bab ii landasan teori ii.1. pengertian dan tinjauan teori...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pengertian dan Tinjauan Teori
II.1.1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan suatu instrumen yang sangat penting untuk
menilai kinerja keuangan perusahaan maupun intansi tertentu dalam satu periode
akuntansi. Laporan keuangan berisi informasi-informasi yang berkaitan dengan kinerja
keuangan, pengungkapan non keuangan, serta informasi lainnya yang bernilai bagi
pengguna laporan keuangan.
Standar Akuntansi Keuangan nomor 1 per 1 Oktober 2004 menjelaskan bahwa:
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lainnya serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. (h: 2).
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa laporan keuangan merupakan
salah satu bagian dari pelaporan keuangan. Dalam laporan keuangan, selain isi laporan
yaitu neraca, laporan laba rugi, perubahan posisi keuangan, juga terdapat catatan
penjelas atas kejadian tertentu, serta informasi-informasi lain yang bersifat material
untuk diungkapkan.
10
II.1.2. Tujuan Laporan Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan nomor 1 per 1 Oktober 2004 menjelaskan:
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi. (h.2).
Dari pernyataan di atas, dapat diambil tiga kesimpulan mengenai tujuan laporan
keuangan. Pertama, laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kinerja
keuangan perusahaan kepada pemakai laporan keuangan. Kedua, laporan keuangan tidak
mengungkapkan seluruh informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan
dan dalam pelaporan keuangan perusahaan tidak diwajibkan untuk mengungkapkan
informasi nonkeuangan. Terakhir, laporan keuangan juga mengungkapkan kinerja
manjemen yang dapat digunakan untuk menilai performa manajemen.
II.1.3. Pengguna Laporan Keuangan
Pengguna laporan keuangan perusahaan tentu saja adalah mereka yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan atau dapat disebut juga dengan stakeholder. Para
pengguna laporan keuangan dapat berasal dari pihak internal perusahaan maupun pihak
eksternal perusahaan.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan nomer 1 per 1 Oktober 2004 dijelaskan:
11
Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memnuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. (h.2).
Penjelasan di atas semakin memperjelas mengenai siapa saja pihak yang
menggunakan laporan keuangan. Penggunaan informasi dalam laporan keuangan pun
berbeda-beda sesuai siapa yang menggunakan dan untuk tujuan apa mereka
menggunakan laporan keuangan.
II.1.4. Laman Perusahaan
Laman perusahaan (corporate website) merupakan sebuah situs yang terdapat
pada internet yang berisikan segala informasi tentang suatu perusahaan. Informasi-
informasi yang dimaksud diantaranya adalah profil perusahaan, sejarah perusahaan,
produk yang ditawarkan, pengungkapan performa keuangan, dan sebagainya.
Sebuah artikel yang disusun oleh Razalie (2006). Diakses tanggal 30 Januari
2009. Menjelaskan corporate website sebagai berikut:
Website perusahaan atau corporate website dapat diartikan sebagai suatu website yang memuat segala informasi resmi mengenai perusahaan. Informasi tersebut umumnya bersifat statis alias tidak akan terlalu sering diupdate dan hanya untuk dikomunikasikan satu arah; seperti informasi tentang visi-misi perusahaan, struktur organisasi perusahaan, jenis jasa dan produk yang ditawarkan, alamat usaha dan sejenisnya. Namun pada website perusahaan terdapat juga informasi-informasi yang lebih dinamis dan semestinya diperbaharui secara berkala, minimal setidaknya satu kali dalam periode satu bulan; misalnya informasi tentang berita perusahaan (news), topik aktual (highlights), artikel ataupun promosi produk dan jasa perusahaan. Informasi-informasi seperti inilah yang sebenarnya bisa membuat pengunjung datang secara rutin ke website perusahaan anda.
12
II.1.5. Laporan Keuangan Berbasis Internet
Media informasi yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan
teknologi, membawa perubahan pada dunia akuntansi. Salah satunya adalah
pengungkapan laporan keuangan dengan media internet (internet financial report). IFR
adalah suatu aplikasi internet baru yang bertujuan memasarkan sekaligus
mempromosikan performa keuangan perusahaan kepada para pemegang saham maupun
kepada para investor. Sebagaimana definisi IFR yang tercantum dalam abstrak penelitian
yang dilakukan oleh Poon, Li, dan Yu (2003) dengan definisi IFR sebagai berikut
“IFR refers to the use of the firms' web sites to disseminate information about the
financial performance of the corporations. In this new approach, firms are using
the Internet to market their companies to shareholders and investors”.
Pada dasarnya pelaporan keuangan lewat media internet tidak jauh berbeda
dengan pelaporan keuangan biasa. Hanya saja pengungkapan laporan keuangan ini
menggunakan media internet (Poon et al 2003).
II.1.6. Keuntungan Menggunakan IFR
Budisusetyo dan Almilia (2008) memaparkan keuntungan dari pelaporan
keuangan dengan media teknologi informasi internet diantaranya adalah penghematan
biaya, akses yang mudah, dapat memberikan penjelasan keuangan dengan lebih mudah,
dapat memonitor penggunaan situs untuk keperluan peningkatan kualitas laman
keuangan perusahan, dan dapat memberikan informasi terbaru dengan sangat cepat.
Dalam penelitian Sriram dan Laksmana (2006) juga dijelaskan bahwa dengan
penggunaan internet, perusahaan dapat menghemat biaya, menghilangkan batasan ruang,
dan memberikan akses informasi keuangan kepada seluruh investor diberbagai tempat.
13
Penggunaan IFR juga dapat menjadi strategi perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan diri kepada masyarakat, konsumen, dan
stakeholder lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan dalam penelitian Asbough,
Johnstone, dan Warfield (1999).
Dari penelitian-penelitian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan
laporan keuangan berbasis internet, perusahaan dapat selangkah lebih maju dalam hal
berkompetisi dengan pesaing untuk mempromosikan diri sekaligus berkomunikasi
dengan para stakeholder. Karena informasi yang disampaikan lewat internet akan
dengan cepat dapat ditangkap oleh siapa saja yang mengakses internet. Selain itu,
dengan pengungkapan yang unik lewat internet, perusahaan dapat mendorong para
stakeholder untuk bertindak sesuai harapan perusahaan. Misalkan untuk menarik
investor, perusahaan akan memunculkan informasi lebih mengenai penjualan, performa
saham, dan informasi mengenai deviden. Ketiga, perusahaan bisa mengurangi biaya-
biaya tambahan seperti biaya pengawasan kinerja manajemen. Karena lewat internet,
kinerja manajemen juga dapat secara langsung dipantau oleh masyarakat umum.
Perusahaan juga dapat mengurangi biaya yang harus di bayarkan kepada negara.
Misalkan dengan mengungkapkan laporan sosial, perusahaan dapat menerima
pemotongan pajak.
II.1.7. Agency Theory
Dalam suatu perusahaan, tentunya terdiri dari pemilik (principal) dan pihak
managemen (agent) yang masing-masing memilki tugas dan peranan. Hendriksen dan
Michaelf (2001) menjelaskan secara umum peranan dari pemilik dan managemen
sebagai berikut:
14
“The agent contracts to perform certain duties for the principal; the principal
contracts to reward the agent.” (Hal : 207)
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa managemen bertugas untuk
melaksanakan keinginan pemilik. Di sisi lain, pemilik harus memberikan penghargaan
yang cukup atas prestasi yang dapat dicapai pihak managemen. Namun dalam
kenyataannya, tidak semua keinginan pemilik sejalan dengan kepentingan dan keinginan
managemen. Dapat terjadi suatu kondisi di mana managemen bertindak hanya untuk
kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan keinginan pemilik. Begitu pula pemilik,
hanya mementingkan keinginan sendiri tanpa memperhatikan kemampuan dan kapasitas
managemen. Kondisi seperti inilah yang dimaksud dengan agency theory, penjelasan ini
sejalan dengan Godsfrey, Hodgson, Holmes, dan Tarca (2007) yang menjelaskan agency
theory sebagai berikut:
“a theory developed to explain and predict the actions of agents (e.g.managers) and pricipals (e.g. shareholders or lenders). The theory assumes that both the agent and the principal are utility maximizers (i.e. they seek to maximise their returns) whose interest are not necessarily aligned. As a result, an agency relationship has agency cost.” (Hal: 665)
II.1.8. Agency Cost
Sebagai konsekuensi adanya konflik kepentingan antara pemilik dengan
managemen, maka muncul biaya tambahan yang disebut agency cost. Jensen dan
Meckling dalam buku Godsfrey, Hodgson, Holmes, dan Tarca (2007) menjelaskan
agency cost terdiri dari monitoring cost, bonding cost, dan residual loss.
“Monitoring cost are the cost of monitoring the agent’s behaviour. They are
expenditure by the principal to measure, observe, and control the agent’s
behaviour.”(Hal : 302)
15
Biaya-biaya monitoring yang dimaksud seperti jasa auditor managemen, biaya
kompensasi untuk managemen, anggaran biaya untuk operasional, dan sebagainya.
Dengan biaya-biaya tambahan ini diharapkan konflik kepentingan antara pemilik dengan
managemen dapat dikurangi. Selanjutnya penjelasan Godsfrey, Hodgson, Holmes, dan
Tarca (2007) tentang bonding cost adalah:
“cost incured by agents when they establish mechanism to signal to principals
that they will behave (or have been behaving) in the interests of the principals, or
that they will compnestate the principals if they fail to act in the principals’
interest.” (Hal : 665).
Dapat disimpulkan dari pernyataan di atas bahwa bonding cost adalah seluruh
biaya tambahan yang muncul dari suatu mekanisme yang menjamin managemen
bertindak sesuai keinginan dan kepentingan pemilik. Misalkan seperti pengungkapan
informasi tertentu pada laporan keuangan atau kerahasiaan yang harus dijaga
managemen dari kompetitor. Untuk residual loss, Godsfrey, Hodgson, Holmes, dan
Tarca (2007) menjelaskan sebagai berikut:
“monitoring and bonding activities cannot completly align pricipals’ and agents’
interest because it is not cost-effective to do so. Therefore the cost associated
with the continuing difference are known as a residual loss.” (Hal : 671).
Residual cost ini muncul setelah kondisi montoring dan bonding masih belum
menjamin adanya konflik kepentingan antara managemen dengan pemilik. Contohnya
seperti kinerja managemen yang tidak sejalan dengan keinginan dari pemilik karena
managemen tidak berusaha penuh menjalankan suatu tugas tententu.
16
II.1.9. Signalling Theory
Untuk mensosialisasikan diri, perusahaan berhubungan dengan pihak eksternal
dengan cara berkomunikasi. Komunikasi perusahan dapat dilakukan satu arah maupun
dua arah. Komunikasi perusahaan ini bertujuan untuk menyampaikan informasi dari
perusahaan ke luar perusahaan. Informasi yang dimaksud bisa saja informasi yang
memang ingin diungkapkan oleh perusahaan, diwajibkan oleh pihak tertentu, maupun
informasi yang diminta oleh pihak eksternal. Perusahaan mengungkapkan suatu
informasi kepada pihak eksternal tentunya bertujuan untuk memberitahu suatu hal
kepada pihak eksternal. Kondisi ini disebut kondisi signalling, dimana perusahaan
berusaha memberi tanda-tanda tertentu pada pihak eksternal. Teori yang menjelaskan
fenomena ini disebut signalling theory. Menurut Godsfrey, Hodgson, Holmes, dan Tarca
(2007) signalling theory adalah:
“assumption that managers of all firms have insentives (albeit different) to maintain their credibility with the market through reorting the firm’s performance. Therefore, signalling theory predicts that firms will disclose more information than is demanded. Signalling theory goes on to predict what information firms will signal, how and when.” (Hal: 671)
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa signalling theory akan berlaku
ketika manager perusahaan memiliki insentif untuk menjaga kredibilitas mereka lewat
laporan performa perusahaan. Sehingga managemen termotivasi untuk menyampaikan
informasi lebih banyak agar mencapai target yang diinginkan. Penyampaian informasi
ini juga dimaksudkan agar penerima informasi bertindak sejalan dengan harapan
perusahaan, dalam hal ini pihak managemen.
17
II.1.10. Political Cost
Selain berhubungan dengan pesaing, pemasok, distributor, dan konsumen, suatu
perusahaan juga tidak akan terlepas dari hubungan dengan pemerintah. Tentunya banyak
peraturan pemerintah yang wajib dipatuhi dan dijalankan oleh perusahaan. Selain itu,
hubungan antar perusahaan dengan pemerintah juga dapat memunculkan beban untuk
perusahaan. Misalkan saja pemerintah mewajibkan setiap perusahaan yang terbuka
untuk menggunkan standar akuntansi tertentu, adanya kewajiban sosial, dan yang paling
jelas adalah kewajiban pajak. Beban seperti ini yang biasanya ingin dikurangi oleh
perusahaan, terutama perusahaan besar serta keterkaitannya dengan pajak. Belkaoui
(2004) menyatakan suatu hipotesis mengenai political cost sebagai berikut:
“The political cost hypothesis maintains that large firm rather than small firm
are more likely to use accounting choices that reduce reported profits.” (Hal :
448)
Dari penjelasan Belkaoui (2004) dapat terlihat bahwa perusahaan besar berusaha
mengurangi political cost berupa pajak penghasilan, karena perusahaan menggunakan
standar akuntansi tertentu untuk memperkecil laporan keuntungan. Sedangkan Godsfrey,
Hodgson, Holmes, dan Tarca (2007) mengartikan political cost sebagai berikut:
“wealth transfer away from a firm due to its polotical exposure. The amount of
the transfer is often related to the size and/or visibility of the firm.” (Hal: 670)
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa sebenarnya political cost tidak hanya
berhubungan dengan standar akuntansi dan penurunan tingkat keuntungan. Namun dapat
mencakup ruang lingkup yang lebih luas, selama terjadi perpindahan kemakmuran
perusahaan kepada pihak pemerintah. Misalkan selain penggunaan standar akuntansi
tertentu, perusahaan bisa saja memberikan sumbangan sosial yang diperbolehkan
18
Departemen Perpajakan untuk dapat mengurangi pajak penghasilan. Hal ini
mengakibatkan perusahaan tidak perlu memindahkan kekayaannya dalam jumlah
tertentu yang diperbolehkan kepada negara.
II.2. Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai pelaporan keuangan berbasis internet, telah banyak
dilakukan. Pada umumnya, penelitian-penelitian ini memiliki kriteria pengukuran yang
serupa untuk menilai tingkat pengungkapan informasi keuangan pada laman sebuah
perusahaan. Intinya, kriteria pengukuran ini terbagi dua yaitu bagaimana cara informasi
disajikan dalam laman perusahaan dan informasi apa saja yang diungkapkan dalam
laman perusahaan.
Penelitian Asbough et al (1999) memiliki tiga kondisi untuk menilai kelengkapan
informasi yang diungkapkan dalam laman perusahaan yaitu: laporan keuangan,
penghubung informasi keuangan di luar laman perusahaan, dan penghubung ke laman
SEC (Security and Exchange Comission’s). Penelitian ini juga menilai rentang waktu
informasi, kemudahaan akses informasi, dan kegunaan informasi yang disajikan.
Keunggulan penelitian ini adalah peneliti berkomunikasi dengan perusahaan
lewat laman perusahaan yang diteliti. Dalam hal ini, peneliti bertindak seolah-olah
sebagai pengguna laman lalu memberikan umpan balik kepada perusahaan. Selain itu,
peneliti juga menilai kebiasaan pengguna informasi dalam menggunakan laman
perusahaan dengan memantau bagian apa saja yang sering dikunjungi pada laman suatu
perusahaan.
Simpulan penelitian ini menyatakan bahwa terdapat variasi dalam tiap penyajian
laporan keuangan berbasis internet pada tiap perusahaan. Kemudian, perusahaan
19
melakukan pengungkapan secara sukarela karena tidak ada aturan khusus dalam
pengungkapan laporan keuangan berbasis internet. Selain itu, pengungkapan laporan
keuangan berbasis internet dinilai dapat mengurangi asimetri informasi (information
asymmetry) jika pihak regulator (pemerintah) mampu membuat aturan yang baik
sehingga aturan tersebut dapat diikuti oleh perusahaan. Keterbatasan dalam penelitian ini
adalah dari 290 sampel penelitian yang ada, hanya 87% yang memiliki laman
perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menggunakan laporan keuangan berbasis
internet hanya 70% dari perusahaan yang memiliki laman. Hal ini mengakibatkan tidak
semua sampel dapat diuji tingkat pengungkapan laporan keuangan berbasis internetnya.
Penelitian selanjutnya adalah Wagenhofer (2003) yang meneliti bagaimana
dampak pengungkapan laporan keuangan berbasis internet secara ekonomi. Dalam
penelitiannya, terdapat dua dampak ekonomi yang ditimbulkan internet terhadap
akuntansi dan pengungkapan keuangan yaitu biaya yang digunakan dalam
pengungkapan laporan keuangan berbasis internet dan standar yang diperlukan untuk
menyajikan laporan keuangan berbasis internet. Standar yang dimaksud adalah XBRL
(Extensible Business Reporting Language). Penelitian ini berlanjut untuk membahas
kualitas dari pelaporan keuangan berbasis internet. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan pada informasi yang diungkapkan secara tradisional dengan
informasi yang diungkapkan lewat internet. Namun internet telah menghilangkan
batasan yang dimiliki laporan keuangan tradisional dan memberikan kesempatan baru
dalam hal memaksimalkan biaya pengungkapan informasi keuangan.
Keterbatasan dalam penelitian Wagenhofer (2003) adalah tidak adanya teori
ekonomi yang dapat mendukung penelitian yang dilakukannya sehingga hasil penelitian
tidak bisa disimpulkan secara mendetail.
20
Penelitian yang dilakukan Allam & Laymer (2003) merupakan penelitian
lanjutan dalam pelaporan keuangan berbasis internet yang telah dipantau sejak tahun
1990. Penelitian ini menggunakan data 250 perusahaan dari lima negara berbeda yaitu
Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, dan Hong Kong. Adapun permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh besar perusahaan dengan informasi
keuangan yang dilaporkan dalam laman perusahaan dan perbedaan praktik
pengungkapan informasi laporan keuangan berbasis internet dari lima negara di atas.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengungkapan
laporan keuangan berbasis internet di tiap negara. Namun tidak ada hubungan signifikan
antara besar perusahaan dengan informasi yang diungkapkan dalam laman perusahaan.
Terdapat juga satu permasalahan penting yang muncul dalam kesimpulan yaitu
bagaimana memisahkan laporan keuangan yang sudah diaudit dengan yang belum
diaudit agar tidak terjadi kesalahan interpretasi informasi yang diberikan.
Terdapat dua keterbatasan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data dari
laman bergantung pada kemampuan dan pengalaman peneliti dalam mencari informasi
lewat internet. Kedua adalah metode yang digunakan dalam membentuk kriteria
penilaian laporan keuangan berbasis internet yang hanya didasari pada penelitian
sebelumnya.
Marston (2003) melakukan penelitian laporan keuangan berbasis internet atas 99
perusahaan teratas di Jepang yang memiliki empat variabel yaitu besar perusahaan,
tingkat keuntungan, kelompok industri, dan saham yang terdaftar di bursa efek asing.
Dari penelitian ini terbukti bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi keberadaan laporan
keuangan dalam laman perusahaan namun tidak ada pengaruh besar perusahaan dengan
informasi yang disajikan dalam laman perusahaan. Lebih lanjut, tidak ada pengaruh
21
signifikan antara tingkat keuntungan, kelompok industri, dan saham yang terdaftar di
bursa efek asing dengan pengungkapan informasi laporan keuangan pada laman
perusahaan.
Keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah penelitian hanya
mencakup 99 perusahaan teratas di Jepang. Kemudian, hanya empat variabel yang
diujicobakan sementara terdapat faktor lain yang dapat mengukur tingkat pengungkapan
laporan keuangan berbasis internet. Terakhir, sebagian besar perusahaan hanya
menyediakan laman berbahasa Jepang sehingga informasi tidak dapat diterima
masayarakat internasional secara sempurna.
Berikutnya adalah penelitian Poon et al (2003) yang membandingkan pelaporan
keuangan berbasis internet antar negara Amerika, Inggris, Irlandia, dan Hong Kong.
Konsentrasi penelitian ini adalah bagaimana pihak menejemen dan auditor internal
bersikap terhadap pelaporan keuangan berbasis internet. Penelitian ini juga bermaksud
untuk mengembangkan diskusi lebih lanjut mengenai laporan keuangan berbasis
internet. Sejalan dengan kesimpulannya bahwa praktik IFR semakin berkembang di
dunia dengan diindikasikan dari perkembangan yang terjadi di Amerika, Inggris,
Irlandia, dan Hong Kong, pihak managemen dan auditor internal harus lebih peduli
dalam memperhatikan informasi keuangan pada laman perusahaan serta harus memiliki
keahlian lebih dalam menyajikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
laman.
Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian merupakan penelitian sekunder
sehingga peneliti mungkin tidak mengetahui informasi terbaru yang terjadi saat
penelitian dilakukan.
22
Xiao et al (2004) juga melakukan penelitian mengenai laporan keuangan berbasis
internet di China. Hal yang menarik dari penelitian ini adalah lingkungan ekonomi
China, terutama mengenai kepemilikan saham. Saham di China terbagi menjadi tiga,
yaitu saham untuk diedarkan di masyarakat domestik, investor asing, dan campuran dari
keduanya. Kemudian saham tersebut dibedakan lagi menjadi saham yang dimiliki oleh
perseorangan ataupun dimiliki oleh pemerintah. Selain saham, terdapat variabel lain
dalam penelitian ini diantaranya direktur yang independen, penggunaan auditor dari 5
Kantor Akuntan Publik terbesar, dan perbedaan pada industri informasi teknologi
dengan industri non informasi teknologi. Kriteria penilaian tingkat pengungkapan
informasi keuangan pada laman perusahaan dikembangkan berdasarkan penelitian oleh
Debrency et. al. (2001). Kriteria pengukuran ini terdiri dari 82 kriteria dengan 52 kriteria
pengungkapan dan 24 format presentasi.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa perusahaan yang sahamnya dimiliki
oleh perseorangan dengan porsi lebih besar, cenderung mengungkapkan informasi
keuangan lebih banyak dari pada kepemilikan saham oleh pemerintah. Terdapat juga
temuan yang positif atas tingkat pengungkapan laporan keuangan berbasis internet
dengan penggunaan 5 Kantor Akuntan Publik terbesar, proporsi direktur yang
independen, dan perusahaan yang termasuk dalam industri teknologi informasi dengan
informasi keuangan yang diungkapkan dalam laman perusahaan.
Terdapat empat keterbatasan yang terdapat dalam penelitian Xiao et al (2003).
Pertama adalah penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan rujukan sebagai dasar
penelitian hanya menggali korelasi antar variabel independen dengan variabel dependen
tanpa mencari hubungan yang saling mempengaruhi antar variabel yang satu dengan
yang lain. Kedua, profil perusahaan di negara China yang unik mengakibatkan hasil
23
penelitian tidak dapat digeneralisasi untuk negara lain. Keterbatasan ketiga berhubungan
dengan model regresi yang digunakan. Angka R-squares, cukup rendah yaitu 0,05-0,18
yang berarti masih ada faktor lain yang mempengaruhi laporan keuangan berbasis
internet selain variabel penelitian yang digunakan. Keterbatasan yang keempat adalah
tidak adanya ujicoba langsung terhadap manfaat pengungkapan informasi laporan
keuangan terhadap nilai tambah perusahaan pada pasar modal.
Fisher, Oyerele, dan Laswad (2004) melakukan penelitian atas pelaporan
keuangan berbasis internet dengan implikasinya terhadap profesi seorang auditor.
Penelitian ini berusaha membuktikan bahwa pelaporan keuangan berbasis internet dapat
membantu auditor untuk mengudit laporan keuangan. Penelitian ini menjelaskan
pembagian tanggung jawab antara auditor dengan pihak internal perusahaan dalam
menyajikan laporan keuangan di laman perusahaan. Selain itu juga disertakan
bagaimana seharusnya laporan keuangan yang sudah diaudit dapat dibedakan dengan
laporan keuangan yang belum diaudit.
Simpulan penelitian ini menyatakan bahwa praktik laporan keuangan berbasis
internet diidentifikasikan memberi dampak yang signifikan terhadap auditor. Namun,
beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah tidak adanya aturan dalam
pengungkapan informasi perusahaan lewat internet, resiko kesalahan konversi, resiko
diubahnya informasi akuntansi dengan akses tanpa otorisasi, cepatnya arus informasi
lewat internet, keterhubungan laman perusahaan dengan laman lain, kebutuhan
pengguna dalam hal ketepatan waktu informasi, luas informasi, dan kedalaman
informasi perusahaan dalam laman perusahaan. Dengan faktor-faktor di atas, maka perlu
dipisahkan antara tanggung jawab auditor dengan tanggung jawab managemen
perusahaan dalam laporan keuangan berbasis internet.
24
Penelitian selanjutnya adalah Pervan (2005) yang melakukan penelitian IFR
terhadap 38 perusahaan Kroasia. Penelitian ini menyebutkan dari data empiris, terbukti
bahwa perusahaan dengan tingkat keuntungan tinggi, perusahaan yang lebih besar, dan
saham yang lebih aktif memiliki kecenderungan lebih untuk menggunakan laporan
keuangan berbasis internet.
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada sampel penelitian yang digunakan.
Karena perusahaan di Kroasia yang terdaftar pada bursa efek tidak secara aktif
melakukan transaksi saham, sehingga sampel yang digunakan hanya 38 perusahaan dari
total 200 perusahaan yang ada.
Sriram & Laksmana (2006) dalam studinya terhadap 212 perusahaan di Amerika
ingin membuktikan apakah perusahaan yang menggunakan pelaporan keungan berbasis
internet telah mengungkapkan informasi terbaik. Kualitas informasi yang diungkapkan
di nilai berdasarkan gabungan antara rekomendasi Komite Jenkins (1994) dan Meek et
al (1995). Dalam penelitian ini disebutkan bahwa pelaporan keuangan berbasis internet
turut dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan seperti penggunaan informasi teknologi,
besar perusahaan, keberadaan aset tak berwujud, performa perusahaan, profil investor,
dan penawaran sekuritas.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan sampel
hanya mengikuti sebagian dari kriteria penilaian. Setelah dilakukan penelitian, hanya
46% kriteria terpenuhi. Rincian kriteria tersebut adalah rencana managemen terpenuhi
44,29%, kesempatan dan risiko terpenuhi 30,59%, peramalan terpenuhi 21,29%, faktor
sukses lainnya terpenuhi 8,68%, dan perbandingan antar perencanaan dengan kondisi
aktual hanya mencapai 2,74% . Maka dari itu, disarankan agar perusahaan
25
mengungkapkan informasi lebih banyak agar data pada laman perusahaan lebih bernilai,
relevan, dan berguna.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah hanya meneliti laporan usaha secara
online tanpa adanya kriteria yang dapat mengukur tampilan dan kualitas laporan
keuangan berbasis internet.
Penelitian Abdelsalam, Bryant, dan Street (2007) dilakukan pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Saham London. Dengan menggunakan 143 kriteria pengukuran,
Abdelsalam et al (2007) meneliti kelengkapan dari laporan keuangan berbasis internet
dan faktor-faktor yang menentukan dengan lingkungan peraturan yang baru. Secara
umum, kriteria pengukuran ini terbagi tiga kelompok yaitu general content yang terdiri
dari 19 kriteria, credibility yang terdiri dari 55 kriteria, dan usability yang terdiri dari 69
kriteria. General content menjelaskan informasi secara umum mengenai perusahaan.
Credibility terdiri dari tiga komponen yaitu waktu presentasi informasi, corporate
governance, dan opini audit. Sedangkan usability terdiri dari presentasi dan desain
laman serta penilaian apakan laman cukup mudah untuk dijelajahi.
Variabel dalam penelitian ini terbagi dua yaitu variabel eksperimental dan
variabel kontrol. Variabel eksperimental diantaranya adalah major share holding,
director holding, independensi direktur, dualisme peranan pimpinan, dan sejumlah
analisa terhadap perusahaan. Sedangkan variabel kontrol adalah besar perusahaan,
tingkat keuntungan, dan jenis industri.
Simpulan dari penelitian ini adalah perlu adanya perbaikan dalam praktik laporan
keuangan berbasis internet bagi perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel di London.
Harus ada suatu aturan yang mewajibkan perusahaan di London untuk mengungkapkan
26
informasi yang dianggap perlu yang berkaitan dengan kredibilitas informasi,
ketergunaan informasi, dan ketepatan waktu informasi.
Namun demikian, terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian Abdelsalam et
al (2007). Pertama, hasil penelitian tidak mewakili perusahaan kecil karena sampel
penelitian diambil secara acak dari kuartil atas yang artinya perusahaan-perusahaan
besar. Kemudian terdapat masalah pengumpulan data, sebab tidak semua data yang
diinginkan tersedia pada laman perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Terakhir
adalah kesulitan yang dihadapi dalam membandingkan industri manufaktur dengan
nonmanufaktur.
Penelitian terkahir adalah Budisusetyo dan Almilia (2008) yang mengambil
objek penelitian mengenai laporan keuangan berbasis internet di Indonesia. Penelitian
ini menitik beratkan pada teknologi internet dan presentasi informasi laporan keuangan
pada laman perusahaan. Hal ini dapat terlihat dari tujuan dalam penelitian yaitu untuk
mengukur kualitas laporan keuangan berbasis internet industri manufaktur dan bank
yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia). Pengembangan
kriteria pengukuran didasarkan pada penelitian Cheng et al (2000) serta Lymer et al
(1999). Isi dari kriteria ini terbagi menjadi empat bagian yaitu konten, waktu, teknologi,
dan bantuan pengguna.
Dalam simpulannya, penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat perbedaan
pengungkapan informasi keuangan dari 19 Bank yang diteliti. Perbedaan ini berdasarkan
pada kebutuhan dan tujuan masing-masing Bank. Tidak semua bank menggunakan
teknologi internet secara maksimal. Terakhir, penelitian ini menyarankan agar
disusunnya suatu acuan sebagai standar yang dapat diikuti oleh perusahaan khususnya
bank dalam hal pengungkapan informasi laporan keuangan lewat internet.
27
Adapun keterbatasan penelitian ini adalah sampel yang digunakan hanya
mencakup 19 bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga hasil penelitian
tidak bisa digeneralisir pada sektor-sektor usaha yang lain.
II.3. Pengembangan Hipotesis
II.3.1. Pengaruh Jenis Industri dengan Praktik Laporan Keuangan Berbasis
Internet
Perusahan yang sudah terdaftar dalam suatu bursa efek, tentunya terdiri dari
berbagai jenis industri seperti industri pertanian, industri pertembangan, industri kimia,
industri barang konsumsi, dan sebagainya. Tiap-tiap industri ini tentunya memiliki
kepentingan masing-masing dalam penyampaian informasi. Sehingga sangat mungkin
adanya perbedaan hal-hal yang diungkapkan oleh perusahaan dari industri yang berbeda.
Selain kepentingan yang berbeda, tentunya sasaran penyampaian informasi juga berbeda
serta aturan yang digunakan juga berbeda.
Kondisi yang sama juga akan ditemukan dalam pengungkapan laporan keuangan
berbasis internet. Penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung pernyataan ini adalah
penelitian Marston (2003), Xiao et al (2004), dan Abdelsalam (2007). Pada ketiga
penelitian ini, industri dibagi menjadi dua kelompok yaitu industri berteknologi tinggi
dan industri nonteknologi tinggi. Pembagian dua kelompok industri ini didasarkan pada
pemikiran bahwa industri dengan teknologi tinggi akan cenderung memiliki motivasi
lebih tinggi dalam kegiatan laporan keuangan berbasis internet. Selain itu, industri
dengan teknologi tinggi diperkirakan akan melakukan banyak pengungkapan berkenaan
dengan teknologi yang digunakan. Penelitian Xiao et al (2004) menjelaskan tiga alasan
mengapa industri dengan tingkat penggunaan teknologi tinggi memiliki motivasi lebih
28
besar dalam pengungkapan informasi laporan keuangan berbasis internet. Pertama
adalah keahlian dalam hal pemanfaatan media informasi lewat internet, sekaligus
pemanfaatan teknologi untuk melakukan pengembangan-pengembangan yang nantinya
dikomunikasikan lewat internet. Kedua, suatu industri dengan teknologi yang maju
cenderung ingin menjadi pemimpin dalam bidang teknologi. Bahkan terdapat beberapa
industri yang mengembangkan metode laporan keuangan berbasis internet yang lebih
dapat beradaptasi dengan tujuan komunikasi perusahaan. Terakhir adalah kecenderungan
industri dengan teknologi tinggi untuk turut menggunakan praktik laporan keuangan
berbasis internet seperti perusahaan lain yang juga sudah menggunakannya.
Namun pada skripsi ini, industri tidak hanya dikelompokkan berdasarkan
teknologi tinggi dan nonteknologi tinggi. Industri akan dikelompokan berdasarkan
industri nyata di mana suatu perusahaan berada. Sehingga dalam skripsi ini akan
dikembangkan tolok ukur baru dalam pengelompokan jenis industri yang berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Pembagian kelompok industri dengan metode seperti ini
dimaksudkan agar dapat melihat kontribusi tiap-tiap industri yang menjadi sampel
penelitian. Dari penelitian ini akan dapat diketahui industri apa yang paling banyak
melakukan pengungkapan laporan keuangan pada laman perusahaan.
Dengan penjelasan-penjelasan di atas, maka jenis industri akan dijadikan sebagai
salah satu variabel penelitian dalam skripsi ini. Jenis industri akan diujicobakan untuk
melihat tingkat pengungkapan laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia yang menjadi sampel penelitian. Maka dari itu dapat dinyatakan
hipotesis pertama dalam bentuk hipotesis alternatif sebagai berikut:
29
1HA : Jenis industri berpengaruh terhadapat informasi laporan keuangan yang
diungkapkan pada laman perusahaan.
II.3.2. Pengaruh Ukuran Perusahaan dengan Praktik Laporan Keuangan Berbasis
Internet
Terdapat beberapa penelitian mengenai IFR sebelumnya yang menjadikan
ukuran perusahaan sebagai salah satu variabel penelitian yang turut menentukan luasnya
pengungkapan laporan keuangan berbasis internet. Di antaranya adalah Sriram dan
Laksmana (2006), Asbough et al (1999), Marston (2003), serta Allam dan Lymer
(2003). Kemungkinan adanya tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan berbasis
internet yang berbeda bila ditinjau dari ukuran perusahaan adalah kompleksitas yang
dimiliki perusahaan yang cendrung meningkat seiring semakin besarnya ukuran suatu
perusahaan. Beberapa kompleksitas yang dimaksud seperti target usaha yang semakin
tinggi sehingga membutuhkan kinerja yang lebih baik, persaingan usaha yang semakin
ketat sehingga perusahaan membutuhkan strategi bersaing yang lebih unggul, hubungan
dengan pemerintah serta pihak regulator terkait, dan sebagainya. Kompleksitas seperti
ini yang pada akhirnya akan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi
laporan keuangan yang lebih luas pada lamannya di internet.
Sriram dan Laksmana (2006) menyebutkan salah satu pengaruh keluasan laporan
keuangan yang berbeda seiring ukuran perusahaan yang semakin besar adalah adanya
indikasi mengenai agency theory. Perusahaan besar tentu memiliki target usaha yang
tinggi sesuai keinginan para pemilik (pemegang saham). Di saat yang bersamaan, pihak
managemen harus berusaha untuk memenuhi target tersebut. Tidak menutup
30
kemungkinan adanya ketidaksesuaian antara keinginan pemilik dengan performa
managemen. Managemen bisa saja memberikan informasi yang tidak sesuai dengan
kenyataan hanya untuk memenuhi target yang diinginkan oleh pemilik. Sehingga untuk
mengurangi kondisi agency theory ini, perusahaan harus mengeluarkan biaya yang
disebut agency cost. Menurut Sriram dan Laksmana (2006), agency cost dapat dikurangi
dengan adanya pengungkapan informasi laporan keuangan pada laman perusahaan.
Pendapat ini juga sejalan dengan penelitian Marston (2003) yang mengatakan bahwa
dengan tingkat keluasan informasi laporan keuangan yang lebih, perusahaan dapat
mengurangi agency cost. Mekanisme berkurangnya agency cost menurut Marston
(2003) adalah dengan adanya informasi lebih yang diungkapkan dalam laporan
keuangan berbasis internet, masyarakat umum juga dapat memantau kinerja
managemen. Sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk
menjamin informasi yang dilaporkan managemen tidak bersifat menyesatkan.
Berhubungan dengan persaingan dengan kompetitor lain, internet dapat menjadi
media yang baik bagi perusahaan untuk memberi informasi yang dapat memotivasi para
stakeholder untuk bertindak sesuai harapan perusahaan. Sehingga dalam hal komunikasi
dan promosi, perusahaan dapat selangkah lebih maju dari para pesaingnya. Kondisi ini
erat kaitanya dengan signalling theory, di mana perusahaan memberikan informasi
sebagai suatu tanda bahwa perusahaan menginginkan pihak yang menerima informasi
bertindak searah dengan keinginan perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Marston (2003) dan Asbough et al (1999) yang menyatakan bahwa perusahaan besar
cenderung memberikan informasi laporan keuangan secara lebih luas dalam lamannya
kepada masayarakat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Sehingga dari informasi
31
tersebut perusahaan secara tidak langsung dapat menggerakan pihak yang menerima
informasi untuk melakukan apa yang diinginkan oleh perusahaan.
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan tentu tidak terlepas dari berhubungan
dengan pemerintah maupun pihak regulator lainnya (di Indonesia seperti Departemen
Keuangan, Departemen Pajak, dan Bursa Efek Indonesia). Hubungan dengan pemerintah
ini pada akhirnya juga akan memunculkan biaya tambahan yang disebut political cost.
Misalkan pajak yang harus disetorkan kepada negara, biaya untuk memenuhi
persyaratan-persayaratan perusahaan yang terdaftar di bursa efek, maupun biaya untuk
mengikuti peraturan keuangan suatu negara. Menurut Sriram dan Laksmana
(2006),diharapkan biaya tambahan yang berupa political cost ini dapat berkurang
dengan mengungkapkan informasi laporan keuangan yang lebih luas pada laman
perusahaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, ukuran perusahaan diperkirakan akan
memberikan kontribusi terhadap tingkat keluasan laporan keuangan berbasis internet.
Ukuran perusahaan akan diujicobakan dalam menentukan luasnya informasi laporan
keuangan yang dilaporkan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
laman masing-masing perusahaan. Maka dari itu dapat dinyatakan suatu hipotesis dalam
bentuk hipotesis aliternatif sebagai berikut:
2HA : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap informasi laporan keuangan yang
diungkapkan pada laman perusahaan.
32
II.3.3. Pengaruh Tingkat Keuntungan Perusahaan dengan Praktik Laporan
Keuangan Berbasis Internet
Keuntungan merupakan salah satu unsur yang menarik untuk dianalisa dari
laporan keuangan. Para investor dan para pemegang saham tentunya memiliki perhatian
yang lebih terhadap laporan perusahaan atas keuntungan. Terutama jika keuntungan
perusahaan tersebut sebagain besar dialokasikan untuk pembagian deviden. Jika
pembagian deviden sejalan dengan semakin meningkatnya keuntungan, maka akan
banyak investor baru yang berusaha menanamkan modalnya pada perusahaan dan para
pemegang saham akan termotivasi untuk tetap menjaga kepemilikan sahamnya pada
perusahaan. Tentunya perusahaan yang membagikan deviden seperti ini adalah
perusahaan yang sudah terbuka (go public) dan terdaftar di Bursa Efek. Sehingga jika
keuntungan perusahaan meningkat kemudian terjadi pembagian deviden yang mungkin
saja turut meningkatkan harga saham, perusahaan harus mengungkapkan kejadian ini
sesuai dengan aturan dari Bursa Efek di mana perusahaan terdaftar.
Tidak hanya informasi mengenai kenaikan keuntungan, harga saham, dan
deviden saja yang diperlukan, tetapi dari mana sumber keuntungan berasal juga harus
diungkapkan kepada masyarakat agar kenaikan keuntungan perusahaan tidak merupakan
rekayasa semata. Inilah yang mengakibatkan mengapa tingkat keuntungan perusahaan
dapat berpengaruh dengan keluasan informasi laporan keuangan yang disampaikan
perusahaan dalam lamannya.
Penjelasan di atas sejalan dengan pembentukan salah satu hipotesis dalam
penelitian Marston (2003). Marston (2003) menggunakan tingkat keuntungan sebagai
salah satu variabel penelitiannya dengan alasan tingkat keuntungan tinggi sangat
berpengaruh terhadap saham yang beredar di masyarakat sehingga dibutuhkan suatu
33
informasi yang lebih yang harus di sampaikan. Alasan kedua adalah perusahaan dengan
keuntungan tinggi memiliki banyak informasi yang seharusnya diungkapkan kepada
masyarakat. Informasi yang dimaksud tentunya adalah informasi yang berhubungan
dengan sumber-sumber keuntungan perusahaan.
Adapun penelitian lain yang juga menggunakan tingkat keuntungan sebagai salah
satu variabelnya adalah penelitian Asbough et al (1999), Pervan (2004), Sriram dan
Laksmana (2006), dan Abdelsalam et al (2007). Umumnya tingkat keuntungan pada
penelitian-penelitian tersebut diambil berdasarkan rasio ROA (Return on Asset) atau
tingkat pengembalian aset terhadap laba.
Sejalan dengan penjelasan di atas, skripsi ini juga akan menggunakan tingkat
keuntungan sebagai salah satu variabel dalam penelitian. Tingkat keuntungan ini
nantinya akan digunakan untuk menguji luasnya informasi laporan keuangan yang
diungkapkan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dengan demikian
pernyataan untuk hipotesis ketiga dalam bentuk hipotesis alternatif adalah sebagai
berikut:
3HA : Tingkat keuntungan perusahaan berpengaruh terhadap informasi laporan
keuangan yang diungkapkan pada laman perusahaan.
II.3.4 Pengaruh Tingkat Pengungkit dengan Praktik Laporan Keuangan Berbasis
Internet
Dalam menjalankan usaha, perusahaan memerlukan modal baik modal berupa
kas maupun modal berbentuk pinjaman. Pada umumnya, modal perusahaan merupakan
kombinasi antara modal kas dengan modal yang berasal dari utang. Penggunaan modal
34
yang bersumber dari utang akan memicu pengawasan dan pemantauan dari para debitor
maupun pemegang saham. Akan muncul kekhawatiran debitor atau pemegang saham
atas posisi neraca tiap tahun perusahaan, terutama perusahaan dengan tingkat pengungkit
(leverage) yang besar. Pertanyaan yang akan selalu muncul adalah bagaimana tingkat
solvabilitas dan likuiditas perusahaan dengan tingkat pengungkit tertentu. Kemudian,
debitor akan berfikir apakah perusahaan mampu melunasi utang yang dipinjam. Sedang
bagi pemegang saham, apakah investasi yang ditanam dapat bertahan dengan aman atau
tidak. Maka dari itu, luas pengungkapan informasi laporan keuangan berbasis internet
ditinjau dari tingkat pengungkit perlu diujicoba lebih lanjut.
Xiao et al (2004) menggunakan tingkat pengungkit sebagai salah satu variabel
penelitiannya dalam meneliti laporan keuangan berbasis internet. Penelitian Xiao et al
(2004) menyatakan apabila tingkat pengungkit suatu perusahaan semakin tinggi, maka
para debitor dan pemegang saham akan termotivasi untuk meminta informasi lebih
tentang kesehatan dan keberlangsungan perusahaan.
Berdasar pernyataan Xiao et al (2004) tersebut, tingkat pengungkit juga akan
diujicobakan pada pengungkapan laporan keuangan berbasis internet perusahaan yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Karena diperkirakan tingkat pengungkit juga akan
memberikan dampak pada luasnya pengungkapan informasi laporan keuangan pada
laman perusahaan. Maka dari itu dapat dinyatakan hipotesis alternatif keempat sebagai
berikut:
4HA : Tingkat pengungkit berpengaruh terhadap informasi laporan keuangan yang
diungkapkan pada laman perusahaan.
35
II.3.5 Pengaruh Jenis Auditor dengan Praktik Laporan Keuangan Berbasis
Internet
Sudah menjadi salah satu persyaratan bahwa perusahaan yang terdaftar
sahamnya di Bursa Efek, harus menggunakan jasa auditor untuk menilai laporan
keungannya apakah telah disajikan secara wajar dan dapat diandalkan. Banyak Kantor
Akuntan Publik yang menawarkan jasa audit dan dapat memberikan opini audit atas
suatu laporan keuangan. Namun kualitas opini yang dihasilkan oleh tiap Kantor Akuntan
Publik tidaklah sama. Kantor Akuntan Publik besar terutama yang termasuk dalam big-4
(Pricehousewatercooper, Ernst&Young, Deloitte, dan KPMG, untuk di Indonesia) tentu
memiliki kualitas opini audit yang lebih dapat diandalkan sesuai dengan reputasi
keempat KAP tersebut. Semakin baik reputasi suatu KAP tentu opini yang dikeluarkan
semakin dipercaya dan dapat diandalkan. Sehubungan dengan pengungkapan laporan
keuangan berbasis internet, reputasi KAP dapat turut menjamin bahwa informasi yang
diungkapkan perusahaan berkaitan dengan laporan keuangan pada lamannya. Dengan
demikian, diperkirakan bahwa dengan penggunaan KAP tertentu, perusahaan dapat
memberikan informasi yang lebih luas mengenai laporan keuangan berbasis internet.
Penjelasan di atas sejalan dengan penelitian Xiao et al (2004) yang menyatakan
bahwa reputasi KAP besar dapat menjamin kebenaran informasi yang disampaikan
perusahaan berkenaan dengan laporan keuangan berbasis internet. Selain itu pada
penelitian Xiao et al (2004) juga dijelaskan bahwa KAP besar bisa saja memberikan
suatu standar yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam hal pengungkapan laporan
keuangan berbasis internet.
Variabel jenis auditor ini akan diujicobakan untuk perusahaan yang terdafatar di
Bursa Efek Indonesia. Jenis auditor akan menjadi salah satu variabel yang menentukan
36
luas pengungkapan laporan keuangan berbasis internet dalam skripsi ini. Selanjutnya
dapat di bentuk hipotesis alternatif kelima sebagai berikut:
5HA : Jenis auditor (big-4 atau non big-4) berpengaruh terhadap informasi laporan
keuangan yang diungkapkan pada laman perusahaan.