bab ii tinjauan pustaka 2.1 status sosial ekonomi 2.1.1...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Sosial Ekonomi
2.1.1 Pengertian Status Sosial Ekomoni
Dalam kehidupan sosial setiap anggota masyarakat memiliki tingkatan
yang berbeda. Dalam sosiologi istilah ini sering dikenal dengan Social
Stratification yang merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis). Secara teoristis semua manusia dianggap
sederajat. Akan tetapi sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial
tidaklah demikian. Perwujudan nyata dari stratification social adalah kelas-kelas
tinggi dan kelas-kelas rendah. Hal ini bisa terjadi karena pembagian nilai-nilai
sosial yang tidak seimbang dalam kehidupan bermasyarakat. Dikutip dari
(Soekanto, 1990) terbentuknya lapisan masyarakat adalah sebagai berikut;
“Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam
proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang dengan sengaja
disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang bisa menjadi alasan
terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah
kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat
seseoarang kepada masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas
tertentu.”
Penggolongan masyarakat berdasarkan keadaan ekonomi dapat ditinjau
dari penghasilan atau pendapatan keluarga. Menurut (Cahyo, 2008) membagi
tingkat ekonomi masyarakat menjadi 3: a) Upper Class (tingkat atas).
Berdasarkan hasil penetapan upan minimum kota Malang Tahun 2006 sebesar Rp.
488.000 tiap bulanya sehingga pendapatan lapisan ekonomi kelas atas > 2x upah
minimum propinsi yaitu lebih besar dari Rp. 976.000 tiap bulannya. b) Midlle
9
Class (menegah). Berdasarkan hasil penetapan upah minimum kota Malang tahun
2006 sebesar Rp. 488.000 tiap bulanya sehingga pendapatan lapisann ekonomi
kelas menengah antara jumlah pendapatan tingkat ekonomi bawah dan atas yaitu
Rp. 488.000-Rp.976.000 tiap bulanya. c) Lower Class (bawah). berdasarkan hasil
penetapan upah minimum kota Malang tahun 2006 sebesar Rp. 488.000 tiap
bulanya sehingga pendapatan lapisan ekonomi kelas bawah 1x upah minimum
propinsi yaitu < Rp. 488.000 tiap bulannya.
Bila diakumulasikan pada penetapan Upah Minimum Kabupaten Malang
2017, kini menjadi; a) Upper Class (tingkat atas), Berdasarkan hasil penetapan
upah minimum Kabupaten Malang tahun 2017 sebesar Rp. 2.368.510 tiap bulanya
sehingga pendapatan lapisan ekonomi kelas atas > 2x upah minimum kabupaten
Malang yaitu lebih besar dari Rp. 4.737.020 tiap bulanya. b) Midlle Class
(menengah). Berdasaran hasil penetapan upah minimum kabupaten Malang tahun
2017 sebesar Rp. 2.368.510 tiap bulanya sehingga pendapatan lapisan ekonomi
kelas menengah antara jumlah Rp. 2.368.510 tiap bulanya sehingga pendapatan
lapisan ekonomi kelas menengah antara jumlah pendapatan tingkat ekonomi
bawah dan atas yaitu Rp. 2.368.510- Rp. 4.737.020 tiap bulannya. c) Lower Class
(bawah). Berdasarkan hasil penetapan upah minimum kabupaten Malang tahun
2017 sebesar Rp. 2.368.510 tiap bulanya sehingga pendapatan lapisan ekonomi
kelas bawah 1x upah minimum propinsi yaitu < Rp. 2.368.510 tiap bulanya.
Oleh karena itu, status sosial ekonomi mungkin mempengaruhi cara
pandang dan kebutuhan untuk mengakses berbagai macam informasi. Bagaimana
perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin yang memiliki riwayat
10
pendidikan yang tinggi dengan yang berpendidikan rendah serta penghasilan yang
berbeda pastilah mempengaruhi mereka dalam berperilaku, ataupun juga dalam
memilih media sosial yang sesuai dengan tingkat kebutuhan.
Menurut Joseph Schumpeter dalam Soekanto (1997:260-261) mengatakan
bahwa terbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat adalah karena diperlukan
untuk menyesuaikan masyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata.
Kedudukan individu dalam suatu masyarakat tidak selamanya bersifat statis, tapi
akan terus berkembang dan mengalami perubahan. Untuk itu setiap individu harus
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi, ketrampilan dan keahlian-keahlian
khusus. Sehingga individu harus berjuang kejenjang yang lebih tinggi.
Dari pemaparan tentang status sosial ekonomi diatas dapat disimpulkan
bahwa status sosial ekonomi adalah tinggi rendahnya prestise yang dimiliki
seseorang berdasarkan kedudukan yang dipegangnya dalam suatu masyarakat
berdasarkan pada pekerjaan untuk memenuhi kebutuhanya atau keadaan yang
menggambarkan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat berdasarkan
kepemilikan materi dan lainya yang dapat menunjukan status sosial ekonomi yang
dimiliki individu tersebut.
2.1.2 Komponen Status Sosial Ekonomi
Untuk mengetahui status sosial ekonomi seseorang kita haruslah
melakukan pengukuran terlebih dahulu. Sehingga dari situ kita akan mengetahui
status sosial kelas-kelas seseoarang dari tingkatan atas ke bawah. Menurut
(Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, 1997) ukuran atau kriteria yang biasa
11
dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat kedalam suatu lapisan
masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Ukuran Kekayaan
Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan
teratas dan yang memiliki kenyataan yang sedikit maka akan dimasukan dalam
lapisan bawah. Mereka yang memiliki kekayaan paling banyak misalnya dapat
dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, kendaraan pribadi, cara-caranya
menggunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk
berbelanja barang-barang mahal dan lain-lain.
2. Ukuran Kekuasaan
Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar menempati lapisan atas. Kekuasaan adalah jembatan untuk memperoleh
uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup untuk memperoleh pendapatan.
3. Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan
dan atau kekuasaan. Adalah orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat
tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyaknya dijumpai pada masyarakat-
masyaraat tradisional yang masih kental dengan adat.
4. Ukuran Ilmu Pengetahuan
Yang dimaksud ilmu pengetahuan disini adalah tingkat pendidikan dan juga
yang terpenting adalah gelar kesarjaanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin
banyak pula penghasilan yang diperoleh. Dengan pendidikan dapat memperluas
12
keilmuan, meningkatkan kemampuan dan potensi serta membuat seseoarang lebih
peka terhadap setiap gejala-gejala sosial yang muncul.
Dari komponen-komponen diatas dapat disimpulkan yang menjadi tolak
ukuran status sosial ekonomi seseorang adalah kekayaan, kekuasaan, kehormatan,
dan juga tingkat pendidikan. Bentuk-bentuk masyarakat tersebut banyak, akan
tetapi bentuk pokok tadi mempunyai hubungan erat satu dengan lainya, dimana
terjadi saling pengaruh-mempengaruhi.
2.1.3 Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Penggunaan Media Sosial
Seperti yang dijelaskan peneliti sebelumnya, setiap anggota masyarakat
memiliki tingkatan yang berbeda dalam suatu kelompok, tergantung diposisi mana
status sosial ekonomi mereka berada. Status sosial ekonomi inilah yang menjadi
landasan seseorang dalam mengambil keputusan atau sebuah tindakan, termasuk
tindakan dalam melakukan komunikasi untuk berinteraksi dengan sesama. Karena
pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak tahan untuk hidup
sendiri, mereka selalu ingin berinteraksi dengan individu lain serta memiliki
kebutuhan sosial.
William Schutz (dalam soekanto, 1997) merinci kebutuhan sosial adalah
kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang
memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi ada asosiasi (inclusion).
Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang
efektif. Komunikasi yang efektif juga dapat ditentukan dari jenis media yang
khalayak gunakan. Kemunculan media sosial kini tentunya menjadi salah satu
13
sarana untuk saling berinteraksi yang secara teoristis mencakup wilayah yang tak
terbatas.
Khalayak dalam komunikasi massa terdiri dari orang-orang yang
heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam kondisi yang
berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan
masyarakat, mempunyai pekerjaan yang berjenis-jenis, oleh karena itu mereka
berbeda pula dalam kepentingan, standar hidup dan derajat kehormatan,
kekuasaan dan pengaruh.
Individu dari kelompok status social ekonomi yang lebih tinggi cenderung
memiliki tingkat selektivitas lebih tinggi terhadap media, begitu juga sebaliknya,
individu dari kelompok status social ekonomi lebih rendah memiliki tingkat
selektivitas lebih rendah terhadap media. Lingkungan seorang individu dengan
status social yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Lingkungan yang kekurangan hanya
mempunyai sedikit pengetahuan dan pengalaman tentang penggunaan media dan
cenderung menggunakan media hanya untuk kesenangan semata.
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang dengan
status social ekonomi yang lebih tinggi cenderung akan memiliki kuantitas
penggunan yang tinggi dalam menggunakan media social. Sedangkan seseorang
dengan status ekonomi rendah cenderung memiliki kuantitas yang rendah
terhadap penggunaan media soaial yang mereka gunakan.
14
2.2 Terpaan Teknologi Komunikasi dan Masyarakat
Munculnya teknologi komunikasi pada hakikatnya didorong kebutuhan
manusia yang kini berada dalam era digital, yang menuntut penyampaian pesan
komunikasi yang cepat sehingga lebih menghemat waktu dan tenaga. Menurut
Siregar (2001) dalam (Noegroho, 2010) Kemajuan suatu moda komunikasi
merupakan ikutan dari perubahan pola “gerak” dalam kehidupan masyarakat.
Teknologi komunikasi sekarang telah berhasil mengintegrasikan teknologi
telekomunikasi, teknologi informasi, dan teknologi multimedia atau telematika.
Penggabungan teknologi komputer dan telekomunikasi melahirkan suatu
fenomena yang menggubah konfigurasi model komunikasi konvensional, dengan
melahirkan kenyataan dimensi ketiga. Jika dimensi pertama adalah kenyataan
kertas dalam kehidupan empiris (hard reality), dimensi kedua merupakan
kenyataan dalam kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (soft reality),
maka dimensi ketiga dikenal kenyataan maya (virtual reality) yang melahirkan
suatu format masyarakat lainya. Masyarakat yang dibentuk dalam kenyataan
virtual disebut masyarakat cyber (cyber society), dari hal itu dikenal ruang cyber
(cyber space) (Siregar, 2001) dalam Noegroho (2010:6). Dimensi ketiga inilah
yang melahirkan media sosial yang merupakan salah satu media massa sebagai
sarana komunikasi yang dengan cepat keberadaanya menggantikan alat
komunikasi tradisional. Walaupun hingga saat ini alat komunikasi juga masih
banyak digunakan oleh banyak khalayak.
Penelitian ini menunjukan kecenderungan khalayak untuk memilih,
menginterprestasi, serta mengingat gambaran yang konsisten untuk menetapkan
15
sikap dan pilihan mereka dalam menggunakan media sosial. Dalam memilih
media social, khalayak tidak selalu memiliki kontrol atas terpaan media social
terhadap mereka. Terpaan media social tidak hanya menunjukan sejauh mana isi
media berhasil memberikan kepuasan pada tataran emosional khalayak tetapi pola
di dalam seleksi media juga merupakan refleksi dari sejauh mana khalayak
menganggap pesan yang disampaikan oleh media berguna untuk mencapai tujuan,
informative, dan konsisten dengan sikap atau kepercayaan yang dimiliki.
Dalam penelitian ini terpaan selektif dapat diasumsikan sebagai sebuah
teori komunikasi yang mengatakan bahwa individu lebih suka terpaan kepada
argument yang mendukung posisi mereka, daripada yang mendukung posisi
lainya. Yang berarti dalam penelitian ini dapat di artikan pengguna media social
menggunakan media social yang sesuai dengan keinginan ataupun sebagai sarana
komunikasi yang sesui dengan kebutuhan mereka.
Sebagai konsumen media social yang memilki banyak pilihan untuk
menerpa diri mereka terhadap media media social apa yang mereka gunakan,
mereka cenderung memilih media social yang menghargai ide-ide mereka dan
menolak informasi yang menolak opini mereka. Oleh karena itu, mereka memilih
media social yang berbeda yang menyetujui pendapat dan opini mereka, sehingga
mereka tidak harus berhubungan dengan berbagai bentuk disonansi/
ketidakcocokan.
2.3 Media Baru ( New Media )
Sebelum tahun 1970-an, media didefinisikan berdasarkan bagaimana cara
penyampaiannya. Media cetak didefinisikan sebagai media yang terbuat dari
16
bahan kertas seperti koran, majalah, buku, brosur. Media elektronik didefinisikan
sebagai media yang menggunakan antena dalam membawa siaran melalui sinyal -
sinyal pada televisi dan radio.
Perkembangan teknologi dan informasi telah mempengaruhi
perkembangan media komunikasi saat ini. Menurut Charles Horton Cooley
seorang ahli sosiologi Amerika mengemukakan bahwa, hal ini disebabkan media
– media komunikasi tersebut tidak hanya mempengaruhi pola interaksi pada
masyarakat tetapi juga pandangan psikologis sehingga akan ada selalu media –
media komunikasi baru yang lebih efisien daripada proses – proses komunikasi
pada masyarakat sebelumnya. Cooley juga mengemukakan faktor – faktor yang
membuat lahirnya media baru lebih efisien adalah :
1. Membawa perluasan gagasan dan perasaan (Expressiveness)
2. Mengatasi waktu (Permanent of record)
3. Mengatasi ruang (Swiffness)
4. Jalan masuk ke lapisan masyarakat (Diffusion).
Kehadiran internet memberi dampak yang cukup besar dalam kehidupan
manusia, terutama dalam perkembangan media komunikasi. Saat ini, internet
dapat menyampaikan berbagai macam media cetak, elektronik dengan
menggunakan sistem tanpa batas. Internet merupakan kombinasi dari ribuan
jaringan komputer yang mengirim dan menerima data dari seluruh dunia (Biagi,
2010). Internet tidak memiliki presiden dan maskas pusat, dengan kata lain
internet tidak mempunyai pemilik resmi. Seperti yang diutarakan oleh seorang
perancang informasi Roger Fidler bahwa “internet tidak memiliki badan
17
pemerintah atau komersial yang memiliki keuntungan bersih atau langsung dari
operasinya.”
Internet muncul pada pertengahan tahun 1990-an sebagai media massa
baru. Awalnya, internet dikembangkan untuk membantu peneliti, ilmuwan, dan
pendidik. Namun dalam ukuran global dan tidak adanya kontrol pusat, internet
telah berevolusi dan telah menjadi sangat berbeda dari media tradisional. Internet
telah mampu mengatasi kendala ruang dan waktu dalam proses penyebaran
informasi dan komunikasi. Fenomena tersebut menimbulkan beberapa
karakteristik yang menonjol yaitu:
1. Pelipatan ruang-waktu (time-space compression). Melipat waktu artinya
memperpendek jarak waktu, dengan meningkatkan kecepatan (velocity) atau
memperpendek durasi. Melipat ruang artinya memperkecil jarak ruang (spatial),
dengan cara memperpendek waktu tempuh di dalam ruang itu. Melipat ruang dan
waktu terjadi secara bersamaan, karena ruang tidak dapat dipisahkan secara
ontologis dari waktu. David Harvey menyebut kecenderungan ini sebagai
pemampatan ruang-waktu, yaitu bagaimana hambatan ruang diatasi dengan
teknologi, sehingga menciptakan percepatan dunia kehidupan.
2. Pemadatan waktu-tindakan (time-action condensation). Artinya pemdatan
berbagai tindakan ke dalam satuan waktu (detik, menit, jam, hari) dengan tujuan
efisiensi waktu. Sebanyak mungkin melakukan tindakan dalam sedikit mungkin
waktu. Dulu kita melakukan tindakan dalam satu waktu tertentu. Sekarang kita
dapat melakukan banyak hal dalam waktu yang sama.
18
3. Miniaturisasi ruang-waktu (time-space miniaturisation). Baik ruang maupun
waktu, keduanya dapat dikerdilkan. Dalam pengertian diredusir ke dalam berbagai
dimensi, aspek, sifat, dan bentuk asalnya, dengan cara memindahkan wujudnya ke
dalam wujud lain yang lebih ringkas dalam bentuk media representasi (gambar,
fotografi, televisi, video, internet).
4. Pemadatan ruang-waktu simbolik (symbolic time-space compression) yaitu
peringkasan dalam dunia simbol itu sendiri. Ada berbagai mekanisme dalam
bahasa yang memungkinkan sebuah simbol diringkas atau disingkat sedemikian
rupa, sehingga pesan dan makna dapat disampaikan. Akan tetapi, ada sebuah
proses pelipatan simbolik yang telah melampaui kemampuan bahasa untuk
mengungkapkan makna, yaitu ketika bahasa diringkas, dipadatkan, dan diacak
atau diredusir sebagai simbol dan tanda semata.
5. Peringkasan ruang-waktu psikis (psychal time-space condensation). Pelipatan
dan peringkasan keempat hal di atas sebagai akibat kemajuan telekomunikasi,
transformasi, dan informasi, menimbulkan pengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap keadaan psikis. Dalam hal ini adalah persepsi dan pandangan
manusia terhadap ruang dan waktu itu sendiri. Misalnya, Persepsi tentang apa
yang jauh kini dapat dirasakan dekat, sebaliknya yang dekat dapat menjadi jauh
secara psikis. Begitu juga dengan persepsi manusia tentang dunia nyata dan dunia
maya atau fantasi (Puspa Merdika, 2001).
Keberadaan internet membuat dunia menjadi kecil, kita dengan mudah
dapat menjelajahi dunia hanya dengan bermodal jaringan internet dengan berbagai
banyak cara. Revolusi tekhnologi komunikasi telah memenuhi kebutuhan manusia
19
dalam kehidupan sehari hari seperti dalam bidang jaringan dan komunikasi,
informasi, pendidikan, ekonomi bisnis, hiburan, sosial budaya, dan sebagainya.
2.4 Media Sosial
2.4.1 Pemahaman Media Sosial
Pada dasarnya media social merupakan perkembangan mutakhir dari
teknologi-teknologi web baru berbasis internet, yang memudahkan semua orang
untuk berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi dan membentuk sebuah
jaringan secara online, sehingga dapat menyebarluaskan konten mereka sendiri.
Media social menurut (Utari, 2011) adalah sebuah media online dimana
penggunaanya dapat dengan mudah berpartisipasi. Berpartisipasi dalam arti
seseorang akan dengan mudah berbagi informasi, menciptakan konten atau isi
yang ingin disampaikan kepada orang lain, memberi komentar terhadap masukan
yang diterimanya dan seterusnya. Semua dapat dilakukan dengan cepat dan tak
terbatas.
Meskipun banyak perdebatan tentang posisi dan fungsi media social, akan
tetapi sebagian besar pengamat komunikasi sepakat dan sependapat bahwa
berdasarkan perangkat yang digunakan media social yaitu teknologi komunikasi
terutama internet maka media social termasuk kedalam kategori new media.
Media social turut menyebabkan perubahan pada media massa. Hal ini dapat
dilihat dari esensi isi pesan media social yang bersifat personal dan privat pada
media global” (Santosa, 2011).
Penggunaan media social tidak dapat terlepas dari motivasi yang
mendorong seseorang untuk melakukanya. Secara teori terdapat beberapa
20
motivasi yang mendorong seseorang untuk menggunakan media social seperti
yang disebut oleh McQuail (2000) berikut ini:
1. Faktor Informasi; konsep hyperlink dan meme di internet memudahkan
penggunanya dalam pencarian informasi. Melalui internet pengguna akan
dihadapkan pada gelombang informasi yang sangat banyak dan diperlukan
bagi orang yang pertama kali menggunakan internet untuk dapat difungsikan
secara optimal.
2. Identitas Personal; pengguna menggunakan media social dalam rangka
mengasosiasikan actor media dengan karakter tertentu pada dirinya sendiri.
3. Faktor Integratif dan Interaksi Sosial; internet telah berhasil selangkah
meninggalkan media konvensional.
4. Faktor Hiburan; orang banyak menggunakan media social dengan tujuan
untuk memperoleh kesenangan dan hiburan.
Rafaelli dan Newhagen mengidentifikasi lima perbedaan utama yang ada di
antara media sosial dan media massa tradisional (Santana, 2005 dalam (Bland, 2001):
1. Kemampuan internet untuk mengombinasikan beberapa media
2. Kurangnya tirani penulis atas pembaca
3. Tidak seorangpun dapat mengendalikan perhatian khalayak
4. Internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung sinambung.
5. Kecepatannya secara keseluruhan yang menarik sekaligus menakutkan.
Oleh karena itu banyak kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa
internet adalah kemudahan yang sangat bermanfaat. Posisi internet di masyarakat
saat ini mungkin sejajar dengan televisi. Tetapi itupun dikarenakan
penggunaannya pun dengan tujuan yang berbeda. Apabila dengan televisi kita bisa
21
memilih yang sudah ada, dengan menggunakan internet kita harus mencari
informasi yang kita butuhkan terlebih dahulu baru bisa memilih dan mendapatkan
informasi yang kita butuhkan tersebut.
2.4.2 Pengaruh Media Sosial
New media (media sosial) memiliki beberapa pengaruh. Berikut pengaruh
new media dalam beberapa aspek seperti yang ditulis oleh Syaibani (2011: 24-26)
dalam (Uma, 2014):
a) Individu; pengguna new media akan mendapatkan pengaruh besar jika
menggunakannya dengan intensitas yang tinggi. Di satu sisi, pengguna bisa
mengekspresikan segala idea tau gagasan melalui layanan-layanan yang dapat
digunakan tanpa ada batasan. Namun disisi lain, seorang bisa menjadi individualis
jika menggunakan internet dengan intesitas yang tinggi tanpa bersosialisasi di
dunia nyata.
b) Ekonomi; new media menunjang perkembangan ekonomi melalui ecommerce
atau komersial elektronik. New media sangat memungkinkan adanya ruang
pemasaran dan marketing. Selain itu akses mendapatkan material atau bahan pun
akan lebih luas dan mudah. Namun disisi lain internet juga dapat mengubah
perilaku masyarakat.
c) Politik; internet telah memunculkan istilah baru yakni electronic democracy.
(Howard dalam syabiani, 2011: 25) menyampaikan bahwa internet merupakan
komponen baru dalam sistim komunikasi politik. Website dapat digunakan untuk
menyampaikan ide-ide dari para politikus, kepengurusan dan adanya ruang
22
diskusi terbukadari bawah keatas dan sebaliknya dari atas ke bawah juga. Ruang
diskusi inilah yang memberikan nilai demokratis dalam komunikasi politik.
d) Perubahan sosio-kultural; new media telah merubah banyak dari bentuk
komunikasi yang dilakukan manusia selama ini. Perkembangan teknologi telah
banyak mempengaruhi cara masyarakat dalam berkomunikasi dan ini merupakan
proses mutualisme yang menciptakan jaringan sosial. Perubahan pola komunikasi
ini juga dapat mempengaruhi perubahan pada pola interaksi masyarakat yang
beralih dari bentuk nyata (fisik) menjadi maya (digital).
2.4.3 Sejarah Media Sosial.
Menurut Nurudin (2012:53) Media Sosial muncul didasari ide untuk
menghubungkan orang-orang dari seluruh belahan dunia (Sutikno, 2011). Media
social sendiri sebenarnya telah ada pada 1978. Tahun 1995 Muncul situs
GeoCites, yaitu media yang dapat menyimpan data websode agar dapat diakses.
Pada Tahun 1997, Classmates.com (jejaring hubungan antar mantan teman
sekolah) juga didirikan, focus utama jejaring tersebut adalah pada hubungan antar
mantan teman sekolah.
Situs jejaring social pertama, yaitu Sixdegrees.com mulai muncul pada
tahun 1997, situs ini memiliki aplikasi untuk membuat profil, menambah teman
dan mengirim pesan. Tahun 1999 dan 2000 muncul situs social Lunarstorm, Live
Journal, Cyword yang berfungsi memperluas informasi secara searah. Tahun
2001, muncul Ryze.com yang berperan untuk memperbesar jejaring bisnis. Tahun
2002, muncul Friendster sebagai situs anak muda untuk saling berkenalan dengan
pengguna lain. Tahun 2003, muncul situs social interaktif lain menyusul
23
kemunculan Friendster, Flick R, Youtube, Myspace. Hingga akhir tahun 2005,
Friendster dan Myspace merupakan situs jejaring social yang paling diminati.
Lalu para pengguna media social beralih ke Facebook yang sebenarnya telah
dibuat tahun 2004. Tetapi baru terkenal pada tahun 2006. Tahun 2006,
kemunculan twitter ternyata menambah jumlah pemakai media social, Twitter
merupakan microblog yang memiliki batasan karakter tulisan bagi penggunanya,
yaitu 140 karakter. Lalu setelah lahirnya twitter muncul jejaring social lain seperti
Path, Instagram, dan hanya bisa diakses melalui perangkat handphone (iOs atau
Android).
2.5 Kecenderungan Pemilihan Media
Kecenderungan adalah hasrat atau kesiapan reaktif yang tertuju pada suatu
objek konkrit, dan selalu muncul berulang-ulang (Kartono, 1980). Kecenderungan
ini adalah hasil dari pengalaman-pengalaman dan ditentukan oleh pribadi masing-
masing yang pada setiap manusia pastilah berbeda. Kecenderungan ini ada karena
adanya dorongan-dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang yang
mengarahkan ke suatu obyek tertentu untuk menunjukkan rasa suka atau tidak
suka orang itu terhadap obyek tersebut. Dalam kecenderungan itu ada kesiagaan
utntuk bereaksi dan berminat yang didasari oleh tekanan-tekanan emosional dan
minat pada suatu obyek dan kecenderungan menentukan tingkah laku seseorang
terhadap lingkungan karena kecenderungan merupakan watak yang tetap. Namun
kecenderungan ini bukanlah tingkah laku itu sendiri, tetapi merupakan sesuatu
yang memungkinkan timbulnya tingkah laku yang mengarahkan pada suatu
24
obyek. Sifat dari kecenderungan ini bisa sementara namun kadang juga bisa
bersifat menetap.
Disini kecenderungan yang di maksud adalah dalam hal memilih media.
Dalam melakukan komunikasi, sering kita dihadapkan pada situasi memilih media
yang sesuai dalam menyampaikan pesan. Media merupakan komponen utama
dalam proses komunikasi sebagai penghantar pesan demi terciptanya komunikasi
yang sempurna. Dengan beragam dan bervariasinya bentuk pesan dan informasi
yang akan disampaikan, menuntut memilih media yang tepat agar proses
komunikasi dapat berjalan dengan baik. Menentukan media komunikasi yang
tepat sangat tergantung dengan situasi dan keterlibatan unsur psikologis individu.
2.6 Media Massa dan Perilaku Selektif
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan
pesa secara serempak, cepat kepada audiens yang luas dan heterogen. Kelebihan
media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa membaasi
hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan
hampir seketika pada waktu yang tak terbatas (Nurudin, 2007).
Begitu banyaknya media sosial yang bermunculan, masyarakat mungkin
dihadapkan pada kecenderungan dalam memilih media social yang mampu
memenuhi kebutuhan mereka. Bila dikaji dari teori Uses anda Gratification dapat
diasumsikan bahwa khalayak dianggap secara aktif dalam menggunakan media
untuk memenuhi kebutukan. Khalayak juga sadar sepenuhnya terhadap
ketertarikan, motif, dan penggunaan media. Nilai kegunaan dan kepuasan
mengajukan gagasan bahwa perbedaan individu menyebabkan audiensi mencari,
25
menggunakan dan memberikan tanggapan terhadap isi media secara berbeda-beda
yang disebabkan berbagai factor psikologis yang berbeda di antara individu
audiensi.
Adapun hal yang begitu memprihatinkan adalah kemungkinan bahwa
masyarakat tidak begitu peduli terhadap kualitas dan kuantitas media social
tersebut. Setiap masyarakat pastilah berpikir dan dari proses berpikir itulah
masyarakat membuat keputusan-keputusan, salah satunya adalah untuk
menentukan media apa yang bisa memberikan informasi yang mereka inginkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, sebenarnya media berada pada posisi yang
disatu sisi dapat memberikan pengaruh-pengaruh positif, dan disisi lain juga bisa
memberikan pengaruh-pengaruh negatif. Sehingga kita harus benar-benar
memahami arti dan fungsi media tersebut dalam kehidupan kita. Kalau kita
mengacu pada berbagai ketentuan atau aturan hukum tentang media sosial, maka
kita bisa melihat bahwa media sosial diberi tugas, kewajiban untuk melestarikan
nilai-nilai budaya bangsa. Namun nyatanya tidak sedikit media sosial yang jauh
dari nilai-nilai kebudayaan kita. Itu sebabnya bila masyarakat memilih sebuah
media sebagai sarana komunikasi, mereka cenderung memilih media yang sesuai
dengan situasi dan kondisi kehidupan mereka.
2.7 Landasan Teori
2.7.1 Teori Kategori Sosial (Sosial Chategory Theory)
Melvin L. DeFleur adalah pencetus teori Sosial Category Theory atau bisa
di sebut juga teori penggolongan sosial. Teori ini menyatakan adanya kategori-
kategori social pada masyarakat urban-industrial yang perilakunya hampir
26
seragam ketika diterpa rangsangan-rangsangan. Ciri-cirinya adalah usia, jenis
kelamin, pendapatan, pendidikan, pemukiman, atau pertalian yang bersifat
religious.
Menurut Effendy Onong (Onong, 2003), Asumsi dasar dari Teori Kategori
Sosial ialah teori sosiologis yang menyatakan bahwa meskipun masyarakat
modern sifatnya heterogen, penduduk yang memiliki sejumlah ciri yang sama
akan mempunyai pola hidup tradisional yang sama. anggota-anggota dari suatu
ketegori tertentu akan mrmilih pesan komunikasi yang kira-kira sama, dan
menggapinya dengan cara yang hampir sama pula.
Dari teori diatas, dapat diasumsikan pada penelitian ini bahwa seseorang
atau masyarakat yang masuk dalam kategori yang sama maka dalam memilih
media social pun akan cenderung sama. dalam penelitian ini misalnya saja apabila
status social ekonomi tinggi maka kecenderungan memilih media sosialnya pun
tinggi. Memilih media social sebagai sarana komunikasi menjadi rangsangan
untuk masyarakat yang digolongkan berdasarkan status social ekonominya.
2.7.2 Teori Kegunaan dan Kepuasan (Uses and Gratification)
Dalam penelitian ini, peneliti menggunkaan teori uses and gratification.
Uses and gratification adalah satu model teori dalam komunikasi massa. Dimana
teori uses and gratification ini ditekankan bahwa khalayak berperan aktif
menentukan media mana yang dipilih untuk kebutuhanya. Teori uses and
gratification (kegunaan dan kepuasan) ini dikenalkan oleh Habert Blumer dan
Elihu Katz pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses on Mass Communications:
Current Perspective on Gratification Research. Teori uses and gratification
27
menurut Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa pengguna media berperan aktif
untuk memilih menggunakan media tersebut. Jadi pengguna media ialah pihak
aktif dalam proses komunikasi.
Teori uses and gratification banyak digunakan sebagi acuan oleh para
peneliti dunia untuk mengetahui motif-motif penggunaan internet maupun media
sosial yang dilakukan individu yang berasal dari berbagai kalangan. Dalam hal ini,
media sosial merupakan media yang saat ini sedang digemari oleh banyak
kalangan, dengan beragam motif penggunaan yang berbeda-beda salah satunya
yaitu sebagai sarana komunikasi.
Teori ini ditujukan untuk menggambarkan proses penerimaan dalam
komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh khalayak. Dalam
perkembangan teknologi komunikasi, pendekatan uses andgratifications dapat
bermanfaat dalam membantu memahami bagaimana seseorang menggunakan
sebuah media baru yang dalam hal ini adalah media sosial. Ada lima asumsi dasar
teori uses and gratifications, yaitu :
a. Khalayak aktif dan penggunaan medianya berorientasi pada tujuan.
b.Inisiatif dalam menghubungkan kepuasan kebutuhan pada pilihan media tertentu
terdapat pada anggota khalayak.
c. Media berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kepuasan kebutuhan.
d. Mempunyai kesadaran diri, minat, dan motif dalam penggunaan media tersebut,
sehingga dapat memberikan gambaran yang akurat mengenai kegunaan media
tersebut.
e. Penilaian mengenai nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayak.
28
Dalam hal ini peneliti telah memahami bagaimana masyarakat Dukuh
Genitri dalam menggunakan dan memanfaatkan media sosial yang dimilikinya.
2.8 Definisi Konseptual dan Operasional
2.8.1 Definisi Konseptual
Definisi konseptual adalah batasan tentang pengertian yang diberikan
peneliti terhadap variable-variabel (konsep) yang hendak diatur, diteliti dan digali
datanya (Hamidi, 2007), maka dalam penelitian ini definisi konseptualnya sebagai
berikut:
a. Status sosial ekonomi (x)
Status adalah posisi seseorang atau suatu wadah bagi hak dan kewajiban,
atau aspek statis dan peranan yang dikaitkan dengan posisi atau peranan
seseorang. Status sosial adalah posisi atau peranan umum dari seseorang dalam
masyarakat. Sehingga status sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang diatur
secara sosial ekonomi dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu didalam
struktur masyarakat. Status sosial ekonomi ini akan menjadi dorongan dalam
berpikir maupun melakukan suatu tindakan seseorang. Dan dorongan dalam
melakukan tindakan tersebut didasari beberapa faktor seperti pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, kekayaan dan lain-lainnya. Faktor-faktor tersebut yang
akan menentukan tinggi rendahnya status sosial ekonomi seseorang dalam suatu
masyarakat.
b. Kuantitas Penggunaan Media Sosial (y)
Kuantitas adalah suatu hal yang berbentuk dari proses pengukuran. Jadi
kuantitas penggunaan adalah sesuatu yang bisa diukur dari tingkat penggunaan,
29
seperti media sosial. yaitu media sosial sebagai sarana komunikasi yaitu meliputi
media sosial yang digunakan untuk berkomunikasi, aktivitas komunikasi yang
mencakup semua media sosial sebagai sarana komunikasi.
2.8.2 Definisi Operasional
Hubungan antara variable bebas (X) dan variable terikat (Y) bersama
indikator-indikatornya akan digambarkan sebagai berikut:
a. Variabel bebas (X) yaitu status ekonomi masyarakat Dukuh Genitri sebagai
sampel dalam penelitian. Peneliti akan mengacu pada perbedaan status sosial
ekonomi seseorang sehingga mempengaruhi kecenderungan memilih media sosial
yang mereka gunakan. Status sosial ekonomi masyarakat. Status social adalah
peran yang dijalankan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga status
social ekonomi adalah kedudukan seseorang yang diatur secara social ekonomi
dan acuan penempatan posisi tertentu di dalam struktur masyarakat. Status social
ekonomi akan menjadi landasan untuk melalukan suatu tindakan ataupun
dorongan dalam berpikir seseorang.
Indikator yang digunakan yaitu:
1. Kekayaan yang dimiliki, yaitu Tinggi rendahnya kekayaan seseorang. Meliputi
harta benda yang dimaksud oleh peneliti untuk penelitian ini adalah:
a) Kendaraan beroda dua yaitu sepeda motor
b) Kendaraan beroda empat yaitu mobil.
c) Rumah, dalam artian rumah yang benar-benar milik sendiri.
d) Tanah, dalam artian tanah yang benar-benar milik sendiri.
30
2. Tingkat Pendidikan, yaitu diukur dari tingkat pendidikan masyarakat. Meliputi,
a) Rendah : SD dan SMP
b) Sedang : SMA/ SMK
c) Tinggi : Akademi/ Perguruan Tinggi
3. Pengeluaran dan pendapatan ekonomi, yaitu tingkat pengeluaran seseorang
dalam kurun waktu satu bulan, yaitu:
a) Rendah : dibawah Rp. 2.368.510 /bln
b) Sedang : Rp. 2.368.510 – Rp. 4.737.020 /bln
c) Tinggi : diatas Rp. 4.737.404/bln
4. Kedudukan dalam kelompok sosial, yaitu posisi seseorang di dalam lingkungan
sosialnya, meliputi:
a) Jabatan rendah : coordinator seksi
b) Jabatan menengah :sekertaris, bendahara
c) Jabatan tinggi : ketua
b. Variabel terikat (Y) Kuantitas Penggunaan Media Sosial yaitu media sosial
sebagai sarana komunikasi yaitu meliputi media sosial apa saja yang digunakan
untuk berkomunikasi, peneliti akan meneliti aktivitas komunikasi yang mencakup
semua media sosial sebagai sarana komunikasi. Kuantitas berarti suatu reaksi
untuk mengukur sesuatu yang pasti, yang tertuju pada satu tujuan tertentu,
ataupun tertuju pada objek yang nyata. Hal yang akan diukur adalam penelitian ini
adalah tingkat penggunaan media sosial di kalangan mayarakat Dukuh Genitri
sebagi responden. Adapun Indikator yang digunakan meliputi:
31
Media sosial untuk berkomunikasi, yaitu penggunaan BBM, Facebook, Whatsapp,
Facebook Messenger, Google+, Line, Instagram, Wechat, Pinterst untuk saling
berkomunikasi.
2.9 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian
yang kebenarannya perlu diuji, oleh karena itu hipotesis ditulis dalam bentuk
pernyataan. Berdasarkan rumusan masalah maka dirumuskan jawaban sementara
dari permasalahan yang hendak diteliti yaitu “diduga ada pengaruh latar belakang
status sosial ekonomi terhadap kecenderungan memiliha media social sebagai
sarana komunikasi oleh masyarakat”.
Ha : terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan kuantitas penggunaan
media social sebagai sarana komunikasi.
Ho: tidak ada hubungan antara status social ekonomi dengan kuantitas
penggunaan media social sebagai sarana komunikasi.