bab ii tinjauan pustakaetheses.uin-malang.ac.id/624/6/10410106 bab 2.pdfkeith davis dan john w....
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Budaya Organisasi
1. Pengertian Budaya Organisasi
Ketika seseorang berbicara bahasan budaya, maka akan hanyut dalam
bahasan yang luas seolah tidak ada batasannya. Karena cakupannya luas
sehingga sukar memperoleh pengertian dan pemaknaan yang lugas dan
terperinci mengenai segala sesuatu yang seharusnya masuk dalam bahasan
tersebut.
Kata budaya berasal dari bahasa sangsekerta “buddhi” yang berarti budi
atau akal. Adapun istilah culture merupakan bahasa asing yang sama artinya
dengan budaya berasal dari kata Latin “colere” artinya mengolah atau
mengerjakan. Dari asal arti tersebut, yaitu colere kemudian culture, diartikan
sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah
alam. (Soekanto, 2007:150)
Barnouw mendefinisikan budaya sebagai sekumpulan sikap, nilai,
keyakinan, dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang
dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi lewat bahasa atau beberapa
sarana komunikasi lain. Kemudian menurut Stoner budaya adalah gabungan
kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide
lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat
tertentu. (Munandar, 2011:183)
14
Budaya secara teknografis menurut E.B Tylor seorang antropolog
memiliki pengertian yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, moral
seni, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya
yang didapat sebagai anggota masyarakat. (Soekanto, 2007:172)
Segala sesuatu dari hasil pemikiran yang menghasilkan suatu kebiasaan
yang kemudian dilakukan oleh anggota masyarakat adalah budaya. Selain itu
budaya tidak bisa dipisahkan dari masyarakat karena budaya merupakan hasil
pemikiran dari setiap individu yang kemudian berkumpul menjadi masyarakat.
Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan budaya.
Sehingga dapat dikatakan tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai budaya
dan sebaliknya tidak ada budaya tanpa masyarakat sebagai wadahnya.
(Soekanto, 2007:149).
Salah satu unit masyarakat yang memiliki budaya adalah organisasi.
Stoner mengungkapkan organisasi adalah dua orang atau lebih yang bekerja
sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau
sejumlah sasaran. Setiap organisasi dilengkapai dengan beberapa karakteristik
yang sama diantaranya adalah setiap orang di dalam organisasi akan dibagi
berdasarkan keterampilan, kewenangan dan tanggungjawab masing-masing.
(Munandar, 2011:183).
Kewenangan dalam organisasi dibagi secara hirarkis piramidal dan setiap
orang bekerja sesuai dengan rincian tugas yang disediakan dan untuk menjamin
kontinuitas pekerjaan, maka semua catatan, laporan data dan berbagai
informasi penting didokumentasikan dan dipelihara dengan baik.
15
Andrew Pettigrew orang pertama yang memperkenalkan istilah budaya
organisasi memberikan pengertian budaya organisasi sebagai “the system of
such publikly and collectively accepted meanings operating for given group at
a given time”. Sistem makna yang diterima secara terbuka dan kolektif yang
berlaku untuk waktu tertentu bagi suatu kelompok tertentu. (Sobirin,
2007:129).
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll budaya organisasi adalah cara-cara berpikir,
berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam
organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Sedangkan menurut
Schein budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik
sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian
dengan lingkungannya maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang
timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit organisasi yang berkaitan dengan
integrasi. (Munandar, 2011:262-263).
Keith Davis dan John W. Newstrom mengemukakan bahwa
“Organizational culture is the set of assumption, belief, values, and norm that
is shread among its member”. Budaya organisasi adalah satuan asumsi,
kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang berlaku antar anggotanya.
Kemudian John R. Schermerson dan James mengemukakan bahwa
“Organizational culture is the system of shared belief and values that develop
within organization and guides the behavior of its member”. Budaya organisasi
adalah sistem kepercayaan bersama dan nilai yang dikembangkan di dalam
16
suatu organisasi bertujuan untuk memandu perilaku anggotanya.
(Mangkunegara, 2005:113).
Pendapat lain diberikan oleh Van Muijen, Den Hartog, dan Koopman
yang menyatakan bahwa budaya organisasi dapat digambarkan sebagai
kumpulan nilai, norma, ungkapan dan perilaku yang ikut menentukan
bagaimana orang-orang dalam organisasi saling berhubungan dan sebesar apa
mereka gunakan tenaga mereka dalam pekerjaan dan organisasinya.
(Munandar, 2011:264).
Unsur-unsur budaya sekolah dibagi atas dua kategori, yakni unsur kasat
mata dan unsur yang tidak kasat mata. Unsur yang kasat mata mempunyai
makna kalau barkaitan atau mencerminkan apa yang tidak kasat mata. Yang
tidak kasat mata itu adalah filsafat atau pandangan dasar sekolah mengenai
kenyataan yang luas, makna hidup atau yang di anggap penting dan harus
diperjuangkan oleh sekolah. Harus dinyatakan secara konseptual dalam
rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran yang lebih kongkrit yang akan dicapai
oleh sekolah.
Kemudian menurut buku Perilau Organisasi jilid 2, dirumuskan bahwa
budaya organisasi mengacu pada suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggotanya yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lain.
Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama merupakan
seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. (Robbins,
2001:247)
17
Makna itu mewakili suatu persepsi bersama yang dianut oleh
anggotanya. Sama seperti budaya suatu suku tertentu yang memiliki atuan-
aturan dan larangan-larangan yang menentukan bagaimana anggotanya
berperilaku. Di setiap organisasi, ada sistem atau pola nilai, ritual, simbol,
mitos dan praktek yang telah berkembang sepanjang waktu. Nilai-nilai bersama
ini menentukan apa yang dilihat para karyawan dan bagaimana mereka
menanggapi dunia mereka. Apabila dihadapkan pada sebuah problem, budaya
organisasi membatasi apa yang dapat dilakukan oleh karyawan dengan
menyarankan cara yang betul untuk menggagas, menganalisis, dan
menguraikan masalah itu. (Robbins dan Coulter, 1999:76)
Individu menyerap budaya organisasi tersebut berdasarkan apa yang
mereka lihat atau dengar di dalam organisasi itu. Meskipun setiap individu
boleh jadi mempunyai latar belakang yang berbeda atau bekerja pada jabatan
yang berbeda dalam organisasi itu, mereka cenderung menggambarkan budaya
organisasi itu dengan istilah yang sama. Budaya itu menyangkut bagaimana
para anggota melihat organisasi tersebut, bukan menyangkut apakah mereka
menyukainya atau tidak. Budaya itu menggambarkan bukan menilai. (Robbins
dan Coulter, 1999:76)
Dapat disimpulkan budaya organisasi adalah cara berpikir, cara bekerja,
cara laku para karyawan satu lembaga dalam melakukan tugas pekerjaan
mereka masing-masing yang dituangkan dalam nilai dan perilaku sehari-sehari
sebagai hasil pemecahan masalah. Budaya organisasi timbul sebagai hasil
belajar bersama dari para anggotanya agar tetap dapat bertahan. Nilai dan
18
perilaku yang dalam pendapat Schein disebut dengan asumsi dasar diajarkan
kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat dalam hal mengamati,
memikirkan dan merasakan dalam hubungannya dengan masalah-masalah
tersebut.
Membangun budaya organisasi tidak semudah yang diucapkan, harus
melalui proses lama dan berkelanjutan. Disebut proses yang berkelanjutan
karena budaya organisasi dibentuk dan dipertahankan, dengan kata lain bahwa
budaya organisasi dapat berubah bila nilai dan perilaku (asumsi dasar) yang
digunakan ternyata sudah tidak tepat dan perlu diganti dengan nilai dan
perilaku (asumsi dasar) lain. Perubahan nilai dan perilaku ini disesuaikan
dengan perkembangan zaman. Tinggi rendahnya produktivitas dihasilkan oleh
asumsi dasar dari budaya organisasi yang dimiliki.
2. Karakterstik Budaya Organisasi
Menurut Robbins ada tujuh karakteristik yang dapat mengemukakan
hakikat dari budaya suatu organisasi. Karakteristik tersebut sebagai berikut :
a. Inovasi dan pengambilan risiko, yaitu sejauh mana para karyawan
didorong untuk inovatif dan mengambil risiko
b. Perhatian ke rincian, yaitu sejauh mana para karyawan diharapkan
memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian ke rincian.
c. Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian
pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk
mencapai hasil itu.
19
d. Orientasi orang, yaitu sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil pada orang di dalam organisasi.
e. Orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar
tim-tim, bukannya individu-individu
f. Keagresifan, yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif
dan bukannya santai-santai
g. Kemantapan, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo daripada pertumbuhan. (Robbins, 2001:248)
3. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi.
Pertama, budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas; artinya budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
Kedua, budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya itu
meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial
yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-
standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para
karyawan. Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
(Robbins, 2001:253)
20
Memang secara alami budaya itu sukar dipahami, tidak berwujud,
implicit, dan dianggap biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan
seperangkat inti pengandaian, pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur
perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Sebelum pendatang baru belajar
aturan-aturan itu, mereka tidak diterima baik sebagai anggota penuh dari
organisasi itu. Pelanggaran aturan di pihak eksekutif tingkat tinggi atau
karyawan garis depan mengakibatkan ketidaksetujuan yang universal dan
hukuman berat. Kesesuaian dengan aturan menjadi dasar primer untuk
penghargaan dan mobilitas naik pangkat. (Robbins, 2001:253)
Pada buku yang ditulis Kreitner dan Angelo (2005:83) membagi empat
fungsi budaya organisasi, yaitu:
1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya.
2. Memudahkan komitmen kolektif.
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan
keberadaannya.
Menurut Moeljono (2003:67), budaya organisasi mempunyai beberapa
fungsi berikut,
a. Mempunyai suatu peranan pembeda. Hal itu mengandung arti bahwa
budaya organisasi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu
organisasi dengan organisasi lain.
b. Membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
21
c. Mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang
lebih luas daripada kepentingan individual.
d. Meningkatkan kemantapan sistem sosial.
Selanjutnya, Nelson dan Quick, budaya organisasi mempunyai empat
fungsi dasar, yaitu perasaan identitas dan menambah komitmen organisasi, alat
pengorganisasian anggota, menguatkan nilai-nilai dalam organisasi dan
mekanisme kontrol atas perilaku. (Moeljono, 2003:65)
4. Pembentukan Budaya Organisasi
Budaya suatu organisasi tidak muncul begitu saja dari kehampaan. Sekali
ditegakkan jarang budaya berangsur padam. Dewasa ini, tradisi dan cara umum
organisasi melakukan segala sesuatu sebagian bedar disebabkan oleh apa yang
berasal dari apa yang telah dilakukannya sebelumnya dan tingkat keberhasilan
yang telah diperoleh melalui usaha keras tersebut. (Robbins, 2001:255)
Para pendiri suatu organisasi secara tradisional mempunyai dampak
utama pada budaya dini organisasi tersebut. Mereka mempunyai suatu visi
mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Mereka tidak dikendalai oleh
kebiasaan atau ideologi sebelumnya.Ukuran kecil yang lazimnya mencirikan
organisasi baru mempermudah pemaksaan pendiri akan visinya pada semua
anggota organisasi. (Robbins, 2001:255)
Sekali budaya terbentuk, praktek-praktek di dalam organisasi bertindak
untuk mempertahankannya dengan memberikan kepada karyawannya
seperangkat pengalaman yang serupa. Ada tiga hal yang memainkan peran
22
pentng dalam mempertahankan budaya organisasi. Pertama seleksi, tujuan
eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu.
Kedua, tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada
budaya organisasi dengan lewat apa yang mereka katakana dan bagaimana
mereka berperilaku. Ketiga, proses sosialisasi yang dilakukan oleh organisasi
untuk membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budaya organisasi.
(Robbins, 2001:255-257)
Melalui beberapa proses mempertahankan budaya tersebut, karyawan
akan mempelajari budaya yang ada untuk menyesuaikan diri. Budaya
diteruskan kepada karyawan dalam sejumlah ragam, yaitu :
a. Cerita
Cerita biasanya berisi dongeng dan peristiwa mengenai pendiri
organisasi, pelanggaran aturan yang pernah terjadi, kesuksesan
karyawan, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap
kesalahan masa lalu dan pengatasan masalah organisasi. Cerita ini
mengaitkan masa kini dengan masa lalu dan memberikan penjelasan dan
pengesahan untuk praktek pada masa sekarang.
b. Ritual
Merupakan deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan
memperkuat nilai-nilai utama organisasi dengan tujuan mencari tahu apa
23
yang paling penting, orang mana yang paling penting, dan mana yang
bisa dikorbankan.
c. Lambang
Mengenai fasilitas yang diberikan kepada karyawan yang melambangkan
dia adalah anggota dari organisasi. Ada yang disebut lambang materi,
lambang materi ini menyampaikan kepada para karyawan siapa yang
penting, sejauh mana egalitarianism yang diinginkan oleh eksekutif
puncak dan jenis perilkau yang tepat.
d. Bahasa
Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi menggunakan bahasa
sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya atau
sub-budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan
penerimaan mereka akan budaya itu dan dengan berbuat seperti itu
membantu melestarikan. (Robbins, 2001:261-264)
Deal dan Kennedy membagi unsur pembentuk budaya organisasi sebagai
berikut :
A. Lingkungan Usaha
Kelangsungan hidup suatu organisasi (sekolah) ditentukan oleh
kemampuan sekolah member tanggapan yang tepat terhadap peluang dan
tantangan lingkungan, yang diantaranya output yang dihasilkan, input,
tata tertib, dan lain-lain.
24
B. Nilai-nilai
Yaitu keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi. Nilai-nilai inti
dianut bersama oleh anggota organisasi antara lain dapat berupa slogan
atau motto yang dapat berfungsi sebagai diri dan harapan sekolah. Nilai-
nilai yang dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang
memiliki peran dan fungsi untuk berusaha mengembangkan,
melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada para siswanya.
C. Pahlawan
Yaitu tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya
dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri sekolah, guru,
kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-
nilai organisasi dan budaya asli yang akan mempengaruhi pada proses
perekrutan karyawan.
D. Ritual
Robbins mendefinisikan ritual sebagai deretan berulang kegiatan yang
mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai organisasi (sekolah)
tersebut.
E. Jaringan budaya
Yaitu jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan
aturan informasi primer. Fungsinya menyalurkan informasi dan
melakukan interpretasi terhadap informasi. (Tika, 2006:16-17).
25
Proses pembentukan budaya organisasi dalam buku Tika (2010:21)
adalah sebagai berikut :
A. Interaksi antar pemimpin atau pendiri organisasi dengan kelompok atau
perorangan dalam organisasi.
B. Interaksi ini menimbulkan ide yang ditransformasikan menjadi artefak,
nilai, dan asumsi.
C. Artefak, nilai dan asumsi kemudian diimplementasikan sehingga menjadi
budaya organisasi.
D. Untuk mempertahankan budaya organisasi lalu dilakukan pembelajaran
(learning) kepada anggota baru dalam organisasi.
5. Budaya Organisasi dalam Perspektif Islam
a. Telaah Teks Islam tentang Budaya Organisasi
1) Sampel Teks Tentang Budaya Organisasi
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
26
sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya
Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan
tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-
penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka
ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath 48:29) (Depag,
2009:515)
2) Pola Teks Islam tentang Budaya Organisasi
Gambar 2.1
Pola Teks Islam Budaya Organisasi
27
Pada pola teks di atas menurut QS Al-Fath 48:29 bahwa organisasi itu
terdiri dari dua kelompok yaitu ingroup dan outgroup. Hal ini bisa ditelaah dari
sikap aktor individu sebagai pemimpin yaitu nabi Muhammad SAW yang
berbeda cara bersikap antara orang-orang mukmin (anggota ingroup) dengan
orang kafir sebagai orang diluar islam (anggota outgroup). Nabi Muhammad
SAW bersikap lemah lembut kepada orang-orang mukmin namun bersikap
kasar kepada orang-orang kafir. Orang-orang mukmin menunjukkan rasa
loyalitas dan komitmen dengan melaksanakan sholat. Tindakan dan perbuatan
mereka juga dituliskan dalam kitab taurat dan injil yang artinya terdapat suatu
standar norma. Bagi anggota yang telah loyal dan berkomitmen akan mendapat
reward berupa pahala dan karunia.
3) Analisis Komponensial Teks Tentang Budaya Organisasi
Tabel 2.1
Komponensial Teks Islam Budaya Organisasi
No Komponen Kategori Deskripsi
1 Aktor Individu
Massa
,
ال ذ ي ن
2 Aktivitas Menolak, menerima ,
3 Tujuan Psikologis, Perilaku ,
4 Proses
Ungkapan Budaya
Organisasi , ,
,
5 Standar Norma Norma, aturan , , , ,
28
6 Faktor Internal, eksternal ,
7 Efek Positif dan negatif , , ,
8 Fungsi Mengembangkan
organisasi , ,
4) Inventarisasi dan Tabulasi Teks Tentang Budaya Organisasi
Tabel 2.2
Tabulasi Teks Islam Budaya Organisasi
No Term Kategori Teks
Islam
Makna
Teks
Subtansi
Psikologi
Sumber jml
1 Aktor Individu,
beberapa
orang
,
ال ذ ي ن
Nabi
Muhammad
, orang-
orang yang
bersamanya
Pemimpin
dan
anggota
7:72,10:73,
27:56,7:64,
2:214,12:82
6
2 Aktivitas Mengarah
kan,
Berbicara,
Mengajari,
menconto
hkan
,
Berlaku
keras,
berkasih
sayang
hubungan
dengan
orang lain
50:39,60:1,
2:174,4:73,
6:12,6:54,
19:96,29:25
,30:21,42:2
3,57:27,60:
7
12
3 Tujuan Usaha,
Memandu
perilaku
,
Karunia,
Keridhaan
Penyesuai
an diri,
Kebersam
aan dan
intensitas
107:6,92:20
,76:9,60:1,5
9:8,57:27,5
7:20,48:29,
47:28,30:39
,30:38,29:6
9,22:37,18:
28,13:22,9:
109,9:72,9:
21,4:142,3:
174,3:162,3
25
29
:15,2:272,2:
265,2:207
4 Proses
Ungkapan
Budaya
Organisasi
,
,
,
Ruku’,
sujud, bekas
sujud
Ritual,
simbol,
bahasa,
ideology
10:9,16:97,
27:19,85:11
,29:9,29:58,
31:8,19:76,
20:112,34:3
7,22:14,35:
10,6:127,11
:11,11:23,4:
124,12:9,24
:55,7:42,65,
11,21:94,35
:7,2:277,34:
4,33:31,32:
19,32:12,2:
121,18:110,
30:15,28:67
,18:2,103:3,
9:120,40:40
,25:70,23:5
1,24:54,23:
100,98:7,22
:23,6:104,4
5:15,10:4,2
5:71,89:24,
95:6
47
5 Standar
Norma
Norma,
aturan , ,
,
,
Taurat, injil,
sifat-sifat,
amal sholeh
Asumsi,
nilai-nilai,
norma
sosial,
norma
agama
77:48,2:43,
2:125,3:43,
9:112,22:26
,48:29
7
6 Faktor Internal,
eksternal ,
Orang kafir,
sesama
mereka
Lingkunga
n
2:76,48:29,
59:14,19:37
,49:11
5
7 Efek Positif ,
,
Pahala,
ampunan,
Menyenang
kan,
menjengkel
kan
reward,
kekluargaa
n
60:4,68:32,
33:43,67:12
,63:5,24:62,
57:21,51:18
,49:3,48:29,
47:19,41:43
38
30
,
,40:55,36:1
1,35:7,34:4,
33:56,4:137
,33:35,4:96,
24:26,22:50
,14:10,13:6,
11:61,11:11
,9:80,8:74,8
:4,5:9,2:221
,2:175,3:15
7,3:136,73:
20,110:3
8 Fungsi Kemajuan
organisasi ,
,
Kuat, besar,
tegak lurus
Identitas
anggota,
perekat
sosial,
kinerja,
komitmen
7:155,16:92
,30:54,23:4
1,28:76,58:
21,57:25,54
:43,53:5,51:
1,48:29,48:
3,47:13,42:
19,40:22,39
:23,37:93,3
5:42,33:25,
12:8,28:78,
11:80,28:26
,27:39,26:5
9,25:32,18:
32,12:14
21
161
Kategori yang telah di dapatkan tersebut kemudian dicari dalam substansi
psikologis disebut apa. Yang kemudian dicari jumlah teks islam dalam Al-
Qur’an yang sama dengan jumlah keseluruhan bersifat informatif tentatif yaitu
sebagai informasi bagi pembaca dan bahwa jumlah tersebut bisa lebih ataupun
kurang.
31
B. Kinerja Guru
1. Pengertian Kinerja Guru
Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang diartikan kinerja adalah
sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dari kemampuan kerja. Istilah
kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi
kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).
Miner (1990) mengatakan bahwa kinerja adalah bagaimana seseorang
diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah
dibebankan kepadanya. Prawirosentono (1999) mengatakan setiap harapan
mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam melaksanakan tugas,
berarti menunjukkan suatu peran dalam organisasi. Suatu organisasi, baik
organisasi pemerintah maupun organisasi privat dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh
sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan. (Rudi, 2006:4).
Kinerja (performance) merupakan suatu pencapaian persyaratan
pekerjaan tertentu yang akhirnya secara nyata dapat tercermin dalam keluaran
yang dihasilkan. Kinerja merupakan salah satu alat ukur bagi pencapaian
tujuan organisasi. Kinerja dapat dipandang sebagai “thing done”. Hasibuan
(2002) juga mengartikan kinerja (prestasi kerja) sebagai hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
(Simmamora, 2004:327).
32
Swanson dan Graudous menjelaskan bahwa dalam sistem berapapun
ukurannya, semua pekerjaan saling berhubungan. Hasil hasil dari seperangkat
kinerja pekerjaan adalah masukan bagi usaha kinerja lainnya. Karena saling
bergantung, apa yang tampaknya merupakan perolehan besar secara
kesleuruhan. Jadi, produktivitas suatu sistem bergantung kecermatan dan
efisiensi kerja. (Sutrisno, 2010:173).
Gilbert (1978) berpendapat sebaliknya, bahwa kinerja pada dasarnya
adalah produk waktu dan peluang. Adanya peluang tanpa waktu tidak dapat
berarti apa-apa. Sedangkan waktu yang kita miliki tanpa peluang dapat
memberikan sedikit nilai. Hamalik (1993) mngemukakan perilaku adalah
semua kegiatan manusia dapat diamati dengan menggunakan alat tertentu.
Sedangkan sikap adalah predisposisi untuk melakukan perbuatan suatu keadaan
yang siap untuk bertindak dengan cara tertentu. (Sutrisno, 2010:174).
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
soerang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan padanya. Kinerja lebih mengarah kepada tingkatan prestasi
kerja karyawan. Kinerja karyawan merefleksikan bagaimana karyawan
memenuhi keperluan pekerjaan dengan baik. (Anwar, 2005:67).
Menurut Syafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala mengungkapkan
bahwa kinerja adalah suatu kontruksi multidimensi yang mencakup banyak
faktor yang mempengaruhinya, baik faktor intrinsik yaitu SDM (guru) maupun
faktor ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim dan situasional. Sumber daya
manusia sebagai actor yang berperan aktif dalam menggerakkan organisasi
33
dalam mencapai tujuannya. Tercapainya tujuan sekolah hanya dimungkinkan
karena upaya para pelaku pada sekolah untuk berkinerja dengan baik. (Martinis
dan Maisah, 2010:129).
Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja kelompok
(group performance) serta kinerja organisasi (organizational performance)
terdapat hubungan yang erat. Bisa dikatakan bahwa jika kinerja perorangan
baik akan mempengaruhi kinerja kelompok kemudian kemungkinan besar
kinerja organisasi juga baik. Seperti terlihat pada gambar dibawah,
Gambar 2.2
Pengaruh Kinerja Individu, Kinerja Kelompok dan Kinerja Organisasi
Kinerja individu akan baik bila dia mempunyai keahlian (skill) yang
tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian
dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Kinerja pegawai
adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok
Sumber: Martinis dan Maisah, 2010:130
34
menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi.
(Martinis dan Maisah, 2010:130-131).
Perihal tenaga pengajar dengan kinerjanya adalah menyangkut seluruh
aktivitas yang ditunjukkan oleh tenaga pengajar dalam tanggung jawabnya
sebagai orang yang mengemban suatu amanah. Kinerja pengajar adalah
perilaku atau respons yang memberi hasil sehingga mengacu pada apa yang
mereka kerjakan ketika ia menghadapi suatu tugas. Kinerja pengajar
menyangkut semua kegiatan atau tingkah laku yang dialami tenaga pengajar,
jawaban yang mereka buat, untuk memberi hasil dan jawaban. Biasanya hanya
berupa respon, tapi biasanya memberi hasil. (Martinis dan Maisah, 2010:87).
Kinerja pengajar pada dasarnya lebih terfokus pada perilaku tenaga
pengajar dalam pekerjaannya. Secara spesifik tujuan kinerja juga
mengharuskan para tenaga pengajar membuat keputusan khusus dimana tujuan
pengajaran dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tingkah laku yang kemudian
disalurkan kepada peserta didik. Pada konteks lain, manakala kinerja
dipandang dari sudut pendidikan, lebih merupakan perluasan dari suatu tujuan
perilaku. (Martinis dan Maisah, 2010:87-88).
Dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil dari suatu yang telah
dikerjakan dalam organisasi sesuai tanggung jawab dan wewenang yang telah
diberikan kepada seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan sesuai
nilai dan norma yang telah ditetapkan.
35
2. Kompetensi Guru
Menurut Hamzah B Uno tenaga pengajar (guru) merupakan suatu profesi
yang berarti suatu jabatan yang memerlukan suatu keahlian khusus sebagai
guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Karena guru adalah
suatu profesi tentu memiliki suatu standart kompetensi, sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
2007 yaitu, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi
pedagogik, dan kompetensi sosial. (Martinis dan Maisah, 2010:87).
Penjelasannya sebagai berikut :
a. Kompetensi Kepribadian
Merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
baik dan dapat membawai dirinya sebagai teladan bagi siswanya.
Tindakan yang sesuai norma yang berlaku, memiliki etos kerja seorang
guru yang baik, sikap taqwa kepada Tuhan YME, mampu bersikap
terbuka dan mengembangkan potensi dirinya.
b. Kompetensi Pedagogik
Merupakan kemampuan guru yang terlihat dari wawasan dan landasan
mengenai kependidikan, perencanaan pembelajaran, mampu
mengembangkan silabus, mampu membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri melalui pembelajaran.
c. Kompetensi Profesional
Merupakan penguasaan materi pembelajaran yang meluas dan
mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran
36
di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta
penguasaan pada struktur dan metodologi keilmuan.
d. Kompetensi Sosial
Kemampuan guru untuk dapat bergaul dan berkomunikasi secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua
siswa dan masyarakat sekitar. (Martinis dan Maisah, 2010:8-12).
3. Penilaian Kinerja Guru
Menurut Simamora penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh
organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individual karyawan. Tujuan
dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan umpan
balik kepada karyawan dalam upaya memperbaiki kinerjanya dan
meningkatkan produktivitas organisasi, khususnya yang berkaitan dengan
kebijaksanaan terhadap karyawan. (Mathis dan Jackson, 2002:78).
Penilaian kinerja (performance appraisal, PA) adalah proses evaluasi
seberapa baik karyawan mengerjakan, ketika dibandingkan dengan satu set
standard an kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan,
Penilaian kinerja disebut juga sebagai penilaian karyawan, evaluasi karyawan,
tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil pedoman. Penilaian
kinerja menurut Amstrong (1998) adalah sebagai berikut:
a. Ukuran dihubungkan dengan hasil
b. Hasil harus dapat dikontrol oleh pemilik pekerjaan
c. Ukuran obyektif dan observable
37
d. Data harus dapat diukur
e. Ukuran dapat digunakan dimanapun. (Mathis dan Jackson, 2002:80-
82).
Menurut Asep Jihat (2008) istilah penilaian atau dalam bahasa inggris
dikenal dengan istilah evaluation, bukan merupakan istilah baru bagi insane
yang bergerak pada lapangan pendidikan dan pengajaran, dalam melaksanakan
tugas profesionalnya seorang guru tidak bisa terlepas dari penilaian.
Kedudukan penilaian sangat penting bagi penunaian keberhasilan tugas,
utamanya dalam pembelajaran. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui
apakah suatu program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan tersebut telah
dikuasai oleh pesertanya atau belum. Penilaian ini biasanya berupa angka atau
nilain tertentu sebagai patokan. Hasil-hasil baik dan dapat diterima bisa dipakai
sebagai dasar penilaian lainnya. (Martinis dan Maisah, 2010:109).
Penilaian dapat dilakukan berdasarkan hasil pengukuran atau dapat pula
dipengaruhi oleh hasil pengukuran. Sistem penilaian membutuhkan standart
kinerja yang mencerminkan seberapa jauh keberhasilan suatu pekerjaan yang
telah dicapai. Agar efektif hendaknya standart terkait dengan hasil yang ingin
dicapai.
Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara
sistematis. Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap waktu dimana pihak
atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara pimpinan dengan pegawai
memberikan kesempatan bagi kinerja pegawai untuk dinilai. Penilaian
38
sistematis digunakan ketika kontak antara pimpinan dan pegawai bersifat
formal. (Mathis dan Jackson, 2002:85).
Sekolah yang merupakan organisasi publik memiliki sifat dan
karakteristik yang berbeda dengan organisasi swasta, perbedaan ini juga pada
penilaian kinerjanya. Tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik
adalah :
a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
c. Memperbaiki kinerja periode berikutnya
d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan
keputusan pemberian reward and punishment
e. Memotivasi pegawai
f. Menciptakan akuntabilitas publik. (Martinis dan Maisah, 2010:110-
112)
Menurut Abdul Majid (2008) evaluasi merupakan pengukuran
ketercapaian program pendidikan, perencanaan suatu program substansi
pendidikan termasuk kurikulum dan pelaksanaannya, pengadaan dan
peningkatan kemampuan guru, pengelolaan pendidikan, dan reformasi
pendidikan secara keseluruhan . Menurut Malayu (2002) evaluasi pekerjaan
(job evaluation) adalah menilai berat atau ringan, mudah atau sulit, berat atau
kecil resiko pekerjaan dan memberikan nama, peringkat, serta harga atau gaji
suatu jabatan. Seorang gurur sekurang-kurangnya menyerahkan evaluasi dan
penilaian sekurang-kurangnya setiap semester. (Martinis dan Maisah, 2010:59).
39
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja individu, yaitu:
a. Kemampuan.
b. Motivasi
c. Dukungan yang diterima
d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
e. Hubungan mereka dengan organisasi. (Mathis dan Jackson,
2002:82).
Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja
individu ini akan tercapai didukung oleh atribut individu, upaya kerja, dan
dukungan organisasi. (Mangkunegara, 2007:15).
Menurut A Dale Timple faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internel (disposisional) yaitu faktor yang
berhubungan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya kinerja baik karena
mempunyai kemampuan tinggi dan pekerja keras. Faktor eksternal yaitu faktor
yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti
sikap rekan kerja, hubungan atasan dan bawahan, fasilitas dan iklim organisasi.
(Mangkunegara, 2007:15).
Beberapa uraian faktor yang mempengaruhi kinerja juga bisa dilihat dari
paparan sebagai berikut:
40
a. Faktor individual (SDM) meliputi unsur pengetahuan, keterampilan
(skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen tiap
guru.
b. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team
leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan
dukungan kerja pada guru.
c. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan
rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim,
kekompakan dan keeratan antar anggota.
d. Faktor sistem, meliputi system kerja, fasilitas kerja yang diberikan
oleh pimpinan sekolah, proses organisasi dan kultur kerja dalam
organisasi (sekolah)
e. Faktor Kontektual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal. (Martinis dan Maisah, 2010:129-
130)
5. Upaya Peningkatan Kinerja
Menurut stoner mengemukakan adanya empat cara untuk meningkatkan
kinerja adalah sebagai berikut:
a. Diskriminasi
Seorang atasan harus mampu membedakan mana antara mereka yang
dapat memberikan sumbangan berarri dalam pencapaian tujuan
organisasi dengan mereka yang tidak . Pada penilaian akan terlihat mana
41
yang mempunyai kinerja tinggi dan mana yang tidak. Sehingga dapat
dilakukan langkah selanjutnya misalnya pengembangan SDM,
penggajian, dan sebagainya.
b. Pengharapan
Memberika penghargaan untuk karyaan yang berprestasi akan membuat
karyawan tersebut lebih termotivasi dan merasa diakui oleh organisasi.
Bagi yang masih memiliki kinerja rendah dapat diikutkan pelatihan dan
pengembangan. Sedangkan yang memliki kinerja tinggi dapat
dipromosikan jabatan.
c. Komunikasi
Komunikasi sangat berperan aktif dalam hubungan antara atasan dan
bawahan. Atasan wajib mengevaluasi kinerja para karyawan dan secara
akurat mengkomunikasikan penilaian kepada yang bersangkutan. Hal ini
dapat juga sebagai wadah untuk menggali permasalahan yang dihadapi
karyawan dalm lingkungan kerja. (Sutrisni, 2010:184-185)
6. Kinerja Guru dalam Perspektif Islam
a. Telaah Teks Islam tentang Kinerja Guru
1) Sampel Teks Tentang Kinerja Guru
42
“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah akan melihat
pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang
ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu, apa yang
telah kamu kerjakan.” (QS. At Taubah 9:105) (Depag, 2009:203)
2) Pola Teks Islam tentang Kinerja Guru
Gambar 2.3
Pola Teks Islam Kinerja Guru
Kinerja dilakukan oleh aktor yang berperan sebagai pemimpin yaitu Nabi
Muhammad SAW dan orang yang memberikan penilaian terhadap kinerja dari
seseorang tersebut yang dilihat oleh rekan-rekan lainnya yaitu orang mukmin
lain. Hal tersebut bisa menjadi faktor untuk selalu memperbaiki kinerjanya,
faktor yang berasal dari perkataan pemimpin dan motivasi yang muncul. Yang
kemudian memperlihatkan hasil suatu kinerja yang hanya diketahui oleh
pemimpin sebagai seseorang yang memang paham tentang apa yang telah
dilakukan oleh karyawan melalui standart penilaian itu dan tentu sebagai
seorang penilai.
43
3) Analisis Komponensial Teks Tentang Kinerja Guru
Tabel 2.3
Komponensial Teks Islam Kinerja Guru
No Komponen Kategori Deskripsi
1 Aktor Individu
Massa
2 Faktor Internal dan eksternal ,
3 Aktivitas Kognitif, psikomotorik ,
4 Hasil Prestasi, award , ,
5 Efek Positif dan negatif ,
Kinerja guru terdiri dari dari lima komponen yaitu aktor, faktor, aktivitas,
hasil dan efek. Masing-masing komponen mempunyai kategori atau jenis yang
ditemukan dari ayat Al-Qur’a diatas. Kategori ini berdasarkan hal tersebut.
4) Inventarisasi dan Tabulasi Teks Tentang Kinerja Guru
Tabel 2.4
Tabulasi Teks Islam Kinerja Guru
No Term Kategori Teks Islam Makna
Teks
Subtansi
Psikologi
Sumber jml
1 Aktor Individu
massa
Rasul
Orang-
orang
mukmin
Pemimpin
Karyawan
4:88, 9:107,
34:23,
16:27, 33:6,
18:102,
48:29,
49:11,
24:62, 4:95,
23
44
9:79, 18:32,
6:52, 23:1,
2:76, 59:2,
3:28, 9:61,
33:35,
39:10,
4:162,
4:139,
13:36
2 Faktor Internal
dan
eksternal
,
Katakanla
h,
Melihat
Motivasi,
pengetahu
an
7:143,
7:146, 8:48,
2:144, 6:27,
6:30, 32:12,
12:35,
6:104, 7:27,
42:44,
42:45,
18:86,
20:10,
7:198, 68:5,
76:20, 2:55,
25:12,
72:24, 69:8
21
3 Aktivitas Kognitif,
psikomot
orik
,
Bekerjalah
dikembali
kan
Ketekunan
, Penilaian
28:26,
7:163,
18:79,
28:27,
34:12,
37:61,
39:39, 41:5,
84:6, 88:3
10
4 Hasil Prestasi,
award ,
,
Pekerjaan
mu
Diberitaka
n
Mengetah
ui
Promosi,
Reward
24:11, 60:1,
38:88, 4:83,
78:2, 5:41,
38:67,
11:100,
39:17, 6:5,
12:102,
49:6, 3:44,
78:1, 3:144,
24:12,
2:102, 26:6,
30:1, 5:19,
30:46,
11:49,
34:28,
25
45
33:47,
33:20
5 Efek Positif
dan
negatif
,
Ghaib
Nyata
Loyalitas 3:7, 5:116,
10:20, 2:3,
72:26,
53:35,
49:18,
39:46,
35:18,
34:53,
34:48,
34:14, 34:3,
32:6, 27:75,
27:65,
23:92,
19:78,
19:41,
18:65, 13:9,
7:62, 12:81
23
Total 102
Kategori yang telah di dapatkan tersebut kemudian dicari dalam substansi
psikologis. Bahwa memang adanya penjelasan dari Al-Qur’an tentang kinerja
guru dalam ayat tersebut. Yang kemudian dicari jumlah teks islam dalam Al-
Qur’an yang sama dengan jumlah keseluruhan yang bersifat informatif tentatif
yaitu sebagai informasi bagi pembaca dan bahwa jumlah tersebut bisa lebih
ataupun kurang.
C. Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru
Keseluruhan uraian di atas mengenai budaya organisasi dengan kinerja
telah membuktikan dengan jelas bahwa bagaimanapun kinerja dapat dibentuk
dengan adanya budaya yang baik yang dianut oleh suatu organisasi (sekolah).
Berbagai uraian tentang pengertian budaya organisasi diatas, penulis dapat
menyimpulkan ada beberapa unsur dalam budaya organisasi tersebut. Tentunya
46
sangat berperan dalam organisasi. Beberapa unsur tersebut adalah asumsi
dasar, keyakinan, pemimpin (pencipta budaya organisasi), pedoman mengatasi
masalah, berbagi nilai, pewarisan, dan penyesuaian.
Menurut pendapat Schein dapat dijabarkan bahwa budaya organisasi
adalah pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu
kelompok orang selagi mereka belajar untuk menyelesaikan problem-problem,
menyesuaikan dengan lingkungan eksternal, dan berintegrasi dengan
lingkungan eksternal. Asumsi dasar disini telah terbukti dapat menyelesaikan
masalah dengan baik dan dianggap valid. Asumsi tersebut lalu diajarkan
kepada anggota baru sebagai cara tepat untuk menghadapi problem tersebut.
Budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi. Budaya organisasi
membentuk perilaku organisasi anggotanya yang kadang sangat mempengaruhi
individu masing-masing. Hal ini sering dinamakan sosialisasi budaya
organisasi. Kemudian ada lagi istilah pengabadian yang hanya tidak sekedar
sosialisasi namun membuat budaya organisasi langgeng pada diri anggotanya.
Langgeng disini bukanlah sesuatu yang abadi yang tidak bisa berubah, karena
sebenarnya budaya organisasi bisa berubah jika sudah tidak sesuai dengan
perkembangan saat ini.
Pengabadian budaya organisasi sendiri dilakukan secara sadar maupun
tidak sadar untuk menanamkan budaya organisasi pada diri anggotanya yang
terdiri dari dua proses yaitu proses penanaman budaya organisasi dan proses
internalisasi budaya organisasi oleh anggota organisasi. Internalisasi adalah
penyamaan nilai , norma, dan kepercayaan yang dimiliki individu dengan yang
47
dimiliki organisasi. Setelah itu, anggota organisasi akan mengaplikasikannya
pada perilaku dan kinerja anggota. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.4
Hubungan Pengabadian dan Internalisasi Budaya Organisasi dengan
Perilaku Anggota Organisasi
Proses pengabadian setiap organisasi berbeda antara satu organisasi
dengan organisasi lain, meskipun berbeda namun pola umumnya sama seperti
yang terlihat pada gambar 2. Pengabadian budaya organisasi dimulai dengan
seleksi calon anggota baru yang sesuai dengan norma, nilai, kode etik dan
harapan organisasi. Jika lulus seleksi, langkah selanjutnya adalah
meninggalkan pola pikir lama calon anggota dengan mengosongkan pikirannya
agar mudah memasukkan pola pikir, nilai dan norma organisasi. Pengosongan
pikiran ini dapat dilakukan dengan berbaga cara misalnya memberikan tugas
pertama yang berat, pendisiplinan, hingga dengan cara militer.
Setelah itu baru sosialisasi dan pengenalan budaya organisasi juga cara
berpikir dan berperilaku serta manfaatnya bagi diri sendiri dan organisasi.
Sumber: Wirawan, 2007:32
48
Hasil orientasi tersebut akan dievaluasi, dites, diuji, dan diberi sanksi bagi yang
gagal. Bagi yang lulus diadakan pengukuhan anggota atau upacara penerimaan
anggota baru organisasi.
Sebagai upaya memperkuat dan melanggengkan budaya organisasi,
langkah selanjutnya dilakukan oleh anggota organisasi untuk
menginternalisasikan budaya organisasi dengan cara menyamakan norma, nilai
dan kepercayaan individu dengan organisasi. Pada proses ini akan ada yang
menerima dan menolak nilai, norma dan kepercayaan itu. Bagi yang menerima
dia akan menyesuaikan dengan mudah. Bagi yang menolak bisa saja dia
mencoba tetap menerima atau malah pergi dari organisasi itu.
Setelah budaya organisasi mapan dalam diri anggota organisasi,
kemudian adalah dengan penguatan. Penguatan budaya organisasi dilakukan
melalui manajemen kinerja anggota organisasi. Manajemen kinerja disini
adalah proses mengarahkan, mengontrol dan mengevaluasi kinerja. Ada tiga
faktor pada manajemen kinerja ini yaitu perilaku pekerja, sifat pribadi ketika di
tempat kerja, dan hasil kerja. Ketiga faktor tersebut harus sesuai dengan nilai,
norma, harapan dan tujuan organisasi. Umumnya, budaya organisasi diciptakan
agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan melihat bagaimana kinerja
anggota.
Budaya organisasi yang kuat akan membuat anggotanya selalu berusaha
mewujudkan tujuan organisasi tanpa paksaan. Budaya organisasi kuat, nilai-
nilainya baik formal maupun informal dianut secara bersama dan berpengaruh
positif terhadap parilaku dan kinerja pimpinan dan anggota organisasisehingga
49
kuat dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal organisasi. Para
anggota dapat melaksanakan tugasnya dengan senang dan nyaman sehingga
tugasnya dapat terselesaikan dengan baik.
Sekolah sebagai suatu organisasi yang bergerak di bidang pendidikan
secara formal. Sekolah adalah suatu institusi sosial, sekolah mencakup dua
bentuk fenomena. Pertama, lembaga yang memiliki peranan tertentu dengan
harapan yang memenuhi tujuan dari sistem (diknas). Kedua, individu-individu
dengan kepribadian sendiri dan disposisi kebutuhan menjadi kebiasaan sistem,
yang diobservasi dari kumpulan perilaku yang disebut perilaku sosial.
(Martinis dan Maisah, 2010:64).
Sebagai suatu organisasi sosial pendidikan, sekolah tidak hanya bertugas
mencerdaskan para siswa namun juga harus bisa membuat orangtua wali murid
percaya bahwa sekolah mampu mengantarkan murid-muridnya menjadi siswa
yang berprestasi. Karena zaman sekarang kecerdasan murid selain dilihat dari
nilai di kelas juga prestasinya pada bidang lain. Tuntutan zaman sekarang
membuat sekolah harus lebih berusaha keras untuk mendongkrak potensi pada
setiap diri siswa melalui guru yang setiap hari berinteraksi dengan siswa.
Selain itu guru juga harus bisa memahami siswanya secara lebih mendalam.
Jika dalam perusahaan, bank dan organisasi lain mereka diharuskan
memuaskan pelanggan (customer), sekolahpun seharusnya demikian. Customer
bagi sekolah adalah orangtua wali murid yang harusnya dilayani dengan baik
dengan memberikan pelayanan pendidikan terbaik bagi siswa.
50
Oleh karena itu, kinerja guru di sekolah sangat menentukan
keberlangsungan sekolah karena sekolah juga termasuk organisasi yang
tentunya memiliki budaya yang berbeda satu dengan yang lain. Sekolah harus
mampu meningkatkan atau mempertahankan kinerja baik para guru dengan
berbagai cara. Seperti pelatihan yang dapat menunjang keilmuan para guru dan
juga kepribadian guru.
Jika kita melihat budaya organisasi dari fungsi dan manfaatnya maka
dapat dipahami bahwa budaya yang melakukan fungsi sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali akan memandu dan membentuk sikap serta
perilaku para karyawan. Tentu sangat erat hubungannya dengan tingkat kinerja
pegawai. (Robbin,1996:294).
Menurut A.B Susanto bagi sumber daya manusia, budaya organisasi akan
membawa manfaat antara lain mendorong sumber daya manusia selalu
berusaha mencapai produktivitas dan kinerja yang tinggi. (Siagian, 2002:11).
Pemahaman bersama oleh seluruh karyawan atas budaya organisasi akan
membawa mereka menuju satu arah bersama sehingga mereka akan memiliki
tingkat interdepedensi yang tinggi dan bersedia melengkapi untuk mencapai
tujuan organisasi (sekolah). Pemahaman oleh seluruh karyawan (guru) tentu
sangat erat kaitannya dengan bagaimana sekolah tersebut menanamkan suatu
kebudayaan yang akan menjadi kebiasaan dari para karyawan (guru) bahkan
akan dibawa pada kehidupan sehari-hari. Budaya dapat dipelajari oleh
karyawan (guru) dengan cerita, ritual, lambing materi, dan bahasa.
51
Gambar 2.5
Bagaimana Budaya Organisasi Mempengaruhi Kinerja
Terlihat dari bagan diatas bahwa budaya organisasi adalah suatu variabel
campur tangan. Para karyawan (guru) membentuk suatu persepsi subyektif
keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan faktor-faktor obyektif seperti
inovasi dan pengambilan resiko, perhatian ke rincian, orientasi hasil, orientasi
orang, orientasi tim, keagresifan, dan kemantapan. Persepsi inilah yang
menjadi budaya atau kepribadian organisasi itu. Persepsi yang mendukung atau
tidak mendukung ini kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan,
dengan dampak yang lebih besar pada budaya yang lebih kuat. Kinerja
karyawan bergantung pada tingginya tingkat pengetahuannya akan apa yang
harus atau tidak harus ia lakukan. (Robbins, 2001:264-265)
Jika seorang pegawai mampu menjalankan peraturan atau kebiasaan yang
tercipta dari budaya organisasi dalam organisasi tersebut maka kinerja akan
baik dan dapat menghasilkan produktivitas yang baik pula. Karena orang yang
menghargai organisasinya maka orang itu akan cenderung melakukan apa saja
demi terwujudnya kinerja yang baik dan akan membawa organisasi lebih baik
di masa yang akan datang. Oleh karena itu, setiap orang sebagai pelaku yang
Sumber: Robbins, 2001:265
52
melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan fungsinya sangat penting kiranya
dilakukan evaluasi kinerja.
Kinerja merupakan wujud hasil kerja yang dihasilkan oleh seseorang.
Kinerja digunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi dan sistem yang
merupakan kekuatan penting untuk mempengaruhi perilaku karyawan.
Penilaian ini mempunyai tujuan yaitu untuk memotivasi karawan dalam
mencapai tujuan organisasi. (Robbins, 2001:265).
Penelitian dalam jurnal yang dilakukan oleh Yariv (2011) menemukan
bahwa kinerja guru yang buruk memiliki banyak penyebab. Karena manajemen
dari kepala sekolah yang tidak sesuai harapan guru. Sekitar 20% dari kasus
yang ditemukan menejemen yang buruk dan kekurangan administrator
sebelumnya. Kemudian menyusul 27% kasus guru muda yang baru beberapa
tahun bekerja belum bisa menerapkan sistem pendidikan yang diterapkan
sekolah. Inkompetensi menyumbang 27% kasus, lebih banyak guru laki-laki
dan tingkat kelas yang lebih rendah memiliki inkompetensi rendah. Motivasi
rendah para guru menyumbang hampir 40% kasus.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jumari,dkk (2009) berjudul
“Pengaruh Budaya Organisasi, Efikasi diri dan Kepuasan Kerja terhadap
Kinerja Mengajar Guru SMK Negeri Kecamatan Denpasar Selatan”. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara
budaya organisasi, efikasi diri dan kepuasan kerja terhadap kinerja mengajar
guru SMK Negeri Kecamatan Denpasar Selatan.
53
Penelitian lain dilakukan oleh Insia (2009) dalam skripsinya yang
berjudul “Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan” bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara budaya organisasi dan kinerja karyawan.
Hasil yang diperoleh adalah bahwa adanya hubungan yang signifikan secara
positif antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan.
Penelitian serupa dilakukan oleh Adianto (2011) dengan disertasinya
yaitu “Perubahan Budaya Organisasi Sekolah Potensial, Standar Nasional dan
Rintisan Bertaraf Internasional (Study multi kasus pada SMP Potensial
Kepanjen 5, SMP SN Kepanjen 1 dan RSBI Kepanjen 4)” yang menggunakan
metode kualitatif menghasilkan, (1) perubahan dalam pelaksanaan norma-
norma pada sekolah potensial, standar nasional dan rintisan sekolah bertaraf
internasional, berubah menjadi lebih baik, secara menyeluruh, berkualitas
terhadap lingkungan sekolah yang bersih, tertib, rapi, sehat, indah dan nyaman
sesuai dengan aturan budaya organisasi dan tata krama yang berkembang
dalam lingkungan sekolah, (2) sikap sekolah potensial, standar nasional dan
rintisan sekolah bertaraf internasional terhadap disiplin, kerjasama, kebijakan,
lingkungan, ketertiban dan perkembangan sekolah secara menyeluruh dan
berkualitas berubah menjadi lebih baik, dan (3) kebiasaan pada sekolah
potensial, standar nasional dan rintisan sekolah bertaraf internasional berubah
menjadi lebih baik secara menyeluruh dalam kebiasaan melakukan kegiatan di
sekolah sesuai dengan aturan yang berlaku dalam budaya organisasi yang
perkembangan dilingkungan sekolah.
54
Ritchie (2000) dalam artikelnya berjudul “Organizatinal Culture: An
Examination of Its Effetct on the Internalization Process and Member
Performance” meneliti pengaruh proses inetrnalisasi budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan bank. Variabel-variabel penelitian tersebut yaitu:
Budaya organisasi, Proses internalisasi, Persepsi informasi akurat mengenai
harapan organisasi, Kesederhanaan skema organisasi, Imbalan budaya,
Kepuasan kerja, Komitmen organisasi, dan Kinerja. Hasil menunjukkan adanya
pengaruh positif terhadap sikap karyawan. Budaya organisasi yang kuat
menciptakan perasaan memiliki dan meningkatkan kinerja dan komitmen kerja.
Sulistiana (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan antara
Budaya Organisasi dengan kualitas kinerja dosen UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang”. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh bahwa
budaya organisasi kuat mencapai 22 orang atau 43.14%. Budaya organisasi
lemah sebanyak 29 orang atau 56.86%. Sedangkan untuk kategori kualitas
kinerja dosen tinggi sebanyak 12 orang atau 23.53%. Kategori kualitas kinerja
dosen berada pada tingkat sedang mencapai 31 orang atau 60.78%. Sementara
kategori kualitas kinerja rendah sebanyak 12 orang atau 23.53%. Berdasarkan
uji hipotesis dapat diperoleh hasil bahwa antara budaya organisasi dengan
kualitas kinerja dosen terjadi korelasi yang signifikan rxy = 0,507 ; sig = 0,000
< 0,05. Dengan kata lain, Semakin kuat sikap seorang dosen terhadap budaya
organisasi maka semakin tinggi tingkat kualitas kinerja dosen tersebut.
Jurnal yang ditulis oleh Liliyana, dkk (2011) yang berjudul “Pengaruh
Budaya Organisasi terhadap Motivasi Kerja, Komitmen, dan Kinerja Karyawan
55
di SMAN 9 Pontianak”. Hasil dari penelitian tersebut adalah adanya pengaruh
antara budaya organisasi, motivasi dan komitmen terhadap kinerja guru secara
signifikan dengan nilai f lebih kecil dari 0,5 yaitu 0,000 dimana nilai Beta
untuk budaya organisasi = 0,237, nilai Beta untuk motivasi = 0,172 dan nilai
Beta untuk komitmen =0,433 serta koefisien determinasi sebesar 0,523. Atau
bisa dikatakan bahwa pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi kerja guru dan
Komitmen kerja guru sebesar 52,3 %, sedangkan 47,7% dipengaruhi oleh
variabel yang tidak diteliti.
Jurnal selanjutnya berjudul “Budaya Organisasi, Kompensasi, dan
Kompetensi Pedagogik Serta Pengaruhnya terhadap Kinerja Guru” yang ditulis
oleh Habibi (2010) dengan hasil analisis statistik deskriptif variabel budaya
organisasi sekolah diperoleh mean sebesar 83,9298 dalam kategori baik atau
61,40%, kompensasi diperoleh mean sebesar 72,2544 dalam kategori baik atau
50,00%, kompetensi pedagogik diperoleh mean sebesar 85,1667 dalam
kategori baik atau sebesar 59,65% dan kinerja guru diperoleh mean sebesar
99,9737 dalam kategori tinggi atau sebesar 67,54% pada Sekolah Menengah
Kejuruan Bisnis dan Manajemen di Kota Tegal. Ada pengaruh positif
signifikan, budaya organisasi sekolah, kompensasi dan kompetensi pedagogik
terhadap kinerja guru sebesar 46,8%. Pengaruh positif ini berarti bahwa jika
budaya organisasi sekolah semakin baik, kompensasi semakin baik atau
memadai, dan kompetensi pedagogik semakin baik maka kinerja guru
meningkat.
56
Penelitian selanjutnya yang memperkuat penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti adalah “Hubungan Profesionalisme Guru dan Budaya Organisasi
Sekolah Dengan Kinerja Guru SD di Kecamatan Banjarharjo Brebes” pada
skripsi yang ditulis oleh Siswaningrum (2007). Hasil analisis menunjukan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara profesionalisme
guru dengan kinerja guru dengan nilai t hitung sebesar 2,779 dengan tingkat
signifikan sebesar 0.006. ini berarti bahwa ada hubungan antara
profesionalisme guru dengan kinerja guru. Terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara budaya organisasi sekolah dengan kinerja guru, dengan t
hitung sebesar 14,098 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000. Hal ini berarti
terdapat hubungan anatara budaya organisasi sekolah dengan kinerja guru.
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara
profesionalisme guru dan budaya organisasi sekolah dengan kinerja guru,
dengan nilai F hitung sebesar 142,701 dengan p value 0,000. Ini berarti bahwa
profesionalisme guru dan budaya organisasi sekolah secara bersama-sama
terdapat hubungan dengan kinerja guru. Hal ini menunjukan bahwa semakin
besar atau tinggi profesionalisme guru dan budaya organisasi sekolah semakin
besar atau tinggi pula kinerja gurunya.
Berbagai penjabaran dan penelitian terdahulu di atas, menurut penulis
sangat membantu untuk memperkuat penelitian yang akan dilakukan. Memang
telah banyak penelitian yang hampir serupa dengan penelitian ini, pembenda
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini hanya
berfokus pada hubungan budaya organisasi dengan kinerja guru. Tempat
57
penelitian nanti akan dilaksanakan di dua sekolah yaitu SMP Kartika IV-8 dan
SMP Kartika IV-9 Malang. Meskipun penelitian ini dilaksanakan pada dua
tempat, penelitian ini bukanlah penelitian perbandingan namun pada hasilnya
nanti bisa dibuat perbandingan hanya saja fokusnya tetap pada hubungan kedua
variabel yang diteliti.
D. Hipotesa Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan sementara yang menghubungkan dua
variabel atau lebih. Kesimpulan yang tarafnya rendah karena masih
membutuhkan pengujian secara empiris (Sugiono, 2004: 70). Adapun hipotesa
dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif antara budaya
organisasi dengan kinerja guru Sekolah Menengah Pertama Kartika IV-8 dan
Kartika IV-9 Malang.