bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep stunting …eprints.umm.ac.id/47477/3/bab ii.pdf10 (berat badan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Stunting Pada Balita
2.1.1 Pengertian Stunting
Stunting (pendek) merupakan suatu bentuk kegagalan pertumbuhan (growth
faltering) yang terjadi pada anak akibat dari kekurangan gizi jangka panjang sehingga anak
menjadi lebih pendek dari usianya. Kekurangan gizi pada anak tidak terjadi secara
langsung dan cepat. Kekurangan gizi ini bisa terjadi mulai dari masa kehamilan ibu
sampai dengan anak dilahirkan, dan akan mulai terlihat dari anak berusia 2 tahun
(Djauhari, 2017).
Stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek) didasarkan pada indeks tinggi
badan atau panjang badan menurut umur (TB/U atau PB/U) yang didapatkan hasil
rendah. Anak yang dikatakan stunting adalah dalam pengukuran status gizi yang
berdasarkan pada umur dan kemudian dibandingkan dengan standar baku dari WHO,
didapatkan hasil z-score dibawah normal. Z-score kurang dari -2 SD (standar deviasi), anak
dikategorikan dalam stunted (pendek) sedangkan jika nilai z-score maka anak dikategorikan
dalam severely stunted (sangat pendek) (Kemenkes, 2016).
2.1.2 Faktor Yang Menyebabkan Stunting
Faktor kejadian stunting dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor langsung dan
faktor tidak langsung. Faktor langsung diantaranya adalah pola asupan gizi anak, BBLR
10
(Berat Badan Lahir Rendah), pemberian ASI eksklusif, penyakit infeksi, dan faktor
genetik. Sedangkan faktor tidak langsung adalah status gizi pada ibu hamil, pola asuh
yang tidak optimal dan karakteristik keluarga (pendidikan dan status ekonomi)(Hall et
al., 2018; Olsa et al., 2018).
2.1.2.1 Pola Asupan Gizi Anak
Anak yang berusia dibawah lima tahun merupakan kelompok anak yang
menunjukan tumbuh kembang yang sangat pesat, tetapi sering juga menderita
kekurangan gizi. Pemenuhan intake nutrisi yang tidak adekuat akan berpengaruh pada
kehidupan anak selanjutnya, karena gizi pada masa anak – anak berperan untuk
pertumbuhan fisik dan perkembangan otak. Kekurangan gizi pada anak, bisa karena
dampak dari malnutrisi ibu pada masa kehamilannya, atau pemenuhan intake nutrisi yang
tidak adekuat saat masa kanak - kanak. Pada anak usia tiga sampai lima tahun, anak akan
memilih makanan yang mereka inginkan, tidak jarang juga anak pada rentang usia ini
akan menolak makanan yang diberikan kepadanya (Maryam, 2016).
Asupan gizi yang tidak adekuat pada masa kanak – kanak akan berdampak pada
pertumbuhan dan perkembangan. Tidak adekuatnya zat gizi yang masuk kedalam tubuh
akan menyebabkan system kekabalan tubuh menurun, dan membuat anak mudah tertular
penyakit baik dari anak – anak atau pun tertular dari orang dewasa, penularan penyakit in
akan semakin parah jika lingkungan dan sanitasi yang ada buruk. System kekebalan tubuh
yang lemah pada anak dan intake gizi yang tidak adekuat bisa sering menyebabkan anak
mengalami infeksi pada saluran pencernaan yang berulang. Hal dapat meningkatkan
resiko terjadinya kekurangan gizi pada anak, yang membuat tubuh tidak dapat menyerap
11
nutrisi yang masuk dengan baik. Anak yang mengalami kekurangan gizi dan ditambah
dengan kejadian infeksi yang berulang akan mengakibatkan anak mengalami
pertumbuhan yang melambat (Septikasari, 2018).
Kekurangan zat gizi satu akan mempengaruh pemenuhan zat gizi lainnya. Seperti
contohnya kekurangan zat gizi magnesium akan menyebabkan anak menderita anoreksia
dan memmpengaruhi pemenuhan protein yang dapat menyebabkan pada tumbuh
kembang anak yang dapat berdampak pada jangka panjang. Selain itu kekurangan gizi
juga derdampak pada perkembangan otak, yang dapat menurunkan kecerdasan anak.
Selain itu kekurangan gizi yang tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian
(Septikasari, 2018).
Tabel 2. 1 Asupan Makanan Perhari Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan
Golongan umur (tahun)
Berat badan (kg)
Tinggi (cm)
Angka kecukupan gizi energi (kkal)
1-3 4-6
±12,0 ±17,0
90 110
1000 1550
Bahan makanan Berat (gr)/URT Porsi pemberian Porsi pemberian
Nasi 100 gr (3/4 gelas) 2 kali 4 kali
Lauk hewani 50 gr ikan (1 potong) 2 kali 2 kali
Lauk nabati 50 gr tempe (1 potong) 1 kali 2 kali
Sayur 100 gr (1 gelas) 1 kali 1 kali
Buah 100 gr papaya
(1 potong)
1 kali 2 kali
Susu 200 ml (1 gelas) 1 kali 1 kali
Sumber : (Febri & Marendra, 2008).
2.1.2.2 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang setalah 1 jam bayi lahir.
Normal berat badan bayi lahir berkisar anatar 2.500 – 4.000 gram. Bayi yang lahir dengan
12
berat badan kurang dari 2.500 disebut dengan bayi lahir dengan berat badan rendah
(BBLR) (Septikasari, 2018).
Bayi yang lahir dengan BBLR erat kaitan nya dengan angka kematian, kesakitan
dan kejadian kekurangan gizi dikemudian hari. Hal ini dikarenakan system daya tahan
tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang lahir normal. Selain itu pada
bayi juga didapatkan keadaan seperti, ketidaksetabilan keadaan umum bayi, kesulitan
dalam menjalani masa transisi, henti napas, inkoordinasi refelek menghisap, menelan,
atau bernafas, serta kurangnya control fungsi oral motor bayi. Sehingga bayi yang lahir
dengan BBLR akan mudah terserang dengan penyakit penyakit infeksius, jika tidak
segera di tangani dan didukung dengan pemberian nutrisi yang adekuat akan beresiko
lebih besar mengalami gizi buruk. Kekurangan gizi pada bayi bisa disebabkan karena
meningkatnya kecepatan pertumbuhan, tingginya kebutuhan untuk melakukan
metabolisme, cadangan gizi yang rendah didalam tubuh, keadaan fisiologis anak yang
belum sempurna atau anak dalam keadaan sakit (Septikasari, 2018).
Berat badan lahir rendah pada anak merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan stunting. BBLR bisa disebabkan karena asupan gizi yang rendah pada ibu
pada masa kehamilan atau bisa karena bayi yang lahir kurang bulan dan akan berdampak
pada linier pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang lahir dengan BBLR lebih
besar beresiko mengalami kejadian kekurangan gizi berupa stunting dibandingkan dengan
anak yang lahir normal dan cukup bulan (Fitri, 2018).
13
2.1.2.3 Pemberian Asi Ekslusif
Keberhasilan pemberian ASI ekslusif sangat berpengaruh dengan proses
terjadinya kekurangan gizi. Pemenuhan nutrisi pada bayi yang baru lahir adalah dengan
cara memberikan ASI eklusif. Hal ini dapat dilakukan mulai dari bayi lahir dan sampai
anak berusia 6 bulan bisa terpenuhi hanya dengan memberikan ASI. Anak yang tidak
berhasil dalam melakukan ASI ekslusif mempunyai resiko 2,6 kali lebih besar mengalami
kekurangan gizi dibandingkan dengan anak normal yang lain (Septikasari, 2018).
Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi yang baru lahir sangatlah dianjurkan
karena terdapat banyak manfaat didalam kandungan ASI. ASI merupakan makanan yang
ideal untuk bayi yang baru lahir, karena mengandung nutrien untuk membangun dan
menyediakan energy yang dibutuhkan oleh bayi, ASI tidak memberatkan kerja dari
system pencernaan dan ginjal serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimal
(Adriani & Wirjatmadi, 2012). Bayi yang diberikan ASI eksklutif selama 6 bulan dapat
menurunkan angka kejadian stunting, ASI juga bisa menurunkan angka kematian pada
bayi, karena bayi mebutuhkan asupan gizi untuk bertahan hidup dan tumbuh, karena
ASI mengandung protein yang baik dan terdapat antibody untuk melawan bakteri E.
Coli dalam konsentrasi tinggi sehingga dapat menurunkan resiko bayi terkena penyakit
infeksi (Fitri, 2018).
Pemberian ASI yang lebih dari 6 bulan juga meningkatkan resiko anak
mengalami stunting. Kebutuhan nutrisi pada anak semakin lama akan semakin meningkat
dan membutuhkan banyak asupan nutrisi. Pemberian ASI yang lebih dari 6 bulan akan
menunda pemberian MP-ASI pada anak. Akibatnya intake nutrisi yang diberikan kepada
14
anak tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya.
Anak yang sudah berusia 6 bulan, pemberian ASI sudahlah tidak bisa memenuhi
kebutuhan nutrisinya, sehingga perlu diberikan MP-ASI untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi sampai anak berusia 59 bulan (Paramashanti, Hadi, & Gunawan, 2016).
Tabel 2. 2 Tekstur, Frekuenzi, Porsi, dan Jenis MP-ASI Tekstur Frekuenzi Porsi Jenis makanan
6 bulan – 6
bulan lebih
2 minggu
Makanan lumat
(disaring atau
diulek)
2 kali dalam
sehari
2-3 sendik
makan, tambah
secara bertahap
Menu tunggal (
1 jenis makanan
dalam sekali
makan)
6-9 bulan Makanan lumat
(disaring atau
diulek dan secara
bertahap
semakin padat)
Makanan
selingan
2-3 kali
dalam sehari
1-2 kali
dalam sehari
2-3 sendok
makan,
tambahkan
secara bertahap
hingga ½ gelas
(125 ml)
Menu lengkap (
karbohidrat,
protein hewani,
kacang-
kacangan, sayur
atau buah, dan
lemak
tambahan)
9-12 bulan Makanan lembek
(cincang halus
dan secara
bertahap
menjadi
cincangan kasar)
Makanan
selingan (mulai
kenalkan dengan
finger food)
3-4 kali
dalam sehari
1-2 kali
dalam sehari
½ gelas, dan
tambahkan
secara bertahap
sampai ¾ gelas
Menu lengkap (
karbohidrat,
protein hewani,
kacang-
kacangan, sayur
atau buah, dan
lemak
tambahan)
12 – 24
bulan
Makanan
keluarga (sudah
bisa diberikan
gula dan garam
dengan jumlah
sedikit)
Makanan
selingan
3-4 kali
dalam sehari
2 kali dalam
sehari
¾ gelas,
tambahkan
secara bertahap
sampai dengan
1 gelas (250 ml)
Menu lengkap (
karbohidrat,
protein hewani,
kacang-
kacangan, sayur
atau buah, dan
lemak
tambahan)
Sumber : (Tompanu, 2015)
15
2.1.2.4 Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi yang diderita oleh anak akan menghambat proses reasksi
imunolgis dan menghabiskan energy yang dimiliki oleh tubuh. Infeksi bisa disebabkan
oleh beberapa gangguan penyakit seperti, diare, ISPA, campak, cacingan, cacar air dan
rendahnya asupan gizi yang masuk kedalam tubuh akibat dari kuangnya ketersediaan
pangan di rumah atau karena pola asuh orang tua yang salah. Penyakit infeksi akan
sangat berbahaya jika terjadi pada anak yang menderita kekurangan gizi. Karena infeksi
akan menghancurkan jaringan tubuh, baik bibit penyakit atau pengahancuran untuk
memperoleh protein yang diperlukan untuk mempertahakan tubuh. Kejadian infeksi jika
disertai dengan muntah dan diare akan membuat penurunan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit (Adriani & Wirjatmadi, 2014).
Penyakit infeksi pada anak akan berdampak negatif pada status gizi anak.
penyakit infeksi akan mempengaruhi nafsu makan anak menjadi menurun, penyerapan
zat gizi yang terjadi didalam usus, dan terjadi katabolisme sehingga cadangan gizi yang
berada didalam tubuh tidak mencukupi untuk membentuk jaringan baru dan
pertumbuhan anak. Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak adalah diare dan ISPA.
Berdasarkan penelitian pada tahun 2014 ditemukan bahwa pada anak usia 6-24 bulan
kejadian diare dan ISPA yang terjadi dalam 2 bulan terakhir memiliki resiko terjadi
stunting sebesar 5,04 kali (Lestari dkk, 2014). Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain
yang menyebutkan bahwa anak dengan ISPA dan diare pada usia 24 bulan awal akan
meningkatkan resiko terjadinya stunting sebesar 7,46 kali dibandingkan anak yang tidak
mengalami infeksi (Paudel et al, 2012).
16
Penyakit infeksi dan kekurangan gizi akan saling memberikan dampak satu
dengan yang lain. Kekurangan gizi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan tubuh
tidak mampu dalam mengatasi penyakit yang berada didalam tubuh. Pada anak normal
kuman yang tidak berbahaya masuk kedalam tubuh tidak akan menimbulkan masalah,
tetapi pada anak yang kekurangan gizi hal itu akan menjadikan kematian. Penyakit infeksi
yang terjadi juga akan menyebabkan tubuh mengalami kekurangan gizi dan dapat
memperburuk keadaan anak yang menderita kekurangan gizi (Adriani & Wirjatmadi,
2014).
Pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi penyakit infeksi adalah
dengan mempertahankan kekebalan tubuh anak yang dimulai dari anak lahir. Kekebalan
tubuh ini bisa ditingkatkan secara pasif dan aktif. Kekebalan secara pasif didapatkan
bukan dari individu itu sendiri, sebagai contoh adalah kekebalan yang didapatkan janin
berasal dari ibu atau prnyuntikan imunoglobin, kekebalan ini tidak bertaha lama karena
akan dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan tubuh aktif adalah kekebalan tubuh yang
diperoleh oleh individu sendiri akibat paparan dari antigen. Menyuntikan antigen
kedalam tubuh adalah salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh pada anak
atau hal ini sering disebut dengan nama imunisasi (Handayani, 2011).
Imunisasi merupakan usaha untuk meningkatkan kekebalan tubuh pada anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah
anak penyakit tertentu sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas,
serta menurunkan kecacatan akibat dari penyakit. Sedanngkan vaksin adalah bahan yang
dipakai untuk merangsang antigen didalam tubuh (vaksisn BCG, DPT, Campak, Polio).
17
Imunisasi yang harus diberikan kepada anak diantaranya adalah imunisasi BCG, hepatitis
B, polio, DPT (diphtheria, pertussis, tetanus), campak, MMR(measles, mumps, rubella), typhus
abdominalis, varicella, hepatitis A, HiB(hemophihus influenza tipe b) (Hidayat, 2008).
2.1.2.5 Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal awal untuk mencapai hasil akhir pertumbuhan
dan perkembangan anak. Genetik yang diturunkan oleh orang tua kepada anak akan
tersimpan dalam deocsiribose mucleis acid (DNA) ini menampilkan bentuk fisik dan potensi
dari anak (Toliu, Malonda, & Kapantow, 2018). Tinggi badan yang dimiliki orang tua
merupakan faktor genetik yang biasanya diturunkan kepada anak. orang tua yang
mempunyai tubuh pendek, kemungkinan besar akan diturunkan kepada anaknya
sehingga bisa dikatakan bahwa anak tersebut stunting karena gen kromosom yang
dibawanya dari orang tua. Tubuh pendek yang dimiliki orang tua bukan karena gen,
melainkan karena gangguan gizi atau patologis tubuh, maka hal tersebut tidak akan
menurunkan kepada anak. Kategori tinggi badan orang dewasa dengan usia >18 tahun
dikatakan pendek jika tinggi <150 cm (perempuan) dan <161 cm (laki-laki) (Lelemboto
dkk, 2018 dalam Kusuma & Nuryanto, 2013).
2.1.2.6 Status Gizi Pada Ibu Hamil
Status gizi ibu prahamil merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
status gizi anak. Status gizi pada prahamil merefleksikan potensi cadangan gizi untuk
tumbuh kembang janin. Status gizi ini dapat diukur dengan menggunakan indeks massa
tubuh (IMT) dan juga lingkar lengan atas (LILA). Di Indonesia biasanya pengukuruan
gizi pada ibu prahamil lebih banyak menggunkan pengukuran LILA hal ini dikarenakan
18
nilai LILA lebih relative stabil sehingga dapat disimpulkan tidak akan ada perbedaan yang
signifikan antara nilai LILA sebelum hamil dan saat kehamilan. Ambang batas LILA
yang digunakan untuk menentukan kehamilan dengan kekurangan energy kronik (KEK)
adalhah 23,5 cm (Septikasari, 2018).
Ibu hamil dengan KEK akan menyebabkan terjadinya gangguan pada system
plasenta, yang menunjukkan berat dan ukuran plasenta menjadi lebih kecil dari ukuran
normal. KEK pada ibu bisa mengurangi ekspansi volume darah yang berakibat pada
cardiac output tidak tercukupi. Sehingga aliran darah ke plasenta menjadi berkurang dan
membuat ukuran plasenta tidak optimal dan terjadi pengurangan distribusi zat gizi ke
janin yang menyebabkan pertumbuhan janin menjadi terhambat. KEK yang di alami oleh
ibu hamil jika tidak segera ditangani akan menyebabkan anak terlahir dengan BBLR dan
akan menghambat tumbuh kembang anak selanjutnya, sehingga anak yang lahir dengan
riwayat ibu KEK akan mengalami masalah gangguan gizi setelah dilahirkan (Septikasari,
2018).
Ibu hamil yang mempunyai status gizi rendah akan berpotensi untuk mempunyai
anak yang lebih pendek. Hal ini dikarenakan kebutuhan gizi pada ibu hamil mengalami
peningkatan, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk janin yang sedang dikandung.
Sehingga pada ibu hamil memerlukan protein yang mengandung asam amino dengan
jumlah yang cukup dan komplit. Zat gizi dalam vitamin A yang sering terikat pada
protein sebagai retinol blinding protein yang sering dijumpai dalam hati, serta abumin serum
yang juga mengandung protein. Selain komponen penting dari beberapa zat gizi protein
juga sangat diperlukan untuk perkembangan fisik anak. Ibu hamil yang mengonsumsi
19
protein di bawah rata – rata akan beresiko 1,6 kali lebih besar mempunyai anak dengan
tinggi badan rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang cukup mengonsumsi protein.
Sehingga ibu hamil perlu mengnsumsi zat gizi mikro dan makro yang cukup, karena
status gizi pada saat lahir akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap petumbuhan
bayi selanjutnya, terutama pada usia 2 tahun pertema kelahiran (Ernawati, Rosamalina, &
Permanasari, 2013).
Kehamilan diusia dini merupakan salah satu penyebab dari stunting yang akan
terjadi pada anak. Kehamilan pada usia ini akan membuat anak lahir dengan BBLR,
karena terjadi persaingan untuk mendapatkan nutrisi pada janin dan tubuh ibu. Tubuh
ibu yang masih dalam tahap pertumbuhan membutuhkan banyak asupan nutrisi dalam
prosesnya, begitu pun dengan janin yang tengah dikandung. Hal ini akan menyebabkan
kekurangan gizi pada ibu dan janinnya dan berdampak pada kehidupan selanjutnya yang
dapat terjadi stunting secara turun menurun dan dapat disebut dengan lingkaran setan jika
tidak memutus rantai lingkaran tersebut seperti pada gambar 2.1 (Soetjiningsih &
Ranuh, 2016).
Gambar 2. 1 Pengaruh Gizi Ibu Terhadap Tumbuh Kembang Anak
(Ebrahim GJ, 1985 dalam Soetjiningsih, & Ranuh, 2016).
Nutrisi yang buruk saat kehamilan
BBLR (kurang
dari 2.500 gram) Infeksi
perinatal
Nutrisi buruk
Pertumbuhan anak terganggu
Penurunan intelektual anak
Wanita dewasa
yang stunting
20
2.1.2.7 Pola Asuh Yang Tidak Optimal
Pola asuh orang tua dikategorikan menjadi tiga aktivitas yaitu praktik sanitasi,
praktik pemenuhan nutrisi, dan perawatan kesehatan anak (Niga & Purnomo, 2017).
1. Faktor Sanitasi
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah keadaan lingkungan optimal yang
berpengaruh positif terhadap peningkatan status kesehatan. Lingkup kesehatan
lingkungan meliputi, perumahan, pembuangan tinja, pembuangan air limbah,
pembuangan sampah, kandang ternak, penyediaan air bersih dan lain sebagainya.
Keadaan lingkungan yang bersih dan sehat maka akan meningkatkan status kesehatan
masyarakatnya. Tetapi jika sebaliknya, kesehatan lingungan kotor dan kurang baik
maka akan menimbulkan berbagai penyakit seperti diare ataupun infeksi saluran
pernafasan atau pencernaan (Apriluana & Fikawati, 2018).
Faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh dengan kesehatan ibu
hamil dan tumbuh kembang anak, anak usia dibawah 2 tahun sangat rentan terhadap
infeksi dan penyakit, hal ini dikarenakan sanitrasi lingkungan yang buruk sehingga
berdampak pada asupan gizi yang sulit diserap oleh tubuh karena gizi yang masuk
kedalam tubuh bekerja untuk memerangi penyakit atau infeksi yang terjadi. Penyakit
infeksi pada anak yang dapat berhubungan dengan kejadian stunting bisa dicegah
dengan perawatan kesehatan anak dengan melakukan imunisasi secara teratur (Niga &
Purnomo, 2017).
2. Praktik Pemenuhan Nutrisi
Dalam pengasuhan anak ibu mempunyai pengaruh yang sangat tinggi
dibandingkan dengan ayah. Sebagai pengasuh ibu yang akan mengatur bagaimana
21
masukan gizi seimbang untuk diberikan kepada anak, sehingga ibu dituntut untuk
mempunyai pengetahuan terkait dengan pemenuhan gizi pada anak. Ibu dengan
pengetahuan yang baik kemungkinan besar akan menerapkan pengetahuannya untuk
menyeimbangkan dan memenuhi status gizi yang dibutuhkan oleh anaknya, memilih
bahan makan yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi untuk anak maupun
keluarganya, sebaliknya jika ibu yang tingkat pengetahuannya kurang kemungkinan
akan mengalami kesusahan dalam memilih bahan makanan yang berkualitas dan
menyeimbangkan kebutuhan gizi, sehingga kebutuhan nutrisi anak dan keluarga tidak
terpenuhi (Apriluana & Fikawati, 2018; C. Ni’mah & Muniroh, 2016).
3. Perawatan Kesehatan Anak
Perawatan kesehatan masyarakat haruslah bisa memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang berada disekitar tempat tinggal untuk memantau kesehatannya.
Pelayanan kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, yang dapat memfasilitasi pemulihan kesehatan, perawatan, pengobatan,
dan pencegahan penyakit didalam masyarakat atau kelompok yang memerlukan
layanan kesehatan. Selain itu, pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh lokasi
tempat pelayanan, informasi, tenaga kesehatan yang melayani, serta motivasi
masyarakat untuk datang ke pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan mereka
tanpa adanya paksaan. Hal ini juga berlaku untuk ibu yang mempunyai anak, untuk
sering datang ke pelayanan kesehatan jika dicurigai anak mengalami tanda – tanda
terkena penyakit (Aramico, Sudargo, & Susilo, 2016).
Kegiatan posyandu yang ada dilingkungan masyarakat merupakan salah satu cara
untuk mencegah terjadinya pertumbuhan dan perkembangan upnormal pada anak.
22
Posyandu berfungsi sebagai media promosi kesehatan gizi untuk masyarakat,
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dan ibu hamil, sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan. Posyandu akan memperdayakan
masyarakat untuk sadar tentang kesehatan, dan memperoleh kemudahan dalam
pelayanan kesehatan dasar, pemantauan perkembangan dan pertumbuhan pada anak
serta menurunkan angka kematian pada ibu hamil dan bayi (Kusumawati, Rahardjo, &
Sari, 2015).
2.1.2.8 Karakteristik Keluarga (Pendidikan Dan Status Ekonomi)
Karakteristik keluarga erat kaitannya dengan pendidikan dan status sosial
seseorang. Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup, melalui
pendidikan akan menjadikan seseorang untuk lebih cepat mengerti dan lebih siap untuk
menghadapi suatu masalah, selain itu pendidikan juga sangatlah dibutuhkan untuk
mencari pekerjaan yang layak dan dapat meningkatkan keadaan perekonomiannya. Orang
tua dengan pekerjaan yang baik dan layak akan berdampak pada kebiasaan kesehariannya
dan secara tidak langsung mendorong juga dalam peningkatan status gizi anak dan
keluarga (Koro dkk, 2018).
Meskipun tingkat pengetahuan ibu atau kedua orang tua baik tentang gizi, tetapi
jika status ekonomi keluarga rendah akan susah juga untuk memenuhi kebutuhan gizi
pada anak. Dalam hal ini pendidikan pada ayah juga sangatlah penting dan akan
berpengaruh untuk mengurangi resiko terjadinya gizi buruk pada anak. Pendidikan ayah
akan mendapatkan pekerjaan yang layak dan secara tidak langsung akan berdampak pada
pemenuhan kebutuhan keluarga, termasuk sector pangan dan penyediaan lingkungan
23
tempat tinggal dengan sanitasi yang baik dan anak akan tumbuh dengan baik (Septikasari,
2018).
Status ekonomi yang rendah berkaitan dengan daya beli untuk memenuhi
kebutuhan gizi keluarga. Keluarga yang mempunyai perekonomian yang tinggi akan
mampu untuk membeli dan mencukupi kebutuhan keluarga yang diperlukan, terutama
bahan makanan untuk pertumbuhan anak. Pada keluarga yang mempunyai penghasilan
tinggi, tetapi tingkat pendidikan dikelurga rendah maka kebutuhan nutrisi untuk anak dan
anggota keluarga juga tidak akan terpenuhi. Hal ini dikarenakan status pendidikan
berpengaruh dengan pemilihan kualitas dan kuantitas bahan makan dalam pemenuhan
gizi anak, anak usia dibawah 2 tahun sangat rentan terhadap infeksi dan penyakit, hal ini
dikarenakan sanitrasi lingkungan yang buruk sehingga berdampak pada asupan gizi yang
sulit diserap oleh tubuh karena gizi yang masuk kedalam tubuh bekerja untuk memerangi
penyakit atau infeksi yang terjadi. Penyakit infeksi pada anak yang dapat berhubungan
dengan kejadian stunting bisa dicegah dengan perawatan kesehatan anak dengan
melakukan imunisasi secara teratur (Niga & Purnomo, 2017).
2.1.3 Penilaian Status Gizi
2.1.3.1 Pengertian Antropometri
Antopometri berasal dari kata “anthropos” yang atrinya tubuh dan “metros” yang
artinya ukuran. Jadi arti dari antropometri adalah ukuran dari tubuh seseorang manusia.
Jika ditinjau dari segi gizi antropometri adalah segala macam pengukuran dimensi tubuh,
komposisi tubuh dari segi umur dan tingkat gizi seseorang. Dari pengukuran ini dapat
diketahui apakah gizi anak ini baik atau tidak (Adriani & Wirjatmadi, 2012).
24
2.1.3.2 Ukuran Antropometri
Ada beberapa parameter yang digunakan untuk menilai status gizi seorang anak
diantaranya adalah:
1. Umur
Faktor umur merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan status gizi
pada anak. Pengukuran berat badan dan tinggi badan yang akurat menjadi tidak
berpengaruh jika penentuan umur mengalami kesalahan. Karena penentuan umur
yang salah akan membuat interprestasi dalam status gizi juga salah (Adriani &
Wirjatmadi, 2014).
2. Berat Badan
Berat badan merupakan parameter pengukuran status gizi yang paling baik dan
mudah dilihat. Perubahan ini bisa dilihat dengan cepat karena melalui pola makan
anak akan dapat diketahui apakah berat badan anak mengalami kenaikan atau
penurunan. Berat badan anak merupakan indicator untuk melihat laju pertumbuhan
fisik dan status gizi anak dimana didalamnya mengandung jumlah protein,
karbohidrat, lemak, air dan mineral didalam tulang (Adriani & Wirjatmadi, 2012).
3. Tinggi Badan
Tinggi badan (TB) adalah parameter yang dapat digunakan untuk melihat riyawat
gizi pada masa lampau. Nilai tinggi badan akan terus miningkat, mespikun
pertumbuhan yang sangat pesat terjadi pada masa bayi dan melambat dan akan
pesat lagi pada masa remaja. Pengukuran tinggi merupakan indicator yang dapat
digunakkan untuk melihat gangguan pertumbuhan fisik yang lalu seperti stunting.
25
Selain itu, pengukuran tinggi badan juga objektif dan dapat diulang (Adriani &
Wirjatmadi, 2014).
2.1.3.3 Indeks Antropometri
Indeks antropometri merupakan kombinasi atau gabungan dari beberapa
paramenter gizi untuk melakukan penilaian gizi pada anak (Supriasa, 2002 dalam Adriani
& Wirjatmadi, 2014). Ada tiga parameter yang sering digunakan untuk dijadikan dasar
penilaian diantaranya adalah berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap
umur (TB/U), dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Parameter antropometri
yang sering digunakan untuk melihat anak mengalami stunting adalah tinggi badan
berdasarkan umur (TB/U) dengan menghitung menggunankan rumus Z-Score, jika
didapatkan <-3 SD maka dapat dikatakan anak sangat pendek dan hasil -3 SD sampai
dengan <-2 SD anak dikatakan pendek, seperti tabel 2.3. Tinggi badan adalah
pengukuran antropometri yang akan menggambarkan keadaan pertumbuhan tulang.
Pada keadaan normal, pertumbuhan anak akan terus meningkat dan mengikuti umur.
Defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan tidak akan tampak dalam jangka waktu dekat
seperti berat badan, defisiensi ini relative akan tampak dalam jangka waktu yang lama dan
merupakan penggambaran dari status gizi masa lampau (Adriani & Wirjatmadi, 2014).
Dalam menilai status gizi pada anak – anak nilai dari tinggi badan dan berat badan akan
dikonversikan dalam bentuk nilai standar (Z-Score) dengan menggunakan standar baku
dari WHO (Septikasari, 2018). Z-Score dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
26
Keterangan:
NIS : Nilai Inidividu Subyek
NMBR : Nilai Median Baku Rujukan
NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan
Tabel 2. 3Indeks Antropometri Anak Umur 0 – 60 Bulan
Indeks Kategori status
gizi
Z-Score
Panjang badan menurut umu
(BB/U)
Gizi buruk <-3 SD
Gizi kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD
Gizi normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi lebih >2 SD
Tinggi badan menurut umur
(TB/U) atau panjang badan
menurut umur (PB/U)
Sangat pendek <-3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi >2 SD
Berat badan menurut panjang
badan (BB/PB) atau berat badan
menurut tinggi badan (TB/U)
Sangat kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Indeks massa tubuh menurut
umur (IMT/U)
Sangat kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Sumber : (Kemenkes, 2011)
2.1.4 Dampak Stunting
Kekurangan gizi pada awal kehidupan anak yang menimbulkan stunting akan
berdampak untuk jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendeknya adalah
terdapatnya gangguan dalam perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan
fisik dan gangguan metabolisme tubuh. Sedangkan dampak jangka panjangnya adalah
penurunan fungsi kognitif dan prestasi belajar, penurunan kekebalan tubuh, dan kualitas
27
kerja yang tidak maksimal sehingga dapat berakibat pada rendahya produktivitas individu
(Kemenkes, 2016).
Stunting yang terjadi pada anak juga dapat mengkibatkan mudah terkena penyakit
tidak menular di masa dewasanya. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
menyebutkan bahwa, stunting merupakan faktor yang dapat menyebabkan penyakit
diabetes mellitus, mereka yang mempunyai badan pendek dan gemuk beresiko 3,4 kali
untuk terkena penyakit tersebut. Stunting juga dapat menyebabkan orang terkena penyakit
hipertensi, penyakit ini lebih udah terjai pada orang yang tergolong gemuk dan pendek
dibandingkan dengan orang yang kurus dan pendek maupun orang normal (Trihono,
2015).
Stunting jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan menjadi prediktor
buruknya kualitas sumber daya manusia. Karena stunting terjadi akibat kekurangan gizi
kronis selama 1000 hari pertama kehidupan anak, kerusakan yang terjadi juga akan
mengakibatkan perkembangan anak yang irreversible (tidak bisa diubah) dan anak tidak
akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang dia bisa. Anak yang
menderita stunting pada masa sekarang kemungkin yang lebih besar akan tumbuh menjadi
dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit
tidak menular dan selanjutnya akan menurunkan produktif bangsa dimasa yang akan
datang(Trihono, 2015).
2.1.5 Pencegahan stunting
Stunting (pendek) merupakan dampak dari kekurangan gizi yang terjadi dalam
jangka panjang dan perlu melibatkan semua sector untuk mengatasi masalah ini. Karena
28
stunting tidak terjadi secara cepat dan dapat terjadi selama siklus kehidupan, dimulai dari
dalam kandungan, bayi lahir, masa kanak – kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa
lanjut. Maka penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasiny adalah dengan
memutus rantai siklus tersebut, dan dapat memperbaiki generasi selanjutnya. Dalam
penanganan ini diperlukan komitmen dari pemerintah yang kuat, dan pelaksanaan
program multisector yang terintegrasi dan berkisanmbungan, serta memerlukan waktu
yang lama dalam penanganannya (Trihono dkk, 2015).
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi kejadian stunting difokuskan pada 1000
hari pertama kehidupan (HPK). 1000 HPK ini meliputi 230 masa kehamilan dan 730
hari awal kehidupan anak, yang dimana masa ini merupakan masa yang sering disebut
dengn golden age atau masa penentuan kualitas hidup anak. upaya intervesi yang dilakukan
ini ditujukan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0 – 23 bulan, selain itu juga
intervensi ini mencakup kebersihan rumah tangga (Kemenkes, 2016).
1. Ibu Hamil
a. Memperbaiki gizi serta kesehatan ibu hamil. Pada ibu hamil yang sangat
kurus atau mengalami kurang energy kronik (KEK) maka diberikan makanan
tambahan untuk ibu hamil tersebut. Karena ibu hamil perlu mendapatkan
gizi yang baik untuk pertumbuhan janin dan kesehatan ibu sendiri.
b. Setiap ibu hamil akan mendapatkan minimal 90 tablet untuk tambah darah,
untuk mencegah terjadinya anemia.
c. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar tidak mundah terserang penyakit.
2. Bayi Baru Lahir
29
a. Proses persalinan perlu ditolong oleh bidan atau dokter yang sudah terlatih,
sehingga begiti bayi lahir ibu diarahkan untuk melakukan inisiasi menyusui
dini (IMD).
b. Dari lahir sampai dengan usia 6 bulan, bayi hanya diberikan ASI eksklusif.
3. Anak Usia 6 Bulan Sampai 24 Bulan
a. Pada usia 6 bulan, anak sudah bisa diberikan makanan pendamping ASI
(MP-ASI) tetapi juga masih diberikan ASI sampai anak berumur 24 bulan.
b. Anak harus diberikan kapsul vitamin A, dan melakukan imunisasi secara
lengkap.
4. Melakukan pemantauan tumbuh kembang balita, bisa dilakukan di posyandu
sehingga dapat diketahui jika terjadi gangguan tumbuh kembang dan daopat
segera diatasi.
5. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu juga diterapkan di dalam setiap
rumah tangga untuk mencegah dan menurunkan kejadian infeksi penyakit pada
anak maupun ibu hamil, dengan terus meningkatkan akses air bersih dan fasilitas
sanitasi, dan menjaga kebersihan lingkungan.
Untuk menangani stunting selain berfokus pada 1000 HPK, juga difokuskan pada
pengurangan angka kejadian jangka panjang. Intervensi yang diberikan haruslah
dapat memperbaiki faktor – faktor yang dapat memengaruhi status gizi. Seperti
kemiskinan, karena kejadian stunting sering berkaitan dengan kemiskinan maka
untuk mengatasinya diperlukan juga menangani kemiskinan yang ada. Dan
peningkatan pengetahuan orang tua serta pengurangan beban penyakit (Mitra,
2015).
30
2.2 Konsep Anak Balita
2.2.1 Pengertian Anak Balita
Balita adalah istilah yang umum digunakan untuk menyebutkan anak dengan
rentang usia 2 sampai 5 tahun. Pada masa ini anak masuk dalam masa pra sekolah,
dimana semua kebutuhan anak sangat tergantung dengan orang tua. Periode ini
merupakan periode yang sangat penting dan tidak dapat terulang atau disebut dengan the
golden ege. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa ini sangat menentukan
bagaimana anak pada periode selanjutnya (Gunawan & shofar, 2018).
2.2.2 Konsep Tahap Tumbuh Kembang Anak
2.2.2.1 Tahap Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan ukuran tubuh yang terjadi pada manusia
dari kecil menjadi besar dengan bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel,
organ maupun individu. Pertumbuhan yang terjadi pada anak mempunyai sifat kuantitatif
dan merujuk pada perubahan struktur dan fungsi organ yang lebih optimal, pertumbuhan
fisik anak dapat dinilai dengan ukuran panjang (cm, meter), berat (gram, kilogram), umur
tulang, dan tanda – tanda sek sekunder, tidak hanya petumbuhan fisik anak yang
mengalami perubahan tetapi juga struktur organ dan otak anak. Pertumbuhan otak
tercepat terjadi pada trimester ketiga kehamilan sampai 2 tahun pertama kelahiran,
pembelahan sel otak sangatlah pesat pada masa ini, setelah itu pembelahan sel melambat
dan menjadi pembelahan sel otak biasa, sehingga pada bayi baru lahir berat otaknya ¼
dari berat otak orang dewasa dan jumlah sel otaknya sudah mencapai 2/3 dari jumlah sel
otak orang dewasa. Pada anak usia 2 tahun ukuran otak sudah menacapai 80% dari
ukuran orang dewasa (Soetjiningsih & Ranuh, 2016).
31
2.2.2.2 Perkembangan Anak
2.2.2.2.1 Pengertian Perkembangan Pada Anak
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dar proses
pematangan. Perkembangan merupakan proses deferensiasi sel tubuh, jaringan tubuh,
organ dan system organ yang berkembang secara optimal dan dapat memenuhi fungsinya
masing-masing, termasuk dalam perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku anak
yang merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya (Ardiana, 2011).
Perkembangan berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan perubahan
bersifat kualitatif dimana perubahan ini ditekankan pada segi fungsional, perubahan juga
bersifat progresif, terarah dan terpadu atau koheren, hal ini berarti perkembangan anak
mempunyai arah tertentu dan cenderung terus maju, sedangakan terarah dan terpadu
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang pasti antara yang terjadi pada saat ini,
sebelumnya dan selanjutnya (Soetjiningsih, & Ranuh, 2016).
2.2.2.2.2 Aspek Perkembangan Pada Anak
Perkembangan pada anak dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Aspek Perkembangan Fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan organ yang sangat komplek dan
mengagumkan. Semua organ manusia mulai tumbuh sejak berada didalam
kandungan. Kuhlen dan Thomshon (1956) mengemukakan bahwa
perkembangan fisik pada manusia meliputi 4 aspek yaitu, system syaraf yang
32
mempengaruhi kecerdasan dan emosi individu, otot yang mempengaruhi
kemampuan motorik, kelenjar endokrin yang menyebabkan munculnya tingkah
laku yang baru, struktur fisik atau tubuh yang meliputi tinggi dan berat badan.
Perkembangan fisik juga erat kaitannya dengan ketrampilan motorik kasar dan
motorik halus. (Suryana, 2016).
Perkembangan fisik manusia minimal mencakup aspek perkembangan anatomis
dan fisiologis. Perkembangan anatomis berkaitan dengan perubahan yang bersifat
kuantitatif atau dapat diukur seperti struktur tulang, pada masa bayi struktur
tulang berjulah sebanyak 270 yang masih lentur berpori dan sendi – sendi masih
longgar, tinggi badan dan berat badan pada saat bayi kisaran tinggi dan berat
badan adalah 50 – 60 cm dan 2 – 4 kg sedangkan pada masa kanak – kanak tinggi
badan dan berat badan berkisar antara 90-120 cm dan 12-15 kg, proposi tinggi
kepada dan badan mempunyai perbandingan sebesar 1:4. Perkembangan
fisiologis berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitatif, kualitatif dan
fungsional dari system kerja organ tubuh, seperti kontraksi otot, peredaran darah,
system pernafasan, system persarafan, dan system pencernaan (Jahja, 2011).
33
Tabel 2. 4 Ketrampilan Motoric Kasar Dan Motoric Halus Berdasarkan Usia
Sumber : (Soetjiningsih, & Ranuh, 2016)
2. Aspek Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kempampuan anak
untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan. Perkembangan
kognitif erat kaitannya dengan intelektual anak dalam berfikir dan mengambil
keputusan untuk menculkan ide-ide dalam belajar dan menyelesaikan masalah
yang ada (Susanto, 2011). Perkembangan kognitif pada anak mencakup
perkembangan tentang pengetahuan baik umum, sains, konsep bentuk, bilangan,
huruf, maupun lambang. Perkembangan kognitif ini sangatlah diperlukan untuk
mendukung aspek perkembngan yang lainnya (Suryana, 2016). Berdasarkan teori
yang dikembangkan oleh piaget dalam berfikir anak – anak memiki cara yang
Umur Motoric kasar Motoric halus
24 – 36 bulan Bisa jalan menaiki tangga
Dapat bermain dan memendang bola kecil
Dapat mencoret – coret dengan menggunakan pensil atau bolpoin
36 – 48 bulan Dapat berdiri dengan menggunakan satu kaki selama 2 detik
Dapat melompat dengan kedua kaki diangkat
Dapat mengayuh sepeda roda 2
Dapat menggambar garis lurus
Dapat menumpak 8 buah balok
48 – 60 bulan Berdiri dengan satu kaki selama 5 detik
Dapat melompat dengan menggunakan 1 kaki
Dapat menari
Dapat menggambar tanda silang
Dapat menggambar tanda silang
Dapat menggambar orang dengan 3 bagian tubuh (kepala, badan dan tangan)
34
berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Piaget juga mengelompokkan
perkembangan kognitif menjadi 4 tahap perkembangan yaitu, tahap
sensomotorik (0-24 bulan), pra operasional (2-7 tahun), operasional konret(7-11
tahun), dan operasional formal (dimulai usia 11 tahun) (Soetjiningsih, & Ranuh,
2016).
a) Tahap Sensorimotor (0-24 Bulan)
Pada tahap ini, anak akan memahami dunia dengan melalui gerakan,
panca inderanya dan mempelajari permanensi objek. Anak usia ini tidak
dapat mempertimbangkan keinginan, kebutuhan ataupun kepentingan orang
lain, sehingga ia sering dianggap egosentris. Selama proses sensorimotor anak
juga akan mengembangkan ide yang sederhana tentang ruang dan waktu
seperti:
Lahir – 1 bulan : gerakan reflek
1– 4 bulan : gerakan aktif pada tubuh untuk menciptakan kebiasan baru
4–10 bulan: tubuh anak akan bereaksi terhadap objek tertentu dan mulai
memahami konsep bahwa tubuh dan lingkungan merupakan hal yang
tidak terpisahkan
10 – 12 bulan: berkembangnya kemampuan anak untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen (permanesi objek)
12- 18 bulan: menciptakan stategi baru dan dapat memanipulasi
lingkungan di luar objek
18 – 24 bulan: menggunakan objek dan kata – kata untuk mencapai
keinginan yang di inginkan.
35
b) Tahap Praoperasional (2-7 Tahun)
Pada tahap ini anak mempunyai kemampuan motorik, proses berfikir
merka sudah banyak bekembang meskipun masih juah dari kata logis. Proses
berfikir menjadi lebih internalisasi, tidak sestematis dan dapat memahami
sesuatu tanpa melalui penalaran yang rasional. Pada usia ini kemampuan
dalam berbicara juga meningkat karena mereka berubah dari bayi menjadi
manusia kecil. Tetapi pada tahap ini anak anak masih memiliki sifat
egosentris yang berarti bahwa mereka hanya mempertimbangkan sesuatu
berdasarkan segi pandang mereka sendiri, dan tidak mengerti kenapa orang
lain mempunyai pandangan yang berbeda dengan dia. Serta mereka memiliki
ciri khas yaitu animisme, yang sering mengasumsikan bahwa orang lain
mempunyai pemikiran yang sama dengan dirinya.
3. Aspek Perkembangan Bahasa
Banyak orang yang masih keliru dengan penggunaan istilah berbicara
(speech) dengan bahasa (language). Bahasa merupakan suatu sistem yang digunakan
untuk berkomunikasi, dengan menggunakan simbol – simbol tertentu untuk
menyampaikan pesan dari individu ke individu lain. Simbol yang digunakan
untuk komunikasi bisa berupa tulisan, berbicara, bahasa symbol, ekspresi muka,
isyarat, pantonim, dan seni (Soetjiningsih, & Ranuh, 2016).
Pengelompokan perkembangan bahasa menjadi 3 kelompok besar yaitu,
aspek biologis, aspek psikologis dan kultur. Aspek biologis, otot dan syaraf pada
alat – alat berbicara sudah berkembang secara baik sejak anak lahir. Anak yang
baru lahir sudah bisa mengeluarkan suara seperti “a”, “e”. Aspek psikologis, pada
36
awalnya anak anak berbicara dengan bereaksi dengan suaranya sendiri, dan
diulang – ulang oleh orang lain, kemudian anak akan mempelajari suara baru dan
meniru orang lain berbicara. Aspek kultur, untuk membuka cakrawala sosial anak
dikehidupan bermasyarakat adalah solusinya. anak akan lebih mengerti jika
bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk berinteraksi dan mendapatkan
teman didalam suatu kelompok. Hal ini menuntut anak untuk bisa lebih banyak
belajar dan mencerna setiap bahasa yang di keluarkan di dalam masyarakat
tersebut untuk berinteraksi satu dengan yang lain (Susanto, 2015).
Tabel 2. 5Ketrampilan Bahasa
Umur Ketrampilan Bahasa
18-24 bulan Dapat memahami kalimat sederhana
Perbendaharaan kata meningkat pesat
Dapat menguapkan kalimat yang terdiri dari 2 kata atau lebih
24-36 bulan Dapat mengerti percakapan-percakapan yang familiar didalam keluarga
30-36 bulan Anak sudah bisa percakapan tanya jawab
30-42 bulan Anak mampu bercerita pendek, atau mampu bertanya “mengapa”
36-48 bulan Anak dapat memahami tentang percakapan dengan kata – kata yang familiar
Mampu membuat kalimat yang sempurna
5 tahun Mampu memproduksi konsonan dasar dengan benar
Sumber : (Soetjiningsih, & Ranuh, 2016)
2.2.3 Nutrisi untuk balita
2.2.3.1 Kebutuhan nutrisi untuk balita
Asupan nutrisi yang tidak seimbang dan kurang merupakan salah satu yang dapat
melatarbelakangi masalah stunting. Asupan protein memiliki efek yang besar untuk
pertumbuhan anak terutama pada pertumbuhan tulang. Selain itu untuk mencegah
kajadian stunting ada beberapa zat gizi yang bisa diberikan kepada anak diantaranya
adalah zinc, zat besi, vitamin A, kalsium dan fosfor yang berperan penting dalam
37
pertumbuhan linier anak (SARI, et al 2016). Berikut ini asupan gizi yang orang tua
berikan kepada anak:
a. Karbohidrat
Karbohidrat dibagi menjadi dua yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat
kompleks. Karbohidrat sederhana adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa yang
banyak terkandung didalam buah-buahan, susu, dan madu. Sedangkan karbhidrat
kompleks adalah glikogen yang merupakan cadangan energy didalam tubuh yang
disimpan didalam otot dan hati, selulosa, serat dan pati yang banyak terkandung
didalam nasi, mie, bihun, roti, jagung, kentang dan ubi-ubian. Karbohidrat
bermanfaat untuk menghasilkan energy untuk pertumbuhan tubuh dan otak,
selain itu juga berfungsi untuk membantu dalam metabolisme lemak dalam
tubuh. Sumber energi yang terkandung didalam karbohidrat mudah untuk
ditemui karena terkandung didalam makanan pokok. 1 gram karbohidrat
menghasilkan energi sebesar 4 kalori (Sutomo & Anggraini, 2010).
b. Lemak
Lemak adalah sumber energi lain selain karbohidrat. Sumber lemak dapat
diperoleh dari lemak nabati dan hewani. Lemak nabati didapatkan dari lemak dari
tumbuhan, contohnya adalah margarin, minyak sawit, kacang tanah, santan, dan
kelapa. Sedangkan lemak hewani dapat diperoleh pada daging, minyak ikan,
kuning telur, dan mentega. Energy yang didapatkan dari lemak lebih besar
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, 1 gram lemak menghasilkan 9,3
kalori, yang berfungsi sebagai pelarut viamin A,D, E, dan K, melindungi,
38
menghangatkan tubuh. Asam lemak esensial dapat befugsi untuk pertumbuhan
dan perkembangan otak anak(Sutomo & Anggraini, 2010).
c. Protein
Protein merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh.
Protein akan mengganti sel – sel yang telah rusak di dalam tubuh, membantu
pembentuhan serum, hemoglobin, enzim, hormone dan antibody. Selain itu
protein juga akan memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh dan menjaga
keseimbangan sumber energy (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Asam amino
esensial yang terkandung dalam protein diperlukan tubuh untuk mebangun
matriks dan mempengaruhi pertumbuhan tulang. Hal ini karena protein
berfungsi untu memodifikasi sekresi serta aksi osteotropic hormone IGF-1 (insulin
growth factor-1), hormone ini merupakan hormone yang berpengaruh pada
pertumbuhan. Sehingga jika asupan protein rendah pada anak maka akan dapat
merusak produksi dan efek dari hormone IDF-1, yang merusak akuisasi mineral
massa tulang (SARI et al., 2016).
Selain sumber asam amino esensial protein juga merupakan sumber energi bagi
tubuh. Energi sangat dibutuhkan oleh tubuh, salah satu berasal dari protein
sebesar (10-15%), dan energi yang lain berasal dari karbohidrat (50 – 60%) dan
lemak (25 – 35%). Pada tahun pertama kelahiran energi yang dibutuhkan setiap
hari adalah 100-200 kkal/kgBB. Tetapi setiap pertambahan usia 3 tahun
kebutuhan energy yang dibutuhkan setiap hari menurun 10 kkal/kgBB.
Penggunaan energy didalam tubuh dibagi menjadi, 50% energy digunakan untuk
metabolism tubuh, 12% untuk pertumbuhan, 25% untuk aktivitas fisik, 5-10%
39
untuk specific dynamic action, dan 10% terbuang melalui feses (Adriani &
Wirjatmadi, 2012).
Asupan protein bisa didapatkan melalui makanan nabati maupun hewani.
Makanan nabati yang banyak mengandung protein diantaranya adalah kacang –
kacangan, biji – bijian, dan produk - produk gandum. Sedangkan makanan
hewani yang mengandung banyak protein adalah daging, ikan, telur, makanan
laut, unggas, dan susu (Lau, 2009).
d. Zinc
Zink mempunyai banyak peran biokemis didalam metabolisme didalam tubuh.
Fungsi tersebut dikelompokkan menjadi beberapa diantaranya adalah sebagai
metalloenzim, pembentukan polisoma, stabilisasi membran, dan sebagai ion
bebas didalam sel. Zink juga berperan dalam sintesis protein da metabolism asam
nukleat (Adriani & Wirjatmadi, 2012).
Zink mempunyai berbagai macam fungsi untuk tubuh. Diantaranya adalah
berfungsi untuk pertumbuhan dan replikasi sel, pengelihatan, pematangan system
reproduksi,pengecapan serta dalam pengaturan nafsu makan. Didalam
pertumbuhan sel, zink berkaitan dengan sintesis protein dan melibabtkan enzim
RNA polymerase. Pada bayi yang baru lahir asupan zink untuk tubuh akan
terpenuhi hanya dengan ASI dan simpanan zink didalam hati (Adriani &
Wirjatmadi, 2012).
Zink bisa didapatkan melalui bahan bahan makanan. Bahan makanan ini
diantaranya adalah daging, ungas, telur, ikan, susu, keju, hati, makanan yang
berbahan dasar gandum, ragi, selada, roti serta kacang-kacangan. Tetapi ketika
40
teradi defisiensi zink maka akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan akan
menyebabkan penyembuhan luka yang lama. Hal ini sesuai dengan fungsi dari
zink yaitu mengakifkan enzim dan meningatkannya dan meningkatkan
pertumbuhan (Maryam, 2016).
c. Zat Besi
Zat besi (Fe) merupakan unsur penting diperlukan untuk pembentukan darah
merah atau hemoglobin, dan komponen enzim yang penting dalam system
pernafasan. Zat besi dalam pembentukan hemoglobin akan berfungsi sebagai
penghantar oksigen ke seluruh jaringan dan organ – organ tubh manusia.
Sedangkan komponen enzim yang berada didalam system pernafasan diantaranya
adalah enzim sitokrom-oksidase, katalase, dan peroksidase yang akan berperan
dalam mekanisme oksidasi seluler (Maryam, 2016). Selain itu zat besi juga
berfungsi sebagai pembentuk myoglobin yaitu protein pembawa oksigen kedalam
otot, kolagen (protein yang berada didalam tulang, dan jaringan penyambung),
enzim dan juga berfungsi untuk mempertahankan kekebalan tubuh (Sudargo, dkk
2018).
Kebutuhan zat besi pada anak dan orang dewasa sangatlah bervariasi. Kebutuhan
zat besi setiap hari pada bayi usia 0-11 bulan adalah 0,5-7 mg, anak usia 1-9 tahun
adalah 8-10 mg, laki – laki usia 10-12 tahun adalah 13 mg, laki – laki usia 13-15
tahun adalah 19 mg, laki-laki usia 16-18 tahun adalah 15 mg, laki-laki usia 19-65
keatas keutuhan zat besinya adalah 13 mg. sedangkan pada perempuan usia 10-12
tahun adalah 20 mg, perempuan usia 13-49 tahun adalah 26 mg, perempuan usia
50-65 tahun adalah 12 mg, pada wanita hamil kebutuhan normal zat besi
41
ditambah dengan 9-13 mg, dan perempuan yang menyusui kebutuhan normal zat
besinya ditambah dengan 6 mg ( Kertosono & Soekarti ,2004 dalam Sudargo
dkk, 2018).
Kebutuhan zat besi yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh akan memerikan
dampak pada tubuh. Dampak yang bisa ditimbulkan bisa berupa anemia karena
hemoglobin didalam tubuh yang berkurang secara terus menerus, dapat
menurunkan kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan individu mudah terserang
penyakit. Untuk mengatasi dampak itu maka kebutuhan zat besi didalam tubuh
harus terpenuhi dengan baik. Dengan ara mengonsumsi makanan-makanan yang
dipercaya kaya dengan zat besi (Maryam, 2016).
d. Vitamin A
Terdapat dua jenis vitamin yaitu vitamin yang dapat larut dalam air dan vitamin
yang dapat laut dalam lemak. Vitamin yang dapat larut dalam air diantarana
adalah tiamin, riboflavin, niasin, piridoksin, asam pentotenat, asam folat, blotin,
sianokobalin, kolin dan vitamin C. sedangkan vitamin yang dapat larut dalam
lemak adalah vitamin A, vitamin D, vitamin C, dan vitamin K (Maryam, 2016).
Vitamin A merupakan vitamin yang diperlukan oleh tubuh dalam pengelihatan,
sistem imun, dalan pertumbuhan. Vitamin A dapat mebantu dalam pertumbuhan
tulang (Cosman, 2009). Vitamin A banyak ditemukan pada bahan makan yang
berlemak, dan di bahan makanan yang berwarna kuning atau hijau seperti, wortel,
ubi alae dan waluh yang banyak mengandung karoten. Bahan makan vitamin A
biasanya stabil dengan panas, asam alkali dan mudah teroksidasi oleh udara, serta
akan mudah rusak jika dipanaskan dengan suhu yang tinggi besama dengan
42
udara, sinar, dan lemak yang telah rusak. Kelebihan vitamin A juga akan
menyebabkan dampak seperti sakit kepala, dan dapat menghambat pertumbuhan
tulang (Maryam, 2016).
e. Kalsium
Kalsium didalam tubuh memegang peranan yang sangatlah penting. Tidak hanya
dalam pembentukan tulang dan gigi, tetapi kalsium didalam tubuh juga berperan
untuk proses fisiologis dan biokimia. Seperti dalam proses pembekuan darah,
sebagai perangsang saraf dan otot, meningkatkan dan menjaga keseimbangan
fungsi membrane sel, dan mengaktifkan sekresi enzim dan hormone. Kandungan
kalsium didalam tubuh adalah seita 22 gr per berat badan. 90% kalsium didalam
tubuh terdapat pada gigi dan tulang (Maryam, 2016).
Kalsium juga sangatlah penting dalam masa pertumbuhan anak. karena jika
kekurangan kalsium pada tubuh akan menyebabkan gangguan pertumbuhan,
tulang menjadi tidak kuat, rapuh dan mudah bengkok. Hal ini dapat dicegah
mulai dari dini yaitu dengan mengonsumsi makanan yang megandung kalsium
didalam nya (Maryam, 2016).
f. Fosfor
Fosfor adalah bagian senyawa tertinggi dari energy dalam ATP untuk digunakan
sebagai suplai energi dalam aktivitas seluler. Fosfor sangat berpengaruh didalam
metabolisme pada jaringan, dan hampir sebagaian bahan makanan mengandung
fosfor didalamnya. Bahan makanan yang banyak mengandung fosfor diantaranya
adalah makanan yang kaya akan protein seperti daging, ayam, telur, serealia, susu
dan segala olahannya, kacang-kacngan dan segala olahannya. Selain itu fosfor
43
juga bisa terdapat pada bahan makanan , kacang hiau, kelapa, tahu, jagung, beras
setengah giling, tepung terigu, roti putih, biskuit, kentang, ketela pohon, gula
merah, bayam, daun singkong, wortel, pisang ambon, dan mie kering (Maryam,
2016).
Kekurangan fosfor pada individu jarang terjadi, karena forfor terkandung di
hampir semua bahan makanan. Sesorang individu yang mengalami kekurangan
fosfor akan berdampak pada kerusakan tulang. Gejala yang akan muncul akibat
dari kekurangan forsof ini adalah rasa lelah, nafsu makan yang menurun, serta
penurunan kekuatan tulang. Pada bayi yang lahir dengan keadaan premature akan
membutuhkan fosfor yang lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang normal
karena cepatnya pertumuhan tulang, sehingga tidak jarang bayi yang lahir dengan
premature mengalami kekurangan gizi dan tidak cukup hanya dengan pemberian
ASI (Maryam, 2016).
2.2.3.2 Gizi seimbang untuk anak balita
Gizi seimbang adalah pemenuhan gizi dalam setiap harinya. Pemenuhan
gizi yang seimbang ini disesuaikan dengan kebutuhan tubuh, dan memperhatikan
prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup sehat dan
mempertahankan berat badan normal dan dapat mencegah terjadinya masalah
gizi. Kebutuhan gizi seimbang untuk anak 2-5 tahun akan meningkat karena
pada usia ini anak mengalami pertumbuhan yang cepat dan aktivias fisik yang
tinggi. Pada usia ini juga anak sudah mempunyai pilihan tersendiri untuk masalah
makanan yang disukai. Oleh karena itu orang tua atau pengasuh haruslah selalu
memperhatikan jumlah dan variasi makanan yang diberikan kepada anak, dan
44
untuk memenuhi kebutuhan gizi, anak dianjurkan makan secara teratur 3 kali
dalam sehari yaitu pagi, siang dan malam. Hal ini menghindarkan atau
mengurangi anak mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan bergizi.
Disamping itu pada usia ini anak juga sudah sering bermain diluar rumah yang
dapat membuat anak mudah terkena penyakit infeksi atau cacingan, sehingga
anak juga perlu untuk diajarkan perilaku hidup sehat (Kemenkes, 2014).
Ada dua panduan pangan (food guide) yang digunakan sebagai pedoman
dalam memenuhi kebutuhan gizi seimbang yaitu:
1. Tumpeng gizi seimbang (TGS) merupakan panduan dengan bentuk piramida
yang memiliki empat lapisan berurutan dari bawah dan semakin keatas semakin
kecil. Empat lapisan ini artinya adalah gizi seimbang yang didasarkan pada empat
prinsip pilar yaitu beragam pangan, aktivitas fisik, kebersihan diri dan lingkungan,
dan berat badan. Semakin keatas ukuran tumpeng semakin kecil yang berarti
makanan yang paling atas diperlukan sedikit atau dibatasi. Digambar tumpeng
gizi seimbang juga sudah di cantumkan porsinya, selain itu juga dicantumka
aktivitas fisik yang minimal dilakukan 3 kali seminggu, memantau berat badan
dan mencuci tangan menggunakan air mengalir (Kemenkes, 2014).
45
Gambar 2. 2 Tumpeng gizi seimbang Sumber : (Kemenkes, 2014)
2) Piring makananku: sajian sekali makan, ini merupakan panduan yang
menunjukkan sajian makan dan minum dalam sekali makan. Panduan ini
mengacu pada anjuran untuk makan sehat, dimana 50% atau setengah makanan
terdiri makanan pokok dan lauk, dan 50% terdiri dari sayuran dan buah. Dan
setiap makan dianjurkan untuk minum air putih baik sebelum, saat atau sesudah
makan sesuai dengan kebutuhan (Kemenkes, 2014).
Gambar 2. 3 Panduan Piring Makananku Sumber: (Kemenkes, 2014)
2.2.3.3 Kekurangan Gizi Untuk Balita
Kekurangan gizi pada anak sering diabaikan oleh orang tua maupun oleh
pengasuh. Karena gejala awal dari kekurangan gizi pada anak adalah penurunan nafsu
makan dan anak sulit makan, tetapi hal ini tidaklah dianggap masalah yang besar oleh
46
orang tua maupun pengasuh. Padahal jika hal ini terus menerus berlanjut maka akan
menyebabkan penurunan berat badan anak. Karena pada anak idealnya setiap bulan
mengalami kenaikan berat badan sebesar 500 gram, tetapi pada anak yang mengalami
sulit makan dan berlanjut berat badan anak akan meningkat sebesar 200 gram per bulan
(Ratufelan, Zainuddin, & Junaid, 2018).
Kekurangan gizi pada balita dapat menyebabkan pada kerusakan ireversibel
(tidak dapat dipulihkan). Salah satu dampak kekurangan gizi yang berkepanjangan pada
balita adalah terjadinya ukuran tubuh yang pendek (stunting). Dan akan menyebabkan hal
yang lebih fatal lagi karena dapat berakibat pada perkembangan otak anak, karena
perkembangan otak anak mengalami pertumbuhan yang pesat pada umur 30 minggu
sampai 18 bulan (Maryam, 2016). Selain itu juga akan menyebabkan anak tampak apatis,
gangguan berbicara, menurunkan kemampuan kognitif, penuruan nilai IQ, gangguan
pemusatan perhatian, dan rasa kepercayaan diri menurun (Ratufelan et al., 2018).