bab ii tinjauan pustaka 2.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/38428/3/bab ii.pdf · peningkatan...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Novella (2010) melakukan penelitian mengenai penerapan Balanced
Scorecard pada Rumah Sakit Tugurejo Semarang. Hasil dari penelitian tersebut
adalah pihak rumah sakit masih kurang dalam memberikan pelatihan/seminar
yang bermanfaat bagi para karyawannya, padahal kegiatan pelatihan tersebut
berguna dalam mengembangkan kemampuan serta keahlian para karyawannya.
Semakin tingginya keahlian yang dimiliki para karyawan maka akan
meningkatkan kualitas jasa yang diberikan sehingga akan menarik banyak minat
masyarakat untuk terus melakukan pengobatan di rumah sakit. Semakin
meningkatnya jumlah pasien akan meningkatkan pendapatan rumah sakit dimana
pendapatan itu sendiri akan dialokasikan kembali untuk mendanai segala kegiatan
yang menunjang kegiatan pelayanan jasa di RSUD Tugurejo Semarang seperti
mendanai segala kegiatan pelatihan/seminar untuk karyawan, pembelanjaan
peralatan dan perlengkapan terbaru dan paling canggih untuk menunjang kualitas
pelayanan jasa di rumah sakit. Selain itu para karyawan rumah sakit juga perlu
menciptakan kenyamanan pada para calon pasien beserta keluarganya dengan
keramahan dalam melayani mereka.
Fathoni dan Indah (2011) menganalisis Penilaian Kinerja Dengan
Penerapan Balanced Scorecard di Rumah sakit “ABC”. Berdasarkan hasil dari
analisis keempat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
7
perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Rumah Sakit “ABC” yang dijadikan indikator penilaian kinerja Rumah Sakit
“ABC” dapat dikatakan baik. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya
peningkatan kinerja rumah sakit “ABC” pada tahun 2009 sebesar 93% dari
keempat perspektif yang diukur.
Bestari (2011) melakukan analisis mengenai pendekatan Balanced
Scorecard pada Rumah Sakit Kebumen. Hasil dari analisis tersebut adalah kinerja
perspektif keuangan RSUD Kabupaten Kebumen yang diukur dengan rasio
ekonomi, rasio efektivitas telah sesuai target yang ditentukan. Sementara bila
diukur dengan rasio efisiensi RSUD Kabupaten Kebumen selalu mengalami
defisit, karena sebagai rumah sakit pemerintah yang tujuan utamanya adalah
pelayanan sosial. Kinerja perspektif pelanggan RSUD Kabupaten Kebumen
menunjukkan hasil cukup baik. Kinerja perspektif proses bisnis internal RSUD
Kabupaten Kebumen menunjukkan hasil yang tidak baik. Kinerja perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan RSUD Kabupaten Kebumen menunjukkan hasil
yang baik. Rasio ekonomi, efektivitas sudah baik, karena sesuai target, sehingga
perlu dipertahankan kalau memungkinkan ditingkatkan. Rasio efisiensi RSUD
Kabupaten Kebumen dikatakan tidak efisien/tidak sesuai target, dikarenakan
adanya ketentuan dari pemerintah pusat tentang pelayanan kepada masyarakat
miskin yang diwujudkan dalam program jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) atau rumah sakit yang tujuan utamanya pelayanan sosial, sehingga
perlu ditingkatkan yaitu pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
8
Anggraini dan Endang (2015) melakukan penelitian mengenai penerapan
Balanced Scorecard pada Rumah Sakit Islam Surabaya. Hasil dari penelitian yang
dilakukan adalah perspektif keuangan pada Rumah Sakit Islam Surabaya yang
diukur dengan tingkat pertumbuhan pendapatan, rasio operasi dan perbandingan
laba dari pendapatan, ROI menunjukkan peningkatan, sehingga kinerja keuangan
dinilai baik. Dalam perspektif pelanggan menunjukkan keberhasilan Rumah Sakit
Islam Surabaya dalam memberikan pelayanan terbaiknya. Hal ini ditunjukkan
dengan membaiknya hasil analisis dari indikator yang digunakan yaitu BOR (Bed
Occupancy Rate), BTO (Bed Turn Over) serta kepuasan pelayanan Rumah Sakit
Islam yang selama ini diberikan. Perspektif proses bisnis internal terdiri dari
tingkat penyediaan obat, penambahan peralatan dan pemeliharaan dan sanitasi
lingkungan telah terlaksana dengan baik sehingga target rumah sakit tercapai.
Berdasarkan perspektif bisnis internal yang terdapat dalam balanced scorecard
kinerja Rumah sakit Islam Surabaya dinilai baik. Secara keseluruhan inovasi yang
dilakukan oleh Rumah Sakit mulai dari tingkat penyediaan obat, penambahan
peralatan dan pemeliharaan dan sanitasi lingkungan telah terlaksana dengan baik.
Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran menunjukkan bahwa kinerja Rumah
Sakit Islam Surabaya baik, ini ditunjukkan dengan tingkat produktivitas
karyawan, pemberian training (diklat) kepada pegawai serta masa kerja pegawai
dengan masa kerja di atas 10 tahun.
Wulan & Farida (2015) melakukan penelitian mengenai pengukuran
kinerja dari prespektif Balanced Scorecard di rumah sakit umum haji Surabaya.
Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah analisa perspektif keuangan yang di
9
ukur melalui rasio ekonomis menunjukkan penurunan, sedangkan hasil analisis
dari rasio efisien menunjukkan tidak efisien, sedangkan jika dinilai dari rasio
efektivitas mengalami peningkatan. Kinerja dari perspektif pelanggan RSU Haji
Surabaya menunjukkan hasil yang baik. Kinerja dari perspektif proses bisnis
internal RSU Haji Surabaya menunjukkan hasil cukup baik dikarenakan pada
tahun 2012 dan 2013 nilai BOR, TOI, GDR dan NDR sesuai standar yang telah di
tetapkan Depkes RI, kecuali ALOS dan BTO pada tahun 2013 yang melebihi dari
standar ideal. Sedangkan hasil analisa dari perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran menunjukkan penurunan pada retensi karyawan pada tahun 2013
jika dibanding dengan tahun sebelumnya, sedangkan hasil wawancara serta hasil
survey yang dilakukan oleh manajemen rumah sakit tentang kepuasan karyawan
menunjukkan nilai rata-rata cukup puas. Dengan menggunakan metode balanced
scorecard, pihak manajemen rumah sakit dapat menilai kinerja rumah sakit dari
segi keuangan dan non keuangan. Balanced scorecard dapat dijadikan sebagai
bahan evaluasi serta mampu menterjemahkan strategi dalam jangka panjang.
Hafidz dan Linda (2015) menganalisis Penerapan Balanced Scorecard di
RSUD kota Semarang. Hasil dari analisis yang dilakukan adalah kinerja
perspektif keuangan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen
yang telah ditentukan oleh BLU (Badan Layanan Umum) dan perspektif dalam
Balanced Scorecard. Pengukuran kinerja dengan indikator BLU menunjukkan
hasil kurang memuaskan pada tahun 2012, akan tetapi mampu diperbaiki pada
tahun berikutnya. Sedangkan pengukuran dengan Balanced Scorecard rasio
likuiditas menunjukkan hasil yang baik. Kinerja perspektif pelanggan RSUD
10
Kota Semarang menunjukkan hasil yang baik. Perspektif proses internal bisnis
RSUD Kota Semarang menunjukkan hasil yang sudah baik. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan RSUD Kota Semarang menunjukkan hasil yang
sudah baik.
Suryani dan Endang (2016) meimplementasikan Balanced Scorecard di
RSUD Dr. R. Sosodoro Bojonegoro. Hasil dari perpektif pelanggan menunjukkan
bahwa tingkat kepuasan pasien sudah baik, hal ini dapat dibuktikan dengan
sasaran mutu hasil IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) dan hasil kuisoner. Pada
perspektif proses bisnis internal juga telah dianggap baik dalam proses inovasi
dan operasinya. Pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran telah banyak
pelatihan yang diberikan kepada tenaga medis dan non medis untuk proses
pembelajaran serta dengan ditambahkan sarana dan prasarana yang berguna untuk
peningkatan insfrastruktur rumah sakit yang mendukung tingkat pertumbuhan.
Pada perpektif keuangan dinilai kurang efisien pada pencapaian efisiensi belanja
karena tidak sebading dengan tingkat pertumbuhan pendapatan setiap tahunnya.
Berdasarkan hasil dari penelitian terhadulu dapat disimpulkan bahwa
dengan metode pengukuran kinerja Balanced Scorecard, perusahaan dapat
mengukur kinerja perusahaan dari aspek keuangan dan non keuangan dan dapat
menyatukan berbagai elemen persaingan bisnis kedalam suatu laporan manajemen
yang lengkap. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis yaitu sama sama menggunakan alat ukur kinerja yaitu Balance
Scorecard. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis yaitu pada penelitian ini objek yang diteliti.
11
2.2 Tinjauan Pustaka
1. Pengukuran Kinerja
a. Kinerja
Muhammad (2013) berpendapat bahwa kinerja (Performance)
merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program yang dibuat dalam sebuah kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi suatu
organisasi. Nilai usaha perusahaan akan tinggi apabila kinerja perushaan baik.
Nilai usaha yang tinggi dapat menarik minat investor untuk menanamkan modal
sehingga harga saham mengalami kenaikan.
Menurut Moeherino (2009: 60), Kinerja (performance) merupakan
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan
atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi
yang dituangkan melalui perencanaan strategi suatu organisasi. Sedangkan
menurut Mahsun (2013: 25) kinerja (Performance) merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program yang
dibuat dalam sebuah kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan
visi organisasi yang tertuang dalam strategi suatu organisasi.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja
merupakan suatu hasil atau pencapaian yang mampu dicapai oleh suatu
organisasi suatu perusahaan dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan
untuk mencapai tujuan tertentu.
12
b. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting
bagi organisasi bisnis. Didalam sistem pengendalian manajemen pada suatu
organisasi bisnis, pengukuran kinerja merupakan usaha yang dilakukan pihak
manajemen untuk mengevaluasi hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan
oleh masingmasing pusat pertanggungjawaban yang dibandingkan dengan
tolak ukur yang telah ditetapkan.
Pengukuran/penilaian kinerja merupakan adalah suatu alat manajemen
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas,
dengan demikian pengukuran/penilaian kinerja organisasi merupakan dasar
reasonable untuk pengambilan keputusan (Bastian, 2006). Sedangkan
menurut Robertson dalam Mahsun (2013:25), pengukuran kinerja
(Performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya,
termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang
dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan
terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan;
dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kinerja adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan terhadap berbagai
aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan.
13
c. Indokator Pengukuran Kinerja
Government Accounting Standard Board (GASB), dalam Concept
Statements No. 2, membagi pengukuran kinerja dalam tiga kategori
indikator, yaitu (1) indikator pengukuran service efforts, (2) indikator
pengukuran service accomplishment, dan (3) indikator yang menghubungkan
antara efforts dengan accomplishment. Service efforts berarti bagaimana
sumber daya digunakan untuk melaksanakan berbagai program atau
pelayanan jasa yang beragam. Service accomplishment diartikan sebagai
prestasi dari program tertentu (Sadjiarto, 2000).
d. Manfaat Pengukuran Kinerja
Manfaat pengukuran kinerja adalah untuk mengetahui apakah tujuan
dan suatu organisasi telah tercapai dengan baik dan apakah strategi yang
digunakan untuk mencapai tujuan.
Mahsun (2013: 33), mengatakan bahwa manfaat pengukuran kinerja
baik internal maupun eksternal organisasi sektor publik yaitu:
1) Memastikan pemahaman para pelanksaan dalam hal ini yaitu karyawan
terhadap ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.
2) Memastikan tercapainya rencana kinerja berupa strategi perusahaan yang
telah disepakati.
3) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja kemudian
membandingkannya dengan rencana kerja untuk memperbaiki kinerja.
4) Memberikan penghargaan dan hukuman yang obyektif atas prestasi
pelaksaan yang telah dicapai sesuai dengan sistem pengukuran kinerja
yang telah ditepati.
14
5) Menjadi alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi.
6) Mengidentifikasi apakah bawahan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi.
7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
e. Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Ulum (2012: 21), secara umum tujuan sistem pengukuran
kinerja adalah:
1) Untuk mengomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up).
2) Untuk mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang
sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian.
3) Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level
menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.
4) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional
2. Balanced Scorecard
a. Pengertian Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard
Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, yang dipimpin oleh David P.
Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi
Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu
ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk
15
mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Hasil studi tersebut diterbitkan
dalam sebuah artikel berjudul “ Balanced Scorecard Measures That Drive
Performance” dalam Harvard Business Review (Yuwono & Sony, 2002).
Menurut Kaplan dan David Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata,
yaitu:
1. Balanced
Menunjukkan bahwa kinerja karyawan dapat diukur secara
seimbang yang dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan,
jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern.
2. Scorecard
Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil
kinerja yang sesungguhnya.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran,
dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat
memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis. Pengukuran
kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Yuwono & Sony, 2002).
Menurut Fahmi (2010 : 209) Balanced Scorecard merupakan sebuah
konsep yanng bertujuan untuk mendukung perwujudan visi, misi dan strategi
perusahaan dengan target bersifat jangka panjang yang menekankan pada
empat kajian yaitu perpektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta
16
pembelajaran dan pertumbuhan. Sedangkan menurut Dally (2010 : 10)
Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen yang mencoba mengukur
kinerja organisasi secara seimbang dari berbagai perspektif yang berfokus
pada keberhasilan pengimplementasian strategis suatu organisasi.
Dari beberapa pendapat yang sudah dijelaskan diatas dapat disimpulkan
bahwa pada Balanced Scorecard merupakan pengembangan dari alat yang
digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu organisasi dengan
menekankan pada empat perpspektif yaitu perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, bisnis internal, pelanggan, dan keuangan dengan target bersifat
jangka panjang.
b. Perspektif Balanced Scorecard
Dalam Balanced Scorecard memiliki beberapa perspektif, yaitu
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, proses bisnis internal, pelanggan,
dan keuangan.
Gambar 2.1 Hubungan Empat Perspektif Balanced Scorecard
Sumber: Kaplan dan Norton
17
Untuk mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan metode
balanced scorecar yaitu :
1) Persepktif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Proses pertembuhan dan pembelajaran bersumber dari faktor
sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Beberapa perspektif yang
termasuk dalam proses pertumbuhan dan pembelajaran adalah pelatihan
pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan
individu organisasi. Ukuran dalam perspektif ini bisa dilihat dari tolak
ukurnya yang dibagi menjadi beberapa, yaitu:
a) Retensi pegawai / Turn over pegawai
Retensi pegawai adalah jumlah pegawai tetap yang keluar
dibandingkan dengan jumlah keseluruhan dari rumah sakit dalam 1
tahun. Retensi Karyawan dinilai baik bila selama periode pengamatan
hasil perhitungan retensi karyawan mengalami penurunan, dinilai
cukup baik apabila konstan dan dinilai kurang apabila mengalami
peningkatan.
b) Pelatihan Karyawan
Peningkatan kualitas karyawan salah satunya dapat dilakukan dengan
menyelenggarakan pelatihan bagi karyawan ataupun seminar yang dapat
dinilai baik apabila karyawan mengalami peningkatan maupun penurunan
kinerja setelah dilaksanakannya pelatihan maupun seminar.
18
c) Kepuasan Karyawan
Karyawan sangat penting bagi perusahaan, begitu juga di
ruumah sakit. Karyawan memilliki peran langsung terhadap pasien
sehingga kepuasan dari pasien dapat tercapai, maka perlulah
dilakukan pengukuran terhadap tingkat kepuasan karyawan.
2) Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1171/Menkes/Per/VII/2011 perspektif bisnis internal dapat diukur dengan
standar pengukuran:
Untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit, dilakukan perhitungan BOR yang merupakan perhitungan
persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Nilai BOR
yang ideal adalah antara 60-85%. Jika hasil BOR kurang dari 60% maka
dikatakan baik, jika hasil BOR antara 60-85% maka dikatakan baik, dan
jika hasil BOR lebih dari 85% maka dikatakan sangat baik.
Untuk mengetahui gambaran tingkat efisiensi dan gambaran mutu
karyawan, dilakukan perhitungan ALOS. ALOS adalah rata-rata lama
rawat seorang pasien. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari.
Jika hasil ALOS kurang dari 6 hari maka dikatakan cukup baik, jika hasil
19
ALOS antara 6-9 hari maka dikatakan baik, dan jika hasil ALOS lebih dari
9 hari maka dikatakan sangat baik.
Untuk mengetahui perbandingan jumlah pasien keluar dengan rata-rata
tempat tidur yang siap pakai dilakukan perhitungan BTO. Secara umum nilai
BTO yang ideal antara 40-50 kali. Jika hasil BTO kurang dari 40 kali maka
dikatakan kurang baik, jika hasil BTO antara 40-50 kali maka dikatakan baik,
dan jika hasil BTO lebih dari 50 kali maka dikatakan sangat baik.
Untuk mengetahui gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat
tidur digunakan perhitungan TOI. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi
pada kisaran 1-3 hari. Jika hasil TOI kurang dari 1 hari maka dikatakan
sangat baik, jika hasil TOI antara 1-3 hari maka dikatakan baik, dan jika
hasil TOI lebih dari 3 hari maka dikatakan kurang baik.
( )
( )
Untuk mengetahui rata-rata angka kematian >48 jam setelah dirawat
untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar digunakan perhitungan NDR. Nilai
NDR yang ideal seharusnya tidak lebih dari 25 per 1000 penderita keluar.
Jika hasil NDR kurang dari 25 per 1000 maka dikatakan baik dan jika hasil
NDR lebih dari 25 per 1000 maka dikatakan kurang baik.
20
Untuk mengetahui rata-rata kematian untuk tiap-tiap 1000 pasien
keluar digunakan pehitungan GDR. Nilai GDR yang ideal seharusnya
tidak lebih dari 45 per 1000 penderita keluar, kecuali jika terjadi kejadian
khusus sepertiwabah penyakit, bencana alam, perang dan lain-lain. Jika
hasil GDR kurang dari 45 per 1000 maka dikatakan baik dan jika hasil
GDR lebih dari 45 per 1000 maka dikatakan kurang baik.
3) Perspektif Pelanggan
Untuk menilai perspektif pelanggan di RSUD yang merupakan
perusahaan pelayanan jasa pemerintah, dilakukan dengan menggunakan
tingkat kepuasan pelanggan. Teroi yang mendungkung tentang tingkat
kepuasan pelanggan adalah teori service quality (SERVQUAL) Valerie
Ziethaml yang didalamnya mencakup pernyataan mengenai tangibility,
reliability, responssiviness, assurance, dan emphaty (Hartanti, 2012)
a. Tangibility yaitu komentar responden terhadap kemampuan rumah sakit
dalam menunjukkan eksistensinya kepada responden.
b. Responsiveness adalah kemampuan karyawan rumah sakit untuk
membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat
c. Realibility (kehandalan) adalah kemampuan rumah sakit memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya kepada
responden.
21
d. Assurance adalah persepsi responden terhadap jaminan dan kepastian yang
meliputi pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai
Rumah Sakit Umum Daerah Kraksaan untuk menumbuhkan rasa percaya
responden.
e. Empati adalah tanggapan responden terhadap perhatian yang tulus dan
bersifat individual atau pribadi yang diberikan RSUD Waluyo Jati
Kraksaan dengan berupaya memahami keinginan para responden.
4) Perspektif Keuangan
Salah satu aspek finansial yang harus diukur untuk mengetahui hasil
dari tindakan ekonomi adalah perspektif keuangan. Perspektif keuangan
disini ditujukan untuk menilai tingkat pencapaian target pendapatan dari
RSUD Waluyo Jati Kraksaan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
telah memberi indikator-indikator keuangan berdasarkan Pedoman PKAP
Rumah Sakit Perjan, Rektorat Jendral Pelayanan Medik Dep. Kes RI tahun
2002.
a) Profit Margin
Profit Margin digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba bersih dari kegiatan operasi perusahaan untuk
mengetahui efisiensi perusahaan. Profit margin bisa dikatakan baik apabila
setiap periodenya mengalami peningkatan dan diniai cukup baik apabila
konstan dan kurang baik mengalami penurunan.
22
b) Return On Investment
ROI merupakan rasio yang digunakan untuk mngukur
kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam seluruh aktiva untuk
menghasilkan laba bersih. Apabila hasil ROI mengalami peningkatan
bisa dikatakan baik, dinilai cukup apabila konstan, dan dinilai kurang
apabila mengalami penurunan.
c) Perputaran Persediaan
Total persediaan adalah seluruh persediaan yang digunakan
untuk proses produksi pada akhir tahun buku. Total pendapatan usaha
adalah total pendapatan usaha dalam tahun buku yang bersangutan.
d) Perputaran total aset
Total pendapatan adalah total pendapatan usaha dan non usaha
tidak termasuk pendapatan hasil penjualan aktiva tetap. Capital
employed adalah posisi pada akhir tahun buku total aktiva dikurangi
aktiva tetap dalam pelaksanaan.
e) Rasio Biaya Modal
Total modal sendiri adalah seluruh komponen sendiri pada akhir
tahun buku di luar dana yang belum ditetapkan statusnya. Harta total