bab ii reward

49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kinerja a. Definisi Ruky (2001) menyatakan istilah kinerja/prestasi sendiri sebenarnya adalah pengalihbahasaan dari kata inggris performance. Kamus The New Webster Dictionary memberikan tiga arti yaitu “prestasi” yang digunakan dalam kalimat misalnya tentang mobil yang sangat cepat (high performance car), “pertunjukan” yang biasanya dignakan dalam kalimat folk dance performance atau pertunjukan tarian-tarian rakyat, “pelaksanaan tugas” misalnya dalam kalimat in performing his/her duties. Sedangkan Bernardin dan Rusel dalam Ruky (2001) memberikan definisi tentang performance yaitu prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan

Upload: kamek-cank

Post on 19-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Reward

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Kinerja

a. Definisi

Ruky (2001) menyatakan istilah kinerja/prestasi sendiri sebenarnya

adalah pengalihbahasaan dari kata inggris performance. Kamus The New

Webster Dictionary memberikan tiga arti yaitu “prestasi” yang digunakan

dalam kalimat misalnya tentang mobil yang sangat cepat (high

performance car), “pertunjukan” yang biasanya dignakan dalam kalimat

folk dance performance atau pertunjukan tarian-tarian rakyat,

“pelaksanaan tugas” misalnya dalam kalimat in performing his/her duties.

Sedangkan Bernardin dan Rusel dalam Ruky (2001) memberikan definisi

tentang performance yaitu prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang

diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu

selama kurun waktu tertentu.

Royani (2010) menyatakan bahwa kinerja adalah perilaku atau unjuk

kerja yang relevan dengan tujuan organisasi yang dapat diukur pada level

profesional. Untuk kerja ini dapat dilihat dari perilaku individu serta dapat

dinilai oleh orang lain sebagai suatu prestasi sesungguhnya yang dicapai

oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab

yang dibebankan kepadanya. Pengertian kinerja menurut Simamora (2012)

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

Page 2: BAB II Reward

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Simamora (2012) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi

pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi.

Rumusan ini menyatakan bahwa:

Human performance = Ability + Performance

Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowledge + Skill

Penjelasan:

1) Faktor Kemampuan (ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan

karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ

superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan

sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

2) Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan

terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka

yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan

motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif

(kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja

Page 3: BAB II Reward

yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain

hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola

kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

c. Penilaian kinerja

Swanburg (1987) dalam Nursalam (2011) menyatakan penilaian

kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat

dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Sedangkan

Rivai dan Ella (2009) menyebutkan bahwa penilaian prestasi adalah

merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya.

d. Tujuan penilaian kinerja

Rivai dan Ella (2009) menyatakan tujuan penilaian kinerja atau prestasi

kinerja karyawan pada dasarnya meliputi:

1) Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.

2) Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan

gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang.

3) Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.

4) Untuk pembeda antarkaryawan yang satu dengan yang lain.

5) Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam:

a) Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi

pekerjaan.

b) Promosi, kenaikan jabatan.

c) Training atau latihan.

6) Meningkatkan motivasi kerja.

Page 4: BAB II Reward

7) Meningkatkan etos kerja.

8) Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui

diskusi tentang kemajuan kerja mereka.

9) Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk

memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier

selanjutnya.

10) Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas.

11) Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier

dan keputusan perencanaan suksesi.

12) Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai

untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.

13) Sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan gaji-upah-insentif-kompensasi dan berbagai imbalan lainnya.

14) Sebagai penyaluran keluhan yang berkaitan masalah pribadi maupun

pekerjaan.

15) Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.

16) Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk

mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.

17) Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM, seperti seleksi,

rekrutmen, pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang

saling ketergantungan di antara fungsi-fungsi SDM.

18) Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja

menjadi baik.

Page 5: BAB II Reward

19) Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.

20) Pemutusan hubungan kerja, pemberian sangsi ataupun hadiah.

e. Proses kegiatan penilaian kinerja

Penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas

individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan

potensinya untuk pengembangan.

Proses kegiatan dalam penilaian kinerja meliputi ( Nursalam, 2011):

1) Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh staf.

2) Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai

karyawan dalam kurun waktu teretentu dengan penempatan standar

prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan.

3) Melakukan monotoring, koreksi, dan memberikankesempatan serta

bantuan yang diperlukan oleh stafnya.

4) Menilai prestasi kerja staf degancara membandingkan prestasi yang

dicapai dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan.

5) Memberikan umpan balik kepada karyawan yng dinilai. Dalam

pemberian proses umpan balik ini atasan dan bawahan perlu

membicarakan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah

diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya.

f. Kinerja perawat

Kinerja menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan kesehatan yang

menunjukkan akuntabilitas lembaga pelayanan dalam kerangka tata

pemerintahan yang baik (good governance). Berbagai jenjang pelayanan

Page 6: BAB II Reward

dan asuhan pasien (patient care) merupakan bisnis utama dalam pelayanan

kesehatan. Upaya untuk memperbaiki mutu dan kinerja pelayanan klinis

pada umumnya dimulai oleh perawat melalui berbagai bentuk kegiatan,

seperti: gugus kendali mutu, penerapan standar keperawatan, pendekatan-

pendekatan pemecahan masalah, maupun audit keperawatan (KESMAS,

2013).

Subanegara (2005) dalam Sari (2011) menyatakan bahwa Perawat

adalah profesi yang terbanyak jumlahnya di rumah sakit dan dengan

jumlah besar inilah kekuatan kelompok dibentuk. Banyak bermunculan

pendapat kelompok perawat adalah profesi tersendiri dan bukan bawahan

dokter, perawat adalah profesi yang setara dengan dokter, dibutuhkan

pengakuan yang tepat bahwa memang demikian adanya, namun tidak

sedikit bahwa profesi ini secara tidak disadari seperti tunduk terhadap

apapun yang diperintahkan dokter. Ada beberapa teori yang mengatakan

bahwa pasien datang ke rumah sakit sebenarnya mencari perawat bukan

mencari yang lain. Secara tidak sadar kita lihat sehari-hari bahwa pasien

datang ke rumah sakit untuk mencari dokter, keduanya benar namun

keduanya kurang lengkap, secara tepat bahwa sebenarnya pasien

datang ke rumah sakit ingin mendapatkan pelayanan dokter, perawat

dan pelayanan lainnya termasuk pelayanan administrasi.

g. Penilaian kinerja perawat

Handoko (1992) dalam Simamora (2012) menjelaskan bahwa penilaian

prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau

Page 7: BAB II Reward

menilai prestasi kerja perawat. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan

personalia dan memberi umpan balik kepada para karyawan tentang

pelaksanaan kerja mereka. Pelaksanaan studi evaluasi kinerja, digunakan

untuk mengevaluasi pekerjaan yang sudah selesei dengan melakukan studi

lapangan yang komprenhensif.

Berdasarkan penilaian kinerja perawat untuk mengetahui kualitas

pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan indikator kinerja perawat

menurut Direktorat pelayanan dan Dirjen Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan Tahun 2001 menyatakan bahwa penilaian kinerja perawat

terhadap mutu asuhan keperawatan dilakukan melalui penerapan Standar

Asuhan Keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan

keperawatan , evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan

keperawatan dan evaluasi tindakan perawat berdasarkan Standar

Operasional Prosedur (SOP) (Depkes, 2001).

Berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pelayanan Medis Nomor:

YM.00.03.2.3.7637 tahun 1993 perawat harus melaksanakan standar

asuhan keperawatan (SAK) di rumah sakit yang terdiri dari pengkajian

keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan

keperawatan, evaluasi keperawatan, dan catatan asuhan keperawatan.

Evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di

rumah sakit terdiri dari data umum, data pelayanan keperawatan, saran

pasien/ keluarga untuk perbaikan, merupakan pertanyaan terbuka.

Page 8: BAB II Reward

Sedangkan evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP yang dinilai yaitu

persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan (Depkes, 2001).

h. Cara menilai kinerja perawat

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien

digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik

keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam

tahapan proses keperawatan, yang meliputi pengkajian keperawatan,

diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi

(Simamora, 2012).

Depkes (2001) menyatakan dalam menilai kinerja perawat digunakan

standar praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi penerapan standar

asuhan keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,

evaluasi dan catatan asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi persepsi

pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di rumah sakit terdiri

dari data umum, data pelayanan keperawatan, saran pasien/ keluarga untuk

perbaikan, merupakan pertanyaan terbuka. Dan instrumen evaluasi tindakan

perawat berdasarkan SOP yang dinilai yaitu persiapan dan pelaksanaan tiap

kegiatan keperawata.

a) Penerapan SAK pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan,

dinilai atas (Depkes, 2001)

Page 9: BAB II Reward

1) Standar 1 : Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses

keperawatan yang bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat

kesehatan klien yang digunakan untuk merumuskan masalah klien

dan rencana tindakan. Perawat mengumpulkan data tentang status

kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat , singkat dan

berkesinambungan (Pengurus Pusat PPNI, 2005). Instrumen

penilaian kinerja perawat pada proses pengkajian keperawatan

menurut Depkes (2001) terdiri dari: mencatat data yang dikaji

sesuai dengan pedoman pengkajian, data dikelompokkan

berdasarkan bio-psiko-sosial-spiritual, data dikaji sejak pasien

masuk sampai pulang, dan masalah dirumuskan berdasarkan

kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi

kehidupan.

2) Standar 2 : Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana

intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan,

pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan

klien. Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan

diagnosis keperawatan. (Pengurus Pusat PPNI, 2005). Instrumen

penilaian kinerja perawat pada proses diagnosa keperawatan

menurut Depkes (2001) terdiri dari: diagnosa keperawatan

berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, diagnosa keperawatan

Page 10: BAB II Reward

mencerminkan PE/PES, dan merumuskan diagnosa keperawatan

aktual/potensial.

3) Standar 3 : Perencanaan Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan adalah pedoman tertulis untuk

perawatan klien. Rencana perawatan tertulis mendokumentasikan

kebutuhan perawatan kesehatan klien, tujuan, hasil yang diharapkan

dan aktifitas dan starategi keperawatan spesifik. Selama

perencanaan perawat berkolaborasi dengan klien dan keluarganya

juga berkonsultasi dengan tim perawat lainnya, menelaah literatur

yang berkaitan, memodifikasi asuhan dan mencatat informasi yang

relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan klinik

(Kusnanto, 2003). Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses

perencanaan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari :

perencanaan bardasarkan diagnosa keperawatan, disusun menurut

urutan prioritas, rumusan tujuan mengandung komponen pasien,

subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan kriteria waktu,

rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien keluarga,

rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah,

terinci dan jelas, dan rencana tindakan menggambarkan kerjasama

dengan tim kesehatan lain.

4) Standar 4 : Tindakan Keperawatan

Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa selama tindakan,

perawat mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan

Page 11: BAB II Reward

keperawatan, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan

tindakan keperawatan dan mengkomunikasikan tindakan. Instrumen

penilaian kinerja perawat pada proses tindakan keperawatan

menurut Depkes (2001) terdiri dari: tindakan dilaksanakan mengacu

pada rencana perawatan, perawat mengobsevasi respon pasien

terhadap tindakan keperawatan, revisi tindakan berdasarkan

evaluasi, dan semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat

ringkas dan jelas.

5) Standar 5 : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap

tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah

ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Praktek

keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup

berbagai perubahan data, diagnosa atau perencanaan yang telah

dibuat sebelumnya. Efektivitas asuhan keperawatan tergantung pada

pengkajian yang berulang-ulang (Pengurus Pusat PPNI, 2005).

Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses evaluasi

keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari : evaluasi mengacu

pada tujuan dan hasil evaluasi dicatat.

6) Standar 6 : Catatan Asuhan Keperawatan

Catatan asuhan keperawatan adalah bukti pencatatan dan

pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan asuhan

keperawatan (Nursalam, 2003). Dalam catatan asuhan keperawatan

Page 12: BAB II Reward

ini pencatatan yang dilakukan harus sesuai dengan yang dikerjakan

dan yang ditulis dengan jelas sehingga dapat digunakan antar tim

kesehatan. Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses catatan

asuhan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari: menulis

pada format yang baku, pencatatan dilakukan sesuai dengan

tindakan yang dilaksanakan, pencatatan ditulis dengan jelas, setiap

melakukan tindakan/kegiatan perawat mencantumkan paraf/nama

jelas, dan tanggal jam dilakukannya tindakan, dan berkas catatan

keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penerapan SAK pada pedoman studi dokumentasi asuhan

keperawatan digunakan untuk mengumpulkan data agar dapat

menilai kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat. Penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan pendokumentasian yang ditemukan dalam rekam

medik pasien dengan pendokumentasian yang ditentukan dalam

standar keperawatan. Dimana pengisian pedoman studi dokumentasi

SAK dilakukan oleh perawat dengan kriteria sebagai berikut:

perawat studi dokumentasi SAK dilakukan oleh perawat dengan

kriteria sebagai berikut: perawat terpilih dari ruangan tempat

dilakukan evaluasi, perawat yang telah menguasai/memahami

proses perawatan, dan telah mengikuti pelatihan penerapan standar

asuhan keperawatan di RS (Depkes, 2001).

Page 13: BAB II Reward

Sedangkan, rekam medik pasien yang dinilai harus memenuhi

kriteria sebagai berikut: rekam medik pasien yang telah dirawat

minimal 3 (tiga) hari diruangan yang bersangkutan, data

dikumpulkan sebelum berkas medik pasien dikembalikan pada

bagian Medical Recors RS, khusus untuk Kamar Operasi dan IGD,

penilaian dilakukan setelah pasien dipindahkan ke ruangan

lain/pulang, dan rekam medik pasien yang memenuhi kriteria

selama periode evaluasi berjumlah 20 untuk setiap ruangan

(Depkes, 2001).

Adapun bentuk instrumen dari Pedoman Studi Dokumentasi

SAK terdiri dari: kolom 1: no. urut yang dinilai , kolom 2: aspek

yang dinilai, kolom 3: no. kode rekam medik yang dinilai, dan

kolom 4: keterangan. Berikut ini terdapat rumus dari persentase

kinerja perawat yang ditulis sebagai berikut berdasarkan Depkes

(2001) yaitu :

P =TJB x JA

x 100%

Keterangan:

P : Prosentase

T: Total (Jumlah Rekam medik pasien)

JB: Jumlah berkas

JA: Jumlah aspek yang dinilai (pengkajian, diagnosa, perencanaan,

tindakan, evaluasi, catatan askep)

Page 14: BAB II Reward

b) Evaluasi persepsi pasien/ keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan

di rumah sakit terdiri dari (Depkes, 2001):

1) Data Umum

Data umum terdiri dari latar belakang pendidikan, latar

belakang pekerjaan, dan lama dirawat. Perawat pengumpul data

harus memenuhi kriteria: kepala ruangan/perawat terpilih dari

ruangan tempat dilakukan evaluasi, perawat yang telah memahami

cara pengisian dari data tentang perspepsi pasien/keluarga.

Responden (pasien/keluarga yang terpilih) harus memenuhi kriteria

sebagai berikut: sukarela, dapat membaca dan menulis, pasien yang

telah ditetapkan pulang dan telah dirawat minimal 3 hari, pada

periode evaluasi, jumlah responden minimal 20 orang ditiap

ruangan. Adapun rumus prosentase tiap tingkat pendidikan dihitung

dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001):

P=JRPJR

x 100%

Keterangan:

P : Prosentase

JRP: Jumlah responden dengan pendidikan tertentu (SD, SLTP,

SLTA, PT)

JR : Jumlah seluruh responden

Sedangkan rumus Prosentase tiap macam pekerjaan dihitung

dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001) :

Page 15: BAB II Reward

P=JRPJR

x 100%

Keterangan:

P : Prosentase

JRP: Jumlah responden dengan pendidikan tertentu (PNS, ABRI,

POLISI, Swasta, dll)

JR : Jumlah seluruh responden

Dibawah ini juga terdapat rumus prosentase pasien yang dirawat

dirumah sakit 3-7 hari dihitung dengan cara (Depkes, 2001):

P=JPRJR

x 100%

Keterangan:

P : Prosentase

JPR: Jumlah pasien yang lama dirawat 3-7 hari

JR : Jumlah seluruh responden

2) Data pelayanan keperawatan

Terdiri dari 4 kolom yaitu: kolom 1: nomor urut pertanyaan,

kolom 2: daftar pertanyaan tentang pelayanan keperawatan, kolom

3: kolom jawaban, dan kolom 4: keterangan. Data pelayanan

keperawatan merupakan hasil persepsi pasien/keluarga yang terpilih

terhadap mutu pelayan keperawatan. Berikut ini terdapat rumus

prosentase persepsi pasien/keluarga yang dihitung dengan cara

(Depkes, 2001):

P=JYJY + JT

x 100%

Page 16: BAB II Reward

Keterangan:

P : Prosentase

JY: Jumlah jawaban ya

JT: Jumlah jawaban tidak

3) Kesan dan saran dari pasien/ keluarga merupakan pertanyaan

terbuka.

c) Evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP

Evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP dinilai berdasarkan

dari persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat penilai (observer) dan Observee. Perawat

penilai mempunyai kriteria sebagai berikut: perawat terpilih dari

ruangan lain, perawat yang telah memahami SOP, perawat yang telah

mengikuti pelatihan penerapan standar asuhan keperawatan, dan untuk

masing-masing ruangan di RSU kelas C:2-4 orang, RSU kelas B: 4 - 6

orang, RSU kelas A: 6-8 orang. Dan Observee harus memenuhi kriteria

sebagai berikut: perawat sedang bertugas diruangan yang sedang

dilakukan evaluasi dan perawat dengan latar belakang pendidikan

minimal SPK dan pengalaman kerja minimal 2 tahun. Adapun bentuk

penilaian SOP terdiri dari (Depkes, 2001): kolom 1: berisi nomor

kegiatan keperawatan, kolom 2: berisi jenis kegiatan keperawatan yang

diobservasi, kolom 3: berisi aspek yang dinilai pada saat observasi,

kolom 4: berisi hasil observasi yang terdiri dari 5 sub kolom, dan kolom

5: berisi keterangan tentang hal-hal yang terkait dengan situasi dari

Page 17: BAB II Reward

aspek yang dinilai. Dibawah ini terdapat rumus dari prosentase tiap

kegiatan dihitung dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001):

P=TJO + JA

x 100%

Keterangan:

P : Prosentase

T : Total (Jumlah dari sub total dari observasi)

JO: Jumlah observasi

JA: Jumlah aspek yang dinilai (kriteria persiapan maupun kriteria

pelaksanaan)

2. Sistem Penghargaan

a. Definisi

Menurut Nawawi (2005) kompensasi bagi organisasi/perusahaan berarti

penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi

dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.

Program pemberian kompensasi terkait dengan penghargaan dalam bentuk

uang atau sejenisnya yang sering dinamakan sebagai intensif diantaranya

yaitu berapa pendapatan yang akan diberikan kepada tenaga kerja sesuai

dengan pekerjaan yang dilakukannya, kemudian apa yang dinamakan

struktur penggajian (wage-structure) yaitu tingkat upah yang diberikan di

perusahaan tersebut (Simamora, 2012).

Kompensasi atau penghargaan merupakan kontra prestasi terhadap

penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja.

Kompensasi merupakan jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada

Page 18: BAB II Reward

pekerja sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerjanya. Jadi,

kompensasi sangat penting bagi karyawan itu sendiri sebagai individu,

karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau ukuran nilai

pekerja karyawan itu sendiri. Sebaliknya besar kecilnya kompensasi dapat

mempengaruhi prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan dapat

mencapai tujuan-tujuan organisasi, apabila kompensasi diberikan secara

tepat dan benar (Wibowo, 2013; Notoatmodjo, 2009).

b. Teori yang mendasari penghargaan

Menurut Notoatmodjo (2009) salah satu model-model motivasi kerja

adalah model sumber daya manusia, model ini mengatakan bahwa banyak

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan selain

uang, barang, atau kepuasan kerja, tetapi juga kebutuhan akan keberhasilan

kerja (kesuksesan kerja). Memberikan tanggung jawab dan kesempatan

yang seluas-luasnya untuk membuktikan kemampuannya akan

meningkatkan motivasi dan gairah kerja karyawan. Memberikan “reward”

atau penghargaan, dan “punishmen” atau hukuman oleh atasan kepada

bawahan juga juga dapat dipandang sebagai upaya peningkatan motivasi

kerja.

Telah dikembangkan enam teori motivasi dari sudut psikologi, yang

dapat diimplementasikan dalam Manajemen SDM di lingkungan suatu

organisasi (Nawawi, 2005) yaitu.

1) Teori Kebutuhan dari Maslow

Page 19: BAB II Reward

Menyatakan bahwa kebutuhan terdiri dari kebutuhan fisik,

psikologis, dan spiritual. Kebutuhan juga diartikan sebagai

kekuatan/tenaga (energi) yang menghasilkan dorongan bagi individu

untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau memuaskan

kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah terpenuhi/terpuaskan tidak

berfungsi atau kehilangan kekuata dalam memotivasi suatu kegiatan.

2) Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

Teori ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat

memberikan kepuasan yaitu, faktor sesuatu yang dapat memotivasi

adalah faktor prestasi, pengakuan/penghargaan, tanggung jawab,

memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya

promosi, dan pekerjaan itu sendiri; faktor kesehatan lingkungan kerja

(hygiene factors) fadalah faktor yang berbentuk upah/gaji, hubungan

antara pekerja, supervisi teknis, kondisi kerja, kebijakan perusahaan,

dan proses administrasi di perusahaan.

3) Teori Prestasi (Achievement) dari David McClelland

Teori ini mengklasifikasi motivasi berdasarkan akibat suatu

kegiatan berupa prestasi yang dicapai, termasuk juga dalam bekerja.

Kebutuhan ini memerlukan dan mengharuskan seseorang pekerja

melakukan kegiatan belajar, agar menguasai keterampilan/keahlian

yang memungkinkan seseorang pekerja mencapai suatu prestasi.

4) Teori Penguatan (Reinforcemeny)

Page 20: BAB II Reward

Teori ini banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam

proses belajar, dengan mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum

Ganjaran (Law Of Effect)” yang pada dasarnya berarti pengulangan

kegiatan karena mendapat ganjaran. Ganjaran dapat berarti juga

pemberian intensif berbentuk material maupun non material.

5) Teori Harapan (Expectency)

Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan: “terdapat

hubungan yang erat antara pengertian seseorang yang mengenai suatu

tingkah laku, dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai harapan.”

Berarti harapan juga merupakan energi penggerak untuk melakukan

suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai sesuatu usaha.

Usaha yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu dipengaruhi oleh

jenis dan kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang diwujudkannya

berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja.

6) Teori Tujuan sebagai Motivasi

Teori ini mengatakan dalam bekerja tujuan bukanlah harapan,

setiap pekerja yang memahami dan menerima tujuan

organisasi/perusahaan atau unit kerjanya, dan merasa sesuai dengan

dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam mewujudkannya.

Tujuan akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja, yang

mendorong para pekerja memilih alternatif cara bekerja yang terbaik

atau yang paling efektif dan efisien.

c. Sub variabel sistem penghargaan

Page 21: BAB II Reward

Menurut Nawawi (2005) dan Simamora (2004) pembagian sistem

penghargaan dibagi menjadi dua kategorik yaitu terdiri dari kompensasi

langsung (direct compensation) dan kompensasi tidak langsung (indirect

compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari bayaran (pay)

dalam bentuk gaji, upah, bonus dan komisi, kompensasi finansial tidak

langsung yang disebut juga tunjangan, meliputi semua imbalan finansial

yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Kompensasi non finansial

terdiri atas kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri,

atau dari lingkungan psikologisnya dan fisik dimana orang tersebut bekerja.

Secara skematis sistem kompensasi/penghargaan ini bisa dilihat dari

gambar berikut (Simamora, 2004):

Page 22: BAB II Reward

Ganbar 2.1 Komponen-Komponen Program Kompensasi/Penghargaan (Simamora, 2004)

Kompensasi

Nonfinansial Finansial

Tidak langsung Langsung

Bayaran Pokok (Base Pay)

Gaji (Salary)

Upah (Wage)

Bayaran intensif (Insentive pay)

Bonus Komisi Pembagian laba Pembagian

keuntungan Pembagian saham

Bayaran tertanggung (Deferred pay)

Program tabungan

Anuitas pemberian saham

Program perlindungan

Asuransi kesehatan

Asuransi jiwa

Pensiun

Asuransi tenaga kerja

Bayaran di luar jam kerja

Liburan

Hari besar

Cuti tahunan

Cuti hamil

Fasilitas

Kendaraan

Ruang kantor

Tempat parkir

Pekerjaan

Tugas-tugas yang menarik

Tantangan

Tanggung jawab

Pengakuan

Rasa pencapaian

Lingkungan kerja

Kebijakan yang sehat

Supervisi yang kompeten

Kerabat kerja yang menyenangkan

Lingkungan kerja yang nyaman

Bayaran Prestasi (Merit Pay)

Page 23: BAB II Reward

1) Sistem penghargaan finansial

Kompensasi finansial, merupakan dorongan yang bersifat

keuangan yang bukan saja meliputi gaji yang pantas, tetapi juga

termasuk didalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari

keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi

pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain

(Simamora, 2012).

Sistem penghargaan finansial dibedakan jenisnya sebagai berikut:

a) Langsung

Menurut (Amstrong dan Helen 2003) penghargaan/ganjaran

langsung diantaranya adalah gaji, intensif, bonus. Sedangkan

Nawawi (2005) juga menyebutkan, kompensasi langsung adalah

penghargaan/ganjaran yang disebut gaji atau upah yang dibayar

secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap. Upah dan gaji

juga diartikan sebagai pembayaran dalam bentuk uang secara tunai

atau berupa natura yang diperoleh pekerja untuk pelaksanaan

pekerjaannya. Kompensasi langsung disebut juga upah dasar yakni

upah atau gaji yang diterima seorang pekerja dalam bentuk upah

bulanan (salary), upah mingguan atau upah setiap jam dalam

bekerja (hourly wage).

b) Tidak langsung

Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian

keuntungan/manfaat lainnya bagi para pekerja di luar gaji atau

Page 24: BAB II Reward

upah tetap, dapat berupa uang atau barang. Kompensasi tidak

langsung juga dikataka sebagai program penghargaan/ganjaran

dengan variasi yang luas, sebagai pemberian bagian keuntungan

organisasi/perusahaan. Misalnya THR, Tunjangan Hari Natal dan

lain-lain (Simamora, 2005).

2) Sistem penghargaan non finansial

Sistem penghargaan non finansial menurut Rivai dan Ella (2013)

dapat berupa pujian, menghargai diri sendiri, dan pengakuan yang

dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas, dan

kepuasan. Armstrong dan Murlis (2003) menyebutkan bahwa

kebutuhan non finansial mencakup pencapaian, pengakuan, tanggung

jawab, pengaruh dan pertumbuhan pribadi. Berikutnya di bawah ini

akan dijelaskan lebih

lanjut mengenai sistem penghargaan non finansial berdasarkan

Armstrong dan Helen 2003).

a. Pencapaian

Penelitian yang dilakukan oleh McLelland (1991) dalam

Armstrong (2003) mengenai kebutuhan staf manajerial

menghasilkan identifikasi tiga kebutuhan utama, yaitu pencapaian,

kekuasaan, afiliasi. Kebutuhan pencapaian didefenisikan sebagai

keberhasilan kompetitif yang diukur berdasarkan standar

keunggulan pribadi. Motivasi terhadap pencapaian ditingkatkan

oleh organisasi dengan melalui proses seperti desain jabatan,

Page 25: BAB II Reward

manajemen kinerja, serta skema gaji yang dikaitkan dengan

kompetensi atau ketrampilan.

b. Pengakuan

Pengakuan merupakan salah satu motivator yang ampuh. Orang

ingin tahu bukan hanya seberapa baik dia telah mencapai

sasarannya atau menjalankan pekerjaannya, tetapi juga seberapa

baik penghargaan yang diterima atas pencapaiannya. Penghargaan

harus diberikan secara tepat dan harus dihubungkan dengan

pencapaian yang nyata dan jangan hanya disampaikan dalam

bentuk pengakuan semata.

Penghargaan non finansial, terutama bonus pencapaian yang

disampaikan segera setelah prestasi diraih, merupakan simbol yang

jelas atas pengakuan yang digabungkan dengan tunjangan

berwujud. Ini merupakan cara penting untuk membuat proses

penghargaan finansial dan non finansial bisa saling mendukung.

Penghargaan bisa diberikan oleh manajer kepada anak buahnya

yang telah memberinya saran, dan saran tersebut didengar dan

dilaksanakan, kemudian manajer mengakui kontribusi tersebut.

c. Tanggung jawab

Orang dimotivasi dengan memberinya tanggung jawab yang

lebih besar atas pekerjaannya. Ini merupakan proses yang sangat

essensial dalam pemberdayaan. Pemberian tanggung jawab sejalan

dengan konsep motivasi intrinsik yang didasarkan pada isi jabatan.

Page 26: BAB II Reward

Ini juga yang terkait dengan konsep fundamental bahwa individu

termotivasi ketika diberi sarana untuk mencapai tujuannya.

Karakteristik jabatan yang secara intrinsik memotivasi adalah:

a) Individu menerima umpan balik atas kinerjanya, lebih

disukai apabila individu mengevaluasi sendiri kinerjanya

dan menentukan umpan balik yang diperlukannya.

b) Individu beranggapan bahwa untuk menjalankan pekerjaan

secara efektif memerlukan kemampuan yang hebat.

c) Individu merasa bisa mengendalikan penetapan tujuan dan

cara pencapaian tujuan dalam pekerjaannya.

d. Pengaruh

Orang termotivasi untuk mempengaruhi dan berkuasa.

Penelitian oleh McClelland menunjukkan selain mencari prestasi,

para manajer terutama di dorong untuk mendapatkan kekuasaan,

walaupun mereka tetap memiliki kebutuhan affiliasi, seperti

hubungan persahabatan. Organisasi melalui kebijakan partisipasi

bisa memotivasi orang dengan cara memberi kesempatan untuk

mengungkapkan gagasannya, kesempatan agar pandangannya

didengar dan bertindak sesuai pandangannya tersebut.

e. Pertumbuhan diri atau pengembangan karir

Individu pada semua level organisasi, baik didorong oleh

ambisi maupun tidak, mulai mengakui pentingnya untuk

meningkatkan ketrampilan dan terus menerus mengembangkan

Page 27: BAB II Reward

karirnya. Ini merupakan pengembangan falsafah berkelanjutan.

Kini banyak orang beranggapan bahwa pelatihan merupakan

bagian dari paket penghargaan, kesempatan belajar, mengikuti

kursus atau program yang bergengsi serta peluang untuk

mendapatkan ketrampilan baru, bisa menjadi motivator yang

ampuh.

Pengembangan karir dapat dikaitkan dengan teori kebutuhan

Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan terdiri dari kebutuhan

fisik, psikologis, dan spiritual. Kebutuhan juga diartikan sebagai

kekuatan/tenaga (energi) yang menghasilkan dorongan bagi

individu untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau

memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah

terpenuhi/terpuaskan tidak berfungsi atau kehilangan kekuata

dalam memotivasi suatu kegiatan (Nawawi, 2005)

f. Sistem Grading sebagai Jenjang Karir Profesional

Sistem jenjang karir profesional perawat meliputi tiga aspek

yang saling berhubungan yaitu kinerja, orientasi profesional dan

kepribadian perawat, serta kompetensi yang menghasilkan kinerja

profesional. Perawat profesional diharapkan mampu berpikir

rasional, mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri

sendiri, belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri

sehingga dapat meningkatkan jenjang karir profesinya. Jenjang

karir perawat dapat dicapai melalui pendidikan formal dan

Page 28: BAB II Reward

pendidikan berkelanjutan berbasis kompetensi serta pengalaman

kerja disarana kesehatan.

Pemilihan karir secara bertahap akan menjamin individu dalam

mempraktikkan bidang profesinya karena karir merupakan

investasi dan bukan hanya untuk mendapatkan

penghargaan/imbalan jasa. Komitmen terhadap karir ini dapat

dilihat dari sikap perawat terhadap profesinya serta motivasi untuk

bekerja sesuai dengan karir yang telah dipilihnya (Depkes, 2006).

3. Rasio Perawat Pasien

a. Definisi Rasio

Menurut Timmreck (2004) menyatakan bahwa definisi umum rasio

adalah hubungan dalam angka, tingkatan atau penjumlahan yang berbentuk

antara dua hal; hubungan yang kuat dalam hal jumlah atau tingkatan

diantara dua hal yang serupa, misalnya 25 laki-laki terhadap 30 perempuan.

Dari segi matematis, rasio adalah hasil dari suatu penjumlahan yang dibagi

dengan jenis penjumlahan lain dan dinyatakan dalam bentuk pecahan.

b. Definisi Perawat

Menurut Elis dan Hartley (1980) dalam Priharjo (2008) menyatakan

definisi perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi,

yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut. Peran perawat adalah

menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah

kesehatan yang menimpanya. Pengertian perawat menurut Kepmenkes RI

Page 29: BAB II Reward

No. 1239 tahun 2001 dalam Suryadi (2013) tentang regestrasi dan praktik

perawat, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat,

baik dari dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Perawat adalah profesi yang sifat

pekerjaannya berhubungan dengan manusia, terjadi proses interaksi antara

individu, saling mempengaruhi antar individu dan dapat memberikan

dampak terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan (Suheimi dan Emi,

2004).

c. Definisi Pasien

Menurut Kamus Besar Indonesia, pasien adalah orang sakit (yang

dirawat), penderita (sakit). Sedangkan menurut Kamus Kesehatan, pasien

adalah seorang individu yang mencari atau menerima perawatan medis.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien adalah setiap

orang sakit yang mencari atau menerima pelayanan kesehatan yang

diperlukan baik secara lngsung maupun tidak langsung. Menurut definisi

rasio, perawat dan pasien dapat disimpulkan rasio perawat pasien adalah

perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien yang harus di tangani

di rumah sakit.

Page 30: BAB II Reward

B. KERANGKA TEORI

Perawat Kinerja

Faktor yang

mempengaruhi kinerja:

a. Kemampuan

b. Motivasi

c. Sistem

penghargaan

Rasio

Perawat pasien

Kinerja Perawat

Kinerja perawat

(Depkes, 2001):

a. Penerapan SAK

pada pedoman

studi dokumentasi

asuhan

keperawatan

b. Evaluasi persepsi

pasien/keluarga

terhadap mutu

asuhan

keperawatan

c. Evaluasi tindakan

perawat

berdasarkan SOP

Page 31: BAB II Reward

KERANGKA KONSEP

Variabel Independen

Variabel

Dependen

Variabel confounding

C. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara sistem penghargaan

dan rasio perawat pasien terhadap kinerja perawat di RSUD Panembahan Senopati

Bantul.

Sistem Penghargaan

Rasio Perawat Pasien

Kinerja Perawat

Karakteristik indifidu:

1. Umur

2. Pendidikan

3. Lama kerja

Page 32: BAB II Reward