume lebih banyak digunakan pada tatanan perawatan kritis,

prinsip ventilator ini adalah volume udara yang diinginkan diberikan pada

setiap pernafasan. Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghntarkan

volume yang diatur tersebut tergantung faktor komplians paru, resistensi

pasien-ventilator. Pada model ventilasi ini frekuensi pernafasan, waktu

inspirasi, dan volume tidal dipilih untuk mengatur pernafasan mekanis.

2.3.3 Mode Ventilator

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Secara keseluruhan pengaturan ventilator meliputi dua hal yaitu penentuan mode

dan setting dari setiap mode itu sendiri. Menurut Sundana (2015), mode ventilator

terbagi dalam tiga target utama:

2.3.3.1 Target Volume

Besarnya udara yang masuk kedalam paru-paru pasien tergantung pada

nilai tidal volume (TV) dan atau menit volume (MV) yang ditentukan pada

ventilator.

2.3.3.2 Target Tekanan (Pressure)

Besarnya volume udara yang masuk kedalam paru-paru bergantung

besarnya teakanan udara inspirasi atau IPL (Inspirasi Pressure Level)

yang ditentukan pada mesin ventilator. Pada mode ini jumlah tidal

volume atau menit volume tidak perlu kita tentukan karena besarnya

volume udara yang dihasilkan tergantung pada kecukupan tekanan udara

inspirasi (IPL) yang diseting pada mesin ventilator. Karena komplians

paru selalu berubah maka pada mode ini tidal volume yang dihasilkan

bervariasi dan selalu berubah-ubah pula.

2.3.3.3 Gabungan Volume dan Tekanan

Besarnya volume dan tekanan udara didalam paru-paru pasien

tergantung pada tidal volume atau menit volume dan IPL (Inspirasi

Pressure Level) yang ditentukan pada mesin ventilator.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Beberapa mode dan pengaturan yang sering digunakan yaitu:

1. Mode volume

a. Mode assist-control

Pada mode ini biasa dipilih frekuensi mandatory (atau control).

Jika ingin pasien ingin bernafas lebih cepat, ini dapat memicu

ventilator tersebut dan menerima pernafasan dengan volume

penuh. Mode ini sering digunakan pada pasien baru diintubasi atau

jika pasien tersebut terlalu lemah untuk melakukan kerja

pernafasan.

b. Mode syncrhronized intermittent mandatory ventilation (SIMV)

Pada mode ini frekuensi pernafasan dan tidal volume diatur. Tidal

volume pada pernafasan ini dapat sangat berbeda dari tidal volume

yang diatur pada ventilator sebab volume tidal tersebut hanya

ditentukan oleh upaya spontan pasien. Dimasa lampau mode ini

pernah digunakan sebagai mode penyapihan yang popular, untuk

menyapih pasien pernafasan mandatory diturunkan secara

bertahap sehingga memungkinkan psien untuk melakukan kerja

pernafasan yang lebih banyak.

2. Mode tekanan

a. Mode pressure- support ventilation (PSV)

Pada mode ini memperbesar atau membantu pernafasan spontan

dengan menghantarkan aliran gas tinggi menuju level tekanan

yang telah dipilih pada awal isnpirasi, dan mempertahankan level

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

tersebut sepajang fase inspirasi. Pada mode ini volume tidal

inspirasi dan frekuensi pernafasan harus dipantau ketat untuk

mendeteksi adanya perubahan pada komplians paru.

b. Mode ventilasi kontrol-tekanan (PVC)

Mode ini digunakan untuk mengontrol tekanan plateu pada

beberapa kondisi seperti ARDS, yakni ketika komplians paru

menurun dan beresiko tinggi terjadi barotrauma. Mode ini

digunakan ketuka pasien mengalami masalah oksigenasi yang

menetap, kendati nilai fio2 dan level PEEP yang diberikan tinggi.

c. Mode tekanan akhir ekspirasi positif (CPAP)

CPAP adalah istilah yang digunakan saat PEEP diberikan pada

pernafasan spontan. CPAP memberikan tekanan jalan nafas

positif yang konstan pada modus spontan, seringkali terdapat

bersama dengan PSV dan memacu perukaran gas dengan

membuka alveolus dan meningkatkan kapasitas residual

fungsional (Schumaker & Chernecky 2005).

Mode CPAP membantu pasien yang bernafas secara spontan

untuk meningkatkan oksigensi dengan memberikan atau

membesarkan tekanan akhir ekspirasi paru disepanjang siklus

pernafasan. Mode ini bisa digunakan pada pasien yang terpasang

intubasi ataupun tidak, ini juga bias digunakan sebagai mode

penyapihan dan model ventilasi malam hari (CPAP nasal atau

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

sungkup) untuk mencegah obstruksi jalan nafas atas dan

mencegah pasien yang mengalami apnea tidur obstruktif.

PEEP adalah tekanan akhir positif yang dihasilkan pada akhir

eskpirasi, pada umumnya dalam praktik klinik menggunakan

PEEP tingkat rendah (2-5 cm H2O) pada pasien yang terpasang

intubasi. Ini dinaikkan 2 hingga 5 cm H2O pada saat nilai fio2

lebih dari 50% untuk mencapai nilai Sao2 (<90%) atau Pao2 (>60

hingga 70 mm Hg) yang diperbolehkan. Ini sering dibutuhkan

pada pasien yang mengalami hipoksemia refraktori contoh pada

pasein ARDS, ketika nilai Pao2 memburuk meski sudah diberikan

oksigen dengan konsentrasi tinggi.

PEEP digunakan untuk menjaga agar alveoli tetap terbuka dan

metode ini dapat meliputi unit-unit alveolar yang mengalami

kolaps total atau parsial. Tekanan akhir ekspirasi ini

meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dengan

mengembangkan kembali alveoli yang kolaps, mempertahankan

alveoli pada posisi terbuka serta meningkatkan komplians paru.

Upaya ini mengurangi pintasan dan memperbaiki oksigenasi,

selain itu terdapat sejumlah bukti bahwa dengan menjaga alveoli

tetap terbuka meningkatkan regenerasi surfaktan. Pemberian

PEEP level tinggi sebaiknya jangan terlalu sering diganggu

karena dibutuhkan waktu beberapa jam untuk membuka kembali

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

alveoli dan mengembalikan nilai FRC, sebelum kondisi tercapai

oksigenasi dapat mengalami hambatan.

Pada pasien yang tidak memiliki volume darah sirkuasi adekuat

pemberian PEEP dapat menurunkan aliran balik vena menuju

jantung, menurunkan curah jantung, dan mengakibatkan hantaran

oksigen menuju jaringan. Jika pemberian PEEP mengakibatkan

hipotensi atau penurunan curah jantung, upaya memulihkan

volume intavaskular sirkulasi dapat memperbaiki hipotensi.

Komplikasi lain dari pemasangan PEEP adalah barotrauma, ini

dapat terjadi pada pasien yang terpasang ventilasi mekanis, tetapi

paling sering terjadi ketika PEEP yang digunakan level tinggi

(>10 hingga 20 cm H2O) pada paru-paru dengan tekanan ventilasi

yang tinggi dan complain yang rendah , serta pada pasien yang

menderita penyakit obstruksi jalan nafas. Barotrauma terjadi

secara tiba-tiba dan biasanya memerlukan tindakan pemasangan

selang dada.

2.3.4 Pengaturan Kontrol Ventilasi

Perawat harus mengetahui bagaimana memantau berbagai jenis ventilator,

model, dan control sebelum memberikan bantuan ventilasi mekanis pada pasien.

Pengaturan ventilator hrus sering dievaluasi berdasarkan respon pasien,

pemeriksaan analisa gas darah (GDA) menentukan kefektifan ventilasi mekanis.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Menurut Morton, Patricia Gonce 2014 hal-hal yang harus diperhatikan dalam

pengaturan ventilasi mekanis yaitu:

2.3.4.1 Fraksi Oksigen Inspirasi

Awal pemberian ventilasi mekanis diberikan fio2 tinggi (60% atau lebih)

selanjutnya diatur berdasarkan nilai GDA dan Sao2, biasanya fio2

disesuaikannuntuk menjaga agar nilai Sao2 lebih besar dari 90%

(ekuivalen kasar hingga Pao2 > 60 mmHg).

2.3.4.2 Frekuensi Pernafasan

Pada ventilator tekanan, waktu inspirasi menentukan durasi ernafasan

dengan mengatur laju aliran gas. Semakin tinggi aliran gas semakin

pendek inspirasi, sebaliknya semakin rendah laju liran semakin panjang

inspirasi. Frekuensi pernafasan dikali volume tidal sesuai dengan

ventilasi per menit (RR x VT = MV).

2.3.4.3 Volume Tidal

Volume tidal diberikan sebesar 10-15 ml/kg berat badan sudah umum

digunakan secara luas, namun denagn adanya penelitian yang dilakukan

untuk mengidentifikasi adanya fenomena cedera paru (yang sering

disebut brotrauma) akibat volume yang dihasilkan karena tidal volume

yang besar. Karena alasan tersebut upaya menurunkan target tidal

volume (6-8 ml/kg berat badan) saat ini telah dianjurkan.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Cukup tidaknya jumlah tidal volume atau minute volume dipengaruhi

oleh tahanan jalan nafas, besarnya ruang rugi (dead space), dan complain

paru.

Pengaturan tidal volume yang aman bagi pasien dapat menggunakan

perhitungan PBW (Predicted Body Weight) yaitu sebagai berikut:

Laki-laki:

PBW (kg) = 50 + 2,3 (Tinggi bdan dalam inchi – 60) atau

= 50 + 0,91 (Tinggi badan dalam cm -152,4)

Perempuan:

PBW (kg) = 45,5 + 2,3 (Tinngi badan dalam inchi – 60) atau

= 45,5 + 0,91 (Tinggi badan dalam cm – 152,4)

Pada pasien dengan gangguan paru tidal volume dimulai dari 5-8

ml/kgBB, pada ARDS 4-6 ml/kgBB, dan pada PPOK 5-8 ml/kgBB.

Untuk pasien gagal nafas namun kondisi paru normal dimulai dari 10-12

ml/kgBB. Target tidal volume yang diseting harus dapat

mempertahankan plateau pressure < 35 cmH2O, PIP < 35 cmH2O dan

minute volume 100 ml/kgBB.

2.3.5 Komplikasi Ventilasi Mekanis

Ada beberapa komplikasi dari penggunaan ventilasi mekanis, tetapi dengan

dengan praktik perawatan preventif yang baik hal ini dapat dicegah. Komplikasi

yang dapat ditimbulkan dari penggunaan ventilasi mekanik diantaranya:

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

2.3.5.1 Aspirasi

Aspirasi bias terjadi sebelum, selama, dan setelah intubasi (pemasangan

selang endotrakeal). Resiko aspirasi setelah intubasi dapat diminimalkan

dengan mempertahankan inflasi balon yang sesuai, mengevaluasi

distensi lambung dengan suction, meninggian kepala tempat tidur 300

atau lebih.

2.3.5.2 Barotrauma

Ventilsi mekanis adalah memompakan udara kedalam dada

menghasilkan tekanan positif selama inspirasi, jika PEEP ditambahkan

tekanan meningkat dan berlanjut sepanjang ekspirasi. Tekanan tersebut

dapat merobek alveolus dan gelembung empisematosa, udara kemudian

lolos dan terjebak di dalam ruang pleura, terakumulasi sampai

menyebabkan paru kolpas. Pada akhirnya paru yang kolaps menghimpit

struktur mediastinum, menekan trakea dan jantung. Penekanan ini

disebut pneumotorak tekanan.

2.3.5.3 Pneumonia Akibat Ventilator

Pneumonia akibat ventilator merupakan penyebab kedua infeksi didapat

di rumah sakit, dan penyebab utama kematian akibat infeksi nosocomial

(Kollef, 1999a). Faktor yang menyebabkan pneumonia antara lain

kolonisasi orofaring, kolonisasi lambung, aspirasi, dan gangguan sitem

kekebalan paru.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

2.3.5.4 Penurunan Curah Jantung

Penurunan curah jantung yang ditandai dengan hipotensi dapat

diobservasi pada saat pemasangan ventilasi mekanis, hal ini sering

disebabkan penggunaan obat-obatan untuk intubasi dan tidak adanya

tonus simpatis dan penurunan aliran balik vena akibat efek tekanan

positif didalam dada. Selain hipotensi tanda dan gejala lainya meliputi

kegelisahan yang tidak jelas penyebabnya, penurunan tingkat kesadaran,

penurunan haluaran urine, denyut nadi perifer melemah, pengisisan

kapiler lambat, pucat, keletihan, dan nyeri dada.

2.3.5.5 Ketidakseimbangan Air

Penurunan aliran balik vena ke jantung dirasakan oleh resptor regangan

vagus yang terletak di atrium kanan, hypovolemia yang terjadi

merangsang pelepasan hormone antidiuretic (ADH) dari hipofisis

posterior. Penurunan curah jantung yang menyebabkan penurunan

haluaran urine semakin memperburuk tersebut dengan menstimulasi

respon renin-angiotensin-aldosteron.

2.3.5.6 Masalah Gastrointestinal

Komplikasi gastrointestinal akibat ventilasi mekanis meliputi distensi

(karena menelan udara), hipomotilitas dan ileus (karena mobilitas dan

penggunaan analgesic narkotik).

2.3.5.7 Kelemahan Otot

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Otot-otot pernafasan pada pasien dengan ventilasi mekanik mungkin

tidak digunakan (selain gerakan pasif) pada saat memakai ventilator,

khususnya jika relaksan otot, sedasi obat, atau keduanya merupakan

bagian dari rencana asuhan.

2.4 Konsep Weaning (Penyapihan)

2.4.1 Perngertian Weaning

Weaning atau penyapihan adalah proses pelepasan bantuan ventilator dan

menetapkan kembali rspirasi spontan dan mandiri. Penyapihan dimulai jika proses

yang menyertai penyebab gagal nafas telah dikoreksi atau stabil. Proses dan waktu

yang diperlukan untuk penyapihan bergantung pada faktor seperti kondisi paru

sebelumnya, durasi ventilasi mekanis, dan kondisi umum pasien baik fisik dan

psikologis. Pada semua kasus tanda-tanda vital, kecepatan respirasi, derajat

dipsnea, gas darah, dan status klinis digunakan dalam mengevaluasi penyapihan

dan perkembangannya.

2.4.2 Metode Weaning

Metode yang digunakan dibedakan berdasarkan durasi pemakaian dari ventilasi

mekanis itu sendiri. Setelah periode singkat dari ventilasi mekanis dan

penggunaan ventilasi mekanis yang lebih lama dan membutuhkan pengondisian

kembali otot pernafasan.

2.4.2.1 Weaning Pada Periode Ventilasi Mekanis Yang Singkat

Setelah periode singkat dari ventilasi mekanis metode penyapihan yang

digunakan bisa CPAP. Metode CPAP dengan percobaan nafas spontan

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

yang dibantu oleh ventilator dengan mode CPAP. Selama melakukan

proses penyapihan dengan CPAP dilakukan pemantauan tanda-tanda vital,

saturasi oksigen, ETCO2, dan PO2 dimonitor secara cermat. Metode CPAP

memberikan jumlah kegagalan penyapihan yang lebih rendah (Rosema et

al., 2014).

2.4.2.2 Weaning Pada Periode Ventilasi Mekanis Yang Lama

Metode yang bias digunakan untuk penggunaan ventilasi mekanis lama

bias dengan SIMV dan PSV. Ketika SIMV digunakan jumlah nafas

dibantu ventilator mandatory diturunkan bertahap seiring dengan

pemantauan kecepatan pernafasan dan ETCO2 dimonitor. Ketika pasien

dapat menoleransi SIMV pada empat nafas permenit tanpa periode

istirahat bantuan ventilator yang lebih beasr, penyapihan CPAP atau T-

piece diusahakan sebelum ektubasi (Fishman et al., 2008b). Penyapihan

merupakan penggunaan utama untuk ventilasi bantuan tekanan (pressure

support ventilation, PSV). Awalnya PSV diatur sedikti dibawah tekanan

inspirasi puncak yang diperlukan selama ventilasi volume tersiklus.

Tingkat bantuan tekanan diturunkan secara bertahap, sering kali pada pola

siklus periode bantuan minimal bertukar dengan bantuan lebih tinggi dari

otot respirasiyang dikondisikan kembali. Ketika sadar PSV cukup untuk

mengatasi reisitensi selang endotrakea, bantuan dihentikan dan pasien

diektubasi (Fishman et al., 2008)

2.4.3 Posisi Ideal Pada Proses Weaning

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

Dengan memberikan posisi yang sesuai diharapkan proses weaning dapat berjalan

dengan lancer dan kenyamanan pasien tetap terjaga. Posisi mempengaruhi nilai

tidal volume pada pasien terpasang ventilasi mekanik terutama dengan mode

CPAP, nilai tidal volume pada posisi head of bed elevasi 300 menunjukkan nilai

lebih baik dibanding posisi lateral (Rustandi et al., 2014). Posisi semi recumbent

300 sampai dengan 600 sangat singnifikan dalam mengurangi resiko terjadinya

ventilator associated pneumonia (VAP) dibanding posisi supine 00 (nol derajat)

sampai dengan 100 (Wang et al., 2016). Pada posisi elevasi 450 membantu

menurunkan kerja otot pernafasan, membantu menurunkan nilai PEEP, dan

memberikan rasa nyaman pasien. Posisi setengah duduk membantu proses

weaning pada pasien dengan ketergantungan pada ventilator (Deye et al., 2013).

2.4.4 Syarat Ekstubasi

Menurut Sundana 2008, syarat-syarat esktubasi diantaranya:

1. AGD (analisa gas darah) dalam batas normal.

2. Pola nafas, tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal dengan

bantuan inotropic minimal.

3. Faktor penyebab gagal nafas sudah teratasi.

4. Dapat melakukan batuk secara efektif.

5. Complain paru adekuat.

6. Secara klinis pasien sudah siap untuk dilakukan ekstubasi.

7. Mode ventilator CPAP dengan PEEP minimal 5, tidal volume sudah terpenuhi

secara optimal, fio2 kurang dari 50%.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU

2.5 Kerangka Teori

Skema 2.5

Kerangka Teori

Sistem pernafasan

Pengertian

Anatomi & fisiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Ventilasi mekanik

Pengertian

Jenis ventilasi mekanik

Mode ventilasi mekanik

Pengaturan kontrol ventilasi mekanik

Komplikasi ventilasi mekanik

Weaning (penyapihan)

Pengertian weaning

Metode weaning

Syarat weaning (ekstubasi)

Posisi saat weaning

CPAP

Pengertian

Indikasi

Cara kerja

Pemantauan pada CPAP

Tidal volume

Minute volume

Frekuensi pernaasan

Saturasi perifer O2