bab ii tinjauan pustakadigilib.polban.ac.id/files/disk1/68/jbptppolban-gdl... · 2013. 2. 27. ·...
TRANSCRIPT
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari
ataupun tidak dapat dipastikan kapan terjadi dan berapa besarnya. Gempa bumi
akan menyebabkan tanah di bawah bangunan dan di sekitarnya tergoncang dan
bergerak secara tak beraturan (random). mengakibatkan terjadinya simpangan
yang akan menimbulkan gaya dalam yang besar pada elemen kolom dan balok
induk, yang menyebabkan terjadinya kerusakan struktur bangunan.
2.1. Kaidah Bangunan Tahan Gempa
Pada umumnya bangunan memiliki resiko rusak terhadap gempa sebesar
10%. Hal ini dijelaskan pada SNI 03-1726-2002, bahwa gempa rencana
ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya
terbatas 10% selama umur gedung 50 tahun.
Bangunan tahan gempa dapat diartikan bahwa bangunan tersebut dikerjakan
dengan memperhatikan kaidah-kaidah struktur dan konstruksi yang benar, baik
dalam perencanaan, maupun dalam pelaksanaan, sehingga dapat meminimalisasi
resiko pada penghuni bangunan pada saat terjadi gempa.
Kaidah bangunan tahan gempa ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Bila terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik
pada komponen non-struktural (dinding, langit-langit, genting, kaca, dsb)
maupun pada komponen struktural (pondasi, kolom, dan balok).
b) Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada
komponen non-strukturalnya, namun komponen strukturalnya tetap utuh.
c) Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada
komponen non-struktural maupun komponen struktural, namun struktur tidak
runtuh dan tersedia selang waktu bagi evakuasi penghuni bangunan tersebut
untuk keluar sebelum bangunan runtuh sebagian, atau seluruhnya.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
6
2.2. Struktur Bangunan Beraturan
Suatu bangunan dikatakan beraturan jika struktur bangunan memenuhi
persyaratan tertentu sehingga distribusi beban gempa relatif teratur, dengan
demikian analisis pengaruh gempa bisa dilakukan dengan metoda statik ekivalen.
Persyaratan bangunan yang dapat dikatakan bangunan yang beraturan berdasarkan
SNI 03-1726-2002 Pasal 4.2.1, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10
tingkat atau 40 m.
b. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun
mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari
ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.
c. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun
mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15%
dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
d. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban
lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu
utama orthogonal denah struktur gedung secara keseluruhan.
e. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan
kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur
bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari
75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya.
Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat
tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.
f. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa
adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu
tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan
lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3
tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral
suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan
satu satuan simpangan antar-tingkat.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
7
g. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya
setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat
lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak
perlu memenuhi ketentuan ini.
h. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan
beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila
perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah
perpindahan tersebut.
i. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang
atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat.
Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya
tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
2.3. Tingkat Daktilitas Struktur
Berdasarkan SNI 03-1726-2002, ada beberapa macam sistem struktur, yakni:
a) Sistem Dinding Penumpu
b) Sistem Rangka Gedung
c) Sistem Rangka Pemikul Momen
d) Sistem Ganda
e) Sistem Struktur Gedung Kolom Kantilever
f) Sistem Interaksi Dinding Geser dan Rangka
g) Sub Sistem Tunggal
Perancangan Bangunan dilakukan dengan Sistem Rangka Pemikul momen,
karena sistem ini merupakan sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka
ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dan untuk beban lateral dipikul
oleh rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur.
Adapun berdasarkan SNI 03-2847-2002, sistem Struktur Rangka Pemikul
Momen dibedakan berdasarkan tingkat daktilitas struktur yaitu sebagai berikut:
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
8
a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)
Sistem struktur ini merupakan sistem yang memiliki deformasi inelastis dan
tingkat daktilitas paling rendah, namun memiliki kekakuan dan kekuatan yang
paling besar. Sistem struktur ini dapat digunakan untuk bangunan pada wilayah
resiko gempa rendah.
b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)
Sistem rangka ini merupakan sistem yang dapat mengalami deformasi
inelastis secara moderat akibat gaya gempa rencana. Sistem struktur ini dapat
digunakan untuk bangunan pada wilayah resiko gempa rendah dan sedang.
c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Sistem rangka ini merupakan sistem yang dapat mengalami deformasi
inelastis yang besar akibat gaya gempa rencana. Sistem struktur ini dapat
digunakan untuk bangunan pada wilayah resiko gempa rendah, sedang maupun
tinggi.
Dalam hal ini perencanaan bangunan didesain pada kondisi SRPMB dan
SRPMM diharapkan mengetahui lebih dalam perbedaannya.
2.4. Pembebanan
2.4.1 Beban Hidup
Menurut PPI 1983, yang dimaksud dengan beban hidup adalah semua beban
yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya
termasuk beban beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu,
sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.
Untuk beban hidup pada lantai gedung, harus diambil menurut Tabel 2.1.
Dalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan
kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-dinding pemisah
ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
9
Tabel 2.1 Beban Hidup pada Lantai Gedung
No. Komponen Bangunan
Beban
Hidup
(Kg/m²)
a Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel,
asrama dan rumah sakit 250
b
Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan,
seperti mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan
panggung penonton dengan tempat duduk tetap
400
c Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c 300
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 hal 11
Sedangkan untuk beban hidup pada atap, berbeda halnya dengan beban hidup
pada lantai gedung. Beban hidup pada atap menurut PPI 1983, adalah sebagai
berikut:
a. Beban hidup pada atap dan/ atau bagian atap serta pada struktur tudung
(canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum
sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
b. Beban hidup pada atap dan/ atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan
dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan diantara dua
macam beban, yaitu beban air hujan atau beban sebesar 100 kg.
Peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian
dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama umur gedung tersebut
sangatlah kecil atau tidak efektif sepenuhnya, maka beban hidup tersebut dapat
direduksi. Menurut SNI 03-2847-2002, beban hidup dapat direduksi hingga 0,5
kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua beban hidup yang
lebih besar dari 500 kg/m2.
2.4.2 Beban Mati
Menurut PPI 1983, beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu
gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
10
penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung itu. Sehingga berat sendiri dari struktur bangunan
merupakan beban mati. Adapun tabel mengenai berat sendiri bahan bangunan
dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung
Bahan Bangunan Berat Sendiri
(Kg/m³)
Beton Bertulang 2400
Komponen Bangunan Berat Sendiri
(Kg/m²)
Adukan, per cm tebal dari semen 21
Dinding pasangan batu bata setengah batu 250
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa
penggantung langit-langit atau pengaku) terdiri dari semen asbes
(eternit dan bahan lain sejenisnya), dengan tebal maksimum 4 mm
11
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5
m dan jarak s.k.s minimum 0.8 m 7
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa
adukan, per cm tebal. 24
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 hal 6
2.4.3 Beban Gempa
Menurut PPI 1983, beban gempa adalah semua beban yang bekerja pada
gedung atau bagian gedung yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa.
Gerakan tanah ini merupakan pergeseran keempat lempeng dunia yang bergerak
saling mendekati sehingga terjadi tubrukan.
Beban gempa didesain menggunakan metoda static equivalent, metoda
analisis ini adalah suatu cara analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau
beban-beban gempa static equivalent, sehubungan dengan sifat struktur gedung
beraturan yang praktis berperilaku sebagai struktur 2 dimensi, sehingga respons
dinamiknya praktis hanya ditentukan oleh respons ragamnya yang pertama dan
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
11
dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa static equivalent. (SNI 03 -
1726 - 2002 hal 2).
Untuk perencanaan beban dengan metoda ini, harus diperhatikan faktor
berikut:
1) Faktor Keutaman Bangunan (I)
Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan struktur bangunan gedung serta berbagai bagian dan peralatannya
secara umum. Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada tingkat
kepentingan gedung pasca gempa, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus
dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung atau bangunan
Kategori gedung atau bangunan Faktor Keutamaan I
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan
dan perkantoran. 1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental. 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,
instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat
penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan
televisi.
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas,
produk minyak bumi, asam, bahan beracun. 1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki di atas menara. 1,5 1,0 1,5
Sumber : [SNI 03 – 1726 – 2002 hal 12]
2) Faktor Reduksi Gempa (R)
a) Daktilitas
Kemampuan suatu struktur bangunan gedung untuk mengalami simpangan
pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan siklik akibat beban gempa yang
menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan
dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur bangunan gedung tersebut tetap
berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi plastik.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
12
b) Faktor daktilitas
Rasio antara simpangan maksimum struktur bangunan gedung pada saat
mencapai kondisi plastik terhadap simpangan struktur bangunan gedung pada saat
terjadinya pelelehan pertama.
c) Daktail penuh
Suatu tingkat daktilitas struktur bangunan gedung, di mana strukturnya
mampu mengalami simpangan plastik yang besar, yaitu dengan mencapai faktor
daktilitas sebesar 5,3.
d) Daktail parsial
Seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas di
antara struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1,0 dan untuk struktur gedung
yang daktail penuh sebesar 5,3.
Tabel 2.4 Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Sistem dan subsistem struktur
bangunan gedung
Uraian sistem pemikul beban gempa μm Rm
pers
. (5)
F
1. Sistem dinding penumpu
(Sistem struktur yang tidak
memiliki rangka ruang pemikul
beban gravitasi secara lengkap.
Dinding penumpu atau sistem
bresing memikul hampir semua
beban gravitasi. Beban lateral
dipikul dinding geser atau
rangka bresing).
1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8
2. Dinding penumpu dengan rangka baja
ringan dan beban gravitasi
1,8 2,8 2,2
3. Rangka bresing di mana bresingnya
memikul beban gravitasi
a. Baja 2,8 4,4 2,2
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5
& 6)
1,8 2,8 2,2
2. Sistem rangka gedung (Sistem
struktur yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang pemikul
beban gravitasi secara lengkap.
Beban lateral dipikul dinding
geser atau rangka bresing).
1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8
2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8
3. Rangka bresing biasa
a. Baja 3,6 5,6 2,2
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5
& 6)
3,6 5,6 2,2
4. Rangka bresing konsentris khusus
a. Baja 4,1 6,4 2,2
5. Dinding geser beton bertulang berangkai
daktail
4,0 6,5 2,8
6. Dinding geser beton bertulang kantilever
daktail penuh
3,6 6,0 2,8
7. Dinding geser beton bertulanng kantilever
daktail parsial
3,3 5,5 2,8
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
13
Sambungan Tabel 2.4
3. Sistem rangka pemikul momen
( sistem struktur yang pada
dasarnya memiliki rangka
ruang pemikul beban gravitasi
secara lengkap. Beban lateral
dipikul rangka pemikul momen
terutama melalui mekanisme
lentur).
1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
a. Baja 5,2 8,5 2,8
b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8
2. Rangka pemikul momen menengah beton
(SRPMM) (tidak untuk wilayah 5 & 6)
3,3 5,5 2,8
3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
a. Baja 2,7 4,5 2,8
b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8
4. Rangka batang baja pemikul momen
khusus (SRPBMK)
4,0 6,5 2,8
4. Sistem ganda (Terdiri dari: 1)
rangka ruang yang memikul
seluruh beban gravitasi; 2)
pemikul beban lateral berupa
dinding geser atau rangka
bresing dengan rangka pemikul
momen. Rangka pemikul
momen harus direncanakan
secara terpisah mampu
memikkul sekurang-kurangnya
25% dari seluruh beban lateral;
3) kedua sistem harus
direncanakan untuk memikul
secara bersama-sama seluruh
beban lateral dengan
memperhatikan interaksi /
sistem ganda)
1. Dinding geser
a. Beton bertulang dengan SRPMK beton
bertulang
5,2 8,5 2,8
b. Beton bertulang dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
c. Beton bertulang dengan SRPMM beton
bertulang
4,0 6,5 2,8
2. RBE baja
a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8
b. Dengan SRPMB baja 2,6 4.2 2,8
3. Rangka bresing biasa
a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8
b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
c. Beton bertulang dengan SRPMK beton
bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6)
4,0 6,5 2,8
d. Beton bertulang dengan SRPMM beton
bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6)
2,6 4,2 2,8
4. Rangka bresing konsentris khusus
a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8
b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
5. Sistem struktur bangunan
gedung kolom kantilever:
(Sistem struktur yang
memanfaatkan kolom
kantilever untuk beban lateral)
Sistem struktur kolom kantilever 1,4 2,2 2
6. Sistem interaksi dinding geser
dengan rangka
Beton bertulang menengah ( tidak untuk
wilayah 5 & 6)
3,4 5,5 2,8
7. Subsistem tunggal (Subsistem
struktur bidang yang
membentuk struktur bangunan
gedung secara keselururuhan)
1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8
2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 2,8
3. Rangka terbuka beton bertulang dengan
balok beton pratekan (bergantung pada
indeks baja total)
3,3 5,5 2,8
4. Dinding geser beton bertulang barangkai
daktail penuh
4,0 6,5 2,8
5. Dinding geser beton bertulang barangkai
daktail parsial.
3,3 5,5 2,8
Sumber : [SNI 03 - 1726 – 2002 hal 16]
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
14
3) Wilayah Gempa
Di indonesia terdiri dari berbagai macam wilayah gempa, terdiri dari wilayah
gempa 1 sampai dengan wilayah gempa 6, untuk wilayah gempa 1 dan 2 adalah
wilayah gempa kecil, 3 dan 4 adalah wilayah gempa sedang, wilayah gempa 5 dan
6 adalah wilayah gempa berat, seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 wilayah gempa di Indonesia
Sumber : [SNI - 03 – 1726 2002 hal 21]
4) Jenis Tanah
Jenis tanah ditetapkan sebagai Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak
apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas di penuhi syarat –
syarat yang tercantum dalam Tabel 2.5.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
15
Tabel 2.5 Jenis – jenis tanah dan klasifikasinya
Jenis tanah
Kecepatan rambat
gelombang geser rata –
rata, vs (m/det)
Nilai hasil Test
Penetrasi Standar
rata – rata N
Kuat geser niralir
rata – rata Su
(kPa)
Tanah Keras
Tanah Sedang
Tanah Lunak
Atau, semua jenis tanah lempung lunak dengan tebal total lebih dari 3
meter dengan PI > 20, wn ≥ 40 % dan Su < 25 kPa
Tanah Khusus Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi
Sumber : [SNI - 03 – 1726 2002 hal 18]
5) Waktu getar alami
Analisa waktur getar alami pada umumnya digunakan untuk mengetahui
besarnya gaya gempa yang akan diterima oleh bangunan tersebut.
Waktu getar alami fundamental stuktur bisa didapatkan dengan 2 cara yaitu :
Besarnya nilai waktu getar struktur ini (T) dapat dinyatakan dengan
persamaan Rayleigh, sebagai berikut:
ii
ii
dFg
dWT
2
1 3.6
(2.1)
Keterangan:
Wi : Berat lantai ke i
di : Displacement lantai ke i akibat gempa
g : Percepatan gravitasi
Fi : Beban geser pada lantai ke i akibat gempa
Nilai T1 ini harus dibatasi untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang
terlalu fleksibel. Pembatasannya dapat dilihat pada persamaan berikut
(2.2)
Keterangan:
T1 = Waktu getar alami fundamental
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
16
n = Jumlah lantai
ξ = Koefisien
Tabel 2.6 Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami struktur bangunan gedung
Wilayah Gempa Ξ
1
2
3
4
5
6
0,2
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15 Sumber : [SNI - 03 – 1726 – 2002 hal 26]
6) Respon spektrum gempa rencana
Perencanaan dilakukan pada kondisi tanah wilayah gempa 3 dengan kondisi
tanah lunak, terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Respon spektrum wilayah gempa 3
Sumber : [SNI - 03 – 1726 – 2002 hal 22]
7) Beban geser dasar nominal statik ekuivalen
Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 2.3
dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah
pembebanan gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
17
alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang
terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :
(2.3)
Dimana : V = Beban geser nominal static ekuivalen
C1 = Nilai faktor respon spectrum
I = Faktor keutamaan bangunan
Wt = Berat total bangunan
R = Faktor reduksi gempa
8) Beban gempa nominal statik ekuivalen
Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur
bangunan gedung menjadi beban – beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang
menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :
∑
(2.4)
Dimana : Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i di ukur dari taraf penjepitan lateral
n = nomor lantai tingkat paling atas
V = beban geser dasar nominal
9) Eksentrisitas Desain
Menurut SNI 03-1726-2002, pusat massa lantai tingkat suatu struktur gedung
adalah titik tangkap resultante beban mati, berikut beban hidup yang sesuai, yang
bekerja pada lantai tingkat itu. Pada perencanaan struktur gedung, pusat massa
adalah titik tangkap beban gempa statik ekuivalen atau gaya gempa dinamik.
Sedangkan pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur gedung adalah suatu titik pada
lantai tingkat itu yang bila suatu beban horisontal bekerja padanya, lantai tingkat
tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat
lainnya yang tidak mengalami beban horisontal semuanya berotasi dan
bertranslasi.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
18
Jarak antara pusat masa dan pusat rotasi dinyatakan sebagai eksentrisitas
teoritis. Sedangkan antara pusat massa dan pusat rotasi tersebut harus ditinjau
suatu eksentrisitas rencana (ed). Eksentrisitas rencana ini merupakan jarak dari
pusat rotasi ke pusat massa yang telah dipindahkan, di mana pusat massa yang
telah dipindahkan ini merupakan pusat massa yang dihitung dengan
mempertimbangkan kemungkinan perpindahan pergerakan beban hidup.
Gaya gempa mempunyai gerak rotasi sehingga harus memperhitungkan
rotasi, karena beban-beban yang bekerja tidak tetap, maka rotasipun akan
berpindah pula. Selain itu, pada setiap lantai terdapat pusat rotasi dan pusat massa
yang biasanya tidak berimpit (sesuai dengan beban dan bentuk bangunan),
sehingga perlu dicari eksentrisitas desainnya.
Eksentrisitas desain ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Untuk 0 < e ≤ 0,3 b, maka:
Ed = 1,5 e + 0,05 b (2-5)
atau
Ed = e – 0.05 b (2-6)
Dari kedua nilai diatas, dipilih di antara keduanya yang pengaruhnya paling
menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau.
Untuk e > 0,3 b, maka:
Ed = 1,33 e + 0,1 b (2-7)
atau
Ed = 1,17 e – 0,1 b (2-8)
Dari kedua nilai diatas, dipilih di antara keduanya yang pengaruhnya paling
menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau.
Di mana: e = eksentrisitas antara pusat rotasi dan pusat massa
Ed = eksentrisitas desain
b = ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung yang
diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
19
10) Displacement antar lantai
Displacement atau simpangan antar lantai akibat beban gempa rencana,
berdasarkan SNI 03-1726-2002 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak boleh melampaui 0,03/R, dan
b. 30 mm
Persyaratan diatas dimaksudkan untuk menjamin agar struktur tidak terlalu
fleksibel. Dengan demikian faktor kenyamanan dan perlindungan terhadap elemen
non struktural masih dapat dicapai.
2.5. Perencanaan Struktur Atas Beton Bertulang
2.5.1 Perencanaan Tulangan Lentur Balok SRPMB dan SRPMM
1) As Perlu (Tulangan Tunggal atau Tulangan Ganda)
Sebelum melakukan perencanaan tulangan lentur, terlebih dahulu dilakukan
pengecekan penampang balok, untuk mengetahui apakah menggunakan tulangan
lentur tunggal atau tulangan lentur ganda. Adapun langkah-langkah perhitungan
sebagai berikut :
m = cf
fy
'85,0 (2 - 9)
Rn = 28,0 db
Mu
(2-10)
Asperlu = dbfy
Rnm
m
211
1 (2-11)
Asmax = dbpb 75,0 (2-12)
Nilai Asperlu kemudian dibandingkan dengan nilai Asmax, jika Asperlu > Asmax
maka pergunakan tulangan lentur.ganda, namun jika Asperlu < Asmax maka
pergunakan tulangan lentur tunggal.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
20
2) Tulangan Tunggal
(i) Penampang (ii) Regangan (iii)Tegangan
Gambar 2.3 Penampang, regangan dan tegangan balok bertulang tunggal
h = tinggi balok (mm)
b = lebar balok (mm)
c = garis netral (mm)
εc = regangan beton ( 0,003 )
εs = regangan baja tulangan
Cc = gaya tekan beton (N)
Ts = gaya tarik baja tulangan (N)
d = tinggi efektif balok (mm)
= h- p-
. Dtul.utama.Dtul.geser
p = selimut beton
As = luas penampang tulangan tarik (mm2)
a = tinggi balok tegangan persegi ekivalen (mm)
= β1.c
Mn = momen nominal penampang (Nmm)
Dari keseimbangan gaya horizontal pada diagram tegangan di atas dan
dengan mengasumsikan keruntuhan tarik ( fs= fy), maka
Keseimbangan gaya horizontal ∑H = 0
Cc = Ts (2-13)
0,85.f’c.a.b = As.fy (2-14)
Cc
b
As
h
c
d
εc
εs
a
0,85 f’c
Ts
(d-a/2) Mn
g.n
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
21
a = bcf
fyAs
.'.85,0
(2-15)
Besarnya momen nominal (Mn) suatu penampang adalah :
Mn = Cc
2
ad atau Mn = Ts
2
ad (2-16)
ø Mn
≥ Mu
diamana
ø = faktor reduksi kekuatan akibat lentur
Mn = Momen nominal penampang
Mu = Momen ultimate penampang
Kontrol rasio penulangan
ρ min ≤ ρ ≤ ρmax (2-17)
ρ =
(2-18)
ρmax = 0,75 x ρb (2-19)
ρmax = 0,75 x
.
(2-20)
Ambil yang terbesar untuk ρ min
ρ min =
(2-21)
ρ min =
(2-22)
3) Tulangan Ganda
Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban dari slab lantai
ke kolom penyangga yang vertikal (Edward G Nawy, 1985).
Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik beban vertikal, horizontal,
beban karena susut, maupun beban temperatur yang dapat menyebabkan adanya
lentur dan deformasi pada suatu elemen struktur termasuk balok.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
22
Perancangan balok ini dimulai dari penentuan dimensi, jumlah dan diameter
tulangan utama, serta tulangan geser agar dapat menahan beban-beban yang telah
direncanakan. Tulangan utama balok ini terdiri dari tulangan tekan dan tulangan
tarik. Tulangan tarik pada balok adalah tulangan yang dipasang pada bagian balok
yang tertarik, atau bagian balok yang menahan gaya tarik. Tulangan tarik ini harus
dipasang agar pada saat terjadi tarik balok tidak retak, karena beton sangat lemah
terhadap tarikan. Sedangkan tulangan tekan pada balok adalah tulangan yang
dipasang pada bagian tekan, atau bagian balok yang menahan gaya tekan. Dan
fungsi dari pemasangan tulangan tekan ini adalah selain meningkatkan kapasitas
penampang, juga untuk mengurangi lendutan akibat penyusutan dan rangkak
bahan.
Gambar 2.4 Penampang, regangan dan tegangan balok bertulang ganda
Perancangan tulangan lentur suatu balok dapat dilakukan dengan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
a) Mengasumsikan dimensi balok dan diameter tulangan utama balok.
b) ρ-ρ’=0,5ρb (2-23)
c) d = h – p - (0,5Dutama)-Ds (2-24)
d) d’ = p + 0,5Dutama+Ds (2-25)
e) Cek beberapa kemungkinan letak garis netral (C).
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
23
Kemungkinan Tulangan Tekan Sudah Leleh
C = bfc
fcfyAsfyAsa
.'..85,0
)'85,0('.
11
(2-26)
Tulangan tekan sudah leleh:
Es
fy0,003Es
c
d'cεs'
(2-27)
Tulangan tarik sudah leleh:
Es
fy0,003Es
c
cdεs
(2-28)
fs’ = εs’ x Es > fy (2-29)
Jika fs’ ≥ fy, maka fs’ = fy. (2-30)
Namun jika tidak terpenuhi, maka tulangan tekan belum leleh dan dilanjukan
pada kemungkinan selanjutnya.
Gambar 2.5 Diagram regangan, tegangan, dan gaya dalam penampang tulangan
Kemungkinan Tulangan Tekan Belum Leleh
Menentukan nilai C dapat menggunakan dengan
C=Cc+Cs=T
0,85fc’.a.b+As’fs’=Asfy
0,85fc’(β1.c)b+As’(ɛs’Es)=Asfy
AsfyEsc
dcAsbcfc
)003,0(')('85,0 1
b
ds
d’
d h
c
c = 0,003
s = y >fy/Es
cs cc
T1
sb netral
penampang melintang kopel momen beton-baja regangan
d –
d’
As1 As2
As’ 0,85.f ’c
’s a
sb. balok d -
½a
T2
kopel momen baja-baja
ds
d’
d
penampang melintang kopel momen beton-baja regangan
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
24
(0,85.fc’.b.β1) c2 + (As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’)c
- (600.d’.As’) = 0 (2-31)
a = 0,85.fc’.b.β1 (2-32)
b = As’.0,003.Es – As.fy - 0,85.fc’.As’ (2-33)
c = - 600.d’.As’ (2-34)
C = a
acbb
2
42 (2-35)
Jika nilai fs’ < fy, maka persamaan diatas dapat dipakai.
f) Dilakukan cek daktilitas penampang balok.
= db
As
. (2-36)
’ = db
As
.
' (2-37)
min = fy
fc
4
'≥
fy
4,1 (2-38)
maks =
fy
fs
db
As
fyfy
fc '
.
'
600
600'85,075,0 1 (2-39)
g) Setelah terpenuhinya daktilitas dari beton (min ≤ ≤ maks), maka dilanjutkan
ke pengecekan momen nominal dari penampang. Yakni kuat atau tidaknya
suatu penampang untuk menahan beban yang ada.
Mn = [0,85.fc’.a.b.(d-a/2)] + [(As’.fs’- 0,85.As’.fc’)(d – d’)] (2-40)
di mana a = C.β1 (2-41)
Mu ≤ ØMn (2-42)
Mu adalah momen terfaktor hasil analisis sturktur yang merupakan nilai
maksimum dari seluruh kombinasi beban.
h) Untuk syarat tulangan lentur balok kondisi SRPMM berdasarkan SNI 03-
2847-2002, adalah sebagai berikut:
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
25
00,1
Mu
Mn dan 00,1
Mu
Mn, jika tidak terpenuhi maka dilakukan
kembali perubahan pada dimensi tulangan atau penampang.
i) Analisis penampang tumpuan berdasarkan SNI 03-2847-2002, syaratnya
adalah:
3/1
Mn
Mn , jika tidak terpenuhi maka harus ditambah tulangan bawah.
j) Sedangkan analisis penampang lapangan berdasarkan SNI 03-2847-2002,
adalah 5/1max
Mn
Mn
2.5.2 Perencanaan Tulangan Geser Balok
2. Kondisi SRPMM
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 tulangan geser balok pada kondisi SRPMM
adalah sebagai berikut:
a) Didapat nilai Mnl dan Mnr, yakni momen pada daerah plastis. Analisis ini
dilakukan karena pada SRPMM gaya geser balok lebih kuat dari pada
kekuatan lentur balok.
b) Perhitungan gaya geser dapat digambarkan oleh Gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Perencanaan Geser Untuk Balok
Sumber : SNI 03-2847-2002 hal. 211
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
26
Di mana nilai gaya geser (Ve) adalah:
VeL = L
nrnl VugL
MM
(2-43)
VeR = R
nrnl VugL
MM
)( (2-44)
Nilai VugL dan VugR didapat dari nilai gaya geser maksimum dengan beban
sebesar 1,2D + 0,5 L, dan dengan mengasumsikan kedua ujung balok
memiliki perletakan sendi. Sedangkan nilai Mnl dan Mnr didapat dari nilai
momen penampang balok
c) Jarak antar sengkang (s) dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Untuk tulangan geser tumpuan
Vc = dbfc
.6
' (2-45)
Persamaan (2-45) berlaku pula untuk tulangan geser di lapangan.
2) Ve ≤ Ø[Vc + (23
'fc)b.d], jika tidak terpenuhi maka penampang balok harus
diperbesar.
Ve yang digunakan adalah Ve sesuai persamaan (2-43) dan (2-44).
3) Ve ≥ (1/2)ØVc, jika tidak terpenuhi maka tidak perlu tulangan geser.
4) Vs = VcVe
(2-46)
5) dfy
Vs
s
Av
.. (2-47)
di mana Av adalah luas tulangan sengkang pada jarak s, dengan diameter
sengkang yang telah diasumsikan terlebih dahulu.
fy
b
s
Av
3
min (2-48)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
27
50 mm 50 mm
Sengkang Tertutup Sengkang Tertutup
Ln
2h
h
2h
Jika s
Av
s
Av min , tulangan geser yang digunakan adalah tulangan geser
minimum.
d) Adapun jarak antar sengkang harus mengikuti persyaratan berdasarkan SNI
03-2847-2002 berikut:
1) Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari muka
tumpuan. Jarak maksimum antar sengkang tertutup tidak boleh melebihi :
a. d/4
b. delapan kali diameter tulangan longitudinal
c. 24 kali diameter sengkang, dan
d. 300 mm
2) Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang dengan
kait gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih dari
d/2 di sepanjang bentang komponen struktur. Sengkang pada balok dapat
dilihat pada Gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Tulangan Geser Balok
3. Kondisi Elastis SRPMB
Tulangan geser balok pada kondisi elastis berbeda dengan tulangan geser
balok pada kondisi SRPMM, karena nilai gaya geser maksimun (Ve) didapat
langsung dari output hasil analisis struktur dengan software (ETABS 9.6.0).
Namun dalam menentukan jarak antar sengkang (s) tidak berbeda dengan kondisi
SRPMM, yakni didapat dari persamaan (2-45) sampai dengan persamaan (2-48).
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
28
2.5.3 Perencanaan Kolom
Adapun ketentuan perencanaan elemen struktur kolom meliputi (SNI - 03 –
2847 – 2002 hal 55) :
a. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang
bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari
beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau.
Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen
terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
b. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban
yang tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam
harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena
sebab lainnya juga harus diperhitungkan.
c. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom,
ujung-ujung tersebut terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung
tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.
d. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan pada kolom diatas dan dibawah lantai tersebut berdasarkan
kekakuan kolom dengan juga memperhitungkan kondisi kekangan pada ujung
kolom.
1 Kolom bergoyang
Kolom struktur boleh dianggap bergoyang apabila perbesaran momen –
momen ujung akibat pengaruh orde dua melebihi 5 % dari momen – momen
ujung orde satu. Suatu tingkat pada struktur boleh dianggap tidak bergoyang bilai
nilai :
∑
(2.49)
Dengan Ʃpu dan Vu masing – masing adalah beban vertikal total dan gaya geser
lantai total pada tingkat yang ditinjau, dan Δ0 adalah simpangan relatif antar
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
29
tingkat orde – pertama pada tingkat yang ditinjau akibat Vu (SNI - 03 – 2847 –
2002 hal 77).
2 Kelangsingan kolom
Menurut SNI - 03 – 2847 – 2002 pengaruh kelangsingan pada kolom yang
tidak bergoyang bergoyang bisa diabaikan apabila syarat dibawah ini dipenuhi :
(
) (2.50)
Dengan suku [34-12(M1/M2)] tidak boleh diambil lebih besar dari 40. Suku
M1/M2 bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal dan
bernilai negatif bila kolom melentur dengan ganda.
Apabila persyaratan diatas tidak memenuhi, maka harus dilakukan perbesaran
momen :
(2.51)
Dengan,
(2.52)
(2.53)
Sedangkan pada kolom bergoyang faktor kelangsingan bisa diabaikan apabila
persyaratan dibawah ini terpenuhi :
(2.54)
Sedangkan untuk perbeseran momen digunakan rumus dibawah ini :
(2.55)
(2.56)
3 Kolom pendek
Kolom dikategorikan menjadi kolom pendek dan kolom tinggi, kolom bisa
dikategorikan sebagai kolom pendek apabila memenuhi persyaratan dibawah ini :
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
30
a. Untuk kolom tidak bergoyang :
(
) (2.57)
b. Untuk kolom bergoyang :
(2.58)
Dimana :
k = faktor panjang efektif kolom
lu = panjang bersih kolom (m)
r = radius atau jari – jari inersia penampang kolom (m)
0,3h (kolom persegi) dan 0,25 (kolom bundar)
M1 = momen terkecil pada ujung kolom
M2 = momen terbesar pada ujung kolom
4 Perencanaan tulangan utama kolom
Untuk perencanaan tulangan utama pada kolom, cara yang digunakan untuk
metode SRPMB dan SRPMM sama yang membedakan adalah pada saat
perencanaan tulangan geser atau sengkang.
Dalam upaya menyederhanakan perencanaan kolom, telah dikembangkan
berbagai cara perhitungan dengan menggunakan alat bantu, salah satu alat bantu
tersebut ialah dengan menggunakan grafik – grafik /nomogram, salah satu contoh
grafik tersebut ialah grafik gideon ( bisa dilihat di lampiran ), langkah – langkah
pengerjaannya adalah sebagai berikut :
a. Data yang diperlukan : Pu, Mu, b, h, d, d’, fc’,fy
b. Hitung
(2.59)
(2.60)
( sebagai nilai y pada grafik ) (2.61)
( sebagai nilai x pada grafik ) (2.62)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
31
c. Plot nilai X dan Y pada grafik yang sesuai dengan memperhatikan fc’,fy’
dan d’/h, sehingga diperoleh 1 titik, tentukan harga r, bila titik tersebut
terletak diantara dua harga r, maka harga r yang dicari ditentukan dengan
cara interpolasi.
d. Tentukan harga β berdasarkan harga fc’
e. Hitung
(2.63)
(2.64)
f. Jika nilai Astot sudah didapat, kemudian dibagi dengan jumlah sisi tulangan
yang akan digunakan, contohnya apabila menggunakan tulangan dengan 4
sisi, maka Astot dibagi dengan 4. Kemudian bagi lagi hasil tersebut dengan
luas tulangan yang digunakan, maka didapatlah banyaknya tulangan pada
sisi tersebut.
2.5.4 Kuat Geser Rencana Kolom
Pada perencanaan kolom dibutuhkan sengkang, sengkang berfungsi sebagai
penahan beban geser pada kolom, berfungsi juga sebagai pengikat pada kolom.
Cara perhitungan sengkang pada kolom hampir sama dengan balok, berikut
akan dijelaskan langkah – langkah pehitungan sengkang pada kolom :
a. Vu < øVn , ø = faktor kekuatan geser 0,7 – 0,75 (2.65)
b. Vn = Vc + Vs atau
(2.66)
Dimana : Vu = Gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau
Vn = Kuat geser nominal
Vc = Kuat geser nominal yang disumbangkan beton
Vs = Kuat geser nominal yang disumbangkan tulangan geser
(
) (
√
) (2.67)
(2.68)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
32
Atau
(2.69)
Dimana : Av = Luas tulangan geeser
s = Jarak tulangan geser
fyv = tegangan leleh tulangan geser
d = tinggi efektif penampang
c. Bila 0,5 øVc < Vu < øVc , maka perlu dipasang tulangan geser
minimum. Sedangkan apabila Vu > øVc maka tulangan geser harus
dipasang sesuai dengan perencanaan tulangan geser.
Pada perencanaan tulangan geser SRPMM kuat geser rencana kolom yang
memikul beban gempa tidak boleh kurang daripada (SNI 03-2847-2002 Hal 229) :
a) Jumlah gaya lintang yang timbul akibat termobilisasinya kuat lentur nominal
komponen struktur pada setiap ujung bentang bersihnya dan gaya lintang
akibat beban gravitasi terfaktor ( lihat Gambar 2.8).
b) Gaya lintang maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban rencana
termasuk pengaruh beban gempa, E, dimana nilai E diambil sebesar dua kali
nilai yang ditentukan dalam peraturan perencanaan tahan gempa.
Gambar 2.8 Gaya lintang rencana
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
FAHMI, ZULFIKAR, PERBANDINGAN VOLUME TULANGAN .....
33
a) Spasi maksimum sengkang ikat yang dipasang pada rentang ℓ0 dari muka
hubungan balok – kolom adalah s0. Spasi s0 tersebut tidak boleh melebihi :
delapan kali diameter tulangan longitudinal terkecil,
24 kali diameter sengkang ikat,
Setengah dimensi penampang terkecil komponen struktur,
300 mm
b) Panjang ℓ0 tidak boleh kurang daripada nilai terbesar berikut ini :
Seperenam tinggi bersih kolom.
Dimensi terbesar penampang kolom
500 mm
c) Sengkang ikat pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada 0,5 s0
dari muka hubungan balok – kolom.
d) Spasi sengkang ikat pada sembarang penampang kolom tidak boleh melebihi 2
s0.