bab ii landasan teori - dspace home
TRANSCRIPT
13
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. METODE ANALISIS
Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian mengacu pada
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 oleh Departemen Pekerjaan
Umum, Direktorat Jendral Bina Marga. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997.
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah panduan yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga Jalan Kota yang dapat diterapkan sebagai sarana
dalam perancangan, perencanaan dan analisa operasional lalu lintas. Pada
penelitian ini proses analisis menggunakan dua program, yaitu program KAJI oleh
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga dan program
Vissim oleh PT AVG (Jerman).
3.2. ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL
3.2.1. Arus Lalu Lintas
Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pada
jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jm (Qkend), smp/jam (Qsmp)
atau LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan). Data arus lalu lintas dibagi
dalam tipe kendaraan, yaitu kendaraan tak bermotor (UM), sepeda motor (MC),
kendaraan berat (HV), dan kendaraan ringan (LV). Arus lalu lintas tiap pendekat
dibagi dalam tipe pergerakan, yaitu gerakan belok kiri (QLT), lurus (QSR), dan
belok kanan (QRT).
Arus lalu lintas untuk setiap gerakan dikonversi dari kendaraan per jam
menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen
mobil penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan
(MKJI, 1997).
14
Tabel 3.1 Ekivalensi Mobil Penumpang
Jenis Kendaraan Nilai EMP
Kendaraan Ringan (LV)
Kendaraan Berat (HV)
Sepeda Motor (MC)
1,0
1,3
0,5
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
Menurut MKJI (1997) semua arus lalu lintas (per arah dan lokasi) diubah
menjadi satuan mobil penumpang dengan menggunakan ekivalen mobil
penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan yang
dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Kendaraan ringan (LV), yaitu kendaraan bermotor dua as beroda 4 (empat)
dengan jarak as 2 – 3 meter (mobil sedan, mobil penumpang, jeep, truk
dua as, mikrotruk, pickup, dan minibus).
2. Kendaraan berat (HV), yaitu kendaraan bermotor dengan jarak as lebih
dari 3,5 meter, biasanya roda lebih dari 4 (empat) (termasuk bis, truk dua
as, truk tiga as, dan truk kombinasi).
3. Sepeda motor (MC), kendaraan beroda dua atau tiga.
4. Kendaran tak bermotor (UM), kendaraan dengan roda yang menggunakan
tenaga manusia atau hewan meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta
dorong).
3.2.2. Data Masukan
Menurut MKJI (1997), berikut adalah data masukan yang diperlukan untuk
analisis kinerja simpang tak bersinyal.
1. Kondisi Geometrik
Kondisi geometrik dibuat dalam bentuk sketsa yang memberikan informasi
tentang kereb, lebar jalur, bahu dan median. Nama jalan minor dan utama dan
nama kota dicatat pada bagian atas sketsa sebagaimana juga nama pilihan dari
alternatif rencana. Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada
simpang, misalnya jalan dengan klasifikasi fungsional tertinggi. Untuk simpang
3-lengan, jalan yang menerus selalu jalan utama. Pendekat jalan minor diberi
15
notasi A dan C, pendekat jalan utama diberi notasi B dan D (lihat pada Gambar
3.1). Pemberian notasi dibuat searah jarum jam. Sketsa lalu lintas memberikan
informasi lalu lintas yang lebih rinci dari yang diperlukan untuk analisa simpang
tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan sinyal pada simpang juga akan diuji,
informasi ini akan diperlukan (MKJI, 1997).
Gambar 3.1. Contoh Sketsa Data Masukan Geometri
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
2. Kondisi Lalu Lintas
Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jama
rencana, atau lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang
sesuai untuk konversi LHRT menjadi arus per jam (umum untuk perancangan)
Nama pilihan alternatif lalu lintas dapat dimasukkan. Kondisi geometrik dibuat
dalam bentuk sketsa memberikan informasi lalu-lintas lebih rinci dari yang
diperlukan untuk analisis simpang tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan
sinyal pada simpang juga akan diuji, informasi ini akan diperlukan. Sketsa
sebaiknya menunjukkan gerakan lalu-lintas bermotor dan tak bermotor (kend/jam)
pada pendekat ALT (notasi: A, arah: Left Turn), AST (notasi: A, arah: Straight),
16
ART (notasi: A, arah: Right Turn) dan seterusnya. Satuan arus adalah kend/jam
atau LHRT (Lalu-lintas Harian Rata-rata), diberi tanda dalam formulir, seperti
contoh Gambar 3.2 (MKJI,1997).
Gambar 3.2. Contoh Sketsa Data Masukan Arus Lalu Lintas
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
3. Kondisi Lingkungan
Lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut tata guna tanah
dan aksesibilitas jalan tersebut dari aktivitas sekitarnya. Hal ini ditetapkan secara
kualitatif dari pertimbangan teknik lalu-lintas seperti di bawah ini:
a. Komersial (Com) yaitu tata guna lahan komersial (misalnya pertokoan,
rumah makan, perkantoran) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan
kaki dan kendaraan.
b. Permukiman (Res) yaitu tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan
masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
c. Akses terbatas (RA) yaitu tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung
terbatas (misalnya karena adanya penghalang fisik, jalan samping, dsb).
Hambatan samping menunjukkan pengaruh aktivitas samping pada arus
berangkat lalu lintas, misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi jalur,
angkutan kota dan bis berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang,
kendaraan masuk dan keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur. Hambatan
17
samping ditentukan secara kualitatif dengan pertimbangan teknik lalu lintas
sebagai tinggi, sedang atau rendah.
Tabel 3.2 Penentuan Kelas Hambatan Samping
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
3.2.3. Kapasitas (C)
Untuk dapat menentukan kapasitas harus melalui beberapa tahap maka
terlebih dahulu menentukan kapasitas dasar (C), faktor penyesuaian lebar
pendekat (Fw), faktor penyesuaian median jalan utama (FM), faktor penyesuaian
ukuran kota (Fcs), faktor penyesuaian tipe lingkungan, kelas hambatan samping
dan kendaraan tak bermotor (FRSU) , faktor penyesuaian belok kiri (FLT), faktor
penyesuaian belok kanan (FRT), dan faktor Penyesuaian rasio arus minor (FMI).
C = Co × FW × FM × FCS × FRSU × FLT × FRT × FMI..................…….... (3.1)
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FW = Faktor penyesuaian lebar masuk
FM = Faktor penyesuaian tipe median jalan utama
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian hambatan samping
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian arus jalan minor
18
1. Lebar Pendekat dan Tipe Simpang
Lebar pendekat adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukut
di bagian tersempit, yang digunakan oleh lalu-lintas yang bergerak. Lebar
pendekat diukur pada jarak 10 m dari garis imajiner yang menghubungkan tepi
perkerasan dari jalan berpotongan, yang dianggap mewakili lebar pendekat efektif
untuk masing-masing pendekat. Untuk pendekat yang sering digunakan untuk
parkir pada jarak kurang dari 20 , dari haris imajiner yang menghubungkan tepi
perkerasan dari jalan berpotongan, lebar pendekat tersebut harus dikurangi 2 m
(MKJI 1997).
Gambar 3.3. Penetapan Tipe Pendekat
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
Lebar pendekat untuk jalan mayor (utama) dan lebar rata-rata pendekat
(W1), masing-masing dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini :
WAC = (WA + WC) / 2 ....................................................................... (3.2)
WBD = (WB + WD) / 2 ....................................................................... (3.3)
W1 = (WA + WC + WB + WD ) / Jumlah Lengan ............................ (3.4)
Jumlah lajur yang digunakan untuk keperluan perhitungan ditentukan dari
lebar rata-rata pendekat jalan minor dan jalan utama dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
19
Tabel 3.3 Jumlah Lajur
Lebar rata-rata pendekat minor
dan utama WAC, WBD
Rata-rata lebar
pendekat (m)
Jumlah lajur (total
untuk kedua arah)
WBD = (b+d/2)/2 < 5,5 2
≥ 5,5 4
WAC = (a/2+c/2)/2 < 5,5 2
≥ 5,5 4
Sumber : Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
Jumlah Tipe simpang diklasifikasikan berdasarkan jumlah lengan, jumlah
lajur jalan mayor dan minor.
Tabel 3.4 Nilai Tipe Simpang
Kode IT Jumlah lengan
simpang
Jumlah lajur jalan
minor
Jumlah lajur
jalan utama
322 3 2 2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 4
Keterangan :
322 = 3 lengan simpang, 2 lajur minor, 2 lajur utama
422 = 4 lengan simpang, 2 lajur minor, 2 lajur utama
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
Dalam tabel di atas tidak terdapat simpang tak bersinyal yang kedua jalan
utama dan jalan minornya mempunyai empat lajur, yaitu tipe simpang 344 dan
444, karena tipe simpang ini tidak dijumpai selama survei lapangan. Jika analisa
kapasitas harus dikerjakan untuk simpang seperti ini, simpang tersebut dianggap
sebagai 324 dan 424.
2. Kapasitas Dasar (CO)
Menurut MKJI 1997, kapasitas dasar adalah kapasitas persimpangan jalan
total untuk suatu kondisi tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya (kondisi
dasar). Kapasitas dasar menurut simpang dapat dilihat pada tabel beriku ini :
20
Tabel 3.5 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang
Tipe Simpang IT Kapasitas dasar smp/jam
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
3. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (Fw)
Faktor penyesuaian lebar pendekat (FW) ini merupakan faktor penyesuaian
untuk kapasistas dasar sehubungan denga lebar masuk persimpangan jalan.
IT 422 FW = 0,70 + 0,0866 x W1 ................................ (3.5)
IT 424 atau 444 FW = 0,61 + 0,0740 x W1 ................................ (3.6)
IT 322 FW = 0,73 + 0,0760 x W1 ................................ (3.7)
IT 324 atau 344 FW = 0,62 + 0,0646 x W1 ................................ (3.8)
IT 342 FW = 0,67 + 0,0698 x W1 ................................ (3.9)
Gambar 3.4 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (FW)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
21
4. Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM)
Pertimbangan teknik lalu lintas diperlukan untuk menentukan faktor
median. Median disebut lebar jika kendaraan ringan standar dapat berlindung
pada daerah median tanpa mengganggu arus berangkat pada jalan utama. Hal ini
mungkin terjadi jika lebar median selebar 3 m atau lebih. Pada beberapa
keadaan, misalnya jika pendekat jalan utama lebar, hal ini mungkin terjadi jika
median lebih sempit.
Tabel 3.6 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM)
Uraian Tipe M Faktor Penyesuaian
median (FM)
Tidak ada median jalan utama Tidak ada 1,00
Ada median jalan utama, lebar < 3 m Sempit 1,05
Ada median jalan utama, lebar ≥ 3 m Lebar 1,20
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
5. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)
Faktor ini hanya dipengaruhi oleh variable besar kecilnya jumlah
penduduk dalam juta.
Tabel 3.7 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
6. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan
Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)
Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan (RE), hambatan samping (SF)
dan kendaraan tak bermotor (FRSU), serta rasio kendaraan tak bermotor UM/MV
sesuai ketentuan pada tabel berikut :
22
Tabel 3.8 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan
Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
7. Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT)
FLT = 0,84 + 1,61 x PLT ..................................................................... (3.10)
Keterangan :
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri
PLT = Rasio kendaraan belok kiri, PLT = QLT / QTOT
8. Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT)
Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) pada simpang dengan 4 lengan
adalah 1,0.
9. Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI)
Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI) adalah penyesuaian kapasitas
dasar akibat rasio arus jalan minor.
23
Tabel 3.9 Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI)
Keterangan :
PMI = Rasio arus jalan minor terhadap arus simpangan total
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
3.2.4 Perilaku Lalu Lintas
Perilaku lalu lintas adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi
operasional fasilitas lalu lintas di jalan dalam memberikan suatu layanan terhadap
sistem lalu lintas tersebut. Perilaku lalu lintas pada umumnya dinyatakan dalam
kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan peluang antrian.
1. Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat Kejenuhan (DS) adalah rasio volume arus lalu lintas (smp/jam)
dengan kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu, biasanya dihitung dalam
per jam.
DS = QTOT / C ............................................................................. (3.11)
Keterangan :
DS = derajat kejenuhan (per jam)
Q = arus lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam)
24
2. Tundaan
Menurut MKJI (1997), tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang perlu
diperlukan untuk melalui suatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa
simpang.
a. Tundaan lalu lintas (DT1)
Tundaan yang disebabkan pengaruh kendaraan lain. Besarnya tundaan lalu
lintas dapat dihitung dengan rumus :
Untuk DS ≤ 0,6
DT1 = 2 + 8,2078 x DS – (1 – DS) x 2 ..........................................(3.12)
Untuk DS > 0,6
DT1 = 1,0504 / (0,2742 – 0,2042 x DS) x 2 .................................(3.13)
b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA)
Tundaan lalu lintas jalan utama adalah tundaan lalu lintas semua
kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama.
Untuk DS ≤ 0,6
DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS - (1-DS) x 1,8 ...................................... (3. 14)
Untuk DS > 0,6
DTMA = 1,05034 / (0,346 – 0,246 x DS) - (1-DS) x 1,8 ................. (3. 15)
c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI)
Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor ditentukan berdasarkan tundaan
lalu lintas rata-rata (DTI) dan tundaan lalu lintas rata-rata jalan major
(DTMA).
DTMI = QTOT x DT1 - QMA x DTMA / QMI…....................................... (3. 16)
Keterangan :
QMA = Arus total jalan utama/mayor (smp/jam)
QMI = Arus total jalan minor (smp/jam)
d. Tundaan geometrik simpang (DG)
Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk simpang.
Untuk DS < 1,0
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT) x 3) + DS x 4…........................... (3. 17)
Untuk DS ≥ 1,0 : DG = 4
25
Keterangan :
DG = tundaan geometrik simpang (det/smp)
DS = derajat kejenuhan
PT = rasio belok total
e. Tundaan Simpang
Tundaan simpang dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
D = DG + DT1 (det/smp) ............................................................... (3. 18)
Keterangan :
DG = tundaan geometrik simpang (det/smp)
DT1 = tundaan lalu lintas simpang (det/smp)
3. Peluang Antrian
Peluang antrian dengan batas atas dan batas bawah dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut di bawah ini ( MKJI 1997 ) :
Qp % batas atas = 47,71 x DS – 24,68 x DS2 + 56,47 x DS3..... (3. 19)
Qp % batas bawah = 9,02 x DS + 20,66 x DS2 + 10,49 x DS3...... (3. 20)
4. Penilaian Perilaku Lalu Lintas
Analisis simpang menggunakan manual kapasitas jalan direncanakan
untuk meperkirakan kapasitas dan perilaku lalu lintas pada kondisi tertentu yang
berkaitan dengan rencana geometrik, lalu lintas dan lingkungan. Karena hasil
perhitungan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, mungkin diperlukan
perbaikan kondisi yang sesuai dengan para ahli, terutama kondisi geometrik,
untuk memperoleh perilaku lalu lintas yang diinginkan berkaitan dengan
kapasitas, kecepatan, dan sebagainya.
Cara paling cepat untuk menilai hasilnya adalah dengan melihat derajat
kejenuhan dari kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan
pertumbuhan lalu lintas tahunan dan “umur” fungsional yang diinginkan dari
segmen jalan tersebut. Jika derajat kejenuhan yang diperoleh terlalu tinggi (DS >
0,75) maka perubahan dapat dilakukan pada asumsi yang berkaitan dengan
penampang melintang jalan dan sebagainya.
26
5. Tingkat Pelayanan (Level Of Service)
Menurut Permenhub (KM 14 Tahun 2006), Tingkat Pelayanan adalah
kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menamung lalu lintas pada
keadaan tertentu. Tingkat pelayanan pada persimpangan mempertimbangkan
faktor tundaan dan kapasitas persimpangan. Setiap pengembangan atau
pembangunan pusat kegiatan dan pemukiman yang berpotensi menimbulkan
dampak lalu lintas dapat mempengaruhi tingkat pelayanan yang diinginkan, wajib
dilakukan analisis dampak lalu lintas. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan tingkat pelayanan pada persimpangan antara lain :
a. Simpang prioritas
b. Bundaran lalu lintas
c. Perbaikan geometrik persimpangan
d. Pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas
e. Persimpangan tidak sebidang
Menurut Permenhub (KM 96 Tahun 2015), tingkat pelayanan harus
memenuhi indikator sebagai berikut :
a. Rasio antara volume dan kapasitas jalan
b. Kecepatan yang merupakan kecepatan batas atas dan kecepatan batas
bawah yang ditetapkan berdasarkan kondisi daerah
c. Waktu perjalanan
d. Kebebasan bergerak
e. Keamanan
f. Keselamatan
g. Ketertiban
h. Kelancaran
i. Penilaian pengemudi terhadap kondisi arus lalu lintas
Berikut adalah parameter tingkat pelayanan pada persimpangan
27
Tabel 3.10 Tingkat Pelayanan Persimpangan
Tingkat Pelayanan Rata-rata tundaan berhenti (detik per kendaraan)
A < 5
B 5 – 15
C 15 – 25
D 25 – 40
E 40 – 60
F > 60
Sumber : Permenhub (KM 96 Tahun 2015)
3.2.5 Jalan Satu Arah
Menurut Hobbs (1995), Jalan satu arah merupakan salah satu cara untuk
mengurangi kemacetan dan tundaan lalulintas, melalui pengaturan arah
pergerakan lalulintas. Keuntungan dari jalan satu arah ini diharapkan dapat
mengurangi konflik kecelakan dan menambah kapasitas ruas jalan sehingga
kecepatan kendaraan bertambah. Studi lalulintas sangat diperlukan sebelum
mengambil keputusan manajemen, khususnya pada saat meneliti ruas jalan satu
arah. Pada tempat yang arus lalulintasnya padat, sistem jalan satu arah akan sangat
menguntungkan. Karena jalan satu arah merupakan salah satu metode untuk
menambah arus lalu lintas dan mengurangi kemacetan.
Dengan memperbesar kapasitas, maka jalan satu arah sering
memungkinkan kesinambungan parkir meteran, yang mungkin penting bagi
kehidupan suatu kawasan. Akhirnya, selain membuat rambu-rambu, pembuatan
marka jalan dan sistem pengaturan persimpangan jalan dengan pembatas fisik
untuk mencegah pergerakan yang tidak benar adalah sangat penting. Akan tetapi,
gangguan pandangan yang lebih besar biasanya terjadi ada jalan satu arah, dan
kecepatan lalu lintas yang lebih tinggi cenderung menimbulkan gangguan pada
masyarakat karena lebih sulit menyeberang jalan.
28
Gambar 3.5 Sistem Jalan Satu Arah
(Sumber : Hobbs, 1995)
1. Keuntungan
a. Menambah kapasitas dan antara simpang-simpang jalan distribusi lalu
lintas mungkin menjadi lebih baik.
b. Berkurangnya konflik pejalan kaki dan kendaraan, biasanya
mengurangi laju kecelakaan dan menghindarkan tabrakan yang parah.
c. Semakin baiknya kondisi-kondisi parkir di tepi trotoar dan
berkurangnya gangguan pemberhentian bis, dan kendaraan yang
sedang bongkar muat.
d. Peningkatan pemanfaatan jalan dengan jumlah jalur.
e. Lebih memudahkan pemakaian sistem pengaturan rambu lalu lintas
modern.
2. Kerugian
a. Jarak perjalanan lebih panjang dan volume lalu lintas lebih besar
daripada di beberapa bagian jaringan yang menimbulkan berbeloknya
lebih banyak lalu lintas pada ujung-ujung jalan.
29
b. Kesulitan mengatur rute lalu lintas pada suatu kawasan, khusus untuk
pendatang. Hilangnya kenyamanan bagi penduduk di area-area jalan
satu arah dan rusaknya lingkungan yang mungkin dapat terjadi.
c. Beralihnya titik-titik muatan transportasi umum dan akibat pada
jangkauan rute dan penjadwalan bis.
d. Penambahan jarak berjalan kaki untuk penumpang transportasi umum.
e. Pertentangan kepentingan sepanjang rute satu arah
3. Karakteristik Jalan Satu Arah
Menurut MKJI (1997), tipe jalan ini meliputi semua jalan satu arah dengan
lebar jalur lalu lintas dari 5 meter sampai dengan 10,5 meter. Kondisi dasar tipe
jalan ini dari mana kecepatan arus bebas dan kapasittas ditentukan didefinisikan
sebagai berikut :
a. Lebar jalur lalu lintas tujuh meter
b. Lebar bahu efektif paling sedikit 2 m pada setiap sisi
c. Tidak ada median
d. Hambatan samping rendah
e. Ukuran kota 1,0 – 3,0 juta
f. Tipe alinyemen datar
3.2.6 Median Jalan
Median jalan merupakan suatu bagian tengah badan jalan yang secara fisik
memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah. Median jalan (pemisah
tengah) dapat berbentuk median yang ditinggikan (raised), median yang
diturunkan (depressed), atau median rata (flush). Median jalan direncanakan
dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan
bagi pemakai jalan maupun lingkungan. (Perencanaan Median Jalan; Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah).
30
Gambar 3.6 Potongan Melintang Jalan
(Sumber : Perencanaan Median Jalan; Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah)
Gambar 3.7 Lajur Tunggu Pada Bukaan
(Sumber : Perencanaan Median Jalan; Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah)
1. Fungsi Median Jalan
a. Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah
b. Untuk menghalangi lalu lintas belok kanan
c. Lapak tunggu bagi penyebrang jalan
d. Penempatan fasilitas untuk mengurangi silau dari sinar lampu
kendaraan dari arah berlawanan
e. Penempatan fasilitas pendukung jalan
f. Cadangan lajur (jika cukup luas)
g. Tempat prasarana kerja sementara
h. Dimanfaatkan sebagai jalur hijau
31
2. Kriteria Median Jalan
a. Jalan bertipe minimal empat lajur dua arah
b. Volume lalu lintas dan tingkat kecelakaan tinggi
c. Diperlukan untuk penempatan fasilitas pendukung lalu lintas
3.3 ANALISIS
3.3.1 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
Data input dalam MKAJI untuk simpang tak bersinyal adalah sebagai
berikut ini.
1. Formulir SIG-I
Merupakan form untuk proses input data sebagai berikut :
a. Geometri simpang, lebar jalan, menentukan model simpang, ada
tidaknya median jalan, jumlah penduduk
b. Lingkungan jalan di simpang tersebut.
c. Volume arus lalu lintas per jam yang belum diklasifikasikan atau
sebelum di konversi menjadi smp/jam dan data - data untuk kendaraan
ringan (mobil), kendaraan berat (truk), sepeda motor dan kendaraan
tak bermotor.
2. Formulir SIG-II
Merupakan form untuk proses analisis dengan menampilkan data yang
dihasilkan, antara lain sebagai berikut ini.
a. Kapasitas
b. Derajat Kejenuhan
c. Tundaan Simpang
d. Peluang Antrian
32
Gambar 3.8 Bagan Alir Analisis MKJI 1997
Selesai
Kapasitas :
1. Lebar pendekat dan tipe simpang
2. Kapasitas dasar
3. Faktor penyesuaian lebar pendekat
4. Faktor penyesuaian median jalan utama
5. Faktor penyesuaian ukuran kota
6. Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping, dan
kend. tak bermotor
7. Faktor penyesuaian belok kiri
8. Faktor penyesuaian belok kanan
9. Faktor penyesuaian raiso arus jalan minor
10. Kapasitas
Tidak
Ya
Hasil dan Kesimpulan
Pemilihan Alternatif Solusi
Mulai
Data Masukan :
1. Kondisi Geometrik
2. Kondisi Lalu Lintas
3. Kondisi Lingkungan
Perilaku Lalu Lintas :
1. Derajat kejenuhan
2. Tundaan
3. Peluang antrian
4. Penilaian perilaku lalu lintas
33
3.3.2 PTV VISSIM
Menurut PTV-AG (2011), Vissim adalah multi-moda lalu lintas perangkat
lunak aliran mikroskopis simulasi yang mempunyai fasilitas kalibrasi, sehingga
VISSIM dapat menggambarkan perilaku pengemudi dan komposisi kendaraan.
Hal tersebut yang membedakan VISSIM dengan aplikasi model simulasi lain.
VISSIM mengandung model psycho-physical car following dan algoritma
peraturan dasar untuk pergerakan kesamping (lateral behavior), yang menjadi
karateristik lalu lintas di Indonesia yang berbeda dengan karateristik lalu lintas
dan perilaku pengemudi yang ada di negara-negara maju. Hal ini dikembangkan
oleh PTV (Planning Transportasi Verkehr AG) di Karlsruhe, Jerman. Vissim
dimulai pada tahun 1992 dan saat ini memimpin pasar global.
VISSIM dapat digunakaan pada berbagai tipe pengaturan sinyal. Selain
pengaturan control sinyal, fungsi pengaturan waktu juga ada untuk mengindetitas
pengaturan sinyal kendaraan yang terdapat dipaket program untuk penerapan di
lapangan.
1. Input Data, Simulasi, dan Kalibrasi VISSIM
Tahap pengumpulan data adalah bagian penting dalam penelitian ini.
Mikroskopis simulasi model VISSIM memiliki persyaratan rumit input data dan
memiliki parameter model yang banyak. Untuk membuat model simulasi VISSIM
untuk jaringan dan mengkalibrasi lalu lintas lokal memerlukan dua jenis data,
yaitu data input dasar yang digunakan untuk coding jaringan dari model simulasi
dan data observasi yang digunakan untuk kalibrasi parameter model simulasi.
Input data dasar termasuk data geometri jaringan, data volume lalu lintas dan
sistem kontrol lalu lintas. Model parameter yang berhubungan dengan atribut fisik
dari pengembangan model VISSIM mendefinisikan langkah kalibrasi dalam
mikrosimulasi pemodelan. Kalibrasi awal ini dilakukan untuk mengidentifikasi
nilai-nilai untuk penyesuaian kapasitas parameter untuk memperoleh kapasitas
lalu lintas yang terbaik.
34
2. Output Data
Hasil analisis yang dihasilkan VISSIM berupa simulasi berupa video
animasi. Video animasi tersebut menampilkan animasi kendaraan (mobil
penumpang, truk, kereta api,dll), pohon, bangunan, fasilitas transit, dan rambu
lalu lintas. Validasi adalah proses menyesuaikan parameter untuk mendapatkan
kesesuaian antara nilai simulasi dengan data hasil pengamatan. Data lalu lintas
yang digunakan sebagai perbandingan dalam proses validasi adalah volume arus
lalu lintas di setiap lengan simpang. Dari analisis tersebut didapatkan nilai
tundaan, panjang antrian, waktu tempuh kendaraan, kecepataan, kapasitas
jaringan, volume lalu lintas dan lain-lain.
35
Gambar 3.9 Bagan Alir Analisis VISSIM
Mulai
Survei Pendahuluan
Selesai
Data Penelitian
Data Primer :
1. Jenis Kendaraan
2. Volume Lalu Lintas
3. Geometri Simpang
Data Sekunder :
1. Peta Jaringan Jalan
2. Peta Lokasi Penelitian
Input Data Simulasi
Tidak
Ya
Analisis Tundaan, Panjang Antrian Simpang
dengan beberapa alternatif perbaikan
1. Pemasangan Median Jalan
2. Pengalihan Arus Lalu Lintas
3. Simpang Bersinyal
Hasil dan Kesimpulan Video Visualisasi
Pemilihan Alternatif Solusi