bab ii tinjauan pustaka_ 2011ess
DESCRIPTION
bakteriTRANSCRIPT
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler, dan tidak mengandung
struktur yang dibatasi membran di dalam sitoplasmanya. Dinding sel bakteri
merupakan struktur yang unik secara biokimia. Dinding sel pada beberapa bakteri
mengandung murein, yang juga dikenal sebagai peptidoglikan atau mucopeptida.
Lapisan peptidoglikan ini tidak ditemukan pada organisme eukariotik (Atlas,
1984).
Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu
bentuk kokus (bulat), bentuk basil (silinder atau batang), dan bentuk spiral (batang
melengkung atau melingkar-lingkar). Berdasarkan struktur dan dinding sel,
bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.
Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif disajikan pada
Tabel 1 (Tortora et al., 1989).
Tabel 1 Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif
Ciri-ciri Gram-positif Gram-negatif
Struktur dinding sel :
Tebal (15 – 80 nm) Berlapis tunggal (mono)
Tipis (10 – 15 nm) Berlapis 3 (multi)
Komponen dinding sel : - Kandungan lipid dan
lipoprotein - Peptidoglikan
- Kandungan lipopolisakarida (LPS) - Asam tekoat - Toksin yang dihasilkan
Rendah Komponen utama (90% dari dinding sel) Tebal (multilayer)
Tidak ada Kebanyakan ada, terutama eksotoksin
Tinggi Jumlah sedikit (10% dari dinding sel) Tipis (single layer)
Tinggi Tidak ada, terutama indotoksin
Ketahanan terhadap pengeringan
Tinggi Rendah
Ketahanan terhadap gangguan fisik
Tinggi Rendah
Sumber : Tortora et al., 1989
6
2.2 Bakteri laut penghasil pigmen
Austin (1988) mengatakan bahwa sebagian besar bakteri yang terdapat pada
perairan laut terdiri dari bakteri Gram-negatif, sedangkan bakteri Gram-positif
sebagian besar terdapat pada sedimen. Pada umumnya, kebanyakan dari bakteri-
bakteri ini merupakan penghasil pigmen terutama pigmen kuning, oranye, atau
merah pada media padat.
2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakteriokhlorofil
Dikatakan pula kalau bakteri gram-negatif fototrof umumnya terdapat pada
permukaan perairan. Bakteri yang mengandung bakteriokhlorofil yang ditemukan
pada perairan laut, diwakili oleh lima famili, yaitu Chlorobiaceae (green sulphur
bacteria), Chromatiaceae (purple sulphur bacteria), Ectothiorhodospiraceae
(purple sulphur bacteria), Rhodospirillaceae (purple non-sulphur bacteria), dan
Thiocapsaceae (purple sulphur bacteria).
Selanjutnya Austin menyebutkan bahwa Famili Chlorobiaceae, yang
terdapat pada perairan laut adalah Chlorobium dan Prosthecochloris. Chlorobium
adalah bakteri an-aerob yang tidak dapat bergerak, berbentuk batang lurus atau
melengkung dengan vakuola yang tidak mengandung gas, mengandung pigmen
bakteriokhlorofil c, d, atau e, dan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene.
Pigmen-pigmen ini menyebabkan massa sel berwarna dari kuning – hijau – coklat,
yang terkandung pada vesikel yang terdapat di bawah dan melekat pada membran
sitoplasma (Gambar 1). Chlorobium yang terisolasi dari perairan laut adalah C.
limicola dan C. vibrioforme. Genus kedua adalah Prosthecochloris, yang
berbentuk bulat dan mengandung pigmen bakteriokhlorofil c atau e bersama-sama
dengan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene yang terdapat pada vesikel.
Prosthecochloris yang terisolasi dari lumpur pantai dan estuari adalah P. aestuarii
dan P. phaeoasteroidea.
Sedangkan Famili Chromatiaceae yang terdapat pada perairan laut adalah
Chromatium, Thiocystis dan Thiospirillum. Chromatium merupakan bakteri an-
aerob, tidak mempunyai vakuola, berbentuk batang dan menghasilkan lendir,
dapat bergerak dengan flagella polar. Memerlukan hidrogen sulfida untuk
fotosintesis, sedangkan sulfur yang dihasilkan disimpan pada sel intraseluler.
Massa sel berwarna purple atau coklat. Thiocystis merupakan bakteri yang
7
berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 3,0 µm, mengandung okenone dan atau
rhodopinal sebagai karotenoid yang memberikan warna purple – violet – merah
pada massa sel. Thiocystis yang ditemukan pada perairan dan lumpur pantai yang
mengandung hidrogen sulfida adalah T. gelatinosa dan T. violacea. Thiospirillum
jenense berbentuk spiral, mengandung likopene dan rhodopin sebagai karotenoid,
dan menyebabkan massa sel berwarna oranye – coklat.
Genus Ectothiorhodospira merupakan bakteri an-aerob yang berbentuk
spiral, sel tidak mempunyai vakuola, yang jika dapat bergerak karena memiliki
flagella polar. Bakteriokhlorofil a atau b terdapat pada stacked membrane
(Gambar 1), dan massa sel berwarna hijau atau merah. Hidrogen sulfida dioksidasi
selama fotosintesis dan melepaskan sulfur yang kemudian disimpan pada bagian
luar sel. Yang ditemukan pada perairan pantai adalah E. halochloris, E. halophila
dan E. mobilis (Truper dan Imhoff, 1981 in Austin, 1988).
Famili Rhodospirillaceae meliputi Rhodocyclus, Rhodomicrobium,
Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum. Dari genus Rhodocyclus, contohnya
adalah R. purpureus, merupakan bakteri mikro-aerofilik, tidak bergerak,
merupakan sel dengan pigmen purple – violet. Karotenoid meliputi rhodopin dan
rhodopinal. Pigmen fotosintesis terdapat pada membran intrasitoplasma, tersusun
seperti tabung (Gambar 1) (Truper dan Pfennig, 1981 in Austin, 1988).
Rhodomicrobium, meliputi R. vannielii, merupakan bakteri Gram-negatif yang an-
aerob, mampu melakukan metabolisme oksidasi pada kondisi mikro-aerofilik dan
aerobik. Organisme ini memiliki sebuah sistem membran lamellar (Gambar 1),
mengandung bakteriokhlorofil a, karotenoid grup I dan β-karoten (Moore, 1981 in
Austin, 1988). Rhodopseudomonas mempunyai dua spesies yang telah diisolasi
dari air laut, yaitu R. marina (Imhoff, 1983 in Austin, 1988) dan R. sulfidophila
(Hansen dan Veldkamp, 1973 in Austin, 1988). Bakteri ini dikenal sebagai purple
non-sulphur bacteria, toleran terhadap konsentrasi sulfida yang rendah yang tidak
dioksidasi menjadi sulfat, tetapi dioksidasi menjadi thiosulfat dan sulfur. Bakteri
berbentuk batang pendek, bergerak dengan flagella polar. Pigmen fotosintesis,
yaitu bakteriokhlorofil a dan karotenoid dari spirilloxanthine, yang terdapat pada
membran intrasitoplasma, tersusun seperti stacks (Gambar 1) dan terletak sejajar
dengan membran sitoplasma. Rhodospirillum, merupakan obligat halofilik,
8
contohnya adalah spesies R. salexigens, bakteri Gram-negatif, berbentuk spiral
atau melengkung yang bergerak dengan flagella bipolar. Pigmen utama adalah
bakteriokhlorofil a dan spirilloxanthine yang terdapat pada membran
intrasitoplasma, tersusun sejajar dengan membran sitoplasma (Drews, 1981 in
Austin, 1988).
Dari genus Thiocapsa, yang ditemukan pada lumpur estuarin dan lumpur
pantai adalah T. pfennigii dan T. roseopersicina. Sel bakteri berbentuk bulat
dengan diameter 1,2 – 3,0 µm, tidak mempunyai vakuola, tidak bergerak, pigmen
sel terdiri dari orange – coklat – pink – merah. Karotenoid merupakan
spirilloxanthine dan tetrahydrospirilloxanthine. Bersama dengan bakteriokhlorofil
a dan b, pigmen terdapat pada membran intrasitoplasma yang berbentuk vesicular
atau tube (Gambar 1) (Austin, 1988).
Keterangan :
1 = tubes, ditemukan pada Rhodocyclus, Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum; 2 = bundled tubes seperti yang ditemukan pada Thiocapsa; 3 = stacks, ditemukan pada Ectothiorhodospira dan Rhodospirillum; 4 = membran seperti pada Rhodomicrobium dan Rhodopseudomonas; 5 = vesicle, yang umum pada Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum, Thiocapsa dan Thiospirillum. Gambar 1 Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri
fotosintesis (Austin, 1988).
Dua genera yang lain, yaitu Chloroherpeton dan Erythrobacter.
Chloroherpeton, yang hanya satu spesies, yaitu C. thalassium, merupakan bakteri
9
Gram-negatif, berbentuk batang panjang, merupakan organisme green sulphur,
gliding dan obligat fototrof, mempunyai pigmen bakteriokhlorofil c dan sedikit
bakteriokhlorofil a bersama γ - karoten, memerlukan CO2
dan sulfida untuk
tumbuh. Sulfur disimpan di luar sel (Gibson et al., 1984 in Austin, 1988).
Erythrobacter, dengan spesies E. longus, tidak tumbuh secara fototrofik. Tetapi
selnya mengandung bakteriokhlorofil a, berbentuk batang oval, bergerak dengan
flagella sub-polar, aerobik, memerlukan biotin, memproduksi katalase, oksidase
dan fosfatase, menguraikan gelatin, menggunakan atau memanfaatkan glukosa,
asetat, butirat, glutamat dan piruvat sebagai sumber karbon (Shiba dan Simidu,
1982 in Austin, 1988).
2.2.2 Bakteri Gram-negatif, aerobik, berbentuk batang dan kokus
Organisme halofilik, yang memerlukan 15% NaCl, merupakan famili
Halobacteriaceae, dan terdapat pada lingkungan lautan adalah Halobacterium dan
Halococcus. Halobacterium yang terisolasi dari laut adalah H. denitrificans, H.
mediterranei, H. pharmaconis, H. saccharovorum, H. salinarium, H. sodomense
dan H. volcanii. Halobacterium merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk
batang, dapat bergerak atau tidak, memiliki metabolisme respiratory, dan
memproduksi katalase dan oksidase. Bakteri ini menghasilkan koloni berwarna
pink, merah, atau oranye. Pertumbuhan terbaik pada NaCl 20 - 26 %. Ciri-ciri
yang sama juga dilaporkan pada Halococcus, yang terisolasi dari laut dan
diklasifikasikan sebagai H. morrhuae merupakan bakteri yang menghasilkan
pigmen pink, merah atau oranye, Gram-negatif tidak bergerak, berbentuk kokus
dan memproduksi katalase dan oksidase. Pembelahan sel dengan septasi.
Metabolisme dengan respiratory (Larsen, 1984 in Austin, 1988).
Alteromonas, merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang yang
bergerak dengan flagellum tunggal yang polar. Bakteri ini melakukan
metabolisme secara respiratif, serta ditemukan pada perairan pantai dan lautan
terbuka. A. rubra membentuk pigmen warna merah, A. aurantia menghasilkan
pigmen warna oranye, A. citrea menghasilkan pigmen warna kuning lemon dan A.
luteoviolacea berwarna violet (Baumann et al., 1984a in Austin, 1988).
10
Genera Chromobacterium dan Janthinobacterium merupakan bakteri
aerobik berpigmen purple, berbentuk batang, Gram-negatif, dan bergerak dengan
flagellum tunggal yang polar. Janthinobacterium lividum terdapat dalam jumlah
yang rendah pada perairan pantai (Austin, 1988).
2.2.3 Bakteri Gram-negatif, fakultatif an-aerobik, berbentuk batang
Serratia rubidea berpigmen merah, Gram-negatif, berbentuk batang, yang
menghasilkan katalase tetapi tidak oksidase, bergerak dengan flagella peritrichous
(Grimont dan Grimont, 1984).
Vibrio merupakan genus bakteri yang banyak ditemukan pada perairan
pantai dan estuarin. Berbentuk batang, menghasilkan katalase dan oksidase,
fermentatif, bergerak dengan flagella polar. V. fischeri merupakan bakteri yang
memancarkan cahaya, berpigmen oranye kekuningan. V. gazogenes menghasilkan
koloni dengan warna merah, Vibrio nigripulchritudo menghasilkan koloni dengan
pigmen biru kehitaman (Austin, 1988).
2.2.4 Bakteri Gram-negatif, an-aerobik, berbentuk batang dan kokus
Menurut Austin, 1988 dari famili Desulfurococcaceae, yang ditemukan di
laut dan menghasilkan pigmen adalah Desulfuromonas. Contoh bakteri ini adalah
D. acetoxidans, dengan ciri-ciri antara lain berbentuk batang, bergerak dengan
flagellum tunggal yang polar, membentuk koloni yang mengandung pigmen
peach – pink.
2.3 Pertumbuhan bakteri
Pada umumnya pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan secara
teratur pada semua komponen-komponen kimiawi sel dan struktur sel. Kecepatan
pertumbuhan untuk sistem uniseluler didefinisikan sebagai peningkatan jumlah sel
atau massa sel per satuan waktu. Setiap terjadi pembelahan sel disebut dengan
satu generasi, waktu yang diperlukan untuk pembelahan disebut waktu generasi.
Waktu generasi bervariasi antara mikroorganisme : biasanya bakteri memerlukan
satu sampai tiga jam untuk membelah diri tetapi ada juga yang hanya memerlukan
10 – 20 menit sedangkan mikroba yang lain memerlukan waktu 24 jam atau
lebih (Middelbeek et al., 1992 a).
11
Bakteri dapat tumbuh pada sistem tertutup, yang dikenal sebagai batch
culture atau pada sistem terbuka, dimana proses berlangsung secara kontinu. Pada
sistem terbuka, pertumbuhan dikontrol dengan menambahkan nutrien segar dan
membuang medium sisa dan sel-sel dari wadah pertumbuhan.
2.3.1 Siklus pertumbuhan
Pertumbuhan suatu populasi bakteri pada sistem tertutup hanya terwakili
pada tahap atau fase eksponensial (Gambar 2). Pertumbuhan bakteri dapat
dinyatakan secara grafik dengan menggunakan data hasil pengukuran populasi
bakteri yang hidup dalam kultur media cair pada selang waktu yang tetap.
Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase (tahap) yaitu : (1) tahap ancang-
ancang (lag phase), (2) tahap eksponensial (logaritmic phase), (3) tahap
stasioner (stationair phase) dan (4) tahap kematian (death phase) (Middelbeek et
al., 1992 a
Pada lag phase, tidak ada peningkatan jumlah sel atau turbiditas karena
bakteri sedang beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kemungkinan
medium tidak optimal untuk organisme sehingga organisme perlu mensintesa
enzym agar mampu menggunakan substrat sebagai sumber energi atau untuk
sintesis material sel. Selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya suatu
perubahan jumlah sel (Sa’id, 1987).
).
Schlegel dan Schmidt (1994) menjelaskan bahwa, tahap ancang-ancang
mencakup interval waktu antara saat penanaman dan saat tercapainya kecepatan
pembelahan maksimum. Lamanya tahap ancang-ancang tergantung dari
konsentrasi awal, umur, bahan yang ditanam dan sifat medium pertumbuhan.
Dikatakannya pula bahwa tahap pertumbuhan eksponensial atau logaritmik
ditandai oleh kecepatan pembelahan maksimum yang konstan. Kecepatan
pembelahan pada fase logaritmik bersifat spesifik untuk tiap jenis bakteri dan
tergantung pada kondisi lingkungan, misalnya suhu dan komposisi medium kultur
(Middelbeek et al., 1992a). Karena kecepatan pembelahan diri relatif konstan pada
tahap logaritmik, maka dapat digunakan untuk mempelajari pengaruh faktor-
faktor lingkungan (pH, potensial redoks, suhu, aerasi, dan sebagainya) terhadap
12
pertumbuhan dan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme menggunakan
berbagai substrat.
Y
(3)
(2) (4)
(1)
X
Keterangan : X Waktu inkubasi Y Jumlah sel bakteri (1) Tahap ancang-ancang (2) Tahap eksponensial (3) Tahap stasioner
(4) Tahap menuju kematian
Gambar 2 Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994).
Secara matematis, pertumbuhan eksponensial dapat didekati dengan dua
cara. Pendekatan pertama dengan menentukan jumlah awal sel. Perubahan jumlah
sel karena pembelahan atau pertumbuhan, diekspresikan dengan persamaan
(Middelbeek et al., 1992a
Nt = No . 2
) :
Log Nt = log No + n log 2
n
n/t = (log Nt – log No) / t log 2
dimana : Nt = jumlah sel setelah waktu tertentu No = jumlah awal sel N = banyaknya pembelahan
n/t = banyaknya pembelahan per satuan waktu yang disebut juga dengan konstanta kecepatan pertumbuhan (k)
Pendekatan lain adalah dengan menggambarkan kecepatan pertumbuhan
populasi sebagai suatu reaksi autokatalitik. Kecepatan reaksi katalis tergantung
pada banyaknya katalis. Pada kasus ini, biomassa merupakan katalis yang
sebenarnya, dan kecepatan produksi biomassa tergantung pada banyaknya
13
biomassa pada waktu tertentu. Pertumbuhan eksponensial dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (Middelbeek et al., 1992 a
Banyaknya biomassa pada satuan waktu tertentu : Xt = Xo . e
) : dx/dt = µ.X
Kecepatan pertumbuhan spesifik adalah : µ = (ln Xt – ln Xo) / t
µt
dimana : dx/dt = kecepatan pertumbuhan µ = kecepatan pertumbuhan spesifik X = banyaknya biomassa
Tahap stasioner dimulai ketika sel-sel sudah tidak tumbuh lagi. Kecepatan
pertumbuhan tergantung dari kadar substrat. Menurunnya kecepatan pertumbuhan
sudah terjadi ketika kadar substrat berkurang sebelum substrat habis terpakai.
Penurunan kecepatan pertumbuhan juga disebabkan oleh kepadatan populasi yang
tinggi, tekanan parsial oksigen yang rendah dan timbunan produk metabolisme
yang bersifat toksik (mengintroduksi tahap stasioner). Pada tahap stasioner bahan-
bahan simpanan masih dapat digunakan, sebagian ribosom dapat diuraikan dan
masih ada pembentukan enzim. Selama energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan sel-sel masih dapat diperoleh dengan respirasi bahan simpanan
dan protein, bakteri masih mampu mempertahankan hidupnya untuk masa yang
cukup panjang. Masa bakteri yang dicapai pada tahap stasioner dinamakan hasil
atau keuntungan.
Tahap kematian dan sebab-sebab kematian sel bakteri dalam larutan biak
normal belum banyak diteliti. Pada tahap ini terjadi penimbunan asam misalnya
pada bakteri Escherichia coli dan Lactobacillus sp. Jumlah sel hidup dapat
berkurang secara eksponensial. Ada kemungkinan sel-sel diuraikan kembali oleh
enzim yang dihasilkan sendiri oleh sel (autolisis).
2.3.2 Pengaruh faktor lingkungan pada pertumbuhan
Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri
yaitu faktor-faktor fisika dan faktor-faktor kimia. Faktor-faktor fisika yang
mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain yaitu suhu, ketersediaan air, pH,
tekanan hidrostatik dan cahaya (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992). Faktor-
faktor kimia sebagai sumber nutrisi yang juga mempengaruhi pertumbuhan yaitu
makro nutrien (C, O, N, H, P dan S), mikro nutrien atau trace element (Mn, Zn,
14
Co, Mo, Ni, Cu, dan Cl) dan faktor-faktor pertumbuhan (Middelbeek et al.,
1992b
Faktor Fisiko Kimiawi
).
(1) Suhu
Pengaruh suhu pada kecepatan pertumbuhan bakteri sebagian
menggambarkan pengaruh suhu pada kecepatan reaksi-reaksi (bio)kimia.
Berdasarkan toleransi suhu pertumbuhan, bakteri dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok : Psikrofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu yang
rendah, pada perairan Arctic dan Antarctic (di bawah 0oC), perairan laut dengan
suhu 1oC sampai 5oC. Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri psikrofil adalah
15oC atau lebih rendah dan suhu minimum 0oC. Bakteri fakultatif psikrofil atau
psikrotrop yaitu bakteri yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan pada 25oC
sampai 30oC dan suhu maksimum pertumbuhan pada 35oC. Mesofil, yaitu bakteri
yang hidup pada manusia dan hewan berdarah panas, pada daratan dan perairan di
daerah beriklim sedang dan tropis. Kisaran suhu bagi bakteri mesofil adalah 20oC
dan 40oC, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC. Thermofil,
yaitu bakteri yang pertumbuhannya optimum pada suhu 50oC sampai 70o
(2) pH
C
(Middelbeek dan Drijver-de Haas, 1992).
Semua mikroorganisme mempunyai kisaran pH tertentu dimana mereka
dapat tumbuh dan biasanya pada kisaran itu merupakan pH optimum dimana
mereka tumbuh dengan sangat baik. Pada umumnya bakteri tumbuh baik pada
kisaran pH 6,5 - 7,5.
Nilai pH air laut berkisar antara 7,5 dan 8,5 (Austin, 1988). Pada bakteri
yang dibiakkan di laboratorium, pH medium merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Selain itu, pH
medium juga sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme dari bakteri, oleh sebab
itu pH medium mempunyai kecenderungan berubah.
Pada proses fermentasi, bakteri menghasilkan asam organik (asam laktat,
asam asetat dan lain-lain) dan amonia yang dilepaskan ke medium saat asam
amino terfermentasi, sehingga pH medium mempunyai kecenderungan berubah.
Bila amonia adalah sumber nitrogen, maka pH cenderung menurun. Amonia pada
15
larutan (di bawah pH 9) berbentuk NH4+; mikroorganisme kemudian
menggabungkannya dengan sel sebagai R-NH3+, dimana R adalah suatu gugus
karbon. Pada saat proses fermentasi berlangsung, sebuah ion H+ tertinggal di
dalam medium. Bila nitrat adalah sumber nitrogen, maka ion-ion nitrogen diambil
dari medium untuk mereduksi NO3 menjadi R-NH3+
(3) Cahaya
, dan pH cenderung naik.
Untuk mempertahankan pH medium, dapat ditambahkan asam chlorida atau
natrium hidroksida.
Persyaratan cahaya hanya penting untuk pertumbuhan mikroorganisme
fotosintetik. Untuk mendapatkan pertumbuhan mikroorganisme fototropik dari
jenis yang berbeda, harus menggunakan cahaya dengan panjang gelombang yang
tepat. Eukariot dan alga biru hijau mengabsorbsi cahaya pada spektrum merah
terakhir sedangkan bakteri fotosintetik pada spektrum infra merah (Middelbeek et
al., 1992b
Cahaya dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri dan dapat juga
menyebabkan kematian. Banyak dari mikroorganisme mempunyai komponen-
komponen sel yang sensitif terhadap cahaya. Komponen-komponen sel yang
menyerap cahaya yaitu sitokhrom, flavin dan khlorofil menjadi aktif ketika
menyerap cahaya dan menghasilkan energi yang lebih tinggi. Mereka kemudian
dapat mengembalikan energi tersebut seperti semula melalui pemancaran cahaya
(fluorescens) atau mentransfer energi ke komponen sel yang lain. Transfer energi
dapat menguntungkan organisme (fotosintesis) tetapi dapat juga merusak
organisme. Pada kasus yang terakhir, ada dua mekanisme yang menimbulkan
pengaruh berbahaya, salah satunya adalah molekuler oksigen. Kerusakan karena
oksigen bebas disebabkan oleh pembentukan radikal bebas (O
).
2-
(4) Unsur-unsur nutrisi
) yang sangat
reaktif dan destruktif (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992).
Bakteri seperti organisme lain agar dapat tumbuh memerlukan nutrisi
esensial tertentu dari medium tempat hidup. Nutrisi esensial dibagi dalam dua
kelompok, yaitu nutrien yang diperlukan sebagai suplai energi untuk tumbuh dan
nutrien yang diperlukan sebagai suplai elemen-elemen kimia yang diperlukan
untuk biosintesis. Dari berbagai bentuk energi yang tersedia, bakteri dapat
16
menggunakan energi kimia dan cahaya untuk tumbuh (Sokatch, 1973). Nutrien
yang diperlukan dalam jumlah yang cukup besar dan yang merupakan bagian
terbesar dari berat kering dalam sel, disebut dengan makro nutrien. Yang termasuk
dalam makro nutrien adalah C (50 %), O (20 %), N (14 %), H (8 %), P (3 %), dan
S (1 %) serta K, Na, Ca, Mg dan Fe (Middelbeek et al., 1992b
Elemen-elemen yang disebut sebagai mikronutrien atau disebut juga trace
element adalah Mn, Zn, Co, Mo, Ni, Cu dan Cl. Biasanya trace element
diperlukan sebagai kofaktor enzim atau sebagai aktivator.
).
Kelompok nutrien yang merupakan bahan-bahan organik yang tidak dapat
disintesis oleh sel bakteri disebut faktor-faktor pertumbuhan, oleh sebab itu
medium pertumbuhan harus mengandung kelompok nutrien ini. Berdasarkan
struktur kimiawi dan fungsi metaboliknya, faktor pertumbuhan dibagi dalam tiga
kelompok (Middelbeek et al., 1992b
Berdasarkan kebutuhan nutrisinya baik sebagai sumber energi maupun
sebagai sumber karbon, organisme diklasifikasikan oleh Middelbeek et al. (1992
), yaitu : asam amino, sebagai unsur pokok
protein; purin dan pirimidin, sebagai unsur pokok asam nukleat; dan vitamin,
merupakan senyawa organik yang diperlukan sebagai kofaktor oleh enzim. Asam
amino, purin dan pirimidin diperlukan dalam jumlah yang cukup besar, karena
merupakan unsur pembentuk untuk sintesis biopolimer. Vitamin diperlukan dalam
jumlah yang kecil karena merupakan kofaktor bagi enzim.
b
- Fototrof, bila cahaya merupakan sumber utama energi.
)
sebagai berikut :
- Kemotrof, bila bahan kimiawi merupakan sumber utama energi.
- Autotrof, bila bahan anorganik merupakan sumber utama karbon.
- Heterotrof, bila bahan organik merupakan sumber utama karbon.
Dengan mengkombinasikan kelompok organisme tersebut di atas, dapat
dibentuk empat kelompok organisme yang lain, yaitu :
- Fotoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai
sumber energi dan CO2
- Fotoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai
sumber energi dan senyawa organik sebagai sumber karbon.
sebagai sumber karbon.
17
- Kemoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi
sebagai sumber energi dan CO2
- Kemoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi
sebagai sumber energi dan bahan organik sebagai sumber karbon.
sebagai sumber karbon.
Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dapat dibedakan atas bakteri aerob,
yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidup dan bakteri an-aerob, yaitu
bakteri yang tidak mampu menggunakan oksigen. Bakteri aerob dapat dibagi
dalam tiga kelompok yaitu bakteri aerob obligat, fakultatif, dan mikroaerofilik.
Bakteri aerob obligat memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, tetapi tidak
dapat tumbuh bila konsentrasi oksigen melebihi konsentrasi oksigen atmosfir (>
20%). Bakteri aerob fakultatif tidak memerlukan oksigen tetapi dapat tumbuh
dengan baik bila oksigen tersedia. Bakteri aerob mikroaerofilik memerlukan
oksigen tetapi dengan konsentrasi yang lebih rendah dari konsentrasi oksigen
atmosfir (2 – 10 % v/v). Bakteri an-aerob dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu
bakteri an-aerob obligat dan bakteri an-aerob aerotoleran. Pada bakteri an-aerob
obligat, adanya oksigen dalam media pertumbuhannya merupakan racun dan
berbahaya bagi bakteri tersebut. Bakteri an-aerob aerotoleran yaitu bakteri yang
tidak dapat menggunakan oksigen untuk pertumbuhannya tetapi dapat
mentoleransi adanya oksigen (Tortora et al., 1989; Middelbeek et al., 1992).
2.3.3 Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri
Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui berbagai
respon pertumbuhan mikroorganisme dalam berbagai media atau pada kondisi
yang berbeda-beda sehingga dapat digunakan dalam menilai daya dukung suatu
medium tertentu untuk menunjang pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1986).
Beberapa teknik untuk mengukur pertumbuhan mikroorganisme disajikan pada
Tabel 2.
Pertumbuhan populasi sel disertai juga dengan peningkatan total massa sel.
Pengukuran massa sel dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung
(Jenkins, 1992). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur massa sel
secara langsung adalah dengan menentukan berat kering sel. Pengukuran berat
kering massa sel meliputi tiga tahap, yaitu : pemisahan organisme dari medium,
pencucian sel dan pengeringan biomassa. Organisme dapat dipisahkan dari
18
medium dengan filtrasi atau dengan sentrifugasi. Pencucian biomassa harus
dilakukan sedemikian rupa agar tidak terjadi lisis pada organisme karena pecah
akibat osmosis. Pengeringan biomassa biasanya dilakukan pada suhu 80oC selama
24 jam atau 110o
BK (g/l) = -
x 10
C selama 8 jam (Jenkins, 1992). Berat Kering (BK) sel diperoleh
dengan cara sebagai berikut :
3
Pengukuran massa sel secara tidak langsung didasarkan pada kenyataan
bahwa sel bakteri memencarkan kembali cahaya yang membentur sel. Teknik
pengukuran ini merupakan teknik yang lebih cepat dan sensitif. Jumlah cahaya
yang tersebar adalah sebanding dengan konsentrasi sel yang ada. Banyaknya
cahaya yang menyebar dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer.
Dalam hal ini cahaya yang terukur sebanding dengan konsentrasi sel bakteri pada
tingkat absorbans yang rendah. Absorbans (A) didefinisikan sebagai logaritma
dari perbandingan antara intensitas cahaya yang melewati suspensi (Io) dengan
cahaya yang dipencarkan oleh suspensi (I), atau A = log(Io/I) (Jenkins, 1992).
l
Tabel 2 Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri
Metode Beberapa penetapan
Hitungan mikroskopik Perhitungan bakteri dalam susu dan vaksin
Hitungan cawan Perhitungan bakteri dalam susu, air, makanan, tanah, biakan dan sebagainya
Membran atau filter molekuler Sama seperti hitungan cawan
Pengukuran kekeruhan Uji mikrobiologis, pendugaan hasil panen sel, biakan, atau suspensi berair
Penentuan nitrogen Pengukuran panen sel dari suspensi biakan kental untuk digunakan pada penelitian mengenai metabolisme
Penentuan berat kering Sama seperti penentuan nitrogen
Pengukuran aktivitas biokimia Uji mikrobiologis
Sumber : Pelczar dan Chan, 1986
2.4 Pewarna alami
Pewarna alami dalam sistem biologi didefinisikan sebagai pewarna yang
terbentuk dan terakumulasi dalam atau dikeluarkan dari sel hidup (Hendry, 1992).
Pewarna yang terdapat pada sistem biologi dapat diklasifikasikan berdasarkan
19
jenis dari organisme (hewan, tumbuhan atau bakteri) penghasil pewarna tersebut.
Sehubungan dengan pewarna makanan, bakteri, fungi sel tunggal dan fungi
sederhana bersama-sama dengan alga sel tunggal dan juga zooplankton sederhana
dapat menjadi sumber pewarna baru karena potensinya untuk dieksploitasi dengan
teknik kultur. Pigmen dari organisme yang lebih tinggi seperti hewan, tumbuhan
dan fungi, lebih kecil kemungkinan untuk dieksploitasi karena struktur pigmennya
yang kompleks dengan jaringan sel yang kuat atau karena pigmen dari organisme
yang lebih tinggi hanya terbentuk pada saat-saat kritis dari perkembangan
organisme dalam suatu siklus hidup yang kompleks. Sebagai contoh, pigmen yang
berfungsi sebagai bahan perangsang dalam reproduksi seksual yang terbentuk
hanya setelah aspek-aspek lain dari siklus hidup selesai.
Klasifikasi pigmen pada sistem biologi menurut Hendry (1992) adalah
sebagai berikut :
(1) Tumbuh-tumbuhan termasuk alga
Pigmen dari tumbuhan merupakan penyumbang terbesar pewarna alami,
namun kisaran atau variasi pigmen yang terdapat pada tumbuhan adalah kecil.
Pewarna dominan yang berasal dari tumbuhan darat adalah khlorofil (2 jenis),
karotenoid (4 – 5 jenis) dari flavonoid (3 jenis). Dari lautan, terdapat 4 jenis
khlorofil yang umum, 6 atau 7 karotenoid dan 2 bentuk phycobilin. Kontribusi
pigmen lainnya dari tumbuhan, termasuk betalain, melanin, anthraquinon,
naphthaquinon, karoten yang tidak umum, xanthofil dan beberapa flavonoid yang
relatif tidak signifikan bila dilihat secara global. Pigmen-pigmen yang terdapat
pada tumbuhan termasuk alga disajikan pada Tabel 3.
(2) Hewan vertebrata
Pada hewan vertebrata, kelas-kelas yang menghasilkan pewarna adalah
burung, amphibi, ikan bertulang dan beberapa reptil. Pigmen tersebut disajikan
pada Tabel 4.
(3) Hewan invertebrata
Distribusi pigmen pada hewan lebih rendah lebih besar daripada vertebrata
dan merupakan saingan tumbuhan lebih tinggi dalam variasi.
20
Tabel 3 Pigmen pada tumbuhan dan alga
Pigmen Contoh Terdapat pada
Khlorofil a b c, d
Semua organisme eukariot yang berfotosintesis Semua tumbuhan darat, beberapa alga Alga coklat dan lainnya
Phycobilin Phycocyanin Phycoerythrin
Alga biru –hijau dan lainnya Alga merah dan lainnya
Karotenoid Lutein β-caroten Violaxanthin Neoxanthin Fucoxanthin
Xanthofil lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik Karoten lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Alga coklat dan lainnya
Anthocyanidin Cyanidin Pelargonidin Delphinidin
Yang paling umum anthicyanidin, tersebar luas pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi
Betalain Betacyanin Tersebar luas tetapi terbatas pada satu ordo timbuhan
Sumber : Hendry, 1992
Tabel 4 Pigmen pada vertebrata
Kelas Pigmen
Mamalia Terutama melanin Burung (termasuk telurnya) Melamin
Karotenoid Tetrapyrrole
Reptil dan Amfibi dan ikan bertulang
Melanin Karotenoid Pterin Riboflavin
Ikan bertulang rawan Melanin Sumber : Hendry, 1992
(4) Fungi
Fungi, terutama fungi sel tunggal yang lebih sederhana dapat diambil untuk
kultur skala besar, mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber pigmen
alami.
(5) Bakteri
Pada umumnya bakteri mengandung banyak pigmen yang sama atau identik
dengan pigmen dari organisme yang lebih kompleks terutama tumbuhan. Klorofil
dari bakteri berbeda dengan klorofil tumbuhan dalam reduksi satu ikatan rangkap.
21
Karotenoid dari bakteri mempunyai ciri tersendiri yang berbeda tetapi secara
struktural dan biosintetik berhubungan erat dengan karotenoid dari tumbuhan dan
hewan. Kebanyakan bakteri baik fotosintetik maupun non-fotosintetik juga
mengandung β- dan γ-karoten.
2.4.1 Pewarna makanan
Pada umumnya pewarna makanan dapat dibagi dalam tiga kategori utama
(Bauernfeind, 1981), yaitu :
(a) Pewarna organik alami yang berasal dari tumbuhan atau hewan, diekstrak dari
alam atau senyawa-senyawa identik yang dihasilkan melalui sintesis kimiawi.
(b) Pewarna inorganik yang diambil dari alam atau dihasilkan secara sintetis.
(c) Pewarna buatan, yaitu senyawa-senyawa sintetis yang tidak berasal dari alam
atau tidak terdapat pada makanan yang dikonsumsi.
Secara kimiawi menurut Bauernfeind (1981) pewarna makanan alami dapat
dibagi menjadi beberapa grup, yaitu :
(a) Derivat isoprenoid (warna-warna karotenoid)
(b) Derivat tetrapyrrol (warna-warna klorofil dan heme)
(c) Derivat benzopiran (anthosianin dan flavonoid)
(d) Senyawa betalain (warna betanin dan yang berhubungan)
(e) Flavin (seperti riboflavin)
(f) Pigmen inorganik
Alasan ditambahkannya pewarna pada makanan menurut Henry (1992)
antara lain adalah untuk memperkuat warna pada makanan, memastikan
keseragaman warna makanan, memulihkan warna awal makanan yang berubah
karena pengaruh pengolahan, dan untuk memberi warna pada makanan tertentu
yang sebenarnya tidak berwarna.
Pewarna alami untuk makanan merupakan kelompok pewarna yang berbeda-
beda karakteristik solubilitas dan stabilitasnya. Oleh sebab itu setiap pewarna
tersedia dalam beberapa bentuk aplikasi yang berbeda, yang diformulasikan agar
pewarna sesuai dengan sistem makanan tertentu. Suatu bentuk aplikasi produk
pewarna adalah suatu formula yang memungkinkan bahan tambahan pangan
dengan mudah dan efisien tercampur dalam produk-produk makanan. Beberapa
faktor yang berhubungan dengan bentuk aplikasi yang harus dipertimbangkan
22
oleh ahli teknologi pangan adalah solubilitas, bentuk fisik, pH, kualitas
mikrobiologis dan bahan-bahan lain (Henry, 1992).
Karakteristik pewarna makanan yang baik menurut Bauernfeind (1981)
adalah sebagai berikut :
(1) Tidak toksik dan tidak bersifat karsinogenik pada berbagai level; tidak
mengandung bahan-bahan yang toksik.
(2) Kemampuan larut (solubilitas) dan kemampuan menyebar yang baik agar
dapat menyatu dengan produk-produk makanan dengan dasar air dan lemak.
(3) Tidak memberikan rasa atau bau yang berbeda terhadap produk-produk
makanan.
(4) Harus stabil terhadap cahaya, terhadap kisaran pH yang luas terutama pH 2 -
8, pada suhu panas, dan selama penyimpanan dan perlakuan sebelum
dikonsumsi.
(5) Tidak bereaksi dengan trace element atau dengan oxidizing atau bahan-
bahan pereduksi.
(6) Harus seragam pada tiap bagian dan dapat dimonitor baik dalam bentuk
konsentrat maupun dalam makanan dengan teknik analitis.
(7) Tersedia luas dan relatif ekonomis untuk digunakan pada makanan.
(8) Disetujui dan sesuai dengan spesifikasi pemerintah dan lebih baik bila
mempunyai status yang disetujui secara internasional.