bab ii landasan teori a. usaha ekonomi 1. pengertian usaha
TRANSCRIPT
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Usaha Ekonomi
1. Pengertian Usaha Ekonomi.
Usaha jika diartikan secara general merupakan setiap aktivitas yang
dilakukan manusia untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Jika diartikan
secara khusus, istilah usaha dapat diartikan ke dalam banyak makna dan
sangat bergantung dengan dimana istilah usaha digunakan.
Menurut Nana Supriatna, usaha merupakan aktivitas atau pun
kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh manusia dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam dunia atau pun aktivitas ekonomi, usaha sering kali diartikan
sebagai sebuah bisnis. Dalam hal ini, usaha merupakan setiap upaya yang
dilakukan untuk bisa mendapatkan keuntungan. Orang-orang yang
melakukan aktivitas usaha atau pun bisnis biasanya disebut dengan
pebisnis atau pun pengusaha.1
Dari paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang disebut
dengan usaha ekonomi adalah suatu aktivitas atau upaya yang dilakukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan perekonomian dengan memperoleh
pendapatan atau penghasilan.
1 Adzkira Ibrahim, Pengertian Usaha Dalam Berbagai Bidang, https://pengertian-usaha-dalam-
berbagai-bidang/, diakses pada pukul 20.15 tanggal 27 Oktober 2018.
15
2. Jenis Usaha Ekonomi Dalam Pariwisata
Menurut Bagyono, usaha jasa pariwisata suatu usaha bisnis yang
kegiatan utamanya meliputi menjual jasa-jasa pariwisata kepada
wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
kepariwisataan mengklasifikasikan usaha pariwisata yakni terdiri dari:
a. Daya tarik wisata, yaitu merupakan segala sesuatu yang mempunyai
keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman,
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau kunjungan para wisatawan.
b. Kawasan pariwisata, merupakan usaha yang kegiatannya membangun
dan mengelola kawasan dengan luas wilayah tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pariwisata.
c. Jasa transportasi wisata, yakni merupakan usaha khusus yang
menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata.
d. Jasa perjalanan pariwisata, yakni merupakan usaha biro perjalanan
wisata dan usaha agen perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan wisata
meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan atau jasa
pelayanan dan menyelenggarakan pariwisata.
e. Jasa makanan dan minuman, yakni merupakan usaha jasa penyediaan
makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan dapaat berupa restoran, kafe,
rumah makan, dan warung-warung makanan.
16
f. Penyediaan akomodasi, yakni merupakan usaha yang menyediakan
pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan
pariwisata lainnya. Usaha penyediaan akomodasi dapat berupa hotel,
vila, pondok wisata , dan akomodasi lainnya yang digunakan untuk
tujuan pariwisata.
g. Jasa informasi pariwisata, yakni merupakan usaha yang menyediakan
data, berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai
kepariwisataan yang disebarkan dalam bentuk bahan cetak atau
elektronik.
h. Jasa konsultan pariwisata, merupakan usaha yang menyediakan sarana
dan rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan
usaha, penelitian, dan pemasaran di bidang kepariwisataan.2
B. Wisata Religi
1. Pengertian Wisata Religi.
Dalam kesejarahannya, pariwisata dalam tradisi Islam dimulai dari
kemunculan Islam sebagai agama universal, yaitu ketika dikenal konsep
ziyarah, yang secara harfiah artinya berkunjung. Dari budaya ziyarah,
lahir berbagai bentuk pranata sosial Islam yang dibimbing oleh etika dan
hukumnya. Selanjutnya, lahir konsep dhiyah, yaitu tata kerama berkunjung
yang mengatur etika dan tata keramaserta hukum hubungan sosial antara
2Muchlisin Riadi, Pengertian dan Jenis Usaha Pariwisata,
https://www.kajianpustaka.com/2015/06/pengertian-dan-jenis-usaha-pariwisata.html, diakses pada
pukul 18.12 tanggal 27 Oktober 2018.
17
tamu (dhaif) dengan tuan rumah (mudhif). Konsep ziayarah tersebut pun
mengalami perkembangan dan melahirkan berbagai bentuknya.3
Wisata religi yang dimaksudkan disini lebih mengarah kepada
wisata ziarah. Secara etimologi ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu
zaaru, yazuuru, Ziyarotan. Secara harfiah ziarah dapat berarti kunjungan,
baik kepada orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal,
namun secara teknis dalam aktivitas pemahaman masyarakat, kunjungan
kepada orang yang telah meninggal melalui makam tertentu, seperti
makam nabi, sahabat, para wali, pahlawan, orang tua, kerabat, kunjungan
ketempat-tempat yang dianggap keramat dan bersejarah, dan lain-lain.
Kegiatannya pun lazim disebut dengan ziarah kubur.4
Dalam Islam, ziarah kubur dianggap sebagai perbuatan sunah yaitu
apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak
berdosa. Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum Islam, namun
dilebih-lebihkan sehingga Rasulullah sempat melarangnya Tradisi ini pun
dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian.5
Dalil-dalil tentang ziarah kubur :
ل عنم مارب بمن دثر ث نا معر ف بمن واص ث نا أحمد بمن يونس حد حد عليمه وسلم عنم ابمن ب ريمدة عنم أبيه قال قال رسول الل صلى الل
تكمم عنم زيرة ا تذمكرة ن هي م .المقبور ف زوروها فإن ف زيرت
3Juhaya s. Pradja, Ekonomi Syariah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 139.
4Irwan Suhada, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual (Jakarta: Buku Kompas, 2006), 3.
5Ridwan Widagdo dan Sri Rokhlinasari, “Dampak Keberadaan Pariwisata Religi terhadap
Perkembangan Ekonomi Masyarakat Cirebon”,Al-Amwal,Volume 9 No 1, (2017), 62-63.
18
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah
menceritakan kepada kami Mu'arrif bin Washil dari Muharib bin
Ditsar dari Ibnu Buraidah dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku telah melarang kalian
menziarahi kuburan, sekarang berziarahlah ke kuburan, karena dalam
berziarah itu terdapat peringatan (mengingatkan kematian)”.6
Wisata ziarah (wisata pilgrim) adalah jenis wisata yang dikaitkan
dengan agama, kepercayaan dan adat istiadat dalam masyarakat. Wisata
ziarah (wisata pilgrim) dilakukan baik perseorangan maupun rombongan
agar berkunjung ke tempat-tempat suci, makam-makam orang suci atau
orang-orang terkenal dan pimpinan yang diagungkan. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan restu, berkah, kebahagiaan dan ketentraman.7
2. Tujuan dan Fungsi Wisata Religi.
a. Tujuan Wisata Religi
Tujuan wisata religi mempunyai makna yang dapat dijadikan sebagai
pedoman untuk menyampaikan syiar Islam di seluruh dunia, dijadikan
sebagai pelajaran, untuk mengingat ke-Esaan Allah. Mengajak dan
menuntun manusia supaya tidak tersesat kepada syirik atau mengarah
kepada kekufuran.8
b. Fungsi Wisata religi
Wisata religi dilakukan dalam rangka mengambil ibrah atau pelajaran
dan ciptaan Allah atau sejarah peradaban manusia untuk membuka hati
sehingga menumbuhkan kesadaran bahwa hidup di dunia ini tidak
6Abi Daud Sulaiman bin al-As’as al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abi Daud (Beirut: Dar Ibnu Hazm,
1997), juz III kitab Jenazah bab Ziarah kubur nmr 2816, 362. 7A. Hari Karyono, Kepariwisataan (Jakarta: Gramedia, 1997), 199.
8Arifin Rustan, Ziarah Wali Spiritual Sepanjang Masa (Yogyakarta: Pustaka Timur, 2007), 10
19
kekal. Wisata pada hakikatnya adalah perjalanan untuk menyaksikan
tanda-tanda kekuasaan Allah, implementasinya dalam wisata kaitannya
dengan proses dakwah dengan menanamkan kepercayaan akan adanya
tanda-tanda kebesaran Allah sebagai bukti ditunjukkan berupa ayat-
ayat dalam Al-Qur’an. Wisata religi juga dapat memberikan sebuah
manfaat, yaitu menambah nilai spiritual diantaranya sebagai berikut:
a. Mendekatkan diri kepada Allah.
b. Melepas kepenatan dan kejenuhan.
c. Menambah ilmu pengetahuan
d. Menyegarkan dahaga spiritual
e. Meningkatkan kualitas diri.9
3. Dampak Pariwisata
Pariwisata merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
wisatawan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat
sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat.
Pariwisata memiliki beberapa keuntungan bagi perekonomian pada
masyarakat sekitarnya, karena beberapa hal sebagai berikut:
1) konsumen datang ke tempat tujuan, sehingga memberikan kesempatan
untuk menjual barang dan jasa, seperti cendera mata, makanan dan
minuman, dan jasa transportasi
2) pariwisata memberikan kesempatan untuk melakukan diversifkasi
perekonomian masyarakat lokal
9Edi Subarkah, “Inilah Manfaat Mengunjungi Objek Wisata Religi”, KeluargaSamawa on line,
http://ww.keluargasamawa.com, 9 Desember 2016, diakses tanggal 19 Maret 2018.
20
3) pariwisata menawarkan kesempatan kerja yang lebih intensif.
Hal ini didukung hasil penelitian World Tourism Organization
yang menyatakan pariwisata sebagai suatu industri berperan dalam
menciptakan lapangan kerja baik langsung maupun tidak langsung. Di
mana dampak-dampak itu dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Dampak Ekonomi Pariwisata
1. Menghasilkan Pendapatan Bagi Masyarakat
Setiap kegiatan wisata menghasilkan pendapatan, khususnya bagi
masyarakat setempat. Pendapatan itu dihasilkan dari transaksi antara
wisatawan dan tuan rumah dalam bentuk pembelanjaan yang dilakukan
oleh wisatawan. Pengeluaran wisatawan terdistribusi tidak hanya ke
pihak-pihak yang terlibat langsung dalam industri pariwisata seperti
penginapan, restoran atau warung makan, biro perjalanan wisata, dan
pemandu wisata. Distribusi pengeluaran wisatawan juga diserap ke sektor
pertanian, sektor industri kerajinan, sektor angkutan, sektor komunikasi,
dan sektor lain yang terkait.
2. Menghasilkan Lapangan Pekerjaan
Pariwisata merupakan industri yang menawarkan beragam
jenis pekerjaan kreatif sehingga mampu menampung jumlah tenaga
kerja yang cukup banyak. Sebagai contoh wisatawan yang datang ke
makam wali songo dapat memberikan pendapatan bagi penjual makan
minum, penyewa tikar, tukang ojek atau becak, dan pekerja lain.
21
3. Meningkatkan Struktur Ekonomi
Peningkatan pendapatan masyarakat dari industri pariwisata
membuat struktur ekonomi masyarakat menjadi lebih baik. Masyarakat
bisa memperbaiki kehidupan dari bekerja di industri wisata.
4. Mendorong Aktivitas Wirausaha (Interpreneurships)
Adanya kebutuhan wisatawan saat berkunjung ke dinasti
wisata mendorong masyarakat untuk menyediakan kebutuhannya
dengan membuka usaha atau wirausaha. Pariwisata membuka peluang
untuk berwirausaha dengan menjajakan berbagai kebutuhan wisatawan
baik produk barang maupun produk jasa.10
b) Dampak Sosial
Objek wisata religi mempunyai pengaruh sosial terhadap
masyarakat sekitar. Pengaruh tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mengubah status sosial masyarakat yang tadinya pengangguran
menjadi tidak pengangguran lagi (punya pekerjaan).
b. Membuka peluang usaha, yang tadinya tidak punya usaha akhirnya
memiliki usaha sendiri seperti punya warung makan, toko souvenir,
menyewakan kamar mandi, dan sebagainya.
c. Meningkatnya pendidikan bagi masyarakat. Adanya pekerjaan bagi
masyarakat, berarti menambah penghasilan orang tua, dengan demikian
anak-anaknya dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
d. Bisa menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi bagi
masyarakat sekitar.
10
Ismayati, Pengantar pariwisata (Jakarta: Kompas Gramedia,2014), 181-202
22
4. Wisata Religi Sebagai Penggerak Ekonomi Maupun Spiritual
Studi mengenai wisata religi sangat erat kaitanya dengan aspek
sosial ekonomis sehingga dapat membangun semangat kewirausahaan
dalam jasa wisata religi. Disamping menjadi mesin penggerak ekonomi,
pariwisata juga merupakan suatu wahana yang menarik untuk dapat
mengurangi angka pengangguran.
Wisata ziarah atau bisa disebut dengan wisata religius yang dalam
UU No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan dapat dikategorikan
kedalam wisata budaya yang merupakan salah satu pintu masuk atau
sektor rill yang relevan dalam upaya memperkenalkan warisan sosial,
budaya, bahkan agama serta kearifan lokal lainya.
Kehadiran agama dan perannya dalam masyarakat bukan hanya
memberikan dimensi pengkayaan rohani dan kedamaian hidup, melainkan
juga sanggup mendatangkan para wisatawan, baik dari dalam maupun dari
luar negri. Dan dari situ pula agama berperan menambah pemasukan
devisa negara. Ini berati, semakin kentalnya kehidupan beragama di suatu
daerah, akan membuat daerah tersebut menjadi semakin unik dan penuh
daya tarik bagi kepariwisataan. Peran agama pun akhirnya bukan cuma
sekedar penting atau strategis, namun dapat menjadi penentu karena
mempunyai fungsi sebagai daya tarik bagi kepariwisataan.11
Di Indonesia termasuk di Jawa Timur terdapat begitu banyak objek
wisata-wisata religius diantaranya berupa makam wali, tokoh atau pemuka
11
Ahmad Zacky Siradj, Pariwisata dan Indonesia Yang Dicita-Citakan, (Jakarta: Yayasan Citra
Pariwisata Indonesia, 1997), 181.
23
agama, petilasan (nampak tilas), situs-situs dan lain sebagainya dengan
penuh makna dan dapat dijadikan media untuk refleksi dan kontemplasi
atas kehidupan dan sejarah yang belum banyak mendapatkan pehatian
masyarakat sekitar, sentuhan stakeholder dan pemerintah daerah setempat,
penduduk yang terlibat dalam jasa pemanduan.
Wisata religi jangan sampai hanya menjadi aktivitas yang
berdimensi rekreatif maupun semata-mata berdimensi ekonomis dan
berorientasi profit saja bagi para penyelenggara jasa wisata. Wisata religi
harus menjadi medium bagi pemunculan kesadaran terhadap penghargaan
setiap khasanah budaya dan sejarah. Wisata religi sebagai bagian dari
aktivitas dakwah harus mampu menawarkan wisata baik pada obyek
daerah tujuan wisata bernuansa agama maupun umum, mampu
menggugah kesadaran masyarakat akan kemahakuasaan Allah SWT dan
kesadaran agama. Wisata harus dikembangkan tidak sekadar sebagai
pendukung relaksasi psikologis, namun obyek wisata harus dikelola juga
dalam rangka relaksasi psikologis sekaligus spiritual.12
C. Kesejahteraan Masyarakat
1. Pengertian kesejahteraan
Kesejahteraan mempunyai arti aman sentosa, makmur atau selamat
(terlepasnya dari berbagai macam gangguan, kesukaran dan sebagainya).
12
Anasom, “Wisata Religi Sebagai Alternatif Kegiatan Dakwah Masyarakat Modern” Dewaruci
Jurnal Dinamika Islam dan Budaya, JawaEdisi 17, Januari-Juni 2009, Pusat Pengkajian Islam dan
Budaya Jawa (PPIBJ), 58-60.
24
Kesejahteraan merupakan terpenuhinya semua kebutuhan yang berkaitan
dengan sandang, pangan, dan papan.13
Di Indonesia, konsep kesejahteraan telah lama dikenal. Ia ada
dalam sistem ketatanegaraan yaitu, pada Undang-Undang RI Nomor 6
tahun1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial,
merumuskan kesejahteraan sosial sebagai :
“Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun
spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan
ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap
warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan jasmaniah, rohaniyah, dan sosial sebaik-baiknya bagi
diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak
atau kewajiban manusia dengan pancasila.”
Dengan demikian, kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna
yang relatif berbeda, meskipun substansinya tetap sama. Kesejahteraan
sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu:
1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan jasmaniyah, rohaniyah, dan sosial.
2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga
kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang
menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.
3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir
untuk mencapai kondisi sejahtera.
Secara umum, istilah kesejahteraan sosial sering diartikan sebagai
kondisi (konsepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala
13
Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT Dana bhakti Wakaf, 1997),
54.
25
bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti
makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan.14
Kesejahteraan masyarakat adalah kesejahteraan dalam konteks
bermasyarakat, kesejahteraan diartikan sebagai bantuan keuangan atau
lainnya kepada individu atau keluarga dari organisasi swasta dan negara
atau pemerintah dikarenakan kesulitan dalam memnuhi kebutuhan
hidupnya.
Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan kesejahteraan adalah suatu kondisi terpenuhinya segala bentuk
kebutuhan hidup baik baik berupa hal materil dan non materil sehingga
dapat tercipta sebuah kehidupan yang harmonis, aman dan tentram dalam
suatu masyarakat.
2. Indikator Kesejahteraan Masyarakat
Indikator kesejahteraan masyarakat mencangkup beberapa
komponen ekonomi seperti ketersediaan makanan, kesehatan, pakaian,
tempat tinggal, usaha dan pekerjaan. Berikut uraian tentang komponen
ekonomi diatas:
a. Makanan dan kesehatan
Ketahanan pangan diamati dari tiga dimensi yaitu dimensi
sasaran rasional, dimensi waktu atau musim, dimensi sosial ekonomi
pangan. Pencapaian ketahanan pangan dapat dilihat dari ketersediaanya
14
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2005), hlm 2-3.
26
makanan, produksi makanan, konsumsi makanan, konsumsi gizi dan
status gizi.
Ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu, dan
ragam sesuai budaya setempat dari waktu kewaktu agar hidup sehat
dan produktif.
Kesehatan setiap anggota keluarga merupakan syarat mutlak
untuk dapat bekerja produktif, menghasilkan pendapatan yang akan
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu,
keterjaminan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam
keterjaminan sosial.
b. Pakaian dan tempat tinggal
Pakaian dan tempat tinggal merupakan kebutuhan untuk
meminimalkan resiko perubahan lingkungan yang akan berdampak
pada gangguan kesehatan. Disamping itu, pakaian dan tempat tinggal
juga merupakan wahana untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan
sosial psikologis keluarga dan anggota.
c. Pekerjaan dan usaha
Kerja merupakan salah satu sumber utama dalam pendapatan
masyarakat. Tidak adanya pekerjaan dapat menjadi problem utama
dalam mensejahterakan keluarga. Selain itu membuka lapangan
pekerjaan juga memberi solusi bagi diri sendiri dan anggota
masyarakat yang membutuhkan lapangan pekerjaan.
27
Keterjaminan kerja dan usaha dapat diartikan sebagai
kemampuan masyrakat untuk menjaga ketersediaan lapangan
pekerjaan dan mmeberikan kesempatan berusaha bagi anggota
keluarga khususnya dan masyarakat pada umumnya. 15
Kesejahteraan tidak hanya menyangkut kemakmuran saja,
melainkan juga secara keseluruhan sesuai dengan ketentraman yang
berarti dengan kemampuan itulah dapat menuju keselamatan dan
ketentraman hidup.
Tingkat kesejahteraan manusia terdiri dari beberapa pemenuhan
kebutuhan, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat kesejahteraan dasar
Tingkat kesejahteraan dasar adalah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia secara fisiologi. Misalkan: kebutuhan pangan, sandang,
dan papan.
b. Tingkat kesejahteraan menengah
Tingkat kesejahteraan menengah adalah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia dan kebutuhan sekundernya. Misalkan: kebutuhan
pendidikan, kendaraan, lemari es, dan lain-lain.
c. Tingkat kesejahteraan atas
Tingkat kesejahteraan atas adalah terpenuhinnya kebutuhan primer
dan sekunder dengan kebutuhan akan aktualisasi diri, kebanggaan
(prestige) dan kebutuhan akan eksistensi diri.
15
Pusat Kajian Administrasi Internasional, Kajian Analisis Kebijakan Sistem Kesejahteraan
Ekonomi Menuju Masyarakat Mandiri (jakarta: LAN, 2006), 5.
28
Sedangkan untuk mengukur tingakat kesejahteraan, peneliti
mengambil indikator dan kriteria kesejahteraan menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan melihat beberapa kriteria
kesejahteraan yang dicantumkan oleh Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), maka ia semakin dikategorikan tidak
sejahtera. Sebaliknya, semakin ia memiliki kriteria yang dicantumkan
maka ia akan semakin dekat dengan kategori sejahtera.
Indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan BKKBN
berdasarkan aspek tahapan keluarga sejahtera, terdiri dari:16
(Agama,
pangan, Sandang, Papan, Kesehatan, Pendidikan, Keluarga berencana,
Tabungan, Interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan,
informasi dan peranan dalam masyarakat.)
Berdasarkan dari indikator dan kriteria tersebut, ditetapkan menjadi
lima tahapan:
a. Keluarga Pra Sejahtera
Tahap keluarga Pra sejahtera diartikan sebagai ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan
agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Dengan indikator:
1. Makan dua sekali atau lebih
2. Memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah,
dan bepergian.
16
Pedoman Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Pendataan Keluarga: Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional Direktorat Pelaporan dan Statistik (jakarta: Direktorat Pelaporan dan
Statistik, 2006), 4.
29
3. Rumah yang ditempati mempunyai atap, lantai, dan dinding yang
baik.
4. Melaksanakan ibadah
5. Apabila keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
b. Keluarga sejahtera tahap 1
Keluarga sejahtera tahap 1 adalah keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, dengan indikator :
1. Melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing anggota
keluarga
2. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali atau lebih
3. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan
dinding yang baik
4. Bila anggota sakit dibawa ke sarana kesehatan
5. Bila pasanagan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan
kontrasepsi
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah
c. Keluarga sejahtera tahap II
Keluarga sejahtera tahap II adalah keluarga yang disamping telah
memenuhi kriteria keluarga sejahtera tahap I, harus pula dengan
memenuhi kebutuhan psikologinya, dengan indikator:
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama sesuai agama dan
kepercayaan masing-masing
30
2. Paling kurang seminggu sekali seluruh anggota keluarga makan
daging/ikan/telur.
3. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel
pakaian baru dalam setahun.
4. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2
untuk setiap penghuni
rumah.
5. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat
melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
6. Ada seseorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk
memperoleh penghasilan
7. Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa baca tulis latin.
8. Pasangan usia subur dengan dua anak atau lebih menggunakan
alat/obat kontrasepsi
d. Kesejahteraan tahap III
Keluarga sejahtera tahap III adalah keluarga yang telah memenuhi
syarat keluarga tahap I dan II, dan dapat pula memenuhi syarat
kebutuhan pengembangan keluarga, dengan indikator:
1. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama
2. Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau
barang
3. Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali
dimanfaatkan untuk berkomunikasi
31
4. Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggal
5. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar, majalah, TV, dan
iinternet
e. Keluarga sejahtera tahap III Plus
Keluarga sejahtera tahap III Plus adalah keluarga yang telah memenuhi
kriteria keluarga sejahtera tahap I, II, III, dan dapat pula memenuhi
syarat kebutuhan aktualisasi diri, dengan indikator:
1. Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan
materiil untuk kegiatan sosial
2. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan
sosial/yayasan/institusi masyarakat
3. Kesejahteraan Dalam Pandangan Islam
Kesejahteraan atau kemaslahatan umat manusia dalam pandangan
Islam pada dasarnya dapat dilaksanakan atau diwujudkan dengan cara
menjaga lima (5) misi Islam, yaitu memelihara agama (ad-dien),
memelihara jiwa (nafs), memelihara akal (aql), memelihara keluarga atau
keturunan (nash), dan memelihara harta atau kekayaan (maal), atau yang
disebut dengan Maqasid Syari’ah. Maqasid Syari’ah terdiri dari dua kata
yaitu Maqasid dan Syari’ah. Maqasid berati kesengajaan atau tujuan,
Maqasid merupakan bentuk jama’ dari Maqsud yang berasal dari suku kata
qashada yang dikehendaki dan dimaksudkan. Sedangkan Syari’ah secara
32
bahasa berati jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber air dapat juga
diartikan dengan berjalan menuju sumber pokok kehidupan.17
Kesejahteraan merupakan tujuan utama dari Ekonomi Islam, yaitu
untuk merealisasikan tujuan manusia dalam mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan terhormat. Hal ini
dalam kesejahteraan ekonomi tidak terlepas dari konsep falah, karena
konsep ini bersifat dunia akhirat. Dalam kehidupan dunia falah mencakup
tiga pengertian, yaitu: kelangsungan hidup, kebebasan dari kemiskinan,
serta kekuatan dan kehormatan. Sementara untuk kehidupan akhirat, falah
mencangkup pengertian, yaitu: keberlangsungan hidup yang abadi,
kesejahteraan abadi, dan kemuliaan abadi.18
Kesejahteraan dalam pandangan Islam bukan hanya dinilai dengan
ukuran materi saja, tetapi juga dinilai dengan ukuran non material, seperti:
terwujudnya keharmonisan sosial, indikator sejahtera dalam Islam merujuk
pada Al-Qur’an Surat Al-Quraisy ayat 3-4 yang berbunyi:
(4)طمعمهمم منم جوع وآمن همم منم خومف الذي أ ( 3) ف لمي عمبدوا رب هذا المب يمت
Artinya : “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini
(Kakbah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.19
17
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), 279 18
Ahmad Syakur, Dasar-Dasar Ekonomi Islam (Kediri: Stain Kediri Press, 2011), 38 19
Departemen Agama RI, AL-Qur’an Dan Terjemahanya: Edisi Tahun 2002, (Jakarta: CV Darus
Sunnah, 2013), hal 603
33
Dari ayat diatas dapat dilihat bahwa indikator kesejahteraan dalam
Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
a. Pertama, menyembah Allah (Ibadatulloh), indikator ini mengandung
makna bahwa proses kesejahteraan masyarakat harus didahului dengan
pengembangan tauhid, sehingga sebelum masyarakat sejahtera secara
fisik terlebih dahulu dan yang paling utama adalah benar-benar
menjadikan Allah sebagai pelindung, pengayon, dan penolong, semua
aktifitas kehidupan masyarakat terbingkai dalam aktifitas ibadah.
Dalam ajaran Islam prinsip tauhid merupakan hal yang paling asasi dan
esensial, ia tidak boleh terlepas dalam keyakinan setiap muslim yang
mengaku bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah, kecuali Allah
semata dan Muhammad utusan-Nya.20
b. Kedua, menghilangkan lapar atau pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
indikator ini, hidup sejahtera adalah hidup dalam kondisi dimana
terpenuhinya semua kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan,
dan papan.
c. Ketiga, menghilangkan rasa takut atau jaminan (stabilitas) keamanan.
Hidup sejahtera berati hidup dalam kondisi aman, nyaman, dan
tentram. Jika tindak kriminal seperti perampokan, pemerkosaan, bunuh
diri, dan kasus-kasus lainnya masih terjadi dalam komunitas
masyarakat, maka komunitas tersebut belum bisa disebut sejahtera.
Dengan demikian, pembentukan pribadi yang shaleh dan pembuatan
20
Kaelany H.D, Islam dan Aspek-aspek Masyarakat (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 42
34
sistem yang mampu menjaga kasalehan setiap orang merupakan hasil
integral dari proses mensejahterakan rakyat.
Inilah tiga indikator kesejahteraan yang digariskan dalam Islam
(Al-Qur’an), hidup sejahtera dimulai dari kesejahteraan individu masing-
masing yang mempunyai tauhid yang kuat, tercukupinya semua kebutuhan
dasar , dan jika semua kebutuhan itu terpenuhi, maka akan tercipta suasana
aman, nyaman, dan tentram.21
21
Ibid., 47.