bab ii landasan teori 2.1 konsep intensive care unit (icu
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Intensive Care Unit (ICU)
2.1.1 Pengertian Intensive Care Unit (ICU)
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi staf,
peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan
fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu
organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis
yang dapat menyebabkan kematian. Setiap pasien kritis erat kaitannya dengan
perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring dengan cepat sehingga dapat dipantau
perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ
tubuh lainnya (Rab, 2007)
.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-pasien yang menderita penyakit cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
Pelayanan keperawatan kritis di lCU merupakan pelayanan yang diberikan
kepada pasien dalam kondisi kritis yang mengancam jiwa, sehingga harus
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berpengalaman di ruang
perawatan intensif. Pelayanan keperawatan kritis saat ini sangat perlu untuk
dikembangkan di Indonesia, sejalan dengan perkembangan teknologi di bidang
perawat intensif (Kemenkes, 2011).
Pelayanan keperawatan kritis bertujuan untuk memberikan asuhan bagi pasien
dengan penyakit berat yang membutuhkan terapi intensif dan potensial untuk
disembuhkan, memberikan asuhan bagi pasien berpenyakit berat yang
memerlukan observasi atau pengawasan ketat secara terus-menerus, untuk
mengetahui setiap perubahan pada kondisi pasien yang membutuhkan intervensi
segera.
Kondisi ini membutuhkan perawat profesional yang memiliki kompetensi di
bidang perawatan intensif yang bersertifikasi, sehingga dapat dipertanggung
jawabkan untuk memberikan pelayanan keperawatan secara optimal dalam
mengatasi kegawatan pasien diruang perawatan intensif (Frelita, 2011).
2.1.2 Indikasi Masuk Intensive Care Unit (ICU)
Indikasi Masuk ICU adalah pasien kritis yang memiliki angka kesakitan dan
kematian cukup tinggi. Pengenalan dan penanganan tepat pasien – pasien secara
dini dapat membantu meminimalkan perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan
kesempatan untuk pulih (Gwendry, 2015). Pasien yang mengalami ancaman
seperti kegagalan sistem pernafasan (gagal nafas), kegagalan sistem
hemodinamik (shock), kegagalan sistem syaraf pusat seperti stroke atau
penurunan kesadaran, overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi (depresi nafas)
serta mengalami infeksi berat (sepsis).
2.2 Konsep Sistem Pernafasan
2.2.1 Pengertian Sisitem Pernafasan
Sistem pernafasan menyediakan oksigen untuk sel dan membuang karbon
dioksida yang terbentuk sebagai produk sisa metabolisme sel. Proses pada sistem
pernafasan ini meliputi ventilasi (gerakan udara ke dalam dank ke luar paru),
perfusi (aliran darah melewati sistem kapiler di sekitar paru), dan difusi (proses
pertukaran gas antara darah dan alveolar paru). Gerakan otot pernafasan dikontrol
oleh sisitem saraf dan frekuensi pernafasan disesuaikan untuk mencocokkan
kebutuhan tubuh selama berbagai aktifitas (leMone et al., 2014)
2.2.2 Anatomi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan dibagi menjadi dua bagian yaitu system pernafasan atas dan
sistem pernafasan bawah.
2.2.2.1 Sistem Pernafasan Atas
Sisitem pernafasan atas tersusun oleh jalan nafas pengatur yaitu hidung,
mulut dan faring, laring, dan trakea. Ini berfungsi sebagai jalan untuk
memindahkan udara kedalam paru dan membuang karbon dioksida ke
lingkungan luar. Ketika udara berpindah melewati struktur ini, udara
dibersihkan, disaring, dilembabkan dan dihangatkan.
1. Hidung dan Sinus
Hidung merupakan lubang sisitem pernafasan eksternal yang tersusun
oleh tulang hidung, frontal, dan maksilaris serta palatum kartilago
hialin. Lubang hidung (nares eksternal) adalah dua rongga yang
dipisahkan oleh septum nasal. Rambut hidung menyaring udara saat
masuk kedalam lubang dan menyekresi lender tidak hanya terjebak
debu dan bakteri tetapi juga mengandung lisozim, suatu enzim yang
menghancurkan bakteri saat memasuki hidung.
Rongga hidung dikelilingi oleh sinus paranasal, terletak di tulang
frontalis, sfenoid, etmoid, dan maksilaris. Sinus menyangga tengkorak,
membantu wicara, dan menghasilkan lendir yang mengalir kedalam
rongga hidung untuk membantu menjebak debris. Mulut adalah jalan
nafas lain yang digunakan bila jalan hidung tersumbat atau asupan
udara yang lebih besar diperlukan, misalnya selama latihan berat
(Porth, 2007 dalam buku ajar Keperawatan Medikal Bedah 2017).
2. Faring
Faring berbentuk corong dengan panjang sekitar 13 cm, membujur dari
dasar tengkorak hingga tinggi vertebra cervicalis enam. Faring
berfungsi sebagai jalan baik untuk udara maupun makanan. Faring
terbagi menjadi tiga bagian: nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Nasofaring hanya berfungsi sebagai jalan udara, dimana disini terjadi
proses menjebak dan menghancurkan agen infeksius yang masuk
bersama udara. Orofaring berfungsi sebagai jalan baik untuk udara
maupun makanan, palatum mole yang agak tinggi mencegah makanan
masuk kedalam nasofaring selama proses menelan. Laringofaring
membujur dari tulang hyoid hingga laring, berfungsi sebagai jalan baik
udara maupun makanan.
3. Laring
Laring terbentuk oleh kartilago tiroid, krikoid, dan epiglottis. Laring
mempunyai panajng sekitar 5 cm, menyediakan jalan nafas, jalur udara
dan makanan kedalam jalan yang semestinya, dan tempat pita suara.
Selama udara bergerak menuju laring, pintunatas laring terbuka, namun
pintu atas tertutup selama menelan.
4. Trakea
Trakea dimulai pada laring inferior dan menurun didepan esofagus
hingga masuk ke mediastinum, tempat trakea terbagi menjadi bronkus
utama paru kanan dan kiri. Trakea mempunyai panjang12 hingga 15
cm dan diameter 2,5 cm. lapisan mukosa trakea berisi kelenjar
seromukosa yang menghasilkan lender kental, debu dan debris yang
dihirup terjebak dalam lender ini, bergerak menuju tenggorok oleh silia,
dan kemudian ditelan atau dibatukkan keluar lewat mulut.
2.2.2.2 Sistem Pernafasan Bawah
1. Paru
Mediastinum diapit oleh paru dikedua sisi, tiap paru tergantung dalam
rongga pleuranya sendiri, dengan permukaan anterior, lateral dan
posterior paru melekat erat dengan iga. Hilus pada permukaan
mediastinal masing-masing paru adalah tempat pembuluh darah
system pulmonal dan sirkulasi dan bronkus primer masuk dan keluar
paru. Apeks masing-masing paru terletak tepat dibawah klavikula dan
dasar masing-masing paru terletak pada diafragma. Paru adalah
jaringan ikat elastis dan lunak seperti spons. Paru kiri lebih kecil
mempunyai dua lobus dan paru kanan mempunyai tiga lobus.
Sistem vaskular paru terdiri atas arteri pulmonalis yang mengirim
darah keparu untuk oksigenasi, dan vena pulmonalis yang mengirim
darah kaya oksigen ke jantung. Arteri pulmonalis bercabang menjadi
jaringan kapiler paru yang mengelilingi alveoli, jaringan paru
mendapatkan suplai darah dan dialiri oleh vena bronkialis dan
pulmonalis.
2. Pleura
Pleura adalah membrane berlapis ganda yang melapisi paru dan bagian
dalam rongga dada. Pleura parietal melapisi dinding dada dan
mediastinum, ini berlanjut dengan pleura visceral yang melapisi
permukaan luar paru. Pleura menghasilkan cairan serosa pelumas yang
memungkinkan paru untuk bergerak dengan mudah dalam dinding
dada selama bernafas.
3. Bronki dan alveoli
Trakea terbagi menjadi bronki utama kanan dan kiri, bronkus utama
kanan lebih pendek, lebih lebar, dan terletak lebih vertical. Bronki
dibagi menjadi bronkus yang lebih kecil dan kemudian menjadi
bronkiolus yang lebih kecil, dan berakhir di bronkiolus terminal yang
sangat kecil. Jalan bercabang yang bertemu ini disebut pohon bronkila,
dari bronkiolus terminal udara bergerak ke kantong udara yang
kemudian bercabang menjadi duktus alveolus yang menuju kantong
alveolus kemudisn menuju alveoli kecil.
Selama inspirasi udara masuk kedalam paru lewat bronkus utama
kemudian bergerak melewati jalan paru yang makin mengecil menuju
alveoli, tempat terjadi pertukaran oksigen dan arbon dioksida. Alveoli
berkumpul mengelilingi kantong alveolar yang bermuara kedalam
ruangan umum yang disebut atrium. Paru orang dewasa mempunyai
sekitar 300 juta alveoli, yang menyediakan permukaan sangat besar
untuk pertukaran gas (Porth, 2007). Dinding alveoli adalah lapisan
tunggal sel epitel skuamosa datas membran basalis sangat tipis.
Permukaan luar alveoli dilapisi kapiler pulmonalis dan membentuk
membrane respiratorik, pertukaran gas menembus membrane
respiratorik terjadi melalui difusi sederhana.
4. Rangka iga dan otot interkostae
Paru dilindungi oleh tulang rangka iga dan otot interkostae, terdiri 12
pasang iga yang menyatu dengan vertebrae dada. Sternum mempunyai
tiga bagian: manubrium, korpus, dan prosesus xifoid. Ruang antar iga
disebut raung interkostae, tiap ruang interkostae di namakan sesuai
dengan iga tepat diatasnya. Otot interkostae diantara iga, disepanjang
diafragma disebut otot inspiratorik.
2.2.3 Faktor-Fakor Yang Mempengaruhi Pernafasan
Banyak faktor yang mempengaruhi pernafasan diantaranya:
2.2.3.1 Volume dan Kapasitas Pernafasan
1. Kapasitas paru total (total lung capacity, TLC)
Adalah volume paru total pada pengembangan maksimum paru. Ada
empat nilai yang digunakan untuk menghitung kapasitas total paru
dengan nilai untuk dewasa sehat yaitu;
a. Volume tidal (tidal volume, TV)
Jumlah udara yang masuk dalam satu kali inspirasi atau jumlah
udara yang keluar dalam satu ekspirasi disebut dengan istilah tidal
volume. Lebih spesifik lagi dibedakan menjadi volume tidal
inspirasi (VTi) dan volume tidal ekspirasi (VTe). Jumlah volume
tidal dalam satu menit disebut dengan minute volume (MV), minute
volume ini dipengaruhi oleh frekuensi nafas yang terjadi daam satu
menit karena merupakan perkalian volume tidal dengan frekuensi
nafas (VT x F).
Selama inspirasi diagfragma berkontraksi dan mendatar untuk
meningkatkan diameter vertikal rongga dada. Otot interkostae
mengangkat rangka iga dan menggerakkan sternum kedepan untuk
mengembangkan diameter lateral dan anteroposterior rongga dada,
menurunkan tekanan intra pleura. Paru meregang dan volume
intrapulmonal meningkat, mengurangi tekanan intrapulmonal
sedikit dibawah tekanan atmosfer. Udara kemudian masuk kedalam
paru sebagai akibat dari gradien tekanan ini hingga tekanan
intrapulmonal dan tekanan atmosfer hampir sesuai, ini dihitung
sebagai volume tidal inspirasi.
Sebaliknya ekspirasi adalah proses pasif yang terjadi sebagai akibat
elastisitas paru. Otot inspiratorik rileks, diafragma naik, iga turun,
dan paru kembali kebentuk semula, baik tekanan dada maupun
intrapulmonal meningkat menekan alveoli. Jumlah volume yang
dikeluarkan pada proses ekspirasi ini disebut sebagai volume tidal
ekspirasi.
Nilai volume tidal pada orang dewasa sekitar 8-10 ml/kgBB atau
sekitar 500 mL. Nilai volume tidal bergantung pada perubaan
volume pada rongga dada, perubahan volume rongga dada
menyebabkan perubahan tekanan udara dalam rongga dada tersebut.
Karena gas selalu mengalir dalam gradien tekanannya, perubahan
tekanan menghasilkan gas mengalir kedalam atau keluar paru untuk
menyamakan tekanan itu sendiri.
Tekanan yang normalnya terdapat dalam rongga dada adalah
tekanan intrapulmonal dan tekanan intra pleural. Tekanan
intrapulmonal dalam alveoli paru naik dan turun secara konstan
sebagai hasil inhalasi dan ekshalasi. Tekanan intra pleural dalam
ruang pleura juga naik dan turun dengan inhalasi dan ekshalasi,
tetapi selalu kurang dari (atau negatif disbanding) tekanan
intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal dan intrapleural dibutuhkan
tidak hanya mengembangkan dan mengempiskan paru, tetapi juga
menjaga, mencegah paru kolaps. Tekanan intrapulmonal naik
hingga lebih dari tekanan atmosfer dan gas mengalir keluar dari
paru.
Volume tidal juga dipengaruhi faktor intrapulmonal seperti edema
pulmonal, pneumonia, atelectasis, dan pneumothorak. Ada juga
faktor ekstrapulmonal seperti posisi, kekuatan kontrksi abdomen,
intraabdominal pressure, dan kelainan bentuk dinding thorak.
b. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume, IRV)
Jumlah maksimum yang bias ditarik di atas dan lebih dari inspirasi,
normal (2000 mL – 3100 mL).
c. Volume cadangan ekpirasi (expiratory reserve volume, ERV)
Jumlah maksimum yang dapat dihembuskan setelah ekshalasi,
normal (1000 mL).
d. Volume residual (residual volume, RV)
Jumlah sisa udara didalam paru setelah ekshalasi maksimal (1100
mL).
2. Kapasitas vital (vital capacity, VC)
Merupakan jumlah udara total yang dapat dihembuskan setelah
inspirasi maksimal. Ini dihitung dengan menambahkan IRV, TV, dan
ERV (4500 mL)
3. Kapasitas inspiratorik
Merupakan jumlah udara total yang dapat dtarik setelah ekshalasi
tenang normal. Ini dihitung dengan menambahkan TV dan IRV.
4. Kapasitas residual fungsional (FRC)
Merupakan volume udara sisa diparu setelah ekshalasi normal, ini
dihitung dengan menambahkan ERV dan RV.
5. Volume ekspiratorik paksa (FEV)
Merupakan jumlah udara yang dapat dihembuskan dalam satu detik.
6. Kapasitas vital paksa (forced vital capacity, FVC)
Merupakan jumlah udara yang dapat dihembuskan paksa dan cepat
setelah asupan udara maksimum.
7. Volume semenit (minute volume, MV)
Merupakan jumlah total volume udara yang ditarik dan dihembuskan
dalam satu menit.
2.2.3.2 Tekanan Udara
Ventilasi bergantung pada perubahan volume dalam ronggga dada,
perubahan volume udara dalam rongga dada menyebabkan perubahan
tekanan udara dalam rongga dada tersebut. Tekanan normal yang terdapat
dalam rongga dada adalah tekanan intrapulmonal dan tekanan intrapleural,
kedua tekanan ini dibutuhkan tidak hanya untuk mengembangkan dan
mengempiskan paru tetapi juga mencegah kolaps paru. Tekanan
intrapulmonal naik lebih dari tekanan atmsofer dan gas mengalir keluar
dari paru.
2.2.3.3 Konsentrasi Ion Oksigen, Karbon Dioksida, dan Hidrogen
Frekuensi dan kedalaman pernafasan dikontrol oleh pusat pernafasan
medulla oblongata dan pons di otak dan oleh kemoreseptor yang terletak
di medulla dan di korpus karotis dan aorta. Pusat tersebut dan
kemoreseptor merespon terhadapbperubahan konsentrasi ion oksigen,
karbon dioksida, dan hidrogrn di darah arteri.
2.2.3.4 Resitensi Jalan nafas, Komplians Paru, dan Elastisitas Paru
Resistensi jalan nafas diciptakan oleh gesekan yang teradi saat gas
bergerak disepanjang jalan nafas, oleh konstriksi jalan nafas khususnya
bronkiolus oleh penumpukan lendir atau materi infeksius, dan oleh tumor.
Ketika resistensi meningkat aliran gas menurun. Komplians paru adalah
daya pengembangan paru, ini bergantung pada elastisitas jaringan paru
dan kelenturan rangka iga. Elastisitas paru amat penting bagi
pengembangan paru selama inspirasi dan pengecilan paru selama
ekspirasi.
2.2.3.5 Tegangan Permukaan Alveolar
Suatu lapisan cairan terutama terdiri atas air melapisi dinding alveolar.
Pada tiap batas gas-cairan, molekul cairan lebih kuat melekat satu dengan
lain dibanding molekul gas. Ini menghasilkan tegangan permukaan yang
menarik molekul cairan menjadi jauh lebih dekat lagi, muatan air pada
lapisan alveolar memperkuat alveoli dan membantu pengecilan paru
selama ekspirasi. Surfaktan suatu lipoprotein yang dihasilkan oleh sel
alveolar, mengganggu kelekatan molekul air ini, mengurangi tegangan
permukaan dan membantu pengembangan paru.
2.2.3.6 Transfor Oksigen dan Karbon Dioksida
Struktur alveolar dan kapiler paru memungkinkan oksigen disimpan ke
darah arteri dan karbondioksida dibuang dari darah vena. Darah membawa
oksigen dan karbon dioksida sebagai gas yang larut dan dalam ikatan
kimia dengan haemoglobin. Karbon dioksida diubah dan diangkut sebagai
ion bikarbonat. Ketika gas darah arteri diukur dalam tatanan praktik, gas
darah arteri diberi nilai yang mencerminan tekanan parsial gas dalam
alveoli (PO2 = tekanan parsial oksigen, PCO2 = tekanan parsial karbon
dioksida). Gas darah arteri digunakan untuk pengukuran klinis
mencerminkan fungsi pertukaran gas alveoli, darah vena mencerminkan
kebutuhan metabolic jaringan (Porth & Matfin, 2009). Gas darah arteri
mencerminkan tekanan parsial gas dalam alveoli, yang naik dan turun saat
tekanan alveolar naik dan turun.
2.2.3.7 Angkutan dan Pelepasan Muatan Oksigen
Dalam alveoli oksigen bergerak menuju kapiler pulmonalis sebagai gas
terlarut, bergerak menurunkan gradien konsentrasi. Oksigen diangkut
dalam darah baik yang terlarut maupun berikatan dengan hemoglobin.
Sekitar 98 % hingga 99% oksigen diangkut dalam darah berikatan dengan
hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sisanya 1% hingga 2% diangkut
dalam keadaan terlarut (Porth & Matfin, 2009).
2.2.3.8 Pengangkutan Karbon Dioksida
Sel aktif menghasilkan sekitar 200 mL karbon dioksida setiap menit,
jumlah ini persis sesuai dengan yang diekskresikan oleh paru setiap menit.
Karbon dioksida diangkut dalam tiga bentuk, sebagai ion bikarbonat
dalam plasma (jumlah terbesar dalam bentuk ini), terlarut dalam plasma,
dan berikatan dengan hemoglobin.
Jumlah karbon dikoksida yang diangkut dalam darah sangat dengaruhi
oleh oksigenasi darah. Ketika PO2 turun, dengan akibat penurunan
saturasi, jumlah karbon dioksida yang lebih banyak dapat dibawa dalam
darah. Karbon dioksida yang masuk kedalam sirkulasi sistemik dari sel
menyebabkan lebih banyak karbon dioksida berikatan dengan hemoglobin
dan lebih banyak ion bikarbonat dihasilkan, situasi ini terbalik dalam
sirkulasi paru, yaitu ambilan oksigen mempermudah pelepasan karbon
dioksida.
2.3 Konsep Ventilasi Mekanis
2.3.1 Pengertian Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan terapi suportif utama untuk pasien kritis dan terapi
ini merupakan hal yang sering dilakukan di ICU (Newmarch, 2006). Tujuan
ventilasi mekanis adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolus yang sesuai
dengan kebutuhan metabolik pasien serta untuk memperbaiki kodisi hipoksemia
dan memaksimalkan transfor oksigen.
2.3.2 Jenis Ventilator
Ventilator dikelompokkan dalam dua kategori yaitu ventilator tekanan negatif dan
ventilator tekanan positif.
2.3.2.1 Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif generasi pertama dikenal sebagai paru-paru
besi. Tubuh pasien dimasukkan kedalam tabung besi dan tekanan negatif
diberikan melalui silinder besar untuk melebarkan rangka toraks.
Akibatnya tekanan alveolus merosot dan gradien tekanan terbentuk
sehingga udara dapat engalir kedalam paru. Ventilator generasi pertama
ini digunakan pada masa epidemik poliomyelitis tahun 1930 dan 1940.
Metode bantuan ini jarang dipilih untuk pasien yang bukan kandidat untuk
ventilasi mekanis progresif seperti yang diberikan melalui ventilasi
mekanis. Penggunaan ventilator tekanan negatif pada praktek klinis masih
terbatas sebab alat tersebut membatasi perubahan posisi, pergerakan dan
tidak dapat disesuaikan dengan ukuran tubuh yang besar atau kecil.
2.3.2.2 Ventilator Tekanan Positif
Ventilator ini memberikan tekanan gas yang dipilih ke pasien di awal
pernafasan dan mempertahankan tekanan tersebut sepanjang inspirasi.
Dengan memenuhi kebutuhan aliran inspirasi pasien sepanjang fase
inspirasi, usaha pasien menjadi berkurang dan kenyamanannya pasien
meningkat.
Ventilator volume lebih banyak digunakan pada tatanan perawatan kritis,
prinsip ventilator ini adalah volume udara yang diinginkan diberikan pada
setiap pernafasan. Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghntarkan
volume yang diatur tersebut tergantung faktor komplians paru, resistensi
pasien-ventilator. Pada model ventilasi ini frekuensi pernafasan, waktu
inspirasi, dan volume tidal dipilih untuk mengatur pernafasan mekanis.
2.3.3 Mode Ventilator
Secara keseluruhan pengaturan ventilator meliputi dua hal yaitu penentuan mode
dan setting dari setiap mode itu sendiri. Menurut Sundana (2015), mode ventilator
terbagi dalam tiga target utama:
2.3.3.1 Target Volume
Besarnya udara yang masuk kedalam paru-paru pasien tergantung pada
nilai tidal volume (TV) dan atau menit volume (MV) yang ditentukan pada
ventilator.
2.3.3.2 Target Tekanan (Pressure)
Besarnya volume udara yang masuk kedalam paru-paru bergantung
besarnya teakanan udara inspirasi atau IPL (Inspirasi Pressure Level)
yang ditentukan pada mesin ventilator. Pada mode ini jumlah tidal
volume atau menit volume tidak perlu kita tentukan karena besarnya
volume udara yang dihasilkan tergantung pada kecukupan tekanan udara
inspirasi (IPL) yang diseting pada mesin ventilator. Karena komplians
paru selalu berubah maka pada mode ini tidal volume yang dihasilkan
bervariasi dan selalu berubah-ubah pula.
2.3.3.3 Gabungan Volume dan Tekanan
Besarnya volume dan tekanan udara didalam paru-paru pasien
tergantung pada tidal volume atau menit volume dan IPL (Inspirasi
Pressure Level) yang ditentukan pada mesin ventilator.
Beberapa mode dan pengaturan yang sering digunakan yaitu:
1. Mode volume
a. Mode assist-control
Pada mode ini biasa dipilih frekuensi mandatory (atau control).
Jika ingin pasien ingin bernafas lebih cepat, ini dapat memicu
ventilator tersebut dan menerima pernafasan dengan volume
penuh. Mode ini sering digunakan pada pasien baru diintubasi atau
jika pasien tersebut terlalu lemah untuk melakukan kerja
pernafasan.
b. Mode syncrhronized intermittent mandatory ventilation (SIMV)
Pada mode ini frekuensi pernafasan dan tidal volume diatur. Tidal
volume pada pernafasan ini dapat sangat berbeda dari tidal volume
yang diatur pada ventilator sebab volume tidal tersebut hanya
ditentukan oleh upaya spontan pasien. Dimasa lampau mode ini
pernah digunakan sebagai mode penyapihan yang popular, untuk
menyapih pasien pernafasan mandatory diturunkan secara
bertahap sehingga memungkinkan psien untuk melakukan kerja
pernafasan yang lebih banyak.
2. Mode tekanan
a. Mode pressure- support ventilation (PSV)
Pada mode ini memperbesar atau membantu pernafasan spontan
dengan menghantarkan aliran gas tinggi menuju level tekanan
yang telah dipilih pada awal isnpirasi, dan mempertahankan level
tersebut sepajang fase inspirasi. Pada mode ini volume tidal
inspirasi dan frekuensi pernafasan harus dipantau ketat untuk
mendeteksi adanya perubahan pada komplians paru.
b. Mode ventilasi kontrol-tekanan (PVC)
Mode ini digunakan untuk mengontrol tekanan plateu pada
beberapa kondisi seperti ARDS, yakni ketika komplians paru
menurun dan beresiko tinggi terjadi barotrauma. Mode ini
digunakan ketuka pasien mengalami masalah oksigenasi yang
menetap, kendati nilai fio2 dan level PEEP yang diberikan tinggi.
c. Mode tekanan akhir ekspirasi positif (CPAP)
CPAP adalah istilah yang digunakan saat PEEP diberikan pada
pernafasan spontan. CPAP memberikan tekanan jalan nafas
positif yang konstan pada modus spontan, seringkali terdapat
bersama dengan PSV dan memacu perukaran gas dengan
membuka alveolus dan meningkatkan kapasitas residual
fungsional (Schumaker & Chernecky 2005).
Mode CPAP membantu pasien yang bernafas secara spontan
untuk meningkatkan oksigensi dengan memberikan atau
membesarkan tekanan akhir ekspirasi paru disepanjang siklus
pernafasan. Mode ini bisa digunakan pada pasien yang terpasang
intubasi ataupun tidak, ini juga bias digunakan sebagai mode
penyapihan dan model ventilasi malam hari (CPAP nasal atau
sungkup) untuk mencegah obstruksi jalan nafas atas dan
mencegah pasien yang mengalami apnea tidur obstruktif.
PEEP adalah tekanan akhir positif yang dihasilkan pada akhir
eskpirasi, pada umumnya dalam praktik klinik menggunakan
PEEP tingkat rendah (2-5 cm H2O) pada pasien yang terpasang
intubasi. Ini dinaikkan 2 hingga 5 cm H2O pada saat nilai fio2
lebih dari 50% untuk mencapai nilai Sao2 (<90%) atau Pao2 (>60
hingga 70 mm Hg) yang diperbolehkan. Ini sering dibutuhkan
pada pasien yang mengalami hipoksemia refraktori contoh pada
pasein ARDS, ketika nilai Pao2 memburuk meski sudah diberikan
oksigen dengan konsentrasi tinggi.
PEEP digunakan untuk menjaga agar alveoli tetap terbuka dan
metode ini dapat meliputi unit-unit alveolar yang mengalami
kolaps total atau parsial. Tekanan akhir ekspirasi ini
meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dengan
mengembangkan kembali alveoli yang kolaps, mempertahankan
alveoli pada posisi terbuka serta meningkatkan komplians paru.
Upaya ini mengurangi pintasan dan memperbaiki oksigenasi,
selain itu terdapat sejumlah bukti bahwa dengan menjaga alveoli
tetap terbuka meningkatkan regenerasi surfaktan. Pemberian
PEEP level tinggi sebaiknya jangan terlalu sering diganggu
karena dibutuhkan waktu beberapa jam untuk membuka kembali
alveoli dan mengembalikan nilai FRC, sebelum kondisi tercapai
oksigenasi dapat mengalami hambatan.
Pada pasien yang tidak memiliki volume darah sirkuasi adekuat
pemberian PEEP dapat menurunkan aliran balik vena menuju
jantung, menurunkan curah jantung, dan mengakibatkan hantaran
oksigen menuju jaringan. Jika pemberian PEEP mengakibatkan
hipotensi atau penurunan curah jantung, upaya memulihkan
volume intavaskular sirkulasi dapat memperbaiki hipotensi.
Komplikasi lain dari pemasangan PEEP adalah barotrauma, ini
dapat terjadi pada pasien yang terpasang ventilasi mekanis, tetapi
paling sering terjadi ketika PEEP yang digunakan level tinggi
(>10 hingga 20 cm H2O) pada paru-paru dengan tekanan ventilasi
yang tinggi dan complain yang rendah , serta pada pasien yang
menderita penyakit obstruksi jalan nafas. Barotrauma terjadi
secara tiba-tiba dan biasanya memerlukan tindakan pemasangan
selang dada.
2.3.4 Pengaturan Kontrol Ventilasi
Perawat harus mengetahui bagaimana memantau berbagai jenis ventilator,
model, dan control sebelum memberikan bantuan ventilasi mekanis pada pasien.
Pengaturan ventilator hrus sering dievaluasi berdasarkan respon pasien,
pemeriksaan analisa gas darah (GDA) menentukan kefektifan ventilasi mekanis.
Menurut Morton, Patricia Gonce 2014 hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pengaturan ventilasi mekanis yaitu:
2.3.4.1 Fraksi Oksigen Inspirasi
Awal pemberian ventilasi mekanis diberikan fio2 tinggi (60% atau lebih)
selanjutnya diatur berdasarkan nilai GDA dan Sao2, biasanya fio2
disesuaikannuntuk menjaga agar nilai Sao2 lebih besar dari 90%
(ekuivalen kasar hingga Pao2 > 60 mmHg).
2.3.4.2 Frekuensi Pernafasan
Pada ventilator tekanan, waktu inspirasi menentukan durasi ernafasan
dengan mengatur laju aliran gas. Semakin tinggi aliran gas semakin
pendek inspirasi, sebaliknya semakin rendah laju liran semakin panjang
inspirasi. Frekuensi pernafasan dikali volume tidal sesuai dengan
ventilasi per menit (RR x VT = MV).
2.3.4.3 Volume Tidal
Volume tidal diberikan sebesar 10-15 ml/kg berat badan sudah umum
digunakan secara luas, namun denagn adanya penelitian yang dilakukan
untuk mengidentifikasi adanya fenomena cedera paru (yang sering
disebut brotrauma) akibat volume yang dihasilkan karena tidal volume
yang besar. Karena alasan tersebut upaya menurunkan target tidal
volume (6-8 ml/kg berat badan) saat ini telah dianjurkan.
Cukup tidaknya jumlah tidal volume atau minute volume dipengaruhi
oleh tahanan jalan nafas, besarnya ruang rugi (dead space), dan complain
paru.
Pengaturan tidal volume yang aman bagi pasien dapat menggunakan
perhitungan PBW (Predicted Body Weight) yaitu sebagai berikut:
Laki-laki:
PBW (kg) = 50 + 2,3 (Tinggi bdan dalam inchi – 60) atau
= 50 + 0,91 (Tinggi badan dalam cm -152,4)
Perempuan:
PBW (kg) = 45,5 + 2,3 (Tinngi badan dalam inchi – 60) atau
= 45,5 + 0,91 (Tinggi badan dalam cm – 152,4)
Pada pasien dengan gangguan paru tidal volume dimulai dari 5-8
ml/kgBB, pada ARDS 4-6 ml/kgBB, dan pada PPOK 5-8 ml/kgBB.
Untuk pasien gagal nafas namun kondisi paru normal dimulai dari 10-12
ml/kgBB. Target tidal volume yang diseting harus dapat
mempertahankan plateau pressure < 35 cmH2O, PIP < 35 cmH2O dan
minute volume 100 ml/kgBB.
2.3.5 Komplikasi Ventilasi Mekanis
Ada beberapa komplikasi dari penggunaan ventilasi mekanis, tetapi dengan
dengan praktik perawatan preventif yang baik hal ini dapat dicegah. Komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari penggunaan ventilasi mekanik diantaranya:
2.3.5.1 Aspirasi
Aspirasi bias terjadi sebelum, selama, dan setelah intubasi (pemasangan
selang endotrakeal). Resiko aspirasi setelah intubasi dapat diminimalkan
dengan mempertahankan inflasi balon yang sesuai, mengevaluasi
distensi lambung dengan suction, meninggian kepala tempat tidur 300
atau lebih.
2.3.5.2 Barotrauma
Ventilsi mekanis adalah memompakan udara kedalam dada
menghasilkan tekanan positif selama inspirasi, jika PEEP ditambahkan
tekanan meningkat dan berlanjut sepanjang ekspirasi. Tekanan tersebut
dapat merobek alveolus dan gelembung empisematosa, udara kemudian
lolos dan terjebak di dalam ruang pleura, terakumulasi sampai
menyebabkan paru kolpas. Pada akhirnya paru yang kolaps menghimpit
struktur mediastinum, menekan trakea dan jantung. Penekanan ini
disebut pneumotorak tekanan.
2.3.5.3 Pneumonia Akibat Ventilator
Pneumonia akibat ventilator merupakan penyebab kedua infeksi didapat
di rumah sakit, dan penyebab utama kematian akibat infeksi nosocomial
(Kollef, 1999a). Faktor yang menyebabkan pneumonia antara lain
kolonisasi orofaring, kolonisasi lambung, aspirasi, dan gangguan sitem
kekebalan paru.
2.3.5.4 Penurunan Curah Jantung
Penurunan curah jantung yang ditandai dengan hipotensi dapat
diobservasi pada saat pemasangan ventilasi mekanis, hal ini sering
disebabkan penggunaan obat-obatan untuk intubasi dan tidak adanya
tonus simpatis dan penurunan aliran balik vena akibat efek tekanan
positif didalam dada. Selain hipotensi tanda dan gejala lainya meliputi
kegelisahan yang tidak jelas penyebabnya, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan haluaran urine, denyut nadi perifer melemah, pengisisan
kapiler lambat, pucat, keletihan, dan nyeri dada.
2.3.5.5 Ketidakseimbangan Air
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirasakan oleh resptor regangan
vagus yang terletak di atrium kanan, hypovolemia yang terjadi
merangsang pelepasan hormone antidiuretic (ADH) dari hipofisis
posterior. Penurunan curah jantung yang menyebabkan penurunan
haluaran urine semakin memperburuk tersebut dengan menstimulasi
respon renin-angiotensin-aldosteron.
2.3.5.6 Masalah Gastrointestinal
Komplikasi gastrointestinal akibat ventilasi mekanis meliputi distensi
(karena menelan udara), hipomotilitas dan ileus (karena mobilitas dan
penggunaan analgesic narkotik).
2.3.5.7 Kelemahan Otot
Otot-otot pernafasan pada pasien dengan ventilasi mekanik mungkin
tidak digunakan (selain gerakan pasif) pada saat memakai ventilator,
khususnya jika relaksan otot, sedasi obat, atau keduanya merupakan
bagian dari rencana asuhan.
2.4 Konsep Weaning (Penyapihan)
2.4.1 Perngertian Weaning
Weaning atau penyapihan adalah proses pelepasan bantuan ventilator dan
menetapkan kembali rspirasi spontan dan mandiri. Penyapihan dimulai jika proses
yang menyertai penyebab gagal nafas telah dikoreksi atau stabil. Proses dan waktu
yang diperlukan untuk penyapihan bergantung pada faktor seperti kondisi paru
sebelumnya, durasi ventilasi mekanis, dan kondisi umum pasien baik fisik dan
psikologis. Pada semua kasus tanda-tanda vital, kecepatan respirasi, derajat
dipsnea, gas darah, dan status klinis digunakan dalam mengevaluasi penyapihan
dan perkembangannya.
2.4.2 Metode Weaning
Metode yang digunakan dibedakan berdasarkan durasi pemakaian dari ventilasi
mekanis itu sendiri. Setelah periode singkat dari ventilasi mekanis dan
penggunaan ventilasi mekanis yang lebih lama dan membutuhkan pengondisian
kembali otot pernafasan.
2.4.2.1 Weaning Pada Periode Ventilasi Mekanis Yang Singkat
Setelah periode singkat dari ventilasi mekanis metode penyapihan yang
digunakan bisa CPAP. Metode CPAP dengan percobaan nafas spontan
yang dibantu oleh ventilator dengan mode CPAP. Selama melakukan
proses penyapihan dengan CPAP dilakukan pemantauan tanda-tanda vital,
saturasi oksigen, ETCO2, dan PO2 dimonitor secara cermat. Metode CPAP
memberikan jumlah kegagalan penyapihan yang lebih rendah (Rosema et
al., 2014).
2.4.2.2 Weaning Pada Periode Ventilasi Mekanis Yang Lama
Metode yang bias digunakan untuk penggunaan ventilasi mekanis lama
bias dengan SIMV dan PSV. Ketika SIMV digunakan jumlah nafas
dibantu ventilator mandatory diturunkan bertahap seiring dengan
pemantauan kecepatan pernafasan dan ETCO2 dimonitor. Ketika pasien
dapat menoleransi SIMV pada empat nafas permenit tanpa periode
istirahat bantuan ventilator yang lebih beasr, penyapihan CPAP atau T-
piece diusahakan sebelum ektubasi (Fishman et al., 2008b). Penyapihan
merupakan penggunaan utama untuk ventilasi bantuan tekanan (pressure
support ventilation, PSV). Awalnya PSV diatur sedikti dibawah tekanan
inspirasi puncak yang diperlukan selama ventilasi volume tersiklus.
Tingkat bantuan tekanan diturunkan secara bertahap, sering kali pada pola
siklus periode bantuan minimal bertukar dengan bantuan lebih tinggi dari
otot respirasiyang dikondisikan kembali. Ketika sadar PSV cukup untuk
mengatasi reisitensi selang endotrakea, bantuan dihentikan dan pasien
diektubasi (Fishman et al., 2008)
2.4.3 Posisi Ideal Pada Proses Weaning
Dengan memberikan posisi yang sesuai diharapkan proses weaning dapat berjalan
dengan lancer dan kenyamanan pasien tetap terjaga. Posisi mempengaruhi nilai
tidal volume pada pasien terpasang ventilasi mekanik terutama dengan mode
CPAP, nilai tidal volume pada posisi head of bed elevasi 300 menunjukkan nilai
lebih baik dibanding posisi lateral (Rustandi et al., 2014). Posisi semi recumbent
300 sampai dengan 600 sangat singnifikan dalam mengurangi resiko terjadinya
ventilator associated pneumonia (VAP) dibanding posisi supine 00 (nol derajat)
sampai dengan 100 (Wang et al., 2016). Pada posisi elevasi 450 membantu
menurunkan kerja otot pernafasan, membantu menurunkan nilai PEEP, dan
memberikan rasa nyaman pasien. Posisi setengah duduk membantu proses
weaning pada pasien dengan ketergantungan pada ventilator (Deye et al., 2013).
2.4.4 Syarat Ekstubasi
Menurut Sundana 2008, syarat-syarat esktubasi diantaranya:
1. AGD (analisa gas darah) dalam batas normal.
2. Pola nafas, tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal dengan
bantuan inotropic minimal.
3. Faktor penyebab gagal nafas sudah teratasi.
4. Dapat melakukan batuk secara efektif.
5. Complain paru adekuat.
6. Secara klinis pasien sudah siap untuk dilakukan ekstubasi.
7. Mode ventilator CPAP dengan PEEP minimal 5, tidal volume sudah terpenuhi
secara optimal, fio2 kurang dari 50%.
2.5 Kerangka Teori
Skema 2.5
Kerangka Teori
Sistem pernafasan
Pengertian
Anatomi & fisiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Ventilasi mekanik
Pengertian
Jenis ventilasi mekanik
Mode ventilasi mekanik
Pengaturan kontrol ventilasi mekanik
Komplikasi ventilasi mekanik
Weaning (penyapihan)
Pengertian weaning
Metode weaning
Syarat weaning (ekstubasi)
Posisi saat weaning
CPAP
Pengertian
Indikasi
Cara kerja
Pemantauan pada CPAP
Tidal volume
Minute volume
Frekuensi pernaasan
Saturasi perifer O2