bab ii pembahasan · 2016. 8. 30. · salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek...

35
13 BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Prostitusi Timbulnya masalah prostitusi sudah ada sejak zaman purba sampai sekarang, pada masa lalu prostitusi mempunyai cirri khas seperti penyembahan dewa-dewa dan upacara-upacara keagamaan tertentu. Di Indonesia sendiri prostitusi sudah ada sejak zaman kerajaan terlebih ketika kerajaan-kerajaan tersebut berperang, maka banyak sekali tawanan wanita yang dijadikan selir-selir dan penghuni rumah-rumah pelacuran. Prostitusi selalu dianggap sebagai hal yang negatif dan mengganggu masyarakat namun dulu di Cina pekerja seks dianggap sebagai orang yang terhormat. Di Jepang, pelacur atau yang lebih di kenal dengan sebutan Geisha (wanita penghibur) sejak kecil telah diajarkan beberapa keterampilan dan kesopanan sehingga mereka diletakkan pada kedudukan yang lebih terhormat 1 . Disini sangat terlihat adanya gender dimana kaum lelaki memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan perempuan. Selama masih ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali dan hati nurani pekerja seks yang belum sadar maka prostitusi ini akan sulit dihilangkan. 1 Gunawan, Rudy (2000). „Sex sebagai Simbol‟. Jakarta: Grasindo.

Upload: others

Post on 25-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Prostitusi

Timbulnya masalah prostitusi sudah ada sejak zaman purba sampai

sekarang, pada masa lalu prostitusi mempunyai cirri khas seperti penyembahan

dewa-dewa dan upacara-upacara keagamaan tertentu. Di Indonesia sendiri

prostitusi sudah ada sejak zaman kerajaan terlebih ketika kerajaan-kerajaan

tersebut berperang, maka banyak sekali tawanan wanita yang dijadikan selir-selir

dan penghuni rumah-rumah pelacuran. Prostitusi selalu dianggap sebagai hal

yang negatif dan mengganggu masyarakat namun dulu di Cina pekerja seks

dianggap sebagai orang yang terhormat. Di Jepang, pelacur atau yang lebih di

kenal dengan sebutan Geisha (wanita penghibur) sejak kecil telah diajarkan

beberapa keterampilan dan kesopanan sehingga mereka diletakkan pada

kedudukan yang lebih terhormat1.

Disini sangat terlihat adanya gender dimana kaum lelaki memiliki kekuasaan

yang lebih besar dibandingkan perempuan. Selama masih ada nafsu-nafsu seks

yang lepas dari kendali dan hati nurani pekerja seks yang belum sadar maka

prostitusi ini akan sulit dihilangkan.

1 Gunawan, Rudy (2000). „Sex sebagai Simbol‟. Jakarta: Grasindo.

Page 2: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

14

1. Definisi Prostitusi

Prostitusi berasal dari bahasa Latin pro-stituere, yang berarti membiarkan

diri berbuat zina.2 Sedang prostitue adalah pelacur dikenal pula dengan istilah

WTS atau wanita tuna susila. Pelacur sering dianggap sebagai wanita yang tidak

pantas kelakuannya dan bisa mendatangkan penyakit, baik kepada orang lain

yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada diri sendiri. Prostitusi adalah

profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan.3

Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Dari kedua definisi

ini dapat disimpulkan bahwa prostitusi merupakan perzinahan dengan menjual

jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual berupa menyewakan tubuh. Sehingga

prostitusi bersifat negatif dan dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap

masyarakat.

2. Teori Prostitusi

Teori prostitusi menurut beberapa para ahli antara lain :4

a. Menurut W.A. Bonger, “Pelacuran adalah gejala sosial, dimana wanita

menyediakan dirinya untuk perbuatan seksual sebagai mata

pencahariannya”.

2 WYS Poerwadarminto, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990.

3 Ibid.

4 Kartono, Kartini. Pathologi Sosial (Jilid I, cetakan pertama). Jakarta: CV.Rajawali., 1991

Page 3: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

15

b. Menurut Paul Moedikdo Moeliono, “prostitusi adalah penyerahan

badan wanita dengan menerima bayaran, kepada orang banyak, guna

memuaskan nafsu seksual bagi orang-orang itu.”

c. Menurut George Ryley Scott, “prostitusi adalah seorang laki-laki atau

perempuan, yang karena semacam upah, baik berupa uang atau lainnya,

atau karena semacam bentuk kesenangan pribadi dan sebagai bagian atau

seluruh pekerjaannya, mengadakan perhubungan kelamin yang normal

atau tidak normal dengan berbagai-bagai orang, yang sejenis dengan atau

yang berlawan jenis dengan pelacur itu.”

d. Menurut W. A. Bonger, dalam bukunya “Versprede Geschiften” antara

lain mengemukakan: “prostitutie het maatshapelijke vershijnsel dat

vrowen zich beroepsmatig tot hel plegen van sexuele handelingen”

(prostitusi adalah gejala sosial, dimana wanita menyediakan dirinya

untuk perbuatan seksual sebagai mata pencahariannya).

e. Menurut F. J. De Bruine van Amstel menyatakan, prostitusi adalah

penyerahan diri wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.

f. Menurut Iwan Bloch berpendapat, pelacuran adalah suatu bentuk

perhubungan kelamin diluar pernikahan dengan pola tertentu, yakni

kepada siapapun secara terbuka dan hampir selalu dengan pembayaran,

baik untuk persebadanan maupun kegiatan seks lainnya yang

memberikan kepuasan yang diinginkan oleh yang bersangkutan.

g. Menurut George Ryley Scott mengemukakan bahwa: “Pelacuran adalah

seorang laki-laki atau perempuan, yang karena semacam upah, baik

Page 4: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

16

berupa uang atau lainnya tau karena semacam kesenangan pribadi dan

sebagian atau keseluruhan pekerjaannya, mengadakan perhubungan

kelamin yang normal atau tidak normal dengan berbagai jenis orang,

yang sejenis atau berlawanan jenis dengan pelacur itu.”

h. Menurut Commenge mengatakan: “Prostitusi atau pelacuran itu adalah

suatu perbuatan seorang wanita memperdagangkan atau menjual

tubuhnya, yang dilakukan untuk memperoleh pembayaran dari laki-laki

yang datang; dan wanita tersebut tidak ada pencarian nafkah lainnya

kecuali diperolehnya dari hubungan dengan banyak orang”.

3. Jenis prostitusi

Jenis prostitusi menurut aktivitasnya yaitu :

a. Prostitusi yang terdaftar

Pada umumnya mereka lokalisasi dalam satu daerah tertentu.

Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter

atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan,

sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum. Pelakunya diawasi

oleh kepolisian yang bekerja sama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan

Kesehatan. Namun kenyataannya cara ini tidaklah efisien karena

kenyataannya tidak adanya kerja sama antara pekerja seks dengan

petugas kesehatan.

Page 5: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

17

b. Prostitusi yang tidak terdaftar

Mereka yang melakukan prostitusi secara liar, baik secara perorangan

maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi dan tidak

tertentu, sehingga kesehatannya sangat diragukan.

Jenis prostitusi menurut jumlahnya yaitu :

a. Prostitusi yang beroperasi secara individual merupakan single operator

sering disebut dengan pekerja seks jalanan. Mereka biasanya mangkal di

pinggir jalan, stasiun maupun tempat-tempat aman lainnya. Para pekerja

seks ini menjalankan profesinya dengan terselubung.

b. Prostitusi yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang

teratur rapi. Jadi, mereka tidak bekerja sendirian melainkan diatur

melalui satu sistem kerja suatu organisasi. Biasanya dalam bentuk rumah

bordir, bar atau casino. Jenis prostitusi menurut tempat penggolongan

atau lokalisasinya yaitu:

1. Segregasi atau lokalisasi yang terisolasi atau terpisah dari

kompleks penduduk lainnya. Seperti lokalisasi Sunan Kuning

di Semarang dan Lokalisasi Bandungan di Kabupaten

Semarang.

2. Rumah-rumah panggilan

Page 6: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

18

Rumah-rumah panggilan ini memiliki ciri khusus dimana

hanya pihak yang terkait saja yang mengetahuinya. Selain itu

kegiatannya pun lebih terorganisir dan tertutup.

3. Dibalik front organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat

(salon kecantikan, tempat pijat, rumah makan, warnet, warung

remang-remang, dll). Disini sudah memiliki jaringan yang

baik dan terorganisir. Tidak sedikit yang melibatkan orang-

orang terhormat maupun pihak keamanan yaitu polisi.

4. Akibat-akibat prostitusi

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh prostitusi, antara lain5:

Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit

Adapun penyakit yang ditimbulkan dari perilaku prostitusi ini

ialah HIV Aids, HIV Aids sampai sekarang belum ditemukan

obatnya. Agar virus ini tidak merambat terlalu jauh perlu adanya

pencegahan yaitu dengan mempersempit jaringan prostitusi ini.

Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga

Dengan adanya wanita tuna susila akan mengakibatkan sendi-

sendi dalam keluarga rusak. Semakin banyak pengguna akan

semakin memperbanyak jumlah WTS ini, dan akan menular ke

masyarakat luas.

5 Ibid.

Page 7: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

19

Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan

narkotika dan minuman keras

Prostitusi sangat berkaitan erat dengan minuman keras dan

narkotika. Minuman keras dan narkotika akan digunakan sebagai

doping dalam hubungan seksual.

Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama

Dengan meluasnya prostitusi akan merusak sendi-sendi moral,

susila, hukum dan agama. Karena pada dasarnya prostitusi

bertentangan dengan norma moral, susila, hukum dan agama.

Bicara soal penegakan hukum tidak lepas dari persoalan budaya hukum

sudah sejak lama persoalan budaya hukum muncul sebagai persoalan yang

dianggap tidak mendukung bagi pembangunan hukum di Indonesia. Ada yang

mengatakan bahwa rendahnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat,

disebabkan oleh tidak mantapnya budaya hukum atau setidak-tidaknya budaya

hukum belum mendapat perhatian dalam keseluruhan mosaic pembangunan

hukum. Padahal, sesuai teori yang dikemukakan oleh Friedman nada tiga aspek

yang harus disentuh secara simultan ketika hukum hendak dibangun, yakni

substance (isi), structur (aparat) dan culture ( budaya). Itu sebabnya, sejak awal;

pelita VI di era orde baru, para pakar hukum mengkampanyekan pembangunan

budaya hukum yang hasilnya terlihat pada GBHN 1998. Para pakar gembira

ketika dalam GBHN pelita VI pembangunan bidang hukum menjadi bidang

Page 8: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

20

tersendiri, terlepas dari pembangunan bidang politik, maka pada pelita VII,

kegembiraan itu bertambah ketika GBHN memasukkan masalah budaya hukum

sebagai bagian di dalam pembangunan dalam bidang hukum GBHN untuk pelita

VII ini merupakan GBHN terakhir yang dibuat oleh pemerintahan orde baru.

Karena, setelah UUD diamandemen pasca reformasi 1998, MPR tidak lagi

membuat ketetapan yang bersifat mengatur dan GBHN tidak diperlukan6.

Pada era reformasi, pembangunan budaya hukum menjadi sangat penting

karena hadirnya momentum sangat kondusif untuk meletakkan dasar-dasar yang

kuat bagi pembangunan hukum di masa era orde baru agak sulit dilakukan,

mengingat politik yang melingkupinya.

B. Prostitusi dan Pengaturan Hukumnya.

Dinegara-negara modern hampir setiap perbuatan pelacuran sebagai perbuatan

yang melanggar kesusilaan. Seperti dikemukakan oleh W.A Bonger bahwa kejahatan

merupakan sebagian dari perbuatan yang imoral, oleh sebab itu perbuatan imoral

adalah perbuatan anti sosial7. Kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial,

yang memperoleh pantangan dengan sadar dari negaraberupa pemberian penderitaan

(hukuman atau tindakan)8. Dari definisi yang imoral ini sudah dapat terlihat bahwa

tantangan yang dilakukan oleh negara itu dilakukan berupa hukuman kejahatan

sendiri menurut pengertian secara yuridis adalah terbagi menjadi dua, yaitu :

6 Moh.Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, PT.Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2010,hal.206 7 Abdulsyani, Sosiologi Kriminalitas, bandung: remaja karya, 1978, hal 12

8 Ibid.

Page 9: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

21

1. Yang terdapat dalam KUHAP.

2. Yang terfapat dalam KUHP.

Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai

peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya adalah wanita

tuna susila, mucikari/germo serta pihak-pihak yang terkait didalamnya. Seorang

germo pada dasarnya dapat diancam pidana, karena disamping menyediakan tempat

berbuat cabul, mereka juga sering bertindak sebagai perantara/makelar seks. Germo

sebagai orang yang memudahkan perbuatan cabul dan melakukannya sebagai mata

pencaharian yang tetap.

Praktek-praktek germo juga mempunyai unsur-unsur yang dapat dimasukkan

sebagai suatu kejahatan susila. Dari berbagai golongan masyarakat di Indonesia

perbuatan melacurkan diri dari seorang wanita masih dianggap sebagai perbuatan

kejahatan yang harus dihukum. Demikian juga dengan germo/mucikari yang berbeda

dengan pelacur, maka mucikari/germo ini mempunyai unsur-unsur kejahatan yang

jelas sehingga dapat dihukum.

1. Tinjauan Terhadap Pasal 296 KUHP9

Pasal 296 “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan

perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai

pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu

9 P.A.F. Lamintang dan Djisman Samosir, Hukum.Pidana Indonesia, Sinar baru, Bandung, 1983,

Hal.125-126

Page 10: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

22

tahun empat bulan atau pidana dengan denda paling banyak lima belas ribu

rupiah”

Ketentuan ini tidak hanya melarang dipermudahkannya perbuatan-perbuatan

melanggar kesusilaan yang bersifat umum di tempat-tempat pelacuran,

melainkan juga perbuatan mempermudah dilakukannya perbuatan-perbuatan

yang melanggar kesusilaan yang tidak bersifat umum yang dilakukan sebagai

mata pencaharian ataupun kebiasaan10

.

Termasuk ke dalam pengertian “mempermudah” adalah juga perbuatan

menyewakan kamar-kamar untuk memberikan kesempatan kepada orang lain

untuk melakukan perbuatan-perbuatan melanggar kesusilaan11

. Untuk

“mempermudah” adalah tidak perlu suatu tindakan melakukan sesuatu ataupun

tidak melakukan sesuatu secara aktif dari suatu kewajiban yang ditentukan oleh

Undang-Undang12

.

Untuk dapat dikatakan telah melakukan “sebagai kebiasaan”, tindakan itu

haruslah dilakukan berulang kali dan antara perbuatan yang satu dengan

perbuatan yang lain, harus pula ada hubungan, sehingga tidak cukup apabila di

dalam surat tuduhan hanya disebutkan dengan perkataan “sering”13

.

Adapun Pasal yang terkait dengan pasal 296 KUHP, adalah pasal 298 ayat

(1) KUHP yang berbunyi : “Pada waktu menjatuhkan hukuman karena

melakukan salah satu kejahatan, seperti yang diatur dalam Pasal-Pasal 281, 284- 10

H.R. 18 nop.1918, N.J.1910.6.W.10349

11 H.R. 6 nop.1941,1942 no.48

12 H.R.18 Nop.1940,1941.No.169

13 H.R. 15 febr.1943, 1943 No.320

Page 11: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

23

290, dan 292-297, dapat dilakukan pencabutan hak-hak seperti yang diatur dalam

Pasal 35 no.1 dan 5. Dan pasal 35 KUHP itu berbunyi : “ (1) hak-hak yang

dengan satu putusan hakim dapat dicabut sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan di dalam kitab Undang-Undang ini atau sesuatu peraturan umum

yang lain adalah :

1. Hak untuk menduduki jabatan-jabatan atau jabatan-jabatan tertentu;

2. Hak untuk bekerja pada angkatan bersenjata;

3. Hak untuk memilih dan untuk dipilih di dalam pemilihan-pemilihan

yang disenggarakan berdasarkan peraturan-peraturan umum;

4. Hak untuk menjadi seorang penasehat atau kuasa yang diangkat oleh

hakim untuk menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu

pengawas terhadap orang lain selain dari anak-anaknya sendiri;

5. Hak orang tua, perwalian, dan pengampuan atas diri anak-anaknya

sendiri; dan

6. Hak untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Serta pasal 298 ayat (2) yang berbunyi: “apabila orang yang bersalah telah

melakukan salah satu dari kejahatan-kejahatan seperti yang diatur di dalam

Pasal-Pasal 292-297 di dalam pekerjaannya, maka dia dapat dicabut haknya

untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut”.

Page 12: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

24

2. Kaitan Dengan Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Pribadi.

Jika, wanita yang dipekerjakan sebagai mata pencarian atau sebagai

kebiasaan dilakukannya perbuatan melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud

Pasal 296 KUHP, adalah akibat dari perdagangan budak, maka terhadap pelaku

dapat dijerat dengan Pasal 324 KUHP yang berbunyi : “barang siapa atas

tanggungannya sendiri atau atas tanggungan orang lain melakukan perdagangan

budak, melakukan suatu tindakan perdagangan budak atau dengan sengaja turut

serta, baik secara langsung maupun secara tidak langsung di dalam usaha-usaha

lain semacam itu, dihukum dengan hukuman penjara paling lama dua belas

tahun14

.”

Dan Pasal 332 ayat (1) KUHP yang berbunyi : “Dihukum karena salah telah

melarikan wanita:

1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun, barang siapa

mengangkut pergi seorang wanita di bawah umur tanpa seizin orang

tua atau walinya, akan tetapi dengan kemauan dari wanita itu sendiri

dengan maksud untuk memiliki wanita tersebut, baik dengan atau

diliuar perkawinan;

2. Dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun, barang siapa

dengan mempergunakan tipu daya kekerasan atau ancaman kekerasan

mengangkut pergi seorang wanita, dengan maksud untuk memiliki

wanita tersebut, baik dengan mupun di luar perkawinan.”

14

P.A.F. Lamintang, Op. Cit. hal.137

Page 13: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

25

Serta Pasal 332 ayat (4) KUHP yang berbunyi : “Apabila antara orang yang

melarikan dengan wanita yang dilarikan itu terjadi perkawinan dan perkawinan

tersebut oleh peraturan-peraturan dari BW (burgerlijk wetboek), tidaklah

dijatuhkan hukuman sebelum perkawinan itu dinyatakan batal dengan suatu

putusan hakim”

Perbuatan “mengangkut pergi” itu memerlukan tindakan secara aktif dari

laki-laki itu, untuk “menjamin pemilikan”, tidaklah diperlukan pelaksanaan

penguasaan atas wanita itu untuk jangka waktu yang lama15

. Anak dibwah umur

itu tidaklah perlu untuk dilarikan dari rumah orang tuanya. Tindakan laki-laki itu

dapat pula berupa membuat suatu rencana perjalanan, dan kemudian melakukan

perjalanan bersama dengan wanita itu. Perbuatan menjamin pemilikan atas

wanita tersebut bukanlah merupakan undur dari kejahatan ini, akan tetapi adalah

benar bahwa opset si pelaku haruslah ditujukan kepada masalah ini.16

3. Hukuman Dari Perbuatan Melanggar Susila oleh Seorang Wanita

Terhadap Germo

Pasal 506 KUHP dengan tegas mengatakan : “ Barang siapa sebagai germo

mengambil keuntungan dari perbuatan melanggar susila oleh seorang wanita,

dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun17

.”

Perkataan “germo” itu dapat dipergunakan di dalam surat tuduhan, karena ia

mempunyai pengertian tertentu yang nyata, sehingga tanpa keterangan lebih

15

H.R. 3Des, 1888.W.5665 16

H.R. 18 nop.1935,1936 no.117. 17

P.A.F. Lamintang, Op.Cit.Hal 209-210

Page 14: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

26

lanjut tentang keadaan-keadaan sudah dapat diketahui bahwa germo itu pasti

mengambil keuntungan dari perbuatan semacam itu.18

Laki-laki itu haruslah merupakan “parasit” dari perbuatan melanggar

kesusilaan yang dilakukan oleh istrinya, dalam pengertian bahwa dalam ukuran

yang berarti menggantungkan hidupnya dari uang yang dihasilkan oleh perbuatan

yang melanggar kesusilaan, yang dilakukan oleh istrinya19

.

4. Pengertian Melawan Hukum oleh Para Ahli

Menurut anggapan kebanyakan orang, bahwa perkataan “wederechtelijk” atau

melawan hukum itu tidak mempunyai pengertian yang lain kecuali “zonder eigen

recth” (tanpa hak sendiri), agaknya bagi simons hanya ada satu pendapat yang

dapat diterima, yakni dimana disyaratkan untuk adanya suatu “ in strijd met het

recht” (berlawanan dengan hukum)20

. Tanpa hak adalah berbeda dengan

malawan hak, dan perkataan “wederrechttelijk” tanpa dapat dibantah

menunjukkan kebenaran pengertian yang tersebut terakhir. Hukum yang

berlawanan dengan mana suatu tindakan itu telah dilakukan tidaklah perlu suatu

“subjectief recht” (hak seseorang), melainkan dapat juga berupa “het recht in het

algemeen” atau hukum pada umumnya. Apabila atas dasar tidak adanya

“wederrechttelijkheid” itu, dapat dihukumnya sesuatu perbuatan itu menjadi

tertutup, maka di situ tidak terdapat sesuatu perbuatan yang dapat dihukum,

18

H.R. 21 Sep 1948, N.J. 1949 No.13 19

H.R. 13 Mei 1929, N.J. 1929,879, W.12005 ; 24 Nop.1930, N.J. 1931, 203 W.12267 20

P.A.F. Lamintang, Op.Cit.Hal 235-236

Page 15: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

27

sehingga tidak mungkin pula ada suatu “strafbase uitlokking” (perbuatan

menggerakkan orang lain yang dapat dihukum), atau suatu “strafbare

medeplichtigheid” (perbuatan memberikan bantuan yang dapat dihukum).

Dengan tidak adanya unsur “melawan hukum” itu, maka perbuatan itu telah

kehilangan sifatnya sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum, juga

seandainya si pelaku mempunyai anggapan, bahwa ia telah bertindak secara

melawan hukum21

.

Setelah tahun 1919 timbul paham baru yang jauh meninggalkan paham lama,

yaitu ketika Hoge Raad di dalam suatu perkara antara Lindenbaum melawan

Cohen, berdasarkan kenyataan bahwa Cohen telah menyuap seorang pembantu

dari Liendenbaum untuk memperoleh segala macam rahasia dari perusahaan

percetakan Liendenbaum, sehingga Liendenbaum ini menderita kerugian,

menetapkan suatu rumusan baru yang sangat terkenal mengenai “melawan hak”.

Yaitu bahwa “melawan hukum” itu bukan hanya apa yang bertentangan dengan

hak orang lain atau apa yang bertentangan dengan kewajiban hak si pelaku,

melainkan juga bertentangan dengan kesusilaan, sikap hati-hati atau kepatitan di

dalam pergaulan masyarakat dalam hubungannya dengan barang orang lain.

Rumusan ini bukan hanya mempunyai arti yang penting bagi hukum Perdata,

melainkan juga bagi hukum Pidana22

.

21

(Simons, Leerboek, hal.277-279) ( Simons. Prof.Mr.D: Leenboek Van Het Nederlandse Strafrecht.P. Noordhoff N.V. Groningen-Batavia, 1937) 22

Bemmelen. Prof.Mr J.M van, strafvordering Leerboek van het Nederlandse Strafprocesrecht, Martinus Nijhoff, s-Gravenhage, 1950, hal… atau tulisannya yang lain : Op de Grenzen van het Strafrecht. H.D. Tjeenk Willink&Zoon, Haarlem, 1955, hal.53-54.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

28

Menurut Prof. Dr. Teguh Prasetyo pengertian melawan hukum merupakan

salah satu unsur tindak pidana yang bersifat objektif adalah sifat melawan

hukum. Hal ini dikaitkan pada asas legalitas yang tersirat pada Pasal 1 ayat 1

KUHP. Dalam bahasa Belanda melawan hukum itu adalah wederrechtelijk

(weder = bertentangan dengan, melawan; recht = hukum). Dalam menentukan

perbuatan itu dapat dipidana, pembentuk undang-undang menjadikan sifat

melawan hukum sebagai unsur yang tertulis. Tanpa unsur ini, rumusan undang-

undang akan menjadi terlampau luas. Selain itu, sifat dapat dicela kadang-kadang

dimasukkan dalam rumusan delik, yaitu dalam rumusan delik culpa23

.

C. Tugas dan wewenang kepolisian berkaitan dengan prostitusi.

Tugas dan tanggung jawab kepolisian berkaitan dengan prostitusi sangat

penting , dikarenakan maraknya praktek prostitusi ini sangat meresahkan warga, dan

tugas kepolisian adalah menjaga keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat.

“Tidak ada satu pun pasal dalan KUHP yang melarang orang menjadi pelacur.

Yang dilarang adalah menjadi germo, sebagaimana diatur dalam Pasal 296, 2997, dan

509 KUHP”, Yang melarang praktik prostitusi kebanyakan adalah peraturan daerah

(perda). Yang hukumannya hanya pidana ringan yang tidak membuat jera pelanggar

perda itu. Yang lebih parah lagi, dalam penanganan masalah pelacuran ini tidak ada

kesinkronan antara instansi atau lembaga pemerintah. Belum lagi untuk kawasan

23

Prof. Dr. teguh Prasetyo, S.H.,M.Si., Hukum Pidana, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta 20011. Hal.67.

Page 17: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

29

tertentu, masyarakat dan aparat pemerintah setempat menganggap wajar, karena

penyimpangan itu sudah berakar dan berurat sejak dulu di situ. “Polisi diminta

menggerebek lokasi pelacuran, tapi di situ ada aparat instansi lain yang memberi

bimbingan dan penyuluhan para pelacur. Apalagi warga dan rumahnya yang berbaur

dengan kompleks pelacuran, kehidupan ekonominya juga bergantung pada praktik itu.

Lacur, menurut kamus besar Indonesia adalah malang, celaka, gagal, sial,

tidak jadi, uruk laku. Pelacur dalah perempuan yang melacur, sudel, wanita susila.

Pelacuran atau prostitusi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktifitas

pelacur melayani konsumennya (lelaki hidung belang). Ancaman pidana bagi pelacur

tidak terdapat dalam KUHP, pasal 284 hanya mengancam pidana kepada wanita yang

sudah kawin dan kepada wanita yang tidak bersuami yang bersenggama dengan pria

yang terikat monogami serta dalam pasal 295 dan 296 KUHP ditnjukan kepada para

germo. Adapun tindakan kepolisian terhadap pelacuran sesuai dengan yang terdapat

dalam UU Kepolisian terbatas pada pengawasan keamanan di lokasi pelacuran

sekaligus menjadikannya tempat informasi tentang para buronan kriminal dan

mengadakan razia-razia di tempat hiburan atau taman-taman bila terdapat gangguan

keamanan atau peredaran obat-obatan terlarang, dan pelacur-pelacur yang dianggap

perlu diserahkan kepada dinas sosial untuk rehabilitasi.

1. Tinjauan Terhadap Kepolisian Republik Indonesia.

Istilah “Polisi” sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbeda-

beda. Arti kata “Polisi” sekarang adalah berbeda dengan arti yang diberikan pada

semulanya. Juga istilah yang diberikan oleh tiap-tiap Negara terhadap pengertian

Page 18: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

30

“Polisi” adalah berbeda, oleh karena masing-masing negara cenderung untuk

memberikan istilah dalam bahasanya sendiri atau menurut kebiasaan-

kebiasaannya sendiri24

. Misalnya saja istilah “Constable” di Inggris mengandung

arti tertentu bagi pengertian “Polisi”, yaitu bahwa constable mengandung dua

macam arti, pertama sebagai sebutan pangkat terendah di kalangan kepolisian

(police constable) dan kedua berarti kantor polisi (office of constable)25

Di Amerika Serikat dipakai istilah “Sheriff” yang sebenarnya berasal dari

bangunan sosial Inggris. Demikianlah kita dapatkan istilah yang berbeda-beda

menurut bahasanya seperti “Police” di Inggris, “Polizei” di Jerman, dan “Politie”

di negeri Belanda. Istilah “Polisi” dalam bahasa Indonesia adalah hasil proses

Indonesia dari istilah Belanda “Politie”.

Disamping itu istilah “Police” dalam bahasa Inggris mengandung arti lain,

seperti yang dinyatakan oleh Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of

History bahwa : “police in the English language came to mean any kind of

planning fot improving or ordering communal existence26

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Charles Reith mengartikan

“Police” sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau menertibkan tata

susunan kehidupan masyarakat.

Istilah “polisi” pada semulanya seperti diketahui di abad sebelum Masehi

negara Yunani terdiri dari kota-kota yang dinamakan “polis”. Jadi, pada zaman

24

Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PT.Grasindo, Jakarta, 1994, Hal 13-14 25

Sir Jhon Moylan, the police of Britain, terjemahan Bhayangkara, Majalah Bhayangkara, no.1 thn. IV. Agustus 1953, hal.4 26

Drs. Soeparno Soeriaatmadja, Polisi dan Hukum Antar Negara, Majalah Bhayangkara, No.12 tahun V, Juli 1955, hal.33

Page 19: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

31

itu arti “polisi” demikian luasnya bahkan selain meliputi seluruh pemerintahan

negara kota, termasuk juga di dalamnya urusan-urusan keagamaan seperti

penyembahan dewa-dewanya. Seperti diketahui pada zaman itu, sebagai akibat

masih kuatnya rasa kesatuan dalam masyarakat, urusan keagamaan termasuk

dalam urusan pemerintah, sehingga arti “polisi” menjadi seluruh pemerintahan

negara dikurangi urusan agama.

2. Sumber-Sumber Hukum Kepolisian

Ada beberapa sumber-sumber dalam hukum kepolisian, yaitu27

:

a. Undang-Undang

b. Kebiasaan praktek Kepolisian

c. Traktat

d. Jurisprudensi

e. Ilmu Pengetahuan (pendapat para ahli dan kepolisian yang terkenal)

a. Undang-Undang.

Di Indonesia, umum diketahui bahwa hukum kepolisian sebagian besar

terdiri peraturan-peraturan yang tersebar di berbagai undang-undang. Undang-

undang yang langsung mengatur kepolisian di Indonesia sudah ada yaitu

Undang-Undang pokok Kepolisian No.13 Tahun 1961 (yang telah diganti dengan

UU no.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara). Akan tetapi, undang-undang

27

Mono Kelana, Op.Cit.hal. 88-95

Page 20: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

32

pokok Kepolisian hanyalah merupakan gejala saja dari adanya hukum kepolisian

oleh karena sebenarnya mengenai materinya lebih banyak lagi yang diatur di

dalam berbagai undang-undang (peraturan perundang-undangan).

Peraturan perundang-undangan yang bersifat materiil dapat kita sebut

misalnya : Keppres, Permen, Kepmen, dan pejabat-pejabat yang mendapat

delegasi wewenang tersebut.

b. Kebiasaan Praktek Kepolisian

Hukum kebiasaan ialah himpunan kaidah-kaidah yang biarpun ditentukan

oleh badan-badan perundang-undangan, dalam suasana yang nyata ditaati juga

oleh karena orang sanggup menerima kaidah-kaidah itu sebagai hukum.

Kebiasaan praktek kepolisian juga membentuk hukum kepolisian. Sangat

sering terjadi hal-hal yang dihadapi oleh polisi yang tidak berdasarkan peraturan-

peraturan formil, tindakan-tindakan polisi itu sesuai dengan hakekat hukum atau

jiwa dari undang-undang, sehingga merupakan kebiasaan praktek kepolisian

yang secara sosiologis diterima. Misalnya tindakan polisi sebagai “pendamai”

dalam perkara-perkara kegaduhan untuk mencegah gangguan keamanan yang

lebih berarti. Selain contoh tersebut, dapat dikemukakan pula misalnya tindakan

polisi mendamaikan perkara “perkelahian satu lawan satu”.

Kebiasaan praktek kepolisian ini, terutama dimungkinkan dipakainya asas

oportunitas dimana pelaksanaan wewenang polisi tidak didasarkan kepada

peraturan, akan tetapi didasarkan terutama kepada kewajiban (plichtmatigheid).

Page 21: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

33

c. Traktat

Di dalam hukum kepolisian, maka sebagai sumber hukum, traktat memuat

tentang syarat-syarat dan kewajiban negara anggota di dalam tugas-tugas

pemberantasan kejahatan internasional. Kemudian mengatur pula tentang

prosedur dan hubungan badan-badan kepolisian antar negara, serta persoalan-

persoalan yang menyangkut ekstradisi. Tiap-tiap traktat yang diadakan sudah

tentu memuat isi yang berbeda, dan ini tergantung dari traktat itu tadi.

Jadi, dengan demikian ternyata bahwa traktat merupakan sumber hukum

kepolisiam untuk hubungan internasional. Dari uraian ini terlihat adanya

singgungan antara hukum Kepolisian dan hukum publik internasional (Hukum

Antar Negara)

d. Jurisprudensi

Dengan menyebut Jurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum

kepolisian, maka hal ini berarti hukum kepolisian, memberikan tempat yang

penting bagi keputusan hakim.

Dengan demikian, berarti bahwa pengembangan hukum kepolisian antara

lain juga berada di pundak para hakim. Akan tetapi keputusan hakim baru bisa

terjadi bila perkara sampai di pengadilan, sehingga dalam hal ini turut

menentukan juga faktor kesadaran hukum dari masyarakat dan pandangan serta

perhatian masyarakat terhadap polisinya. Masyarakat yang mempunyai tingkat

kesadaran hukum yang cukup tinggi segera akan memberikan reaksi terhadap

Page 22: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

34

tindakan polisi yang “anrechmatig” dan segera pula perkara itu akan diajukan ke

pengadilan agar supaya hakim menilai dan memutuskan perkara itu.

e. Ilmu Pengetahuan

Anggapan atau pendapat ahli ilmu pengetahuan hukum dan ahli kepolisian

yang terkenal juga mempunyai kewibawaan. Di dalam Jurisprudensi dapat

diketahui bahwa hakim itu sering berpegangan pada anggapan sarjana hukum

dan beberapa sarjana hukum yang terkenal.

Perumusan-perumusan yang tidak terdapat dalam undang-undang bisa juga

dicari di dalam dunia ilmu pengetahuan, yaitu dengan mendasarkan pada

pendapat para sarjana.

Anggapan atau pendapat ahli hukum dan ahli kepolisian akan lebih sangat

berguna apabila anggapan tesebut menentukan tentang bagaimana seharusnya.

Pendapat ahli hukum dan ahli kepolisian mendasari juga kebiasaan praktek

kepolisian oleh karena pada umumnya apabila tidak terdapat dalam peraturan,

keputusan pejabat kepolisian berpegang pada pendapat tersebut sehingga kalau

secara berulang-ulang diikuti, dapat membentuk hukum kepolisian kebiasan.

3. Asas-asas Hukum Kepolisian.

Berbeda dengan The Nine principles of Police di Inggris yang hanya

merupakan pangkal tolak dan sumber dari segala peraturan kepolisian Inggris,

maka di Indonesia “Tri Brata” sebagai asas, selain merupakan pangkal tolak dan

sumber darimana mengalir kaidah dan garis hukum, dia juga merupakan

Page 23: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

35

pedoman hidup kepolisian oleh karena asas-asas yang tersimpul di dalamnya

mempunyai hubungan luas dengan kehidupan kepolisian28

. Seperti diketahui

asas-asas yang tersimpul dalam “Tri Brata” adalah :

1. Polisi ialah abdi utama dari nusa dan bangsa;

2. Polisi ialah warga negara utama; dan

3. Polisi ialah wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat.

Jadi, dengan demikian “ Tri Brata” sebagai asas hukum kepolisian Indonesia

tidak saja merupakan patokan-patokan dan batu ujian bagi kaidah-kaidah

kepolisian, akan tetapi juga mengenai kehidupan kejiwaan dari organ polisi,

sehingga mempunyai daya paksa dari dalam untuk menjauhkan pejabat polisi

dari penyelewengan dalam bentuk apapun. Dapat juga dikatakan bahwa “Tri

Brata” merupakan sumber dari kode etik profesi Kepolisian.

Selain tri brata yang merupakan pedoman hidup, kepolisian Indonesia

mempunyai pula “Catur Prasatya” yang merupakan pedoman karya kepolisian,

yang langsung berhubungan dengan pelaksanaan tugas polisi sehari-hari. Di

dalam “Catur Prasatya” itu dinyatakan bahwa :

1. Satya Haprabu atau setia kepada pimpinan negara,

2. Hanyaken Musuh atau menghancurkan musuh,

3. Gineung Pratidina atau mengangung-agungkan negara pada tiap saat,

4. Tansa Tresna atau tiada terikat oleh hal sesuatu, kecuali oleh tugas

masing-masing.

28

Ibid.hal 95-100

Page 24: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

36

Di Indonesia, dikenal dengan asas-asas hukum kepolisian menurut

tingkatannya itu :

1. Sapta Marga;

2. Tri brata;

3. Catur Prasetya.

Selain itu, dikenal pula asas-asas pelaksanaan wewenang polisi berupa :

a. Asas Legalitas, ialah asas dimana setiap tindakan polisi harus

didasarkan kepada undang-undang atau peraturan perundang-

undangan. Jika tidak, maka dikatakan bahwa tindakan polisi itu

melawan hukum (onrechtmatig). ; dan

b. Asas Plichmatigheid, ialah asas dimana polisi sudah dianggap sah

berdasarkan atau bersumber kepada keamanan umum. Jadi, kalau

polisi diberi kewajiban untuk memelihara ketertiban dan keamanan

umum, maka untuk asas plichmatigheid ini bisa dijadikan dasar

melakukan tindakan-tindakan. Jadi jelasnya polisi bisa bertindak

menurut penilaiannya sendiri, asal untuk memelihara ketertiban dan

keamanan umum. Asas ini bisa dikaitkan dengan “diskresi”.

Page 25: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

37

4. Obyek Hukum Kepolisian.

Tugas polisi sebagai obyek, diatur dan ditentukan oleh hukum kepolisian

mengenai lapangan-lapangan pekerjaan tertentu dan dengan batas-batas tertentu

pula sebagai tugas polisi29

.

Dalam rangka pengaturan tugas ini, maka diadakan juga pemisahan antara

tugas polisi dalam arti luas, yaitu “menjamin tata tertib dan keamanan”, dan

tugas polisi dalam arti sempit “menjamin hukum yang berlaku bagi rakyat”.

Di samping itu, diadakan juga pembedaan (bukan pemisahan) antara tugas

polisi represif dan tugas polisi prevensif.

Dapat dikatakan bahwa bagian hukum kepolisian mengatur tentang tugas ini

merupakan bagian yang mengenai kompetensi kepolisian dan mengatur

kepolisian dalam keadan diam, sehingga bagian ini dikatakan juga sebagai

“hukum kepolisian diam”

Adapula organ yang memberi wewenang yang umum ada juga yang khusus.

Demikianlah dapat kita lihat adanya bagian hukum kepolisian yang

mengatur tentang organisasi dari badan-badan yang melakukan tugas polisi.

Dikenal pula pembedaan antara polisi umum dan polisi khusus.

Maka ditinjau dari segi organ sebagai obyek dapat diadakan pembagian

dalam hukum kepolisian dalam arti luas yaitu meliputi semua badan-badan

kepolisian dan hukum kepolisian dalam arti sempit yang hanya mengenai

kepolisian negara saja (polisi umum).

29

Ibid hal. 100-102

Page 26: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

38

Bidang hukum kepolisian yang mengatur tentang organ ini masih termasuk

dalam pembagian “hukum kepolisian diam”. Oleh karena mengatur kepolisian

tidak dalam keadaan melaksanakan tugasnya. Bila organ kepolisisan

melaksanakan tugasnya, maka berarti organ tersebut sudah bergerak, sehingga

timbullah hubungan antara organ dan tugas.

Hubungan itu adalah berupa “pelaksanaan” hukum kepolisian mengatur

hubungan tersebut dalam arti bahwa hukum kepolisian mengatur tentang

bagaimana organ atau pejabat polisi melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Dalam arti yang demikian, dikatakan sebagai “ hukum kepolisian bergerak”.

D. Penegakan hukum penal dan non penal.

1. Kebijakan hukum pidana (Penal) .

Penal dapat diartikan sebagai ditangkap, diproses secara hukum oleh aparat

kepolisian. Istilah ”kebijakan” berasal dari bahasa Inggris ”policy” atau bahasa

Belanda ”politiek Istilah ini dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata

”politik”, oleh karena itu kebijakan hukum pidana biasa juga disebut juga politik

hukum pidana30

. Mengenai kebijakan hukum pidana, Solly Lubis menyatakan

bahwa politik hukum adalah kebijaksanaan politik yang menentukan peraturan

hukum apa yang seharusnya berlaku untuk mengatur berbagai hal kehidupan

bermasyarakat dan bernegara31

. Mahfud MD juga memberikan defenisi politik

hukum sebagai kebijakan mengenai hukum yang akan atau telah dilaksanakan

30

Mahmud Mulyadi, Criminal Policy,.., Ibid, hlm 65. 31

Solly Lubis, Serba Serbi Politik dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1989, hlm. 159.

Page 27: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

39

secara nasional oleh pemerintah, hal ini juga mencakup pula pengertian tentang

bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi

kekuatan yang ada dibelakang pembuatan dan penegakan hukum itu. Secara

konteks hukum tidak bisa hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersifat

imperatif, melainkan harus dipandang sebagai subsitem yang dalam kenyataannya

bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan

materinya (pasal-pasal), maupun dalam penegakannya32

.

Mulder mengemukakan secara rinci tentang ruang lingkup politik hukum pidana

yang menurutnya bahwa politik hukum pidana adalah garis kebijakan untuk

menentukan33

:

a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu dilakukan

perubahan atau diperbaharui.

b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya kejahatan.

c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana

harus dilaksanakan.

2. Kebijakan di Luar Hukum Pidana (Non-Penal Policy)

Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih bersifat

tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan, oleh karena itu, sasaran

utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan

yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara

32

Mahfud M.D, Politik hukum di Indonesia, Jakarta, LP3ES,1998, hlm. 1-2. 33

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 28.

Page 28: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

40

langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kejahatan.dengan demikian

dilihat dari kebijakan penanggulangan kejahatan, maka usaha-usaha non penal ini

mempunyai kedudukan yang strategis dan memegang peranan penting yang harus

diintensifkan dan diefektifkan34

.

Secara universal dalam hal penanggulangan kejahatan, pada Kongres PBB ke-

8 tahun 1990 tentang the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders

yang belangsung di Havana, Cuba, menekankan pentingnya aspek sosial dari

kebijakan pembangunan yang merupakan suatu faktor penting dalam pencapaian

strategi pencegahan kejahatan dan peradilan pidana, oleh karena aspek-aspek

sosial dalam konteks pembangunan ini harus mendapat prioritas utama. Kongres

ke-8 ini juga berhasil mengidentifikasi berbagai aspek social yang ditengarai

sebagai faktor-faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan. Hal ini disebutkan

dalam Dokumen A/CONF. 144/L.3, yaitu sebagai berikut35

. :

1. kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan, ketiadaan perumahan yang layak

dan sistem pendidikan serta pelatihan yang tidak cocok;

2. meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan)

karena proses integrasi sosial dan karena memburuknya ketimpangan-

ketimpangan sosial;

3. mengendornya ikatan sosial dan keluarga;

34

Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum pidana (Perkembangan Penyusunan KUHP Baru), Jakarta, Kencana, 2008, (Selanjutnya disebut Buku III), hlm. 33. 35

Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm. 57.

Page 29: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

41

4. keadaan-keadaan atau kondisi yang menyulitkan bagi orang yang berimigrasi

ke kota-kota atau ke negara-negara lain;

5. rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya

rasisme dan diskriminasi menyebabkan kelemahan di bidang sosial, kesejahteraan

dan lingkungan pekerjaan;

6. menurunnya atau mundurnya kualitas lingkungan perkotaan yang mendorong

peningkatan kejahatan dan tidak cukupnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas

lingkungan kehidupan bertetangga;

7. kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk

berintegrasi sebagaimana mestinya di dalam lingkungan masyarakatnya, di

lingkungan keluarga, tempat pekerjaannya atau dilingkungan sekolahnya;

8. penyalahgunan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga

diperluas karena faktor-faktor yang disebut di atas;

9. meluasnya aktifitas kejahatan yang terorganisir, khususnya perdagangan obat

bius dan penadahan barang-barang curian;

10. dorongan-dorongan (khususnya oleh media massa) mengenai ide-ide dan

sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau

sikap-sikap tidak toleran.

Pendekatan non penal menurut Hoefnagels adalah pendekatan pencegahan

kejahatan tanpa menggunakan sarana pemidanaan, yaitu antara lain perencanaan

kesehatan mental masyarakat, kesehatan mental masyarakat secara nasional,

social worker and child welfare (kesejahteraan anak dan pekerja sosial), serta

Page 30: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

42

penggunaan hukum civil dan hukum administrasi36

Pendidikan melalui lembaga

sekolah dapat menggunakan pengaruhnya untuk mencegah terjadinya kejahatan

kepada siswa-siswanya melalui peningkatan kepekaan siswa terhadap lingkungan

kehidupannya, baik keluarga, kelompok belajar, maupun lingkungan tempat

tinggalnya. Lebih dari itu sekolah harus melibatkan diri dalam penanggulangan

kejahatan mulai dari tahun-tahun ajaran baru dengan cara mendata secara

komprehensif informasi tentang siswa, baik berupa identitas dan latar belakang

kehidupan mereka, dengan demikian diharapkan sekolah dapat merumuskan

kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswanya.

Non-Penal dapat diartikan sebagai sosialisasi kepada masyarakat di sembir,

supaya meninggalkan pekerjaan yang berkaitan dengan Pasal 296 KUHP.

E. Unit Amatan dan hasil Analisis

Unit amatan adalah sesuatu yang dijadikan sumber untuk memperoleh data

dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang satuan analisis.

Dalam penelitian ini yang dijadikan Unit Amatan adalah Penegakan Hukum

Terhadap Prostitusi.

Terkait dengan topik penelitian penulis, yaitu prostitusi di daerah Salatiga,

Penegakan hukum mempunyai peranan strategis dalam penerapan hukum atau

efektivitas suatu aturan hukum. Penegak hukum atau orang yang bertugas

menerapkan hukum mencangkup ruang dan lingkup yang sangat luas. Sebab,

menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya didalam

36

Mahmud Mulyadi, Criminal Policy,.., Ibid, hlm 58.

Page 31: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

43

melaksanakan tugas penerapan hukum, petugas harus memiliki suatu pedoman

salah satunya peraturan tertulis tertentu yang mencangkup ruang dan lingkup

tugasnya, dan langkah yang diambil oleh polres salatiga dalam menangani kasus

ini adalah supaya prostitusi yang ada di Salatiga ini khususnya di daerah sembir

tidak mengganggu ketertiban, menjaga ketentraman dan keamanan di dalam

masyarakat.

praktek prostitusi telah ada di daerah Salatiga kelurahan Sarirejo yang

dikenal dengan sebutan Sembir. Tempat prostitusi ini umumnya terdiri dari

rumah-rumah kecil yang dikelola oleh mucikari atau germo yang dulunya sering

digunakan masyarakat sekitar untuk melakukan hubungan intim (seks). Peraturan

daerah (perda) yang melarang segala bentuk pelacuran di Salatiga masih berlaku.

Bahkan pada 1937 di masa kolonial, dalam perda tersebut sudah disebutkan Ver

Ordening Ter Beteugeling Van De Straat Prostitue (peraturan yang membatasi

prostitusi). Dua tahun kemudian diperbarui menjadi Salatigase Bordeel

Verorneing Dua ketetapan itu dipertegas pada era kemerdekaan dengan Perda

Nomor 62 Tahun 1954. Perda terakhir ini hingga sekarang belum pernah direvisi,

diubah ataupun diganti sehingga masih tetap berlaku. Terakhir terdapat

Keputusan Wali Kota Madya Nomor 462.3/328/1998 tanggal 1 Juli 1998 tentang

Penghentian dan Penghapusan Segala Bentuk Kegiatan Tuna Susila dan Usaha

Rehabilitasi serta Resosialisasi dalam Sistem Lokalisasi di Sarirejo37

.

37

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/04/16/183339/Penataan-Sarirejo-

Jangan-Rugikan-Siapa-pun

Page 32: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

44

Pada kenyataannya, pada tahun 2011 setelah adanya Peraturan Daerah

(Perda) nomor 4 tahun 2011 pasal 2 dan pasal 3 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Salatiga adalah menjadikan kota Salatiga sebagai alat operasional

pelaksanaan pembangunan di wilayah kota Salatiga, menjadikan pedoman untuk

memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Salatiga,

mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan perkembangan wilayah

kota Salatiga serta keserasian, memberikan arahan bagi penyusunan indikasi

program utama dalam RTRW kota, pengarahan lokasi investasi yang

dilaksanakan Pemerintah dan/atau masyarakat dan penetapan ketentuan

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota38

.

Pemerintah telah merubah tempat tersebut yang dulunya menjadi tempat

prostitusi di daerah sarirejo ini yang kini dikenal atau dijuluki oleh masyarakat

setempat sebagai tempat untuk wisata karaoke bagi masyarakat di daerah

salatiga. Tetapi masih saja disalahgunakan oleh masyarakat untuk melakukan

hubungan intim (seks), dimana masyarakat sekitar daerah salatiga ini melihat

bahwa selain mereka yang bekerja sebagai pemandu karaoke ada juga sebagian

dari mereka yang menjajahkan dirinya untuk melakukan hubungan intim kepada

setiap orang yang ingin melakukan hubungan intim.

Prostitusi dapat diartikan juga sebagai perbuatan cabul oleh orang lain dengan

orang lain dan menjadikannya sebagai pekerjaan atau kebisaan. Dengan

demikian, pelaku prostitusi melakukan perbuatan tersebut selain untuk memenuhi

38

Peraturan daerah kota salatia nomor 4 tahun 2011,tentang rencana tata Ruang Wilayah kota Salatiga

Page 33: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

45

kebutuhan seksnya, juga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Prostitusi di kenal juga sebagai penyakit sosial yang hidup di tengah-tengah

masyarakat, yang keberadaannya seperti kebiasaan manusia pada umumnya dan

terus berkembang dalam bentuk-bentuk tindakan prostitusi itu sendiri.

Jika menilik soal Pasal 296 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan

sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan

orang lain dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam

dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana dengan

denda paling banyak lima belas ribu rupiah”, maka penulis dapat mengambil

kesimpulan, bahwa sebagai penegak hukum Kepolisian Salatiga sudah

semestinya mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menangani masalah-

masalah yang ada, seperti kasus prostitusi di Salatiga ini. Sebagaimana telah

dijelaskan dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (4 dan 5),

perihal Tugas dan Tanggung Jawab Kepolisian adalah memelihara ketertiban dan

menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan

juga menjaga kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat

terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan

nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya

hukum, serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina

serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,

Page 34: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

46

mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-

bentuk gangguan lainya yang dapat meresahkan masyarakat39

Polisi dalam menangani kasus prostitusi ini belum sepenuhnya maksimal

dikarenakan masih ada juga tempat-tempat karaoke yang sering menjadikan

tempat tersebut sebagai tempat prostitusi secara tersembunyi yang belum

diketahui oleh pihak kepolisian, dan kepolisian harus lebih sigap dan siap untuk

mengatasi kasus prostitusi di daerah salatiga ini khususnya di kelurahan sidorejo

agar praktek prostitusi tidak terjadi lagi dan tidak menggangu kenyamanan dan

ketertiban masyarakat salatiga khususnya, dan dapat menciptakan iklim yang

kondusif dan sesuai dengan asas Tri Brata dan Catur Prasatya kepolisian.

1. Hasil Wawancara

Dari hasil penelitian melalui wawancara yang diberikan oleh AIPTU Asroni

S.H tentang tindak pidana prostitusi di Salatiga khususnya di daerah Sidorejo,

penulis kembali melakukan wawancara terhadap beliau. Adapun, beliau

menjelaskan tindakan hukum yang dilakukan polres Salatiga dalam

menanggulangi masalah prostitusi di salatiga khususnya di lokalisasi Sarirejo :

1. Tindakan pencegahan, memberikan penyuluhan dengan mengadakan

seminar tentang dampak negatif penyakit masyarakat seperti HIV

AIDS, agar tidak melakukan perbuatan tindak susila di daerah

Salatiga.

39

Undang-Undang Republik Indonesia No.2 tahun 2002 pasal 1 ayat 4 dan 5, tentang kepolisian Republik Indonesia.

Page 35: BAB II PEMBAHASAN · 2016. 8. 30. · Salah satu unsur pidana kesusilaan ini adalah subjek-subjek yang mempunyai peranan langsung dalam pelacuran. Subjek-subjek tersebut diantaranya

47

2. Terkait dengan tugas dan wewenang kepolisan sebagai aparat penegak

hukum, maka pihak kepolisian memberikan sanksi yang sesuai

dengan amanat pasal 296 KUHP ini, dan kepada pelaku yang

menyebabkan atau memudahkan perbuatan tindak pidana dimaksud

akan ditindak tegas40

.

40

Hasil Wawancara AIPTU Asroni S.H Kanit PPA, pada tanggal 12 september 2014