bab ii tinjauan teoridigilib.unimus.ac.id/files//disk1/127/jtptunimus-gdl... · 2016. 1. 5. · 7...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada
tonsil atau amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan
kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil
faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil
pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring /
Gerlach’s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan
streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer,
2000).
Kesimpulan penulis berdasarakan beberapa pengertian diatas,
tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan
karena bakteri atau virus,prosesnya bisa akut atau kronis.
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan
mengambil atau mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya
( Shelov, 2004 ).
8
Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 )
yaitu :
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold
yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering
adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan
penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus
coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak
luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri
dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
Streptokokus, β hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat,
pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis
akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur
maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
9
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman
Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan
pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi
tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus
yang terdapat dalam susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut
yang kurang dan defisiensi vitamin C.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup
membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis,
perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga
kulit tampak bercak kebiruan.
3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
10
pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut
yang tidak adekuat.
B. Anatomi Fisiologi
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang
banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi. Tonsil terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung
lipatan belakang mulut. Ia juga bagian dari struktur yang disebut Ring
of Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri juga atas jaringan
limfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapat
persediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada pada
permukaan dalam sel-sel tonsil.
Gambar 1
Anatomi Tonsil
(Pearce,2006 )
11
Tonsil terdiri atas:
1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan
terletak di belakang koana
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk.
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh
tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut,
hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil
mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan
tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga Hidung
& Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler
tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta
menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis
kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid
bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga
ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi
ukuran yang normal.
(Pearce,2006 ; Syaifuddin, 2006)
12
C. Etiologi
Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi,
Effiaty Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta
hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Dapat
juga disebabkan oleh infeksi virus.
D. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.
Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme
yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk
antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang
amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear.
Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus
disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi
satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala
sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh
merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat
menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah
13
bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan
otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit
pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar
menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang
tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran
semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena
proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti
jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini
meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan
dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000) ialah
sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan
menurut Effiaty Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang
timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan,
kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi, serta pembesaran
kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.
14
F. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,
abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya
disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty
Arsyad,dkk. 2007 ).
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada ruptur spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty
Arsyad,dkk. 2007 ).
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
4. Laringitis
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena
alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
5. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau
lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau
15
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa
( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
6. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal
dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
G. Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh kembang anak menurut (Sujono & Sukarmin, 2009) yaitu :
1. Tumbuh kembang Infant / bayi , umur 0 – 12 bulan
a. Umur 1 bulan :
Fisik : Berat badan akan meningkat 150 – 200 gram/minggu,
tinggi badan meningkat 2,5 cm / bulan, lingkar
kepala meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya kenaikan
seperti ini akan berlangsung sampai bayi umur 6
bulan.
Motorik : Bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat kepala
dengan dibantu oleh orang tua, tubuh
ditengkurapkan, kepala menoleh ke kiri ataupun ke
kanan, reflek menghisap, menelan, menggenggem
mulai positif.
Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah
Sosialisasi : Bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada di
sekitarnya
16
b. Umur 2 – 3 bulan :
Fisik : Fontanel posterior sudah menutup
Motorik : Mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk
menahannnyasendiri dengan tangan,
memasukkan tangan ke mulut, mulai berusaha
untuk meraih benda-benda yang menarik yang
ada di sekitarnya, bisa didudukkan dengan posisi
punggung disokong, mulai asyik bermain-main
sendiri,dengan tangan dan jari-jarinya.
Sensoris : Sudah bisa mengikuti arah sinar ke tepi,
koordinasi ke atas dan ke bawah, mulai
mendengarkan suara yang didengarnya
Sosialisasi : Mulai tertawa padea seseorang, senang jika
tertawa keras, menangis sudah mulai berkurang.
c. Umur 4 – 5 bulan :
Fisik : Berat badan menjadi dua kali berat badan lahir,
ngeces karena tidak adanya koordinasi menelan
saliva
Motorik : Jika di dudukkan kepala sudah bisa seimbang
dan punggung sudah mulai kuat, bila
ditengkurapkan sudah bisa mulai miring dan
kepala sudah bisa tegak lurus, berusaha meraih
benda di sekitar tangannya.
17
Sensoris : Sudah bisa mengenal orang-orang yang sering
berada di dekatnya, akomodasi mata positif
Sosialisasi : Senang jika berinteraksi dengan orang lain
walaupun belum prnah dilihat atau dikenalnya,
sudah bisa mengeluarkan suara petanda tidak
senang bila mainan atau benda miliknya diambil
oleh orang lain.
d. Usia 6 – 7 bulan :
Fisik : Berat badan meningkat 90-150 gram/minggu,
tinggi badan meningkat 1,25 cm/bulan, lingkar
kepala meningkat 0,5 cm/bulan, besarnya
kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai
bayi berusia 12 bulan, gigi sudah mulai tumbuh.
Motorik : Bayi sudah bisa membalikkan badan sendiri,
memindahkan anggota badan dari tangan yang
satu ke tangan yang lainnya, mengmbil mainan
dengan tangannya, senang memasukkan kaki ke
mulut, sudah bisa memasukkan makanan ke
mulut sendiri.
Sensoris : Sudah dapat membedakan orang yang
dikenalnya dengan yang tidak dikenalnya, jika
bersama dengan orang yang tidak dikenalnya bayi
akan merasa cemas, sudah dapat menyebut atau
18
mengeluarkan suara em...em...em..., bayi
biasanya cepat menangis jika terdapat hal-hal
yang tidak disenanginyaakan tetapi akan cepat
tertawa lagi.
e. Umur 8 – 9 bulan :
Fisik : Sudah bisa duduk dengan sendirinya, koordinasi
tangan ke mulut sangat sering, bayi mulai
tengkurap sendiri dan mulai belajar untuk
merangkak, sudah bisa mengambil benda dengan
menggunakan jari-jarinya.
Sensoris : Bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang ada
disekitarnya
Sosialisasi : Bayi merasa cemas terhadap hal-hal yang belum
dikenalnya ( orang asing ) sehingga dia akan
menangis dan mendorong serta meronta-ronta,
merangkul/memeluk orang yang dicintainya, jika
dimarahi dia sudah bisa memberikan reaksi
menangis dan tidak senang, mulai mengulang
kata-kata “ dada...dada” tetapi belum punya arti.
f. Umur 10 – 12 bulan :
Fisik : Berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi
bagian atas dan bawah mulai tumbuh.
19
Motorik : Sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak bertahan
lama, belajar berjalan dengan bantuan, sudah bisa
berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar makan
dengan menggunakan sendok, akan tetapi lebih
senang menggunakan tangan, sudah bisa bermain
ci...luk...ba.., mulai senang mencorat-coret kertas.
Sensoris : Sudah dapat membedakan bentuk
Sosialisasi : Emosi positif, cemburu, marah, lebih senang
pada lingkungan yang sudah diketahuinya,
merasa takut pada situasi yang asing, mulai
mengerti akan perintah yang sederhana, sudah
mngerti namanya sendiri, sudah bisa menyebut
abi,umi.
2. Tumbuh kembang Toddler, umur 1 – 3 tahun
a. Umur 15 bulan :
Motorik kasar : Sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang
lain.
Motorik halus : Sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari
ke lubang, membuka kotak , melempar benda.
b. Umur 18 bulan :
Motorik kasar : Mulai berlari tetapi masih sering jatuh, menarik-
narik mainan, mulai senang naik tangga tetapi
masih dengan bantuan.
20
Motorik halus : Sudah bisa makan dengan menggunakan sendok,
bisa membuka halaman buku, belajar menyusun
balok-balok.
c. Umur 24 bulan :
Motorik kasar : Berlari sudah baik, dapat naik tangga sendiri
dengan kedua kaki tiap tahap.
Motorik halus : Sudah bisa membuka pintu, membuka kunci,
menggunting sederhana, minum dengan
menggunakan cangkir, sudah dapat
menggunakan sendok dengan baik.
d. Umur 36 bulan :
Motorik kasar : Sudah bisa naik turun tangga tanpa bantuan,
memakai baju dengan bantuan, mulai bisa naik
sepeda roda tiga.
Motorik halus : Bisa menggambar lingkaran, mencuci tangannya
sendiri, menggosok gigi.
3. Tumbuh kembang Pra Sekolah
a. Usia 4 tahun
Motorik kasar : Berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan
satu kaki, menangkap bola dan melemparkannya
dari atas kepala.
Motorik halus : Sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar,
sudah bisa menggambar kotak, menggambar garis
21
vertikal maupun horizontal, belajar membuka dan
memasang kancing baju.
b. Usia 5 tahun
Motorik kasar : Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah bisa
menangkap dan melempar bola dengan baik,
sudah dapat melompat dengan kaki secara
bergantian.
Motorik halus : Menulis dengan angka-angka, menulis dengan
huruf, menulis dengan kata-kata, belajar
menulis nama, belajar mengikat tali sepatu.
Sosial emosional : Bermain sendiri mulai berkurang,sering
berkumpul dengan teman sebaya, interaksi
sosial selama bermain meningkat, sudah
siap untuk menggunakan alat-alat bermain.
Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi
badan meningkat 6,75 – 7,5 cm/tahun.
4. Tumbuh kembang Usia Sekolah
Motorik : Lebih mampu menggunakan otot-oto kasar
daripada otot-otot halus . Misalnya lompat tali,
batminton, bola volley,pada akhir masa sekolah
motorik halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih
aktif daripada anak perempuan.
22
Sosial emosional : Mencari lingkungan yang lebih luas sehingga
cenderung sering pergi dari rumahhanya untuk
bermain dengan teman, saat ini sekolah sangat
berperan untuk membentuk pribadi anak, di
sekolah anak harus berinteraksi dengan orang lain
selain keluarganya, sehingga peranan guru
sangatlah besar.
Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2 – 3 kg/tahun,
tinggi badan meningkat 6 – 7 cm/tahun.
5. Tumbuh Kembang Remaja ( Adolescent )
Pertumbuhan fisik : Merupakan tahap pertumbuhan yang sangat
pesat, tinggi badan 25 %, semua sistem tubuh
berubah dan yang paling banyak perubahan adalah
sistem endokrin, bagian –bagian tubuh tertentu
memanjang, misalnya tangan, kaki, proporsi tubuh
memanjang.
Sosial emosional : Kemampuan akan sosialisasi meningkat,
relasi dengan teman wanita/pria akan tetapi lebih
penting dengan teman yang sejenis, penampilan
fisik remaja sangat penting karena supaya mereka
diterima oleh kawan dan disamping itu pula
persepsi terhadap badannya akan mempengaruhi
kosep dirinya, peranan orang tua/keluarga sudah
23
tidak begitu penting tetapi sudah mulai beralih
pada teman sebaya.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu :
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan
obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi
dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat
simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil
usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa
atau terapi konservatif tidak berhasil.
24
The American Academy of Otolaryngology – Head and
Neck Surgery Clinical Indikators Compendium tahun 1995
menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun
telah mendapatkan terapi yang adekuat
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan
gangguan bicara.
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses
peritonsil, yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
Sterptococcus β hemoliticus
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8) Otitis media efusa / otitis media supurataif
( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 )
Tonsilektomi menurut ( Nettina, 2006 ) yaitu:
1) Perawatan pra Operasi :
a) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok
secara seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan
untuk menentukan ada tidak dan sumber infeksi.
25
b) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi
untuk menentukan adanya resiko perdarahan : waktu
pembekuan, pulasan trombosit, masa protrombin, masa
tromboplastin parsial.
c) Lakukan pengkajian praoperasi :
Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi,
siapkan anak secara khusus untuk menghadapi apa yang
diharapkan pada masa pascaoperasi, gunakan teknik-
teknik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak (
buku, boneka, gambar ), bicaralah pada anak tentang hal-
hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan
jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu orang tua
menyiapkan anak mereka dengan membicarakan istilah
yang umum terlebih dahulu mengenai pembedahan dan
berkembang ke informasi yang lebih spesifik, yakinkan
orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan masa
pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk
tetap bersama anak dan membantu memberikan
perawatan.
2) Perawatan pascaoperasi :
a) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai
indikasi.
26
b) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan
pascaoperasi
c) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk
berjaga-jaga seandainya terjadi kedaruratan.
d) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi,
beri posisi telungkup atau semi telungkup pada anak
dengan kepala dimiringkan kesamping untuk mencegah
aspirasi
e) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri
setelah ia sadar ( orangtua boleh menggendong anak )
f) Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah
lama. Jika diperlukan pengisapan, hindari trauma pada
orofaring.
g) Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan
tenggorok kecuali jika perlu.
h) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1
sampai 2 jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah
susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati.
i) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah
yang paling baik ditoleransi pada saat ini, kemudian
berikan es loli dan air dingin selama 12 sampai 24 jam
pertama.
27
j) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan
pmberian susu dan es krim pada malam pembedahan :
dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan,
tetapi dapat meningkatkan produksi mukus yang
menyebabkan anak lebih sering membersihkan
tenggorokanya, meningkatkan resiko perdarahan.
k) Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. ( lepas
collar es tersebut, jika anak menjadi gelisah ).
l) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan
alkalin.
m) Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari
drainase bernoda darah untuk membantu menurunkan
kecemasan.
n) Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika
anak sadar.
I. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang
1. Fokus pengkajian menurut (Firman S, 2006), yaitu :
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Bagaimana pola makannya
28
5) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pemeriksaan fisik
Data dasar pengkajian menurut ( Doengoes, 2000), yaitu :
a) Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut, khawatir
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi
c) Hygiene
Tanda : kebersihan gigi dan mulut buruk
d) Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke
telinga
e) Pernapasan
Gejala : Riwayat menghisap asap rokok ( mungkin ada
anggota keluarga yang merokok ), tinggal di tempat yang
berdebu.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri
yang ada dalam tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri
29
grup A, kemudian pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung
jenisnya, serta laju endap darah. Persiapan pemeriksaan yang perlu
sebelum tonsilektomi adalah :
1) Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.
2) Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan.
3) Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah,
elektrolit, dan sebagainya.
b. Kultur
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
c. Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
( Soetomo, 2004 )
30
J. Pathways Keperawatan
Kuman ( Streptococcus beta hemolyticus,Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes ),
Virus
Reaksi antigen dan antibody dalam tubuhtidak dapat melawan antigen kuman
Virus dan bakteri menginfeksi tonsil
Epitel terkikis
Inflamasi tonsil
Pembengkakan tonsil
Sumbatan jalan nafas
Tonsilektomi
Pre operasi Post Operasi
Nyeri saat Respon Kurang Efek anestesi Terputusnyamenelan inflamasi pengetahuan jaringan
Anoreksia Kerja Terputusnya Lukasyaraf pembuluh
Intake tidak menurun darahadekuat
Rangsangan Reflek batuk PerdarahanTermoregulasi dan menelan menurun Pemajananhipotalamus mikroorganismesuhu tubuh Penumpukanmeningkat sekret
( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )
CemasNyeri
Resiko
perubahan
nutrisi : kurang
dari kebutuhan
tubuh
Hipertermi Resiko bersihan
jalan nafas
tidak efektif
Resiko
kekurangan
cairan
Nyeri
Resiko infeksi
31
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Pre Operasi
a. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.
c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan
dilakukannya tonsilektomi.
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas
jaringan.
b. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
perdarahan .
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.
( Doengoes, 2000 )
L. Fokus Intervensi
1. Pre Operasi
a. Dx 1 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
32
Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda
malnutrisi, mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang
diberikan
Intervensi :
1) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi
Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan
kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional : Makanan hanya dimulai setelah bunyi usus
membaik
3) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi
Rasional : Kandungan makanan dapat mengakibatkan
ketidaktoleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan
4) Berikan diet nutrisi seimbang ( makanan cair atau halus ) atau
makanan selang sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan nutrisi yang seimbang
( Doengoes, 2000 )
b. Dx 2 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon
inflamasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
suhu tubuh normal
Kriteria hasil : suhu tubuh normal ( 36ºC-37ºC ) tubuh tidak
terasa panas,pasien tidak gelisah.
33
Intervensi :
1) Pantau suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil atau
diaphoresis
Rasional : suhu 38,1°C-41,1°C menunjukan infeksius
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahan linen tempat
tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol
Rasional : Dapat membantu menurunkan suhu tubuh
4) Berikan antipiretik
Rasional : obat antipiretik sebagai obat penurun demam
( Doengoes, 2000 )
c. Dx 3: Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan
dilakukanya tonsilektomi
Tujuan : cemas berkurang atau hilang
Kriteria hasil : kecemasan berkurang, pasien tampak tenang.
Intervensi :
1) Jelaskan prosedur bedah kepada anak dan orang tua dengan
menggunakan bahasa yang sederhana.
Rasional : informasi yang demikian dapat mengurangi rasa
takut dan kecemasan dengan mempersiapkan anak dan
orang tua.
34
2) Jelaskan bahwa tergantung waktu pembedahan, anak
mungkin tidak diberi makan atau minum setelah tengah
malam pada hari pembedahan dilakukan untuk mencegah
anak muntah dan aspirasi selama pembedahan.
Rasional : anak mungkin terjadi takut jika ia tidak
memperoleh makanan atau minuman sepanjang malam, atau
pagi hari sebelum pembedahan.
3) Jelaskan kepada orang tua bahwa pembedahan mungkin
tidak dilakukan jika anak memiliki tanda dan gejala infeksi
akut, termasuk peningkatan suhu, hidung terdapat sekret,
dan nyeri pada telinga pada hari pembedahan.
Rasional : pembedahan tidak dapat dilakukan dalam kondisi
ini, sehubungan dengan risiko septikemia atau infeksi
meluas.
4) Beri tahu orang tua tentang kemungkinan lama pembedahan
dan tempat mereka menungggu selama prosedur dan
periode pemulihan.
Rasional : tidak mengetahui berapa lama pembedahan
berlangsung dapat membuat orang tua cemas selama
pembedahan.
5) Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang kemungkinan
kondisi pasca operasi
35
Rasional : memahami apa yang akan terjadi setelah prosedur,
dapat mengurangi rasa cemas
( Doengoes, 2000 )
2. Post Operasi
a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah,
diskontinuitas jaringan.
Tujuan : tidak ada masalah tentang nyeri , nyeri dapat hilang atau
berkurang
Kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri berkurang
2) Ekspresi wajah tampak rileks
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya
2) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan
nafas dalam.
Rasional : teknik distraksi/latihan nafas dalam dapat
mengurangi nyeri
3) Tingkatkan istirahat pasien
Rasional : istirahat dapat melupakan dari rasa nyeri
36
4) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan:
a) Minum air dingin atau es
b) Hindarkan makanan panas, pedas, keras
c) Melakukan teknik relaksasi
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara
alternatif untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan
ketidaknyamanan
5) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman
Rasional : menurunkan sterss dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
( Doengoes, 2000 )
b. Dx 2 : Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penumpukan sekret
Tujuan : jalan nafas efektif
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko
ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak
adanya sekret
Intervensi :
1) Pantau irama / frekuensi irama pernafasan
Rasional : pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
2) Auskultasi bunyi nafas, cata adanya bunyi nafas, misalnya
mengi, krekles, atau ronkhi
37
Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar pada
inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap
pegumpulan sekret
3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya
peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernafasan
4) Dorong pasien untuk mengeluarkan lendir secara perlahan
Rasional : membersihkan jalan nafas dan membantu
mencegah komplikasi pernafasan
( Doengoes, 2000 )
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perdarahan yang berlebihan
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindaka keperawatan resiko
kekurangan volume cairan dapat teratasi ditandai dengan tanda
vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, kapiler
refill cepat
Intervensi :
1) Kaji / ukur dan catat jumlah perdarahan
Rasional : potensi kekurangan cairan, khususnya jika tidak
ada tambahan cairan
38
2) Awasi tanda-tanda vital
Rasional : perubahan tekanan darah, nadi dapat digunakan
untuk perkiraan kehilangan darah
3) Cata respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan,
misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas,
pucat, berkeringat, peningkatan suhu
Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam mengukur
berat badan atau lamanya episode perdarahan
4) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan
menambah perdarahan
Rasional : aktifitas batuk dan bicara meningkatkan tekana
intra abdomen dan dapat mencetuskan perdarahan langit-
langit.
( Doengoes, 2000 )
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.
Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko
individu
Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko infeksi, tidak ada tanda-tanda
infeksi, tanda-tanda vital normal.
39
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan
infeksi
2) Lakukan perawatan luka aseptik dan lakukan pencucian
tangan yang baik.
Rasional : Mencegah risiko infeksi
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasive.
Rasional : Mengurangi infeksi nosokomial
4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganisme
patogen.
( Doengoes, 2000 )