bab ii perbaikan.doc
TRANSCRIPT
BAB II
DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
A. Kinerja Dosen
Kata kinerja (performance) mempunyai arti pekerjaan,
perbuatan, atau unjuk kerja.1 Qomari Anwar mendefinisikan
kinerja sebagai penampilan perilaku kerja yang ditandai oleh
keluwesan gerak, ritual, dan urutan kerja sesuai prosedur
sehingga diperoleh hasil yang memenuhi syarat kualitas,
kecepatan dan jumlah. Robbin mengemukakan bahwa kinerja
adalah ukuran kerja yang dilakukan dengan menggunakan
kriteria yang disetujui bersama.2 Dalam istilah ilmu administrasi,
kinerja dapat diartikan sebagai ukuran kesuksesan dalam
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan
sebelumnya.3
Dilihat dari karakteristik personel, kinerja meliputi
kemampuan, keterampilan, kepribadian, dan motivasi untuk
melaksanakan tugas dengan baik.4
Dari beberapa pengertian di atas, jika dihubungkan
dengan kinerja dosen dapat dikatakan bahwa, kinerja dosen
berhubungan dengan perilaku dosen yaitu berbagai
aktivitasnya dalam proses instruksional yang berkaitan dengan
tanggung jawab dan tugasnya sebagai tenaga pendidik.
Sebagaimana yang dituangkan dalam Undang-Undang No.14
Tahun 2005 pasal 1, disebutkan bahwa dosen adalah pendidik
1 Saiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), h. 179.
22 Qomari Anwar, Manajemen Strategik Pengembangan SDM Perguruan Tinggi (Jakarta: Uhamka Press, 2004), h. 87.
3 Sagala, Manajemen Strategik, h. 179.44 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, terj. Hadyana Pujaatmaja
(Jakarta: PT. Prenhlindo, 1996) h. 214.
17
professional dan ilmuan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebar luaskan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.5
Peranan dosen yang profesional benar-benar ditantang
untuk menyelenggarakannya pendidikan yang efektif. Dosen
tidak hanya sekedar mengajari mahasiswa menghafal dan
mengingat tetapi justru perlu sampai pada tingkat proses
pemikiran lebih tinggi seperti menganalisis, sintesis, evaluasi,
kemampuan membuat predikisi, berfikir kreatif serta sikap
terbuka mengatasi masalah-masalah yang tidak terduga atau
bukan terstruktur.6
Fungsi dan peranan dosen sangat strategis dalam
mengembangkan kreativitas mahasiswa di kampus sebagai
penerus generasi bangsa. Dosen tidak saja mempunyai tugas
mengajar, melainkan mendidik baik di dalam kampus maupun di
luar kampus, ia harus dapat menjadi penyuluh masyarakat.7
Dalam melaksanakan tugasnya, guru/ dosen tidak hanya
menguasai bahan ajar dan mempunyai keahlian teknis edukatif,
tetapi harus memiliki kepribadian dan integritas yang dapat
diandalkan sehingga dapat menjadi sosok anutan bagi peserta
didik, keluarga, maupun masyarakat.8
Kinerja pendidikan yang efektif hanya mungkin terwujud
apabila para dosen mendapatkan peluang yang besar untuk
memberdayakan dirinya dalam nuansa paradigma pendidikan,
dan bukan dalam paradigma birokratis yang kaku atau
5 Departemen Agama RI, Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Ditjen Pend. Agama Islam, 2007), Pasal 1.
6 Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 28.
7 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, cet. 5 (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 40.
8 Sagala, Manajemen Strategik, h. 99.
18
paradigma lainnya. Manajemen guru/ dosen harus menempatkan
guru/ dosen dalam posisi yang tepat sebagai insan pendidikan
dan keseluruhan penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Hak-hak
asasi dosen sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan,
anggota masyarakat dan warga negara perlu mendapatkan
prioritas dalam reformasi pendidikan. Guru/ dosen harus
menempati posisi sentral dalam arti pemberdayaan secara
profesional dan proporsional sebagai insan pendidikan yang
harus lebih diperankan sebagai subjek dan bukan objek dengan
diperlakukan sebagai mitra dan bukan bawahan.9 Mochtar
Bukhari dalam Abudin Nata mengatakan bahwa yang akan dapat
memperbaiki situasi pendidikan pada akhirnya berpulang pada
guru/ dosen yang sehari-hari bekerja di lapangan, mulai dari
guru/ dosen TK sampai guru besar.10
Profesi dosen merupakan profesi yang mulia di sisi Allah
karena berfungsi menyebarluaskan dan mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada orang lain.11 memberikan bekal keilmuan
pada peserta didiknya. Allah Swt berfirman dalam surat al-
Mujadilah ayat 11:
هللايرفع الذين امنوا منكم و الذين اوتوا العلم
درجتArtinya: “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa
derajat”.12
9 A. Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa (Jakarta: Renaisan, 2004), h. 78.
10 Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), h. 132.
11 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah: Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik (Bandung: Cita Pustakamedia, 2006), h. 133.
12 Q. S. Al-Mujadilah/ 58: 11.
19
Dalam kitab tafsir al-bagwa ayat di atas ditafsirkan sebagai
berikut: Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang
beriman yaitu mereka yang ta`at kepada Allah dan rasul-Nya dan
berdirinya mereka dari tempat duduk mereka dan kelapangan
mereka untuk saudara mereka, serta orang-orang mukmin yang
dengan segenap amal mereka dan upaya mereka dalam meraih
pengetahuan dengan kemuliaan yang tinggi.13
Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam ialah
penghargaan yang sangat tinggi terhadap guru/ dosen. Begitu
tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan
guru/ dosen setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Hal ini
disebabkan bahwa guru/ dosen selalu terkait dengan ilmu
(pengetahuan), sedangkan Islam sangat menghargai
pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan
tersebut antara lain digambarkan dalam hadis sebagai berikut:
(a) tinta ulama lebih berharga daripada darah syuhada, (b) orang
berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadah, yang
berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk
mengerjakan salat, bahkan melebihi kebaikan orang yang
berperang di jalan Allah, (c) apabila meninggal seorang alim,
maka terjadilah kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi
kecuali oleh seorang alim yang lain.14
Ditinjau dari ilmu pendidikan Islam, secara umum untuk
menjadi dosen yang baik harus memenuhi tanggung jawab yang
dibebankan padanya, dan hendaknya bertakwa kepada Allah,
berilmu, sehat jasmani dan rohaninya, baik akhlaknya,
bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.15 D.G. Amstrong
13 Abu Muhammad al-Husain Ibn Mas`ud, Tafsir al-Bagwa (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt), h. 282.
14 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, cet. 7 (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2007), h.76.
15 Daradjat, Ilmu Pendidikan, h. 40.
20
sebagaimana dikutip Nana Sudjana, membagi tugas utama dan
tanggung jawab dosen menjadi lima kategori: (1) tanggung
jawab dalam pengajaran, (2) tanggung jawab dalam memberikan
bimbingan, (3) tanggung jawab dalam mengembangkan
kurikulum, (4) tanggung jawab dalam mengembangkan profesi,
(5) tanggung jawab dalam membina hubungan dengan
masyarakat.16
Abdullah Nasih Ulwan juga turut membicarakan tanggung
jawab yang diemban dosen yaitu: (1) tanggung jawab pendidikan
iman, (2) tanggung jawab pendidikan akhlak, (3) tanggung jawab
pendidikan fisik, (4) tanggung jawab pendidikan intelektual, (5)
tanggung jawab pendidikan psikis, (6) tanggung jawab
pendidikan sosial, (7) tanggung jawab pendidikan seksual.17
Al-Ghazali dalam Hasan Asari menyebutkan ada delapan
tugas dan kewajiban dosen: (1) mencintai peserta didik dan
memperlakukannya seperti anak sendiri, (2) menganjurkan guru/
dosen untuk tidak mengutip bayaran apapun dari peserta
didiknya, dan tidak pula mengharapkan hadiah dari mereka (3)
mengenali sebaik mungkin latar belakang pengetahuan peserta
didiknya dalam bidang kajian tertentu, sehingga dia bisa
menentukan level yang sesuai untuknya (4) menasehati dan
tidak mencaci maki peserta didik yang bersalah, (5)
mengembangkan rasa hormat terhadap ilmu-ilmu di luar ilmu
yang ditekuninya, (6) mempertimbangkan daya tangkap peserta
didik dan mengajarnya berdasarkan daya tersebut, (7)
memberikan perhatian khusus pada peserta didik yang tertinggal
16 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, cet. 6 (Bandung: Sinar Baru, 2002), h. 15.
17 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam (Kairo: Dar al-Salam li al-Tiba`ah wa al-Nasyr wa al-Tauzy, 1981), h. 140.
21
dan memperlakukannya secara khusus pula, (8) menjadi contoh
teladan yang baik (uswah) bagi peserta didiknya.18
Tugas guru/ dosen menurut Muhammad Atiyah Al-Abrasyi
dalam Ahmad tafsir dikatakan bercampur dengan syarat dan
sifat guru/ dosen yaitu: (a) guru/ dosen harus mengetahui
karakter peserta didik, (b) guru/ dosen selalu berusaha
meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang
diajarkannya maupun cara mengajarkannya, (c) guru/ dosen
harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat yang berlawanan
dengan ilmu yang diajarkannya.19
Dalam menjalankan tugasnya sebagai guru/ dosen, maka
ia harus memiliki sifat-sifat yang baik sebagaimana diungkapkan
Al-Abrasyi dalam Ahmad Tafsir sebagai berikut: (a) zuhud, (b)
bersih tubuhnya, (c) bersih jiwanya, (d) tidak riya, (e) tidak
memendam rasa dengki dan iri hati, (f) tidak menyenangi
permusuhan, (g) ikhlas dalam menjalankan tugas, (h) sesuai
perbuatan dengan perkataan, (i) tidak malu mengakui
ketidaktahuan, (j) bijaksana, (k) tegas, (l) rendah hati, (m) lemah
lembut, (n) pemaaf, (o) sabar, (p berkepribadian, (q) tidak
merasa rendah diri, (r) mencintai peserta didiknya seperti anak
sendiri, (s) mengetahui karakter peserta didik.20
Nana Sudjana menyebutkan tugas dan tanggung jawab
dosen meliputi: (1) dosen sebagai pengajar, (2) dosen sebagai
pembimbing, (3) dosen sebagai administrator.21
Ahmad Tafsir mengelompokkan tugas utama dosen ke
dalam tiga hal, yaitu: (1) membuat persiapan mengajar, (2)
mengajar, (3) mengevaluasi hasil pengajaran.22
18 Asari, Menguak Sejarah, h. 133.19 Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 79.20 Ibid., h. 82. 21 Sudjana, Dasar-Dasar, h. 1522 Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 86.
22
Secara umum, konseptual unjuk kerja dosen mencakup
aspek-aspek: (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial,
(c) kemampuan personal.23
1. Kemampuan profesional mencakup:
a. Persoalan materi pelajaran yang terdiri dari atas
penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep
dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan.
b. Penguasaan dan penghayatan atas landasan kependidikan
dan keguruan.
2. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan
sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai dosen.
3. Kemampuan personal mencakup:
a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan
tugasnya sebagai dosen, dan terhadap keseluruhan situasi
pendidikan beserta unsur-unsurnya.
b. Pemahaman dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya
dianut oleh seorang dosen.
c. Upaya penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai
anutan dan teladan bagi peserta didikya.
Menurut Muhaimin24 seorang dosen dikatakan telah
mempunyai kemampuan profesional jika pada dirinya melekat
sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen,
sikap inovatif, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan
memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan
tuntutan zaman yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi
bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi
penerus yang akan hidup pada zaman yang akan datang.
23 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 191.
24 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat, 2003), h. 209.
23
Komitmen dosen terhadap profesi merupakan prasyarat
baginya untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi
secara efektif. Terdapat keragaman persepsi dosen mengenai
hakikat profesi dan tugas-tugas yang diembannya. Pertama,
sebagai dosen yang mempersepsikan tugas-tugas dan fungsi
yang harus dijalankan merupakan panggilan profesi. Persepsi ini
tercermin dalam sikap dan perilaku mereka terhadap tugas
pokok dan fungsi yang harus dijalankan, yaitu: (a) ada
pengakuan bahwa mereka menduduki posisi kunci dalam
keseluruhan proses Pendidikan Tenaga Kependidikan (PTK), (b)
dimensi-dimensi eksternal, struktural institusional, keterbatasan
sumber daya teknikal dan fasilitatif, dan kondisi masukan
mentah yang cenderung menjadi kendala proses pendidikan dan
pengajaran di LPTK dipersepsinya dapat ditanggulangi atau
direduksi, manakala ada komitmen yang kuat terhadap profesi,
(c) Loyalitas pada profesi lebih diutamakan daripada loyalitas
terhadap atasan, (d) proses pertumbuhan profesional secara
terus menerus dipersepsi sebagai hal yang niscaya selama
menjalankan tugas-tugas profesional baik dilembagakan oleh
institusi ataupun atas prakarsa pribadi, (e) imbalan atas prestasi
atau akses promosi mereka sebagai efek samping terhadap
loyalitas mereka terhadap profesi dan prestasi kerja aktual yang
dicapai, (f) hanya dengan usaha yang optimal derajat profesional
dapat dicapai, seperti mengintensifkan tugas-tugas
kertidarmaan, belajar mandiri secara terus-menerus, studi lanjut
hingga ke jenjang pendidikan tertinggi
Kedua, sebagian lagi mempersepsikan profesi yang
diemban identik dengan tugas-tugas institusional yang
digariskan oleh atasan dan yang melekat pada dirinya. Persepsi
ini tercermin dari sikap dan perilakunya di tingkat praktis: (a)
24
Loyalitas pada atasan dinilai sebagai suatu keharusan dan
cenderung diterima secara dogmatis, sedangkan loyalitas pada
pada profesi implisit di dalamnya. (b) dalam keseharian mereka
cenderung lebih bermental sebagai tenaga administratif
daripada sebagai tenaga fungdional, (c) prestasi ekonomi dan
kesempatan promosi dipersepsikan sebagai target, sehingga
sesekali terjadi “penghalalan” hal-hal yang bersifat fiktif,
misalnya: daftar hadir perkuliahan, penelitian dan pengabdian
pada masyarakat, penunjang tridarma, dan kecenderungan
plagiatisme, (d) dengan usaha yang moderat dalam hal belajar
mandiri dan melaksanakan tugas-tugas ketridarmaan derajat
profesional yang seharusnya mereka pandang tetap akan
tercapai, (e) pendidikan jenjang sarjana dianggap cukup untuk
mendidik calon guru/ dosen, sedangkan jenjang pendidikan
magister dan doktor dipersepsikan sebagai prestise atau
mengakses pekerjaan internal dan eksternal yang lebih luas dan
komprehensif.
Ketiga, ada juga yang mempersepsikan profesi dan tugas
yang diemban sebagai bagian dari aktivitas “manusia ekonomi”.
Persepsi ini tercermin pada sikap dan komitmen mereka pada
tingkat praktis, dimana pelaksanaan tugas-tugas tridarma
sebagai bagian dari usaha mendapatkan penghasilan tambahan,
mendapat kredit kenaikan pangkat dan memenuhi kewajiban
formal yang dibebankannya25
Dalam menjalankan proses pembelajaran, dosen yang
mempunyai kemampuan profesional diharapkan dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Menurut
Davis dan Thomas dalam Suyanto26 dosen yang efektif
25 Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, cet. 1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) h. 202.
26 Suyanto, Guru yang Profesional dan Efektif (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 27.
25
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, mempunyai
pengetahuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas yang
mencakup (1) memiliki keterampilan interpersonal khususnya
kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan terhadap
peserta didik, ketulusan, (2) menjalin hubungan yang baik
dengan peserta didik, (3) mampu menerima, mengakui dan
memperhatikan peserta didik secara ikhlas, (4) menunjukkan
minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, (5) mampu
menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerjasama dan
kohesivitas dalam dan antar kelompok peserta didik, (6) mampu
melibatkan peserta didik dalam mengorganisir dan
merencanakan kegiatan pembelajaran, (7) mampu
mendengarkan peserta didik dan menghargai haknya untuk
berbicara dalam setiap diskusi, (8) mampu meminimalkan friksi-
friksi di kelas. Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi
manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) mempunyai
kemampuan untuk menghadapi peserta didik yang tidak
mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan perhatian,
dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam
proses pembelajaran, (2) mampu bertanya atau memberikan
tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk
semua peserta didik. Ketiga, mempunyai kemampuan yang
terkait dengan pemberian umpan balik (feed back) dan
penguatan (reinforcement), yang terdiri atas (1) mampu
memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta
didik, (2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu
terhadap peserta didik yang lamban dalam belajar, (3) mampu
memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang
kurang memuaskan, (4) mampu memberikan bantuan
profesional kepada peserta didik jika diperlukan. Keempat,
26
mempunyai kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri
yang mencakup: (1) mampu menciptakan kurikulum dan metode
mengajar secara inovatif, (2) mampu memperluas dan
menambah pengetahuan mengenai metode-metode
pembelajaran, (3) mampu memanfaatkan perencanaan dosen
secara berkelompok untuk menciptakan dan mengembangkan
metode pembelajaran yang relevan.
Perencanaan mengajar menjadi suatu yang harus
dilaksanakan oleh setiap guru, baik dari guru TK hingga guru
besar. Perencanaan adalah penetaan langkah-langkah ke arah
tujuan. Perencanaan menjadi penting adanya sebab alokasi
waktu yang terbatas.
Adapun perencanaan mengajar, oleh guru/ dosen
meskipun tidak ditulis lengkap, seyogyanya meliputi: (1)
penentuan tujuan mengajar, (2) pemilihan materi sesuai dengan
waktu, (3) strategi optimum, (4) alat dan sumber, (5) kegiatan
belajar, (6) evaluasi.27
Dalam sistem dan proses pendidikan, dosen tetap
memegang peranan penting. Mahasiswa tidak mungkin belajar
sendiri tanpa bimbingan dosen yang mampu mengemban
tugasnya dengan baik.
Pelaksanaan kurikulum dalam sistem instruksional yang
telah didesain dengan sistematik membutuhkan tenaga guru/
dosen yang profesional. Guru/ dosen harus memenuhi
persyaratan, profesinya dan berkemauan tinggi untuk
mengembangkan potensi mahasiswannya secara optimal.
Kemampuan yang dituntut terhadap setiap guru/ dosen adalah
kemampuan-kemampuan yang sejalan dengan peranannya di
kampus. Peranan dosen tidak hanya bersifat administratif dan
27 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 85.
27
organisatoris, tetapi juga bersifat metodologis dan psikologis. Di
balik itu setiap guru/ dosen harus memiliki kemampuan
kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan-
kemampuan itu sangat penting demi keberhasilan tugas dan
fungsinya sejalan dengan tugas dan fungsi kampus sebagai
suatu sistem sosial.28
Guru/ dosen sebagai pendidik melakukan rekayasa
pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Dalam
tindakan tersebut guru/ dosen menggunakan asas pendidikan
maupun teori pendidikan. Guru/ dosen membuat desain
instruksional, mengacu pada desain ini agar para peserta didik
menyusun program pembelajaran di rumah dan bertanggung
jawab sendiri atas jadwal belajar yang dibuatnya.29
Dalam menjalankan tugasnya, dosen harus dapat
membentuk lingkungan yang kondusif bagi pengembangan diri
manusia, dengan memperhatikan aspek fisik dan mental. Hal ini
sesuai dengan ungkapan Al-Rasyidin bahwa pendidikan pada
dasarnya adalah satu proses penciptaan lingkungan yang
kondusif bagi pengembangan diri manusia, karena konstruksi
entitas kedirian manusia bukan hanya entitas fisik-biologis,
tetapi juga mental-psikologis, maka pendidikan harus
mengembangkan kedua entitas tersebut secara utuh, seimbang,
dan terintegrasi.30
Dosen yang bermutu pada dasarnya adalah dosen yang
menjalankan tugas secara bertanggung jawab. Dalam kaitan ini
Adi Widjaya dalam Saiful Sagala menjelaskan rasa tanggung
jawab dosen terletak pada adanya kemandirian dalam bentuk
28 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sisitem, cet. 9 (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 43.
29 Sagala, Manajemen Strategik, h. 99.30 Al-Rasyidin (ed.), Pendidikan dan Psikologi Islam (Bandung:
Citapustaka Media, 2007), h. xii.
28
kemampuan mengambil keputusan yang mengandung wibawa
pendidikan baik secara akademis maupun praktis.31 Sementara
itu Syaiful Sagala menekankan bahwa mutu dosen itu terletak
pada sikap dan kepribadian dalam melaksanakan Tridharma
Perguruan Tinggi serta penguasaan keahlian teknis.32 Berbagai
kemampuan merupakan dasar bagi keberhasilan dosen dalam
melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi. Penjabarannya
terdiri atas lima tugas institusional, yaitu pendidikan dan
pengajaran, penelitian, pengabdian pada masyarakat, bimbingan
dan organisasi manajemen.
Dosen yang profesional wajib memiliki kompetensi
profesional, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi
kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesional yang
diperoleh dari pendidikan profesi.33 Empat kompetensi ini juga
disebutkan oleh Syafruddin Nurdin sebagai kompetensi yang
tidak beleh tidak ada dalam diri setiap dosen upaya mengarah
pada profesionalismenya.34
Dalam kaitan tugas dan tanggung jawab dosen yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan pengajaran, meliputi:
(1) pembuatan persiapan mengajar, (2) pengajaran, (3) evaluasi
hasil belajar.35
Sebagai suatu profesi, pekerjaan mengajar di kampus
adalah pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Menurut J.
J. Cogan dalam Sagala keahlian tersebut meliputi (1) keahlian
untuk memandang dan mendekati masalah-masalah pendidikan
dari perspektif masyarakat global, (2) kemampuan untuk
31 Sagala, Manajemen Strategik, h. 103.32 M. F. Gaffar, Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi (Jakarta,
PPLPTK- Dirjen Dikti Depdikbud, 1987), h. 91.33 Departemen Agama RI, Undang-Undang, Pasal 45.34 Nurdin, Guru Profesional, 2005, h. 79. 35 Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 86.
29
bekerjasama dengan orang lain secara kooperatif dan
bertanggung jawab sesuai dengan peranan dan tugas dalam
masyarakat, (3) kapasitas kemampuan berpikir secara kritis dan
sistematis, (4) keinginan untuk meningkatkan kemampuan
intelektual sesuai dengan tuntutan zaman yang selalu berubah
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.36
Dosen sebagai pemimpin belajar agar mampu
menggerakkan dan sebagai motivator mahasiswa agar semangat
dalam belajar sehingga mahasiswa benar-benar dapat
menguuasai bidang ilmu yang diajarkan, bukan sekedar turut
mengikuti pelajaran, melainkan tidak mengetahui keilmuan yang
dibangun dalam mata kuliah yang dibawa dosen.37
Soedijarto menyatakan, agar peranan dosen dalam proses
belajar mengajar semakin berarti, ia harus dapat: (1) menguasai
materi pembelajaran secara baik, (2) menguasai dan dapat
merencanakan berbagai model pengajaran yang relevan dengan
bahan pelajaran dan tujuan pendidikan, (3) menguasai dan dapat
menggunakan atau mengembangkan berbagai jenis dan bentuk
evaluasi kemampuan belajar, (4) dapat menggunakan dan
menafsirkan hasil evaluasi kemampuan belajar untuk
kepentingan penilaian dan bimbingan belajar perserta didik, (5)
mengenal karakteristik peserta didik sebagai pelajar, (6)
memahami kedudukan dan peranan lembaga pendidikan dalam
keseluruhan proses pembangunan masyarakat dan manusia
seluruhnya.38
Dalam mengajar, dosen harus selalu menyadari bahwa
setiap program pembelajaran adalah suatu tahap penting dalam
36 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, cet. 3 (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 209.
37 Anwar, Manajemen Strategik, h. 27.38 Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu
(Jakarta: Balai Pustaka, 1992), h. 83.
30
upaya mencapai tujuan pembelajaran dan pada akhirnya
mencapai tujuan pendidikan. Dosen harus terampil mendesain
kurikulum menjadi bahan ajar dengan menempatkan pada
alokasi waktu yang tersedia. Untuk itu, dosen harus mempunyai
kemampuan menggunakan berbagai pendekatan dan metode
mengajar serta teknik evaluasi untuk mengukur kemampuan
belajar mahasiswanya. Kemampuan dan keterampilan ini
menggambarkan kompetensi dosen sebagai tenaga profesional.
Spesialisasi dan profesionalisasi dalam pengajaran untuk
mengembangkan kompetensi sejalan dengan sepuluh
kemampuan dasar dosen, yaitu: (1) menguasai landasan-
landasan kependidikan, (2) menguasai bahan pelajaran, (3)
kemampuan mengelola program belajar mengajar, (4)
kemampuan mengelola kelas, (5) kemampuan mengelola
interaksi belajar mengajar, (6) menilai hasil belajar mahasiswa,
(7) kemampuan mengenal dan menterjemahkan kurikulum, (8)
mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, (9)
memahami prinsip-prinsip dan hasil pengajaran, (10) mengenal
dan menyelenggarakan administrasi pendidikan.39
Hak senada juga dikemukakan oleh A. Muri Yusuf dan
Rochman Natawijaya dalam Nurdin, mereka sepakat mengatakan
bahwa dalam hal-hal yang berkaitan dengan tugas mengajar
maka dosen harus memiliki 10 kemampuan dasar/ kompetensi
yaitu: (1) menguasai bahan yang diajarkan, (2) mengelola
program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4)
menggunakan media, (5) menguasai landasan-landasan
kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7)
menilai prestasi belajar mahasiswa, (8) mengenal fungsi dan
program bimbingan dan penyuluhan, (9) mengenal dan
39 Sagala, Administrasi Pendidikan, h. 210.
31
menyelenggarakan administrasi, (10) memahami prinsip-prinsip
dan menafsirkan hasil penelitian.40
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan
dikuasai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas
keprofesionala
Sudarwan Danim mengemukakan dalam upaya
menjalankan tugas-tugas secara efektif dan efisien, guru/ dosen
harus memiliki kompetensi tertentu: (a) memiliki
kepribadian ideal ideal sebagai guru/ dosen, (b) penguasaan
landasan kepribadian, (c) menguasai bahan pengajaran, (d)
kemampuan menyusun program pengajaran, (e) kemampuan
melaksanakan program pengajaran, (f) kemampuan menilai hasil
dan proses belajar-mengajar, (g) kemampuan
menyelenggarakan program bimbingan, (h) kemampuan
menyelenggarakan administrasi sekolah, (i) kemauan
bekerjasama dengan sejawat dan masyarakat, (j) kemampuan
menyelenggarakan penelitian.41
Nana Sudjana juga mengemukakan sepuluh kompetensi
guru/ dosen yang harus dipenuhi: (a) menguasaii bahan ajar, (b)
mengelola program belajar-mengajar, (c) mengelola kelas, (d)
menggunakan media atau sumber belajar, (e) menguasai
landasan kependidikan, (f) mengelola interaksi belajar-mengajar,
(g) menilai prestasi belajar-mengajar, (h) mengenal fungsi dan
layanan bimbingan penyuluhan, (i) mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah, (j) memahami dan
menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.42
40 Nurdin, Guru Profesional, h. 80.41 Danim, Agenda Pembaruan, h. 198.42 Sudjana, Dasar-Dasar, h. 19
32
Jika ditelaah seluruh (10) kompetensi di atas, maka
delapan diantaranya diarahkan pada kompetensi guru/ dosen
sebagai pengajar. Dapat pula disimpulkan bahwa sepuluh
kompetensi tersebut hanya mencakup kompetensi pada bidang
kognitif dan perilaku, kompetensi sikap khususnya sikap
profesional guru/ dosen tidak nampak.
Sebagai kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan
potensi mahasiswa yang sedang mengalami perkembangan,
maka seorang dosen harus benar-benar profesional dalam
pelaksanaan tugasnya. Dengan kata lain jiwa dan semangat
seorang dosen yang mempunyai keahlian dan mengutamakan
untuk mengabdi kepada nilai-nilai kemanusiaan melalui
pembelajaran di kampus.
Ada beberapa alasan rasional dan empirik sehingga tugas
mengajar disebut sebagai profesi, yaitu: (1) bidang tugas dosen
memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang
mantap dan pengabdian yang baik. Pelaksanaan tugas mengajar
dilakukan atas dasar sistem, (2) bidang pekerjaan mengajar
memerlukan dukungan ilmu teoretis pendidikan dan mengajar,
(3) bidang pendidikan ini memerlukan waktu yang lama dalam
masa pendidikan dan latihan, sejak pendidikan dasar sampai
pendidikan tenaga keguruan.43
Volmer dan Mills dalam Syaiful Sagala menyatakan bahwa
profesi adalah Sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual
yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan untuk
mensuplay keterampilan melalui pelayanan dan bimbingan pada
orang lain untuk mendapatkan bayaran (fee) atau gaji.44
43 Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, h. 34. 44 Penulisan nama awal Volmer dan Mills dalam buku tersebut tidak
diketemukan nama aslinya, hanya nama penggalan seperti yang penulis kemukakan. Lihat Sagala, Administrasi Pendidikan, h. 195.
33
Mc. Cully dalam Syafruddin Nurdin menyatakan: profession
is a vocation in which professed konowledge of some department
of learning or science is used in its application to the affairs of
other or in the practice of atr founded upon it.45 Disini dipahami
bahwa profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian dan pelatihan khusus dengan tujuan
memberikan layanan dengan keahliannya kepada orang lain
dengan imbalan dan gaji tertentu.
Sadikun Pribadi dalam Hamalik mengemukakan bahwa
profesi adalah suatu pernyataan atau janji terbuka bahwa
seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau
pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa
terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.46
Suatu profesi bukan bermaksud untuk mencari keuntungan
bagi dirinya sendiri, baik dalam arti ekonomis maupun dalam arti
psikis, tetapi untuk pengabdian pada masyarakat.47
Menurut W. Tailor dalam Hamalik peranan dosen dapat
ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas,
dosen mengemban peranan-peranan sebagai ukuran kognitif,
sebagai agen moral, sebagai inovator dan kooperatif. Dalam
proses pengajaran di kampus (di kelas) peranan dosen lebih
spesifik sifatnya dalam pengertian yang sempit yaitu dalam
hubungan proses belajar mengajar. Dalam pengertian ini
peranan dosen sekaligus sebagai fasilitator belajar, yang
meliputi: (a) dosen sebagai teladan, (b) dosen sebagai
perencana, (c) dosen sebagai peramal, (d) dosen sebagai
45 Nurdin, Guru Profesional, h. 13.46 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi, cet. 1 (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 2.47 Hamalik, Pendidikan Guru, h. 2.
34
pemimpin, (e) dosen sebagai penunjuk jalan atau sebagai
pembimbing ke arah pusat-pusat belajar.48
Guru/ dosen secara pribadi dan bersama-sama
berkewajiban untuk mengembangkan, meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.49
Sikap profesional dosen yang berhubungan dengan
profesinya memiliki tujuh poin penting yaitu sikap profesional
terhadap: (1) peraturan perundang-undangan, (2) organisasi
profesi, (3) teman sejawat, (4) peserta didik/ mahasiswa, (5)
tempat kerja, (6) pemimpin, (7) pekerjaan.50
Profesionalisme dosen perlu dioptimalkan untuk dapat
meningkatkan kinerjanya. Untuk itu, dosen harus mempunyai
karakteristik sebagai berikut: (1) komitmen terhadap
profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif,
komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap
continous improvement, (2) menguasai ilmu/ pengetahuan,
internalisasi, serta implementasi, (3) mendidik dan menyiapkan
peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan
memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan
malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya, (4)
mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi
pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya, (5)
memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta
memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara
berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan
sesuai bakat, minat dan kemampuannya, dan (6) mampu
48 Hamalik, Perencanaan Pengajaran, h. 44.49 Soetjipto dan Kosasi, Profesi Keguruan, cet. 1 (Jakarta: Rineka Cipta,
1999), h.45.50 Ibid., h. 43.
35
bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang
berkualitas di masa depan.51
Oteng Sutisna mengaskan bahwa misi profesional
disimpulkan dalam tiga dimensi utama yaitu: kecakapan,
keterampilan dan pemahaman tertentu yang harus dimiliki.52
Peranan dosen yang profesioanal ini penting sekali dalam
menuntun proses pendidikan sehingga nilai-nilai baru tidak
sampai mengikis nilai budaya bangsa sebelumnya sehingga
benar-benar mantap sejak pendidikan dasar sebagai bekal hidup
anak menghadapi perubahan zaman yang cepat.
Sikap profesional yang seharusnya dimiliki guru/ dosen
harus dapat dikembangkan dengan baik. Pengembangan sikap
profesional ini sebagaimana diungkapkan oleh Soecipto dan
Raflis Kosasi dapat dilakukan baik selama dalam pendidikan
prajabatan maupun dalam jabatan.53
Pembentukan sikap yang baik tidak akan mungkin muncul
begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru/ dosen memulai
pendidikannya di lembaga pendidikan keguruan. Berbagai usaha
dan latihan, contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan
dan bahkan sikap profesional dirancang dan dilaksanakan
selama calon guru/ dosen berada dalam pendidikannya.
Terdapat tiga kriteria suatu pekerjaan dikatakan
profesional yaitu: (a) mengadung unsur pengabdian, (b)
mengandung unsur idealisme, (c) mengandung unsur
pengembangan. 54
Pengembangan sikap profesional tidak terhenti apabila
calon guru/ dosen selesai mendapatkan pendidikan
51 Muhaimin, Wacana Pengembangan, h. 217.52 Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis untuk Praktek
Profesional, cet. 9 (Bandung: Angkasa Bandung, 1986), h. 32. 53 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, h. 54.54 Nata, Paradigma Pendidikan, h. 137.
36
prajabatannya, banyak hal yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan sikap profesional dalam masa pengabdian
sebagai guru/ dosen. Peningkatan sikap profesional ini dapat
dilakukan dengan cara mengikuti penataran, lokakayra, seminar,
atau kegiatan ilmiah lainnya.
Upaya pengembangan/ peningkatan profesi guru/ dosen di
Indonesia sekurang-kurangnya memperhitungkan empat faktor,
yaitu: (1) ketersediaan dan mutu calon guru/ dosen, (2)
pendidikan pra-jabatan, (3) mekanisme pembinaan dalam
jabatan, (4) peranan organisasi profesi.55
Dalam jabatan guru/ dosen dituntut empat bentuk
keinginan yaitu: (1) aktivitas pendidikan, (2) aktivitas proses
belajar mengajar atau bimbingan penyuluhan, (3)
pengembangan profesi, (4) bimbingan dan penyuluhan.56
Berkaitan dengan tugas penelitian, Hamalik menyatakan
bahwa dosen harus mampu memahami prinsip-prinsip dan
menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran. Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan
menafsirkanhasil-hasil penelitian pendidikan meliputi: (a)
mempelajari dasar-dasar penggunaan metode ilmiah dalam
penelitian pendidikan, (b) mempelajari teknik dan prosedur
penelitian pendidikan, (c) menafsirkan hasil-hasil penelitian
untuk perbaikan pengajaran.57 Penelitian dimaksudkan harus
memenuhi beberapa aspek penelitian yaitu permasalahan
dengan latar belakangnya, tujuan yang hendak dicapai, kerangka
pemikiran, premis dan hipotesis atau pertanyaan penelitian,
metode, hasil serta kesimpulan. Sementara itu, tugas
pengabdian pada masyarakat merupakan kegiatan yang
55 Nurdin, Guru Profesional, h. 23.56 Hamalik, Pendidikan Guru, h. 10.57 Hamalik, Perencanaan Pengajaran, h. 58.
37
menghubungkan hasil penelitian dan penguasaan disiplin ilmu
dalam bidang pendidikan di satu sisi, dengan peningkatan mutu
pendidikan dan pengembangan masalah penelitian-penelitian
pada sisi lain. Kegiatan pengabdian masyarakat di perguruan
tinggi difungsikan dan diarahkan juga untuk menunjang
pembangunan diberbagai lapisan masyarakat.
Kegiatan dalam bidang penelitian ini meliputi segala
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: (a)
mengadakan penelitian ilmiah, (b) membimbing penelitian baik
secara perorangan ataupun kelompok, (c) membimbing
penelitian untuk penulisan paper, risalah, skripsi, tesis, dan
disertasi, (d) memimpin seminar/ kolokium, simposium ataupun
pertemuan ilmiah lainnya, (e) menjadi sponsor untuk mencapai
gelar doktor, menjadi co sponsor untuk mencapai gelar doktor,
asistensi penelitian untuk persiapan skripsi, tesis dan disertasi.58
Hasil penelitian mengenai kinerja dosen dalam
pelaksanaan tugas pendidikan dan pengajaran, penelitian dan
pengabdian pada masyarakat (litabmas), dan penunjang
tridharma dapat dideskripsikan seperti berikut: (a) Pelaksanaan
tugas-tugas pendidikan dan pengajaran oleh dosen masih
cenderung dominan bersifat atas prakarsa struktural atau
institusional. Sedangkan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran
yang berpijak pada prakarsa individual atau kelompok di luar
penugasan struktural, seperti menulis diktat, modul, dan naskah
tutorial sebagai bahan perkuliahan masih sangat minimal,
bahkan banyak dosen yang sama sekali tidak melakukan hal itu.
(b) Di samping melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran,
dosen juga melakukan kegiatan penelitian atas biaya
penyandang dana atau swadana, baik secara perorangan atau
58 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam Indonesia (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 193.
38
kelompok, maniri atau terbimbing. Pelaksanaan penelitian masih
lebih cenderung bersifat untuk memenuhi tuntutan penyandang
dana, keperluan kenaikan pangkat, dan mendapatkan
penghasilan tambahan dari pada memperoleh pengetahuan dan
teori baru atau pemecahan masalah sosial kemasyarakatan dan
kependidikan yang ada. (c) Rata-rata dosen melakukan kegiatan
pengabdian pada masyarakat hanya pada tingkat minimal dan
normal. Kegiatan-kegiatan yang paling lazim dilakukan adalah
memberi penyuluhan, pelatihan, dan penataran kepada
masyarakat.59
Dalam hal tugas bimbingan, Anwar menjelaskan sebagai
berikut: bimbingan akademik, merupakan tugas bimbingan
dalam upaya menyalurkan potensi akademik mahasiswa,
sehingga mahasiswa dapat mengikuti ketentuan-ketentuan
akademik dengan tetap mengarah pada tujuan studi di
perguruan tinggi. Sedangkan tugas bimbingan skripsi diarahkan
untuk memberikan kebebasan pada mahasiswa
mengekspresikan potensi keilmuan dengan tetap pada jalur
disiplin dan metode yang lazim.60
Dosen yang berkedudukan sebagai bagian dari aparatur
pemerintah, dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya
dituntut memiliki komitmen yang kuat terhadap profesinya
tersebut. Sebagaimana halnya PNS lainnya, maka dosen PNS
akan diberikan penilaian atas perilaku kerjanya, yang biasa
disebut dengan penilaian pelaksanaan pekerjaan.
Pelaksanaannya dilakukan oleh atasan langsung dalam hal ini
ketua jurusan atau program studi.
Menurut Wahyudi Kumorotomo, unsur-unsur penilaian yang
merupakan kriteria kinerja seseorang meliputi lima unsur:
59 Danim, Agenda Pembaruan, h. 207.60 Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, h. 74.
39
1. Kesetiaan
Kesetiaan adalah ketaatan dan pengabdian kepada
Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah, kesanggupan
untuk taat, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang
ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Kesetiaan tersebut dibuktikan dengan sikap dan tingkah laku
sehari-hari serta perbuatan dalam melaksanakan tugas,
sedangkan pengabdian adalah menyumbangkan pikiran dan
tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan
umum di atas kepentingan golongan dan pribadi.
2. Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya. Prestasi kerja seseorang dipengaruhi oleh
beragam faktor, seperti: kecakapan, keterampilan,
pengalaman, kesanggupan, kesehatan.
3. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seseorang dalam
melaksanakan pekerjaan yang diserahkan padanya dengan
sebaik-baiknya dan taat pada waktunya serta berani memikul
resiko atas keputusan yang diambil dan tindakan yang
dilakukan. Bagian-bagian dari tanggung jawab tersebut: (1)
menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya,
(2) tidak melemparkan kesalahan pada orang lain, (3)
menyimpan dan memilihara barang milik yayasan, (4) dalam
segala keadaan tetap berada di tempat, (5) mengutamakan
kepentingan lembaga, (6) berani dan ikhlas menerima resiko.
4. Ketaatan
40
Ketaatan adalah kesanggupan seseorang untuk menaati
segala peraturan perundang-undangan yayasan atau lembaga
yang berlaku. Bagian-bagian dari ketaatan tersebut: (1)
menaati peraturan dari atasan, (2) menaati peraturan
perundang-undangan yang ada, (3) memberikan layanan
sebaik-baiknya kepada masyarakat sesuai dengan bidang
tugasnya, (4) menaati ketentuan jam kerja.
5. Kejujuran
Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak
menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Nilai
kejujuran dapat dinilai dari keadaan berikut: (1) melaksanakan
tugas secara ikhlas, (2) tidak menyalahgunakan wewenang, (3)
hasil kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.61
Dosen dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya
tentu saja berkaitan erat dengan masalah fungsi perbaikan taraf
hidup mereka. Hal ini sesuai dengan ungkapan Sudarwan Danim
tentang apresiasi guru/ dosen terhadap profesinya dan
peningkatan citra masyarakat terhadap guru/ dosen dan profesi
yang disandangnya tidak akan terlepas dari fungsi perbaikan
taraf hidup mereka. Karenanya, tugas para pembuat keputusan
juga untuk membenahi kesejahteraan guru/ dosen, antara lain
dengan menaikkan gaji atau tunjangan jabatan pendidikannya,
sebab tidak mungkin guru/ dosen dapat bekerja dengan baik
tanpa gizi, kesehatan dan rumah yang wajar untuk ukuran guru/
dosen.62
61 Wahyudi Kumorotomo, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 304.
62 Danim, Agenda Pembaruan, h. 189.
41
Melalui perilaku di atas secara disiplin, maka kinerja dosen
akan tercermin melalui perilakunya sehari-hari yang
dilaksanakan dengan patuh dan taat, dengan disiplin yang tinggi
akan melaksanakan segala program kampus dengan senantiasa
berpedoman pada peraturan dan urutan kerja yang sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Dari uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
tentang pengertian kinerja dosen sebagai prestasi kerja atau
penampilan perilaku kerja seorang dosen yang ditandai oleh
keluwesan gerak, ritual dan urutan kerja yang sesuai prosedur
pada institusi tempatnya bekerja, sehingga diperoleh hasil yang
memenuhi syarat kualitas, kecepatan, dan jumlah sebagaimana
tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya David C. Mccrelland dalam Iqbal
mengemukakan 6 (enam) karakteristik seseorang yang memiliki
kinerja yang tinggi, yaitu (1) memiliki tanggung jawab yang
tinggi, (2) berani mengambil resiko, (3) memiliki tujuan yang
realistis, (4) memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan
berjuang untuk merealisasikan tujuan, (5) memanfaatkan umpan
balik (feed back) yang kongkret dalam keseluruhan kegiatan
kerja yang dilakukannya, (6) mencari kesempatan untuk
merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Dari
keseluruhan faktor tata laku seseorang tersebut tidak terlepas
dari bagaimana orang tersebut dalam melakukan profesinya.63
Berdasarkan pendapat David C. Mccrelland dalam
Muhammad Iqbal Hasibuan tersebut seseorang akan mampu
mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi
yang tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh pegawai
harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari 63 Muhammad Iqbal Hasibuan, “Hubungan Profesionalisme dan
Semanagat Kerja dengan Kinerja Guru di SMA 2 Medan” (Tesis, PPs IAIN SU, 2008), h. 56
42
lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang
ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu
kekuatan diri, jika situasi kerka turut mendukung maka
pencapaian kinerja akan semakin maksimal.64
Tolok ukur kinerja menurut Subroto dalam Iqbal adalah:
1. Kualitas kerja, meliputi ketepatan, ketelitian, keterampilan
dan keberhasilan
2. Kuantitas kerja
3. Dapat atau tidaknya diandalkan, meliputi mengikuti instruksi,
inisiatif, hati-hati, kerajinan
4. Sikap, meliputi sikap terhadap organisasi dan pegawai lain
dan pekerjaan serta kerjasama.65
Allah Swt berfirman dalam surat al-Qasas ayat 77 yang
berkaitan dengan perintah untuk memperhatikan aspek kinerja
manusia di dunia dan memperhatikan aspek akhirat:
هللاوابتغ فيما اتك الدار األخرة و آل تنس نصيبك
من الدنياArtinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi.66
Jika dilihat dalam kitab al-Mizan fi Tafsir al-Qur`an, dapat
diketahui penafsirannya sebagai berikut “Maka mintalah apa
yang diberi Allah dari harta dunia untuk membangun rumah
akhirat dengan menginfakkannya di jalan Allah, dan
meletakkannya pada sisi yang diridhai Allah Ta`ala. Kata “la
tansa nasibaka min al-dunya” ditafsirkan: atau jangan kamu
tinggalkan rezeki yang diberi Allah kepadamu di dunia, dan
bekerjalah di dunia untuk bekal akhirat, karena sesungguhnya 64 Ibid.65 Ibid.66 Q.S. al-Qasas/ 28: 77.
43
amal manusia di dunia yang kekal di akhirat adalah segala yang
dikerjakan untuk akhiratnya, maka itulah yang kekal baginya.67
Dalam Tafsir Al-Maraghi dapat pula dilihat penafsirannya:
atau pakailah apa yang diberikan oleh Allah Swt dari harta yang
berlimpah, dan nikmat-nikmat yang berlebih, dalam upaya
ketaatan pada Tuhanmu dan mendekatkan diri pada-Nya dengan
jenis-jenis amalan yang dapat mendekatkan diri pada-Nya yang
dapat menghasilkan kebaikan bagimu di dunia dan akhirat.68
Dari penafsiran ayat di atas, dapat dipahami bahwa pada
dasarnya manusia dianjurkan sekali untuk memperhatikan aspek
pekerjaan yang harus dilakukan manusia di dunia untuk mencari
atau menuntut harta yang halal yang diridhai oleh Allah swt,
tentu saja hal ini akan dapat ditemukan melalui efektifitas kinerja
manusia itu sendiri secara baik di dunia sebagai sarana untuk
kehidupan akhirat kelak.
Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa kinerja
dipengaruhi oleh faktor interal dan faktor eksternal.69 Faktor
internal terdiri dari sikap, minat, intelegensi, motivasi, dan
kepribadian. Faktor eksternal terdiri dari sarana dan prasarana,
intensif atau gaji, suasana kerja dan lingkungan kerja.
Robert W. Braid dalam Iqbal mengemukakan beberapa
standart penilaian kinerja yang dapat dipergunakan, yaitu: (1)
perbaikan produktivitas, (2) pengurangan kesalahan, (3)
kemangkiran dan keterlambatan, (4) kursus-kursus yang
diselesaikan, (5) pengurangan jumlah keluhan pelanggan
layanan, (6) efisiensi kerja, (7) peningkatan tingkat keterampilan,
67 Muhammad Husein Thabataba`i, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur`an (Beirut: al-Bayan, tt), Jilid , h. 77.
68 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Beirut: Darul Fikri), Jilid VII, h.157
69 Arikunto, Manajemen, h. 40.
44
(8) kesediaan untuk menerima tugas walaupun tidak
menyenangkan.70
S. Mitchen menegaskan bahwa ukuran yang dapat
dijadikan pedoman dalam penilaian kinerja seseorang adalah: (1)
Quality of Work (kualitas kerja), (2) Promptness (keterampilan
waktu), (3) Communication (komunikasi).71
Untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja seseorang,
diperlukan juga pengkajian terhadap kemampuan, sedangkan
kemampuan tidak terlepas dari pendidikan yang dimiliki.
Kinerja atau prestasi dapat diketahui dari kemampuan,
yaitu pengetahuan yang dimilikinya, sifat, dan perilaku,
sebaliknya kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan
yang diembannya, atau menduduki suatu jabatan atas
prestasinya, artinya untuk melihat kemampuan seorang pegawai
dinilai dari prestasinya dan pengangkatan seorang pegawai
sesuai dengan sistem prestasi kerja.
Dengan demikian, kinerja seseorang dapat ditingkatkan
sesuai kemampuan/ kreativitasnya. Usaha peningkatan dapat
dilakukan melalui pendidikan, melakukan observasi, latihan kerja
di lingkungan kerja, serta ikut dalam kegiatan kedinasan, dan
lain sebagainya.
Pengembangan kinerja dosen dapat diklarifikasi dalam
beberapa sub pengembangan, yaitu: (a) Pengembangan
kompetensi, (b) pengembangan disiplin kerja, (c) pengembangan
semangat kerja, (d) pengembangan karir dan kesejahteraan.72
Menurut Natiseminto dalam Lina Wati terdapat beberapa
cara untuk meningkatkan semangat kerja dapat dilakukan
dengan: (1) gaji yang cukup, (2) memperhatikan kebutuhan
70 Iqbal, “Hubungan Profesionalisme, h. 51.71 Ibid.72 Ahmad Fajri, Peluang dan Kendala Reformasi Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), h. 23.
45
jasmani, (3) harga diri perlu mendapatkan perhatian, (4)
penempatan pegawai pada posisi yang tepat, (5) memberikan
kesempatan pada mereka untuk maju, (6) perasaan aman, (7)
hubungan yang harmonis, (8) menumbuhkan integritas dan
loyalitas, (9) fasilitas yang memadai.73
B. Integritas Dosen
Integritas berasal dari bahasa latin `integer` yang berari
utuh, lengkap, tidak terfragmentasi. Dengan kata lain integritas
dapat diartikan sebagai sikap dalam diri seseorang yang selalu
menyatakan dan menerima kebenaran dalam diri sendiri dan
pada orang lain.
Integritas adalah konsistensi antara tindakan dan nilai.74
Orang yang memiliki integritas akan hidup sejalan dengan nilai-
nilai prinsipnya. Memiliki keselarasan niat, pikiran, perkataan
dan perbuatan baik dan benar merupakan petunjuk dari
keutuhan pribadi dan sikap konsisten. Perbuatan atau tindakan
yang diselaraskan tersebut adalah perbuatan yang baik dan
benar sesuai dengan nilai-nilai institusi/ lembaga, masyarakat,
serta memiliki prinsip-prinsip tata kelola institusi yang baik
(good institutional governance) dimana nilai-nilai institusi
tercermin dari berbagai peraturan institusi dan kode etik. Selain
nilai-nilai institusi, nilai yang berlaku di masyarakat juga
merupakan pedoman dalam bertindak dengan baik dan benar.
Good institutional governance meliputi asas transformasi,
akuntabilitas, responsibilitas, dan independensi.
73 Lina Wati, “Hubungan Kominikasi Interpersonal Kepala Dinas dan Imbalan Non Material dengan Semangat Kerja Pegawai di Dinas Pendidikan Kota Medan” (Tesis, PPS UNIMED, 2005), h. 65.
74 Adrian Gostick dan Dana Telford, Keunggulan Integritas, terj. H. Isra (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006), h. xi
46
D. Kolb dalam Muhammad Imran mengemukakan:
kebanyakan orang mengatakan bahwa integritas dan etika
kadang-kadang harus mengalah terhadap hal-hal yang dianggap
bermanfaat dan menguntungkan. Dalam pekerjaan, integritas
menuntut komitmen untuk berdialog dan mengadakan evaluasi
yang melibatkan diri sendiri dan orang lain tentang apa saja
yang benar. Kolb menyatakan bahwa integritas adalah sebuah
konsep yang menggambarkan akan bentuk kecerdasan manusia
yang paling tinggi. Integritas tandas Kolb adalah suatu
kesadaran terpadu yang canggih dan penghayatan mendalam
atas suatu proses yang pernah dialami dengan suatu cara yang
melampaui kreativitas, nilai-nilai, keterampilan- keterampilan
intuitif dan emosi, serta daya analitik rasional.75 Integritas dapat
dipandang sebagai kedalaman dan perluasan kejujuran emosi,
dimana emosi dan nafsu adalah pertimbangan-pertimbangan
intuitif dari jenis yang paling penting, dan dari sinilah integritas
dilahirkan dan ditegakkan.76
Millard Fuller dalam Adrian Gostick dan Dana Telford
mengemukakan integritas sebagai penghayatan mana yang
benar dan mana yang salah, penerapan kebenaran yang
dihayati, konsisten terhadap apa yang dianggap benar dan salah
dalam hidup77
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa integritas dosen
adalah kepatuhan dan ketaatan seorang dosen terhadap prinsip-
prinsip moral dan etika, kedalaman watak moral dan kejujuran
seorang dosen pada institusi tempatnya bekerja dalam rangka
mencapai tujuan yang ditetapkan.
75 Muhammad Imran, “Hubungan Integritas dan Komunikasi Penugasan Kepala Sekolah dengan Semangat Kerja Guru di SMP Negeri 3 Siborongborong” (Tesis, PPs. UNIMED, 2004), h. 28.
76 Ibid., h. 34. 77 Gostick dan Telford, Keunggulan Integritas, h.14
47
Integritas seseorang dapat dilihat dari beberapa
karakteristik yang melekat pada dirinya, yaitu: (1) menyadari
bahwa hal-hal yang kecil itu penting, (2) menemukan sesuatu
yang benar saat orang lain dalam keraguan, (3) bertanggung
jawab, (4) menciptakan budaya kepercayaan, (5) menepati janji,
(6) peduli terhadap kebaikan yang lebih besar, (7) bertindak
bagaikan tengah diawasi, (8) jujur namun rendah hati, (9)
konsisten, dan (10) mempekerjakan integritas.78
Dengan demikian, dosen yang memiliki integritas yaitu
dosen yang memiliki kecenderungan: menyadari hal-hal kecil
adalah penting, bertanggung jawab, menepati janji, peduli
terhadap suatu nilai kebaikan, jujur, konsisten, dan
mengoptimalkan integritasnya dalam pelaksanaan tugas
profesionalnya.
Mengukur integritas, banyak terkait dengan moralitas
seseorang. Walaupun sulit untuk mengukur integritas, namun
dari hasil korespondensi dengan psikolog yang telah
menamatkan PhD nya di UQ (University of Queensland),
dikemukakan hal berikut:
a. Apakah kode etik telah dilaksanakan?
Setiap profesi mempunyai kode etik profesional yang
harus dipatuhi. Etika ini harus tercantum dalam peraturan dan
dapat diobservasi dalam penilaian perilaku. Seseorang bisa
saja pandai berkomunikasi dan menunjukkan bahwa
integritasnya tinggi, namun dapat diuji dan dilakukan probing,
aspek apa yang paling dijunjung tinggi dalam kode etiknya.
b. Bagaimana mengatasi conflict of interests
78 Ibid., h.15.
48
Setiap orang perlu menyesuaikan perilakunya dilapangan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada situasi ini,
seorang individu ada kemungkinan berhadapan dengan
conflict of interests, bagaimana cara memecahkan
masalahnya, yang dalam pemecahannya akan terkandung
kadar integritasnya. Bagaimana dia menggunakan
wewenangnya dalam menyelesaikan persoalan, sebaik apakah
wewenang tersebut dimanfaatkan? Integritas seseorang dapat
diukur, bagaimana ia memanfaatkan wewenangnya, dan
mengambil risiko melakukan putusan dari yang populer
maupun yang sama sekali tak populer.
c. Apakah seseorang bersifat sebagai risk taker atau risk
avoider?
Apakah seorang akan lari dari tanggung jawab? Atau
berani pasang badan untuk mempertanggung jawabkan?
Untuk level operasional/ first level management, kriteria
kedisiplinan dan cooperative behaviour (yang bisa
diterjemahkan sebagai ketaatan pada peraturan dan
kesediaan bekerjasama untuk memenuhi tuntutan organisasi)
sudah cukup mewakili perilaku kerja yang diinginkan melalui
apa yang dinamakan “integrity” itu.
Untuk level upper middle management memang perlu
ada interview yang mendalam, untuk melihat seberapa jauh
kecenderungan seseorang untuk berperilaku yang merugikan
organisasi dan masyarakat luas, terutama untuk wewenang
besar yang mereka miliki. Suatu hal terkadang sulit diukur
adalah keberanian mengambil risiko (dalam pengertian
positif), yang terkadang dekat sekali, artinya dengan
49
mengambil keputusan di luar prosedur yang ada. Sebaliknya,
pimpinan yang terlalu prosedural (cenderung cari aman dan
berlindung dibalik prosedur) juga tidak akan efektif mendorong
kemajuan organisasi
d. Komitmen terhadap organisasi
Sejauh mana seorang pimpinan akan melakukan
perubahan, mengembangkan anak buahnya untuk memajukan
organisasi? Bagaimana komitmennya terhadap organisasi,
apakah seseorang berani melakukan hal sulit untuk kemajuan
organisasi? Seorang pimpinan yang baik juga akan menjadi
mentor bagi bawahannya, serta menyiapkan kaderisasi
sebagai penggantinya kelak.
e. Perhatian terhadap sesama
Dalam menilai pendekatan ke manusia, diperlukan suatu
data dan fakta, untuk mengetahui gambaran integritas
seseorang. Hal ini memerlukan kepekaan dan kemampuan
penilai, untuk melihat konteks dan framework seputar fakta
yang dibicarakan dalam tanya jawab intensif.
f. Mampu membuat keputusan yang benar dibawah tekanan
yang besar. 79
Integritas menjadi salah satu hal penting bagi seorang
dosen yang menjadi anutan peserta didiknya, integritas
dibutuhkan bagi setiap profesi.
Tatanan nilai yang ada dapat menjadi pengarah bagi
manusia tentang apa yang cenderung dilakukan dalam waktu
79 Edratna, “Mengukur Integritas”, http:// edratna.wordpress.com , didownload tanggal 20 Mei 2009.
50
dan tempat tertentu atas dasar keyakinan tertentu. Nilai menjadi
suatu haluan perilaku, nilai akan berkembang dan menjadi
matang sejalan dengan berkembang dan matangnya
pengalaman seseorang.
Dalam keseluruhan pola hidup, nilai mempunyai fungsi
sebagai standar perilaku, dasar penyelesaian konflik dan
pembuatan keputusan, sumber motivasi, dan dasar penyesuaian
diri.80
Untuk dapat menunbuhkan integritas, dapat dilakukan
beberapa upaya sebagai berikut:
1. Keteladanan, yaitu pemberian teladan atau contoh dari pihak
lain misalnya orang tua, guru/ dosen, teman, pemimpin,
sumber idola, dan sebagainya.
2. Pengajaran, yaitu nilai-nilai yang ditanamkan melalui proses
pengajaran yang dilaksanakan secara terpadu baik di
lembaga pendidikan maupun di luar lembaga pendidikan.
3. Pengalaman khusus, yaitu pengalaman yang memberi kesan
khusus terutama yang bersifat positif. Peristiwa yang bersifat
khusus ini akan menumbuhkan nilai tertentu.
4. Hukuman dan ganjaran yang dialami akan dapat memberikan
nilai-nilai tertentu.
5. Situasi lingkungan dan kelembagaan, kehadiran seseorang
dalam suatu situasi lingkungan atau kelembagaan tertentu
akan menumbuhkan nilai-nilai tertentu.
6. Layanan dan bimbingan. Pembentukan dan pemahaman nilai
dapat dilakukan melalui proses bimbingan. Berbagai
pendekatan dan teknik bimbingan baik yang bersifat
80Azizy, Membangun Integritas, h. 72.
51
kelompok maupun individual, informatif maupun terapeutik,
dapat digunakan sebagai salah satu bentuk pengalaman
dalam pembentukan dan pemahanan nilai.81
Memiliki integritas tinggi tidaklah mudah, karena ujian
demi ujian akan terus menggempur seseorang untuk
membuktikan apakah integritas yang dimiliki adalah integritas
asli dari dalam diri kita, atau hanya pengaruh dari orang-orang
disekitarnya yang memiliki integritas tinggi. Integritas akan diuji
pada saat-saat sulit dan hal-hal yang kritis. Tetap memiliki
integritas pada saat-saat yang sulit sebagai ajang pembuktian,
bahwa integritas yang kita miliki betul-betul murni.
C. Sikap Inovatif
Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk
bereaksi atau berinteraksi terhadap objek. Karena itu, sikap
merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat perilaku.
Morgan menyatakan bahwa sikap (attitude) adalah tendensi
dari seseorang untuk memberi reaksi yang positif atau negatif
terhadap sesuatu, seseorang atau situasi, sesuai dengan
pengalamannya.82
Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal baru,
penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yangg
sudah dikenal sebelumnya baik itu gagasan, metode atau alat.83
G.W. Alport dalam David O. Sears mengemukakan bahwa
sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur
melalui pengalaman dan memberikan penangaruh yang dinamik
81 Ibid.82 Anwar, Manajemen Pembelajaran, h. 20.83 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: PN Balai Pustaka, 2001), h. 435.
52
atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan
situasi yang berkaitan dengannya.84
Sikap tertentu terhadap objek, gagasan atau orang
tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan
komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen
kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang
mengenai objek sikap tertentu, seperti fakta, pengetahuan, dan
keyakinan terhadap objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh
perasaan dan emosi seseorang terhadap objek, terutama
penilaian. Komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang
untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap
objek.85
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal
tentang sikap, yaitu: (1) kecenderungan bertindak, berprestasi,
berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau
nilai, (2) mendorong dan memotivasi, atau pro atau kontra
terhadap sesuatu, menentukan apa saja yang disukai,
diharapkan dan diinginkan, mengenyampingkan apa yang tidak
diinginkan, apa yang harus dihindari, (3) cenderung
dipertahankan dan jarang mengalami perubahan, (4)
mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, (5)
sikap timbul dari pengalaman, yaitu tidak dibawa sejak lahir
tetapi merupakan hasil belajar.
Mar`at mengemukakan bahwa sikap memiliki tiga
komponen, yakni: (1) komponen kognitif yang berhubungan
dengan belifes, ide, dan konsep, (2) komponen afeksi yang
menyangkut kehidupan emosional seseorang, dan (3)
komponen konatif yang merupakan kecenderungan bertingkah
84 David O. Sears et al., Psikologi Sosial, terj. Michael Adryanto dan Savitri Soekrisno, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1994), h. 137.
85 Ibid., h. 138.
53
laku.86 Sedangkan Applbaum dalam Qomari Anwar menyatakan
bahwa komponen kognitif berhubungan erat dengan keyakinan
terhadap objek, termasuk keyakinan evaluatif yaitu baik atau
buruk, tepat atau tidak tepat. Komponen afektif yaitu komponen
yang berkaitan dengan suka atau tidak suka (like or dislike)
terdiri dari tipe kuantitas dan kualitas perasaan atau emosi
terhadap sebuah objek. Sedangkan komponen konatif
berhubungan dengan kecenderungan berbuat.87
Selanjutnya David O. Sears mengemukakan bahwa sikap
terhadap objek, gagasan, atau orang tertentu, merupakan
orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen
kognitif, afektif dan perilaku.88
Setiap komponen sikap dapat bervariasi terhadap jumlah
sub komponen sikap. Hal ini mengacu pada jumlah dan jenis
elemen yang membangun komponen tersebut. Komponen
konatif dapat begerak dari pengetahuan yang minim sampai
dapat mengetahui objek tersebut. Komponen afektif juga
bervariasi dari yang sangat ekstrim positif sampai perasaan
negatif terhadap suatu objek.
Inovasi adalah Hal-hal baru artinya, apa saja yang belum
dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi,
meskipun bukan merupakan hal yang baru bagi orang lain.
Berdasarkan pengertian tersebut maka inovasi (inovation)
adalah hal-hal baru, apakah itu nilai, norma, gagasan atau cara-
cara baru.
Everet M. Rogers dalam Muhammad Ali dan Muhammad
Asrari menyatakan bahwa inovasi adalah sebagai proses
munculnya hasil-hasil baru ke dalam suatu tindakan. Hasil-hasil
86 Mar`at, Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya (Bandung: Ghia Indonesia, 1984), h. 24.
87 Anwar, Manajemen Pembelajaran, h. 27.88 David O. Sears et al., Psikologi Sosial, h. 138.
54
baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang
berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan
hidupnya.89
Kemudian Timpe menyatakan bahwa inovasi adalah kerja,
produk, proses, atau jasa-jasa yang baru dan lebih baik.90
Selanjutnya dikatakan bahwa inovasi (pembaruan) adalah suatu
kumpulan dari teknologi dan ilmu yang ada untuk memenuhi
suatu kebutuhan tertentu.91 Sementara itu Ahmad Hadi dalam L.
Pakpahan menyatakan bahwa inovasi adalah proses tertentu
seseorang melalui pendayagunaan pemikiran, kemampuan
imajinasi, berbagai stimulan dan individu yang mengelilinginya
yang berusaha menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya
sendiri ataupun bagi lingkungannya.92
Dari beberapa pengertian di atas, inovasi selalu
menunjukkan pada suatu perubahan yang baru secara kualitatif
berbeda dengan keadaan semula yang didasarkan atas
pertimbangan yang teliti dengan maksud untuk meningkatkan
kemampuan guna mencapai hasil yang lebih baik. Inovasi lebih
dari sekedar menambah jumlah unsur yang telah ada, tetapi
pada usaha menata kembali misalnya pengelompokan mata
kuliah dan mahasiswa, alokasi pemakaian ruang dan waktu
serta cara mengajar, sehingga dengan tenag, uang dan fasilitas
yang sama dapai dicapai hasil pendidikan yang lebih baik.
Penyesuaian terhadap perubahan dapat dikatakan sebagai
sikap inovatif dan untuk perubahan dibutuhkan suatu kreativitas
dari seseorang. Sehubungan dengan itu Manan dalam Irawati
89 Muhammad Ali dan Muhammad Asrari, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik, cet.1 (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 42.
90 A. Dale Timpe, Kinerja; Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, terj. Sofyan Cikmat (Jakarta: Elek Media Komputindo, 1993), h. 304.
91 Ibid., h. 304. 92 L. Pakpahan, “Hubungan Sikap Inovasi dan Pemberian Kompensasi
dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNIMED” (Tesis, PPS Unimed, 2005), h. 39.
55
menjelaskan bahwa orang-orang yang bersikap inovatif adalah
orang-orang yang memiliki kepribadian dinamis.93
Menurut Hagen dalam Irawati, kepribadian yang inovatif
adalah: (1) terbuka terhadap pengalaman baru, (2) imajinasi
yang kreatif, (3) kesadaran dan tanggung jawab untuk berhasil,
(4) punya persepsi bahwa dunia mempunyai tantangan.94
Respon individu terhadap perubahan merupakan
keputusan terhadap inovasi, apakah individu menerima atau
menolak inovasi tersebut. Edmund Bachman mengemukakan
empat tahap keputusan terhadap inovasi, yaitu: (1) perolehan
informasi, (2) pemahaman konsep-konsep, (3) penyimpanan
informasi, (4) inovasi, evaluasi dan implementasi.95
Hakekat reformasi pendidikan adalah pemberdayaan
seluruh komponen pendidikan mulai dari level makro, messo,
mikro, sampai pada level individual. Dalam era reformasi,
pendidikan harus mampu mengembangkan peserta didik
menjadi sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa,
mandiri, kreatif, dan berwawasan masa depan.96
Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap
perkembangan dan tuntutan global sebagai satu upaya untuk
mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu
mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi
tuntutan yang berkembang sebagai tuntutan globalisasi.
Reformasi pendidikan merupakan satu kecenderungan global
dalam arti terjadi di kawasan seluruh dunia sejalan dengan
tuntutan perkembangan global dalam berbagai aspek kehidupan.
93 Irawati, “Budaya Kerja dan Sikap Inovatif sebagai Faktor Pendukung Kinerja Para Pustakawan Perguruan Tinggi di Padang” (Tesis, PPs. Universitas Negeri Padang, 2003), h. 29.
94 Ibid h. 31. 95 Edmun Bachman, Metode Belajar Metode Belajar: Berpikir Kreatif
dan Inovatif, terj. Bahrul Ulum (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2005), h. 12.96 Azizi, Membangun Integritas, h. 65.
56
Memasuki kehidupan global dengan berbagai tuntutan
perubahan, diperlukan kualitas sumber daya manusia yang lebih
adaptis, mandiri, dan produktif untuk mengimbanginya. Setiap
bangsa di dunia saat ini sedang melakukan penataan reformasi
pendidikan dalam rangka melestarikan kehidupannya di tengah
persaingan global yang makin ketat. Sebagai contoh adalah
Amerika Serikat sudah menyadari bahwa paradigma pendidikan
mereka di abad 20 yang menggunakan paradigma “pabrik”
mengandung beberapa kekeliruan yang berdampak pada
kelemahan pendidikan. Cukup beralasan jika Jane Roland Martin
dalam majalah “kappan” Januari 2005 mengingatkan agar filsafat
pendidikan Amerika Serikat untuk tahun 2000-an kembali pada
pendidikan yang berlandaskan “a moral equivalent of home”
yaitu pendidikan yang berasaskan nilai-nilai kekeluargaan dan
bernuansa kasih sayang. Ia mengingatkan bahwa pendidikan
yang bernuansa pabrik di mana peserta didik dianggap sebagai
bahan mentah, guru/ dosen sebagai pekerja dan kurikulum
sebagai mesin, harus sudah ditinggalkan dengan school home
education. Untuk negara Indonesia, Qodri Azizy secara tegas
mengemukakan gagasannya untuk mengembalikan pendidikan
ke habitatnya dengan pendidikan agama seperti ruh utamanya.97
Melalui reformasi, pendidikan harus memberi jaminan bagi
perwujudan hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan
seluruh potensi dan prestasinya secara optimal. Pendidikan
hanya mungkin terwujud dalam suasana demokratis yang
dilandasi dengan kualitas pemberdayaan baik institusional
maupun individual dalam keseluruhan struktur, kultur dan
substansi pendidikan. Reformasi pendidikan di Indonesia harus
dilakukan sebagai konsekwensi perkembangan global di samping
karena terjadinnya perubahan reformasi dalam berbagai tatanan 97 Ibid., h. 66.
57
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks pendidikan
nasional, sangat diperlukan upaya menata ulang tatanan
kehidupan pendidikan di masa lalu dan tuntutan untuk
mewujudkan tatanan baru dalam memperoleh nuansa
pendidikan yang lebih sesuai dengan kondisi masa kini, dan UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
merupakan upaya reformasi konstitusional untuk menuju
terwujudnya pendidikan nasional yang efektif sesuai dengan
tuntutan yang berkembang.98
Louis V. Gestner Jr. dalam Baharuddin menyebutkan bahwa
lembaga pendidikan masa depan memiliki ciri-ciri antara lain: (1)
pimpinan institusi yang dinamis dan komunikatif dengan
kemerdekaan memimpin menuju visi dan misi keunggulan
pendidikan, (2) Memiliki visi dan misi serta strategi dalam
mencapai tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas, (3)
Tenaga pendidik (guru atau dosen) yag kompeten dan berjiwa
kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas
profesionalnya secara inovatif, (4) Peserta didik yang sibuk,
bergairah, dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku
pembelajaran, (5) Masyarakat dan orang tua yang berperan
dalam menunjang pendidikan. Dikatakan pula bahwa dalam
menuju nuansa pemberdayaan pendidikan, peran-peran tenaga
pendidik mengalami perluasan, yaitu tenaga pendidik sebagai:
pelatih (coaches), konselor, menejer pembelajaran, partisipan,
pemimpin, pembelajar, dan pengarang.99
Hal-hal yang dapat mempengaruhi inovasi dapat
dibedakan dalam dua faktor yaitu instinsik dan ekstrinsik:
a)Pengaruh intrinsik mencakup:
98 Azizi, Membangun Integritas, h. 68. 99 Ibid., h. 69.
58
1. Informasi ilmiah yang melekat/dilekatkan pada inovasi
dalam pendidikan
2. Nilai-nilai atau keunggulan-keunggulan (teknis, ekonomis,
sosial budaya, dan politis) yang melekat pada inovasi
pendidikan
3. Tingkat kerumitan (kompleksitas) inovasi pendidikan
4. Mudah/ tidaknya dikomunikasikan inovasi pendidikan
5. Mudah/ tidaknya inovasi tersebut dicobakan (trialability)
pendidikan
6. Mudah/ tidaknya inovasi tersebut diamati (observability)
pendidikan
b). Pengaruh intrinsik mencakup:
1. Kesesuaian (compatibility) inovas dengan lingkungan
setempat (baik lingkungan fisik, sosial budaya, politik, dan
kemampuan ekonomis masyarakatnya)
2. Tingkat keunggulan relatif dari inovasi yang ditawarkan,
atau keunggulan lain yang dimiliki oleh inovasi dibanding
dengan teknologi yang sudah ada yang akan diperbaharui/
digantikannya; baik keunggulan teknis (kecocokan dengan
keadaan alam setempat, tingkat produktivitasnya),
ekonomis (besarnya biaya atau keuntungannya), manfaat
non ekonomi, maupun dampak sosial budaya dan politis
yang ditimbulkannya.100
Beberapa pembiasaan yang perlu bagi dosen untuk
mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam mengelola
pembelajaran:
100 Mardikanto, Ruang Inovasi dalam Paradigma Pendidikan Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1988), h. 34.
59
1. Mengaplikasi pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan,
mahasiswa bisa diajak ke luar kelas dengan tujuan
memaksimalkan lingkungan kampus sebagai alat, media dan
sumber belajar yang sesuai.
2. Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan memanfaatkan
potensi sekolah/ kampus yang ada, terutama kampus yang
mahasiswanya banyak berasal dari lapisan masyarakat
margin, maka proses pembelajarannya diatur dengan kreatif,
inovatif, mampu beradaptasi dengan berbagai macam situasi.
3. Mendesain pembelajaran oleh “dosen kreator” yang dapat
menumbuh suburkan kreativitas dan inovasi pembelajaran
dengan analisis dan evaluasi untuk penyempurnaan disain
beikutnya.
4. Hindari ketegangan semua pelaku proses pembelajaran. Baik
dosen maupun mahasiswa diharapkan mampu menghindari
ketegangan, sebaliknya nikmati situasi dan kondisi
pembelajaran menuju tercapainya kompetensi mahasiswa
sesuai kurikulum.
5. Biasakan selalu mengamati lingkungan kampus sehingga
dapat menemukan area yang dapat dijadikan alat, media dan
sumber belajar mahasiswa.
6. Mengembangkan daya kreatif dan inovasi dengan sedikit
humor sehat dan seperlunya saja untuk mempertahankan dan
mengembangkan semangat inovasinya.
7. Keluar dari dunia sempit menuju dunia luas dengan banyak
membaca buku bidang seni dan teknologi agar dapat
menambah daya peka berpikir efektif dan efisien.101
101 Kahlil Gibran, “Mengharapkan Guru yang Kreatif dan Inovatif dalam Pembelajaran”, http: //duniaguru.com/ index. php? option=com_content&task=view&id= 996& Itemid=1, didownload tanggal 20 Mei 2009.
60
Dalam dunia pendidikan dikenal dua filsafat pendidikan
besar yang melatar belakangi perkembangan kurikulum. Kedua
filsafat tersebut adalah filsafat pendidikan rekonstruksionalisme
dan idealisme. Rekonstruksionalisme perkembangan kurikulum
didasarkan kepada perkembangan masyarakat. Sebaliknya, bagi
idealisme perkembangan masyarakat direncanakan melalui
program pendidikan. Jadi pendidikan diharapkan mampu
memprediksi perkembangan masyarakat ke depan, sekaligus
mengantisipasinya. Di dunia pendidikan Islam, kedua hal
tersebut menyatu dan tidak dapat dipisahkan. Ada hal-hal yang
harus diwariskan kepada generasi berikutnya yang sifatnya tetap
dan tidak berubah, seperti aqidah, keimanan, ibadah, dan lain-
lain. Tetapi ada hal-hal yang selalu mengikuti perkembangan
zaman yang sifatnya berkembang, seperti metode pendidikan
dan lain-lain.102
Berkaitan dengan masalah kurikulum, kendala-kendala
yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi dalam hal ini
antara lain: (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi (2)
konflik dan motivasi yang kurang sehat (3) lemahnya berbagai
faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya
inovasi yang dihasilkan (4) keuangan (financial) yang tidak
terpenuhi (5) penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil
inovasi (6) kurang adanya hubungan sosial dan publikasi Untuk
menghindari masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau
berubah terutama sikap dan perilaku terhadap perubahan
pendidikan yang sedang dan akan dikembangkan, sehinga
perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat berhasil
102 Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islam, cet. 1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 165.
61
dengan baik, maka dosen, administrator, orang tua siswa, dan
masyarakat umumnya harus dilibatkan.103
Guru/ dosen merupakan ujung tombak proses
kemanusiaan dan pemanusiaan telah diterima sepanjang sejarah
pendidikan formal, bahkan sebelum itu. Hingga saat ini agenda
kerja, wajah kegiatan, dan fungsi yang ditampilkan oleh guru/
dosen tidak berubah, yaitu menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran di ruangan kelas melalui jalur pendidikan formal.104
Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan
pendidik antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan,
metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta
didik, hubungan antar individu, baik dengan peserta didik
maupun antar sesama pendidik dan unsur lain yang terlibat
dalam
proses pendidikan.
Menurut Santoso S. Hamijojoyo dalam Hamalik
menyatakan: sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka masyarakat senantiasa berubah dan
berkembang dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan
itu menuntut adanya inovasi pendidikan yang menimbulkan
perubahan yang baru dan kualitatif, berbeda dengan hal yang
sebelumnya. Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu
diantaranya terletak pada penyelenggaraan pendidikan di
kampus, dan dosen memegang peranan utama. Dosen
bertanggung jawab menyebarluaskan gagasan-gagasan baru,
103 Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1992), h. 81.
104 Danim, Agenda Pembaruan, h. 189.
62
baik terhadap mahasiswa maupun terhadap masyarakat melalui
proses pengajaran dalam kelas.105
Untuk melihat ciri dosen yang bersifat inovatif, setidaknya
dapat melandaskan akan pendapat Mitchell Ditkoff106 sebagai
berikut:
1. Challenges status quo; tidak merasa cepat puas dengan
keadaan yang ada dan selalu mempertanyakan otoritas dan
rutinitas serta mengkonfrontasikan asumsi-asumsi yang ada.
2. Curious; senantiasa mengeksplorasi lingkungannya dan
menginvestigasi kemungkinan-kemungkinan baru, memiliki
rasa kekaguman (sense of awe)
3. Self-motivated; tanggap terhadap kebutuhan dari dalam
(inner needs) senantiasa secara proaktif memprakarsai
proyek-proyek baru, menghargai setiap usaha.
4. Visionary; memiliki imajinasi yang tinggi dan memiliki
pandangan yang jauh ke depan.
5. Entertains the fantastic; memunculkan ide-ide “gemilang”,
memandang sesuatu yang tidak mungkin menjadi sebuah
kemungkinan, memimpikan dan menghayalkan sesuatu yang
besar.
6. Takes risks; melampaui wilayah yang dianggap
menyenangkan, berani mencoba dan menanggung
kegagalan.
7. Peripatetic; merubah lingkungan kerja sesuai dengan
kebutuhan, senang melakukan perjalanan (travelling) untuk
memperoleh inspirasi atau pemikiran segar.
105 Hamalik, Perencanaan Pengajaran, h. 44.106 Ahmad Sudrajat, “Ciri Orang Inovatif”, http: //thinksmart.com/
articles/ qualites. html, didownload tanggal 20 Mei 2009.
63
8. Playful/humorous; memiliki ketertarikan terhadap hal-hal
yang unik dan mengagumkan, berani tampil beda, humoris.
9. Self-accepting; dapat mempertahankan ide-idenya dan
menganggap “kesempurnaan sebagai musuh kebaikan”, tidak
terikat dengan apa-apa yang diipandang baik menurut orang
lain.
10. Flexible/adaptive; terbuka bagi setiap perubahan, mampu
melakukan penyesuaian terhadap rencana-rencana yang telah
dibuat, menyajikan berbagai solusi dan gagasan.
11. Makes new connections; mampu melihat hubungan-
hubungan diantara unsur-unsur yang terputus, mensintesakan
dan mengkombinasikannya.
12. Reflective, menginkubasi setiap masalah dan tantangan,
mencari dan merenungkan berbagai pertimbangan dalam
mengambil keputusan.
13. Recognizes (and re-cognizes) patterns; perseptif terhadap
sesuatu dan dapat membedakannnya, dapat melihat
kecenderungan dan prinsip serta mampu
mengorganisasikannnya, dapat melihat ”the Big Picture.”
14. Tolerates ambiguity, merasa nyaman dalam situasi kacau
(chaos), dapat menyajikan situasi paradoks, tidak tergesa-
gesa membenarkan terhadap suatu ide yang muncul.
15. Committed to learning; berusaha mencari pengetahuan
secara terus menerus, mensintesakan segala masukan,
menyeimbangkan setiap informasi yang terkumpul dan
menyelaraskan setiap tindakan.
16. Balances intuition and analysis memilih dan memilah
diantara pemikiran divergen dan pemikiran konvergen,
memiliki intuisi tertentu sebelum melakukan analisis,
64
meyakini apa yang sudah dianalisis dan menggunakannya
secara hati-hati dengan menggunakan akal.
17. Situationally collaborative; berusaha menyeimbangkan
pemikiran dari setiap individu, membuka pelatihan dan
mencari dukungan organisasi.
18. Formally articulate; mengkomunikasikan setiap gagasan
secara efektif, menterjemahkan konsep abstrak ke dalam
bahasa penuh arti, menciptakan prototipe atau model yang
dianggap paling mudah
19. Resilient; merefleksi hal-hal yang dianggap mengecewakan
atau yang tidak dinginkan, belajar dengan cepat dari umpan
balik, berkemauan untuk mencoba dan terus mencoba lagi
20. Persevering; bekerja keras dan tekun, memperjuangkan
gagasan-gagasan baru dengan gigih, memiliki komitmen
terhadap hasil-hasil yang telah digariskan.
Berkembangnya informasi dan teknologi membawa
perubahan-perubahan termasuk dalam bidang pendidikan.
Adanya perubahan menyebabkan banyak pihak melakukan
redefinisi baik pada tatanan konsep maupun pada peranan
tenaga pendidik. Redefinisi itu penting mengingat makin
diragukannya signifikansi antara pandangan lama dengan
aspirasi kondisi dan kebutuhan masyarakat. Perubahan yang
berpengaruh terhadap pendidikan dan peran tenaga pendidik
meliputi perubahan dimensi global. Karena itu tenaga pendidik
harus efektif dalam mencari informasi yang mendukung dalam
pelaksanaan tugasnya. Informasi yang dimaksud tidak terbatas
hanya pada penyediaan bahan pengajaran, tetapi juga
membentuk sikap mandiri dan mempengaruhi perilaku dan
disiplin kampus. Kampus sebagai lembaga pendidikan menyikapi
65
perubahan yang mengglobal. Tidak semua perubahan dapat
diterima, tetapi harus disesuaikan dengan budaya yang dimiliki.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan
bahwa sikap inovatif merupakan suatu kecenderungan untuk
bereaksi atau bertindak terhadap inovasi yang tercermin dalam
(1) pengetahuan dan mengalaman sesuatu yang baru (inovasi),
pengetahuan tentang pengelompokan mahasiswa, pengetahuan
tentang pemakaian ruang dan waktu, pengetahuan tentang cara
mengajar, pengetahuan tentang teknologi dan informasi, (2)
respon terhadap inovasi yaitu respon positif dan negatif, dan (3)
kreatif yaitu kemampuan dalam memecahkan masalah,
imajinatif, penemuan pelayanan dan produk baru.
B. Penelitian yang Relevan
1. Irawati, Penelitian Tesis yang berjudul Budaya Kerja dan
Sikap Inovatif sebagai Faktor Pendukung Kinerja Para
Pustakawan Perguruan Tinggi di Padang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sumbangan budaya kerja dan
sikap inovatif terhadap kinerja pustakawan perpustakaan
perguruan tinggi di Padang. Hipotesis dalam penelitian ini
adalah terdapat sumbangan berarti antara budaya kerja
terhadap kinerja pustakawan, terdapat sumbangan berarti
antara sikap inovatif terhadap kinerja pustakawan,
terdapat sumbangan berarti antara budaya kerja dan sikap
inovatif terhadap kinerja pustakawan. Untuk mengungkap
hal itu menggunakan metode korelasional. Penelitian ini
melibatkan 41 responden dari populasi yang berjumlah 72
orang, yaitu yang bekerja di perpustakaan Universitas
Negeri Padang, Unand, IAIN Imam Bonjol, Universitas Bung
Hatta. Instrumen penelitiannya adalah angket, kemudian
66
dianalisis dengan teknik statistik, korelasi dan regresi.
Hasil penelitian ini adalah terdapat sumbangan yang
memadai (23,13 %) dari budaya kerja terhadap kinerja
dosen, terdapat sumbangan yang memadai (25,41 %) dari
budaya kerja terhadap kinerja dosen, terdapat sumbangan
yang cukup baik (48,40 %) dari budaya kerja terhadap
kinerja dosen. Kesimpulan penelitian ini budaya kerja dan
sikap inovatif tidak dapat diabaikan peranannya,
disamping faktor-faktor lain yang turut memberi peran/
sumbangan dalam peningkatan kinerja pustakawan.
2. Brantas, penelitian tesis, Pengaruh Kompensasi dan
Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Dosen: Studi Terhadap
Kinerja Dosen Pada Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung,
Tahun 2006.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variabel
kompensasi, kepuasan kerja dan pengaruhnya terhadap
kinerja dosen.
Penelitian ini menggunakan metode survey dengan
pendekatan kuantitatif melalui teknik analisis deskriptif,
korelasional, dan regresi berganda dengan menggunakan
statistik parametrik. Subjek penelitian adalah Sekolah
Tinggi Pariwisata Bandung, dengan populasi sebanyak 134
dosen dan sampel penelitian sebanyak 66 orang dosen.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara deskriptif,
kompensasi termasuk kategori kurang baik, sedangkan
kepuasan kerja dan kinerja termasuk kategori cukup. Hasil
lainnya menunjukkan bahwa pengaruh kompensasi
terhadap kinerja adalah sebesar 47,20 %, dan pengaruh
kepuasan kerja terhadap kinerja adalah sebesar 67,40 %,
67
serta pengaruh kompensasi dan kepuasan kerja secara
bersama-sama terhadap kinerja adalah sebesar 73,80%.
Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan,
direkomendasikan beberapa hal, diantaranya: (1)
menyediakan program pendidikan, pelatihan dan
pengembangan yang terpadu dan terbuka bagi seluruh
dosen, serta dukungan fasilitas kerja yang memadai, (2)
memperlakukan dosen sebagai "mitra kerja", dan
dilibatkan dalam berbagai pengambilan keputusan, (3)
mensosialisasikan visi dan misi yang ingin dicapai oleh
Sekolah Tinggi Parawisata Bandung, sehingga secara tidak
langsung dosen merasa dilibatkan dan turut bertanggung
jawab mencapai tujuan institusi, (4) mengupayakan agar
kualitas pendidikan dosen terus ditingkatkan pada jenjang
yang lebih tinggi, dengan mekanisme yang transparan dan
objektif, dan (5) membuat saluran komunikasi yang mudah
digunakan, sehingga mereka dapat menyampaikan seluruh
aspirasinya kepada manajemen Sekolah Tinggi Parawisata
Bandung.
Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti
variabel lain diluar kompensasi dan kepuasan kerja yang
diduga mempengaruhi kinerja dosen, misalnya variabel
perencanaan dan pengembangan karir dosen, dan
mengaitkan dengan variabel lainnya, misalnya
produktivitas atau motif berprestasi, dengan objek
penelitian (populasi) yang lebih besar.
3. J. Hutapea meneliti dengan judul Hubungan Kepemimpinan
Spiritual dan Integritas Guru/ dosen dengan Prestasi Kerja
Guru SMP Negeri di Kecamatan Siborongborong. Penelitian
ini adalah berupa penelitian tesis pada PPs. Unimed pada
68
tahun 2003. Tujuan dilaksanakan penelitian ini untuk
mengetahui (1) Hubungan kepemimpinan spiritual dengan
Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di Kecamatan
Siborongborong (2) hubungan integritas dengan Prestasi
Kerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Siborongborong, (3)
hubungan kepemimpinan spiritual dan integritas guru
secara bersama- dengan Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di
Kecamatan Siborongborong. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kepemimpinan spiritual
dan integritas dosen, baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersamaan dengan Prestasi Kerja Guru SMP Negeri
di Kecamatan Siborongborong. Kesimpulan penelitian ini:
(1) kepemimpinan spiritual mempunyai hubungan yang
signifikan dengan Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di
Kecamatan Siborongborong, hal ini menunjukkan semakin
baik kepemimpinan spiritual guru, maka akan semakin
tinggi pula Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di Kecamatan
Siborongborong, (2) integritas guru mempunyai hubungan
yang signifikan dengan Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di
Kecamatan Siborongborong, hal ini menunjukkan semakin
guru mempunyai kepemimpinan spiritual, maka akan
semakin tinggi pula Prestasi Kerja Guru SMP Negeri di
Kecamatan Siborongborong. (3) kepemimpinan spiritual
dan integritas guru secara bersama-sama mempunyai
hubungan signifikan dengan Prestasi Kerja Guru SMP
Negeri di Kecamatan Sibor
4. ongborong, hal ini menunjukkan semakin guru mempunyai
kepemimpinan spiritual yang baik, danmempunyai
69
integritas yang tinggi, maka akan semakin tinggi Prestasi
Kerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Siborongborong.
C. Kerangka Pikir Penelitian
1. Hubungan Integritas Dosen dengan Kinerja
Dosen
Integritas adalah sebuah konsep yang menggambarkan
bentuk kecerdasan manusia yang paling tinggi. Integritas
tandas Kolb adalah suatu kesadaran terpadu yang canggih
dan penghayatan mendalam atas suatu proses yang
pernah dialami dengan suatu cara yang melampaui
kreativitas, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan intuitif
dan emosi serta daya analitik rasional.
Integritas itu sendiri merupakan komitmen yang
harus dimiliki oleh seorang dosen sebagai tenaga
profesional terhadap institusional tempatnya bekerja.
Dengan adanya integritas yag tinggi pada diri seorang
dosen untuk selalu menyatakan dan menerima kebenaran
dalam diri sendiri dan pada diri orang lain. Baginya,
menyatakan kebenaran atas apa yang ada di hatinya
adalah sebuah aturan pokok dan hal yang sangat perlu
dihayati dalam kehidupannya. Melalui integritas yang
tinggi pada institisional ini akan mendorong seorang dosen
untuk selalu bersikap jujur dalam pelaksanaan tugasnya
sehari-hari, sehingga akan mendorongnya untuk bekerja
secara lebih bertangung jawab dan tanpa beban atau
pelaksanaan yang pada gilirannya akan menggiring dosen
tersebut ke arah produktivitas optimal dalam rangka
mewujudkan kinerja yang tinggi.
70
Berdasarkan pembahasan di atas, diduga terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara integritas
dosen dengan kinerja dosen. Artinya, jika semakin tinggi
integritas dosen, maka semakin tinggi pula kinerja dosen.
2. Hubungan Sikap Inovatif dengan Kinerja Dosen
Sikap inovatif merupakan kecenderungan individu
yang berkaitan dengan psikologis untuk bertindak atau
bereaksi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan
sekitarnya. Adanya perubahan banyaknya pihak yang
melakukan redefinisi baik pada tatanan konsep maupun
pada peranan tenaga pendidik. Redefinisi itu penting
mengingat semakin diragukannya signifikansi antara
pandangan lama dengan aspirasi kondisi dan kebutuhan
masyarakat. Perubahan yang berpengaruh terhadap
pendidikan dan peran tenaga pendidik meliputi perubahan
dimensi global. Oleh karena itu tenaga pendidik harus
efektif dalam mencari informasi yang mendukung dalam
pelaksanaan tugasnya. Informasi yang dimaksud tidak
terbatas pada penyediaan bahan pengajaran, tetapi juga
membentuk sikap mandiri dan mempengaruhi perilaku dan
displin kampus.
Kampus sebagai lembaga pendidikan menyikapi
perubahan yang terjadi. Dimana sikap kreatif ini akan
menghasilkan kepribadian yang inovatif, yang pada
gilirannya akan dapat menghasilkan prestasi akademik
mahasiswa. Untuk itu dosen dituntut untuk menghasilkan
prestasi akademik mahasiswa dan memiliki kinerja yang
tinggi dengan selalu bersikap kreatif serta mencari
langkah-langkah baru yang bersikap inovatif dalam
71
upaya pengembangan dan pemberdayaan potensi yang
dimiliki dosen tersebut, dapat dilakukan dengan
peningkatan dan pengembangan pendidikan serta karier
yang telah dimiliki sejalan dengan tugas dan fungsinya
sebagai ilmuan dengan lebih aktif melakukan tugas-tugas
penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Melalui
sikap inovatif, dosen akan dapat mengoptimalkan
kinerjanya yang pada gilirannya dapat menghasilkan
prestasi kerja yang maksimal pula.
Berdasarkan pembahasan di atas, diduga terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara sikap inovatif
dengan kinerja dosen. Artinya, semakin tinggi sikap
inovatif, maka semakin tinggi pula kinerja dosen.
3. Hubungan Integritas Dosen dan Sikap Inovatif
secara Bersama-Sama dengan Kinerja Dosen
Perlunya sikap inovatif yang merupakan proses
tertentu dari seseorang dengan melalui pendayagunaan
pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan dan
individu yang mengelilinginya yang berusaha
menghasilkan suatu perubahan (produk baru), baik bagi
dirinya sendiri ataupun bagi lingkungannya. Dalam hal ini,
inovasi selalu menunjukkan pada suatu perubahan yang
baru secara kualitatif berbeda dengan keadaan semula
yang didasark-an atas pertimbangan yang diteliti dengan
maksud untuk meningkatkan kinerja dosen. Artinya jika
semakin tinggi integritas dosen dan sikap inovatif, maka
semakin tinggi pula kinerja dosen.
72
Bentuk hubungan antar variabel penelitian ini dapat
digambarkan dalam bagan berikut ini:
ryx1
ryx1x2
ryx2
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang
sinifikan antara:
1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
interigritas dosen dengan kinerja dosen di STAI Al-
Ishlahiyah Binjai.
2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
sikap inovatif dengan kinerja dosen di STAI Al-Ishlahiyah
Binjai.
3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
integritas dosen dan sikap inovatif secara bersama-sama
dengan kinerja dosen di STAI Al-Ishlahiyah Binjai.
73
Integritas Dosen(X1)
Sikap Inovatif(X2)
Kinerja Dosen (Y)