bab ii landasan teori - · pdf fileaii-1 bab ii landasan teori 2.1 pengertian anthropometri...
TRANSCRIPT
AII-1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Anthropometri
Menurut Sritomo (1989), salah satu bidang keilmuan ergonomis adalah
istilah anthropometri yang berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan
“metron” yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri dinyatakan sebagai
suatu studi yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh manusia dan aplikasi
rancangan yang menyangkut geometri fisik, massa, dan kekuatan tubuh.
Pengertian anthropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto
(1991) adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik tubuh manusia berupa ukuran, bentuk dan kekuatan, serta penerapan
dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. (Human Centerd Design)
ergonomi yang merupakan ilmu perancangan berbasis manusia dirasakan menjadi
semakin penting hingga saat ini, hal tersebut disebabkan:
1. Manusia sebagai sumber daya utama dalam sebuah sistem.
2. Adanya regulasi nasional maupun internasional mengenai sistem kerja dimana
manusia terlibat di dalamnya.
3. Para pekerja adalah human being.
Dengan diterapkannya ergonomi, sistem kerja dapat menjadi lebih
produktif dan efisien. Dilihat dari sisi rekayasa, informasi hasil penelitian
ergonomi dapat dikelompokkan dalam lima bidang penelitian, yaitu:
1. Anthropometri
2. Biomekanika
3. Fisiologi
4. Penginderaan
5. Lingkungan fisik kerja
Manusia pada dasarnya memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan
sebagainya), berat, dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.
AII-2
Anthropometri secara lebih luas digunakan sebagai pertimbangan ergonomis
dalam proses perencanaan produk maupun sistem kerja yang memerlukan
interaksi manusia. Data anthropometri akan diaplikasikan secara lebih luas antara
lain dalam hal sebagai berikut:
a. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain).
b. Perancangan alat kerja seperti mesin, perkakas (tools), dan sebagainya.
c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, dan
sebagainya.
d. Perancangan lingkungan kerja fisik.
2.2 Pembagian Anthropometri
Untuk memudahkan dalam melakukan pengukuran dalam anthropometri,
pengukuran dibagi menjadi dua bagian antara lain:
1. Anthropometri statis, yaitu pengukuran dilakukan pada saat tubuh dalam
keadaan diam.
2. Anthropometri dinamis, yaitu dimana dimensi tubuh yang diukur dalam
berbagai posisi tubuh yang sedang bergerak.
Dimensi yang diukur pada anthropometri statis diambil secara linier
(lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh, agar hasilnya representatif maka
pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap individu.
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi
ukuran tubuhnya. Disini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi dimensi
tubuh manusia sehingga semestinya seorang perancang harus memperhatikan
faktor-faktor tersebut, yang antara lain adalah:
1. Umur
Digolongkan pula atas beberapa kelompok:
a. Balita
b. Anak-anak
c. Remaja
d. Dewasa
e. Lanjut usia
AII-3
2. Jenis kelamin
Secara distribusi statistik ada perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh
pria dan wanita yang terletak pada rata-rata dan nilai perbedaan yang tidak
dapat diabaikan begitu saja.
3. Suku bangsa
Variasi diantara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak
kalah penting terutama karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu
negara ke negara lain.
4. Jenis pekerjaan atau latihan
Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi
karyawan atau rekan kerjanya.
Untuk mengukur data anthropometri dinamis terdapat tiga kelas
pengukuran yaitu sebagai berikut:
1. Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan
mekanis dari suatu aktivitas, contohnya mempelajari performansi kerja.
2. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat bekerja.
3. Pengukuran variabilitas kerja.
Dalam menentukan suatu rancangan produk dapat dilakukan langkah-
langkah pendekatan penggunaan data anthropometri, yaitu sebagai berikut:
a. Memilih standar deviasi yang sesuai dengan perancangan yang telah
ditentukan.
b. Mencari data pada rata-rata dan distribusi dari dimensi yang digunakan sesuai
dengan populasi yang diukur.
c. Memilih nilai persentil yang sesuai sebagai dasar perancangan.
d. Memilih jenis kelamin yang sesuai.
2.3 Perancangan Produk atau Alat
Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa,
menilai, memperbaiki, dan menyusun suatu sistem, baik secara fisik maupun non
fisik yang optimum untuk waktu yang akan datang dengan memanfaatkan
informasi yang ada.
AII-4
Perancangan suatu alat termasuk dalam metode teknik, dengan demikian
langkah-langkah pembuatan perancangan akan mengikuti metode Merris Asimow
yang menerangkan bahwa perancangan teknik adalah suatu aktivitas dengan
maksud tertentu menuju ke arah tujuan pemenuhan kebutuhan manusia. Dari
definisi tersebut terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam perancangan
antara lain:
1. Aktivitas untuk maksud tertentu
2. Sasaran pada pemenuhan kebutuhan manusia
3. Berdasarkan pada pertimbangan teknologi
Menurut Merris Asimow, dalam membuat suatu rancangan produk atau
alat perlu mengetahui karakteristik perancangan dan perancangnya. Beberapa
karakteristik perancangan adalah sebagai berikut:
1. Berorientasi pada tujuan
2. Variform, yaitu suatu anggapan bahwa terdapat sekumpulan solusi yang
mungkin tidak terbatas, tetapi harus memilih salah satu ide yang akan diambil.
3. Pembatas, yaitu membatasi solusi pemecahan antara lain:
a. Hukum alam, seperti ilmu fisika, ilmu kimia, dan lain-lain.
b. Ekonomis, pembiayaan atau ongkos dalam merealisir rancangan yang
telah dibuat.
c. Pertimbangan manusia, sifat, keterbatasan, dan kemampuan manusia
dalam merancang, dan memakainya.
d. Faktor-faktor legalisasi, mulai dari model, bentuk sampai dengan hak
cipta.
e. Fasilitas produksi, sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
menciptakan yang telah dibuat.
f. Evolutif, berkembang terus mengikuti perkembangan zaman.
Menurut Merris Asimow, karakteristik perancang merupakan karakterisitik
yang harus dimiliki oleh seorang perancang. Di bawah ini adalah karakteristik
yang harus dimiliki seorang perancang:
a. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasikan masalah.
b. Memiliki imajinasi untuk meramalkan masalah yang mungkin akan timbul.
AII-5
c. Berdaya cipta.
d. Mempunyai keahlian dibidang matematika, fisika, kimia tergantung dari jenis
rancangan yang dibuat.
e. Dapat mengambil keputusan yang terbaik berdasarkan analisa dan prosedur.
f. Terbuka terhadap kritik dan saran yang diberikan orang lain, dan lain-lain.
Prosedur perancangan yang merupakan tahapan umum teknik perancangan
dikenal dengan sebutan NIDA, yang merupakan kepanjangan dari need, idea,
decision, and action. Artinya tahap pertama seorang perancang menetapkan dan
mengidentifikasikan kebutuhan (need), sehubungan dengan alat atau produk yang
harus dirancang. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide (idea) yang
melahirkan berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan tadi. Dilakukan suatu
penilaian dan penganalisaan terhadap berbagai alternatif yang ada, sehingga
perancang dapat memutuskan (decision) suatu alternatif terbaik dan pada akhirnya
dilakukanlah suatu proses pembuatan (action).
Hasil rancangan yang dibuat dituntut dapat memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi pemakai. Oleh karena itu, rancangan yang akan dibuat harus
memperhatikan faktor manusia sebagai pemakai. Faktor manusia ini diantaranya
dipelajari dalam ergonomis (anthropometri). Menurut Merris Asimow, beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu rancangan selain faktor
manusia antara lain:
1. Analisa teknik, yaitu berhubungan ketahanan, kekerasan, dan sebagainya.
2. Analisa ekonomi, yaitu berhubungan dengan perbandingan biaya yang harus
dikeluarkan dan manfaat yang akan diperoleh.
3. Analisa legalisasi, yaitu berhubungan dengan segi hukum atau tatanan hukum
yang berlaku dari hak cipta.
4. Analisa pemasaran, yaitu berhubungan dengan jalur distribusi produk atau
hasil rancangan sehingga dapat sampai kepada konsumen atau pemakai.
5. Analisa nilai, yaitu suatu prosedur yang mengidentifikasikan ongkos-ongkos
yang tidak ada gunanya. Analisa nilai dibagi menjadi 4 kategori antara lain:
a. Uses value, yaitu berhubungan dengan nilai kegunaan
b. Esteem value, yaitu berhubungan dengan nilai estetika atau keindahan
AII-6
Top values – inch Lower values -cm
c. Cost value, yaitu berhubungan dengan pembiayaan
d. Exchange value, yaitu berhubungan dengan kemampuan tukar
Dalam pembuatan suatu produk dibutuhkan perancangan terlebih dahulu.
Di bawah ini terdapat tiga tipe perancangan antara lain:
a) Perancangan untuk pemakaian nilai ekstrim, yaitu data dengan persentil
ekstrim minimum 5% dan ekstrim maksimum 95%.
b) Perancangan pemakaian nilai rata-rata, yaitu data dengan persentil 50%.
c) Perancangan untuk pemakaian yang dapat disesuaikan (adjustable).
2.4 Dimensi Stasiun Kerja untuk Operator Duduk
Operasi industri yang biasanya dilakukan dalam keadaan duduk ditujukan
untuk meningkatkan produktivitas pekerja dengan memaksimasi gerakan efektif,
mengurangi kelelahan pekerja, dan meningkatkan stabilitas pekerja. Dalam
perancangan stasiun kerja duduk, tinggi meja kerja yang disarankan adalah sekitar
2 inchi di bawah siku.
Gambar 2.1 Area Kerja Horizontal Normal dan Maksimum pada Posisi Duduk
(Sumber : http://apk.lab.uii.ac.id/download/modul/regular/antropometri.pdf)
Gambar 2.2 Area Kerja Vertikal Normal dan Maksimum pada Posisi Duduk
AII-7
(Sumber : http://apk.lab.uii.ac.id/download/modul/regular/antropometri.pdf)
Keterangan
G : tebal tubuh N : tinggi popliteal duduk
J : panjang lengan bawah B : tinggi tubuh duduk
H : siku ke siku F : tinggi bahu
K : panjang lengan D : tinggi mata
I : tebal paha S : proyeksi bahu ke siku
M : tinggi siku
2.5 Dimensi Stasiun Kerja untuk Operator Berdiri
Pada posisi berdiri untuk operator tidak begitu disukai, tetapi sering
diperlukan. Hal ini terutama untuk pekerjaan yang memerlukan:
1. Penanganan yang sering untuk objek yang berat
2. Jangkauan jauh yang sering dilakukan
3. Mobilitas untuk bergerak di sekitar stasiun kerja
Untuk perancangan stasiun kerja berdiri, data antropometri yang
dibutuhkan adalah:
E : tinggi bahu A : tinggi tubuh
L : tinggi siku C : tinggi mata
Gambar 2.3 Area Kerja Vertikal Normal dan Maksimum pada Posisi Berdiri
(Sumber : http://apk.lab.uii.ac.id/download/modul/regular/antropometri.pdf)
AII-8
Untuk menentukan workspace (area kerja) pada stasiun kerja duduk
maupun berdiri, terdapat dua metode yang biasanya digunakan, yaitu metode
Farley dan Tomkins. Kedua metode ini dapat digunakan bersamaan dan saling
mendukung, akan tetapi metode Tomkins hanya diterapkan pada stasiun kerja
bermesin.