bab ii skripsiq fix

76
BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan menjelaskan tentang pedoman yang akan digunakan dalam bab selanjutnya dengan tujuan agar perhitungan yang dilakukan nantinya akan dapat menghasilkan output seperti yang diharapkan. Penjelasan tentang hal tersebut akan dijelaskan secara garis besar seperti di bawah ini. 1. Penjelasan tentang berbagai macam sistem jaringan drainasi yang ada dan dipergunakan di Indonesia yaitu : sistem handil, sistem anjir, sistem garpu dan sistem sisir. 2. Analisa hidrologi, dalam subbab ini membahas tentang pedoman atau tinjauan pustaka yang digunakan untuk menganalisa data hidrologi. Tujuan dari analisa ini untuk memperoleh besarnya curah hujan rancangan, curah hujan andalan dan curah hujan efektif. Adapun yang temasuk di dalam analisa hidrologi tersebut antara lain sebagai berikut : 2.1. Uji konsistensi data (Rescaled Adjusted Partial Sum) 2.2. Uji abnormalitas data (uji Inlier-Outlier) 2.3. Perhitungan curah hujan rencana. Metode yang digunakan adalah Log Pearson Tipe III. 2.4. Uji kesesuaian distribusi, uji ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran dari suatu distribusi yang dipilih yaitu Log Pearson Tipe III. Dalam hal ini uji kesesuaian distribusi yang digunakan

Upload: agung-sandi-ramadan

Post on 26-Oct-2015

119 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hfhffhfhf

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Skripsiq Fix

BAB IIBAB II

TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang pedoman yang akan digunakan dalam

bab selanjutnya dengan tujuan agar perhitungan yang dilakukan nantinya akan dapat

menghasilkan output seperti yang diharapkan. Penjelasan tentang hal tersebut akan

dijelaskan secara garis besar seperti di bawah ini.

1. Penjelasan tentang berbagai macam sistem jaringan drainasi yang ada dan

dipergunakan di Indonesia yaitu : sistem handil, sistem anjir, sistem garpu dan

sistem sisir.

2. Analisa hidrologi, dalam subbab ini membahas tentang pedoman atau tinjauan

pustaka yang digunakan untuk menganalisa data hidrologi. Tujuan dari analisa

ini untuk memperoleh besarnya curah hujan rancangan, curah hujan andalan dan

curah hujan efektif. Adapun yang temasuk di dalam analisa hidrologi tersebut

antara lain sebagai berikut :

2.1. Uji konsistensi data (Rescaled Adjusted Partial Sum)

2.2. Uji abnormalitas data (uji Inlier-Outlier)

2.3. Perhitungan curah hujan rencana. Metode yang digunakan adalah Log

Pearson Tipe III.

2.4. Uji kesesuaian distribusi, uji ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran

dari suatu distribusi yang dipilih yaitu Log Pearson Tipe III. Dalam hal

ini uji kesesuaian distribusi yang digunakan adalah uji Smirnov

Kolmogorov dan uji Chi Kuadrat.

2.5. Perhitungan curah hujan andalan

2.6. Perhitungan curah hujan efektif

3. Analisa klimatologi, analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya

evapotranspirasi yang terjadi. Adapun yang termasuk dalam analisa klimatologi

adalah sebagai berikut :

3.1. Perhitungan besarnya evapotranspirasi potensial yang terjadi. Dalam

studi akhir ini menggunakan dua metode yaitu metode Penmann dan

metode Blaney Criddle.

3.2. Penetapan evapotranspirasi potensial rerata.

Page 2: Bab II Skripsiq Fix

4. Analisa kebutuhan air, analisa ini dilakukan untuk menghitung besarnya

kebutuhan air di lahan pertanian yang harus tersedia di intake. Adapun hal-hal

yang termasuk di dalam analisa kebutuhan air adalah sebagai berikut :

4.1. Perhitungan kebutuhan air tanaman

4.2. Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan

4.3. Perhitungan kebutuhan air untuk penggantian lapisan air

4.4. Perhitungan kebutuhan air kotor di sawah

4.5. Perhitungan kebutuhan air bersih di sawah

4.6. Perhitungan kebutuhan air di intake

5. Analisa modulus drainase, subbab ini akan menjelaskan tentang perhitungan

debit yang harus dibuang dari lahan yang menjadi lokasi studi yaitu di daerah

Talingke Kecamatan Tasik Payawan Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan

Tengah. Perhitungan debit yang dilakukan berdasarkan pada besarnya curah

hujan yang turun.

6. Analisa dimensi saluran, subbab ini menjelaskan tentang dimensi saluran yang

akan direncanakan disesuaikan dengan besarnya debit buangan lahan akibat

pengaruh hujan dan akibat pasang surut sungai Katingan mengingat lokasi studi

berkarakteristik lahan pasang surut.

7. Analisa hidrolika, analisa hidrolika digunakan untuk mengetahui profil aliran

yang terjadi pada sistem jaringan drainasi yang direncanakan. Dalam studi ini

digunakan perangkat lunak Hec-Ras 3.1.3 untuk mengetahui profil aliran yang

terjadi. Dalam subbab ini akan menjelaskan langkah-langkah dalam analisa

hidrolika dengan menggunakan HEC RAS 3.1.3 diantaranya :

7.1. Memulai HEC RAS 3.1.3

7.2. Pembuatan File Baru

7.3. Memasukkan Data Geometri

7.4. Memasukkan Data Debit (Unsteady Flow) dan Kondisi Batas

7.5. Pemrosesan Data

7.6. Hasil Pemrosesan Data

8. Analisa stabilitas saluran rencana, analisa ini dilakukan untuk mengetahui

tingkat stabilitas dari saluran rencana yang ada di lokasi studi di daerah

Talingke. Untuk mempermudah analisa stabilitas digunakan program GEO

SLOPE. Program GEO SLOPE adalah perangkat lunak (software) yang sering

digunakan dalam analisa stabilitas. Kelebihan program GEO SLOPE terletak

Page 3: Bab II Skripsiq Fix

pada tampilannya yang menarik dan lebih mendetail daripada perangkat lunak

lain yang sejenis yaitu P SLOPE. Dalam subbab ini akan menjelaskan langkah-

langkah dalam analisa stabilitas dengan menggunakan program GEO SLOPE

diantaranya :

8.1. Memulai GEO SLOPE

8.2. Pengaturan Lembar Kerja Baru

8.3. Menggambar Bentuk Saluran

8.4. Menganalisa Saluran

8.5. Memasukkan Data Geometri Saluran

8.6. Menentukan Keruntuhan Yang Terjadi

8.7. Memproses Data dan Hasil

9. Sistem tata air, dalam subbab ini akan membahas tentang pintu air yang

digunakan di lahan. Diantaranya pintu otomatis, pintu sorong dan pintu skot

balok.

Untuk lebih jelasnya mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam studi akhir ini

dapat dilihat pada uraian-uraian teori di bawah ini :

2.1. Jaringan Tata Air Lahan Rawa

Pemilihan jenis sistem jaringan tata air yang akan digunakan nantinya

bergantung pada karakteristik lokasi studi tersebut. Karakteristik tersebut terutama yang

berkaitan dengan kondisi topografi lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari saluran

drainasi rencana nantinya.

2.1.1. Sistem Handil

Sistem handil merupakan sistem tata air tradisional yang rancangannya sangat

sederhana berupa saluran yang menjorok masuk dari muara sungai. (Noor, 2001).

Umumnya handil memiliki lebar 2-3 m, dalam 0,5-1 m dan panjang masuk dari muara

sungai 2-3 km. Jarak antar handil satu dengan yang lainnya berkisar 200-300 m.

Adakalanya panjang handil ditambah atau diperluas sehingga luas yang dikembangkan

dapat mencapai 20-60 Hektar (Idak, 1982 dan Noorsyamsi et al., 1984).

Selain sebagai saluran pengaliran, handil juga berfungsi sebagai saluran drainasi.

Bentuk dari sistem ini biasanya di pinggir handil dibuat saluran-saluran yang tegak

lurus sehingga suatu handil dengan jaringan saluran-salurannya menyerupai bangunan

sirip ikan atau tulang daun nangka.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1.

Sebuah handil umumnya digali dan dimanfaatkan secara gotong royong oleh 7-10

orang. (Noor, 2001).

Page 4: Bab II Skripsiq Fix

Karakteristik utama dari sistem handil ini mengandalkan apa yang telah

diberikan alam berupa tenaga pasang surut untuk mengalirkan air sungai ke saluran-

saluran handil dan parit kongsi, kemudian mengeluarkannya ke arah sungai jika surut.

Kelebihan sistem handil :

1. Sistem ini dapat digunakan sebagai jaringan pengairan/drainasi.

2. Dapat dimanfaatkan sebagai alur transportasi untuk dilewati sejenis sampan atau

perahu kecil.

Kelemahan sistem handil :

1. Hanya cocok dikembangkan untuk skala pengembangan yang relatif kecil dan hanya

dapat menjangkau luas areal yang terbatas.

2. Seringkali timbul masalah titik aliran mati (air diam, tidak bergerak) pada ujung

saluran.

3. Dengan adanya pengembangan saluran-saluran baru yang bedekatan dengan handil

mempengaruhi luapan pasang dari sungai. Muka air pasang pada handil menjadi

lebih dangkal karena dasar saluran handil lebih tinggi daripada saluran-saluran baru

sehingga, fungsi handil menjadi terganggu.

Gambar 2.1. Sistem HandilSumber : Noor, 2001 : 105

2.1.2. Sistem Anjir

Sistem anjir disebut juga dengan sistem kanal yaitu sistem air dengan pembuatan

saluran besar yang dibuat untuk menghubungkan antara dua sungai besar. Saluran yang

dibuat dimaksudkan untuk dapat mengalirkan dan membagikan air yang masuk dari

sungai untuk pengairan jika terjadi pasang dan sekaligus menampung air limpahan

(drainasi) jika surut melalui handil-handil yang dibuat sepanjang anjir. Dengan

1. Handil utama (2-3 km)2. Handil kecil3. Sungai

1

2

3

Page 5: Bab II Skripsiq Fix

demikian, air sungai dapat dimanfaatkan untuk pertanaman secara lebih luas dan

leluasa.

Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada di kiri dan kanan saluran

dapat diairi dengan membangun handil-handil (saluran tersier) tegak lurus kanal, untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2. Perbedaan waktu pasang dari dua sungai

yang dihubungkan oleh sistem anjir ini diharapkan akan diikuti oleh perbedaan muka air

sehingga dapat tercipta suatu aliran dari sungai yang muka airnya lebih tinggi ke sungai

yang rendah.

Kelebihan sistem anjir :

1. Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada di kiri dan kanan saluran dapat

diairi dengan membangun handil-handil (di saluran tersier) tegak lurus kanal.

2. Adanya anjir ini menimbulkan lalu lintas transportasi air antara dua kota menjadi

lebih ramai sehingga mendorong pembangunan daerah karena terjadinya

peningkatan arus pertukaran barang dan jasa.

Kelemahan sistem anjir :

1. Terjadi aliran balik pada bagian tengah saluran (kanal) penghubung dari air yang

semestinya dibuang mengalir masuk kembali akibat didorong oleh gerakan pasang.

2. Di wilayah yang berpotensi sulfat asam terjadi kontak antara sedimen air sungai

dengan sedimen asam yang mengandung kadar Al tinggi sehingga menimbulkan

keracunan pada tanaman dan biota air lainnya (Notohadiprawiro, 1996).

Gambar 2.2. Sistem AnjirSumber : Noor, 2001 : 105

2.1.3. Sistem Garpu

Sistem garpu adalah sistem tata air yang dirancang dengan saluran-saluran yang

dibuat dari pinggir sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan

saluran primer, kemudian disusul dengan saluran sekunder yang dapat terdiri atas dua

saluran bercabang sehingga jaringan berbentuk menyerupai garpu. Ukuran lebar saluran

1. Handil-handil2. Anjir (28 km)3. Sungai

1

23

3

Page 6: Bab II Skripsiq Fix

primer antara 10-20 m dan dalam sebatas di bawah batas pasang minimal. Ukuran lebar

saluran sekunder antara 5-10 m (Notohadiprawiro,1996). Pada setiap ujung saluran

sekunder sistem garpu dibuat kolam yang berukuran luas sekitar 90.000 m2 (300 m x

300 m) sampai dengan 200.000 m2 (400 m x 500 m) dengan kedalaman antara 2,5-3 m.

Pada setiap jarak 200-300 m sepanjang saluran primer/sekunder dibuat saluran tersier

(Noor, 2001 : 103).

Kelebihan sistem garpu :

1. Pada ujung saluran sekunder sistem garpu biasanya dibuat kolam, yang berfungsi

untuk menampung sementara unsur dan senyawa beracun pada saat pasang,

kemudian diharapkan keluar mengikuti surutnya air.

2. Luasan lahan yang dapat dikembangkan dari sistem garpu dapat berkisar 10 ribu

hektar.

Kelemahan sistem garpu :

1. Biaya yang relatif mahal dalam pemeliharaan kolam.

2. Terjadinya aliran mati pada bagian ujung-ujung saluran yang menjadikan aliran air

tidak sempurna.

3. Mutu air sepanjang saluran sekunder pada sistem garpu yang menuju ke arah kolam

makin asam sehingga pada kolam penampungan menjadi sumber asam (Anwar et

al., 1994).

Gambar 2.3. Sistem GarpuSumber : Noor, 2001 : 105

2.1.4. Sistem Sisir

Sistem sisir merupakan pengembangan sistem anjir yang dialihkan menjadi satu

saluran utama atau dua saluran primer yang membentuk sejajar sungai. Pada sistem sisir

tidak dibuat kolam penampung pada ujung-ujung saluran sekunder sebagaimana pada

sistem garpu. Sistem saluran dipisahkan antara saluran pemberi air dan drainasi. Pada

1. Saluran Primer2. Saluran Sekunder3. Saluran Tersier4. Kolam5. Sungai1

2

3

4

5

Page 7: Bab II Skripsiq Fix

setiap saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis (aeroflapegate). Pintu

bekerja secara otomatis mengatur tinggi muka air sesuai dengan pasang dan surut

(Noor, 2001 : 104).

Kelebihan sistem sisir :

1. Panjang saluran sekunder pada sistem sisir dapat mencapai 10 km.

2. Pada sistem sisir tidak dibuat kolam penampung pada ujung-ujung saluran sekunder

sebagaimana pada sistem garpu sehingga dalam perencanaannya lebih ekonomis.

Kelemahan sistem sisir :

1. Terjadinya air mati (dead water) di tengah-tengah saluran primer.

2. Endapan yang tinggi pada ujung saluran primer sehingga diperlukan suatu usaha

pengerukan yang dilakukan secara rutin untuk mempertahankan sistem kinerja

jaringan tata air yang baik.

Gambar 2.4. Sistem SisirSumber : Noor, 2001 : 105

Dari penjelasan sebelumnya, jaringan tata air yang akan digunakan dalam studi

akhir ini adalah sistem tata air sisir dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Meskipun lokasi studi dipengaruhi oleh pasang surut, namun pasang surut yang

terjadi tidak menyebabkan pirit. Hal ini disebabkan karena pasang surut yang terjadi

bukan karena pengaruh air laut melainkan akibat pengaruh sungai sehingga tidak

memerlukan kolam penampung pada ujung saluran sekunder.

2. Kondisi topografi dari lokasi studi yang kurang memungkinkan untuk digunakan

sistem jaringan tata air selain sisir.

3. Sungai yang ada di lokasi studi hanya satu buah, sehingga kurang sesuai apabila

digunakan sistem jaringan tata air anjir.

1. Saluran Primer2. Saluran Sekunder3. Saluran Tersier4. Saluran Pelindung5. Sungai

4

5

12

3

Page 8: Bab II Skripsiq Fix

2.2. Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besarnya curah hujan rancangan

dari data hujan harian yang diolah menjadi data curah hujan 3 harian dan dengan kala

ulang yang telah ditetapkan yaitu 5 tahun yang selanjutnya akan digunakan untuk

menghitung debit drainasi. Selain untuk menghitung debit drainasi, analisa hidrologi

juga digunakan untuk menghitung debit andalan dari data hujan sepuluh harian yang

nantinya akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Sebelum melakukan

perhitungan debit drainasi dan kebutuhan air irigasi, perlu adanya pengecekan kualitas

data dengan menggunakan uji konsistensi data yang kemudian dilanjutkan dengan

pengecekan homogenitas data dengan menggunakan uji inlier-outlier.

2.2.1. Uji konsistensi data hujan (Rescaled Adjusted Partial Sums)

Data hujan yang diperoleh dari instansi pengelolanya, perlu diuji tingkat

kekonsistensiannya. Hal ini dikarenakan informasi yang diperoleh tentang masing-

masing unsur tersebut mengandung ketidak telitian (inaccuracy) dan ketidak pastian

(uncertainty)( Harto,263).

Dengan alasan tersebut di atas maka perlu dilakukan uji konsistensi data dengan

menggunakan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)(Buishand,1982).

Metode ini digunakan untuk menguji ketidak konsistensinya (inconsistency) data suatu

stasiun dengan data dari stasiun itu sendiri dengan mendeteksi nilai rata-rata (mean),

untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam rumus, berikut :

Q = maks untuk 0 n............................................. (2 - 1)

R = maks Sk** - min Sk** …………………………………….. (2 - 2)

Sk* = ..................................................................................(2 - 3)

Dy2 = .........................................................................................(2 - 4)

Dy = ......................................................................................(2 - 5)

Sk** = ...................................................................................(2 - 6)

Dalam hal ini :

Q = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, didapat dari perhitungan

dengan rumus seperti pada persamaan 2-1.

R = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, didapat dari perhitungan

dengan rumus seperti pada persamaan 2-2.

Page 9: Bab II Skripsiq Fix

Sk* = data hujan (X) – data hujan rata-rata ( ).

Dy2 = nilai kuadrat dari Sk* dibagi dengan jumlah data.

Dy = hasil akar dari nilai Dy2.

Sk** = nilai Sk* dibagi dengan Dy

n = jumlah data.

Langkah- langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Data hujan yang diperoleh diurutkan berdasarkan tahun.

2. Menghitung rata-rata data hujan.

3. Menghitung nilai Sk*, yaitu tiap data hujan dikurangi data hujan rata-rata.

4. Menghitung nilai absolut dari Sk*.

5. Menghitung nilai Dy2, yaitu (Sk*)2 dibagi jumlah data.

6. Menghitung jumlah komulatif Dy2.

7. Menghitung Dy, yaitu akar dari Dy2.

8. Menghitung nilai Sk**, yaitu Sk* dibagi Dy.

9. Menghitung nilai absolut dari Sk**.

10. Menentukan nilai Sk** max.

11. Menentukan nilai Sk** min.

12. Menghitung nilai Q/(n0.5).

13. Menghitung nilai R/(n0.5).

Dengan melihat data statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5).

Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) tabel, syarat analisis

diterima (masih dalam batasan konsisten) jika nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) hitung lebih

kecil dari nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) tabel.

Tabel 2.1 Nilai Q/n0.5 dan R/n0.5

NQ/n0.5 R/n0.5

90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38

20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60

30 1.12 1.24 1.48 1.40 1.50 1.70

40 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78

100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.85

1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00

(Sumber: Harto, 1993: 168)

Page 10: Bab II Skripsiq Fix

2.2.2. Uji abnormalitas data (Uji Inlier-Outlier)

Data yang telah konsisten kemudian perlu diuji lagi dengan uji abnormalitas. Uji

ini digunakan untuk mengetahui apakah data maksimum dan minimum dari rangkaian

data yang ada layak digunakan atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji Outlier,

dimana data yang menyimpang dari dua batas ambang, yaitu ambang bawah (XL) dan

ambang atas (XH) akan dihilangkan. Rumus untuk mencari kedua ambang tersebut

adalah sebagai berikut :

XH = Exp. (Xrerata + Kn . S).......................................................................... (2 - 7)

XL = Exp. (Xrerata - Kn . S).......................................................................... (2 - 8)

Dalam hal ini :

XH = nilai ambang atas.

XL = nilai ambang bawah.

Xrerata = nilai rata-rata.

S = simpangan baku dari logaritma terhadap data.

Kn = besaran yang tergantung pada jumlah sampel data (Tabel 2.2.)

n = jumlah sampel data.

Adapun langkah perhitungannya sebagai berikut :

1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya

2. Mencari harga Log X

3. Mencari harga rerata dari Log X

4. Mencari nilai standart deviasi dari Log X

5. Mencari nilai Kn (lihat tabel 2.2)

6. Menghitung nilai ambang atas (XH)

7. Menghitung nilai ambang bawah (XL)

8. Menghilangkan data yang tidak layak untuk digunakan

Page 11: Bab II Skripsiq Fix

Tabel 2.2. Nilai Kn untuk Uji Inlier - Outlier.

Jumlah Data Kn

Jumlah Data Kn

Jumlah Data Kn

Jumlah Data Kn

10 2.036 24 2.467 38 2.661 60 2.83711 2.880 25 2.468 39 2.671 65 2.86612 2.134 26 2.502 40 2.682 70 2.89313 2.175 27 2.519 41 2.692 75 2.91714 2.213 28 2.534 42 2.700 80 2.94015 2.247 29 2.549 43 2.710 85 2.96116 2.279 30 2.563 44 2.719 90 2.98117 2.309 31 2.577 45 2.727 95 3.00018 2.335 32 2.591 46 2.736 100 3.01719 2.361 33 2.604 47 2.744 110 3.04920 2.385 34 2.616 48 2.753 120 3.07821 2.408 35 2.628 49 2.760 130 3.10422 2.429 36 2.639 50 2.768 140 3.12923 2.448 37 2.650 55 2.804    

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, Panduan Perencanaan Bendungan Urugan Volume II, 1999:8.

2.2.3. Curah hujan rencana.

Dalam analisa hidrologi selanjutnya diperlukan besaran curah hujan rancangan

yang terjadi di daerah tersebut. Curah hujan rancangan adalah hujan terbesar tahunan

dengan suatu kemungkinan tertentu atau hujan dengan suatu kemungkinan periode

ulang tertentu.

Dalam analisis curah hujan rancangan dapat dilakukan dengan beberapa cara,

misalnya Normal, Gumbel, Log Normal, Log Pearson Tipe III, dan sebagainya. Dalam

studi ini dipakai metode Log Pearson tipe III dengan pertimbangan bahwa cara ini lebih

fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data serta umum digunakan dalam

perhitungan maupun analisa curah hujan rancangan.

Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Log Pearson Tipe

III adalah : (Soemarto, Hidrologi Teknik, 1987:243)

- Harga rata-rata.

- Standart deviasi.

- Koefisien kemencengan.

Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Pearson Type III, adalah :

1. Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3, ………., Xn

menjadi log X1, log X2, log X3, ………….., log Xn.

Page 12: Bab II Skripsiq Fix

2. Menghitung nilai rata-rata dengan rumus :

....................................................................................... (2 - 9)

dengan :

n = jumlah data.

3. Menghitung nilai Deviasi standar dari log X, dengan rumus sebagai berikut :

................................................................... (2 - 10)

4. Menghitung nilai koefisien kemencengan, dengan rumus sebagai berikut :

....................................................................... (2 - 11)

5. Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan

rumus sebagai berikut :

....................................................................................... (2 - 12)

Harga-harga k dapat dilihat dari Tabel 2.3. dengan tingkat peluang atau periode

tertentu sesuai dengan nilai Cs nya.

6. Mencari anti log X untuk mendapatkan debit banjir dengan waktu balik yang

dikehendaki.

Tabel 2.3. Nilai K Distribusi Log Pearson Tipe III.Skewnes Probabilitas Terjadi ( % )

Page 13: Bab II Skripsiq Fix

s 99 95 90 80 50 20 10 5 4 2 1 0.5 0.1

CsKala ulang

1.010101 1.052632 1.111111 1.25 2 5 10 20 25 50 100 200 1000

-3.0 -4.051 -2.003 -1.180 -0.420 0.3960.63

60.66

00.66

50.66

60.66

60.66

70.66

70.66

8

-2.9 -4.013 -2.007 -1.195 -0.440 0.3900.65

10.68

10.68

80.68

90.68

90.69

00.69

00.69

1

-2.8 -3.973 -2.010 -1.210 -0.460 0.3840.66

60.70

20.71

00.71

20.71

40.71

40.71

40.71

5

-2.7 -3.932 -2.012 -1.224 -0.479 0.3760.68

10.72

40.73

60.73

80.74

00.74

00.74

10.74

3

-2.6 -3.889 -2.013 -1.238 -0.499 0.3680.69

60.74

70.76

10.76

40.76

80.76

90.76

90.77

1

-2.5 -3.845 -2.012 -1.250 -0.518 0.3600.71

10.77

10.78

90.79

30.79

80.79

90.80

00.80

0

-2.4 -3.800 -2.011 -1.262 -0.537 0.3510.72

50.79

50.81

80.82

30.83

00.83

20.83

30.83

5

-2.3 -3.753 -2.009 -1.274 -0.555 0.3410.73

90.81

90.84

90.85

50.86

40.86

70.86

90.87

2

-2.2 -3.705 -2.006 -1.284 -0.574 0.3300.75

20.84

40.88

10.88

80.90

00.90

50.90

70.91

0

-2.1 -3.656 -2.001 -1.294 -0.592 0.3190.76

50.86

90.91

40.92

30.93

90.94

60.94

90.95

3

-2.0 -3.605 -1.996 -1.302 -0.609 0.3070.77

70.89

50.94

80.95

90.98

00.99

00.99

51.00

0

-1.9 -3.553 -1.989 -1.310 -0.620 0.2940.78

80.92

00.98

30.99

61.02

31.03

71.04

41.06

2

-1.8 -3.499 -1.981 -1.318 -0.643 0.2820.79

90.94

51.02

01.03

51.06

91.08

71.09

71.13

0

-1.7 -3.444 -1.972 -1.324 -0.660 0.2680.80

80.97

01.05

81.07

51.11

61.14

01.15

51.20

3

-1.6 -3.388 -1.962 -1.329 -0.675 0.2540.81

70.99

41.09

61.11

61.16

61.19

71.21

61.28

0

-1.5 -3.330 -1.951 -1.333 -0.690 0.2400.82

51.01

81.13

41.15

71.21

71.25

61.28

21.37

0

-1.4 -3.271 -1.938 -1.337 -0.705 0.2250.83

21.04

11.17

21.19

81.27

01.31

81.35

11.46

5

-1.3 -3.211 -1.925 -1.339 -0.719 0.2100.83

81.06

41.21

11.24

01.32

41.38

31.42

41.54

3

-1.2 -3.149 -1.910 -1.340 -0.732 0.1950.84

41.08

61.24

91.28

21.37

91.44

91.50

11.62

5

-1.1 -3.087 -1.894 -1.341 -0.745 0.1800.84

81.10

71.28

81.32

41.43

51.51

81.58

11.71

1

-1.0 -3.022 -1.877 -1.340 -0.758 0.1640.85

21.12

81.32

61.36

61.49

21.58

81.66

41.80

0

-0.9 -2.957 -1.858 -1.339 -0.769 0.1480.85

41.14

71.36

41.40

71.54

91.66

01.74

91.91

0

-0.8 -2.891 -1.839 -1.336 -0.780 0.1320.85

61.16

61.40

11.44

81.60

61.73

31.83

72.03

5

-0.7 -2.824 -1.819 -1.333 -0.790 0.1160.85

71.18

31.40

41.44

81.66

31.80

61.92

62.15

0

-0.6 -2.755 -1.797 -1.328 -0.800 0.0990.85

71.20

01.47

31.52

81.72

01.88

02.01

62.27

5

-0.5 -2.686 -1.744 -1.323 -0.808 0.0830.85

61.21

61.50

91.56

71.77

71.95

52.10

82.40

0

-0.4 -2.615 -1.750 -1.317 -0.816 0.0660.85

51.23

11.54

41.60

61.83

42.02

92.20

12.54

0

-0.3 -2.544 -1.726 -1.309 -0.824 0.0500.85

31.24

51.57

71.64

31.89

02.10

42.29

42.67

5

-0.2 -2.472 -1.700 -1.301 -0.830 0.0330.85

01.25

81.61

01.68

01.94

52.17

82.38

82.81

0

-0.1 -2.400 -1.673 -1.292 -0.836 0.0170.84

61.27

01.64

21.71

62.00

02.25

22.48

23.95

0

0.0 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 0.0000.84

21.28

21.67

31.75

12.05

42.32

62.57

63.09

0

0.1 -2.252 -1.616 -1.270 -0.846 -0.0170.83

61.29

21.70

31.78

52.10

72.40

02.67

03.23

5

0.2 -2.178 -1.586 -1.258 -0.850 -0.0330.83

01.30

11.73

21.81

82.15

92.47

22.76

33.38

0

0.3 -2.104 -1.555 -1.245 -0.853 -0.0500.82

41.30

91.75

91.84

92.21

12.54

42.85

63.52

5

0.4 -2.029 -1.524 -1.231 -0.855 -0.0660.81

61.31

71.78

61.88

02.26

12.51

52.94

93.67

0

0.5 -1.955 -1.491 -1.216 -0.856 -0.0830.80

81.32

31.81

21.91

02.31

12.68

63.04

13.81

5

0.6 -1.880 -1.458 -1.200 -0.857 -0.0990.80

01.32

81.83

71.93

92.35

92.75

53.13

23.96

0

0.7 -1.806 -1.423 -1.183 -0.857 -0.1160.79

01.33

31.86

11.96

72.40

72.82

43.23

24.10

5

0.8 -1.733 -1.388 -1.166 -0.856 -0.1320.78

01.33

61.88

41.99

32.45

32.89

13.31

24.25

0

0.9 -1.660 -1.353 -1.147 -0.854 -0.1480.76

91.33

91.90

52.01

82.49

82.95

73.40

14.39

5

1.0 -1.588 -1.317 -1.128 -0.852 -0.1640.75

81.34

01.92

62.04

32.54

23.02

23.48

94.54

0

1.1 -1.518 -1.280 -1.107 -0.848 -0.1800.74

51.34

11.94

52.06

62.58

53.08

73.57

54.68

0

1.2 -1.449 -1.243 -1.086 -0.844 -0.1950.73

21.34

01.96

32.08

72.62

63.14

93.66

14.82

0

1.3 -1.383 -1.206 -1.064 -0.838 -0.2100.71

91.33

91.98

02.10

82.66

63.21

13.74

54.96

6

1.4 -1.318 -1.168 -1.041 -0.832 -0.2250.70

51.33

71.99

62.12

82.70

63.27

13.82

85.11

0

1.5 -1.256 -1.131 -1.018 -0.825 -0.2400.69

01.33

32.01

12.14

62.74

33.33

03.91

05.25

2

1.6 -1.197 -1.093 -0.994 -0.817 -0.2540.67

51.32

92.02

42.16

32.78

03.38

83.99

05.39

01.7 -1.140 -1.056 -0.970 -0.808 -0.268 0.66 1.32 2.03 2.17 2.81 3.44 4.06 5.52

Page 14: Bab II Skripsiq Fix

0 4 7 9 5 4 9 6

1.8 -1.087 -1.020 -0.945 -0.799 -0.2820.64

31.31

82.04

72.19

32.84

83.49

94.14

75.66

0

1.9 -1.037 -0.984 -0.920 -0.788 -0.2940.62

71.31

02.05

82.20

72.88

13.55

34.22

35.73

6

2.0 -0.990 -0.949 -0.895 -0.777 -0.3070.60

91.30

22.06

62.21

92.91

23.60

54.39

85.91

0

2.1 -0.946 -0.914 -0.869 -0.765 -0.3190.59

21.29

42.07

42.23

02.94

23.65

64.37

25.74

6

2.2 -0.905 -0.882 -0.844 -0.752 -0.3300.57

41.28

42.08

12.24

02.97

03.70

54.44

46.20

0

2.3 -0.867 -0.850 -0.819 -0.739 -0.3410.55

51.27

42.08

62.24

82.99

73.75

34.51

56.33

7

2.4 -0.832 -0.819 -0.795 -0.725 -0.3510.53

71.26

22.09

02.25

63.02

33.80

04.58

46.46

9

2.5 -0.799 -0.790 -0.771 -0.711 -0.3600.51

81.25

02.09

32.26

23.04

83.84

54.65

26.60

0

2.6 -0.769 -0.762 -0.747 -0.696 -0.3680.49

91.23

82.09

62.26

73.07

13.88

94.71

86.73

5

2.7 -0.740 -0.736 -0.724 -0.681 -0.3760.47

91.22

42.09

72.27

23.09

33.93

24.78

36.86

8

2.8 -0.714 -0.711 -0.702 -0.666 -0.3840.46

01.21

02.09

82.27

53.11

43.97

34.84

76.99

9

2.9 -0.690 -0.688 -0.681 -0.651 -0.3900.44

01.19

52.09

72.27

73.13

44.01

34.90

97.12

5

3.0 -0.667 -0.665 -0.660 -0.636 -0.3960.42

01.18

02.09

52.27

83.15

24.01

54.97

07.25

0

Sumber : Soetopo, Diktat Perkuliahan

2.2.4. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi.

Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran

hipotesa distribusi frekuensi.

Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui :

1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan

atau yang diperoleh secara teoritis.

2. Kebenaran hipotesa diterima atau ditolak.

2.2.4.1. Uji Smirnov-Kolmogorov.

Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non

parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi

distribusi tertentu. (Soewarno, 1995 :198)

Prosedurnya adalah sebagai berikut :

1. Mengurutkan dari data yang ada dari kecil ke besar.

2. Menghitung besarnya probabilitas untuk lebih kecil dari data yang ada (Px(X)).

Apabila diketahui Pr (Probabilitas terjadi), maka :

Px(X) = 1 – Pr...........................................................................................( 2 - 13 )

3. Menghitung besarnya peluang data yang ada dengan menggunakan metode Weibull,

maka digunakan rumus sebagai berikut :

................................................................................( 2 - 14)

4. Menghitung selisih nilai D yang dinyatakan dalam rumus berikut :

D =Max ......................................................................... ( 2 - 15 )

Page 15: Bab II Skripsiq Fix

Apabila besarnya nilai D yang diperoleh lebih kecil dari Dcr (dari tabel) maka

hipotesa yang dilakukan diterima (memenuhi syarat distribusi yang diuji) dan apabila

besarnya nilai D yang

diperoleh lebih besar dari

Dcr (dari tabel) maka

hipotesa yang dilakukan

tidak diterima (tidak

memenuhi syarat

distribusi yang diuji).

ukuran Level of significant (a) sample (%)

n 20 15 10 5 11 0.900 0.925 0.950 0.975 0.9952 0.684 0.726 0.776 0.842 0.9293 0.565 0.597 0.642 0.708 0.8294 0.494 0.525 0.564 0.624 0.7345 0.446 0.474 0.510 0.563 0.669           6 0.410 0.436 0.470 0.521 0.6187 0.810 0.405 0.438 0.486 0.5778 0.358 0.381 0.411 0.457 0.5439 0.339 0.360 0.388 0.432 0.514

10 0.322 0.342 0.368 0.409 0.486           

11 0.307 0.326 0.352 0.391 0.46812 0.295 0.313 0.338 0.375 0.45013 0.284 0.302 0.325 0.361 0.43314 0.274 0.292 0.314 0.349 0.41815 0.266 0.293 0.304 0.338 0.404           

16 0.258 0.274 0.295 0.328 0.39117 0.250 0.266 0.286 0.318 0.38018 0.244 0.259 0.278 0.309 0.37019 0.237 0.252 0.272 0.301 0.36120 0.231 0.246 0.264 0.294 0.352

rumus 1.07 1.14 1.22 1.36 1.63asimtot

ik √n √n √n √n √n

Tabel 2.4. Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov.

Page 16: Bab II Skripsiq Fix

Sumber : Bonnier, 1980, dikutip dari Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1, 1995:199 Catatan : = derajat kepercayaan.

2.2.4.2. Uji Chi-Kuadrat.

Pada penggunaan Uji Smirnov-Kolmogorov, meskipun menggunakan

perhitungan metematis namun kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah

variat) yang mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan uji Chi-Kuadrat menguji

penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara matematis

kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi

teoritisnya (Indra Karya, Laporan Hidrologi Pekerjaan Feasibilty Study Waduk

Ngemplak, 1995:IV-29).

Uji Chi-Kuadrat dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut :

.................................................................................... (2 - 16)

Dalam hal ini :

X2 = parameter chi-kuadrat hitung.

G = jumlah kelas.

Ej = frekwensi teoritis kelas j.

Oj = frekuensi pengamatan kelas j.

Nilai X2 yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga X2cr (yang didapat dari Tabel.

2.5.)

Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan :

dk = k – (P + 1)......................................................................................... (2 - 17)

dengan :

dk = derajat kebebasan.

k = banyaknya kelas.

P = banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter, yang untuk

sebaran Chi-Kuadrat adalah sama dengan 2 (dua).

Page 17: Bab II Skripsiq Fix

Tabel 2.5 Tabel Distribusi Chi Square

vPERCENTILE P

0.995 0.99 0.975 0.95 0.90 0.75 0.50 0.25

1 7.880 6.630 5.020 3.940 2.710 1.320 0.455 0.102

2 10.600 9.210 7.380 5.990 4.610 2.770 1.390 0.575

3 12.800 11.300 9.350 7.810 6.260 4.110 2.370 1.210

4 14.900 13.300 11.100 9.490 7.780 5.390 3.360 1.920

                 

5 16.700 15.100 12.800 11.100 9.240 6.630 4.350 2.670

6 18.500 16.800 14.400 12.600 10.600 7.840 5.350 3.450

7 20.300 18.500 16.000 14.100 12.000 9.040 6.350 4.250

8 22.000 20.100 17.500 15.500 13.400 10.200 7.340 5.070

9 23.600 21.700 19.000 16.900 14.700 11.400 8.340 5.900

                 

10 25.200 23.200 20.500 18.300 16.000 12.500 9.340 6.740

11 26.800 24.700 21.900 19.700 17.300 13.700 10.300 7.580

12 28.300 26.200 23.300 21.000 18.500 14.800 11.300 8.440

13 29.800 27.700 24.700 22.400 19.800 16.000 12.300 9.300

14 31.300 29.100 26.100 23.700 21.100 17.100 13.300 10.200

                 

15 32.800 30.600 27.500 25.000 22.300 18.200 14.300 11.000

16 34.300 32.000 28.800 26.300 23.500 19.400 15.300 11.900

17 35.700 33.400 30.200 27.600 24.800 20.500 16.300 12.800

18 37.200 34.800 31.500 28.900 26.000 21.600 17.300 13.700

19 38.600 36.200 32.900 30.100 27.200 22.700 18.300 14.600

                 

20 40.000 37.600 34.200 31.400 28.400 23.800 19.300 15.500

21 41.400 38.900 35.500 32.700 29.600 24.900 20.300 16.300

Page 18: Bab II Skripsiq Fix

22 42.800 40.300 36.800 33.900 30.800 26.000 21.300 17.200

23 44.200 41.600 38.100 35.200 32.000 27.100 22.300 18.100

24 45.600 43.000 39.400 36.400 33.200 28.200 23.300 19.000

                 

25 46.900 44.300 40.600 37.700 34.400 29.300 24.300 19.900

26 48.300 45.600 41.900 38.900 35.600 30.400 25.300 20.800

27 49.600 47.000 43.200 40.100 36.700 31.500 26.300 21.700

28 51.000 48.300 44.500 41.300 37.800 32.600 27.300 22.700

29 52.300 49.600 45.700 42.600 39.100 33.700 28.300 23.600

                 

30 53.700 50.900 47.000 43.800 40.300 34.800 29.300 24.500

40 66.800 63.700 59.300 55.800 51.800 45.600 39.300 33.700

50 79.500 76.200 71.400 67.500 63.200 56.300 49.300 42.900

60 92.000 88.400 83.300 79.100 74.400 67.000 59.300 52.300

                 

70 104.200 100.400 95.000 90.500 85.500 77.600 69.300 61.700

80 116.300 112.300 106.600 101.900 96.600 88.100 79.300 71.100

90 128.300 124.100 118.100 113.100 107.600 98.600 89.300 80.600

100 140.200 135.800 129.600 124.300 118.500 109.100 99.300 90.100

Sumber : Soetopo, Diktat Perkuliahan

2.2.5. Curah Hujan Andalan

Curah hujan andalan adalah besarnya curah hujan yang diandalkan tersedia

setiap beberapa tahun sekali, sesuai dengan kala ulang yang diambil. Dalam studi ini

kala ulang yang diambil adalah 5 tahun. Curah hujan andalan dapat diperoleh dengan

langkah sebagai berikut :

1. Mengurutkan data curah hujan bulanan yang tersedia dari nilai terkecil sampai

yang terbesar.

2. Menghitung besarnya curah hujan andalan.

Rumus yang digunakan untuk memperoleh besarnya curah hujan andalan adalah

sebagai berikut :

R80 = ................................................................................... (2 - 18)

Dengan :

R80 = Besarnya curah hujan yang mempunyai peluang terjadi atau terulang 80%

n = Periode tahun pengamatan

2.2.6. Curah Hujan Efektif

Kebutuhan akan air dalam usaha pertanian sangat mempengaruhi tingkat

produktivitas dari lahan yang ditanami. Namun, kadangkala terjadi keterbatasan air

Page 19: Bab II Skripsiq Fix

sehingga menyebabkan menurunnya hasil panen dari lahan pertanian terutama untuk

lahan sawah tadah hujan. Oleh karenanya untuk mengatasi terjadinya keterbatasan air

perlu direncanakan suatu sistem tata jaringan air yang efisien dan tepat. Salah satunya

dengan pengaturan pola tata tanam lahan.

Pengaturan pola tata tanam yang ada masih dipengaruhi oleh besarnya curah

hujan yang turun. Tidak semua curah hujan yang jatuh di atas tanah dapat dimanfaatkan

oleh tanaman untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan mengalir sebagai

limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh di atas permukaan dapat dibagi menjadi dua,

yaitu :

1. Curah hujan nyata, yaitu curah hujan yang jatuh pada periode tertentu.

2. Curah hujan efektif, yaitu curah hujan yang jatuh pada suatu lahan semasa

pertumbuhan tanaman dan dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhannya.

Besarnya curah hujan efektif dapat dihitung dengan menggunakan metode standar

perencanaan irigasi, yaitu :

Re = (0,70 x R80)/hari......................................................................(2 - 19)

Dengan :

Re = Curah hujan efektif yang dikehendaki

2.3. Analisa Klimatologi

Klimatologi adalah ilmu yang membahas dan menerangkan tentang iklim,

bagaimana iklim itu dapat berbeda pada suatu tempat dengan tempat yang lainnya

(Gunarsih., 2004). Iklim sendiri adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu

yang cukup lama, minimal 30 tahun yang sifatnya tetap. Sedangkan cuaca adalah

keadaan atau kelakuan atmosfer pada waktu tertentu yang sifatnya beubah-ubah dari

waktu ke waktu.

Dalam analisa klimatologi tentu memerlukan data klimatologi. Data klimatologi

merupakan data-data dasar yang diperlukan untuk menentukan kebutuhan pokok

tanaman akan air yang didasarkan pada keadaan pola tanam yang ada. Data klimatologi

yang diperlukan yaitu curah hujan (r), temperatur (t), kelembaban udara (Rh),

penyinaran matahari (n) dan kecepatan angin (u).

Page 20: Bab II Skripsiq Fix

Data Klimatologi daerah studi diambil dari stasiun yang terdekat yaitu Bereng

Bengkel. Data klimatologi ini meliputi data temperatur, kecepatan angin, kecerahan

matahari, dan kelembaban relatif, data-data tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.6

berikut :

Tabel 2.6 Data Klimatologi Stasiun Bereng Bengkel

Unsur klimatologi

BulanRerata

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nop DesRH rerata

(%) 93.45 94.13 94.84 94.07 94.71 95.00 95.00 94.84 94.87 95.00 95.00 94.63 94.628Temp.

rerata (oC) 28.63 28.72 28.50 29.14 28.75 27.91 32.93 28.85 19.98 26.59 31.08 28.28 28.282Kec.angin

(km/hr) 0.63 1.43 2.26 16.77 16.68 17.70 17.12 24.29 21.95 19.25 17.05 14.10 14.103Sumber : Stasiun BMG Bereng Bengkel

2.3.1. Evapotranspirasi potensial

Perkolasi diartikan sebagai kecepatan air yang meresap ke bawah atau ke

samping tanah. Perkolasi merupakan faktor yang menentukan kebutuhan air tanaman

(Etc = evaporasi konsumtif). Penyelidikan perkolasi di lapangan sangat diperlukan

untuk mengetahui secara benar angka-angka perkolasi yang terjadi. Faktor yang

mempengaruhi perkolasi atau peresapan air ke dalam tanah antara lain:

1. Tekstur tanah .

Tanah dengan tekstur halus mempunyai angka perkolasi yang kecil sedangkan tanah

dengan tekstur besar mempunyai angka perkolasi yang besar.

2. Permeabilitas tanah.

3. Tebal lapisan bagian atas.

Semakin tipis lapisan tanah bagian atas, makin kecil angka perkolasi .

4. Letak permukaan tanah.

Semakin tinggi letak permukaan air makin kecil angka perkolasi.

Tabel 2.7. Besarnya Angka Perkolasi

Macam Tanah Perkolasi (mm/hari)

Tanah Berpasir (Sandy loam) 3-6

Tanah Berlanau (Loam) 2-3

Tanah Berlempung (Clay loam) 1-2

Sumber : Suhardjono, 1994 : 98

Proses fisik yang mengubah suatu cairan atau bahan padat menjadi gas disebut

evaporasi, sedangkan penguapan air terjadi melalui tumbuhan disebut transpirasi. Jika

Page 21: Bab II Skripsiq Fix

penguapan dari tanah atau permukaan air dan transpirasi terjadi bersamaan maka

gabungan kedua proses tersebut dinamakan evapotranspirasi.

Dalam menentukan besarnya evapotranspirasi ada beberapa metode yang dapat

digunakan diantaranya Blaney Criddle Asli, Blaney Criddle Modifikasi Empiris, Blaney

Criddle Modifikasi Grafis, Penmann Asli dan Penmann Modifikasi.

2.3.1.1. Metode Penman Modifikasi

Rumus ini memberikan cara yang baik bagi besarnya penguapan yang terjadi

apabila ditempat tersebut tidak ada pengamatan dengan menggunakan panci penguapan

atau tidak adanya studi neraca air. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ini

lebih dapt dipercaya dibandingkan dengan metode Blaney Criddle. Meskipun metode

Penman menghasilkan evaporasi dari permukaan bebas, rumus ini dapat digunakan

untuk menghitung evapotranspirasi potensial dengan memasukkan faktor koreksi.

Rumus yang digunakan dalam metode Penman adalah sebagai berikut :

Eto = c . ET*.............................................................................................( 2 - 20 )

ET* = w (0,75 Rs - Rn1) + (1 - w) f(u) (ea- ed)............................................( 2 - 21 )

Dalam hal ini :

Eto = evapotranspirasi potensial

c = angka koreksi Penman yang memasukkan harga perbedaan kondisi

cuaca siang dan malam. Harga c tertera pada Tabel 2.10.

ET* = besaran evapotranspirasi potensial sebelum dikoreksi

w = faktor yang berhubungan dengan temperatur (t) dan elevasi daerah.

Untuk daerah Indonesia dengan elevasi antara 0 - 500 m, hubungan

harga t dan w seperti pada Tabel 2.8.

Rs = radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi (mm/hari)

= (0,25 + 0,54 n/N) Ra

Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir (angka

angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah. Harga Ra seperti

pada Tabel 2.9.

Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)

= f(t) . f(ed) . f(n/N)

f(t) = fungsi suhu

= . Ta4

= konstanta

Page 22: Bab II Skripsiq Fix

Ta = suhu (0K).

f(ed) = fungsi tekanan uap

= 0,34 - 0,44 . (ed)

f(n/N) = fungsi kecerahan

= 0,1 + 0,9 n/N

N = jumlah jam yang sebenarnya dalam 1 hari matahari bersinar terang

(jam)

f(u) = fungsi dari kecepatan angin pada ketinggian 2 m dalam satuan (m/dt)

= 0,27 (1 + 0,864 u)

u = kecepatan angin (m/dt)

(ea-ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya

ed = ea . Rh

Rh = kelembaban udara relatif (%)

ea = tekanan uap jenuh (mbar)

ed = tekanan uap sebenarnya (mbar)

Tabel 2.8 Hubungan Suhu (t) dengan nilai ea (mbar), w dan f (t)

Suhu (t)

ea(mbar) w 1-w f(t)

24.0 29.845 0.735 0.265 15.40024.2 30.273 0.737 0.263 15.44524.4 30.581 0.739 0.261 15.49124.6 30.950 0.741 0.259 15.53624.8 31.319 0.743 0.257 15.58125.0 31.688 0.745 0.255 15.62725.2 32.073 0.747 0.253 15.67225.4 32.458 0.749 0.251 15.71725.6 32.844 0.751 0.249 15.76325.8 33.230 0.753 0.247 15.80826.0 33.617 0.755 0.245 15.85326.2 34.024 0.757 0.243 15.89826.4 34.431 0.759 0.241 15.94426.6 34.839 0.761 0.239 15.98926.8 35.247 0.763 0.237 16.03427.0 35.656 0.765 0.235 16.07927.2 36.085 0.767 0.233 16.12427.4 36.515 0.769 0.231 16.17027.6 36.945 0.771 0.229 16.21527.8 37.376 0.773 0.227 16.26028.0 37.907 0.775 0.225 16.30528.2 38.259 0.777 0.223 16.35028.4 38.711 0.779 0.221 16.39528.6 39.163 0.781 0.219 16.44028.8 39.616 0.783 0.217 16.48529.0 40.070 0.785 0.215 16.530

Page 23: Bab II Skripsiq Fix

29.2 40.544 0.787 0.213 16.57529.4 41.019 0.789 0.211 16.62029.6 41.494 0.791 0.209 16.66629.8 41.969 0.793 0.207 16.71130.0 42.445 0.795 0.205 16.755

Sumber : Suhardjono, 1994

Tabel 2.9 Besaran Angka Angot (Ra) (mm/hari)

Bulan Letak lintang

5oLU 4oLU 2oLU 0 2oLS 4oLS 6oLS 8oLS 10oLSJanuari 13.00 14.30 14.70 15.00 15.30 15.50 15.80 16.10 16.10Februari 14.00 15.00 15.30 15.50 15.70 15.80 16.00 16.10 16.00Maret 15.00 15.50 15.60 15.70 15.65 15.60 15.60 15.50 15.30April 15.10 15.50 15.30 15.30 15.10 14.90 14.70 14.40 14.00Mei 15.30 14.90 14.60 14.40 14.10 13.80 13.40 13.10 12.60Juni 15.00 14.40 14.20 13.90 13.50 13.20 12.80 12.40 12.60Juli 15.10 14.60 14.30 14.10 13.70 13.40 13.10 12.70 11.80Agustus 15.30 15.10 14.90 14.80 14.50 14.30 14.00 13.70 12.20September 15.10 15.30 15.30 15.30 15.20 15.10 15.00 14.90 13.30Oktober 15.70 15.10 15.20 15.40 15.50 15.60 15.70 15.80 14.60November 14.80 14.50 14.80 15.10 15.30 15.50 15.75 16.00 15.60

Desember 14.60 14.10 14.40 14.80 15.10 15.40 15.70 16.10 16.00Min 13.00 14.10 14.20 13.90 13.50 13.20 12.80 12.40 11.80Max 15.70 15.50 15.60 15.70 15.70 15.80 16.00 16.10 16.10

Rerata 14.83 14.86 14.88 14.94 14.89 14.84 14.80 14.73 14.18Sumber : Suhardjono, 1994

Tabel 2.10 Besaran Angka Koreksi ( c ) Bulanan

Bulan Angka Koreksi (c)

Blaney-Criddle

Radiasi

Penman

Page 24: Bab II Skripsiq Fix

Januari 0.800 0.800 1.100Februari 0.800 0.800 1.100Maret 0.750 0.750 1.000April 0.750 0.750 1.000Mei 0.700 0.700 0.950Juni 0.700 0.700 0.950Juli 0.750 0.750 1.000Agustus 0.750 0.750 1.000September 0.800 0.800 1.100Oktober 0.800 0.800 1.100November 0.825 0.825 1.150Desember 0.825 0.825 1.150

Sumber : Suhardjono, 1994

2.3.1.2. Metode Blaney Criddle Modifikasi Empiris

Rumus yang digunakan dalam metode ini menghasilkan nilai

evapotranspirasi untuk sembarang tanaman. Rumus ini berlaku untuk daerah yang luas

dengan iklim kering dan sedang. Keuntungan dari metode ini adalah kesederhanaan

perhitungannya, meskipun belum diketahui apakah cara ini dapat digunakan di semua

tempat dan dapt digunakan untuk perkiraan evapotranspirasi jangka waktu yang

panjang. Rumus yang digunakan dalam metode Penman adalah sebagai berikut :

a = 0,0043.RH min – n/N – 1,41......................................................................( 2 - 22 )

b = 0,82 – 0,0041.RH min + 1,07.n/N + 0,066.u – 0,006.RH min.n/N –

0,0006.RH min.u..........................................................................................( 2 – 23 )

f = P (0,46 T + 8,13)........................................................................................( 2 – 24 )

Eto = a + b . f.. ...................................................................................................( 2 – 25 )

Dalam hal ini :

Eto = evapotranspirasi potensial

f = angka koreksi Blaney Criddle

P = prosentase rata-rata jam siang harian, diperoleh dengan

menggunakan tabel 2.11

a = koefisien kalibrasi iklim

b = koefisien kalibrasi iklim

RH = kelembaban relatif (%)

n = jam penyinaran matahari sesungguhnya dalam sehari (jam)

N = jam penyinaran matahari yang mungkin terjadi dalam sehari (jam)

Tabel 2.11 Besaran Angka P Bulanan

Page 25: Bab II Skripsiq Fix

LLBulan

Januari

Februari

Maret

April Mei Juni Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

5 LU 0.27 0.27 0.270.2

80.2

80.2

80.2

8 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27

2.5 LU 0.27 0.27 0.270.2

80.2

80.2

80.2

8 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27

0 0.27 0.27 0.270.2

70.2

70.2

70.2

7 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27

2.5 LS 0.28 0.28 0.280.2

80.2

80.2

80.2

8 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28

5 LS 0.28 0.28 0.280.2

80.2

80.2

80.2

8 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28

7.5 LS 0.29 0.28 0.280.2

80.2

70.2

70.2

7 0.27 0.28 0.28 0.28 0.29

10 LS 0.29 0.28 0.280.2

70.2

60.2

60.2

6 0.26 0.27 0.28 0.28 0.29

Sumber : Sumiadi, Diktat Perkuliahan

2.3.2. Evapotranspirasi Potensial Rerata

Dalam subbab ini membahas tentang besarnya nilai evapotranspirasi potensial

yang akan digunakan nantinya dalam perhitungan kebutuhan air di intake. Nilai ini

diperoleh dari metode Blaney Criddle dan Penmann. Dari nilai tersebut direrata dan

diambil nilai yang terbesar untuk digunakan pada perhitungan besarnya kebutuhan air di

intake.

2.4. Analisa Kebutuhan Air

Pengaturan pola tata tanam diperlukan untuk memudahkan pengelolaan air agar

air tanaman yang dibutuhkan tidak melebihi air yang tersedia. Pola tata tanam

memberikan gambaran tentang waktu dan jenis tanaman yang akan diusahakan dalam

satu tahun.

Pola tata tanam yang direncanakan untuk suatu daerah persawahan merupakan

jadwal tanam yang disesuaikan dengan ketersediaan air. Secara umum pola tata tanam

dimaksudkan untuk :

1. Menghindari ketidakseragaman tanaman.

2. Melaksanakan waktu tanam sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Pada studi ini pola tata tanam yang direncanakan adalah padi lokal – padi lokal -

palawija. Hal ini diterapkan sebagai upaya perbaikan lahan serta mengingat sumber air

untuk memenuhi kebutuhan air sebagian besar mengandalkan curah hujan serta

pengaturan tinggi muka air di saluran. Menurut Hartoyo (Suhardjono, 1994:108), pola

pengelolaan air didukung dengan dua macam kegiatan, yaitu :

Page 26: Bab II Skripsiq Fix

a) Pada musim hujan (saat tanam padi) air digunakan untuk pencucian guna

meningkatkan kualitas air dan tanah. Diadakan bangunan-bangunan pintu air di

saluran sekunder untuk mengurangi hilangnya air dari lahan sawah dan bila

diperlukan disertai dengai pembuatan pematang dan pemerataan muka tanah.

b) Dimusim kemarau (saat tanam palawija) air tanah dijaga dengan pengoperasian

bangunan pintu di tersier untuk mengendalikan muka air tanah.

Berdasarkan pengertian tata tanam seperti di atas, ada empat faktor yang harus

diatur, yaitu :

1. Waktu

Pengaturan waktu dalam perencanaan tata tanam merupakan hal yang pokok.

Sebagai contoh bila hendak mengusahakan padi rendeng pertama-tama adalah

melakukan pengolahan tanah untuk pembibitan. Pada waktu mulai tanam biasanya

musim hujan mulai turun sehingga persediaan air relatif kecil. Untuk menghindari

hal-hal yang tidak diinginkan maka waktu penggarapan dan urutan tata tanam diatur

sebaik-baiknya.

2. Tempat

Pengaturan tempat masalahnya hampir sama dengan pengaturan waktu.

Dengan dasar pemikiran bahwa tanaman membutuhkan air dan persediaan air yang

ada dipergunakan bagi tanaman. Untuk dapat mencapai hal itu tanaman diatur

tempat penanamannya, agar pelayanan irigasi dapat lebih mudah.

3. Pengaturan jenis tanaman

Tanaman yang diusahakan antara lain padi, palawija dan lain-lain. Tiap jenis

tanaman mempunyai tingkat kebutuhan air yang berlainan. Berdasarkan hal tersebut,

jenis tanaman yang diusahakan harus diatur sedemikian rupa sehingga kebutuhan air

dapat terpenuhi. Misalnya jika persediaan air sedikit diusahakan dengan menanam

tanaman yang membutuhkan air relatif sedikit. Sebagai contoh adalah penanaman

padi, gandum dan palawija di musim kemarau. Pada musim kemarau persediaan air

sedikit, untuk menghindari terjadinya lahan yang tidak terpakai areal tanaman harus

dibatasi luasnya dengan menanaminya palawija. Berarti sudah memanfaatkan areal

dan meningkatkan produksi pangan.

4. Pengaturan luas tanaman

Pengaturan luas tanaman hampir sama dengan pengaturan jenis tanaman.

Pengaturan pada pembatasan luas tanaman akan membatasi besarnya kebutuhan air

bagi tanaman yang bersangkutan. Pengaturan ini hanya terjadi pada daerah yang

Page 27: Bab II Skripsiq Fix

airnya terbatas, misalnya jika air irigasi yang sedikit, petani hanya boleh menanam

palawija.

Penentuan jadwal tata tanam harus disesuaikan dengan jadwal penanaman yang

ditetapkan dalam periode musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau,

kekurangan jumlah air dapat diatasi dengan mengatur pola tata tanam.

Dalam satu tahun terdapat dua kali masa tanaman, yaitu musim hujan (Oktober-

Maret) dan musim kemarau (April-September). Batasan waktu tersebut digunakan

untuk menentukan awal penanaman padi (di musim hujan), demikian pula untuk

tanaman lainnya.

Alternatif pola tanam yang direncanakan adalah sebagai berikut :

1. Pola tata tanam I

- Padi I

Saat tanam awal Nopember dan panen akhir Februari

- Padi II

Saat tanam akhir Maret dan panen akhir Juni

- Palawija

Saat tanam awal Juli dan panen akhir September

2. Pola tata tanam II

- Padi I

Saat tanam awal Nopember dan panen akhir Februari

- Palawija I

Saat tanam pertengahan Mei dan panen akhir Agustus

- Palawija II

Saat tanam akhir Agustus dan panen pertengahan Desember

2.4.1. Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti

air yang hilang akibat penguapan. Besarnya kebutuhan tanaman dapat dinyatakan

dengan jumlah air yang hilang akibat proses evapotranspirasi. Rumus yang digunakan

untuk menghitung besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebagai berikut :

Cu = k x Eto x Luas rasio tanam................................................................( 2 – 26)

Dalam hal ini :

Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)

Page 28: Bab II Skripsiq Fix

k = Koefisien tanaman

Eto = Evaporasi potensial ( mm/hari)

2.4.2. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan bertujuan untuk menyiapkan lahan agar

dapat segera ditanami setelah sebelumnya dilakukan panen tanaman. Langkah yang

digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah

sebagai berikut :

1. Menghitung besarnya nilai perkolasi yang dijumlahkan dengan besarnya

evapotranspirasi potensial.

2. Menentukan besarnya waktu penjenuhan (T)

3. Menentukan besarnya kebutuhan air untuk penjenuhan lahan

4. Merujuk pada tabel 2.11. untuk mendapatkan besarnya kebutuhan air untuk

penyiapan lahan.

5. Menghitung besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan dengan menggunakan

rumus berikut :

CPL= k x Cpenj.lahan x Luas rasio tanam........................................................( 2 – 27)

Dalam hal ini :

CPL = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)

k = Koefisien tanaman

Epenj.lahan = Kebutuhan air untuk penjenuhan lahan (mm/hari)

Tabel 2.12 Besaran kebutuhan air untuk penyiapan lahan

Eo + P T 30 hari T 45 hari

mm/hari S250 mm S 300 mm S250 mm S 300 mm

5 11.1 12.7 8.4 9.5

5.5 11.4 13 8.8 9.8

6 11.7 13.3 9.1 10.1

6.5 12.0 13.6 9.4 10.4

7 12.3 13.9 9.8 10.8

7.5 12.7 14.2 10.1 11.1

8 13 14.5 10.5 11.4

8.5 13.3 14.8 10.8 11.8

9 13.6 15.2 11.2 12.1

9.5 14 15.5 11.6 12.5

10 14.3 15.8 12 12.9

10.5 14.7 16.2 12.4 13.2

Page 29: Bab II Skripsiq Fix

11 15 16.5 12.8 13.6Sumber : Hari P., Diktat Perkuliahan

2.4.3. Perhitungan Kebutuhan Air untuk Penggantian Lapisan Air

Penggantian lapisan air erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Hal ini

dikarenakan setelah beberapa saat penanaman, air yang digenangkan di permukaan

sawah akan kotor dan mengandung zat-zat yang tidak diperlukan lagi oleh tanaman,

bahkan akan merusak. Air genangan tersebut perlu dibuang agar tidak merusak tanaman

yang ada di lahan. Oleh karenanya diperlukan penggantian lapisan air untuk

mengurangi kerusakan tanaman yang ada di lahan. Langkah yang digunakan untuk

menghitung besarnya kebutuhan air untuk penggantian lapisan air adalah sebagai

berikut :

1. Menghitung besarnya kebutuhan air selama periode yang telah ditentukan

sebelumnya. Nilai tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

CP= ........................................................................................................( 2 – 28)

Dalam hal ini :

CP = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan per periode (mm/hari)

C = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan (mm)

n = periode (hari)

2. Menghitung besarnya kebutuhan air untuk penggantian lapisan air dengan

menggunakan rumus berikut :

CPLA= CP x Luas rasio tanam.....................................................................( 2 – 29)

Dalam hal ini :

CPLA = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)

CP = Kebutuhan air untuk penjenuhan lahan (mm/hari)

2.4.4. Perhitungan Kebutuhan Air Kotor di Sawah

Kebutuhan air kotor di sawah adalah besarnya jumlah air yang dibutuhkan di

sawah yang dipengaruhi oleh besarnya kebutuhan air tanaman, kebutuhan air untuk

penyiapan lahan, kebutuhan air akibat perkolasi dan kebutuhan air untuk penggantian

lapisan air. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air kotor di

sawah adalah sebagai berikut :

Ckeb.air kotor = CU + CPL + CPLA + CP +..........................................................( 2 – 30)

Dalam hal ini :

Page 30: Bab II Skripsiq Fix

Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)

CPL = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)

CPL = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hari)

CPL = Kebutuhan air untuk perkolasi (mm/hari)

2.4.5. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih di Sawah

Kebutuhan air bersih di sawah adalah besarnya kebutuhan air kotor di sawah

dikurangi dengan besarnya curah hujan efektif. Rumus yang digunakan untuk

menghitung besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebagai berikut :

Ckeb.air bersih = Ckeb.air kotor - Reff.....................................................................( 2 – 31)

Dalam hal ini :

Ckeb.air kotor = Kebutuhan air kotor (mm/hari)

Reff = Curah hujan efektif (mm/hari)

2.4.6. Perhitungan Kebutuhan Air di Intake

Kebutuhan air di intake adalah besarnya kebutuhan air yang harus ada di saluran

intake. Besarnya dipengaruhi oleh berbagai macam kebutuhan air di lahan dan efisiensi

saluran irigasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air kotor

di sawah adalah sebagai berikut :

Cintake = ...............................................................................( 2 – 32)

Dalam hal ini :

Ckeb.air bersih = Kebutuhan air bersih (lt/dt/ha)

e = Efisiensi irigasi

A = Luas lahan (ha)

2.5. Analisa Modulus Drainasi

Dalam suatu sistem pertanian, tentunya keseimbangan air dilahan sangat

diperhatikan, oleh karenanya dalam sistem tersebut terdapat istilah irigasi dan drainasi.

Drainasi sendiri dilakukan untuk mengurangi dampak buruk berlebihnya jumlah air di

area yang menjadi lokasi tanam.

Perencanaan sistem drainasi untuk lahan pertanian ada 2 macam, yaitu drainasi

bawah permukaan (sub surface drainage) dan drainasi atas permukaan (surface

drainage). Untuk lokasi studi ini menggunakan drainasi atas permukaan dengan

pertimbangan kondisi genangan yang terjadi diakibatkan oleh hujan.

Page 31: Bab II Skripsiq Fix

Drainasi ini diperlukan untuk menghilangkan pengaruh yang buruk pada lahan

pertanian yang diakibatkan oleh curah hujan. Hujan yang berintensitas tinggi akan

menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang apabila tidak segera dibuang kan

mengakibatkan lahan tergenang dan menurunkan hasil panen.

Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan lahan yang tergenang air, namun

pada suatu waktu tentunya tidak. Penggenangan air ini tentunya ada batas toleransinya,

tanaman padi dengan varietas unggul kedalaman air yang diijinkan 10 cm, sedangkan

pada tanaman padi yang bukan varietas unggul, kedalaman air berkisar 5 sampai 15 cm.

Kedalam air yang berlebih dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas tanaman itu

sendiri.Pada daerah studi air direncanakan habis terbuang pada hari ketiga, dengan

pertimbangan pengaruh genangan terhadap tanaman padi, semakin lama tergenang,

semakin menurun pula produktivitasnya.

Cara perkiraan air buangan dengan metode modulus drainasi ini adalah dengan

memperhatikan tinggi genangan yang terjadi di sawah. Untuk mengontrol tinggi

genangan di lapangan harus memperhatikan kesetimbangan air yang masuk dan keluar.

Perhitungan penambahan air pada jangka waktu tertentu dan berapa lama air tersebut

harus dibuang dinamakan kapasitas rencana. Kapasitas rencana itu disebut modulus

drainasi. Rumus yang dipakai adalah (Anonim, 1986 : 43) :

(Dn)T = (Rn)T + n(I - ETo - P) - Sn..........................................................(2 - 33)

Dalam hal ini :

(Dn)T = modulus drainasi n harian dengan kala ulang T tahun (mm)

(Rn)T = hujan maksimum n harian dengan kala ulang T tahun (mm)

n = jumlah hari (hari)

I = jumlah air irigasi yang diberikan (mm.hari-1)

ETo = evapotranspirasi (mm.hari-1)

P = perkolasi (mm.hari-1)

Sn = tinggi air yang diijinkan di lahan (mm)

Dari modulus drainasi dapat ditentukan debit yang harus dibuang dalam satuan

luas areal. Rumus yang dipakai adalah :

............................................................................................(2 - 34)

Dalam hal ini :

Dm = modulus drainasi harian per luas (m3.hari-1.ha-1)

Page 32: Bab II Skripsiq Fix

n = curah hujan harian

Selanjutnya perlu diperhitungkan besarnya debit rencana didasarkan pada

perhitungan modulus drainasi sebelumnya dan tergantung pada luas lahan guna

perhitungan selanjutnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Q = Dm . A......................................................................................…….( 2 - 35 )

Dalam hal ini :

Q = debit rencana (m3/dt)

Dm = modulus drainasi harian per luas (m3/hari/Ha)

A = luas area (Ha)

2.6. Analisa Dimensi Saluran

Bentuk penampang saluran yang direncanakan adalah bentuk profil trapesium,

namun bentuk trapesium ini memiliki tanggul jagaan untuk mengatasi pasang sungai

dan mengarahkan air agar dapat berkumpul di saluran drainase. Hal ini dilakukan atas

pertimbangan adanya pasang surut rawa akibat sungai yang ada di dekat lokasi. Saluran

yang direncanakan berdasar pada bentuk saluran stabil, sehingga persyaratan yang harus

dipenuhi adalah tidak terjadi penggerusan. Untuk pendimensian saluran dipakai kriteria

sebagai berikut :

1. Saluran berbentuk trapesium dengan tanggul di salah satu sisinya.

2. Lebar saluran telah ditetapkan sebelumnya, untuk tersier 1 m, untuk sekunder 1,5 m

dan untuk primer 2 m.

3. Perhitungan hidrolis memakai rumus :

Q = A . V..........................................................................................................(2 - 36)

Dalam hal ini :

Q = debit rencana (m3/dt)

A = luas penampang (m2)

V = kecepatan rencana (m/dt)

4. Kecepatan aliran memakai rumus Manning

V = . R2/3 . S1/2..................................................................................... ( 2 – 37 )

Dalam hal ini :

V = kecepatan rencana (m/dt)

Page 33: Bab II Skripsiq Fix

n = koefisien kekasaran Manning

R = jari-jari hidrolis (m)

S = kemiringan saluran

5. Tinggi tanggul

Tinggi tanggul di saluran rencana ini disesuaikan dengan besarnya galian tanah yang

diperoleh pada saat pembuatan saluran drainase. Tinggi tanggul tersebut ditetapkan

sebelumnya, untuk saluran tersier 1 m, untuk sekunder 1,5 m dan untuk primer 2 m.

6. Kemiringan tanggul

Kemiringan tanggul yang digunakan adalah 1:1 dengan pertimbangan tanggul

dengan kemiringan tersebut aman terhadap bahaya longsor atau keruntuhan.

7. Lebar tanggul

Lebar tanggul atas di saluran rencana ini juga disesuaikan dengan besarnya galian

tanah yang diperoleh pada saat pembuatan saluran drainase dan kemiringan tanggul

yang digunakan. Sedangkan untuk lebar tanggul bawah menyesuaikan dengan tinggi

tanggul dan lebar tanggul atas sebelumnya dengan memperhatikan jumlah galian

yang diperoleh dari setiap saluran.

Tabel 2.13. Koefisien Kekasaran Manning

Type Saluran Kondisi

baik cukup burukSaluran buatan :      1. Saluran tanah, lurus beraturan 0.020 0.023 0.0252. Saluran tanah, digali biasanya 0.028 0.030 0.0223. Saluran batuan, tidak lurus dan tidak beraturan 0.040 0.045 0.0454. Saluran batuan, lurus beraturan 0.030 0.035 0.0355. Saluran batuan, vegetasi pada sisinya 0.030 0.035 0.0406. Dasar tanah, sisi batu koral 0.030 0.030 0.0407. Saluran berliku-liku kecepatan rendah 0.025 0.028 0.030Saluran alam :      1. Bersih,lurus, tetapi tanpa pasir dan tanpa celah 0.028 0.030 0.0332. Berliku, bersih, tetapi berpasir dan berlubang 0.035 0.040 0.0453. Berliku, bersih, tidak dalam, kurang beraturan 0.045 0.050 0.065

Page 34: Bab II Skripsiq Fix

4. Aliaran lambat, banyak tanaman dan lubang dalam 0.060 0.070 0.0805. Tumbuh tinggi dan padat 0.100 0.125 0.150Saluran dilapisi :      1. Batu kosong tanpa adukan semen 0.030 0.033 0.0352. Batu kosong dengan adukan semen 0.020 0.025 0.0303. Lapisan beton sangat halus 0.011 0.012 0.0134. Lapisan beton biasa dengan tulangan baja 0.014 0.014 0.0155. Lapisan beton biasa dengan tulangan kayu 0.016 0.016 0.018

Sumber : Suhardjono, 1984 : 29

Gambar 2.5. Profil Saluran

2.7. Analisa Hidrolika

Analisa hidrolika diperlukan untuk mengetahui karakteristik maupun profil

muka air yang terjadi di saluran rencana pada daerah studi dan daerah genangan yang

terjadi akibat pasang surut sungai Katingan. Untuk mempermudah menghitung profil

muka air, kecepatan aliran air, maupun bilangan froude dalam studi ini menggunakan

perangkat lunak yaitu dengan HEC – RAS 3.1.3. (perangkat lunak yang sifatnya public

domain, buatan HEC USACE ARMY). Perangkat lunak ini mempunyai kemampuan

antara lain untuk melakukan perhitungan aliran tunak (steady flow) dan aliran tak tunak

(unsteady flow). Dalam perencanaan ini digunakan perhitungan aliran tak tunak.

Langkah langkah dalam analisa hidrolika model HEC RAS

Page 35: Bab II Skripsiq Fix

Terdapat lima langkah utama dalam pembangunan model hidrolik menggunakan

HEC RAS:

1. Memulai HEC RAS

2. Pembuatan nama pekerjaan

3. Memasukkan data geometri

4. Memasukkan data debit (Unsteady flow) dan kondisi batas

5. Running program (Unsteady flow)

2.7.1. Memulai HEC RAS

Ketika pengguna menjalankan setup program HEC RAS, maka akan secara

otomatis didapatkan satu grup program baru yang disebut HEC dan ikon programnya di

sebut HEC-RAS. Seperti program lainnya ikon tersebut akan muncul di layar windows,

dengan ikon seperti berikut :

Seperti program lainnya maka untuk pertama kalinya penjalanan program HEC

RAS akan tampil seperti berikut :

Gambar 2.6. Tampilan utama Hec-ras 3.1.3

Menu utama pada Hec-Ras 3.1.3

Page 36: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.7. Bagian-bagian dari menu utama

Tool bars HEC-RAS

Page 37: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.8. Penjelasan dari tool bars Hec-Ras

Page 38: Bab II Skripsiq Fix

2.7.2. Pembuatan File Baru

Langkah pertama dalam pembangunan model hidrolik menggunakan HEC RAS

adalah menetapkan direktory kerja mana dan penamaan project kerja. Bisa diletakkan di

direktory sesuai keinginan user. Tidak lupa untuk memberikan pilihan unit satuan yang

akan digunakan (english atau SI). Untuk membuat project baru, klik file menu, new

project, kemudian akan muncul gambar seperti dibawah ini:

Gambar 2.9. Tampilan new project

2.7.3. Memasukkan Data Geometri

Langkah berikutnya adalah memasukkan data geometri, dimana terdiri dari

informasi tentang skematik jaringan system model hidrolik yang akan digunakan, atau

secara gamblang bisa kita sebut pembangunan DENAH PLAN jaringan tata air.

Kemudian pada menu windows ini juga akan mengandung fasilitas yang lain seperti

berupa :

Pemasukan cross section data

Data struktur bangunan ( jembatan, pelimpah, culverts, dll)

Tahap ini di awali dengan pilihan pada menu utama windows HEC RAS yaitu :

Edit > Geometri data atau pilih icon gambar maka akan tertampil menu

windows geometri data sebagai berikut :

Page 39: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.10. Tampilan geometri data Hec-Ras

Pemasukan data geometri adalah dengan melakukan penggambaran sebagai

tahap pertama pada layar, dengan penggambaran yang berhenti untuk tiap skematik alur

sungai yang akan di buat.

Pilih tools “river reach” kemudian tarik garis yang menunjukkan satu

skematik alur sungai dan program akan membaca pembacaan mulai dari

hulu menuju ke hilir.

Kemudian akan muncul tampilan untuk penamaan/indentifikasi (16 karakter)

Sebagai penyesuaian bentuk Denah Plan agar sama dengan kondisi model

yang diinginkan maka langkah selanjutnya adalah pemasukan koordinat x.y

denah tersebut yaitu pada pilihan : Edit/ Reach Schematic line, kemudian

akan muncul gambar seperti terlihat dibawah ini:

Page 40: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.11. Tampilan untuk mengedit koordinat pada Hec-Ras

Kemudian akan muncul bentuk isian hubungan antara x dan y untuk masing-

masing skematik alur yang telah dibuat.

Banyak berbagai cara untuk melakukan penggambaran ini yaitu bisa

menggunakan fasilitas pada software lain atau melalui penggambaran

terlebih dahulu melalui AUTOCAD kemudian dilakukan pencataan

koordinat setiap line gambar (Tools Inquarry)

Setelah system river skematik sudah tergambar maka dilanjutkan dengan

pemasukan data cross section sungai/penampang melintang saluran/sungai, yaitu

dengan menu pilihan pada icon dengan bentuk isian data cross sebagai berikut :

Gambar 2.12. Input & output cross section

Page 41: Bab II Skripsiq Fix

Pengisian data cross dimulai dengan penampang melintang saluran/sungai

bagian hilir dan dilanjutkan pada bagian upstreamnya, kemudian seterusnya. Dengan

selesainya semua proses sampai tahap diatas, maka pemodelan dapat dikatakan sudah

terselesaikan 60 %. Hal ini di dasarkan atas alasan bahwa proses pemodelan HEC RAS

yang utama terletak pada pemasukan data geometri.

2.7.4. Memasukkan Data Debit Dan Kondisi Batas

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Program HEC RAS mampu menganalisa

kajian hidrolik dengan 2 kondisi aliran steady dan unsteady flow, maka menu icon/tools

bar input flow data terdapat 2 macam yaitu:

: Icon input Data untuk kondisi Steady flow

: Icon input Data untuk kondisi UnSteady flow

Filosofi dasar pada pemodelan Numerik ini, akan selalu membutuhkan

identifikasi awal yang sering disebut dengan Boundary Condition. Dalam hal ini adalah

kondisi batas bagian hulu yaitu debit yang akan dilewatkan, sedangkan boundary

condition untuk bagian hilir (down stream) dapat berupa :

1. Tinggi muka air bagian hilir

2. Slope/ kemiringan dasar sungai bagian hilir

3. Stage hidrograf ( hubungan tinggi muka air dengan debit)

2.7.5. Pemrosesan Data

Yaitu menu pilihan metode perhitungan pemodelan setiap kondisi hidrolik yang

seharusnya :

Gambar 2.9 Running steady flow data

Gambar 2.13. Running program

Page 42: Bab II Skripsiq Fix

2.7.6. Hasil Pemrosesan Data

Dalam program HEC RAS hasil keluaran nantinya dapat berupa gambar –

gambar long section maupun cross section dari saluran yang direncanakan dan tabel

yang menjelaskan tentang karakteristik hidrolika saluran rencana.

Gambar 2.14. Output dalam bentuk tabel

Gambar 2.15. Output dalam gambar long section sederhana

Page 43: Bab II Skripsiq Fix

2.8. Analisa Stabilitas

Analisa stabilitas terdiri dari dua jenis yaitu analisa stabilitas terhadap gerusan

dan analisa stabilitas saluran. Dalam studi ini hanya menggunakan analisa stabilitas

saluran. Stabilitas saluran umumnya diperlukan untuk mengetahui besarnya tingkat

stabilitas dari saluran yang telah direncanakan yang tentunya dipengaruhi oleh kondisi

tanah lokasi maupun struktur bangunan yang direncanakan berupa besaran yang disebut

angka keamanan (safety factor). Ada dua metode yang digunakan untuk menganalisa

stabilitas saluran, diantaranya :

1. Metode Prosedur Massa ( Mass Procedure)

Dalam metode ini, massa tanah yang berada di atas bidang gelincir diambil sebagai

suatu kesatuan yaitu homogen.

2. Metode Irisan (Method of Slices)

Dalam metode ini, tanah yang berada di atas bidang gelincir dibagi menjadi

beberapa irisan-irisan paralel tegak. Stabilitas dari tiap-tiap irisan dihitung secara

terpisah. Metode ini lebih teliti karena tanah yang tidak homogen dan tekanan air

pori dapt dimasukkan dalam perhitungan. Yang termasuk di dalam metode ini

diantaranya metode Bishop dan Fellenius.

Dalam studi ini metode yang digunakan adalah Bishop, dikarenakan metode ini

sering digunakan dalam analisa stabilitas talud termasuk talud saluran. Untuk

mempermudah analisa stabilitas saluran digunakan perangkat lunak GEO SLOPE .

Dalam perencanaan suatu stabilitas saluran dperlukan data-data penunjang guna

mendapatkan hasil yang sesuai kita harapkan. Data-data tersebut antara lain: dimensi

saluran, data mekanika tanah dan profil melintang saluran rencana.

Angka keamanan adalah besarnya nilai atau ketetapan yang harus dipenuhi

ketika dilakukan uji stabilitas, dalam hal ini berupa saluran, harus lebih besar dari nilai

yang telah ditetapkan tersebut. Dalam studi akhir ini besarnya angka keamanan yang

ditetapkan adalah 1,5.

Langkah-langkah dalam analisa stabilitas dengan menggunakan GEO SLOPE

Terdapat tujuh langkah utama dalam analisa stabilitas dengan menggunakan

GEO SLOPE :

1. Memulai GEO SLOPE

2. Pengaturan lembar kerja baru

3. Menggambar bentuk saluran

4. Menganalisa saluran

Page 44: Bab II Skripsiq Fix

5. Memasukkan data geometri saluran

6. Menentukan keruntuhan yang akan terjadi

7. Memproses data dan hasil

2.8.1. Memulai GEO SLOPE

Seperti HEC RAS, GEO SLOPE menampilkan ikon di layer windows. Tampilan

awal dari program GEO SLOPE akan seperti di bawah ini :

Gambar 2.16. Tampilan awal dari GEO SLOPE

2.8.2. Pengaturan lembaran kerja baru

Tidak seperti program lainnya, dalam GEO SLOPE memerlukan pengaturan

awal lembar kerja baru yang harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap masalah yang

ada.

Tampilan layar pada GEO SLOPE ketika melakukan pengaturan lembar kerja

baru adalah sebagai berikut :

Gambar 2.17. Tampilan pengaturan lebar lembar kerja

Page 45: Bab II Skripsiq Fix

Selain mengatur lebar lembar kerja, juga memerlukan pengaturan lain yaitu

pengaturan skala dan grid dari lembar kerja baru yang akan digunakan. Tampilan

pengaturan hal tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 2.18. Tampilan pengaturan skala lembar kerja

Gambar 2.19. Tampilan pengaturan grid

2.8.3. Menggambar bentuk saluran

Menggambar bentuk dengan menggunakan GEO SLOPE dilakukan secara

mendetail dari setiap titik tinjauan. Dengan semakin detilnya gambar, semakin baik

hasil akhir yang akan dihasilkan nantinya.

Adapun tampilan gambar dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :

Page 46: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.20. Hasil penggambaran pada GEO SLOPE

2.8.4. Menganalisa saluran

Menganalisa saluran rencana disini bukan dimaksudkan mengolah data,

melainkan menjelaskan metode apa yang akan digunakan maupun arah keruntuhan dari

saluran rencana.

Tampilan dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :

Page 47: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.20. Tampilan analisa saluran yang direncanakan

2.8.5. Memasukkan data geometri saluran

Dalam memasukkan data saluran, harus diperhatikan benar jenis tanah yang ada

di saluran rencana, baik di bagian atas maupun bawah saluran. Selain itu diperlukan

pula data masukan yang berkaitan dengan data mekanika tanah dimana saluran itu

direncanakan.

Adapun tampilan GEO SLOPE yang berkaitan dengan pemasukan data tanah

adalah sebagai berikut :

Page 48: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.21. Memasukkan data jenis dan mekanika tanah saluran rencana

Gambar 2.22. Hasil masukan data tanah saluran rencana

Page 49: Bab II Skripsiq Fix

2.8.6. Menentukan keruntuhan yang akan terjadi

Keruntuhan yang akan terjadi di saluran tersebut, terlebih dahulu digambar pada

gambar saluran pada GEO SLOPE. Dengan menggambar jangkauan dari keruntuhan,

maka dapat dihasilkan suatu bentuk keruntuhan yang umum terjadi dan letak terjadinya.

Tampilan gambar penggambaran keruntuhan pada GEO SLOPE adalah sebagai

berikut :

Gambar 2.23. Tampilan keruntuhan saluran rencana

2.8.7. Memproses data dan hasil

Langkah terakhir dari program GEO SLOPE adalah melakukan pemrosesan

data. Pemrosesan data ini nantinya menampilkan :

1. Secara terperinci besarnya angka keamanan dari saluran rencana tersebut dengan

menggunakan berbagai metode yang ada.

2. Menampilkan gambar seutuhnya dari desain saluran rencana beserta kemungkinan

keruntuhanyang akan terjadi.

Page 50: Bab II Skripsiq Fix

3. Gaya tekan yang terjadi pada setiap potongan pada bagian keruntuhan, sehingga

memudahkan kita mengetahui dimana terjadinya gaya tekan yang terbesar.

4. Grafik yang berkaitan dengan angka keamanan yang telah diperoleh.

Adapun tampilannya dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :

Gambar 2.24. Tampilan ikon penyelesaian pada GEO SLOPE

Gambar 2.25. Tampilan angka keamanan dalam GEO SLOPE

Page 51: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.26. Tampilan utuh saluran dalam GEO SLOPE

Gambar 2.27. Gaya tekan yang terjadi pada setiap potongan dalam GEO SLOPE

Page 52: Bab II Skripsiq Fix

2.9. Sistem Tata Air

Sistem tata air merupakan faktor yang sangat menentukan dalam peningkatan

produksi lahan rawa pasang surut. Berbagai masalah yang sering menjadi kendala bagi

budidaya pertanian di persawahan pasang surut, antara lain masalah keasaman, salinitas

dan kurangnya ketinggian muka air untuk mencapai lahan pertanian. Hal-hal ini

disebabkan antara lain oleh sistem tata air yang kurang tepat. Dalam sistem tata air

dikenal bangunan air, antara lain berupa saluran dan pintu-pintu air yang berfungsi

sebagai penunjang sirkulasi dan pengelolaan air. Dengan memberdayakan pintu-pintu

air serta ditopang dengan perencanaan dan pengembangan sistem tata air secara tepat

dan optimal maka peningkatan produksi lahan dapat diharapkan memberikan hasil yang

memuaskan.

Sistem kontrol aliran merupakan kegiatan mengendalikan debit yang lewat dan

mengatur elevasi muka air sesuai dengan tingkat kebutuhan, hal ini dilaksanakan agar

air yang ada di dalam lahan dapat terkontrol. Dimana pada saat lahan kekurangan air

maka bangunan air ditutup sedangkan pada saat lahan kelebihan air maka bangunan

dibuka.

2.9.1. Pintu Otomatis (Aeroflapgate)

Pintu otomatis memiliki keuntungan lebih ekonomis dan mudah dalam

pengoperasiannya, selain itu jika dilihat dari segi konstruksinya merupakan peralatan

yang sederhana berupa lembaran profil segi empat yang diletakkan tegak lurus dengan

saluran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Page 53: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.28. Pintu Otomatis

Pola operasi pintu ini hanya menggunakan perbedaan tekanan yang disebabkan

oleh adanya perbedaan tinggi muka air pada bagian hulu dan hilir. Sehingga dalam

pengoperasiannya kurang membutuhkan tenaga manusia. Mengingat, pintu otomatis ini

tidak perlu campur tangan manusia dalam pengoperasiannya kecuali ketika perlu

perbaikan.

Berkaitan dengan bahan yang digunakan dalam pembuatan pintu ini ada

berbagai macam jenis. Diantaranya berbahan beton, fiber maupun kayu. Kesemuanya

memiliki keunggulan dan kekurangan masing – masing. Salah satu jenis pintu yang baru

dikembangkan adalah berbahan fiber. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.

Page 54: Bab II Skripsiq Fix

Gambar 2.29. Pintu otomatis dan mekanisme kerjanya

2.9.2. Pintu Sorong

Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak lebih

dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk bukaan yang

lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk menanggulangi gaya gesekan

pada sponeng. Untuk bukaan yang lebih besar dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai

keuntungan tambahan karena di bagian atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu

dapat diangkat dengan kabel baja atau rantai baja.

Kelebihan pintu sorong yaitu dapat mengontrol tinggi muka air hulu dengan

tepat dan konstuksi yang sederhana. Sedangkan kelemahan dari pintu sorong ini adalah

Page 55: Bab II Skripsiq Fix

dapat tersangkutnya benda-benda yang terhanyut di saluran misalnya sampah. Gambar

pintu sorong sebagai berikut.

Gambar 2.30. Pintu Sorong

2.9.3. Pintu Skot Balok

Dilihat dari segi konstuksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang

sederhana. Balok-balok profil segiempat ditempatkan tegak lurus terhadap potongan

segiempat saluran lebar 20 cm.Kelebihan pintu skot balok diantaranya konstuksinya

yang sederhana dan kuat serta biaya operasinya kecil. Sedangkan kelemahan pintu skot

balok adalah pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sedikitnya 2 orang dan

menghabiskan waktu, ada kemungkinan dicuri orang lain dan dapat dioperasikan oleh

orang yang tidak berwenang. Gambar pintu skot balok adalah sebagai berikut.

Gambar 2.31. Pintu Skot Balok