bab ii tinjauan pustaka 2.1 bilirubin total 2.1.1...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bilirubin Total
2.1.1 Defenisi
Bilirubin adalah pigmen berwarna kuning yang merupakan produk utama
dari hasil perombakan heme dari hemoglobin yang terjadi akibat perombakan sel
darah merah oleh sel retikuloendetel. Bilirubin juga merupakan hasil dari reaksi
katabolisme enzimatik biliverdin reduktase.
Bilirubin Total adalah hasil metabolisme dari hemoglobin. Penetapan kadar
bilirubin total digunakan untuk melihat atau memonitori kegagalan fungsi hati
atau kandung empedu. Metabolisme bilirubin dimulai dari proses perombakan sel
darah merah oleh sel fagosit. Sel darah merah yang terdiri dari hemaglobin
dirombak menjadi globin dan heme. Heme dikonfersi menjadi bilirubin, yang
kemudian dibawa oleh albumin kedalam darah menuju hati. Didalam hati
sebagian bilirubin dikonjugasi dengan glocuronide sebelum dipisahkan dalam
empedu.
Pemeriksaan Bilirubin Total merupakan pengukuran jumlah total bilirubin
dalam darah, meliputi bilirubin tak terkonjugasi dan terkonjugasi. Bilirubin
dibentuk dari pemecahan haem pada sistem retikuloendotelial. Bilirubin akan
terikat dengan albumin dan bersikulasi dalam darah, kemudian dikonjugasi dan
sekresi oleh hati. Bilirubin terkonjugasi bersifat larutan di dalam air, sehingga
dapat ditemukan di dalam urin. Sementara, bilirubin tak terkonjugasi tidak dapat
larut dalam air (Ganda, 2011).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
7
Deteksi berbagai kondisi seperti : penyakit hepatobilier, hepatitis, sirosis,
dan penyakit hati lainnya, malnutrisi dan anoreksia, anemia pernisiosa, anemia
hemolitik, neonatal jaundice, hematoma (Makay, 2016).
2.1.2 Pembentukan Bilirubin
Dalam keadaan fisiologis masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari,
eritrosit mengalami lisis 1-2 x 108 setiap jam nya pada seorang dewasa dengan
berat badan 70 kg, dimana diperitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 9
gr/hari. Sel–sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limfa.
Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam–asam
aminonya. Katabolisme heme dari semua heme protein terjadi dalam fraksi
mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks (Makay, 2016).
Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan alfa
metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linear. Besi mengalami beberapa
kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH.
Pada akhir reaksi dibebaskan FE 3+ yang dapat digunakan kembali, karbon
monoksida yang berasal dari atom jembatan, karbon jembatan, metena dan
biliverdin. Biliverdin suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin
reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai
metilen antara cincin pirol III-IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu
bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini.
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibadingkan dengan
biliverdin. Dalam setiap satu gram hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg
bilirubin dan tiap hari dibentuk sekitar 250-350 mg pada seorang dewasa, berasal
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
8
dari pemecahan hemoglobin, proses eritropoetik yang tidak efektif dan pemecahan
hemeprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang
sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat non kofalen dan
diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg
bilirubin yang dpat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini
hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdifusi kejaringan. Bilirubin yang
sampai di hati akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan sinosoit
hepatosit oleh suatu protein pembawa ligandin. Sistem tranport difasilitasi ini
mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi pengambilan bilirubin akan
tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya
(Ganda, 2011).
Bilirubin non polar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi
bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat
dieksresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut
melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis
oleh enzim bilirubin glukoronosiltranferase.
Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzim glukoronosiltransferase
yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini
berangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor
glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai
senyawa antara yang kemudian dikonfersi menjadi bilirubin diglukoronida yang
larut dalam tahap kedua (Ali, 2012).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
9
2.1.3 Metabolisme Bilirubin
Hati merupakan organ terbesar, terletak dikuadran kanan atas rongga
abdomen. Hati melakukan banyak fungsi penting dan berbeda-beda tergantung
pada sistem darahnya yang unik sel–sel nya yang sangat khusus. Hati tertutupi
kapsul fibroelastik berupa kapsul glisson. Kapsul glisson berisi pembuluh darah,
pembuluh limfe dan saraf (Ali, 2012). Hati terbagi menjadi lobus kanan dan lobus
kiri. Tiap lobus tersusun atas unit–unit kecil yang disebut lobulus. Lobulus terdiri
sel–sel hati, disebut hepatosit yang menyatu dalam lempeng. Hepatosit dan
jaringan hati mudah mengalami regenerasi. Hati menerima dari dari dua sumber,
yaitu arteri hepatika (banyak mengandung oksigen) yang mengalirkan darah ± 500
ml/menit dan vena porta (Kurang kandungan oksigen tapi kaya zat gizi, dan
mungkin berisi zat toksik dan bakteri) yang menerima darah dari lambung, usus,
pankreas dan limfa, mengalirkan darah ± 1000 ml/menit. Kedua sumber tersebut
mengalir ke kapiler hati yang disebut sinusoit lalu diteruskan ke vena sentralis
disetiap lobulus. Dan dari semua lobulus ke vena hepatika berlanjut ke vena kava
inferior. Tekanan darah disistem porta hepatika sangat rendah, ± 3 mmHg dan di
vena kafa hampir 0 mmHg. Karna tidak ada resistensi aliran melalui vena porta
dan vena kafa sehingga darah mudah masuk dan keluar hati. Hati menjalankan
berbagai macam fungsi termasuk metabolisme, baik anabolisme atau katabolisme
molekul-molekul makanan dasar ( gula, asam lemak, asam amino ) dilakukan oleh
sel – sel hati (Ali, 2012).
Bilirubin merupakan suatu senyawa tetrapirol yang dapat larut dalam
lemak maupun air yang berasal dari pemecahan enzimatik gugus heme dari
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
10
berbagai heme protein seluruh tubuh. Sebagian besar (kira-kira 80%) terbentuk
dari proses katabolik hemaglobin, dalam proses penghancuran eritrosit oleh RES
di limfa, dan sumsum tulang. Disamping itu sekitar 20% dari bilirubin berasal dari
sumber lain yaitu non heme porfirin, prekusor firol dan lisis eritrosit muda. Dalam
keadaan fisiologis pada manusia biasa, dihancurkan setiap jam. Dengan demikian
bila hemoglobin dihancurkan dalam tubuh, bagian protein globin dapat dipakai
kembali baik sebagai protein globin maupun dalam bentuk asam – asam aminonya
(Ganda, 2011).
Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme oleh
enzim hemoksigenasi yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh enzim
bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air,
bilirubin yang disekreksikan kedalam darah diikat albumin untuk diangkut dalam
plasma.
Hepatosit adalah sel yang dapat melepaskan ikatan, dan
mengkonjugasikannya dengan asam glukoronat menjadi bersifat larut dalam air.
Bilirubin yang larut dalam air masuk kedalam saluran empedu dan dieksresikan
dalam usus. Dalam usus oleh flora usus bilirubin diubah menjadi urobilinogen
yang tak berwarna dan larut air, urobilinogen mudah di oksidasi menjadi
urobilirubin. Sebagaian tersebar dari urobilinogen keluar tubuh bersama tinja,
tetapi sebagian kecil diserap kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati.
Urobilinogen yang demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu.
Ada sebagian kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobiliogen
masuk ke ginjal dan di eksresikan bersama urin (Sholeh, 2013).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
11
2.1.4 Hubungan Bilirubin Total dengan Tuberkulosis Paru
Program pengobatan tuberkulosis sudah mengacu pada DOTS ( Directly
Observed Treatment, Short-Course ) yang didasarkan pada rekomendasi WHO.
Lini pertama anti tuberkulosis terdiri dari OAT (Obat Anti TB Paru ) seperti :
Stereptomycin, Para-aminosalicylic-acid (PAS) , Isoniazid (INH), Ethambutol
dan Rifampicin. Dalam pemakaian OAT tidak jarang ditemukan efek samping
yang mempersulit sasaran pengobatan. Pada keadaan hepatotoksik terdapat
kerusakan sel hati yang akan menyebabkan mikro obstruksi di hepar. Obstruksi
akan mengakibatkan berkurangnya bilirubin yang dieksresikan kedalam usus
(Infodatin, 2012).
Bilirubin terkonjugasi dalam hepar akan masuk kembali kedalam darah
akibat pengosongan langsung kesaluran langsung limfe yang meninggalkan hepar
serta pecahnya kenalikuli biliaris yang terbendung (Ganda, 2011).
2.1.5 Metode Pemeriksaan Bilirubin Total
Dalam pemeriksaan bilirubin total metode yang dipakai antara lain :
1. Metode Jendrasik – Grof
Prinsip : bilirubin bereaksi dengan DSA ( Diazotized Sulfphanilic Acid) dan
membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Daya serap warna dari
senyawa ini dapat langsung dilakukan terhadap sampel bilirubin pada
panjang gelombang 546 nm. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air
dapat langsung bereaksi dengan DSA, namun bilirubin yang terdapat
dialbumin yaitu bilirubi terkonjugasi hanya dapat bereaksi jika ada
aselerator.Bilirubin direct + bilirubin indirect ( 5 : 9).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
12
2. Colorimetric Test – Dichloroaniline ( DCA )
Prinsip : Total bilirubin direaksikan dengan dikroloanilin terdiajodisasi
membentuk senyawa azo berwarna merah dalam larutan asam, campuran
khusus (detergen anables) sangat sesuai menentukan bilirubin membentuk
Azobilirubin dalam total. Reaksi : bilirubin + ion diazonium suasana asam
(dialine diagnostik).
2.2 Tuberkulosis Paru
2.2.1 Defenisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular langsung yang
biasanya menyerang paru-paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
bakteri ini berbentuk batang, tidak membentuk spora dan termasuk bakteri aerob.
Pada pewarnaan Ziehl Neelsen maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan
dengan asam, karena Mycobacterium tuberculosis mempunyai lapisan dinding
lipid yang tahan terhadap asam dan asam mycolat yang mengikat warna carbol
fuchsin saat pewarnaan Ziehl Neelsen. Oleh karena itu, disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam (BTA) (Misnadiarly, 2006).
2.2.2 Morfologi
2.2.2.1 Bentuk
Kuman Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak
bengkok, dengan ukuran 0,2 - 0,4 × 1 - 4 cm. Dengan pewarnaan ziehl Neelsen
dipergunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam (Sholeh, 2013)
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
13
2.2.2.2 Penanaman atau Kultur
Suhu optimum 37˚c, tidak tumbuh pada suhu 25˚c atau lebih dari 40˚c.
Media padat yang bisa digunakan adalah lowenstein-jensen (Widoyono, 2011).
2.2.3 Penyebab Penyakit TB Paru
Penyakit tuberkulosis dahulu disingkat TBC, sekarang dipopulerkan
sebagai TB saja untuk menghidari stigma di masyarakat terhadap pasien-pasien
TB. Penyakit ini disebabkan oleh kuman jenis Mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini pertama kali ditemukan oleh Dokter Robert Koch. Kuman ini sangat
kecil, untuk melihat kuman ini perlu dilihat dengan mikroskop. Kuman ini dapat
ditemukan dalam dahak atau sputum seseorang yang sedang sakit TB. Kuman ini
bersifat tahan terhadap larutan asam sehingga mendapat julukan atau bahkan lebih
terkenal dengan nama Basil Tahan Asam (BTA). Jadi untuk pemeriksaan dahak
pasien yang diduga sakit TB, pemeriksaan dahak BTA lazimnya dilakukan 3 X
berturut-turut untuk menghindari faktor kebetulan. Bila hasil pemeriksaan dahak
minimal 2 X positif, maka sudah dapat dipastikan orang tersebut sakit TB paru
(Danusantoso, 2017).
2.2.4 Penularan TB paru
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyakit menular, artinya orang
yang tinggal serumah dengan penderita atau kontak erat dengan penderita yang
mempunyai risiko tinggi untuk tertular. Sumber penularannya adalah pada
tuberkulosis paru dengan BTA positif, terutama pada waktu batuk atau bersin dan
berbicara, dimana pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
14
dahak dan umumnya penularan terjadi dalam ruangan, dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama (Radji, 2013).
Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
keberadaan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. Daya penularan
seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. Faktor yang memungkinkan seorang terjangkit kuman tuberkulosis paru
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut (Hudoyo, 2017).
2.2.5 Gejala Klinis
Gejala utama pasien TB Paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu
bulan. Setiap orang yang datang ke UPK (unit pelayanan kesehatan) dengan gejala
tersebut, dianggap sebagai tersangka (suspek) pasien TB Paru dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Misnadiarly, 2006).
2.2.6 Diagnosis Penyakit Tuberkulosis
a. Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit Tuberkulosis
Pada TB Paru BTA negatif foto rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penykitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran
rontgen memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas atau keadaan umum
penderita buruk.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
15
b. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskopis
1. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Kriteria diagnostik TB Paru BTA negatif meliputi :
a. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b. Foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.
2. Tuberkulosis Paru BTA Positif
a. Sekurang-kurangnya dua dari tiga spesimen dahak SPS lainnya BTA
positif.
b. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberkulosis.
c. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
Paru –paru positif.
d. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non-OAT (Danusantoso,
2017).
2.2.7 Diagnosis Laboratorium
Untuk mengetahui diagnosis penyakit tuberkulosis dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan lain yang dilakukan
yaitu dengan pemeriksaan kultur bakteri, namun biayanya mahal dan hasilnya
lama.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
16
Metode pemeriksaan dahak (bukan liur) sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)
dengan pemeriksaan mikroskopis membutuhkan ±5 mL dahak dan biasanya
menggunakan pewarnaan panas dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) atau
pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet menurut Tan Thiam Hok. Bila dari dua kali
pemeriksaan didapatkan hasil BTA positif, maka pasien tersebut dinyatakan
positif mengidap tuberkulosis paru (Misnadiarly, 2006).
Dari uraian-uraian sebelumnya tuberkulosis paru cukup dikenal mulai dari
keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai
dengan kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah
menegakkan diagnosisnya.
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti
tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculose
dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan
sediaan atau biakan sputum yang positif. Karena kelainan paru yang belum
berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan
baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali (Mertaniasi, 2013).
Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas
laboratorium yangsangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan
menemukan kuman BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah
cukup untuk memastikan diagnosis tuberkulosis paru, Karena kekerapan
Mycobacteriumatypic, di Indonesia sangat rendah. Sesungguhnya begitu hanya
30-70% saja dari seluruh kasus tuberkulosis paru yang dapat didiagnosis
secara bakteriologis (Widoyono, 2011).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
17
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan
kelainan klinisdan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukuip
banyak sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak
diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis, tuberkulosis paru sebaiknya
dicantumkan status klinis, status radiologis dan status kemoterapi (Tabrani, 2013).
2.2.8 Pemeriksaan Bakteriologi
2.2.8.1 Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA)
Metode : Ziehl – Nelseen
Tujuan : Untuk mewarnain sediaan dan untuk menemukan ada tidaknya
kuman BTA di dalam sediaan.
Prinsip : Dinding bakteri tahan asam terdiri dari lapisan peptidogligan dan
senyawa lipida yang mempunyai sifat mudah menyerap sehingga
bila diwarnai dengan carbol fucshin maka dinding sel tersebut
menyerap zat warna dengan baik bila dipanaskan. Selanjutnya
asam mikolat yang terjadi terdapat di pori – pori dinding sel akan
berikatan dengan fucshin sehingga warna merah sulit dilunturkan
dengan HCL – alkohol. Sedangkan zat warna methilen blue
merupakan warna latar belakang.
Bahan : Sputum
Reagensia : Carbol fucshin 0,3%, HCL – alkohol 3%, Methilen blue 0,3%.
Alat : Ose cincin, kaca preparat, bunsen, mikroskop.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
18
Cara kerja :
1. Sputum di ambil dengan ose dan dibuat sediaan dengan bentuk sesuai pola
dengan ukuran 2 x 3 cm.
2. Buat kuil kuil kecil mengelilingi olesan agar dahak menyebar secara
merata.
3. Preparat dikeringkan.
4. Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan.
5. Genangi seluruh permukaan sediaan dengan Carbol fucshin 0,3%.
6. Panasi sediaan dengan api bunsen disetiap sediaan sampai keluar uap
jangan sampai medidih.
7. Diamkan 5 menit.
8. Bilas sediaan dengan hati – hati menggunakan air mengalir
9. Genangi dengan HCL – alkohol 3% sampai tidak tampak warna merah
Carbol fucshin.
10. Genangi permukaan sediaan dengan Methilen blue 0,3% selama 20 – 30
detik.
11. Bilas sediaan dengan air mengalir.
12. Keringkan sediaan di udara.
13. Nyalakan Mikroskop.
14. Sedian diberi imersi oil.
15. Baca hasil dengan lensa objectif 100 x.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
19
2.3 Pengobatan TB Paru
Mengobati pasien TB paru juga cukup mudah, karena penyebab
tuberkulosis sudah jelas yaitu kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini
dapat dimatikan dengan kombinasi beberapa obat yang sudah jelas manfaatnya.
Kombinasi obat untuk membunuh kuman TB paru terdiri dari : Rifampicine, INH,
Pyrazinamide, Ethambutol, pada kasus tertentu perlu penambahan; Streptomicine,
Kanamisin injeksi, amikasin, kuinolon (Infodatin, 2012).
Pengobatan tuberkulosis paru menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT)
dengan metode directly observed treatment shortcourse (DOTS).
1. Kategori I : Untuk pasien TBC baru
2. Kategori II : Untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan kategori I-
nya gagal atau pasien yang kambuh).
3. Kategori III : Untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+).
4. Sisipan : Digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir
tahap insentif dari pengobatan dengan kategori I atau
Kategori II ditemukan BTA (+).
Obat diminum sekaligus 1 (satu) jam sebelum makan pagi
(Widoyono, 2011).
Kategori I
a. Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE):
1) INH (H) : 300 mg – 1 tablet
2) Rimfampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
3) Pirazinamid (Z) : 1500 mg – 3 kaplet 500 mg
4) Etambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet 250 mg
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
20
Obat tersebut diminun setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali.
Kategori II
b. Tahap lanjutan diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan :
1) INH (H) : 600 mg – 2 tablet 300 mg
2) Rimfampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
Obat diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali.
Regimen ini disebut kombipak III (Tabrani, 2013).
Bila seseorang penderita Tuberkulosis minum obat tersebut secara teratur
menurut petunjuk doter selama 6 bulan dijamin sembuh. Obat sudah tersedia
dimana-mana. Bahkan di Puskesmas dan Rumah Sakit tertentu obat TB dalam
paket diberikan secara gratis. Obat generik juga tersedia dan dapat terjangkau oleh
semua kalangan dengan khasiat yang sama. Masalah yang timbul adalah minum
obat teratur selama 6 bulan tanpa henti. Karena biasanya setelah minum obat
selama 2 bulan, pasien merasa sudah sembuh dan berfikir tidak pperlu minum
obat lagi. Akibatnya setelah berhenti minum obat, beberapa bulan akan sakit
kembali.
Angka kekambuhan sebelum waktu 6 bulan cukup tinggi bila seseorang
minum obat tidak teratur dapat berakibat fatal, yaitu terjadinya kuman yang
resisten keadaan ini disebut MDR/TB (Multi Drug Resistence). Bila hal ini terjadi
maka pengobatan nya memerlukan obat yang istimewa dengan harga 100 x lipat,
itu pun tidak dijamin sembuh (Hudoyo, 2017).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
21
2.3.1 Efek Dari Obat Anti Tuberkulosis (Tabrani, 2013)
A. Isoniazid (INH)
Reaksi Sensitif, Neuropati, Hepatitis.
B. Rifampicin
Hepatitis, Antagonis dengan obat, KB, Optik.
C. Para-aminosalicylic-acid (PAS)
Intoleransi traktus, digestivus, reaksi hipersensitif
D. Ethambutol
Neuritis Optikus
E. Stereptomycin
Hepatitis
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
22
2.4 Kerangka Konsep
PENDERITA TB
PARU
DARAH MENGKONSUMSI
OAT SELAMA 2
BULAN
PEMERIKSAAN
BILIRUBIN TOTAL
SERUM
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA