bab ii metodologi penelitian -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Gambar 2 Peta kawasan hutan KPH Madiun Perum perhutani Unit II Jatim.
Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai
dengan bulan November 2011 di dua lokasi, yaitu: BKPH Dungus dan BKPH
Dagangan yang merupakan bagian dari KPH Madiun Perum Perhutani Unit II,
Jawa Timur. Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan November 2011
sampai dengan bulan Februari 2012 di Laboratorium Remote Sensing dan GIS
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
7
2.2 Alat dan Data Penelitian
2.2.1 Alat yang digunakan di lapangan
Alat yang digunakan selama di lapangan adalah sebagai berikut:
1. Peta desain sampling
2. Global Positioning System (GPS)
3. Kompas
4. Kamera dijital dan kamera SLR dengan lensa fish eye
5. Haga hypsometer
6. Suunto clinometers
7. Meteran
8. Tali tambang.
2.2.2 Software dan Hardware untuk Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan hardware komputer yang dilengkapi dengan
seperangkat periferalnya. Software yang digunakan adalah MS Excel dengan
fungsi analysis data, SPSS, Erdas Imagine, Hemiview, dan ArcView dengan
sistem pendukung ekstensi image analysis, geoprocessing, graticules and
measured grid, projection utility wizard, xtools, dan ekstensi IHMB-Jaya versi 6.
2.2.3 Data Penelitian
1. Data Utama
a. Citra Dijital Non-metrik
Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra dijital non-metrik
resolusi tinggi KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang direkam
menggunakan pesawat tak berawak (Unmaned aircraft). Perekaman citra
dilakukan pada bulan April 2011. Citra ini memiliki resolusi tinggi sampai dengan
20 cm.
b. Data Hasil Pengukuran Lapangan dan Hasil Interpretasi
Data yang digunakan dari hasil pengukuran lapangan dan interpretasi citra
pada penelitian ini, yaitu: kerapatan tajuk (C), diameter tajuk (D), dan jumlah
pohon setiap plot contoh (N).
8
2. Data Pendukung
Data pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta desain
sampling, peta jaringan jalan, peta areal kerja, dan peta kelas hutan KPH Madiun.
9
Gambar 3 Peta citra dijital non-metrik BKPH Dagangan.
9
10
Gambar 4 Peta citra dijital non-metrik BKPH Dungus.
10
11
Gambar 5 Peta jaringan jalan.
11
12
2.3 Metode Penelitian
2.3.1 Persiapan
1. Koreksi Geometrik
Tahapan persiapan penelitian ini diawali dengan koreksi geometrik atau
rektifikasi. Koreksi geometrik adalah suatu proses memproyeksikan data pada
suatu bidang, sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan proyeksi peta.
Koreksi ini dilakukan untuk memudahkan pengecekan objek citra di lapangan,
memudahkan penggabungan citra dengan sumber data lain agar tidak mengalami
distorsi luas atau memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel (Jaya
2002).
Rektifikasi dilakukan dengan proses resampling yang merupakan suatu
proses transformasi citra dengan memberikan nilai piksel terkoreksi. Pelaksanaan
resampling dilakukan dengan proses transformasi dari suatu sistem koordinat ke
sistem koordinat lain, sedangkan metode yang digunakan adalah Nearest
Neighbour. Tahapan melakukan rektifikasi adalah sebagai berikut:
a. Memilih titik kontrol lapangan (Ground control point). GCP tersebut sedapat
mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah berubah dalam jangka
waktu lama. GCP harus tersebar merata pada citra yang akan dikoreksi.
Pemilihan GCP dilakukan secara visual pada lokasi yang dirasa cukup jelas dan
mudah dijangkau. GCP yang digunakan pada lokasi BKPH Dagangan adalah
sebanyak 10 GCP dan pada lokasi Dungus sebanyak 7 GCP. GCP dibuat untuk
mempermudah menemukan titik plot pada lokasi penelitian dan untuk
memperoleh akurasi geometri ketika foto udara telah dibuat atau sedang
digunakan dalam penyiapan peta. Jumlah minimum GCP yang ditentukan di
lapangan tergantung pada beberapa faktor termasuk tujuan survey, luasan
wilayah yang diliput, serta kondisi medan.
b. Membuat persamaan transformasi yang digunakan untuk melakukan interpolasi
spasial. Persamaan ini umumnya berupa persamaan polynomial baik orde 1, 2,
dan 3, pada penelitian ini digunakan orde 1.
13
Orde I disebut juga Affine transformation (diperlukan minimal 3 GCP):
�′ � �� � ��� � �� ……………………………………………………………(1)
′ � �� � ��� � �� ............................................................................................. (2)
Keterangan :
p' dan l' = posisi piksel pada citra yang belum terkoreksi
X dan Y = posisi koordinat peta (geodetik)
��, �� = koefisien elevasi
��, � = koefisien regresi
c. Menghitung kesalahan RMSE (root mean squared error) dari GCP yang
terpilih. Nilai RMSE tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Kesalahan rata-rata dari
rektifikasi ini dihitung dengan rumus 3.
���� � ���� � ��� � ��� � ��� ……………………………………………..(3)
2. Pemilihan Titik Lokasi Pengamatan
Lokasi sebaran titik pengamatan lapangan ditentukan melalui metode Simple
Random Sampling yang diawali dengan penggunaan Ekstensi IHMB-Jaya Versi 6
pada ArcView. Langkah pertama dilakukan pembuatan grid menggunakan tools
IHMB membuat grid, selanjutnya dibuat titik batas wilayah seperti yang dapat
dilihat pada gambar 5. Pada pembuatan grid diperlukan beberapa informasi yang
harus ditentukan, sebagai berikut :
a. Bilangan acak yang digunakan adalah 56 untuk (x) dan 65 untuk (y).
b. Jarak antar plot untuk pembuatan grid adalah selebar 75 m × 75 m.
Setelah grid terbentuk, ditambahkan titik–titik plot dengan tools IHMB
membuat plot pada setiap pertemuan antara garis barat-timur dan garis utara-
selatan untuk kemudian dipilih n plot contoh yang tersebar menurut kelas umur
dan bonita. Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan tampilan lebih jelas untuk hasil
tahapan penambahan plot pada grid yang telah dibuat.
14
Gambar 6 Hasil pembuatan grid dan titik batas menggunakan ekstensi IHMB-
Jaya Versi 6, ArcView.
15
Gambar 7 Plot hasil pembuatan grid BKPH Dagangan.
15
16
Gambar 8 Plot hasil pembuatan grid BKPH Dungus.
16
17
Pada kedua lokasi penelitian dilakukan pemilihan 76 plot contoh untuk
tahapan perama (n) dari titik-titik yang telah didapat dari proses tersebut.
Pemilihan plot ini bertujuan untuk memperoleh data pada citra dan juga
memudahkan pemilihan plot contoh yang diteliti di lapangan. Plot contoh yang
digunakan berbentuk lingkaran dengan luasan sesuai dengan KU (Kelas umur).
a. KU I – II dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0,02 ha
b. KU III – IV dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0,04 ha
c. KU V – Up dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0,1 ha.
Pemilihan plot contoh tahapan ke-dua (m) dalam penelitian ini dilakukan
dengan memilih setengah dari jumlah plot contoh pada tahapan pertama, dengan
kata lain dipilih m sebanyak 38 plot contoh. Seperti pemilihan plot contoh tahap
pertaman (n), pemilihan pada tahap ke-dua ini dilakukan secara acak menyebar
menurut bonita dan umur tegakan plot contoh tahapan pertama. Plot contoh ini
selanjutnya menjadi plot yang dilakukan survey lapangan. Pemilihan sampel yang
relatif kecil memberikan hasil sampling yang baik pada double sampling. Menurut
Sutarahardja (1999), pengukuran parameter pada potret dapat dilakukan sebanyak
mungkin dan diusahakan agar konsisten untuk mengurangi kesalahan dalam
penaksiran. Sedangkan pengukuran di lapangan cukup beberapa plot contoh saja,
asalkan mewakili seluruh kondisi tegakan.
Setelah dilakukan pemilihan plot contoh untuk survey lapangan, dilakukan
pembentukan titik ikat pada areal yang mudah dijangkau dan berdekatan dengan
plot contoh. Titik ikat digunakan untuk mempermudah jangkauan menuju plot
contoh yang ingin diteliti.
18
Gambar 9 Peta sebaran plot contoh BKPH Dagangan.
18
19
Gambar 10 Peta sebaran plot contoh BKPH Dungus.
19
20
3. Pembuatan Peta Desain Sampling
Peta desain sampling dibuat sebagai alat bantu pengamatan di lapangan.
Peta desain sampling dibuat melalui proses layout dari overlay antara citra, lokasi
penelitian, dan peta jaringan jalan yang dibuat pada tahapan sebelumnya. Semua
informasi yang telah diperoleh pada tahapan sebelumnya seperti sebaran plot
contoh yang diteliti di lapangan (m), GCP dan titik ikat digunakan dalam
pembuatan peta desain sampling ini. Peta desain sampling kemudian dicetak pada
kertas A3 dengan skala 1: 6500.
2.3.2 Pengambilan Data Lapangan
Plot contoh yang diteliti di lapangan (m) adalah sejumlah 38 plot yang telah
ditentukan pada tahap persiapan. Data yang diambil di lapangan, sebagai berikut:
1. Nomor plot
2. Keliling pohon setinggi dada
3. Keliling pohon setinggi 0,5 meter
4. Tinggi total pohon
5. Tinggi bebas cabang (tbc).
6. Diameter tajuk
7. Jarak dan sudut azimuth setiap pohon dari titik pusat plot
8. Koordinat plot contoh
9. Koordinat pohon
Untuk data pembantu, diambil juga beberapa foto lapangan dan foto
kerapatan tajuk menggunakan kamera SLR berlensa fish eye. Semua data tersebut
dicatat pada tally sheet yang telah dipersiapkan pada tahapan persiapan.
21
2.3.3 Pengolahan Data
1. Interpretasi Citra
Menurut Jaya (2006), klasifikasi diartikan sebagai suatu proses
mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah
ditentukan berdasarkan nilai kecerahan piksel yang bersangkutan. Klasifikasi
dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Pada penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Klasifikasi pendekatan kualitatif merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra, baik
potret udara maupun citra satelit dengan cara mengenalinya atas dasar
karakteristik spasial, spektral, dan temporal. Interpretasi merupakan suatu
tindakan untuk mengidentifikasi gambar di atas foto sesuai dengan tujuan menguji
dan mengecek kebenarannya (Simon 1993). Interpretasi dapat digunakan dalam
bermacam hal, Wolf (1993) menyatakan bahwa interpretasi foto dapat membantu
dalam pemetaan spesies pohon, penentuan umur, kerapatan dan ukuran pohon,
dan juga pemecahan masalah lain yang berkaitan dengan kehutanan seperti
evaluasi kerusakan oleh kebakaran hutan, hama, dan penyakit.
Pada penelitian ini dilakukan penentuan persen kerapatan tajuk pada citra
(Cctr), diameter tajuk pada citra (Dctr), dan jumlah pohon pada citra (Nctr).
Penentuan persen ketiga peubah bebas tersebut dilakukan menggunakan
interpretasi visual. Menurut Howard (1996), analisis citra visual didefinisikan
sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka
bumi yang tergambar dalam foto tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan
menilai maknanya. Rahaju (1997) membenarkan bahwa penentuan kerapatan
tajuk dapat diestimasi dengan menggunakan bantuan penglihatan. Teknik
interpretasi visual menggunakan kemampuan pikir manusia yang paling baik
untuk melakukan evaluasi kualitatif pada daerah kajian, akan tetapi teknik ini
memiliki keterbatasan yaitu memerlukan latihan ekstensif dan bersifat intensif
tenaga. Penyebabnya adalah keterbatasan kemampuan manusia untuk
memisahkan nilai rona pada citra dan adanya kesulitan bagi penafsir untuk
menganalisis beberapa citra pada waktu yang sama (Lillesand & Kiefer 1990).
22
Tahapan penentuan kerapatan tajuk dalam penelitian ini dilakukan dengan
on screen digitations untuk membedakan luasan bertajuk dan non-tajuk pada tiap
plot yang telah diambil. Setelah luasan wilayah bertajuk didapat, kemudian luasan
tersebut dibagi dengan luas plot contoh dan dikalikan 100%.
%���� � � �� !"!# $%��! &'� ( )� �)*�)#
+100% .............................................................. (4)
Gambar 11 Cara melakukan on screen digitations untuk menghitung kerapatan
tajuk.
Diameter tajuk didapatkan dengan mengukur citra secara langsung
menggunakan tools measure pada Arcview yang kemudian diambil rata-rata
diameter tajuk setiap plot. Penentuan diameter tajuk diperlukan ketelitian yang
tinggi dalam membedakan tajuk yang berada dalam suatu plot. Menurut Spurr
(1960), kesalahan terbesar terjadi dalam pengukuran diameter tajuk pohon pada
potret udara apabila tajuk pohon terlihat kecil-kecil dan berkelompok, sehingga
sukar ditentukan batas antara tajuk yang satu dengan lainnya.
Gambar 12 Cara perhitungan diameter tajuk.
Arah pengukuran
diameter tajuk
Areal tutupan tajuk
Gap tajuk
23
Seperti pengukuran kerapatan dan diameter tajuk, maka perhitungan jumlah
pohon citra dalam setiap plot juga dilakukan secara visual dengan menghitung
langsung jumlah pohon yang ada di citra. Gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah
pohon pada plot tersebut adalah 9 pohon.
Gambar 13 Cara menghitung jumlah pohon.
2. Pengolahan Data Lapangan
Setelah data lapangan diperoleh, maka dilakukan pemetaan data ke dalam
citra menggunakan software Arcview. Data yang dipetakan antara lain koordinat
plot contoh, koordinat pohon, dan diameter tajuk. Sebelum dilakukan pemetaan
data mengunakan Arcview, dilakukan pengunduhan dari GPS menggunakan
komputer untuk memperoleh semua data yang telah didapatkan di lapangan. Dari
pemetaan data koordinat pohon, didapatkan jumlah pohon di lapangan (Nlap) pada
setiap plotnya.
Diameter tajuk lapangan (Dlap) yang diperoleh, digunakan untuk
menghitung kerapatan tajuk citra di lapangan (Clap). Nilai diameter digunakan
untuk membuat buffer tajuk pohon yang bertitik pusat pada koordinat pohon.
Setelah buffer terbentuk dan didapatkan luasannya, kemudian luasan tersebut
dibagi dengan luas plot contoh dan dikalikan 100%.
Nilai sediaan tegakan lapangan didapat dengan sebelumnya dilakukan
perhitungan sediaan tiap pohon menggunakan rumus 5. Setelah nilai sediaan
setiap pohon didapat, kemudian dilakukan penjumlahan sediaan pohon yang
berada pada plot yang sama dengan menggunakan perhitungan rumus 6. Nilai
Posisi Pohon
24
sediaan yang didapatkan ini merupakan sediaan tegakan lapangan pada tiap plot
contoh.
tbc×dbh××4
1=Vbc2
i π ................................................................................. (5)
∑=
=n
i
iplot VbcVbc1
Keterangan :
Vbci = Volume tiap pohon (m3)
Vbcplot = Volume pohon tiap plot (m3/plot)
Dbh = Diameter pohon bebas cabang (m)
Tbc = Tinggi pohon bebas cabang (m)
n = Jumlah pohon setiap plot
3. Koefisien Determinasi (R2) antar Peubah
Data yang didapat dari survey lapangan yang baik paling tidak hampir
mendekati nilai dari data hasil interpretasi citra dan keduanya memliliki selisih
yang konsisten. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan koefisien determinasi (R2)
untuk mengetahui konsistensi antar peubah. Koefisien determinasi dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar suatu peubah dapat menjelaskan peubah lainnya
(Walpole 1982). Semakin tinggi nilai R2, menunjukkan bahwa semakin tinggi
kemampuan suatu peubah dalam menjelaskan peubah lainnya, dan juga
sebaliknya. Koefisien determinasi dapat diperoleh melalui pembuatan scatter plot.
Perhitungan koefisien determinasi dilakukan antara Nctr dengan Nlap, Dctr
dengan Dlap, dan juga Cctr dengan Clap. Selain peubah-peubah tersebut, dilakukan
juga perhitungan R2 antara peubah Vbc dengan Nctr, Vbc dengan Dctr, dan Vbc
dengan Cctr untuk melihat seberapa besar peubah citra dapat menjelaskan nilai
Vbc yang diperoleh pada tahapan sebelumnya.
………………………………………………………….…..(6)
25
4. Pendugaan model
Model yang didapat dari pengambilan dan pengolahan data yang dilakukan
bersama Eri Septyawardani dan Sri Wahyuni terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Model dengan peubah N, D, dan C
No. Model R2(%)
1 BKPH Dagangan
Vbc= -10,164+1,027Nctr+1,752Dctr+0,081Cctr 85,70
2 BKPH Dungus
Vbc= 1,499E-5Cctr
2,693 Dctr
1,159 Nctr
0,267 73,70
Dari kedua model tersebut dapat diketahui bahwa peubah bebas yang dicari
untuk melakukan perhitungan teknik double sampling pada lokasi KPH Madiun
adalah peubah bebas C (kerapatan tajuk), D (diameter tajuk), dan N (jumlah
pohon). Selain menggunakan model dengan peubah N, D, dan C, pada penelitian
ini juga menggunakan model dengan satu peubah sebagai pembanding.
Tabel 2 Model dengan satu peubah
No. Model R2(%)
1 BKPH Dagangan
Vbc=10,361+1,169Nctr 56,40
2 BKPH Dungus
Vbc= -62,221+1,266Cctr 57,20
Diperlukan satu peubah untuk menduga sediaan tegakan dengan
menggunakan model ini, yaitu: N (jumlah pohon) untuk lokasi BKPH Dagangan
dan C (kerapatan tajuk) untuk lokasi BKPH Dungus.
Model yang didapatkan ini kemudian digunakan untuk mengetahui nilai
sediaan tegakan di citra pada tiap plot. Sediaan tegakan di citra didapat dengan
cara memasukkan informasi nilai peubah citra yang menyusun model tersebut.
26
5. Perhitungan Double Sampling
Hasil iterpretasi citra dan hasil pengukuran di lapangan selanjutnya
digunakan untuk menduga nilai estimasi sediaan tegakan menggunakan teknik
double sampling (Paine 1981) :
)(ˆmnmdslr XXbYY −+=
Keterangan :
dslrY
= Volume estimasi menggunakan teknik double sampling with linear
regression (dslr)
mY = Rata-rata volume tegakan hasil pengukuran dari m plot di lapangan
pada fase ke-dua
nX = Rata-rata volume tegakan hasil estimasi melalui potret udara dari n plot
pada fase pertama
mX = Rata-rata volume tegakan hasil estimasi melalui potret udara dari m plot
pada fase ke-dua
b = Slope dari regresi.
Koefisien regresi dari persamaan yang didapat dihitung menggunakan
metode kuadrat terkecil (least squared method). Ragam dari pengambilan contoh
ganda (S2ydslr) ini dihitung dengan rumus sebagaimana disarankan oleh DeVries
(1986) dalam Shiver and Borders (1996) :
−−−=
22
2 11 rn
mn
m
ySyS m
dslr
dimana :
1
)(1 1
22
2
−
−
=
∑ ∑= =
m
myy
yS
m
i
m
i
ii
m
…………………………………………...………………………..…...(7)
…………………………………………………..….....(8)
…………………………..………………………………………..…...(9)
27
2/12
1
12
2/12
1
12
1 11
−
−
−
=
∑∑
∑∑
∑ ∑∑
=
=
=
=
= ==
m
i
m
i
i
i
m
i
m
i
i
i
m
i
m
i
m
i
iii
m
y
ym
x
x
myixyx
r
Keterangan:
dslryS 2 = Penduga ragam bagi nilai tengah populasi
myS 2 = Penduga ragam bagi nilai tengah contoh
m = Jumlah plot di lapangan (fase 2)
n = Jumlah plot di citra (fase 1)
r = Koefisien korelasi
x = Nilai dugaan volume pada citra
y = Nilai volume dari lapangan.
a. Selang kepercayaan (1-α)×100% bagi nilai tengah (rata-rata) populasi ( dslry )
Berdasarkan nilai dugaan rata-rata populasi dan ragamnya dapat dibuat
penduga selang bagi nilai tengah populasi dengan rumus 11.
)( 2
),2
( dslrdbfdslr ySty ×± α
b. Penduga total populasi ( dslrY )
Nilai dugaan bagi total populasi dapat dihitung berdasarkan nilai dugaan
rata-rata populasi dan luas wilayah (N) dengan rumus 12.
dslrdslr yNY ×=ˆ
c. Penduga ragam bagi total populasi ( dslrYS ˆ2
)
Nilai dugaan bagi ragam total populasi dapat dihitung dengan rumus 13.
dslrydslrY SNS 22ˆ
2×=
………………………………...(10)
…………………………………………………………..…...(11)
…………………………………………………………..……………….…....(12)
……………………………………………………………….…...(13)
28
d. Selang kepercayaan (1-α)×100% bagi total populasi
Berdasarkan nilai dugaan bagi populasi, nilai t-student (t(α/2.dbf)) dan
ragamnya, dapat dibuat penduga selang bagi total populasi dengan rumus 14.
dslrmdslr SytY );(ˆ
α±
e. Kesalahan penarikan contoh (SE)
Untuk mengetahui ketelitian pendugaan parameter populasi dengan metode
penduga regresi untuk double sampling, dapat dihitung besarnya sampling error
berdasarkan nilai dugaan bagi populasi, nilai t-student (t(α/2.dbf)) dan ragamnya
dengan rumus 15.
%100ˆ);(
xY
SytSE
dslr
dslrmα= Koefisien Variasi (CV)
Koefisien variasi adalah perbandingan antara simpangan standar dengan nilai
rata-rata yang dinyatakan dengan persentase. Koefisien variasi berguna untuk
melihat sebaran data dari rata-rata hitungnya.
%100ˆ
×=
dslr
dslr
Y
SyCV
f. Alokasi optimum dan efisiensi relatif
Alokasi optimum digunakan untuk menentukan jumlah plot contoh yang
optimum yang akan diamati di citra dan di lapangan. Untuk melakukan
optimalisasi dapat dilakukan salah satunya dengan metode Multiplier Langrange
(Paine 1981).
( )( )[ ]
+=
pf
f
sfCRCE
Cnn .....................................................................(17)
( )Rnn fp =
…………………………………………………..……………….…....(14)
……………………………………………..……………….....(15)
……………………………………………..……………………….....(16)
……………………………………………..……………………………………………........(18)
29
Dimana :
( )2
%
22 )()(
DSE
tCVns =
( )2
21
/
+
−
=
rC
Cr
CCE
p
f
pf
dan
−
=
f
p
C
C
r
rR
2
21
1
.
Keterangan :
nf = Alokasi plot optimum di lapangan
np = Alokasi plot optimum di citra
ns = Jumlah plot yang harus dibuat jika pengamatan hanya di lapangan
Cp = Biaya pengamatan di citra
Cf = Biaya pengamatan di lapangan
R = Rasio optimum antara jumlah plot di citra dengan di lapangan
E = Efisiensi
CV = Koefisien variasi
DSE% = Kesalahan sampling yang diharapkan.
Biaya yang dikeluarkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
biaya pengamatan di citra dan biaya pengamatan di lapangan. Biaya pengamatan
di citra adalah semua biaya yang dikeluarkan mulai dari pembelian citra,
pengolahan atau interpretasi citra, sampai dengan biaya-biaya lain termasuk biaya
cetak citra menjadi peta. Sedangkan biaya pengamatan di lapangan meliputi biaya
transportasi, pemberian upah pekerja, dan lain sebagainya. Biaya yang
dikeluarkan untuk pengamatan di lapangan harus lebih tinggi daripada biaya
pengamatan di citra untuk mencapai nilai efisiensi teknik double sampling yang
tinggi.
……………………………………………..…………………………………….......(19)
………………………………..…………………………………….(20)
………………………………..……………………………..………....(21)
30
Tabel 3 Perhitungan upah pekerja
Lokasi Jumlah Pekerja Jml hari kerja Upah satuan Upah
(orang) (hari) (Rp/orang/hari) (Rp)
BKPH
Dagangan 6 4 40.000 960.000
BKPH
Dungus 6 4 40.000 960.000
Tabel 4 Perhitungan biaya lapangan
Lokasi Pengeluaran Biaya (Rp.)
BKPH
Dagangan Upah pekerja 960000
Transportasi Bogor - Madiun 420000
total
1380000
BKPH
Dungus Upah pekerja 960000
Transportasi Madiun - Bogor 420000
total
1380000
Biaya lapangan per hektar
( ) ( )363.157.
1,038
000.380.1.
plotluasan plotjumlah
UpahRp
Rp=
×=
×
Pada Tabel 4 dapat diketetahui bahwa biaya yang dikeluarkan untuk survey
lapangan antara lokasi BKPH Dagangan dan BKPH Dungus adalah sama, sebesar
Rp. 1.380.000 untuk tiap lokasinya. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan jumlah
pekerja, hari kerja, dan upah pekerja pada setiap lokasi seperti yang dapat dilihat
pada Tabel 3. Setelah dilakukan perhitungan lebih lanjut, didapat biaya lapangan
per hektar (ha) sebesar Rp. 363.157.
31
Tabel 5 Perhitungan biaya citra
Lokasi Pengeluaran Harga Satuan Banyak Biaya
(Rp) (Rp)
BKPH
Dagangan Pembelian citra 20.000/ha 172,3 ha 3.446.200
Cetak peta ukuran A3 5.000/peta 3 15.000
Cetak peta ukuran A0 10.000/peta 1 10.000
Interpretasi 2.000/ha 172,3 ha 344.620
Total biaya 3.815.820
Biaya per ha 22.145
BKPH
Dungus Pembelian citra 20.000/ha 169 ha 3.380.000
Cetak peta ukuran A3 5.000 3 15.000
Cetak peta ukuran A0 10.000 1 10.000
Interpretasi 2.000/ha 169 ha 338.000
Total biaya 3.743.000
Biaya per ha 22.148
Biaya citra (Cp) dapat dilihat pada Tabel 5. Pada kedua lokasi penelitian,
biaya citra yang dikeluarkan hampir sama, yaitu: Rp.22.145 untuk lokasi BKPH
Dagangan dan Rp.22.148 untuk BKPH Dungus.
Efisiensi relatif (ER) dalam penelitian ini adalah rasio antara biaya yang
dikeluarkan dengan metode pengambilan contoh acak sederhana.
%100×+
=ffpp
fs
CnCn
CnER
………………………………..…………………….……...(22)
32
2.3.4 Tahapan Penelitian
Gambar 14 Diagram alur metode penelitian.
Selesai
Data pendukung
(peta areal kerja,
peta jalan, dsb)
Citra dijital
non-metrik
resolusi
tinggi Koreksi citra
Pengecekan lapangan
Interpretasi visual(Interpretasi,
dijitasi, klasifikasi)
Analisis statistik (pendugaan model)
Persiapan
Mulai
Data hasil cek
lapang (n)
Data hasil
interpretasi citra (m)
Analisis plot optimum dan efisiensi
relatif
Perhitungan double
sampling
Efisiensi Relatif
teknik double
sampling