bab ii tinjauan pustaka 2.1. perilaku kesehatan 2.1.1
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Kesehatan
2.1.1 Definisi Perilaku Kesehatan
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu
stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012). Perilaku dibedakan
menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt
behavior). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari
seseorang disertai dengan tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas
dan mudah (Fitriani, 2011).
Perilaku kesehatan (health behavior) merupakan suatu respons seseorang
terhadap objek yang berkaitan dengan penyakit serta faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan seperti penggunaan pelayanan kesehatan, pola
hidup, maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi sehingga perlu adanya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakupi
pencegahan atau melindungi diri dari penyakit, meningkatkan kesehatan, dan
mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Oleh sebab itu
perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua, yakni
perilaku orang yang sehat agar tetap sehat serta perilaku orang yang sakit untuk
memperoleh penyembuhan. (Notoatmodjo, 2014).
Menurut Notoatmodjo (2014), perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi
tiga :
a. Perilaku hidup sehat (healthy life style)
Merupakan perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya mempertahankan
dan meningkatkan kesehatan. Oleh sebab itu, perilaku ini secara rinci mencakup
tindakan atau perilaku:
1. Mencegah dari sakit, kecelakaan dan masalah kesehatan yang lain
(preventif).
2. Meningkatkan derajat kesehatannya (promotif), yakni perilaku-perilaku
yang terkait dengan peningkatan kesehatan.
5
6
Perilaku orang sehat supaya tetap sehat (terhindar dari penyakit) dan bahkan
lebih meningkat kesehatannya yaitu perlu dengan usaha-usaha untuk
meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan dengan
menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, istrahat yang cukup, menjaga
perilaku yang positif bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2014).
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Merupakan terkait dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit untuk
mencari penyembuhan. Pada saat orang sakit, ada beberapa tindakan atau
perilaku yang muncul, antara lain:
1. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan, tetap
menjalankan kegiatan sehari-hari.
2. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment
atau self medication). Pengobatan sendiri ada 2 cara yaitu cara tradisional
(minum jamu, obat gosok, dan sebagainya) serta cara modern misalnya
minum obat yang dibeli di toko obat atau apotek.
3. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar, yakni fasilitas pelayanan
kesehatan, yang dibedakan menjadi dua, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan
tradisional (dukun atau paranormal) serta fasilitas atau pelayanan kesehatan
modern atau profesional (puskesmas, poliklinik, dokter, rumah sakit, dan
sebagainya) (Notoatmodjo, 2014).
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Merupakan orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles) yang mencakup
hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Menurut
Becker hak dan kewajiban orang yang sedang sakit merupakan perilaku peran
orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang sakit antara lain:
1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
2. Tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh
kesembuhan.
3. Melakukan kewajibannya sebagai pasien yaitu mematuhi nasihat-nasihat
dokter untuk mempercepat kesembuhannya.
4. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya.
5. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya (Notoatmodjo, 2014).
7
2.1.2 Determinan Perilaku Kesehatan
Lawrence Green menyatakan bahwa perilaku kesehatan manusia dipengaruhi
oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor non
perilaku (non behavior causes) (Badan Pusat Statistik, 2008). Faktor perilaku
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya
suatu perilaku. Yang termasuk faktor predisposisi yaitu pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan lain-lain.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang merupakan sarana dan
prasarana untuk berlangsungnya suatu perilaku. Yang merupakan faktor
pemungkin misalnya lingkungan fisik, sarana, prasarana, dan ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya suatu
perilaku. Yang merupakan faktor pendorong dalam hal ini adalah keluarga,
masyarakat, petugas kesehatan maupun petugas kesehatan yang lain dalam
upaya mempromosikan perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2014).
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Definisi
Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian serta
persepsi terhadap suatu objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga) serta indera penglihatan (mata).
(Notoatmodjo, 2014).
Penelitian Rongers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu :
1. Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus.
8
2. Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus objek tersebut.
3. Evaluasi (evaluation) menimbang baik buruknya tindakan terhadap stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Mencoba (trial) dimana subyek telah mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
yang dikehendaki stimulus.
5. Adopsi (adaptation) dimana objek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan (Mubarak, 2007)
2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014) secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkatan
pengetahuan, yakni:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai memanggil (recall) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu. Tingkat ini mengingat kembali terhadap sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari ataupun rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah (Notoatmodjo, 2014).
2. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Orang yang telah paham
terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari
(Notoatmodjo, 2014).
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui. Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-
rumus, metode-metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain
(Notoatmodjo, 2014).
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan suatu materi
atau obyek kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
9
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis apabila seseorang
dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram
(bagan) terhadap pengetahuan terhadap objek tersebut (Notoatmodjo, 2014).
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada
(Notoatmodjo, 2014).
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-
norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2014).
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2012), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu:
1. Pendidikan
Suatu pendidikan akan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan seseorang.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan individu sangat mempengaruhi terlaksananya
sebuah kegiatan yang diperoleh baik pendidikan formal maupun non formal
(Notoatmodjo, 2012). Salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah
pendidikan dan status ekonomi.
Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir
(Stuart, 2006). Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berpikir
rasional serta menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah.
2. Pekerjaan.
Menurut Notoatmodjo (2011), pekerjaan adalah suatu aktivitas seseorang
untuk memperoleh penghasilan, guna untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dalam memenuhi kebutuhan hidup. Seseorang bekerja dengan tujuan untuk
mencapai suatu keadaan yang lebih dari keadaan sebelumnya. Dengan bekerja
10
seseorang dapat berbuat sesuatu yang bernilai, bermanfaat, dan memperoleh
berbagai pengetahuan.
3. Media massa/sumber informasi
Sebagai sarana komunikasi dengan berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, internet, dan lain-lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukkan opini dan kepercayaan orang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu (Notoatmodjo, 2014).
2.2.4 Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan alat
tes/kuesioner terkait objek pengetahuan yang akan diukur. Selanjutnya, dilakukan
penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai
1 jika salah diberi nilai 0 (Notoatmodjo, 2003).
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban
dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dilakukan 100% dan hasilnya
berupa presentasi dengan rumus yang digunakan sebagai berikut :
Keterangan :
P = Persentasi
P = f n
x 100%
f = frekuensi dari seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan yang telah
dipilih responden atas pernyataan yang diajukan.
n = jumlah frekuensi seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan responden
selaku peneliti.
100% = bilangan genap (Serbaguna, 2008).
Variabel pengetahuan yang dilihat berdasarkan penggunaan obat rasional
meliputi indikasi, dosis, efek samping, penyimpanan, dampak penggunaan serta
cara memperoleh antibiotika amoksisilin (Kemenkes, 2011).
11
2.2.5 Cara Penilaian Pengetahuan
Penilaian pengetahuan yang dikemukakan oleh Bloom dan Skinner dalam
Evin (2009), yaitu dengan cara individu mengungkapkan kata-kata yang diketahui
dalam bentuk jawaban baik secara lisan maupun tulisan. Bukti atau jawaban
tersebut merupakan reaksi dari suatu rangsangan berupa pertanyaan baik secara
lisan maupun tulisan.
Pertanyaan yang dapat digunakan untuk menilai pengetahuan secara umum
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, antara lain :
1) Pertanyaan subyektif berupa jenis pertanyaan essai
Hal ini karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari
penilaian, sehingga nilainya akan beda dari seorang penilai dibandingkan dengan
yang lain dari suatu waktu ke waktu yang lain.
2) Pertanyaan obyektif berupa pertanyaan pilihan berganda dan benar salah.
Hal ini karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti tanpa
melibatkan faktor subjektivitas dari penilai.
Dari kedua pertanyaan tersebut, penilaian objektif khususnya dengan pilihan
berganda lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat ukur pengetahuan karena lebih
mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai
(Evin, 2009).
2.2.6 Kategori Pengetahuan
Menurut Wawan, A. (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
Tabel 2. 1 Kategori Pengetahuan (Arikunto, 2010)
No. Tabel Kategori Keterangan
1. Baik Bila subyek mampu menjawab dengan benar
76%-100% dari seluruh pertanyaan.
2. Cukup Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan.
3. Kurang Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari seluruh pertanyaan.
4 Tidak Baik Bila subyek mampu menjawa dengan benar <40% dari seluruh pertanyaan
12
Stimulus rangsangan
Proses Stimulus Reaksi Tingkah Laku (terbuka)
Sikap (tertutup)
2.3 Sikap
2.3.1 Pengertian
Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek, manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup,
sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial (Notaoatmodjo, 2007).
Secara garis sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang dipelajari),
komponen perilaku (berpengaruh terhadap respon sesuai atau tidak sesuai), dan
komponen emosi (menimbulkan respon-respon yang konsisten) (Wawan & Dewi,
2011). Berikut akan disajikan skema terbentuknya sikap dan reaksi.
Gambar 2.1 Skema Alur Sikap dan Reaksi (Wawan & Dewi, 2011)
2.3.2 Tingkatan Sikap
Sikap dibagi dalam 4 tingkat sikap berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a) Menerima : seseorang mau dan memperhatikan rangsangan yang
diberikan.
b) Merespons : memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau
objek yang dihadai.
c) Menghargai : tingkatan selanjutnya dari sikap adalah menghargai.
Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide dari orang lain yang
mungkin saja berbeda dengan idenya sendiri, kemudian dari kedua ide
yang berbeda tersebut didiskusikan bersama antara kedua orang yang
mengajukan ide tersebut.
13
d) Bertanggungjawab : mampu bertanggungjawab atas sesuatu yang di telah
pilih merupakan tingkatan sikap yang tertinggi (Fitriani, 2011)
2.3.3 Fungsi Sikap
Sikap terbagi menjadi 4 fungsi yaitu sebagai berikut:
a Fungsi instrumental atau fungsi manfaat atau fungsi penyesuaian
Disebut fungsi manfaat karena sikap dapat membantu mengetahui sejauh
mana manfaat objek sikap dalam pencapaian tujuan. Dengan sikap yang
diambil oleh seseorang, orang dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungan sekitar, disini sikap berfungsi untuk penyesuaian.
b Fungsi pertahanan ego
Sikap tertentu diambil seseorang ketika keadaan dirinya atau egonya
merasa terancam. Seseorang mengambil sikap tertentu untuk
mempertahankan egonya.
c Fungsi ekspresi nilai
Pengambilan sikap tertentu terhadap nilai tertentu akan menunjukkan
sistem nilai yang ada pada diri individu yang bersangkutan.
d Fungsi pengetahuan
Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, itu berarti
menunjukkan orang tersebut mempunyai pengetahuan terhadap objek
sikap yang bersangkutan (Wawan & Dewi, 2011).
2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah sebagai berikut:
a. Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat agar dapat
dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang baik. Sikap akan lebih
mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang terjadi melibatkan faktor
emosional.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan orang yang
dianggapnya penting karena dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari
konflik dengan orang yang dianggapnya penting tersebut.
14
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut menjadi salah satu faktor
penentu pembentukan sikap seseorang.
d. Media massa
Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif cenderung
dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga berpengaruh juga terhadap sikap
konsumennya.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan sistem kepercayaan sehingga konsep ini akan ikut
mempengaruhi pembentukan sikap.
f. Faktor emosional
Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi sebagai bentuk
pertahanan egonya (Wawan & Dewi, 2011).
2.3.5 Cara Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden
terhadap suatu obyek. Misalnya, juga dapat dilakukan dengan cara memberikan
pendapat dengan menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-
pernyataan obyek tertentu, dengan menggunakan skala Likert (Method of
Summateds Ratings) (Notoatmodjo, 2005).
Skala likert merupakan metode sederhana dibandingkan dengan skala
Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 point yang disederhanakan menjadi
2 kelompok yaitu favorable dan yang unfavorable. Masing-masing responden
diminta melakukan agreement atau disagreement untuk masing-masing item dalam
skala yang terdiri dari 4 point (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju). Semua item yang favorable kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu
untuk jawaban sangat setuju nilainya 4, sedangkan jawaban sangat tidak setuju
nilainya 1. Sebaliknya Item unfavorable, nilai untuk jawaban sangat setuju adalah
1, sedangkan jawaban untuk sangat tidak setuju diberi nilai 4 (Riyanto, 2011).
15
c
Salah satu skor standar yang biasanya digunakan dalam skala model Likert
adalah skor-T, yaitu :
Keterangan :
T=50+10[ X– s̅ ]
X = skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T
�̅ = mean skor kelompok
s = deviasi standar skor kelompok
Dimana:
X ( X– s̅) J
(n–1)
Keterangan :
X = skor responden
�̅ = nilai rata-
rata n = jumlah
sampel
Untuk menentukan skor sikap responden secara keseluruhan digunakan
pedoman sebagai berikut:
Sikap positif (favorabel) : T ≥ Mean T
Sikap negatif (Unfavorabel) : T ≤ Mean T
Keterangan :
Nilai T = nilai dari T skor
Mean T = mean dari T skor (Riyanto Agus, 2017)
Variabel sikap yang dilihat berdasarkan penggunaan obat rasional yang
meliputi indikasi,dosis, efek samping, penyimpanan, dampak penggunaan serta
cara memperoleh antibiotika amoksisilin (Kemenkes, 2011).
2.4 Kepatuhan Minum Obat
2.4.1 Pengertian
Kepatuhan adalah taat mengikuti suatu rangkaian tindakan yang dianjurkan
oleh tenaga kesehatan pada seseorang (Albery, 2011). Dalam pengertian lain
disebutkan dalam Supadmi (2012) bahwa kepatuhan merupakan tingkat kepatuhan
pasien sesuai dengan ketentuan yang disarankan oleh tenaga kesehatan profesional.
S =
16
Kepatuhan minum obat diartikan sebagai perilaku pasien yang mentaati
semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh tenaga medis dalam
mengkonsumsi obat, meliputi tepat indikasi, tepat dosis, tepat penyimpanan obat
dan tepat cara memperoleh obat (Oktaviani, 2011).
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan yang disebutkan oleh
Carpenito (2013) diantaranya, yaitu:
a. Pemahaman tentang instruksi
Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika salah paham tentang instruksi
yang diberikan padanya.
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, lewat tahapan-
tahapan tertentu semakin tua umur maka proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami
puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurun kemampuan
penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut.
c. Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota
keluarga atau teman merupakan faktor penting dalam meningkatkan
kepatuhan.
Angka kejadian kepatuhan berobat sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain frekuensi pemberian obat, daya ingat pasien, informasi, serta
interaksi antara dokter dan pasien. Beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan
erat antara kepatuhan pasien berobat dengan beberapa faktor lainnya seperti
hubungan antara dokter dengan pasien, lupa, dan jenis antibiotik yang dipakai
(Wibowo & Soepardi, 2008).
2.4.3 Faktor-Faktor Ketidakpatuhan
Menurut Siregar (2006), beberapa faktor ketidakpatuhan pasien terhadap
pengobatan, sebagai berikut:
a. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan membuat pasien
tidak patuh akibat kurang mengerti tentang pentingnya manfaat terapi
17
obat dan akibat yang mungkin jika obat tidak digunakan sesuai dengan
indikasi.
b. Pasien yang tidak mengerti tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan.
c. Mahalnya harga obat membuat pasien tidak mematuhi instruksi
penggunaan serta penghentian penggunaan sebelum waktunya sebagai
alasan untuk tidak menebus resep.
d. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga yang bertanggung jawab
atas pembelian serta pemberian obat.
e. Efek samping obat yang membuat pasien tidak ingin mengkonsumsi obat,
misalnya mual muntah, memungkinkan menghindar dari kepatuhan.
f. Penggunaan atau konsumsi obat yang disebabkan kuantitas obat yang
salah disebabkan pengukuran obat yang tidak benar atau penggunaan alat
ukur yang tidak tepat padahal pasien bermaksud secara penuh mematuhi
instruksi (Siregar, 2006).
2.4.4 Cara Mengukur Kepatuhan
Menurut Hussar (2005), terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk
mengukur kepatuhan, yaitu :
1. Metode langsung
Dilakukan dengan observasi pengobatan secara langsung, mengukur konsentrasi
obat dan metabolismenya dalam darah. Namun, biaya yang digunakan sangat
mahal.
2. Metode tidak langsung
Dilakukan dengan menanyakan pasien tentang cara pasien menggunakan obat,
menilai respon klinik, melakukan perhitungan obat (pill count), dan
mengumpulkan kuesioner kepada pasien. Pengukuran kepatuhan pada penelitian
ini menggunakan instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner berskala ordinal
yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe skala Likert.
18
Tabel 2. 2 Tabel Scoring Pernyataan (Sugiyono, 2009)
Pernyataan Jawaban (Skor)
Positif (+) Negatif (-)
Selalu 4 1
Sering 3 2
Kadang-kadang 2 3
Tidak pernah 1 4
Variabel kepatuhan dilihat berdasarkan penggunaan obat rasional yang
meliputi tepat indikasi, tepat dosis (tepat jumlah pemberian obat, tepat cara
pemberian obat, tepat interval waktu pemberian obat, serta tepat lama pemberian
obat atau jumlah hari mengkonsumsi obat hingga habis sesuai dengan resep yang
diterima), tepat penyimpanan, serta tepat cara memperoleh antibiotika amoksisilin
(Kemenkes, 2011).
2.5 Antibiotik
2.5.1 Definisi
Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikro antibiotik
adalah suatu senyawa yang dihasilkan suatu mikroba, atau yang diproduksi seluruh
atau sebagiannya secara sintesis kimia, yang dalam konsentrasi kecil dapat
menghambat pertumbuhan mikroba lain (Wibowo, 2012). Antibiotik bertujuan
mengatasi terjadinya penyakit infeksi. Antibiotik digunakan sesuai dengan
penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek
samping minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya bakteri resisten
(Permenkes, 2011).
Pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya menemukan penyebab
infeksi serta pola kepekaannya. Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil
pemeriksaan mikrobiologi atau berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan
antibiotik, dan diarahkan pada antibiotik spektrum sempit untuk mengurangi
tekanan seleksi. Penggunaan antibiotik spektrum luas masih dibenarkan pada
keadaan tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada hasil
pemeriksaan mikrobiologi (Permenkes, 2011).
19
2.5.2 Penggolongan Antibiotik
Penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia,
antibiotik dikelompokkan sebagai berikut :
a) Golongan Aminoglikosida merupakan antibiotik yang berikatan pada
subunit ribosom 30S dan mengganggu sintesis protein untuk
menghambat sintesis protein, yang pada umumnya adalah bakterisida.
Golongan ini meliputi amikasin, gentamisin, neomisin, netilmisin,
tobramisin. (Goodman & Gilman, 2012)
b) Golongan Beta Laktam merupakan antibiotik yang menghambat sintesis
dinding sel, yang pada umumnya adalah bakterisida. Golongan ini
meliputi karbapenem (ertapenenm, imipenem, meropenem), golongan
sefalosporin, golongan beta laktam monosiklik (aztreonam), serta
golongan penisilin (ampisilin, amoksisilin) (Goodman & Gilman, 2012)
c) Golongan glikopeptida diantaranya meliputi vankomisin, teikoplanin,
ramoplanin, dan dekaplanin.
d) Golongan polipeptida diantaranya meliputi golongan makrolida
(eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan
ketolida (telitromisin ), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin,
klortetrasiklin).
e) Golongan polimiksin merupakan penghambatan fungsi membran sel.
Golongan ini diantaranya meliputi polimiksin dan kolistin
f) Golongan Kuinolon (fluorokuinolon) merupakan antibiotika yang
mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat. Golongan ini
meliputi asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,
levofloksasin, dan trovafloksasin.
g) Golongan streptogramin diantaranya meliputi pristinamycin,
virginiamycin, mikamycin.
h) Golongan oksazolidinon diantaranya meliputi linezolid dan AZD2563.
i) Golongan Sulfonamida merupakan obat antimetabolit yang menghambat
enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat. Golongan ini meliputi
sulfametoksazol, sulfadoksin, sulfasetamida dan trimetoprim.
20
j) Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin, dan
asam fusidat (Goodman & Gilman, 2012).
2.5.3 Mekanisme Kerja Antibiotik
Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Obat yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri.
a. Antibiotik Beta-Laktam
Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunya
struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam,
karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam
umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme gram
positif dan negatif. Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri,
dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu
heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri
(kemenkes, 2011).
1). Penisilin
Golongan penisilin mempunyai persamaan sifat kimiawi, mekanisme
kerja, farmakologi, dan karakteristik imunologis dengan sefalosporin,
monobaktam, karbapenem, dan penghambat beta-laktamase. Semua obat tersebut
merupakan senyawa beta laktam karena memiliki cincin laktam beranggota empat
yang unik. Penisilin mempunyai mekanisme kerja dengan cara mempengaruhi
langkah akhir sintesis dinding sel bakteri (transpeptidase atau ikatan silang),
sehingga membran kurang stabil secara osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga
penisilin disebut bakterisida. (Katzung, 2012).
Golongan penisilin diklasifikasikan berdasarkan spektrum aktivitas
antibiotiknya, antara lain penisilin G dan penisilin V, penisilin yang resisten
terhadap beta-laktamase, aminopenisilin, karboksipenisilin, ureidopenisilin.
Tabel 2. 3 Antibiotika Golongan Penisilin (Kemenkes, 2011).
Golongan Contoh Aktivitas
Penisilin G dan penisilin V
Penisilin G dan penisilin V
Sangat aktif terhadap kokus gram positif, tetapi cepat dihidrolisis oleh penisilinase
atau beta laktamase, sehingga tidak
efektif terhadap S. aureus
21
Aktivitas
n obat pilihan utama untuk
ureus yang memproduksi
se. Aktivitas antibiotik kurang
Lanjutan Tabel 2.3
Golongan Contoh
Penisilin yang metisilin, Merupaka
resisten terhadap nafsilin, terapi S. a
beta-laktamase/ oksasilin, penisilina
penisilinase kloksasilin, dan poten terhadap mikroorganisme yang dikloksasilin sensitif terhadap penisilin G.
Aminopenisilin ampisilin, Selain mempunyai aktivitas terhadap amoksisilin bakteri Gram-positif, juga mencakup mikroorganisme Gram-negatif, seperti Haemophilus influenzae, Escherichia coli, dan Proteus mirabilis. Obat-obat ini sering diberikan bersama inhibitor betalaktamase (asam klavulanat, sulbaktam, tazobaktam) untuk mencegah hidrolisis oleh beta-laktamase yang semakin banyak ditemukan pada bakteri Gramnegatif ini.
Karboksipenisilin karbenisilin, Antibiotik untuk Pseudomonas, tikarsilin Enterobacter, dan Proteus. Aktivitas antibiotik lebih rendah dibanding ampisilin terhadap kokus Gram- positif, dan kurang aktif dibanding piperasilin dalam melawan Pseudomonas. Golongan ini dirusak oleh beta-laktamase.
Ureidopenisilin mezlosilin, Aktivitas antibiotik terhadap azlosilin, dan Pseudomonas, Klebsiella, dan piperasilin Gramnegatif lainnya. Golongan ini dirusak oleh beta-laktamase.
Golongan penisilin berdasarkan spektrum aktivitas antibiotiknya, antara
lain penisilin G dan penisilin V, penisilin yang resisten terhadap beta-laktamase,
aminopenisilin, karboksipenisilin, ureidopenisilin dilihat dari rute, waktu paruh,
dosis, serta interval waktu pada Tabel 2.4
Tabel 2. 4 Golongan Tipe Penisilin (Keogh, 2010)
No Tipe penisilin Rute Waktu
Paruh
(jam)
Dosis Interval
(jam)
1. Basic (Natural)
penisilin
a. Penisilin G PO 0.5 200,000-500,000 IU 4-6 b. Penisilin V PO 0.5 125-500 mg 8
2. Resisten Penisilin
a. Cloxacilin PO 0.5-1 2-6 g 6 b. Dicloxacillin PO 0.5-1 125-250 mg 6 c. Nafcillin PO 0.5-1 250-1000 mg 4-6 d. Oxacillin PO 0.5-1 500-1000 mg 4-6
22
Dosis Interval
(jam)
Lanjutan Tabel 2.4
No Tipe penisilin Rute Waktu
Paruh
(jam)
3. Aminopenisilin
a. Amoxicillin PO 1-1.5 250-500 mg 8 b. Amoxcillin + PO 1-1.5 5 g 8 Potassium
clavulanat
c. Ampicillin PO 1-2 250-500 mg 6
4. Spektrum diperluas
(extended spectrum)
Carbenicillin PO 1-1.5 500-1000 mg 6
2). Sefalosporin
Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme
serupa dengan penisilin. Sefalosporin diklasifikasikan berdasarkan generasinya
(Kemenkes, 2011). Penggolongan obat sefalosporin oral sebagai berikut :
Tabel 2. 5 Klasifikasi dan Aktivitas Sefalosporin
Generasi Contoh Aktivitas
I Sefaleksin, sefalotin, Antibiotik yang efektif terhadap sefazolin, sefradin, Grampositif dan memiliki aktivitas sedang sefadroksil terhadap Gram-negatif.
II Sefaklor, sefamandol, Aktivitas antibiotik Gram-negatif yang sefuroksim, sefoksitin, lebih tinggi daripada generasi-I. sefotetan, sefmetazol,
sefprozil.
III Sefotaksim, Aktivitas kurang aktif terhadap kokus seftriakson, Gram-postif dibanding generasi-I, tapi seftazidim, sefiksim, lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, sefoperazon, termasuk strain yang memproduksi beta- seftizoksim, laktamase. Seftazidim dan sefoperazon juga sefpodoksim, aktif terhadap P. aeruginosa, tapi kurang moksalaktam. aktif dibanding generasi-III lainnya terhadap kokus Gram-positif.
IV Sefepim, sefpirom Aktivitas lebih luas dibanding generasi III dan tahan terhadap beta-laktamase.
Golongan sefalosporin dilihat berdasarkan rute, waktu paruh, dosis, interval
waktu pada Tabel 2.6.
23
Tabel 2. 6 Golongan Sefalosporin (Keogh, 2010)
No. Golongan sefalosporin
Rute Waktu paruh (jam)
Dosis Interval (jam)
1. Generasi pertama
a. Cefadroxil PO 0.5-2 500 mg 12 b. Cephalexin PO 0.5-1 250-500 mg 6 c. Cephradine PO 1-2 250-500 mg 8
2. Generasi kedua
a. Cefaclor PO 0.5-2 250-500 mg 8 b. Cefprozil PO 1-2 500 mg 12 c. Cefuroxime PO 1.5-2 250-500 mg 12 d. Loracarbef PO 1 200-400 mg 12
3. Generasi ketiga
a. Cefixime PO 2.5-4 200 mg 12 b. Cefpodoxime PO 2-3 200 mg 12 c. Ceftibuten PO 1.5-3 400 mg 24 d. Cefdinir PO 1.5 300-600 mg 12
3). Monobaktam (beta-laktam monosiklik)
Yang termasuk golongan monobaktam yaitu aztreonam. Yang mana aktivitas
obat ini yaitu resisten terhadap beta-laktamase yang dibawa oleh bakteri Gram-
negatif. Aktif terutama terhadap bakteri Gram-negatif. Aktivitasnya sangat baik
terhadap Enterobacteriacease, P. aeruginosa, H. influenzae dan gonokokus.
Pemberian secara parenteral, terdistribusi baik ke seluruh tubuh, termasuk
cairan serebrospinal. Waktu paruh 1,7 jam. Sebagian besar obat ini diekskresi
secara utuh melalui urin.
4). Karbapenem
Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas
antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar betalaktam lainnya. Yang
termasuk karbapenem adalah imipenem, meropenem dan doripenem. Spektrum
aktivitas dapat menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram-negatif, dan
anaerob.
Ketiganya sangat tahan terhadap betalaktamase. Efek samping dari obat paling
sering adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis tinggi yang diberi pada
pasien dengan lesi SSP atau dengan insufisiensi ginjal. Meropenem dan doripenem
mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih jarang menyebabkan kejang.
24
5). Inhibitor beta-laktamase
Inhibitor beta-laktamase melindungi antibiotik beta-laktam dengan cara
menginaktivasi beta-laktamase. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah asam
klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. Asam klavulanat merupakan suicide
inhibitor yang mengikat betalaktamase dari bakteri gram positif dan gram negatif
secara irreversible. Obat ini dikombinasi dengan amoksisilin untuk pemberian oral
dan dengan tikarsilin untuk pemberian parenteral.
Sulbaktam dikombinasi dengan ampisilin untuk penggunaan parenteral, dan
kombinasi ini aktif terhadap kokus gram positif, termasuk S. aureus penghasil beta-
laktamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap Pseudomonas) dan bakteri
anaerob. Sulbaktam kurang poten dibanding klavulanat sebagai inhibitor beta-
laktamase. Tazobaktam dikombinasi dengan piperasilin untuk penggunaan
parenteral. Waktu paruhnya memanjang dengan kombinasi ini, dan ekskresinya
melalui ginjal.
c. Basitrasin
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama
adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H.
influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia
dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal.
Basitrasin jarang menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering
dikombinasi dengan neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik
bila memasuki sirkulasi sistemik.
d. Vankomisin
Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap
bakteri Gram positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil
Gram-negatif dan mikobakteria resisten terhadap vankomisin. Vankomisin
diberikan secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya
adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat),
serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi.
25
2. Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein
Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein
Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin,
kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin,
mupirosin, dan spektinomisin.
a. Aminoglikosid
Spektrum aktivitas obat golongan ini menghambat bakteri aerob Gram-negatif.
Obat ini mempunyai indeks terapi sempit, dengan toksisitas serius pada ginjal dan
pendengaran, khususnya pada pasien anak dan usia lanjut. Efek samping obat ini
dapat menimbulkan toksisitas ginjal, ototoksisitas (auditorik maupun vestibular),
blokade neuromuskular (lebih jarang).
Tabel 2. 7 Karakteristik antibiotika aminoglikosid
Obat Waktu Paruh
(jam)
Kadar
Terapeutik
Kadar Toksik
Serum (µg/ml) Serum (µg/ml)
Streptomisin 2-3 25 50
Neomisin 3 5-10 10
Kanamisin 2,0-2,5 8-16 35
Gentamisin 1,2-5,0 4-10 12
Tobramisin 2,0-3,0 4-8 12
Amikasin 0,8-2,8 8-16 35
Netilmisin 2,0-2,5 0,5-10 16
b. Tetrasiklin
Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetrasiklin, doksisiklin,
oksitetrasiklin, minosiklin, dan klortetrasiklin. Antibiotik golongan ini mempunyai
spektrum luas dan dapat menghambat berbagai bakteri Gram-positif, Gram-negatif,
baik yang bersifat aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme lain seperti
Ricketsia, Mikoplasma, Klamidia, dan beberapa spesies mikobakteria.
Tabel 2. 8 karakteristik golongan tetrasiklin (Kemenkes, 2011)
Obat
Cara Pemberian
yang Disukai
Waktu Paruh
Serum (jam)
Ikatan Protein
Serum (%)
Tetrasiklin HCL Oral, i.v. 8 25-60
Klortetrasiklin HCl Oral, i.v. 6 40-70
Oksitetrasiklin HCl Oral, i.v. 9 20-35
Demeklosiklin HCl Oral 12 40-90
26
aktu Paruh Ikatan Protein
erum (jam) Serum (%)
13 75-90
Lanjutan Tabel 2.8
Obat Cara Pemberian W
yang Disukai S
Metasiklin HCl Oral
Doksisiklin Oral, i.v. 18 25-90
Minosiklin HCl Oral, i.v. 16 70-75
c. Kloramfenikol
Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri Gram-
positif dan negatif aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia, dan Mikoplasma.
Kloramfenikol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada subunit ribosom
50S. Efek samping: supresi sumsum tulang, grey baby syndrome, neuritis optik
pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam.
d. Makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat menghambat
beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar Gram-negatif aerob
resisten terhadap makrolida, namun azitromisin dapat menghambat Salmonela.
Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H. influenzae, tapi azitromisin
mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif terhadap H. pylori.
Makrolida mempengaruhi sintesis protein bakteri dengan cara berikatan
dengan subunit 50s ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi peptida.
1). Eritromisin dalam bentuk basa bebas dapat diinaktivasi oleh asam, sehingga
pada pemberian oral, obat ini dibuat dalam sediaan salut enterik. Eritromisin
dalam bentuk estolat tidak boleh diberikan pada dewasa karena akan
menimbulkan liver injury.
2) Azitromisin lebih stabil terhadap asam jika dibanding eritromisin. Sekitar 37%
dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini
dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati.
3) Klaritromisin. Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama
makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosit, dan
jaringan lunak. Metabolit klaritromisin mempunyai aktivitas antibakteri lebih
besar daripada obat induk. Sekitar 30% obat diekskresi melalui urin, dan
sisanya melalui feses.
27
4) Roksitromisin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas yang
lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat ini diberikan dua kali
sehari. Roksitromisin adalah antibiotik makrolida semisintetik. Obat ini
memiliki komposisi, struktur kimia dan mekanisme kerja yang sangat mirip
dengan eritromisin, azitromisin atau klaritromisin. Antibiotik ini dapat
digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas, saluran urin dan jaringan
lunak.
e. Klindamisin
Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian besar
bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob
seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia. Efek samping: diare dan
enterokolitis pseudomembranosa.
f. Mupirosin
Mupirosin merupakan obat topikal yang menghambat bakteri Gram-positif dan
beberapa Gram-negatif. Tersedia dalam bentuk krim atau salep 2% untuk
penggunaan di kulit (lesi kulit traumatik, impetigo yang terinfeksi sekunder
oleh S. aureus atau S. pyogenes) dan salep 2% untuk intranasal. Efek samping:
iritasi kulit dan mukosa serta sensitisasi.
g. Spektinomisin
Obat ini diberikan secara intramuskular. Dapat digunakan sebagai obat
alternatif untuk infeksi gonokokus bila obat lini pertama tidak dapat digunakan.
Obat ini tidak efektif untuk infeksi Gonore faring. Efek samping: nyeri lokal,
urtikaria, demam, pusing, mual, dan insomnia.
3. Obat antimetabolit yang menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme
folat.
a. Sulfonamid dan Trimetoprim
Sulfonamid bersifat bakteriostatik. Trimetoprim dalam kombinasi dengan
sulfametoksazol, mampu menghambat sebagian besar patogen saluran kemih,
kecuali P. aeruginosa dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat S.
aureus, Staphylococcus koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, H .
influenzae, Neisseria sp, bakteri Gramnegatif aerob (E. coli dan Klebsiella
sp), Enterobacter, Salmonella, Shigella, Yersinia, P. carinii.
28
4. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat
a. Kuinolon
1) Asam nalidiksat
Asam nalidiksat menghambat sebagian besar Enterobacteriaceae.
2) Fluorokuinolon
Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin,
siprofloksasin, ofloksasin, moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan
lain-lain. Fluorokuinolon bisa digunakan untuk infeksi yang disebabkan
oleh Gonokokus, Shigella, E. coli, Salmonella, Haemophilus, Moraxella
catarrhalis, Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa.
b. Nitrofuran
Nitrofuran meliputi nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon. Absorpsi
melalui saluran cerna 94% dan tidak berubah dengan adanya makanan.
Nitrofuran bisa menghambat Gram-positif dan negatif, termasuk E. coli,
Staphylococcus sp, Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp, Salmonella
sp, Shigella sp, dan Proteus sp.
2.5.4 Berdasarkan Aktivitas Antibiotik
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut :
a) Antibiotik spektrum luas (broad spectrum)
Contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik
gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai
untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan
pembiakan dan sensitivitas.
b) Antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum)
Golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya
penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka
obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tesebut daripada
antibiotik berspektrum luas (Kemenkes, 2011)
29
2.5.5 Berdasarkan Pola Bunuh Antibiotik
Terdapat 2 pola bunuh antibiotik terhadap kuman yaitu :
a) Time dependent killing. Lamanya antibiotik berada dalam darah dalam kadar
diatas KHM sangat penting untuk memperkirakan outcome klinik ataupun
kesembuhan. Pada kelompok ini kadar antibiotik dalam darah di atas KHM
paling tidak selama 50% interval dosis. Contohnya pada antibiotik penisilin,
sefalosporin, dan makrolida (Kemenkes, 2011).
b) Concentration dependent killing. Semakin tinggi kadar antibiotika dalam darah
melampaui KHM maka semakin tinggi pula daya bunuhnya terhadap bakteri.
Untuk kelompok ini yang diperlukan rasio kadar /KHM sekitar 10 yang artinya
rejimen dosis yang dipilih harus memiliki kadar dalam jaringan 10 kali lebih
tinggi dari KHM. Jika gagal mencapai kadar ini pada tempat infeksi atau jaringan
akan mengakibatkan kegagalan terapi yang mengakibatkan salah satu faktor
utama terjadi resisten. Contohnya pada antibiotik aminoglikosida,
fluorokuinolon, dan ketolid (Kemenkes, 2011).
2.5.6 Resistensi Antibiotik
Resistensi merupakan kemampuan bakteri untuk menetralisir dan
melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu
(Drlica & Perlin, 2011):
1) Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi
2) Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri.
3) Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel
bakteri.
4) Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel
melalui mekanisme transport aktif ke luar sel.
Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan KHM (Kadar Hambat Minimal) atau
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar terendah antibiotik (µg/ml)
yang mampu menghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai
KHM menggambarkan tahap awal menuju resisten. Peningkatan kejadian resistensi
bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi dengan 2 cara, yaitu mekanisme selection
pressure yang apabila bakteri resisten tersebut berbiak secara duplikasi setiap 20-
30 menit (untuk bakteri yang berbiak cepat), maka dalam 1-2 hari, seseorang
30
tersebut dipenuhi oleh bakteri resisten. Jika seseorang terinfeksi oleh bakteri yang
resisten maka upaya penanganan infeksi dengan antibiotik semakin sulit serta
penyebaran resistensi ke bakteri yang non resisten melalui plasmid. Hal ini dapat
disebarkan antar kuman sekelompok maupun satu orang ke orang lain.
Penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas
dan irrasional. Lebih dari separuh pasien dapat menerima antibiotika sebagai
pengobatan atau profilaksis. Sekitar 80% konsumsi antibiotika dipakai untuk
kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasarkan indikasi yang kurang tepat,
misalnya infeksi virus. Terdapat beberapa faktor yang mendukung terjadinya
resistensi, antara lain:
1. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional) terlalu singkat, dalam dosis yang
terlalu rendah, diagnosa awal yang salah.
2. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Pasien dengan pengetahuan yang salah
akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotika dalam penanganan
penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu, batuk pilek, serta
demam.
3. Penggunaan monoterapi dibandingkan dengan penggunaan terapi kombinasi,
penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi.
4. Perilaku hidup sehat terutama bagi tenaga kesehatan, misalnya mencuci tangan
setelah memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat yang akan dipakai untuk
memeriksa pasien.
5. Penggunaannya untuk hewan atau binatang ternak, antibiotik juga digunakan
untuk mencegah dan mengobati penyakit infeksi pada hewan ternak. Dalam
jumlah besar antibiotika digunakan sebagai suplemen rutin untuk profilaksis
atau merangsang pertumbuhan hewan ternak.
6. Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam distribusi dan
pemakaian antibiotika, seperti pasien dapat dengan mudah mendapatkan
antibiotika meskipun tanpa peresepan dari dokter, selain itu juga kurangnya
komitmen dari instansi terkait, baik untuk meningkatkan mutu obat serta
mengendalikan penyebaran infeksi (Kemenkes RI, 2011).
Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten yaitu untuk selection
pressure dapat diatasi melalui penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of
31
antibiotics) serta untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi
dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-prinsip kewaspadaan standar
(universal precaution) (Kemenkes RI, 2011).
2.6 Amoksisilin
2.6.1 Pengertian
Amoksisilin memiliki nama lain D(-)-a-amino-phydroxybenzylpenicillin,
amoksisilin atau amoksiiline. Rumus kimia amoksisilin adalah (2S,5R,6R)-6-
[[(2R)-2-Amino-2-(4-hidroksifenil) asetil] amino]- 3,3 - dimetil- 7- okso - 4- tia - 1
- aza - bisiklo [3.2.0]heptan-2karboksilat (Kaur et al., 2011).
Gambar 2.2 Struktur Amoksisilin
Amoksisilin termasuk antibiotik spektrum luas yang sering diresepkan pada
anak untuk pengobatan pneumonia dan penyakit lain, termasuk infeksi bakteri pada
telinga, sinus, tenggorokan, saluran kemih, kulit, abdomen dan darah. Amoksisilin
diformulasikan dalam kapsul konvesional, tablet, bubuk untuk suspensi oral, dan
tablet dispersibel (UNICEF, 2013).
Golongan amoksisilin digunakan pasien untuk penyakit infeksi saluran
kemih, infeksi saluran napas bagian atas, bronkitis, pneumonia, otitis media, abses
gigi, osteomielitis, penyakit Lyme pada anak, profilaksis endokarditis, profilaksis
paska-splenektomi, infeksi ginekologik, gonore, eradikasi Helicobacter pylori.
Tersedia dalam bentuk kapsul dan tablet (IDAI, 2013). Dosis penggunaan
amoksisilin secara oral pada anak-anak 50 mg/kg per hari sedangkan pada orang
dewasa 2 g per hari, dosis perhari 2-3 kali (DiPiro J.T, 2015)
32
2.6.2 Farmakokinetik
Absorpsi dari amoksisilin tidak terganggu oleh makanan. Amoksisilin
berikatan dengan protein dalam plasma sekitar 20% dan diekskresi dalam bentuk
aktif didalam urin (Brunton et al., 2008; Harvey et al., 2009). Amoksisilin memiliki
kegunaan klinik yang luas tidak hanya karena sebagai antibakteri spektrum luas
tetapi juga karena bioavailability yang tinggi (70-90%) dengan kadar puncak pada
plasma terjadi dengan waktu 1–2 jam dan dosisnya tergantung, umumnya 1,5–3
kali lebih besar dibanding ampisillin setelah dosis oral. Amoksisilin terdistribusi
pada banyak jaringan termasuk hati, paru, prostat, otot, empedu, asites, cairan
pleura dan sinovial dan cairan okular, terakumulasi dalam cairan amnion dan
melewati plasenta tapi buruk melewati sistem saraf pusat (Kaur et al., 2011).
Amoksisilin memiliki oral availability 93%. Amoksisilin berikatan dengan
protein didalam plasma 18%. Amoksisilin diekskresikan pada urine sekitar 86%
dan pembersihannya 10,8 L/h/70kg. Amoksisilin memiliki volume distribusi 19
L/70kg (Katzung, 2006). Amoksisilin dapat melewati plasenta, sedikit
diekskresikan pada air susu ibu (ASI) dan sedikit melewati cerebrospinal fluid
(CSF) (Adesanoye et al., 2014).
2.6.3 Farmakodinamik
Amoksisilin adalah bakterisidal yang rentan terhadap organisme melalui
penghambatan biosintesis dinding sel mukopeptida selama tahap penggandaan
bakteri (Imoisili, 2008). Amoksisilin lebih efektif melawan mikroorganisme gram
positif dibanding gram negatif, dan mendemonstrasikan efikasi lebih baik
dibanding penisillin, penisillin V dan dibanding antibiotik lain dalam pengobatan
penyakit atau infeksi yang beragam (Kaur et al., 2011).
Amoksisilin bekerja dengan mengikat pada ikatan penisilin protein 1A
(PBP-1A) yang berlokasi didalam dinding sel bakteri. Penisillin (amoksisilin)
mengasilasi penisilin-mensensitifkan transpeptidase C-terminal domain dengan
membuka cincin laktam menyebabkan inaktivasi enzim, dan mencegah
pembentukan hubungan silang dari dua untai peptidoglikan linier, menghambat fase
tiga dan terakhir dari sintesis dinding sel bakteri, yang berguna untuk divisi sel dan
bentuk sel dan proses esensial lain dan lebih mematikan dari penisillin untuk bakteri
yang melibatkan mekanisme keduanya litik dan non litik (Kaur et al., 2011).
33
2.6.4 Toksikologi
Amoksisilin menunjukan efek samping sebagai reaksi hipersensitivitas
seperti urtikaria, demam nyeri sendi, diare, syok anafilaksis, ruam eritematosus,
leukemia limfatik kronik, dan iritasi gastrointestinal (Adesanoye et al., 2014). Studi
farmacovigilance dilakukan untuk mendokumentasikkan efek samping obat dalam
program WHO untuk International Drug Monitoring (IDM) dari Januari 1988
sampai Juni 2005, database Pharmacovigilance Interregional Group (GIF)
mengumpulkan 37,906 laporan, yang 1095 terkait dengan amoksisilin. Persentase
reaksi efek samping pada kulit 82%, gastrointestinal 13%, hepatik 4%, dan
hematologi 2% (Kaur et al., 2011).
2.6.5 Nama Dagang Amoksisilin
Beberapa contoh merek dagang obat yang berisi antibiotika amoksisilin
yaitu sebagai berikut :
Tabel 2. 9 Merek Dagang Antibiotika Amoksisilin (MIMS, edisi 2017)
Nama
Generik
Nama Dagang
Amoksisilin
Komposisi Bentuk Sediaan
Amoksisilin Arcamox Amoksisilin trihidrat Kapsul, kaplet salut selaput, sirup kering.
Amoxsan Amoksisilin Kapsul, tablet
dispersibel, sirup kering
Betaclav Amoksisilin trihidrat 250 mg, klavulanat
125 mg
Capsinat Amoksisilin dan
asam klavulanat
Clamixin Amoksisilin 500 mg,
asam klavulanat 125
mg
Dexyclav Amoksisilin dan
asam klavulanat
Erabam Amoksisilin trihidrat
250 mg, klavulanat
125 mg
Tablet, sirup, injeksi
Kaplet salut selaput,
sirup kering
Tablet, sirup
Kaplet, sirup kering
Kaplet, sirup kering
Kalmoxillin Amoksisilin trihidrat Tablet, sirup kering
Lapimox Amoksisilin trihidrat Kaplet, sirup
Mokbios Amoksisilin trihidrat Kaplet salut selaput
Opimox Amoksisilin Kaplet, sirup kering, bubuk injeksi.
34
sisilin trihidrat Kaplet salut selaput,
mg, asam sirup kering.
anat 125 mg
sisilin trihidrat Kaplet salut selaput,
mg, asam sirup kering.
anat 125 mg
sisilin Kapsul, kaplet, sirup
Amoksisilin
Protamox Amok
500
klavul
Protamox Amok
500
klavul
Solpenox Amok
Vibranat Amoksisilin trihidrat
500 mg, klavulanat
125 mg.
Lanjutan Tabel 2.9
kering.
Kaplet salut selaput.
Widecillin Amoksisilin trihidrat Kapsul, kaplet, sirup
kering, injeksi.