bab ii landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2012-1-00602-if...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Batik
Asal kata batik pertama kali berasal dari jawa yang memiliki arti menulis
dan titik. Batik adalah kerajinan tangan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah
menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak lama. Keterampilan membatik pada
masa lampau sering dijadikan sebagai mata pencaharian dan membatik adalah
pekerjaan eksklusif khusus untuk perempuan sampai ditemukannya “batik cap”
yang memungkinkan pria masuk ke dalam bidang ini. lain halnya dengan
daerah pesisir dimana membatik adalah hal lazim bagi kaum laki-laki.
Beberapa jenis variasi batik dapat ditemukan di beragam daerah di
Indonesia. Steelyana and Patriana (2010) . Ada beragam jenis batik menurut
daerah asalnya yaitu:
a. Batik Jawa Keraton
Keraton Jawa dikenal juga dengan nama batik pedalaman, yang
memiliki perbedaan dengan batik pesisiran, batik ini memiliki
kombinasi warna yang tidak mencolok seperti hitam,coklat dan kuning
muda. Tekstur batik Jawa Keraton memiliki arti simbolik dan bahkan
beberapa jenis batik tidak diperbolehkan dipakai oleh orang umum. Dua
8
kota Keratonan di Jawa Tengah yang terkenal melesatarikan budaya
adalah Solo dan Yogyakarta.
b. Batik Pekalongan
Tempat yang paling terkenal dalam produksi batik pesisir adalah
kota Pekalongan. Tekstur pada batik pekalongan mendapat pengaruh
oleh tekstil Eropa dan Cina, contohnya buketan yang dipengaruhi
tekstur bunga eropa pada tekstil.
c. Batik Cirebon
Terkenal dengan batik trusmi karena menjadi area utama produksi
batik di Cirebon. Salah satu batik Cirebon yang paling terkenal selain
batik trusmi adalah mega mendung yang dulu hanya digunakan oleh
bangsawan Cirebon. batik ini menunjukkan pengaruh budaya cina yang
terlihat pada tekstur awan pada kainnya.
d. Batik Madura
Batik Madura menunjukkan warna-warna cerah seperti merah dan
kuning, salah satu tekstur unik dari batik Madura adalah tekstur pucuk
tombak dan juga aneka ragam tekstur flora dan fauna.
e. Batik Ciamis
Batik Ciamis dikenal dengan gaya teksturnya yang tidak terlalu
kompleks. Salah satu yang terkenal adalah tekstur ciamisan yaitu
tekstur flora dan fauna yang digambarkan dengan warna hitam, putih
atau coklat kekuningan. Secara teknik pembuatan tekstur, batik Ciamis
9
memiliki persamaan dengan batik Cirebon tetapi ketebalan dalam
pewarnaan lebih mirip dengan batik pedalaman(Jawa Keraton). Teknik
penebalan dari pewarnaan batik Ciamis disebut sebagai sarian.
Berikut beberapa contoh batik beserta gambar dan makna nya:
Tabel 2.1 Contoh Ragam Batik
Nama -Batik
Gambar Batik Makna Batik
Kawung
Batik dengan motif
kawung dipakai oleh
raja dan keluarganya.
Kawung
menggambarkan
keadilan dan kuasa.
Truntum
Batik dengan pola
truntum biasa
digunakan oleh orang
tua dari pengantin.
Truntum sendiri
berarti membimbing
Parang
Parang diartikan sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan
Perbedaan dari bentuk dan tektur dari batik adalah bentuk adalah
komponen dasar penentu jenis batik misalnya adanya gambar kupu-kupu dan
bunga teratai yang khas pada batik sidomukti sedangkan tekstur batik sendiri
adalah kumpulan-kumpulan pola bentuk yang sama dan bahkan ada batik yang
10
merupakan hasil kombinasi dari kedua elemen itu . Contoh gambar dari batik
dengan tekstur yang sama:
Tabel 2.2 Contoh batik dengan tekstur yang sama
Batik Tekstur Kawung Batik Tekstur Kawung
Tabel 2.3 Contoh batik dengan bentuk yang sama
Batik bentuk Lereng Batik bentuk Lereng
11
Tabel 2.4 Tabel Contoh Batik Kombinasi
Batik Kawung+sidomukti Batik parang+sidomukti
2.2 Pengukuran Kinerja Sistem
Dalam menentukan kinerja sistem temu kembali pada citra akan terhitung
benar dan akurat, jika jumlah citra yang berhasil diidentifikasi dengan benar oleh
sistem. Walaupun dengan kasat mata keakuratan tersebut dapat ditentukan dari
presentase yang dihasilkan. Pengukuran kinerja sistem ini dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut :
A. Citra yang relevant ( X)
X =
B. Citra yang presisi (Y)
Y=
∑∑
asecitraDatab
querycitrahasilxy
∑∑
asecitraDatab
querycitrahasilxy
12
2.3 Pengukuran Kedekatan Citra
Dalam melakukan pengukuran kedekatan citra, dapat dilakukan
berdasarkan fungsi jarak antara dua ciri citra, dimana jarak digunakan untuk
mengukur ketidakmiripan antara dua obyek data.
Pada penelitian ini akan memakai cara untuk menghitung jarak euclid.
a. Jarak euclid
Prinsip dasar yang digunakan pada metode jarak Euclid adalah
dengan mengukur jarak antar dua titik (x dan y), dengan x adalah
sinyal suara yang tidak diketahui (data testing) dengan y adalah pola
yang telah diketahui (data training).
( ) ( )22
22
2
11 ..., jpipjiji xxxxxxjid −++−+−=
b. Citra
Terdapat dua parameter citra yang digunakan yaitu jumlah pixel
dan warna RGB. Satu parameter tambahan untuk keperluan proses
segmentasi warna yaitu warna referensi. Rincian parameter tersebut
sebagai berikut :
1. Jumlah Pixel: K = m x n
dengan K = jumlah pixel
m, n = jumlah pixel vertikal dan horizontal
13
2. Citra RGB (Gonzales dan Woods, 2002)
=),(
),(
),(
),(
yxb
yxg
yxr
yxcrgb
dengan crgb = citra RGB
r, g, b = nilai warna R, G, B
x, y = koordinat pixel
c. Nilai Grade Citra
Perhitungan nilai grade citra dilakukan dengan proses fuzzyfikasi
terhadap parameter jarak euclid ciri warna dan bentuk sebagai masukan
crisp. Proses fuzzyfikasi dilakukan dengan terlebih dahulu sampai
terbentuk daftar grade tekstur dan bentuk untuk masing-masing citra.
Proses fuzzyfikasi dilakukan dengan menggunakan kurva S sebagai
representasi nilai grade tekstur dan bentuk. Sebagai masukan proses
fuzzyfikasi adalah :
Jarak euclid ciri bentuk : ( ) 217
1
2 )(∑ =−=
v
Qv
Dvbd ϕϕ
Dimana H = histogram warna , ϕ = momen invarian
D = basisdata, Q = query
2.4 Pengenalan Pola(Pattern Recognition)
Pengenalan pola adalah bidang ilmu komputer yang memiliki tujuan untuk
mengklasifikasi objek-objek menjadi suatu kategori (Theodoridis., Koutrumbas,
14
2006, p.1). Pengenalan pola bertujuan untuk mencapai perkembangan
perancangan algoritma yang menghasilkan kemiripan dengan kemampuan
manusia dalam mengenali suatu objek. Aplikasi dari pengenalan pola ini sendiri
sangat banyak sekali dan berhubungan dengan banyak bidang kegiatan.(J.P
Marques, 2001, p.1)
2.4.1 Struktur dari Sistem Pengenalan Pola
Sistem pengenalan pola terdiri dari sensor,metode pencarian fitur
dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan. Berikut penjelasan
masing-masing tahapan tersebut.
i. Sensor
Sensor memiliki fungsi untuk menangkap objek dari dunia
nyata dan dirubah menjadi sinyal digital.
ii. Pre-Processing
Mempersiapkan citra atau sinyal yang telah ditangkap sensor
sebelumnya agar gangguan-gangguan dapat dikurangi dan
informasi lebih terlihat di tahapan selanjutnya.
iii. Pencari dan Seleksi Fitur
Dalam tahap ini ciri yang membedakan satu citra dengan citra
lain akan dicari dan dibentuk jadi sekumpulan bilangan yang
dapat mewakili sifat utama.
iv. Algoritma Klasifikasi
Algoritma yang berfungsi untuk mengelompokkan fitur ke
dalam kategori-kategori yang sesuai.
15
v Algoritma Deskripsi
Algoritma ini memiliki fungsi untuk memberikan deskripsi
pada sinyal atau citra.
Gambar 2.1 Sistem Pengenalan Pola
2.5 Content Base Image Retieval(CBIR)
Dalam proses temu kembali citra ada beberapa citra yang sudah
tersimpan didalam database. Dalam proses ini dibutuhkan sistem yang berisi
ratusan kata kunci yang berbeda yang dapat menggambarkan cirri-ciri citra
tertentu. Selain itu, dalam penyediaan kata kunci pada setiap data citra
dilakukan secara manual oleh pengguna,sehingga bersifat subjektif,
sehingga mungkin berbeda persepsi dari satu pengguna dengan pengguna
yang lain. Untuk itu dalam mengatasi kekurangan dari sistem berbasis kata
kunci (keyword) dalam pencarian citra, maka dibutuhkan teknik
pengindeksan otomatis berdasarkan ciri citra, seperti tekstur dan bentuk.
Sistem ini yang dikenal content based image retrieval (CBIR), yang
mengatur database citra berdasarkan ciri yang secara otomatis dikenali,
sekaligus juga memungkinkan proses query dilakukan dengan menggunakan
citra query (contoh) atau disebut dengan Query By Example (QBE). QBE
16
merupakan tipe metode query dimana proses inputan citra contoh (query)
kedalam sistem, kemudian sistem akan menampilkan dan menghasilkan
beberapa citra yang mirip dan sudah tersimpan di dalam database.
Pengukuran kemiripan didefinisikan berdasarkan ciri warna, teksture dan
bentuk. CBIR dilakukan dengan membandingkan nilai jarak citra query
dengan citra pada basis data (image distance measure) (A.Harris Rangkuti,
Ariandy Ferdinand, David. 2012)
Kokare (2007) mengambarkan satu-satunya cara mencari suatu
koleksi citra tersebut adalah dengan menggunakan indeks kata kunci,atau
hanya dengan browsing. Namun, perkembangan database tumbuh lebih
besar, dan para penguna menyadari bahwa kata kunci tradisional yang
didasarkan dari metode mengambil gambar tertentu, dengan banyaknya
jumlah yang ada sekarang, akan membuat sistem menjadi tidak efisien.
Permasalahan dalam konten berbasis pencarian sistem adalah untuk
menemukan fitur yang dapat mewakili unik karakteristik dari citra, sehingga
fitur dapat digunakan untuk secara akurat mengidentifikasi citra. Fitur visual
yang dapat diekstraksi dari data citra adalah tekstur, warna,dan bentuk.
Terkait dengan citra batik,fitur tekstur merupakan fitur penting karena
ornamen pada kain batik dapat dilihat sebagai komposisi tekstur yang
berbeda. Namun dalam penelitian ini difokuskan juga pada fitur bentuk dan
tekstur pada citra batik.
Citra secara alami dikaruniai dengan atribut atau konten informasi
yang dapat membantu dalam memecahkan masalah pengambilan citra Isi
17
informasi yang dapat diperoleh dari sebuah citra diklasifikasikan menjadi
tiga tingkatan(A.Harris Rangkuti, Ariandy Ferdinand, David. 2012).
a. Low Level contohnya termasuk ciri visual seperti warna,
tekstur, informasi bentuk, ruang dan gerak.
b. Middle Level contohnys termasuk keberadaan atau susunan
jenis benda tertentu, termasuk peran dan adegan.
c. High Level contohnya tampilan seperti emosi dan makna yang
terkait dengan kombinasi fitur persepsi. Contohnya termasuk
objek atau adegan dengan makna emosional atau keagamaan.
Level pada isi citra merupakan ukuran tingkat ekstraksi ciri.Pada
low level merupakan tingkat dasar ciri citra yang diekstrak(warna, bentuk,
tekstur, informasi spasial dan gerak) disebut fitur primitif karena mereka
hanya dapat diekstraksi oleh informasi yang diperoleh pada tingkat pixel.
Secara lebih jelas dapat lihat gambar dibawah ini :
Gambar 2.2 Level – Level Pada Ekstrasi Citra
(Source A.Harris Rangkuti, Ariandy Ferdinand, David. 2012)
18
Gambaran umum dari tahapan proses CBIR adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Tahapan Content Base Image Retrieval (CBIR)
(Source A.Harris Rangkuti, Ariandy Ferdinand, David. 2012)
Penjelasan pada gambar 3 untuk konsep CBIR adalah sebagai berikut:
• User terlebih dahulu memasukkan query yang berupa gambar -->
kemudian query tersebut di ekstraksi --> sehingga menghasilkan
vektor ciri (ciri khusus suatu gambar), begitu pula data-data gambar
yang tersimpan dalam database akan mengalami struktur yang sama
seperti query sehingga ditemukan vektor ciri --> kemudian akan
dibandingkan satu sama lain untuk mencari kesamaannya. Setelah
proses perbandingan tersebut, maka akan terpilih beberapa gambar
yang memiliki nilai-nilai vektor yang sama atau hampir sama -->
kemudian dilakukan indexing dan retrieval data yang telah terpilih
tadi --> sehingga ditemukan urutan gambar yang (dalam database)
19
yang memiliki kesamaan dengan formasi gambar (sesuai keinginan
user).
2.5 Decision tree
Decision tree adalah salah satu metode klasifikasi berbentuk berkas atau
penyimpanan yang mengalami perulangan untuk setiap contoh sample.
Decision tree memiliki node-node yang membentuk tree dengan sebuah root
yang memiliki input atau parent lebih dari satu. Node dengan satu output
disebut sebagai node internal atau node percobaan dan yang lainnya disebut
leaves. Dalam decision tree tiap node internal terpisah menjadi dua atau lebih
output menurut fungsi diskrit dari nilai input suatu atribut(Lior Rokach,Oded
Maimon,2010).
Setiap leaf mewakili satu kelas yang paling dekat dengan target nilai.
Leaf memiliki probabilitas vektor yang menunjukkan atribut dari target yang
memiliki sebuah nilai tersendiri, seluruhnya akan diklasifikasi dengan
mengatur mereka kedalam sebuah tree yang dimulai dari root hingga leaf
paling akhir. Berikut contoh penggambaran decision tree:
Gambar 2.4 Decision Tree
Gambar 2.4 Decision tree
20
Node internal direpresentasikan dengan bentuk lingkaran, sedangkan leaf
direpresentasikan dengan bentuk segitiga.
2.7 Tranformasi Wavelet(Wavelet Transform)
Transformasi Wavelet adalah suatu metode yang digunakan menyajikan data
atau fungsi ke dalam komponen-komponen frekuensi yang berlainan, dan
kemudian mengkaji setiap komponen dengan suatu resolusi sesuai dengan
skalanya(krisnawati,2007)
Wavelet merupakan alat analisis yang biasa digunakan untuk menyajikan
data atau fungsi atau pun operator ke dalam komponen-komponen frekuensi
yang berlainan, dan kemudian akan dilakukan analisis pada setiap komponen
dengan suatu resolusi yang sesuai dengan skalanya.(Daubechies,1995)
Wavelet juga merupakan fungsi yang dihasilkan oleh wavelet basis
atau disebut juga mother wavelet. Dua operasi utama yang mendasari wavelet
adalah pergeseran dan penskalaan. Kombinasi kedua operasi ini menghasilkan
keluarga wavelet seperti haar, daubechies, symlets dan yang lainnya(Sutarno
2010). Khusus pada penelitian ini penulis akan menggunakan wavelet haar.
Secara umum keluarga wavelet pada umumnya dinyatakan dengan persamaan
Dengan a,b
a adalah parameter penskalaan
21
b adalah parameter pergeseran posisi
adalah normalisasi energi yang sama dengan energi induk
Source:Sutarno,2010
Transformasi Wavelet memiliki kemampuan dalam mengekstraksi ciri
khusus yang dimiliki oleh suatu citra. Transformasi wavelet dibagi menjadi 2
bagian besar yakni:
a. Transformasi wavelet diskrit
b. Transformasi wavelet kontinu
2.7.1 Transformasi Wavelet Diskrit
Transformasi wavelet diskrit merupakan proses dekomposisi
citra pada frekuensi sub-band dari citra tersebut. Komponen sub-
band pada transformasi wavelet dihasilkan dengan cara menurunkan
level dekomposisi. Implementasi dari wavelet diskrit dilakukan
dengan melewatkan sinyal melalui low pass filter dan high pass
filter lalu melakukan downsampling pada keluaran masing-masing
filter. Pasangan filter high-pass dan low-pass yang digunakan harus
merupakan Quadrature Mirror Filter(QMF),yaitu pasangan filter
yang memenuhi persamaan berikut:
h[L-1-n]=
Dengan h[n] adalah high pass filter,g[n] adalah low pass filter
dan L adalah panjang dari masing-masing filter. Proses sinyal asal
melewati high pass filter dan low pass filter inilah yang disebut proses
22
dekomposisi, proses dekomposisi ini dapat melalui salah satu atau
lebih tingkatan. Dekomposisi tingkat satu ditulis dengan persamaan
berikut:
Y tinggi[k]=
Y rendah[k]=
y[k] tinggi dan y[k] rendah adalah hasil dari highpass filter dan
lowpass filter, x[n] adalah signal,h[n] adalah high pass filter dan g[n]
adalah low pass filter. Prosedur ini dapat dilakukan untuk dekomposisi
level selanjutnya(Ni Wayan Sumartini,2010)
Gambar 2.5 Dekomposisi Wavelet Tiga Tingkat
Dekomposisi pada citra menghasilkan informasi tentang frekuensi
yang berbeda-beda seperti:
• LL( low-low frequency)
23
• LH(low-high frequency)
• HL(high-low frequency)
• HH(high-high frequency)
Gambar 2.6 Ilustrasi Proses Dekomposisi
2.7.2 Transformasi Wavelet Kontinu
Source:Wikipedia
Cara kerja dari transformasi wavelet kontinu adalah dengan cara
menghitung konvolusi sinyal dengan sebuah jendela modulasi pada setiap
waktu yang diinginkan. Jendela modulasi yang mempunyai skala
fleksibel inilah yang biasa disebut induk wavelet.
Dalam transformasi wavelet digunakan istilah translasi dan skala,
translasi adalah lokasi jendela modulasi saat digeser sepanjang sinyal
,berhubungan dengan informasi waktu, sedangkan skala berhubungan
dengan frekuensi. Transformasi wavelet kontinu secara matematis dapat
didefiniskan sebagai berikut:
24
Dimana adalah fungsi sinyal setelah transformasi, dengan variabel
s(skala) dan (translasi) sebagai dimensi baru. f(t) adalah sinyal asli
sebelum transformasi. Fungsi dasar *S,T(t) disebut sebagai wavelet,
dengan * menunjukkan konjugasi kompleks. Fungsi dasar wavelet secara
matematika dapat didefinisikan sebagai berikut:
2.8 Momen Invariant(Invariant Moment)
invariant Moment adalah metode pengenalan objek yang berorientasi
dalam hal area, posisi,orientasi yang dapat menghasilkan vektor ciri untuk
pengenalan objek(Jan Flusser, Barbara Zitova, Tomas Suk.2009)
2.8.1 Momen
Dalam pemrosesan citra dan bidang yang sejenis, momen dipakai
menjadi sebuah ukuran rata-rata dari intensitas sebuah titik (pixel)dari
sebuah citra
Momen(raw moment)berguna untuk mendeskripsikan objek
setelah proses segmentasi dengan mendapatkan informasi tentang titik
tengah dan orientasi citra (Jan Flusser, Barbara Zitova, Tomas Suk.2009)
Untuk fungsi kontinu bidang 2D memiliki persamaaan
Source:Lecture Guido Gerig,2010
mpq=
25
Untuk fungsi dimana p,q=0,1,2
M0,0=area atau volume,pixel jika citra binary
M1,0=rerata atas X
M0,1=rerata atas y
Cara mendapatkan koordinat titik tengah:
�=M10/M00 �=M01/M
Gambar 2.7 Proses Penentuan Ciri Dengan Invariant Moment
Extract set of Features
Invariant Feature
Representative of Shape Class
26
2.8.2 Hu orthogonal invariants
Metode yang diperkenalkan oleh Hu yang didasarkan dari perhitungan
momen di tengah bidang, menghasilkan tujuh persamaan yang berguna
karena tidak terpengaruh posisi,ukuran dan orientasi(Zhihu Huang, Jinson
Leng,2010) yaitu:
02201 ηηφ +=
( ) 211
202202 4ηηηφ ++=
( ) ( )20321
212303 33 ηηηηφ −+−=
( ) ( )20321
212304 ηηηηφ +++=
( ) ( ) ( ) ( ){ }( )( ) ( ) ( ){ }2
03212
123003210321
20321
21230123012305
33
33
ηηηηηηηη
ηηηηηηηηφ
+−++−
++−++−=
( ) ( ) ( ){ } ( )( )03211230112
03212
123002206 4 ηηηηηηηηηηηφ ++++−+−=
( )( ) ( ) ( ){ }( )( ) ( ) ( ){ }2
03212
123003210321
20321
21230123030217
33
33
ηηηηηηηη
ηηηηηηηηφ
+−++−
++−++−=
Dibawah ini adalah contoh gambar dari penelitian pengenalan pesawat
dengan metode invariant moment , dimana hasil perhitungan kemiripan
tidak mengalami banyak perubahan walaupun citra mengalami rotasi.
27
Gambar 2.8 Aplikasi Invariant Moment Pada Pengenalan Pesawat
Tabel 2.5 Tabel Hasil Perhitungan Invariant Moment 1
M1 M2 M3 M4 M5 M6 0 Degree
0.4036 0.114 0.4023 0.149 0.0361 0.0427
45 Degree
0.4849 0.1647 0.4832 0.2108 0.067 0.0794
90 Degree
0.4036 0.114 0.4023 0.149 0.361 0.0427
Scale 2X
0.4831 0.184 2.2655 1.3179 2.473 0.516
Phantom
Phantom F2104 Mirage
28
Tabel 2.6 Tabel Hasil Perhitungan Invariant Moment 2
M1 M2 M3 M4 M5 M6 0 Degree
0.339 0.0727 0.0742 0.0111 0.0003 0.002
45 Degree
0.4296 0.1207 0.192 0.047 0.0044 0.016
90 Degree
0.339 0.0727 0.0742 0.0111 0.0003 0.002
Scale 2X
0.3323 0.066 0.5063 0.125 0.031 0.0325
F2104 Tabel 2.7 Tabel Hasil Perhitungan Invariant Moment 3
M1 M2 M3 M4 M5 M6 0 Degree
0.6972 0.4452 2.5965 1.8089 3.9139 1.1642
45 Degree
0.8623 0.6836 3.4007 2.351 6.632 1.872
90 Degree
0.6973 0.4453 2.566 1.8089 3.9139 1.1642
Scale 2X
0.6362 0.3661 9.8817 6.9978 58.104 4.0936
Mirage
Source:Lecture:Guido Gerig,2010